Anda di halaman 1dari 28

MASTERPLAN PENGEMBANGAN TRANSPORTASI

PERENCANAAN SISTEM BRT


KOTA YOGYAKARTA

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3. 1 Metode Pengumpulan Data


Metode yang di lakukan dalam mengumpulkan data dalam studi ini terdapat dua
metode survey, yaitu survey primer dan survey sekunder, berikut penjelasan masing – masing
metode survey :
3.1. 1 Survei Primer
Survey primer merupakan metode pengambilan data secara langsung di
lapangan dengan melakukan kegiatan seperti wawancara langsung terhadap obyek
penelitian, observasi atau mengamati obyek penelitian secara langsung, menyebar
kuisioner dan lain – lain.
A. Teknik Wawancara
Teknik wawancara adalah salah satu metode yang berguna dalam menggali informasi
dari narasumber, dalam hal ini rumah tangga sample. Dengan teknik wawancara yang baik
dan benar diharapkan tujuan interview akan tercapai. Biasanya terdapat kuisioner yang
berisi pertanyaan – pertanyaan yang akan ditanyakan. Setiap pewawancara harus
mengetahui teknik wawancara yang efisien dan efektif :
1. Mempersiapkan diri dengan baik dengan cara memahami sepenuhnya cakupan isi
kuesioner dan maksud dari setiap pertanyaan.
2. Mengembangkan dan mempertahankan suasana komunikasi yang baik dengan
responden dengan cara bersikap ramah, sopan, bersahaja, dan jangan tergesa-gesa.
3. Untuk jenis-jenis pertanyaan yang (cukup) sulit dijawab oleh responden, dapat
menggunakan cara lain dalam bertanya tanpa mengubah makna dari pertanyaan
yang tercantum dalam kuisioner.
Menggunakan gambar atau denah dalam menggali data yang berkenaan dengan lahan,
usaha tani, dan akan cukup membantu mempermudah wawancara.

JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA III-1


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MASTERPLAN PENGEMBANGAN TRANSPORTASI
PERENCANAAN SISTEM BRT
KOTA YOGYAKARTA

B. Observasi Lapangan
Observasi lapangan merupakan pengumpulan data dan informasi melalui pengamatan
langsung guna mendapatkan data obyektif dan dapat dipertanggung jawabkan, seperti
catatan yang sistematis dan dokumentasi foto di lapangan yang berhubungan dengan
penelitian di lokasi. Observasi yang dilakukan meliputi observasi kondisi fisik, sosial
budaya masyarakat, kegiatan perekonomian masyarakat, sarana dan prasarana, potensi dan
masalah desa.
C. Teknik Kuisioner
Teknik kuisioner merupakan pengumpulan data primer dari responden. Teknik
kuisioner dilakukan untuk memudahkan penelitian agar pertanyaan lebih terstruktur.
Perbadaan teknik ini dengan wawancara adalah dengan memberikan atau menyebarkan
lembar kuisioner kepada responden dan mengambil kembali setelah beberapa saat
kemudian. Penyebaran kuisioner tersebut diharapkan dapat diperoleh hasil yang lebih
maksimal daripada teknik wawancara dari responden. Pada saat penyebaran kuisioner,
perlu mempertimbangkan beberapa faktor antara lain :
1. Waktu, yaitu menyangkut hari dan pelaksananan penyebaran kuisioner. Waktu
penyebaran kuisioner ini dilakukan kombinasi antara hari kerja dan hari libur.
Pada penelitian ini responden yang dipilih untuk diwawancarai adalah masyarakat,
pemerintah atau instansi di wilayah studi.
2. Lokasi, lokasi penyebaran kuisioner akan dilakukan pada rumah-rumah penduduk
dan tempat-tempat berkumpulnya penduduk.
3.1. 2 Survei Sekunder
Pengumpulan data sekunder dilakukan dengan cara mengumpulkan data – data yang
diperlukan untuk mendukung data yang belum didapatkan dalam metode survey primer.
Biasanya data yang diperlukan merupakan data yang bukan dari kondisi eksisting sehingga
diperlukan dokumen dari pihak lain yang telah melakukan survey primer terlebih dahulu. Data
seperti ini biasanya didapat dari instansi atau lembaga yang berhubungan dengan obyek

JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA III-2


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MASTERPLAN PENGEMBANGAN TRANSPORTASI
PERENCANAAN SISTEM BRT
KOTA YOGYAKARTA

penelitian yang dilakukan. Survey sekunder juga berguna ketika pelaksanaan survey primer
tidak dimungkinkan untuk dilakukan, maka data bisa tetap didapatkan tanpa melakukan survey
primer yaitu dengan mengumpulkan data – data dari pihak yang telah melakukan survey
primer sebelumnya.
3. 2 Metode pengambilan Sampel
Sampel adalah bagian dari populasi yang menjadi suatu objek penelitian. Hasil
pengukuran atau karakteristik dari sampel disebut dengan “Statistik”. Terdapat alasan
pentingnya pengambilan sampel ialah sebagai berikut :
1. Keterbatasan waktu, tenaga dan biaya.
2. Lebih cepat dan lebih mudah.
3. Memberikan informasi yang lebih banyak dan dalam.
4. Dapat ditangani lebih teliti.
Sampel juga sebagian dari populasi, sebab sampel bagian dari populasi dan sampel
pasti mempunyai ciri-ciri seperti populasi. Suatu sampel merupakan representasi yang baik
bagi populasinya tergantung pada bagaimana karakteristik sampel tersebut sama dengan
karakteristik populasinya. Sebab analisis penelitian didasarkan pada data sampel, sedangkan
kesimpulannya kemudian akan diterapkan pada populasi, sehingga sangatlah penting untuk
memperoleh sampel yang representatif bagi populasinya.
Dalam perencanaan permodelan pada penelitian yang kami lakukan, kami
menggunakan metode pengambilan sampel Slovin untuk menetukan jumlah sampel yang akan
digunakan karena syarat penggunaan metode ini sangat sederhana dan semua unsur dari
populasi mempunyai kesempatan yang sama untuk dipilih sebagai anggota sampel.
Adapun Persamaan yang dirumuskan oleh Slovin (Steph Ellen, eHow Blog, 2010;
dengan rujukan Principles and Methods of Research; Ariola et al. (eds.); 2006) sebagai
berikut.
𝑁
𝑛=
𝑁 (𝑒)2 + 1

JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA III-3


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MASTERPLAN PENGEMBANGAN TRANSPORTASI
PERENCANAAN SISTEM BRT
KOTA YOGYAKARTA

Keterangan :
n = jumlah sampel
N = jumlah populasi
e = nilai presisi 95% atau sig. = 0,05
Contoh, jumlah populasi adalah 500, dan tingkat kesalahan yang dikehendaki adalah 5%,
maka nilai presisinya adalah 95% (karena 100% - 5%) sehingga :
500
𝑛 = 500 (0,05)2 +1

𝑛 = 222,22
Sehingga, jumlah sampel yang didapat adalah 222,22 yang dibulatkan menjadi 222 sampel.

3.2.1 Pengambilan Sampel 1


Studio perencanaan transportasi memiliki beberapa jenis survei. Terdapat beberapa
survei yang membutuhkan sampel untuk penelitian dikarenakan alokasi waktu untuk survei
hanya seminggu. Berikut adalah pengambilan sampel 1 untuk jenis survei pemilihan moda
dengan populasi berupa pengguna atau pemilik mobil dan motor di Kota Yogyakarta. Berikut
merupakan tabel untuk jumlah pengguna atau pemilik mobil dan motor di Kota Yogyakarta.
Jumlah
Jenis Kendaraan Pengguna
Mobil 54546
Motor 399615
Total 454161

454161
𝑛=
454161 (0,05)2 + 1
𝑛 = 399,648

JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA III-4


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MASTERPLAN PENGEMBANGAN TRANSPORTASI
PERENCANAAN SISTEM BRT
KOTA YOGYAKARTA

Berdasarkan hasil perhitungan menggunakan metode slovin didapatkan sampel


sebanyak 400 dengan nilai signifikansi sebesar 5% atau 0,05. Sampel 400 akan digunakan
untuk survei mengenai pemilihan moda, ketika survei road side survei.
3.2.2 Pengambilan Sampel 2
Studio perencanaan transportasi memiliki beberapa jenis survei. Terdapat beberapa
survei yang membutuhkan sampel untuk penelitian dikarenakan alokasi waktu untuk survei
hanya seminggu. Berikut adalah pengambilan sampel 1 untuk jenis survei IPA (Important
Performance Analysis) dan ATP WTP moda dengan populasi berupa pengguna BRT. Jumlah
pengguna BRT Trans Jogja setiap bulannya ialah 483.544 berdasarkan skripsi tentang Analisis
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Konsumen Terhadap Pengguna Jasa
Transportasi oleh Shandy Ibnu Tahun 2013.
483544
𝑛=
483544 (0,05)2 + 1
𝑛 = 399,669
Berdasarkan hasil perhitungan menggunakan metode slovin didapatkan sampel
sebanyak 400 dengan nilai signifikansi sebesar 5% atau 0,05. Sampel 400 akan digunakan
untuk survei mengenai pemilihan moda, ketika survei road side survei.
3. 3 Metode Analisis Data
Analisis perencanaan pada studi ini menggunakan metode four step models. Analisis
ini digunakan untuk memprediksi, menganalisis serta merencanakan suatu sistem transportasi.
Model ini terdiri atas empat tahap perencanaan, yaitu bangkitan pergerakan (trip generation),
sebaran pergerakan (trip distribution), pemilihan moda (modal split), serta pemilihan rute atau
pembebanan jaringan (trip assignment).
3.3. 1 Metode Analisis dengan Penerapan 4 Step Models
A. Bangkitan Pergerakan (Trip Generation)
Bangkitan pergerakan adalah tahapan pemodelan yang memperkirakan jumlah
pergerakan yang berasal dari suatu zona atau tata guna lahan dan jumlah pergerakan yang

JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA III-5


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MASTERPLAN PENGEMBANGAN TRANSPORTASI
PERENCANAAN SISTEM BRT
KOTA YOGYAKARTA

tertarik ke suatu tata guna lahan atau zona. Tahap ini bertujuan menghasilkan model
hubungan yang mengaitkan parameter tata guna lahan dengan jumlah pergerakan yang
menuju ke suatu zona. Model bangkitan danpergerakan sangat dibutuhkan apabila efek tata
guna lahan dan pemilikan pergerakan terhadap besarnya bangkitan dan tarikan berubah
sesuai fungsi waktu. Tata guna lahan memiliki ciri yang berbeda - beda, sehingga
bangkitannya pun berbeda berdasarkan:
1. Jumlah arus lalu lintas
2. Jenis lalu intas
3. Lalu lintas pada waktu tertentu
Perencanaan moda pada studi ini dapat ditentukan bangkitan pergerakannya
berdasarkan zona yang diasumsikan bahwa zona tersebut ditentukan menurut batas
administrasi sesuai dengan guna lahan mayoritas. Setelah ditentukan, metode wawancara
dapat dilakukan untuk mengetahui jumlah pergerakan. Jumlah bangkitan pergerakan dapat
berubah sewaktu-waktu. Teknik yang dapat diterapkan untuk meramalkan jumlah
pergerakan pada masa yang akan datang adalah model factor pertumbahan (growt factor)
dengan persamaan sebagai berikut:
Ti = Fi x ti
Keterangan:
Ti = pergerakan di masa mendatang
Fi = peregerakan di masa sekarang
ti = factor pertumbuhan
Nilai Fi bisa terkait dengan peubah seperti populasi, pendapatan dan pemilikan
kendaraan yang dapat dilihat pada fungsi berikut ini:

