BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
B. Observasi Lapangan
Observasi lapangan merupakan pengumpulan data dan informasi melalui pengamatan
langsung guna mendapatkan data obyektif dan dapat dipertanggung jawabkan, seperti
catatan yang sistematis dan dokumentasi foto di lapangan yang berhubungan dengan
penelitian di lokasi. Observasi yang dilakukan meliputi observasi kondisi fisik, sosial
budaya masyarakat, kegiatan perekonomian masyarakat, sarana dan prasarana, potensi dan
masalah desa.
C. Teknik Kuisioner
Teknik kuisioner merupakan pengumpulan data primer dari responden. Teknik
kuisioner dilakukan untuk memudahkan penelitian agar pertanyaan lebih terstruktur.
Perbadaan teknik ini dengan wawancara adalah dengan memberikan atau menyebarkan
lembar kuisioner kepada responden dan mengambil kembali setelah beberapa saat
kemudian. Penyebaran kuisioner tersebut diharapkan dapat diperoleh hasil yang lebih
maksimal daripada teknik wawancara dari responden. Pada saat penyebaran kuisioner,
perlu mempertimbangkan beberapa faktor antara lain :
1. Waktu, yaitu menyangkut hari dan pelaksananan penyebaran kuisioner. Waktu
penyebaran kuisioner ini dilakukan kombinasi antara hari kerja dan hari libur.
Pada penelitian ini responden yang dipilih untuk diwawancarai adalah masyarakat,
pemerintah atau instansi di wilayah studi.
2. Lokasi, lokasi penyebaran kuisioner akan dilakukan pada rumah-rumah penduduk
dan tempat-tempat berkumpulnya penduduk.
3.1. 2 Survei Sekunder
Pengumpulan data sekunder dilakukan dengan cara mengumpulkan data – data yang
diperlukan untuk mendukung data yang belum didapatkan dalam metode survey primer.
Biasanya data yang diperlukan merupakan data yang bukan dari kondisi eksisting sehingga
diperlukan dokumen dari pihak lain yang telah melakukan survey primer terlebih dahulu. Data
seperti ini biasanya didapat dari instansi atau lembaga yang berhubungan dengan obyek
penelitian yang dilakukan. Survey sekunder juga berguna ketika pelaksanaan survey primer
tidak dimungkinkan untuk dilakukan, maka data bisa tetap didapatkan tanpa melakukan survey
primer yaitu dengan mengumpulkan data – data dari pihak yang telah melakukan survey
primer sebelumnya.
3. 2 Metode pengambilan Sampel
Sampel adalah bagian dari populasi yang menjadi suatu objek penelitian. Hasil
pengukuran atau karakteristik dari sampel disebut dengan “Statistik”. Terdapat alasan
pentingnya pengambilan sampel ialah sebagai berikut :
1. Keterbatasan waktu, tenaga dan biaya.
2. Lebih cepat dan lebih mudah.
3. Memberikan informasi yang lebih banyak dan dalam.
4. Dapat ditangani lebih teliti.
Sampel juga sebagian dari populasi, sebab sampel bagian dari populasi dan sampel
pasti mempunyai ciri-ciri seperti populasi. Suatu sampel merupakan representasi yang baik
bagi populasinya tergantung pada bagaimana karakteristik sampel tersebut sama dengan
karakteristik populasinya. Sebab analisis penelitian didasarkan pada data sampel, sedangkan
kesimpulannya kemudian akan diterapkan pada populasi, sehingga sangatlah penting untuk
memperoleh sampel yang representatif bagi populasinya.
Dalam perencanaan permodelan pada penelitian yang kami lakukan, kami
menggunakan metode pengambilan sampel Slovin untuk menetukan jumlah sampel yang akan
digunakan karena syarat penggunaan metode ini sangat sederhana dan semua unsur dari
populasi mempunyai kesempatan yang sama untuk dipilih sebagai anggota sampel.
Adapun Persamaan yang dirumuskan oleh Slovin (Steph Ellen, eHow Blog, 2010;
dengan rujukan Principles and Methods of Research; Ariola et al. (eds.); 2006) sebagai
berikut.
𝑁
𝑛=
𝑁 (𝑒)2 + 1
Keterangan :
n = jumlah sampel
N = jumlah populasi
e = nilai presisi 95% atau sig. = 0,05
Contoh, jumlah populasi adalah 500, dan tingkat kesalahan yang dikehendaki adalah 5%,
maka nilai presisinya adalah 95% (karena 100% - 5%) sehingga :
500
𝑛 = 500 (0,05)2 +1
𝑛 = 222,22
Sehingga, jumlah sampel yang didapat adalah 222,22 yang dibulatkan menjadi 222 sampel.
