Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH PARASITOLOGI

NEMATHELMINTHES
BRUGIA MALAYI DAN BRUGIA TIMORI

Disusun oleh :
AUFA IRAH QOONITAH MUHAMMAD DHANY ALFARIZI
DELIA ARISKA KARINDRA REFTI MINI SARI
DEWAN AJIE PRANATA SILFIAN STIFFANY
DIANA NOVITA ULFA SAFITRI
FEMY ADE FRELEA YURINA PUSPITA
INDAH LESTARI ZULFA ANISAH
MELLA OKTASARI

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES BENGKULU
PROGRAM STUDI D III TEKNOLOGI LAORATORIUM MEDIS
JURUSAN ANALIS KESEHATAN
TAHUN 2019
KATA PENGANTAR
Puji Syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat dan
karuniaNya, makalah ini dapat terselesaikan dengan baik dan tepat pada waktunya. Adapun
tujuan penulisan makalah ini adalah untuk membahas tentang Nematoda Jaringan spesies Brugia
Malayi dan Brugia Timori. Dengan membuat tugas ini penulis diharapkan mampu untuk lebih
mengerti tentang Brugia Malayi dan Brugia Timori.
Penulis sadar, sebagai seorang mahasiswa yang masih dalam proses pembelajaran,
penulisan makalah ini masih banyak kekurangannya. Oleh karena itu, penulis sangat
mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca guna penulisan makalah yang lebih baik lagi.
Penulis berharap semoga makalah yang sederhana ini, dapat memberikan pengetahuan
yang lebih bagi para pembaca.

Bengkulu , Oktober 2019

Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Brugia malayi dan brugia timori merupakan salah satu jenis parasit yang seringkali
menjadi endemik di sebagian wilayah di Republik Indonesia. Penyakit yang disebabkan
oleh brugia malayi dan brugia timori dinamakan filariasis.Atau yang oleh masyarakat
awam, penyakit filariasis disebut juga sebagai penyakit kaki gajah. Sebenarnya ada 3
parasit yang menyebabkan penyakit kaki gajah atau filariasis,nama parasit itu yakni
wuchereria branchofti. Tetapi dalam makalah ini hanya membahas parasit Brugia Malayi
dan Brugia Timori.
Masing-masing jenis parasit mempunyai habitat, morfologi, fase penyakit yang
berbeda-beda,serta mempunyai cara diagnosis yang berbeda dalam menentukan apakah
jenis parasit yang ada di dalam tubuh seorang pasien. Sebagai seorang analis kesehatan
pentinglah bagi kita untuk mengetahui perbedaan dari masing-masing jenis parasit. Karena
hal tersebut yang akan menentukan jenis obat yang diberikan oleh dokter.
Apabila seorang analis kesehatan melakukan kesalahan dalam penentuan jenis
parasit yang ada dalam tubuh pasien, maka akan berakibat kesalahan pada dokter dalam
menentukan jenis obat kepada pasien tersebut. Apalagi parasit brugia malayi dan brugia
tomori merupakan parasit yang sering ditemui di Indonesia. Hal ini menjadi sangat penting
untuk diketahui.
Penulis disini ingin memberikan sedikit wawasan kepada para pembaca tentang
perbedaan parasit brugia malayi dan brugia timori

1.2 Rumusan Masalah


 Bagaimana parasit brugia malayi dan brugia timori?

1.3 Tujuan
 Untuk mengetahui apa itu parasit brugia malayi dan brugia timori.
BAB II
PEMBAHASAN

BRUGIA MALAYI

Hospes definitif : Manusia, anjing, kucing, kera, lutung


Hospes perantara/vektor : Nyamuk (Anophels, Aedes, Mansonia)
Habitat :
 Cacing dewasa : Saluran dan kelenjar limfe
 Mikrofilaria : Darah dan limfe
Penyakit : Brugiasis malayi, Filariasis malayi, kaki gajah tipe malayi
Distribusi geografik : Asia (Asia Tenggara, India sampai ke Jepang
Di Indonesia : Sumatera sampai Seram
Gambar cacing dewasa Brugia Malayi dan Brugia Timori

Cacing jantan Cacing betina


Pengertian
Brugia malayi adalah nematoda (cacing gelang), salah satu dari tiga agen penyebab
filariasis limfatik pada manusia. Filariasis limfatik, juga dikenal sebagai kaki gajah , adalah
kondisi yang ditandai oleh pembengkakan pada tungkai bawah. Dua penyebab filaria lain dari
filariasis limfatik adalah Wuchereria bancrofti dan Brugia timori , yang berbeda dari B.Malayi
morfologis, gejalanya, dan dalam batas geografis.

