Anda di halaman 1dari 13

MUAMALAH

Disusun Oleh :
1. AHLAN MAQBUL TSANI
2. RAGA TONDI LUBIS

MADRASAH ALIYAH NEGERI LABUHAN BATU


TP. 2019/2020
Kata Pengantar

Segala puji dan syukur penulis sampaikan kehadirat


Allah SWT, shalawat dan salam juga disampaikan kepada junjungan
Nabi Besar Muhammad SAW. Serta sahabat dan keluarganya, seayun
langkah dan seiring bahu dalam menegakkan agama Allah. Dengan
kebaikan beliau telah membawa kita dari alam kebodohan ke alam
yang berilmu pengetahuan.
Dalam rangka melengkapi tugas dari mata pelajaran Fiqh
Muamalah pada Program Studi Ekonomi Syari’ah MAN NEGERI
LABUHAN BATU dengan ini penulis mengangkat judul “MUAMALAH”.
Dalam penulisan makalah ini, penulis menyadari bahwa
makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, baik dari cara penulisan,
maupun isinya. Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritikan
dan saran-saran yang dapat membangun demi kesempurnaan
makalahini.
Wassalamualaikum

Penulis,

HIDAYAT ARSALA
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................ i
DAFTAR ISI......................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.......................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah.................................................................................. 1
C. Tujuan penulisan..................................................................................... 1

BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Muamalah............................................................................... 2
B. Hadits yang berhubungan dengan muamalah...................................... 2

C. Hadits yang berhubungan dengan etos kerja...................................... 4


D. Hadits yang berhubungan dengan jual beli............................................ 5

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan............................................................................................... 10
B. Kritik dan saran....................................................................................... 10

DAFTAR PUSTAKA................................................................................................. 11
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Manusia adalah pemimpin di muka bumi. potensi
yang ada di muka bumi merupakan fasilitas untuk kesejahteraan
manusia dan permasalahan yang timbul di muka bumi merupakan
tanggung jawab manusia untuk menyelesaikannya.allah memberikan
nikmat-nya Skepada manusia tidak berujud sesuatu yang tinggal
menggunakan, tetapi memberikan sarana, jalan, akal dan contoh
untuk mengolah potensi dan sarana yang ada untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya.
Dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya manusia
tentunya berbenturan dengan kepentingan-kepentingan manusia lain
yang bias menimbulkan permasalahan,bagaimana supaya bisa
membaca peluang yang ada, bagaimanabisa mengatasi benturan
yang mungkin timbul, bagaimana agar bias merencanakan sesuatu di
masa depan, hal ini membutuhkan pendidikan yang bisa menjawab
dan memberikan arah yang tepat,islam merupakan agama yang
memberikan keseimbangan antara kepentingan pribadi dan
kepentingan orang banyak yang meliputi bidang ekonomi, sosial,
politik, dan pendidikan.

B. Rumusan masalah
1.Islam mengatur etos kerja yang benar dan terwujudnya
kemaslahatan umat
2.Islam mengatur perekonomian sebagaimana yang
dimaksudkan syarak
3.Islam mengatur perdagangan yang dianjurkan oleh syarak
dan yang dilarangnya.

C. Tujuan
Makalah ini disusun untuk memberikan gambaran
singkat tentang islam sebagai agama yang memberikan
rambu-rambu dan arah kepada umat manusia dalam menyelesaikan
permasalahan hidup yang dihadapi di mukabumi ini.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Mu’amalah
Kata “muamalah” dalam etimologi bahasa Arab
diambil dari kata (‫ )اﻟﻌﻤﻞ‬yang merupakan kata umum untuk semua
perbuatan yang dikehendaki mukallaf. Kata “muamalah” dengan
wazan(‫َﻠﺔ‬ َ‫َﻔﺎ‬
‫ﻋ‬ ‫ُﻣ‬
) dari kata (‫ )ﻋﺎﻣﻞ‬yang bermakna bergaul (‫ُﻣﻞ‬‫َﻌﺎ‬
ّ
‫َﺘ‬
‫)اﻟ‬.
Adapun dalam terminologi ahli fikih dan ulama syariat,
kata “muamalah” digunakan untuk sesuatu diluar ibadah,
sehingga “muamalah” membahas hak-hak makhluk dan“ibadah”
membahas hak-hak Allah. Namun, mereka berselisih pendapat dalam
apa saja yang masuk dalam kategori muamalah tersebut dalam dua
pendapat:
a. Muamalah adalah pertukaran harta dan yang berhubungan
dengannya, seperti al-bai’ (jual-beli), as-salam, al-ijaarah
(sewa-menyewa), syarikat (perkongsian), ar-rahn (gadai), al-kafaalah,
al-wakalah (perwakilan), dan sejenisnya. Inilah Mazhab Malikiyah,
Syafi’iyah, dan Hambaliyah.
b. Muamalah mencakup semua hal yang berhubungan dengan
maslahat manusia dengan selainnya, seperti perpindahan hak
pemilikan dengan pembayaran atau tidak (gratis) dan dengan
transaksi pembebasan budak, kemanfaatan, dan hubungan pasutri.
Dengan demikian, muamalah mencakup fikih pernikahan, peradilan,
amanah, dan warisan. Inilah mazhab al-Hanafiyah dan pendapat
asy-Syathibi dari mazhab al-Malikiyah.Oleh karena itu sebagian
Fuqaha (ahli fikih) membagi fikih menjadi empat kategori:
· Fikih Ibadah
· Fikih Muamalah
· Fikih Munakahat (nikah)
· Hukum-hukum kriminal(jinayat) dan peradilan.
Dari semua penjelasan diatas tujuannya agar kita dapat
memahami tema yang akan menjadi pokok pada penulisan makalah
ini, yaitu tentang hadits yang berkaitan baik secara ekplisit maupun
implisit amar ma’ruf nahi munkar dan etos kerja dalam islam.