454161
𝑛=
454161 (0,05)2 + 1
𝑛 = 399,648
tertarik ke suatu tata guna lahan atau zona. Tahap ini bertujuan menghasilkan model
hubungan yang mengaitkan parameter tata guna lahan dengan jumlah pergerakan yang
menuju ke suatu zona. Model bangkitan danpergerakan sangat dibutuhkan apabila efek tata
guna lahan dan pemilikan pergerakan terhadap besarnya bangkitan dan tarikan berubah
sesuai fungsi waktu. Tata guna lahan memiliki ciri yang berbeda - beda, sehingga
bangkitannya pun berbeda berdasarkan:
1. Jumlah arus lalu lintas
2. Jenis lalu intas
3. Lalu lintas pada waktu tertentu
Perencanaan moda pada studi ini dapat ditentukan bangkitan pergerakannya
berdasarkan zona yang diasumsikan bahwa zona tersebut ditentukan menurut batas
administrasi sesuai dengan guna lahan mayoritas. Setelah ditentukan, metode wawancara
dapat dilakukan untuk mengetahui jumlah pergerakan. Jumlah bangkitan pergerakan dapat
berubah sewaktu-waktu. Teknik yang dapat diterapkan untuk meramalkan jumlah
pergerakan pada masa yang akan datang adalah model factor pertumbahan (growt factor)
dengan persamaan sebagai berikut:
Ti = Fi x ti
Keterangan:
Ti = pergerakan di masa mendatang
Fi = peregerakan di masa sekarang
ti = factor pertumbuhan
Nilai Fi bisa terkait dengan peubah seperti populasi, pendapatan dan pemilikan
kendaraan yang dapat dilihat pada fungsi berikut ini:
Keterangan:
P : Populasi
I :Pendapatan
C :Kepemilikan kendaraan
D :tahun rencana
c : tahun sekarang
Keterangan:
Y = peubah I tidak bebas
X1….Xz = peubah bebas
A = konstanta
B1…Bz = koefisien r regresi
B. Sebaran Pergerakan (Trip Distribution)
Pola sebaran arus lalu lintas antara zona asal (i) ke zona tujuan (d) adalah hasil dari dua
hal yang terjadi secara bersamaan, yaitu lokasi dan intensitas guna lahan yang
menghasilkan arus lalulintas dan pemisahan ruang, interaksi antar dua buah guna lahan
yang akan menghasilkan pergerakan manusia atau barang. Pola pergerakan dalam sistem
transportasi sering dijelaskan dalam bentuk arus pergerakan (kendaraan, penumpang dan
barang) yang bergerak dari zona asal ke zona tujuan di dalam daerah tertentu dan selama
periode waktu tertentu yang dituangkan dalam Matriks Asal Tujuan (MAT).
Tabel 3.1 Tabel Matriks Asal Tujuan (MAT)
Zona 1 2 3 … N O
i
1 T1 T1 T1 … T1 O
1 2 3 N 1
2 T2 T2 T2 … T2 O
1 2 3 N 2
3 T3 T3 T3 … T3 O
1 2 3 N 3
. . . . … . .
. . . . … . .
. . . . … . .
N T T T … TN O
N1 N1 N3 N N
Dd D1 D2 D3 … Dn T
Keterangan:
Tid = pergerakan dari zona asal I ke zona tujuan d
Oi = jumlah pergerakan yang berasal dari zona asal i
Dd = jumlah pergerakan yang menuju ke zona tujuan d
𝑂𝑖𝑂𝑑
𝑇𝑖𝑑 = 𝑘 2
𝑑 𝑖𝑑
Keterangan:
Tid : besar perjalanan antara zona I dengan zona j
K : konstanta
Oi : besar penduduk zona i
Od : besar penduduk zona d
D : jarak antar kedua zona
Pada model ini, ada beberapa hal yang harus diperhatikan. Pergerakan antara zona asal
I dan zona tujuan d berbanding lurus dengan Oi dan Dd dan berbanding terbalik kuadratis
terhadap jarak antara kedua zona tersebut. Jadi, dalam bentuk matematis, model GR dapat
dinyatakan sebagai berikut:
𝑇𝑖𝑑 = 𝑂 𝑖 . 𝐷𝑑 . 𝑓 ( 𝐶𝑖𝑑 )
Jika salah satu nilai Oi dan salah satu nilai Dd menjadi dua kali, pergerakan antara
kedua zona meningkat empat kali sesuai dengan persamaan 1, sebenarnya pergerakan
diperkirakan meningkat hanya dua kali. Oleh karena itu, persamaan yang membatasi Tid
diperlukan. Oi da Dd menyatakan jumlah pergerakan yang berasal dari zona I dan yang
berakhir di zona d. karena itu, penjumlahan sel MAT menurut baris menghasilkan total
pergerakan yang berasal dari setiap zona, sedangkan penjumlahan menurut dkolom
menghasilkan total pergerakan yang menuju setiap zona. Pengembangan persamaan adalah
sebagai berikut:
Konstanya Ai dan Bd disebut sebagai faktor penyeimbang yang terkait dengan setiap
zona bangkitan dan tarikan.