𝑓 ( 𝑃𝑖𝑑 , 𝐼𝑖𝑑 . 𝐶𝑖𝑑 )


𝐹𝑖 =
𝑓 ( 𝑃𝑖𝑐 , 𝐼𝑖𝑐 , 𝐶𝑖𝑐 )

Keterangan:

JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA III-6


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MASTERPLAN PENGEMBANGAN TRANSPORTASI
PERENCANAAN SISTEM BRT
KOTA YOGYAKARTA

P : Populasi
I :Pendapatan
C :Kepemilikan kendaraan
D :tahun rencana
c : tahun sekarang

1. Metode Analisis Regresi Linear Berganda


Analisis regresi linear berganda adalah metode statistik yang digunakan untuk
mempelajari hubungan antarsifat pemasalahan yang sedang diteliti untuk membentuk
model hubungan antara variable terikat (Y) dengan lebih dari satu variable bebas (X).
untuk menggunakan metode analisis regresi linear berganda terdapat beberapa asumsi
yang perlu diperhatikan:
a. Nilai peubah, khususnya peubah bebas mempunyai nilai tertentu atau
merupakan nilai yang didapat dari hasil survey tanpa kesalahan berarti.
b. Peubah tidak bebas (Y) harus mempunyai hubungan korelasi linear dengan
peubah bebas (X). jika hubungan tersebut tidak linear, transformasi linear harus
dilakukan, meskipun batasan ini akan mempunyai implikasi lain dalam analisis
residual
c. Efek peubah bebas pada peubah tidak bebas merupakan penjumlahan dan harus
tidak ada korelasi yang kuat antara sesame peubah bebas
d. Variansi peubah tidak bebas terhadap garis regresi harus sama untuk semua
niloai peubah bebas
e. Nilai peubah tidak bebas harus tersebar normal atau minimal mendekati normal
f. Nilai peubah bebas sebaiknya merupakan besaran yang relative mudah
diproyeksi Persamaan yang menunjukana bentuk umum metode analisis regresi
linear berganda adalah sebagai berikut:

JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA III-7


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MASTERPLAN PENGEMBANGAN TRANSPORTASI
PERENCANAAN SISTEM BRT
KOTA YOGYAKARTA

𝑌 = 𝐴 + 𝐵1𝑋1 + 𝐵2𝑋2 + ⋯ + 𝐵𝑧𝑋𝑧

Keterangan:
Y = peubah I tidak bebas
X1….Xz = peubah bebas
A = konstanta
B1…Bz = koefisien r regresi
B. Sebaran Pergerakan (Trip Distribution)
Pola sebaran arus lalu lintas antara zona asal (i) ke zona tujuan (d) adalah hasil dari dua
hal yang terjadi secara bersamaan, yaitu lokasi dan intensitas guna lahan yang
menghasilkan arus lalulintas dan pemisahan ruang, interaksi antar dua buah guna lahan
yang akan menghasilkan pergerakan manusia atau barang. Pola pergerakan dalam sistem
transportasi sering dijelaskan dalam bentuk arus pergerakan (kendaraan, penumpang dan
barang) yang bergerak dari zona asal ke zona tujuan di dalam daerah tertentu dan selama
periode waktu tertentu yang dituangkan dalam Matriks Asal Tujuan (MAT).
Tabel 3.1 Tabel Matriks Asal Tujuan (MAT)
Zona 1 2 3 … N O
i

1 T1 T1 T1 … T1 O
1 2 3 N 1
2 T2 T2 T2 … T2 O
1 2 3 N 2
3 T3 T3 T3 … T3 O
1 2 3 N 3
. . . . … . .

JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA III-8


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MASTERPLAN PENGEMBANGAN TRANSPORTASI
PERENCANAAN SISTEM BRT
KOTA YOGYAKARTA

. . . . … . .

. . . . … . .

N T T T … TN O
N1 N1 N3 N N
Dd D1 D2 D3 … Dn T

Keterangan:
Tid = pergerakan dari zona asal I ke zona tujuan d
Oi = jumlah pergerakan yang berasal dari zona asal i
Dd = jumlah pergerakan yang menuju ke zona tujuan d

1. Model Gravity (GR)


Model sintets (interaksi spasial) yang paling terkenal dan sering digunakan adalah
model gravity (GR) karena sangat sederhana yang dikembangkan dari analogi hukum
gravitasi. Metode ini berasumsi bahwa cirri bangkitan da tarikan pergerakan berkaitan
dengan beberapa parameter zona asal, misalnya populasi dan nilai sel MAT yang berkaitan
juga dengan aksesibilitas (kemudahan) sebagai fungsi jarak, waktu atau pun biaya. Model
gravity yang dikembangkan dari analogi hukum gravitasi dinyatakan dalam persamaan
sebagai berikut:
(persamaan 1)

𝑂𝑖𝑂𝑑
𝑇𝑖𝑑 = 𝑘 2
𝑑 𝑖𝑑

Keterangan:
Tid : besar perjalanan antara zona I dengan zona j

JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA III-9


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MASTERPLAN PENGEMBANGAN TRANSPORTASI
PERENCANAAN SISTEM BRT
KOTA YOGYAKARTA

K : konstanta
Oi : besar penduduk zona i
Od : besar penduduk zona d
D : jarak antar kedua zona

Pada model ini, ada beberapa hal yang harus diperhatikan. Pergerakan antara zona asal
I dan zona tujuan d berbanding lurus dengan Oi dan Dd dan berbanding terbalik kuadratis
terhadap jarak antara kedua zona tersebut. Jadi, dalam bentuk matematis, model GR dapat
dinyatakan sebagai berikut:

𝑇𝑖𝑑 = 𝑂 𝑖 . 𝐷𝑑 . 𝑓 ( 𝐶𝑖𝑑 )

Jika salah satu nilai Oi dan salah satu nilai Dd menjadi dua kali, pergerakan antara

kedua zona meningkat empat kali sesuai dengan persamaan 1, sebenarnya pergerakan
diperkirakan meningkat hanya dua kali. Oleh karena itu, persamaan yang membatasi Tid
diperlukan. Oi da Dd menyatakan jumlah pergerakan yang berasal dari zona I dan yang
berakhir di zona d. karena itu, penjumlahan sel MAT menurut baris menghasilkan total
pergerakan yang berasal dari setiap zona, sedangkan penjumlahan menurut dkolom
menghasilkan total pergerakan yang menuju setiap zona. Pengembangan persamaan adalah
sebagai berikut:

Konstanya Ai dan Bd disebut sebagai faktor penyeimbang yang terkait dengan setiap
zona bangkitan dan tarikan.
Gravity memiliki empat model, yaitu tanpa batasan (UCGR), dengan batasan bangkitan
(PCGR), dengan batasan tarikan (ACGR) dan dengan batasan bangkitan-tarikan
(PACGR).

JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA III-


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA 10
MASTERPLAN PENGEMBANGAN TRANSPORTASI
PERENCANAAN SISTEM BRT
KOTA YOGYAKARTA

PCGR dn ACGR sering disebut dengan model satu batasan (SCGR) sedangkan model
PACGR disebut model dengan dua batasan.

2. Model UCGR
Model ini sedikitnya memiliki satu batasan yaitu total pergerakan yang dihasilkan
harus sama dengan total pergerakan yang diperkirakan dari tahap bangkitan pergerakan.
Model ini bersifat tanpa batasan dalam arti bahwa model tidak diharuskan menghasilkan
total yang sama dengan total pergerakan dari dan ke setiap zona yan dipekirakan oleh
setiap tahap bangkitan pergerakan. Persamaan model tersebut adalah sebagai berikut:

𝑇𝑖𝑑 = 𝑂𝑖 . 𝐷𝑑. 𝐴𝑖 . 𝐵𝑑. 𝑓(𝐶𝑖𝑑)

Ai = 1 untuk seluruh I dan Bd =1 untuk seluruh d


Pada model UCGR jumlah bangkitan dan tarikan yang dihasilkan tidak harus sama
dengan perkiraan hasil bangkitan pergerakan. Tetapi, persyaratan yang diperlukan adalah
total pergerakan yang dihasilkan model (t) harus sama dengan total pergerakan yang
didapat dari hasil bangkitan pergerakan (T). Dapat dilihat bahwa total pergerakan yang
berasal dari tiap zona asal dan total pergerakan yang tertarik ke setiap zona tujuan tidak
sama dengan total pergerakan (bangkitan dan tarikan) yang diperkirakan oleh tahap
bangkitan pergerakan.

3. Model PCGR
Dalam model PCGR, total pergerakan global hasil bangkitan pergerakan harus sam
dengan total pergerakan yang dihasilkan dengan permodelan. Begitu pula, bangkitan
pergerakan yang dihasilkan model juga harus sama dengan hasil bangkitan pergerakan
yang diinginkan. Tetapi, tarikan pergerakan tidak perlu sama. Model yang digunakan pada

JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA III-


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA 11
MASTERPLAN PENGEMBANGAN TRANSPORTASI
PERENCANAAN SISTEM BRT
KOTA YOGYAKARTA

jenis ini persis sama dengan persamanaan pada model UCGR tetapi dengan syarat batas
yang berbeda, yaitu sebagai berikut:
Bd = 1 untuk seluruh d dan untuk seluruh i
Dalam model UGCR, nilai Ai=1 untuk I dan nilai Bd=1 untuk seluruh d. akan tetapi,
pada model PCGR konstanta Ai dihitung sesuai dengan persamaan konstanta untuk setiap
zona i. Konstanta ini memberikan batasan bahwa total baris dari matriks harus sama
dengan total baris dari matriks hasil tahap bangkitan pergerakan.
4. Model ACGR
Dalam model ini, total pergerakan secara global harus sama dan juga tarikan
pergerakan yang didapat dengan pemodelan harus sama dengan hasil tarikan
pergerakanyang diinginkan. Sebaliknya, bangkitan pergerakan yang didapat dengan
pemodelan tidak harus sama. Untuk jenis ini, model yang digunakan persis sama dengan
persamaan pada model UCGR, tetapi dengan syarat batas yang berbeda, yaitu:

Ai = 1 untuk seluruh I dan


Pada model ACGR, konstanta Bd dihitung sesuai dengan persamaan konstanta untuk
setiap zona tujuan d. konstanta ini memberkan batasa bahwa total kolom dari matriks harus
sama dengan total kolom dari matriks hasil tahap bangkitan pergerakan. Dengan kata lain,
total pergerakan hasil pemodelan yang menuju suatu zona harus sama dengan total
pergerakan hasil bangkitan pergerakan ke zona tersebut.
5. Model DCGR
Dalam model ini, bangkitan dan tarikan pergerakan harus selalu sama dengan yang
dihasilkan oleh tahapan bangkitan pergerakan. Model yang digunkan persis sama dengan
persamaan UCGR tetapi dengan syarat batas:

untuk semua d dan

JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA III-


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA 12
MASTERPLAN PENGEMBANGAN TRANSPORTASI
PERENCANAAN SISTEM BRT
KOTA YOGYAKARTA