B. Hadits –hadits yang berhubungan dengan Muamalah

ْ‫ﻋ‬
‫ﻦ‬ َ ‫ِﺑﻲ‬
‫ْﻴﺪَأ‬
‫ِﻌ‬
َ ‫ِري‬
‫ﺳ‬ ‫ْﺪ‬
ُ‫ْﻟ‬
‫ﺨ‬ ‫ﻲ ا‬
َ‫ﺿ‬ِ‫َُر‬
‫ُﻪ ﷲ‬
‫ْﻨ‬
َ‫ل‬
‫ﻋ‬ َ‫ َﻗا‬: ‫ﺖ‬
ُ‫ْﻌ‬
‫ِﻤ‬
َ‫ل‬
‫ﺳ‬ َ‫ْﻮ‬
ُ‫َِر‬
‫ﺳ‬ ‫ﻋﻠﻴﻪ ﷲ ﺻﻠﻰ ﷲ‬
‫ل وﺳﻠﻢ‬ ُ‫ْﻮ‬‫ُﻘ‬‫َﻳ‬: ‫ﻦ‬ْ‫َأىَﻣ‬‫ﻢَر‬ْ‫ُﻜ‬
‫ْﻨ‬
‫ًاِﻣ‬
‫َﻜﺮ‬‫ْﻨ‬
‫ُهُﻣ‬
‫ْﺮ‬
ِ
‫ّﻴ‬
‫َﻐ‬
‫ُﻴ‬
‫ْﻠ‬
‫َﻓ‬،‫ِه‬
‫ِﺪ‬
‫َﻴ‬
‫نِﺑ‬
ْ‫ِﺈ‬
‫ﻢَﻓ‬
ْ‫ْﻊَﻟ‬
ِ‫َﺘ‬
‫ﻄ‬ ْ‫َﻳ‬،‫ِﻪ‬
‫ﺴ‬ ‫ِﻧ‬
‫ﺴﺎ‬
َ‫ِﻠ‬
‫ِﺒ‬
‫نَﻓ‬
ْ‫ِﺈ‬
‫ﻢَﻓ‬
ْ‫َﻟ‬
‫ْﻊ‬ِ‫َﺘ‬
‫ﻄ‬ ْ‫ِﻪَﻳ‬
‫ﺴ‬ ‫ِﺒ‬‫ْﻠ‬‫َﻘ‬
‫ِﺒ‬
‫ﻚَﻓ‬
َ‫ِﻟ‬‫َذ‬
‫ﻒَو‬ُ‫َﻌ‬ْ‫نَأ‬
‫ﺿ‬ ِ‫َﻤﺎ‬
‫ْﻳ‬ِْ ‫ﻣﺴﻠﻢ[ ]رواه‬
‫اﻹ‬
Terjemahannya : Dari Abu Sa’id Al-Khudri R.A berkata: Saya
mendengar Rasulullah SAW bersabda’’Siapa, yang melihat
kemunkaran, maka rubahlah dengan tangannya, apabila tidak
mampu,maka robahlah dengan lisannya, apabila tidak mampu (juga)
maka (tolaklah) dengan hati dan hal tersebut adalah
selemah-lemahnya iman. (HR.Muslim No.49)
Dalam riwayat lain, “Tidak ada sesudah itu (mengingkari dengan hati)
keimanan sebesar biji sawi (sedikitpun)”
Pelajaran yang terdapat dalam hadits :
1. Menentang pelaku kebatilan dan menolak kemunkaran
adalah kewajiban yang dituntut dalam ajaran Islam atas setiap
muslim sesuai kemampuan dan kekuatannya.
2. Ridha terhadap kemaksiatan termasuk diantara dosa-dosa
besar.
3. Sabar menanggung kesulitan dan amar ma’ruf nahi munkar.
4. Amal merupakan buah dari iman, maka menyingkirkan
kemunkaran juga merupakan buahnya keimanan.
5. Mengingkari dengan hati diwajibkan kepada setiap muslim,
sedangkan pengingkaran dengan tangan dan lisan berdasarkan
kemampuannya.