Gravity memiliki empat model, yaitu tanpa batasan (UCGR), dengan batasan bangkitan
(PCGR), dengan batasan tarikan (ACGR) dan dengan batasan bangkitan-tarikan
(PACGR).
PCGR dn ACGR sering disebut dengan model satu batasan (SCGR) sedangkan model
PACGR disebut model dengan dua batasan.
2. Model UCGR
Model ini sedikitnya memiliki satu batasan yaitu total pergerakan yang dihasilkan
harus sama dengan total pergerakan yang diperkirakan dari tahap bangkitan pergerakan.
Model ini bersifat tanpa batasan dalam arti bahwa model tidak diharuskan menghasilkan
total yang sama dengan total pergerakan dari dan ke setiap zona yan dipekirakan oleh
setiap tahap bangkitan pergerakan. Persamaan model tersebut adalah sebagai berikut:
3. Model PCGR
Dalam model PCGR, total pergerakan global hasil bangkitan pergerakan harus sam
dengan total pergerakan yang dihasilkan dengan permodelan. Begitu pula, bangkitan
pergerakan yang dihasilkan model juga harus sama dengan hasil bangkitan pergerakan
yang diinginkan. Tetapi, tarikan pergerakan tidak perlu sama. Model yang digunakan pada
jenis ini persis sama dengan persamanaan pada model UCGR tetapi dengan syarat batas
yang berbeda, yaitu sebagai berikut:
Bd = 1 untuk seluruh d dan untuk seluruh i
Dalam model UGCR, nilai Ai=1 untuk I dan nilai Bd=1 untuk seluruh d. akan tetapi,
pada model PCGR konstanta Ai dihitung sesuai dengan persamaan konstanta untuk setiap
zona i. Konstanta ini memberikan batasan bahwa total baris dari matriks harus sama
dengan total baris dari matriks hasil tahap bangkitan pergerakan.
4. Model ACGR
Dalam model ini, total pergerakan secara global harus sama dan juga tarikan
pergerakan yang didapat dengan pemodelan harus sama dengan hasil tarikan
pergerakanyang diinginkan. Sebaliknya, bangkitan pergerakan yang didapat dengan
pemodelan tidak harus sama. Untuk jenis ini, model yang digunakan persis sama dengan
persamaan pada model UCGR, tetapi dengan syarat batas yang berbeda, yaitu:
Kedua factor penyeimbang (Ai dan Bd) menjamin bahwa total baris dan kolom dari
matriks hasil pemodelan harus sama dengan totalbaris dan kolom dari matriks hasil
bangkitan pergerakan. Proses pengulangan nilai Ai dan Bd dilakukan secara bergantian.
Hasil akhir akan selalu sama dari manapun pengulangan dimulai (baris atau kolom)hasil
akhir tidak tergantung pada nilai awal. Semakin besar perbedaan antara nilai awal dan nilai
akhir semakin banyak jumlah pengulangan yang dibutuhkan untuk mencapai konvergensi.
Secara umum model DCGR yang digunakan pada kasus yang ramalan bangkitan dan
tarikan pergerakannya cukup baik di masa mendatang.
Jika informasi survey baik dan tersedia, model jenis DCGR sangat baik untuk
digunakan.
a. Model UCGR tidak mempertimbangkan saingan dari zona lain selain zona i
b. Model SCGR memungkinkan pemakai jalan memilih alternative zona tujuan,
tetapi tidak memperhitungkan permintaan pemakai jalan lain di zona asal
c. Model DCGR mempertimbangkan kelemahan kedua jenis model tersebut di
atas.
C. Pemilihan Moda
Pemilihan moda (Stated Preference) merupakan pendekatan relative baru dalam
penelitian bidang transportasi dengan menyampaikan penyataan plihan barupa suatu
hipotesa untuk diilai oleh responden. Model pemilihan modad bertujuan untuk mengetahui
proporsi orang yang akan menggunakan setiap moda. Maksud dari proses ini adalah untuk
mengkalibrasi model pemilihan moda pada tahun dasar dengan mengetahui peubah bebas
(atibut) yang mempengaruhi pemilihan moda tersebut. Setelah si dilakukan proses
kalibrasi, model dapat digunakan untuk meramalkan pemilihan moda dengan
menggunakan nilai peubah bebas (atribut) untuk di masa mendatang.