Kedua factor penyeimbang (Ai dan Bd) menjamin bahwa total baris dan kolom dari
matriks hasil pemodelan harus sama dengan totalbaris dan kolom dari matriks hasil
bangkitan pergerakan. Proses pengulangan nilai Ai dan Bd dilakukan secara bergantian.
Hasil akhir akan selalu sama dari manapun pengulangan dimulai (baris atau kolom)hasil
akhir tidak tergantung pada nilai awal. Semakin besar perbedaan antara nilai awal dan nilai
akhir semakin banyak jumlah pengulangan yang dibutuhkan untuk mencapai konvergensi.
Secara umum model DCGR yang digunakan pada kasus yang ramalan bangkitan dan
tarikan pergerakannya cukup baik di masa mendatang.
Jika informasi survey baik dan tersedia, model jenis DCGR sangat baik untuk
digunakan.
a. Model UCGR tidak mempertimbangkan saingan dari zona lain selain zona i
b. Model SCGR memungkinkan pemakai jalan memilih alternative zona tujuan,
tetapi tidak memperhitungkan permintaan pemakai jalan lain di zona asal
c. Model DCGR mempertimbangkan kelemahan kedua jenis model tersebut di
atas.
C. Pemilihan Moda
Pemilihan moda (Stated Preference) merupakan pendekatan relative baru dalam
penelitian bidang transportasi dengan menyampaikan penyataan plihan barupa suatu
hipotesa untuk diilai oleh responden. Model pemilihan modad bertujuan untuk mengetahui
proporsi orang yang akan menggunakan setiap moda. Maksud dari proses ini adalah untuk
mengkalibrasi model pemilihan moda pada tahun dasar dengan mengetahui peubah bebas
(atibut) yang mempengaruhi pemilihan moda tersebut. Setelah si dilakukan proses
kalibrasi, model dapat digunakan untuk meramalkan pemilihan moda dengan
menggunakan nilai peubah bebas (atribut) untuk di masa mendatang.
Perumusan model pemilihan moda menggunakan model logit multinomial adalah
sebagai berikut:

JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA III-


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA 13
MASTERPLAN PENGEMBANGAN TRANSPORTASI
PERENCANAAN SISTEM BRT
KOTA YOGYAKARTA

Keterangan
U(x) = Nilai kepuasan (utilitas)
Pji = Probabilitas memilih moda j bagi individu i
Bjni = Koefisien dari atribut Xjni
Xjni = Atribut ke n dalam memilih moda j bagi individu i
Model logit multinomial harus memenuhi aksioma Independent of Irrelevant Alternatif
(IIA). Fungsi dari utilitas dari metode di atas adalah untuk mengukur daya tarik setiap
pilihan (scenario hipotesa) yang diberikan kepada responden.
D. Pemilihan Rute
Model pemilihan rute atau pembebanan jaringan (Trip Assignment Models) yaitu
pemodelan yang memperlihatkan dan memprediksi perilaku perjalanan yang memilih
berbagai rute dan lalu lintas yang menghubungkan jaringan transportasi tersebut. Tujuan
dari trip assignment adalah untuk mendapatkan arus di ruas jalan dan atau total perjalanan
di dalam jaringan yang ditinjau. Kelayakan jalan dapat diketahui dar perhitungan kinerja
jalan, melalui 3 tahap, yaitu:
1. Satuan Mobil Penumpang
Satuan mobil penumpang adalah suatu metode untuk mengalikan factor
terhadap volume lalu lintas untuk menghitung pengaruh jenis-jenis kendaraan
terhadap kapasitas jalan dan persimpangan relative terhadap mobil penumpang.
Persamaannya adalah sebagai berikut:

Fsmp = Qsmp/Qkend.

2. Kapasitas Jalan

JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA III-


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA 14
MASTERPLAN PENGEMBANGAN TRANSPORTASI
PERENCANAAN SISTEM BRT
KOTA YOGYAKARTA

Kapasitas jalan dipengaruhi oleh lebar jalur, ada atau tidaknya median jalan,
kerb jalan, ukuran kota, gradient jalan dan di daerah perkotaan atau luar kota.
Persamaan untuk wilayah perkotaan adalah sebagai berikut:

C = Co x Fcw x Fcsp x Fcsf x Fccs

Keterangan:
C : kapasitas (smp/jam)
Co : kapasitas dasar (smp/jam) biasanya digunakan angka 2300 smp/jam
Fcw : Faktor penyesuaian lebar jalan
Fcsp : Faktor penyesuaian pemisahan arah (hanya untuk jalan tak terbagi
Fcsf : Faktor penyesuaian hambatan samping dan bahu jalan/kreb
Fccs : Faktor penyesuaian ukuran kota
3. Derajat Kejenuhan
Derajat kejenuhan merupakan rasio arus lalu lintas terhadap kapasitas yang
digunakan sebagai factor utama dalam menentukan tingkat kinerja simpang dan
segmen jalan. Derajat kejeuhan menunjukan apakah segmen jalan tersebut mempunyai
masalah dalam hal kapasitas atau tidak. Rumus untuk menghitung derajat kejenuhan
pada ruas jalan menurut MKJI (1997) adalah sebagai berikut:

DS=Q/C

Keterangan:
DS : Derajat Kejenuhan
Q:Arus Maksimum (smp/jam) C :
Kapasitas (smp/jam)

JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA III-


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA 15
MASTERPLAN PENGEMBANGAN TRANSPORTASI
PERENCANAAN SISTEM BRT
KOTA YOGYAKARTA

4. Metode All or Nothing


Teknik pembebanan ini mengasumsikan bahwa seseorang akan memilih
rute berdasarkan pada rute terpendek. Teknik ini tidak memperhitungkan pengaruh
kemacetan sehingga berapapun jumlah arus kendaraan tidak mempengaruhi pemilihan
rute. Metode ini mengasumsikan pemakai jalan secara rasional memilih rute terpendek
yang meminimumkan hambatan transportasi (jarak, waktu dan biaya). Metode ini
menganggap bahwa semua perjalanan dari zona asal I ke zona tujuan d akan mengikuti
rute tercepat.
Black (1982) dalam Tasmin O.Z mengilustrasikan metode pembebanan all or nothing
(angka pada tiap ruas adalah waktu tempuh dalam menit untuk ruas tersebut). Dapat
dilihat bahwa rute tercepat dari zona I ke zona d adalah1-4-3. Rute tercepat dari zona I
ke setiap zona lainnya dalam daerah kajian dapat ditentukan dan kumpulan rute itu
disebut sebagai pohon dari zona i.

JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA III-


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA 16
MASTERPLAN PENGEMBANGAN TRANSPORTASI
PERENCANAAN SISTEM BRT
KOTA YOGYAKARTA

Gambar 3. 1 Jaringan Sederhana dan Waktu Tempuh Ruas

(20)
(10)
(10)

(10) (15)
4 1 3

Zona i (10) Zona d

(20) (10)
5

Sumber: Black (1982) dalam Tamin O.Z


5. Metode Batasan Kapasitas
Beberapa model pemilihan rute hanya bergantung pada asumsi pengendara
serta ciri jaringan saja, bukan pada arus lalu lintas. Sementara itu, model pembebanan
ini mengasumsikan bahwa waktu tempuh akan menjadi beragam pada suatu arus lalu
lintas yang menggunakannya. Waktu tempuh yang digunakan dalam model ini akan
berubah sesuai dengan arus lalu lintas dan waktu tersebut tidak tetap seperti pada saat
tidak ada arus. Model pembebanan yang memperhitungkan faktor ini disebut model
batasan kapasitas. Model ini mempunyai batasan kapasitas; terdapat hubungan antara
biaya dan arus lalu lintas melalui hubungan matematis (Tamin, 2000).
3.3. 2 Analisis Pembiayaan
A. Analisis BOK
Biaya Operasional kendaraan merupakan biaya yang secara ekonomi terjadi dengan
dioperasikannya satu kendaraan pada kondisi normal untuk satu tujuan. Komponen-
komponen yang diperhitungkan adalah sebagai berikut :

JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA III-


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA 17
MASTERPLAN PENGEMBANGAN TRANSPORTASI
PERENCANAAN SISTEM BRT
KOTA YOGYAKARTA

1. Biaya tetap (fixed cost)


Baiaya teap adalah baiaya yang harus dikeluarkan pada saat awal dioperasikan
sistem angkutan umum. Biaya tetap terdiri dari :
a. Biaya administrasi, yaitu biaya yang harus dikeluarkan pemilik untuk setiap
kendaraan yang menggunakan jalan umum yang terdiri daru biaya STNK, KIR,
biaya ijin usaha dan biaya trayek.
b. Biaya bunga modal dan angsuran pinjaman adalah biaya yang harus
dikeluarkan untuk membayar pinjaman dan bunga bank.
2. Biaya tidak tetap (variable cost
Biaya tidak tetap adalah biaya yang harus dikeluarkan pada saat
dioperasikannya angkutan umum. Biaya tidak tetap tersiri dari :
a. Biaya bahan bakar
b. Biaya minyak pelumas
c. Biaya pemakaian ban
d. Biaya perawatan dan perbaikan
e. Biaya retribusi
f. Upah pengemusi (operator)
g. Biaya paguyuban
h. Biaya penyusutan, yaitu biaya yang hilang akibat penyusutan nilai kendaraan
sejalan dengan umur ekonomisinya.
𝑃−𝑆
𝐷=
𝑛
Dimana :
D = penyusutan tahunan
P = harga beli kendaraan
S = nilai sisa kendaraan
N = umur ;ayanan fasilitas

JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA III-


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA 18
MASTERPLAN PENGEMBANGAN TRANSPORTASI
PERENCANAAN SISTEM BRT
KOTA YOGYAKARTA

3. Biaya lainnya (overhead)


Biaya lainnya mencakup biaya-biaya tambahan yang harus dikeluarkan oleh
pemilik kendaraan untuk hal-hal yang tidak terduga. Biaya tak terduga ditetapkan
sebesar 3% dari jumlah biaya tetap dan biaya variable.
OC = 3% x (FC + VC)
Dimana :
OC = biaya tidak terduga
FC = biaya tetap
VC = biaya variabel
B. Analisis ATP (Ability To Pay) dan Analisis WTP (Willingness To Pay)
ATP adalah kemampuan seseorang untuk membayar jasa pelayanan yang diterimanya
berdasarkan penghasilan yang dianggap idela. Pendekatan yang digunakan adalah alokasi
biaya untuk transportasi dan pendapatan yang diterima.
Faktor yang mempengaruhi ATP adalah sebagai berikut :
1. Besar penghasilan
2. Kebutuhan transportasi
3. Total biaya transportasi
4. Untensitas perjalanan
5. Pengeluaran total perbulan
6. Jenis angkutan
7. Persentase penghasilan yang digunakan untuk biaya transportasi.
. Pendekatan yang akan digunakan untuk menghitung ATP untuk tiap jenis
pekerjaan dihitung dengan persamaaan :
a. ATP tarif buka pintu :
𝑃ℎ 𝑥 𝑃𝑝𝑡 𝑥 𝑃𝑡𝑡
𝐴𝑇𝑃𝑏 =
𝐹𝑡

JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA III-


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA 19
MASTERPLAN PENGEMBANGAN TRANSPORTASI
PERENCANAAN SISTEM BRT
KOTA YOGYAKARTA

b. ATP tarif per kilometer :