Berikut adalah pendapat ( fiqh-hadits) para ulama’ dari hadits


diatas :
Hadits ini adalah hadits yang jami’ (mencakup banyak
persoalan) dan sangat penting dalam syari’at Islam, bahkan sebagian
ulama mengatakan, “Hadits ini pantas untuk menjadi separuh dari
agama (syari’at), karena amalan-amalan syari’at terbagi dua:
ma’ruf(kebaikan) yang wajib diperintahkan dan dilaksanakan,
atau mungkar (kemungkaran) yang wajib diingkari, maka dari sisi ini,
hadits tersebut adalah separuh dari syari’at.”
Imam Al Marrudzy bertanya kepada Imam Ahmad bin
Hambal, “Bagaimana beramar ma’ruf dan nahi mungkar?”Beliau
menjawab, “Dengan tangan, lisan dan dengan hati, ini paling ringan,”
saya bertanya lagi:“Bagaimana dengan tangan?” Beliau menjawab,
“Memisahkan di antara mereka,” dan saya melihat beliau melewati
anak-anak kecil yang sedang berkelahi, lalu beliau memisahkan di
antara mereka.
Dalam riwayat lain beliau berkata, “Merubah (mengingkari)
dengan tangan bukanlah dengan pedang dan senjata.” (Lihat, Al
Adabusy Syar’iyah, Ibnu Muflih, 1/185) Adapun dengan lisan seperti
memberikan nasihat yang merupakan hak di antara sesama muslim
dan sebagai realisasi dari amar ma’ruf dan nahi mungkar itu sendiri,
dengan menggunakan tulisan yang mengajak kepada kebenaran dan
membantah syubuhat (kerancuan) dan segala bentuk kebatilan.
Adapun tingkatan terakhir (mengingkari dengan hati) artinya
adalah membenci kemungkaran- kemungkaran tersebut, ini adalah
kewajiban yang tidak gugur atas setiap individu dalam setiap situasi
dan kondisi, oleh karena itu barang siapa yang tidak mengingkari
dengan hatinya maka ia akan binasa.

C. Hadits Yang Berkaitan Tentang Etos Kerja ( kesinergisan)

‫ﻋﻦ‬َ ‫ِﺑﻲ‬ ‫َةَأ‬‫َﺮ‬


‫ْﻳ‬‫َﺮ‬
ُ‫ﻲ‬
‫ﻫ‬ َ‫ﺿ‬ ِ‫ُﻪَر‬ َ
‫ّﻠ‬
‫ُﻪ ﺗﻌﺎﻟﻰ اﻟ‬ ‫ْﻨ‬َ ،‫ل‬
‫ﻋ‬ َ‫لَﻗا‬ َ‫لَﻗا‬ َ‫ﺳﻮ‬ ُ‫ِﻪَر‬ َ
‫ّﻠ‬‫ ﻋﻠﻴﻪ ﷲ ﺻﻠﻰ اﻟ‬:‫وﺳﻠﻢ‬
‫َﻤﺎ‬
‫َﻨ‬‫ْﻴ‬‫ﻞَﺑ‬ ٌ‫ﺟ‬ُ‫ﺸﻰَر‬ ِ‫ْﻤ‬‫ﻖَﻳ‬ٍ‫ِﺮﻳ‬ َ‫ّﺪِﺑ‬
‫ﻄ‬ َ ‫َﺘ‬ْ‫ِﻪ ا‬
‫ﺷ‬ ‫ْﻴ‬‫َﻠ‬
َ ،‫ﺶ‬
‫ﻋ‬ ُ‫ﻄ‬ َ‫َﻌ‬ ‫ْﻟ‬
‫َﺪ ا‬َ‫َﻮ‬
‫ﺟ‬ ‫ َﻓ‬،‫ًﺮا‬ ‫ْﺌ‬
‫لِﺑ‬ َ‫َﺰ‬‫َﻨ‬
‫َﻬﺎ َﻓ‬ ‫ ِﻓﻴ‬،‫ب‬ َ‫ِﺮ‬َ‫ﻢ َﻓ‬
‫ﺸ‬ َ‫ُﺛ‬
ّ
،‫ج‬
َ‫َﺮ‬ َ ‫َذا‬
‫ﺧ‬ ‫ِﺈ‬
‫َﻮ َﻓ‬ُ‫ﺐ‬
‫ﻫ‬ ٍ‫ْﻠ‬‫َﻜ‬‫ِﺑ‬،‫ﺚ‬
ُ‫َﻬ‬ ‫ْﻠ‬
‫لَﻳ‬ ُ‫ك‬
ُ‫ْﺄ‬‫َﺮىَﻳ‬ َ
‫ّﺜ‬
‫ﻦ اﻟ‬ َ‫ ِﻣ‬،‫ﺶ‬ ِ‫ﻄ‬ َ‫َﻌ‬ ‫ْﻟ‬
‫ل ا‬
َ‫َﻘا‬ ‫ َﻓ‬:‫ﻞ‬ُ‫ﺟ‬ُ‫ّﺮ‬
َ ‫ْﺪ اﻟ‬‫َﻘ‬‫َﻎَﻟ‬ ‫َﻠ‬
‫َﺬاَﺑ‬َ
‫ﻫ‬
َ‫ْﻠ‬
‫ﺐ‬ ‫َﻜ‬ ‫ْﻟ‬
‫ﻦ ا‬َ‫ﺶِﻣ‬ ِ‫ﻄ‬ َ‫َﻌ‬
‫ْﻟ‬‫ل ا‬
ُ‫ﺚ‬ْ‫ِﺬىِﻣ‬ َ
‫ّﻟ‬‫ن ا‬
َ‫َﻎَﻛﺎ‬ ‫َﻠ‬
‫َﺑ‬،!‫لِﺑﻰ‬ َ‫َﺰ‬ ‫َﻨ‬
‫َﻓ‬،‫ْﺌﺮ‬ ‫ِﺒ‬‫ْﻟ‬‫َﻤﻷ ا‬ ‫َﻓ‬َ،‫ُﻪ‬
َ
‫ّﻔ‬ ُ‫ﻢ‬
‫ﺧ‬ َ‫ُﻪُﺛ‬
ّ ‫َﻜ‬ َ‫ْﻣ‬
‫ﺴ‬ ‫َأ‬،‫ِﻪ‬‫ِﻔﻴ‬‫ِﺑ‬
َ‫َﻗﻰُﺛ‬
ّ
‫ﻢ‬ ‫َﻘﻰ ر‬ َ‫ﺐ َﻓ‬
‫ﺴ‬ َ‫ْﻠ‬
‫َﻛ‬ْ‫َﺮ ا‬
‫ل‬ ‫َﻜ‬َ‫ُﻪ َﻓ‬
‫ﺸ‬ َ
‫ّﻠ‬
‫ُﻪ اﻟ‬ ‫َﺮَﻟ‬ ‫َﻔ‬
‫َﻐ‬‫ َﻓ‬:‫ُﻟﻮا‬‫َﻗا‬
،‫ُﻪ‬ ‫لَﻳﺎَﻟ‬ َ‫ﺳﻮ‬ ُ‫َر‬،‫ِﻪ‬ َ
‫ّﻠ‬
‫ن اﻟ‬ َ‫ِإ‬
ّ ‫َﻨﺎ َو‬‫ِﻓﻰَﻟ‬
ِ‫ِﺋ‬
‫ﻢ‬ ‫َﻬﺎ‬ ‫َﺒ‬‫ْﻟ‬
‫ًﺮا؟ ا‬ْ‫َأ‬:‫ل‬
‫ﺟ‬ َ‫َﻗا‬،‫ﻢ‬ْ‫َﻌ‬‫ﻞِﻓﻰَﻧ‬ ِ‫تُﻛ‬
ّ ِ‫ٍﺪَذا‬ ‫ِﺒ‬
‫ٍﺔَﻛ‬ ‫َﺒ‬
ْ‫ٌﺮَر‬
‫ﻃ‬ ْ‫َأ‬
‫ﺟ‬