Perumusan model pemilihan moda menggunakan model logit multinomial adalah
sebagai berikut:
Keterangan
U(x) = Nilai kepuasan (utilitas)
Pji = Probabilitas memilih moda j bagi individu i
Bjni = Koefisien dari atribut Xjni
Xjni = Atribut ke n dalam memilih moda j bagi individu i
Model logit multinomial harus memenuhi aksioma Independent of Irrelevant Alternatif
(IIA). Fungsi dari utilitas dari metode di atas adalah untuk mengukur daya tarik setiap
pilihan (scenario hipotesa) yang diberikan kepada responden.
D. Pemilihan Rute
Model pemilihan rute atau pembebanan jaringan (Trip Assignment Models) yaitu
pemodelan yang memperlihatkan dan memprediksi perilaku perjalanan yang memilih
berbagai rute dan lalu lintas yang menghubungkan jaringan transportasi tersebut. Tujuan
dari trip assignment adalah untuk mendapatkan arus di ruas jalan dan atau total perjalanan
di dalam jaringan yang ditinjau. Kelayakan jalan dapat diketahui dar perhitungan kinerja
jalan, melalui 3 tahap, yaitu:
1. Satuan Mobil Penumpang
Satuan mobil penumpang adalah suatu metode untuk mengalikan factor
terhadap volume lalu lintas untuk menghitung pengaruh jenis-jenis kendaraan
terhadap kapasitas jalan dan persimpangan relative terhadap mobil penumpang.
Persamaannya adalah sebagai berikut:
Fsmp = Qsmp/Qkend.
2. Kapasitas Jalan
Kapasitas jalan dipengaruhi oleh lebar jalur, ada atau tidaknya median jalan,
kerb jalan, ukuran kota, gradient jalan dan di daerah perkotaan atau luar kota.
Persamaan untuk wilayah perkotaan adalah sebagai berikut:
Keterangan:
C : kapasitas (smp/jam)
Co : kapasitas dasar (smp/jam) biasanya digunakan angka 2300 smp/jam
Fcw : Faktor penyesuaian lebar jalan
Fcsp : Faktor penyesuaian pemisahan arah (hanya untuk jalan tak terbagi
Fcsf : Faktor penyesuaian hambatan samping dan bahu jalan/kreb
Fccs : Faktor penyesuaian ukuran kota
3. Derajat Kejenuhan
Derajat kejenuhan merupakan rasio arus lalu lintas terhadap kapasitas yang
digunakan sebagai factor utama dalam menentukan tingkat kinerja simpang dan
segmen jalan. Derajat kejeuhan menunjukan apakah segmen jalan tersebut mempunyai
masalah dalam hal kapasitas atau tidak. Rumus untuk menghitung derajat kejenuhan
pada ruas jalan menurut MKJI (1997) adalah sebagai berikut:
DS=Q/C
Keterangan:
DS : Derajat Kejenuhan
Q:Arus Maksimum (smp/jam) C :
Kapasitas (smp/jam)
(20)
(10)
(10)
(10) (15)
4 1 3
(20) (10)
5
Kondisi ini cukup menyulitkan dalam penetapan tarif karena artinya masyarakat
umum tidak mampu membayar jasa yang ditawarkan atau terlalu mahal sehingga
operator dirugikan. Untuk mengantisipasinya pemerintah harus turun tangan
dengan menetapkan tarif yang lebih kecil dari WTP dan dalam waktu yang sama
memberikan insentif berupa subsidi pada pihak operator agar mendapat
keuntungan. Bentuk subsidinya bisa berupa subsidi ajak atau subsidi BBM.
Pendekatan yang digunakan untuk menghitung WTP untuk tiap jenis tarif
berdasarkan jenis pekerjaan dihitung dengan persamaaan :
∑(A x J)
𝑊𝑇𝑃 =
T
dimana :
WTP = Besarnya WTP berdasarkan jenis pekerjaan penumpang.
A = Besarnya tarif berdasarkan pilihan penumpang (Rp.)
J = Jumlah penumpang yang memilih tarif A.
T = Jumlah penumpang berdasarkan jenis pekerjaan
Gambar 3. 1 Kurva ATP dan WTP
penghasilan yang tinggi namum utilitas terhadap jasa tersebut rendah, pengguna pada
kondisi ini disebut choiced riders.