Penyebaran brugiasis
Cacing dewasa hidup di dalam saluran dan pembuluh limfe, sedangkan mikrofilaria
dijumpai didalam darah tepi hospes definitif. Bentuk cacing dewasa mirip bentuknya dengan W.
bancrofti, sehingga sulit dibedakan. Panjang cacing betina Brugia malayi dapat mencapai 55
mm, dan cacing jantan 23 cm. Brugia timori betina panjang badannya sekitar 39 mm dan yang
jantan panjangnya dapat mencapai 23 mm.
Mikrofilaria Brugia mempunyai mempunyai selubung, panjangnya dapat mencapai 260
mikron pada B.malayi dan 310 mikron pada B.timori. Ciri khas mikrofilaria B. malayi adalah
bentuk ekornya yangn mengecil, dan mempunyai dua inti terminal, sehingga mudah dibedakan
dari mikrofilaria W. bancrofti.
Brugia ada yang zoonotik, tetapi ada yang hanya hidup pada manusia. pada Brugia malayi
bermacam-macam, ada yang nocturnal periodic, nocturnal subperiodic, atau non periodic. Brugia
timori bersifat periodik nokturna.
Nyamuk yang dapat menjadi vektor penularannya adalah Anopheles (vektor brugiasis non
zoonotik) atau mansonia (vektor brugiasis zoonotik).

Vektor dan Epidemiologi


Brugia timori merupakan spesies baru yang ditemukan di Indonesia sejak 1965, yang
ditularkan oleh vektor yaitu Anopheles barbirostris yang berkembang biak di daerah sawah, baik
di dekat pantai maupun di daerah pedalaman. Brugia timori hanya terdapat di Indonesia Timur di
Pulau Timor, Flores, Rote, Alor dan beberapa pulau kecil di Nusa Tenggara Timur.
Siklus kehidupan Brugia malayi (Filaria malayi)

Siklus hidup Brugia malayi mirip dengan W. Bancrofti , memerlukan 6-8 hari untuk
perkembangan vektor. Siklus hidup parasit ini sama dengan siklus hidup Wuchereria
bancrofti. Mikrofilaria masuk ke dalam tubuh manusia dengan melalui gigitan nyamuk (dari
genus Mansonia, Culex, Aedes, dan Anopheles). Mikrofilaria masuk ke dalam saluran limfa dan
menjadi dewasa → cacing jantan dan betina melakukan kopulasi → cacing gravid mengeluarkan
larva mikrofilaria → mikrofilaria hidup di pembuluh darah dan pembuluh limfa → mikrofilaria
masuk ke dalam tubuh nyamuk saat nyamuk menghisap darah manusia → mikrofilaria
berkembang menjadi larva stadium 1 → larva stadium 2 → larva stadium 3 dan siap ditularkan.

i.i Gambar siklus kehidupan Brugia malayi (Filaria malayi).

Patofisiologi
Brugia timori / malayi ditularkan oleh An. barbirostris. Didalam tubuh nyamuk betina,
mikrofilaria yang terisap waktu menghisap darah akan melakukan penetrasi pada dinding
lambung dan berkembang dalam otot thorax hingga menjadi larva filariform infektif, kemudian
berpindah ke proboscis. Saat nyamuk menghisap darah, larva filariform infektif akan ikut
terbawa dan masuk melalui lubang bekas tusukan nyamuk di kulit. Larva infektif tersebut akan
bergerak mengikuti saluran limfa dimana kemudian akan mengalami perubahan bentuk sebanyak
dua kali sebelum menjadi cacing dewasa.