Terjemahannya: Dari Abu Hurairah Radhiyallahu Ta’ala ‘anhu berkata:


bersabda Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam: Dahulu ada seorang
pemuda yang sedang dalam perjalanan ditimpa kehausan yang
sangat, kemudian ia mendapati sebuah sumur maka turunlah ia
kedalamnya dan minum. Kemudian ia keluar dari sumur tersebut, dan
didapatinya ada seekor anjing yang sedang menjilat-jilat tanah
dikarenakan kehausan. Berkata pemuda itu: “sungguh anjing ini
mengalami kehausan sebagaimana yang telah aku alami!”, maka
turunlah ia kembali ke dalam sumur dan memenuhi sepatu khufnya
dengan air, dan digigitnya* sepatu itu kemudian ia naik kembali dan
meminumkan air itu ke anjing tadi. Maka Allah Ta’ala bersyukur
kepada pemuda itu dan mengampuni dosa-dosanya. Mereka (yakni
para shahabat) berkata: “Ya Rasulullah, apakah dalam muamalah
dengan hewan tunggangan ada pahalanya?”, Rasulullah bersabda:
“benar, muamalah dengan setiap yang bernyawa ada pahalanya”.
(HR. Muttafaq ‘Alaih)
*) digigitnya= yakni dipegang dengan giginya, karena tangannya
dipakai memanjat sumur.

Faidah-faidah yang bisa diambil dari hadits di atas adalah:


Bolehnya membawakan khabar-khabar dan
kisah-kisah dalam rangka mengambil pelajaran.
1. Perkataan pemuda itu: !‫ْﺪ‬ ‫َﻘ‬
‫َﻎَﻟ‬‫َﻠ‬‫َﺬاَﺑ‬ َ‫ﺐ‬
‫ﻫ‬ َ‫ْﻠ‬ ‫َﻜ‬ ‫ْﻟ‬
‫ﻦ ا‬
َ‫ﺶ ِﻣ‬ ِ‫ﻄ‬ َ‫َﻌ‬‫ْﻟ‬
‫ﻞ ا‬ ُ‫ْﺜ‬
‫ِﺬى ِﻣ‬ َ
‫ّﻟ‬
‫ا‬
َ‫َﻎ َﻛﺎ‬
‫ن‬ ‫َﻠ‬
‫ َﺑ‬,‫ ِﺑﻰ‬,menunjukkan bahwa mengingat-ingat kenikmatan
khususnya jika kita melihat ada orang lain yang terhalang dari nikmat
tersebut, akan membantu kita untuk mensyukuri nikmat tersebut. Dan
termasuk salah satu cara untuk mensyukuri nikmat tersebut adalah
dengan melakukan kebaikan.
2. Dan perkataan: ‫ﻢ‬َ‫َﻗﻰُﺛ‬
ّ ‫َﻘﻰ ر‬ َ‫ﺐ َﻓ‬
‫ﺴ‬ َ‫ْﻠ‬ ‫َﻜ‬‫ْﻟ‬
‫َﻤﻷ ا‬ ‫َﻓ‬ َ،‫ُﻪ‬َ
‫ّﻔ‬
ُ‫ﻢ‬
‫ﺧ‬ َ‫ُﻪُﺛ‬
ّ ‫َﻜ‬َ‫ْﻣ‬
‫ﺴ‬ ‫ِﻪَأ‬
‫ِﻔﻴ‬
‫ِﺑ‬,
menunjukkan upaya dalam menyempurnakan amalan baik
semampunya.
3. Bahwa bersyukur kepada Allah Ta’ala atas
nikmat-nikmat-Nya bisa dilakukan dengan amalan (yakni
amalan-amalan yang bisa mendatangkan ketha’atan) ataupun
dengan ucapan (yakni tahmid, dan dzikr-dzikr lainnya).
4. Dan perkataan: ‫َﺮ‬
‫َﻜ‬
َ‫ُﻪَﻓ‬
‫ﺸ‬ َ
‫ّﻠ‬
‫ُﻪ اﻟ‬‫َﺮَﻟ‬‫َﻔ‬
‫َﻐ‬‫ُﻪَﻓ‬ ‫َﻟ‬, menunjukkan bahwa Allah
‘Azza wa Jalla memiliki sifat syukur, dan bagian dari asma-Nya yaitu
Asy-Syakuur. Dan juga ini menunjukkan besarnya kasih sayang dan
luasnya ampunan Allah Ta’ala.
5. Bahwasanya jika hewan saja memiliki hak seperti ini, apalagi
dengan manusia?
6. Tidak bolehnya meremehkan perbuatan baik walaupun
sedikit.Dan perkataan: :‫ُﻟﻮا‬‫ل َﻳﺎ َﻗا‬ َ‫ﺳﻮ‬ ُ‫ َر‬،‫ِﻪ‬ َ
‫ّﻠ‬ ‫ن اﻟ‬ َ‫ِإ‬
ّ ‫َﻨﺎ َو‬ ‫ﻢ ِﻓﻰ َﻟ‬ ِ‫ِﺋ‬‫َﻬﺎ‬‫َﺒ‬
‫ْﻟ‬
‫ًﺮا؟ ا‬ْ‫َأ‬
‫ﺟ‬ ,
menunjukkan semangatnya para shahabat RA untuk mengetahui
setiap jalan-jalan yang akan mengantarkan kepada terhasilkannya
pahala dari Allah Ta’ala.
7. Dan perkataan: ‫ﻞ ِﻓﻰ‬ ِ‫ت ُﻛ‬
ّ ِ‫ٍﺪ َذا‬ ‫ِﺒ‬‫ٍﺔ َﻛ‬ ‫َﺒ‬ْ‫ٌﺮ َر‬
‫ﻃ‬ ْ‫َأ‬
‫ﺟ‬ , menunjukkan
banyaknya pintu-pintu kebaikan.
8. Bantahan atas orang-orang dari lembaga-lembaga
penyayang hewan yang beranggapan bahwa islam telah
menyiksa/menelantarkan hewan. Padahal sungguh agama islam
telah memerintahkan untuk menunaikan haq-haq, termasuk terhadap
hewan sekalipun. Dan bahkan secara global, islam telah menjadikan
haq-haq yang khusus bagi hewan. Diantaranya islam menjadikan
penyiksaan terhadap hewan sebagai salah satu sebab masuknya
manusia ke dalam neraka, sebagaimana menjadikan perbuatan baik
kepada hewan sebagai salah satu sebab masuknya manusia ke
dalam surga.
D. Hadits-hadits yang berhubungan dengan jual beli

Dari Abu Sa’id Al Khudri, Rasulullah SAW bersabda:


ُ‫ﻫ‬
‫ﺐ‬ َ‫ّﺬ‬
َ ‫ﺐ اﻟ‬
ِ‫ﻫ‬َ‫ّﺬ‬
َ‫ُﺔِﺑاﻟ‬َ‫ِﻔ‬
ّ
‫ﻀ‬ ‫ْﻟ‬
‫ِﺔ َوا‬
َ‫ِﻔ‬
ّ
‫ﻀ‬ ‫ْﻟ‬
‫ّﺮِﺑا‬ُ‫ُﺒ‬
‫ْﻟ‬
‫ّﺮ َوا‬
ِ ‫ُﺒ‬
‫ْﻟ‬‫ُﺮِﺑا‬
‫ِﻌﻴ‬َ‫ِﺮ َواﻟ‬
ّ
‫ﺸ‬ ‫ِﻌﻴ‬
َ‫ُﺮِﺑاﻟ‬
ّ
‫ﺸ‬ ‫ْﻤ‬
َ
‫ّﺘ‬
‫ِﺮ َواﻟ‬ ‫ْﻤ‬
َ
‫ّﺘ‬
‫ﺢِﺑاﻟ‬
ُ‫ْﻠ‬‫ِﻤ‬
‫ْﻟ‬
‫َوا‬
ِ‫ْﻠ‬
‫ﺢ‬ ‫ِﻤ‬
‫ْﻟ‬
‫ًِﺑا‬‫ْﺜﻻ‬
‫ﻞِﻣ‬ٍ‫ْﺜ‬ ‫ِﻤ‬
‫ًﺪاِﺑ‬
‫ٍﺪَﻳ‬ ‫َﻴ‬
‫ﻦِﺑ‬
ْ‫َﻤ‬
‫َدَﻓ‬ ‫ِوَزا‬ ‫َدَأ‬
‫َﺰا‬ ‫َﺘ‬ْ‫ْﺪ ا‬
‫ﺳ‬ ‫َﻘ‬
‫َﺑﻰَﻓ‬‫ْر‬‫ُﺬَأ‬ِ‫ﻄﻰ اﻵ‬
‫ﺧ‬ ِ‫ْﻌ‬ ‫ُﻤ‬
‫ْﻟ‬
‫ِﻪَوا‬ ‫ٌءِﻓﻴ‬
‫َﻮا‬َ
‫ﺳ‬