2. ATP < WTP
Kondisi ini menunjukkan bahwa keinginan pengguna untuk membayar jasa tersbut
lebih besar dari pada kemampuan membayarnya. Hal ini memungkinkan terjasi bagi
pengguna yang mempunyai penghasilan yang rendah namun utilitas terhadap jasa
tersebut sangat tinggi, sehingga keinginan pengguna untuk membayar jasa tersbut
cenderung lebih dipengaruhi oleh utilitas, pada kondisi ini pengguna disebut captive
riders.
3. ATP = WTP
Kondisi ini menunjukkan bahwa antaea kemampuan dan keinginan membayar jasa
yang dikonsumsikan pengguna tersebut sama, pada kondisi ini terjadi keseimbangan
utilitas pengguna dengan biaya yang dikeluarkan untuk membayar jasa tersebut.
3. 4 Desain Survei
Tabel 3.2 Desain Survei
Data yang Teknik
Tujuan Variabel Subvariabel Sumber Data Metode Analisis Output
DIbutuhkan Pengambilan Data
Bangkitan dan Bangkitan dan Bangkitan Jenis guna lahan Data primer: Survei primer : Analisis Regresi Model bangkitan
tarikan tarikan pergerakan; Intensitas Guna Hasil Survei - observasi Berganda dan tarikan
pergerakan di pergerakan Tarikan Lahan lapangan pergerakan yang
primer
Kota Yogyakarta pergerakan Pergerakan - wawancara timbul
penduduk Data Sekunder: Survei sekunder
berdasarkan
- RTRW Kota - Studi pustaka
Yogyakarta - Survei instansi: setiap simpul
- Kecamatan - Bappeda Kota dari setiap zona
Dalam Angka Yogyakarta yang terlayani
- Masterplan - BPS Kota oleh BRT
Transportasi Yogyakarta
Kota - Dishub Kota
Yogyakarta Yogyakarta
Sebaran Zona Zona asal Jumlah penduduk Data primer: Survei primer : Analisis Gravity Model
pergerakan di pergerakan Zona tujuan Jenis guna lahan - Observasi - observasi Model persebaran
Kota Yogyakarta Pola Arus Jumlah rumah Lapangan lapangan - Metode tanpa pergerakan
pergerakan pergerakan tangga - Wawancara - wawancara batasan berdasarkan
Pergerakan Survei (UCGR)
Data Sekunder: zona yang
penduduk sekunder: - Dengan batasan
- Tatrawil terlayani BRT
Jumlah pergerakan - Tatralok
- Studi pustaka bangkitan
- Survei instansi: (PCGR) (MAT dan desire
Dinas - Dengan batasan line)
tarikan
Perhubungan
(ACGR)
Kota - Dengan batasan
bangkitan
Yogyakarta tarikan
(PACGR)
Pemilihan Waktu tempuh Waktu total Waktu total - Data Primer - Survei primer : - Analisis Path Pemilihan
alternatif rute Nilai waktu perjalanan yang setiap perjalanan - Hasil survey - Observasi Tree alternatif rute
bagi masyarakat Biaya dibutuhkan (termasuk primer lapangan BRT
perjalanan berdasarkan berhentti dan - Wawancara
di Kota
Yogyakarta Biaya operasi setiap trayek tundaan)
kendaraan Tingkat Tingkat
pendapatan pendapatan per
Biaya yang kapita
dikeluarkan Biaya yang
selama dikeluarkan
perjalanan selama perjalanan
Biaya yang (uang, waktu
dikeluarkan tempuh dan
jarak)
Biaya yang
dikeluarkan
Menentukan Teknis Load Faktor Kapasitas BRT Data Primer: Survei Primer: - Analysis load Arahan
rencana sistem operasional Headway Jumlah penumpang - Hasil survei factor perencanaan
operasional BRT BRT Travel Time Frekuensi primer Observasi - Analysis sistem
di Kota Pennentuan kedatangan Metode Headway
operasional BRT
frekuensi BRT kendaraan langsung - Analisis Travel
Yogyakarta di Kota
Sarana dan Jumlah armada Data Sekunder: (wawancara di Time
- Tatralok terminal dan Yogyakarta
prasarana BRT
BRT Panjang trayek - Tatrawil halte; metode
Trayek dan Jumlah perjalanan - Masterplan mengikuti BRT)
Yogyakarta Kota
Data Primer: Yogyakarta
- Hasil Survei Primer:
observasi
- Hasil metode - Observasi
langsung - Metode
langsung
(wawancara di
rumah;, metode
mengikuti BRT)