𝑃ℎ 𝑥 𝑃𝑝𝑡 𝑥 𝑃𝑡𝑡
𝐴𝑇𝑃𝑘 =
𝑇𝑃
dimana :
ATPb = ATP tarif buka pintu berdasarkan jenis pekerjaan (Rp.)
ATPk = ATP tarif per kilometer berdasarkan jenis pekerjaan. (Rp. / Km)
Ph = Tingkat penghasilan penumpang yang telah didistribusikan
kepada seluruh anggotakeluarga per bulan (Rp. / Anggota keluarga / bulan).
Ppt = Persentase biaya untuk transport per bulan dari total penghasilan.
(%)
Ptt = Persentase biaya transport untuk taksi per bulan. ( % )
Ft = Frekuensi menggunakan taksi per bulan.
Tp = Total panjang perjalanan penumpang per bulan (Km / bulan).
Sedangkan WTP adalah kesediaan pengguna untuk mengeluarkan imbalan atas jasa
yang diperolehnya. Pendekatan yang digunakan didasarkan pada persepsi pengguna
terhadap tariff dan jasa pelayanan angkutan umum.
Dengan memperhatikan parameter biaya pokok produksi perunit output (BPP) dan
Willingness to pay (WTP), pada dasarnya ada tiga kemungkinan yang terjadi, yaitu :
a. Nilai WTP >nilai BPP
Pada kondisi ini tarif dapat ditetapkan dengan leluasa karena diperkirakan
masyarakat akan mampu memenuhinya.
b. Nilai WTP mendekati lebih besar atau sma dengan BPP
Pada kondisi ini tarif dapat ditetapkan di bawah WTP tetapi margin keuntungan
operator sangat kecil atau tidak ada sama sekali. Untuk memperbesar atau
mempertahakan kepentingan masyarakat luas maka subsidi pemerintah menjadi
salah satu alternatifnya.
c. Nilai WTP < nilai BPP

JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA III-


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA 20
MASTERPLAN PENGEMBANGAN TRANSPORTASI
PERENCANAAN SISTEM BRT
KOTA YOGYAKARTA

Kondisi ini cukup menyulitkan dalam penetapan tarif karena artinya masyarakat
umum tidak mampu membayar jasa yang ditawarkan atau terlalu mahal sehingga
operator dirugikan. Untuk mengantisipasinya pemerintah harus turun tangan
dengan menetapkan tarif yang lebih kecil dari WTP dan dalam waktu yang sama
memberikan insentif berupa subsidi pada pihak operator agar mendapat
keuntungan. Bentuk subsidinya bisa berupa subsidi ajak atau subsidi BBM.
Pendekatan yang digunakan untuk menghitung WTP untuk tiap jenis tarif
berdasarkan jenis pekerjaan dihitung dengan persamaaan :
∑(A x J)
𝑊𝑇𝑃 =
T
dimana :
WTP = Besarnya WTP berdasarkan jenis pekerjaan penumpang.
A = Besarnya tarif berdasarkan pilihan penumpang (Rp.)
J = Jumlah penumpang yang memilih tarif A.
T = Jumlah penumpang berdasarkan jenis pekerjaan
Gambar 3. 1 Kurva ATP dan WTP

1. ATP > WTP


Kondisi ini menunjukkan bahwa kemampuan membayar lebih besar dari pada
keinginan membayar jasa tersebut. Ini terjasi apabila pengguna mempunyai

JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA III-


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA 21
MASTERPLAN PENGEMBANGAN TRANSPORTASI
PERENCANAAN SISTEM BRT
KOTA YOGYAKARTA

penghasilan yang tinggi namum utilitas terhadap jasa tersebut rendah, pengguna pada
kondisi ini disebut choiced riders.
2. ATP < WTP
Kondisi ini menunjukkan bahwa keinginan pengguna untuk membayar jasa tersbut
lebih besar dari pada kemampuan membayarnya. Hal ini memungkinkan terjasi bagi
pengguna yang mempunyai penghasilan yang rendah namun utilitas terhadap jasa
tersebut sangat tinggi, sehingga keinginan pengguna untuk membayar jasa tersbut
cenderung lebih dipengaruhi oleh utilitas, pada kondisi ini pengguna disebut captive
riders.
3. ATP = WTP
Kondisi ini menunjukkan bahwa antaea kemampuan dan keinginan membayar jasa
yang dikonsumsikan pengguna tersebut sama, pada kondisi ini terjadi keseimbangan
utilitas pengguna dengan biaya yang dikeluarkan untuk membayar jasa tersebut.

JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA III-


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA 22
MASTERPLAN PENGEMBANGAN TRANSPORTASI
PERENCANAAN SISTEM BRT
KOTA YOGYAKARTA

3. 4 Desain Survei
Tabel 3.2 Desain Survei
Data yang Teknik
Tujuan Variabel Subvariabel Sumber Data Metode Analisis Output
DIbutuhkan Pengambilan Data

Bangkitan dan Bangkitan dan  Bangkitan  Jenis guna lahan  Data primer:  Survei primer : Analisis Regresi Model bangkitan
tarikan tarikan pergerakan;  Intensitas Guna Hasil Survei - observasi Berganda dan tarikan
pergerakan di pergerakan  Tarikan Lahan lapangan pergerakan yang
primer
Kota Yogyakarta pergerakan  Pergerakan - wawancara timbul
penduduk  Data Sekunder:  Survei sekunder
berdasarkan
- RTRW Kota - Studi pustaka
Yogyakarta - Survei instansi: setiap simpul
- Kecamatan - Bappeda Kota dari setiap zona
Dalam Angka Yogyakarta yang terlayani
- Masterplan - BPS Kota oleh BRT
Transportasi Yogyakarta
Kota - Dishub Kota
Yogyakarta Yogyakarta
Sebaran  Zona  Zona asal  Jumlah penduduk  Data primer:  Survei primer :  Analisis Gravity Model
pergerakan di pergerakan  Zona tujuan  Jenis guna lahan - Observasi - observasi Model persebaran
Kota Yogyakarta  Pola  Arus  Jumlah rumah Lapangan lapangan - Metode tanpa pergerakan
pergerakan pergerakan tangga - Wawancara - wawancara batasan berdasarkan
 Pergerakan  Survei (UCGR)
 Data Sekunder: zona yang
penduduk sekunder: - Dengan batasan
- Tatrawil terlayani BRT
 Jumlah pergerakan - Tatralok
- Studi pustaka bangkitan
- Survei instansi: (PCGR) (MAT dan desire
Dinas - Dengan batasan line)
tarikan
Perhubungan
(ACGR)
Kota - Dengan batasan
bangkitan

JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA III-


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA 23
MASTERPLAN PENGEMBANGAN TRANSPORTASI
PERENCANAAN SISTEM BRT
KOTA YOGYAKARTA

Data yang Teknik


Tujuan Variabel Subvariabel Sumber Data Metode Analisis Output
DIbutuhkan Pengambilan Data

Yogyakarta tarikan
(PACGR)
Pemilihan  Waktu tempuh  Waktu total  Waktu total - Data Primer - Survei primer : - Analisis Path Pemilihan
alternatif rute  Nilai waktu perjalanan yang setiap perjalanan - Hasil survey - Observasi Tree alternatif rute
bagi masyarakat  Biaya dibutuhkan (termasuk primer lapangan BRT
perjalanan berdasarkan berhentti dan - Wawancara
di Kota
Yogyakarta  Biaya operasi setiap trayek tundaan)
kendaraan  Tingkat  Tingkat
pendapatan pendapatan per
 Biaya yang kapita
dikeluarkan  Biaya yang
selama dikeluarkan
perjalanan selama perjalanan
 Biaya yang (uang, waktu
dikeluarkan tempuh dan
jarak)
 Biaya yang
dikeluarkan

Menentukan  Teknis  Load Faktor  Kapasitas BRT  Data Primer: Survei Primer: - Analysis load Arahan
rencana sistem operasional  Headway  Jumlah penumpang - Hasil survei factor perencanaan
operasional BRT BRT  Travel Time  Frekuensi primer  Observasi - Analysis sistem
di Kota  Pennentuan kedatangan  Metode Headway
operasional BRT
frekuensi BRT kendaraan langsung - Analisis Travel
Yogyakarta di Kota
 Sarana dan  Jumlah armada  Data Sekunder: (wawancara di Time
- Tatralok terminal dan Yogyakarta
prasarana BRT
BRT  Panjang trayek - Tatrawil halte; metode
 Trayek dan  Jumlah perjalanan - Masterplan mengikuti BRT)

JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA III-


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA 24
MASTERPLAN PENGEMBANGAN TRANSPORTASI
PERENCANAAN SISTEM BRT
KOTA YOGYAKARTA

Data yang Teknik


Tujuan Variabel Subvariabel Sumber Data Metode Analisis Output
DIbutuhkan Pengambilan Data

halte BRT dalam satuan jaringan jalan


 Koneksi waktu - Trayek moda
dengan moda  Panjang rute BRT angkutan Survei Sekunder
angkutan  Kecepatan rata-rata massal lain
massal lain BRT  Studi pustaka
 Rute antar moda  Survei instansi:
- Bappeda Kota
Yogyakarta
- Dshub Kota
Yogyakarta
Mengetahui  Biaya  Biaya  Biaya pengadaan  Data sekunder:  RTRW Kota  Analisis BOK Mengetahui
rencana operasional pengadaan BRT Studi terkait Yogyakarta  Analisis ATP rencana
pembiayaan BRT  Biaya BRT  Biaya perawatan biaya  Masterplan  Analisis WTP pembiayaan
di Kota investasi  Biaya BRT operasional BRT transportasi BRT di Kota
Yogyakarta
perawatan  Tarif BRT Kota
Yogyakarta
BRT Yogyakarta
Mengetahui  Lembaga   Struktur  Data Sekunder: Survei Sekunder Analisis Peran dan Mengetahui
rencana formal kelembagaan - Data struktur Kinerja Antar rencana
kelembagaan BRT Kota kelembagaan  Studi pustaka institusi kelembagaan
BRT di Kota Yogyakarta BRT  Survei instansi BRT di Kota
 Tugas dan - RTRW Kota - Bappeda Kota
Yogyakarta Yogyakarta
wewenang Yogyakarta Yogyakarta
kelembagaan - Kecamatan - BPS Kota
BRT Kota Dalam Angka Yogyakarta
Yogyakarta - Tatralok - Dinas
- Tatrawil Perhubungan
- Masterplan Kota
transportasi Yogyakarta
Kota - Dinas PU

JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA III-


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA 25
MASTERPLAN PENGEMBANGAN TRANSPORTASI
PERENCANAAN SISTEM BRT
KOTA YOGYAKARTA

Data yang Teknik


Tujuan Variabel Subvariabel Sumber Data Metode Analisis Output
DIbutuhkan Pengambilan Data

Yogyakarta Kota
 Data Primer: Yogyakarta
- Hasil Survei Primer:
observasi
- Hasil metode - Observasi
langsung - Metode
langsung
(wawancara di
rumah;, metode
mengikuti BRT)

JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA III-


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA 26
MASTERPLAN PENGEMBANGAN TRANSPORTASI
PERENCANAAN SISTEM BRT
KOTA YOGYAKARTA

3.5 Kerangka Analisa


Gambar 3.3 Kerangka Analisa

JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA III-


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA 27
MASTERPLAN PENGEMBANGAN TRANSPORTASI
PERENCANAAN SISTEM BRT
KOTA YOGYAKARTA

JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA III-


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA 28

Anda mungkin juga menyukai