“Jika emas dijual dengan emas, perak dijual dengan perak, gandum
dijual dengan gandum, sya’ir (salah satu jenis gandum) dijual dengan
sya’ir, kurma dijual dengan kurma, dan garam dijual dengan garam,
maka jumlah (takaran atau timbangan) harus sama dan dibayar
kontan (tunai). Barangsiapa menambah atau meminta tambahan,
maka ia telah berbuat riba. Orang yang mengambil tambahan
tersebut dan orang yang memberinya sama-sama berada dalam dosa”
(HR. Muslim no. 1584).
Dalam hadits di atas, kita bisa memahami dua hal:
1. Jika barang sejenis ditukar, semisal emas dengan emas atau
gandum dengan gandum, maka ada dua syarat yang mesti dipenuhi
yaitu: tunai dan semisal dalam takaran atau timbangan.
2. Jika barang masih satu ‘illah atau satu kelompok ditukar,
maka satu syarat yang harus dipenuhi yaitu: tunai, walau dalam
takaran atau timbangan salah satunya berlebih.

Apakah barang ribawi hanya terbatas pada enam komoditi


di atas? Para ulama mengqiyaskannya dengan barang lain yang
semisal. Namun mereka berselisih mengenai ‘illah atau sebab
mengapa barang tersebut digolongkan sebagai barang ribawi.
Menurut ulama Hanafiyah dan Hambali, ‘illahnya pada
emas dan perak karena keduanya adalah barang yang ditimbang,
sedangkan empat komoditi lainnya adalah barang yang ditakar.
Menurut ulama Malikiyah, ‘illahnya pada emas dan perak karena
keduanya sebagai alat tukar secara umum atau sebagai barang
berharga untuk alat tukar, dan sebab ini hanya berlaku pada emas
dan perak. Sedangkan untuk empat komoditi lainnya karena sebagai
makanan pokok yang dapat disimpan.
Menurut ulama Syafi’iyah, ‘illah pada empat komoditi yaitu
karena mereka sebagai makanan. Ini qoul jadid (perkataan terbaru
ketika di Mesir) dari Imam Syafi’i. Sedangkan menurut qoul qodiim
(perkataan yang lama ketika di Baghdad) dari Imam Syafi’i, beliau
berpendapat bahwa keempat komoditi tersebut memiliki ‘illah yaitu
sebagai makanan yang dapat ditakar atau ditimbang. Ulama
Syafi’iyah lebih menguatkan qoul jadid dari Imam Syafi’i. Sedangkan
untuk emas dan perak karena keduanya sebagai alat tukar atau
sebagai barang berharga untuk alat tukar.

Macam-macam Riba
1. Riba Fadhli (‫) اﻟﺮﺑﻮااﻟﻔﻀﻞ‬
Yaitu tukar-menukar suatu barang yang sama jenisnya tapi tidak
sama ukurannya/takarannya. Contoh: Seseorang menukarkan seekor
kambing dengan kambing lain yang lebih besar, kelebihannya disebut
riba fadhli.
2. Riba Qardhi (‫) اﻟﺮﺑﻮااﻟﻘﺮﺿﻰ‬
Yaitu meminjamkan sesuatu dengan syarat ada keuntungan atau
tambahan. Contoh: Pinjam uang Rp. 10.000,- waktu mengembalikan
minta tambahan menjadi RP. 12.000,- Maka yang Rp. 2000,- termasuk
riba qordhi.
3. Riba Yad ( ‫)اﻟﺮﺑﻮااﻟﻴﺪ‬
Yaitu berpisah dari tempat aqad jual-beli sebelum serah terima.
Contoh: Seseorang membeli barang, setelah dibayar si penjual
langsung pergi padahal barang belum diketahui jumlah dan
ukurannya.
4. Riba Nasiah (‫)اﻟﺮﺑﻮااﻟﻨﺴﺌﺔ‬
Yaitu tukar menukar suatu barang, yang pembayarannya disyaratkan
lebih oleh penjual.
Contoh : Beli radio Rp. 50.000,- (jika kontan)
Menjadi Rp. 60.000,- (jika hutang)
(yang Rp. 10.000,- termasuk riba nasi’ah)

Jual Beli yang Mengandung Riba


1. Jual beli ‘inah
Ada beberapa definisi mengenai jual beli ‘inah yang
disampaikan oleh para ulama. Definisi yang paling masyhur adalah
seseorang menjual barang secara tidak tunai kepada seorang
pembeli, kemudian ia membelinya lagi dari pembeli tadi secara tunai
dengan harga lebih murah. Tujuan dari transaksi ini adalah untuk
mengakal-akali supaya mendapat keuntungan dalam transaksi utang
piutang.
Semisal, pemilik tanah ingin dipinjami uang oleh si
miskin. Karena saat itu ia belum punya uang tunai, si empunya tanah
katakan pada si miskin, “Saya jual tanah ini kepadamu secara kredit
sebesar 200 juta dengan pelunasan sampai dua tahun ke depan”.
Sebulan setelah itu, si empunya tanah katakan pada si miskin, “Saat
ini saya membeli tanah itu lagi dengan harga 170 juta secara tunai.”
Mengenai hukum jual beli ‘inah, para fuqoha berbeda
pendapat dikarenakan penggambaran jual beli tersebut yang
berbeda-beda. Imam Abu Hanifah, Imam Malik dan Imam Ahmad
tidak membolehkan jual beli tersebut. Sedangkan –sebagaimana
dinukil dari Imam Asy Syafi’i rahimahullah-, beliau membolehkannya
karena beliau hanya melihat dari akad secara lahiriyah, sehingga
menganggap sudah terpenuhinya rukun dan tidak memperhatikan
adanya niat di balik itu. Namun yang tepat, jual beli ‘inah dengan
gambaran yang kami sebutkan di atas adalah jual beli yang
diharamkan. Di antara alasannya:
Pertama: Untuk menutup rapat jalan menuju transaksi
riba. Jika jual beli ini dibolehkan, sama saja membolehkan kita
menukarkan uang 200 juta dengan 170 juta namun yang salah
satunya tertunda. Ini sama saja riba.
Kedua: Larangan jual beli ‘inah disebutkan dalam hadits,
‫َذا‬
‫ﻢِإ‬ْ‫ُﺘ‬
‫ْﻌ‬
‫َﻳ‬‫َﺒﺎ‬
‫ِﺔَﺗ‬‫َﻨ‬
‫ِﻌﻴ‬
‫ْﻟ‬
‫ﻢِﺑا‬ْ‫ُﺗ‬
‫ْﺬ‬
َ‫َأ‬
‫ﺧ‬ ‫ب َو‬
َ‫َﻧﺎ‬‫ْذ‬
‫ِﺮَأ‬‫َﻘ‬
‫َﺒ‬
‫ْﻟ‬
‫ﻢ ا‬ْ‫ُﺘ‬
‫ﺿﻴ‬
ِ‫َر‬
‫ع َو‬
ِ‫ْر‬
َ
‫ّﺰ‬
‫ﻢِﺑاﻟ‬
ُ‫ُﺘ‬
‫ْﻛ‬
‫َﺮ‬
‫َﺗ‬
‫َد َو‬
‫َﻬﺎ‬
ِ‫ْﻟ‬
‫ﺠ‬ ‫ﻂ ا‬
َ‫ّﻠ‬
َ
َ ‫ُﻪ‬
‫ﺳ‬ َ
‫ّﻠ‬
‫اﻟ‬
ْ‫ُﻜ‬
‫ﻢ‬ ‫ْﻴ‬
‫َﻠ‬
َّ
‫ﻋ‬ ‫َُذﻻ‬
ً ‫ُﻪ ﻻ‬ُ‫ِﺰ‬
‫ﻋ‬ ‫ْﻨ‬‫ّﺘﻰَﻳ‬
ََ ‫ُﻌﻮا‬
‫ﺣ‬ ِ‫ْﺮ‬
‫ﺟ‬ ‫َﻟﻰَﺗ‬‫ﻢِإ‬ْ‫ُﻜ‬‫ِﻨ‬
‫ِدﻳ‬
“Jika kalian berjual beli dengan cara 'inah, mengikuti ekor sapi
(maksudnya: sibuk dengan peternakan), ridha dengan bercocok
tanam (maksudnya: sibuk dengan pertanian) dan meninggalkan jihad
(yang saat itu fardhu ‘ain), maka Allah akan menguasakan kehinaan
atas kalian. Allah tidak akan mencabutnya dari kalian hingga kalian
kembali kepada agama kalian” (HR. Abu Daud no. 3462. Syaikh Al
Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih. Lihat ‘Aunul Ma’bud, 9:
242).

2. Jual beli kredit lewat pihak ketiga (leasing)


Jual beli secara kredit asalnya boleh selama tidak
melakukan hal yang terlarang. Namun perlu diperhatikan bahwa
kebolehan jual beli kredit harus melihat beberapa kriteria. Jika
tidak diperhatikan, seseorang bisa terjatuh dalam jurang riba.
Kriteria pertama, barang yang dikreditkan sudah menjadi
milik penjual (bank). Kita contohkan kredit mobil. Dalam kondisi
semacam ini, si pembeli boleh membeli mobil tadi secara kredit
dengan harga yang sudah ditentukan tanpa adanya denda jika
mengalami keterlambatan. Antara pembeli dan penjual bersepakat
kapan melakukan pembayaran, apakah setiap bulan atau semacam
itu. Dalam hal ini ada angsuran di muka dan sisanya dibayarkan di
belakang.
Kriteria kedua, barang tersebut bukan menjadi milik si
penjual (bank), namun menjadi milik pihak ketiga. Si pembeli
meminta bank untuk membelikan barang tersebut. Lalu si pembeli
melakukan kesepakatan dengan pihak bank bahwa ia akan membeli
barang tersebut dari bank. Namun dengan syarat, kepemilikan barang
sudah berada pada bank, bukan lagi pada pihak ketiga. Sehingga
yang menjamin kerusakan dan lainnya adalah bank, bukan lagi pihak
ketiga. Pada saat ini, si pembeli boleh melakukan membeli barang
tersebut dari bank dengan kesepakatan harga. Namun sekali lagi, jual
beli bentuk ini harus memenuhi dua syarat: (1) harganya jelas di
antara kedua pihak, walau ada tambahan dari harga beli bank dari
pihak ketiga, (2) tidak ada denda jika ada keterlambatan angsuran

3. Jual beli utang dengan utang


Bentuknya adalah seseorang membeli sesuatu pada
yang lain dengan tempo, namun barang tersebut belum diserahkan.
Ketika jatuh tempo, barang yang dipesan pun belum jadi. Ketika itu si
pembeli berkata, “Jualkan barang tersebut padaku hingga waktu
tertentu dan aku akan memberikan tambahan”. Jual beli pun terjadi,
namun belum ada taqobudh (serah terima barang). Bentuk jual beli
adalah menjual sesuatu yang belum ada dengan sesuatu yang belum
ada. Dan di sana ada riba karena adanya tambahan.
Dari Ibnu ‘Umar RA ia berkata:
َ‫ﻰَأ‬
ّ
‫ن‬ َ‫ِﺒ‬
ّ َ
‫ّﻨ‬
‫ﺻﻠﻰ اﻟ‬- ‫ ﻋﻠﻴﻪ ﷲ‬-‫َﻬﻰ وﺳﻠﻢ‬‫ﻦَﻧ‬
ْ‫ﻋ‬َ‫ِﻊ‬
‫ْﻴ‬
‫ﺊَﺑ‬
ِ‫ِﻟ‬
‫َﻜا‬
‫ْﻟ‬
‫ﺊ ا‬
ِ‫ِﻟ‬
‫َﻜا‬
‫ْﻟ‬
‫ِﺑا‬
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang dari jual beli utang
dengan utang” (HR. AD Daruquthni 3: 71, 72. Syaikh Al Albani
mengatakan bahwa hadits ini dho’if sebagaimana dalam Dho’iful
Jaami’ 6061).
Namun makna hadits ini benar dan disepakati oleh para ulama, yaitu
terlarang jual beli utang dengan utang.Karena sebab inilah dalam jual
beli salam (uang dahulu, barang belakangan), berlaku aturan uang
secara utuh diserahkan di muka, tidak boleh ada yang tertunda.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Orang mukmin yang kuat dalam beriman, badan dan
kekayaan lebih di cintai oleh Allah karena dengan demikian Ia lebih
banyak memamfaatkan waktunya untuk beraktifitas yang member
mamfaat kepada orang lain. Berandai-andai tidak di benarkan karena
bisa mendahului kehendak Allah dan ini sangat sama dengan
perbuatan setan yang selalu melakukan pengandaian dan sangat
tidak bersyukur dengan apa yang telah di karuniai oleh Allah.

B. Kritik dan Saran


Demikian makalah ini saya selesaikan sebagai salah satu
tugas perkuliahan pada semester tiga ini. Namun saya sebagai
penyusun, menyadari terdapat kekurangan maupun kekhilafan atau
kesalahan, baik dalam penyelesaian maupun pemaparan dari
makalah saya ini.
Dari itu, saya sangat mengharap dari para pembaca atau pendengar
sekalian, baik teman-teman maupun Bapak Dosen sebagai
pembimbing dalam mata kuliah ini, untuk turut serta dalam
memberikan kritik yang membangun dan saran yang baik tentunya
agar kedepannya nanti saya akan dan bisa menjadi lebih maju dan
baik dari sebelumnya. Amin…ya rabbal ‘alamin !

DAFTAR PUSTAKA

Al-Nawawi, Daqiqi al-Ied, al-Sa’di , al-Utsaimin, al-Durrah al-Salafiyah


Syarah al- Arba’in al- Nawawi, Cairo: Markaz Fajar
Aqil Munawwar, Said Al-Qur`an Membangun Tradisi Kesalehan Hakiki,
Ciputat Press Jakarta, Cetakan ke 2 Agustus 2002
Ahmad Ash Showy (et.al) Mukjizat Al-Qur`an dan As-Sunnah tentang
IPTEK, GP Jakarta cet. Ke IV 1999
Maulana Muhammad Ali, The Religion of Islam, Lahore, The
Ahmadiyah Anjuman Isha’at Islam, 1950, hlm. 721.
Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam, Bandung, Sinar Baru Algensindo, 2006,
hlm. 290

Anda mungkin juga menyukai