GAMBAR MIKROFILARIA BRUGIA MALAYI

Gejala Klinis
Stadium akut ditandai dengan serangan demam dan gejala peradangan saluran dan
kelenjar limfe, yang hilang timbul berulang kali. Limfadenitis biasanya mengenai kelenjar limfe
inguinal di satu sisi dan peradangan ini sering timbul setelah penderita bekerja berat di ladang
atau di sawah. Limfadenitis biasanya berlangsung 2-5 hari dan dapat sembuh dengan sendirinya.
Kadang perandangan limfe ini dapat menjalar ke bawah, mengenai saluran limfe dan
menimbulkan limfangitis retrograd, yang bersifat khas pada filariasis. Peradangan pada saluran
limfe ini dapat terlihat sebagai garis merah yang menjalar ke bawah dan peradangan ini dapat
pula menjalar ke jaringan sekitarnya, menimbulkan infiltrasi pada seluruh paha atas. Pada
stadium ini tungkai bawah biasanya ikut membengkak dan menimbulkan gejala limfedema.
Limfadenitis biasanya berkembang menjadi bisul, pecah menjadi ulkus. Ulkus pada pangkal
paha ini bila sembuh meninggalkan bekas sebagai jaringan parut. Dan tanda ini merupakan salah
satu gejala obyektif filariasis limfatik. Limfadenitis dengan gejala komplikasinya dapat
berlangsung beberapa minggu sampai tiga bulan lamanya.
Pada filariasis brugia, sistem limfe alat kelamin tidak pernah terkena, lambat laun
pembengkakan tungkai tidak menghilang pada saat gejala peradangan sudah sembuh, akhirnya
timbullah elefantiasis. Kecuali kelenjar limfe inguinal, kelenjar limfe lain di bagian medial
tungkai, di ketiak dan di bagian medial lengan juga sering terkena. Pada filariasis brugia,
elefantiasis hanaya mengenai tungkai bawah, di bawah lutut, atau kadang-kadang lengan bawah
di bawah siku. Alat kelamin dan payudara tidak pernah terkena, kecuali di daerah filariasis
brugia yang bersamaan dengan filariasis bankrofti. Kiluria bukan merupakan gejala klinis
filariasis brugia.

Pengobatan brugiasis
Hingga sekarang DEC masih merupakan obat pilihan. Dosis yang dipakai di beberapa
negara Asia berbeda-beda. Di Indonesia dosis yang dianjurkan adalah 5 mg/kg berat badan/hari
selama 10 hari. Efek samping DEC pada pengobatan filariasis brugia jauh lebih berat, bila
dibandingkan dengan yang terdapat pada pengobatan filariasis bankrofti. Untuk pengobatan
masal pemberian dosis standard dan dosis tunggal tidak dianjurkan. Yang dianjurkan adalah
pemberian dosis rendah jangka panjang (100 mg/minggu selama 40 minggu) atau garam DEC
0,2 – 0,4 % selama 9 – 12 bulan. Pengobatan dengan iver mektin sama dengan pada filariasis
bankrofti. Untuk mendapatkan hasil penyembuhan yang sempurna, pengobatan ini perlu diulang
beberapa kali. Stadium mikrofilaremia, gejala peradangan dan limfedema dapat disembuhkan
dengan pengobatan DEC. Kadang elefantiasis dini dan beberapa kasus elefantiasis lanjut dapat
diobati dengan DEC.

Pencegahan brugiasis
Tindakan pencegahan brugiasis sesuai dengan upaya pencegahan pada filariasis bancrofti, yaitu
pengobatan penderita, pengobatan masal penduduk didaerah endemik, pencegahan pada
pendatang dan pemberantasan vektor penular filariasis malayi.
BRUGIA TIMORI

Hospes definitif : Manusia.

Hospes perantara/vektor : Nyamuk Anopheles barbirostris.

Habitat :
 Cacing dewasa : Saluran dan kelenjar limfe
 Mikrofilaria : Darah dan limfe
Mikrofilaria : Darah dan limfe
Penyakit : Brugiasis malayi, Filariasis malayi, kaki gajah tipe malayi
Distribusi geografik : Asia, dari India sampai Jepang, termasuk Indonesia (Pulau
Timor, Flores, Rote, Alor dan beberapa pulau kecil di Nusa
Tenggara Timur)

Siklus hidup
Siklus hidupnya mirip dengan W banrofti. Waktu yang diperlukan untuk perkembangan
vector 6,8-8,5 hari. Periodisitas mikrofilaria Brugia timori adalah bersifat periodik
nokturna, dimana mikrofilaria ditemukan dalam darah tepi pada malam hari dengan konsentrasi
maksimal pada pukul 22.00 hingga 02.00.
Daur hidup Brugi timori cukup panjang. Masa pertumbuhannya di dalam nyamuk kurang
lebih 10 hari dan pada manusia kurang lebih 3 bulan. Di dalam tubuh nyamuk, parasit ini juga
mengalami dua kali pergantian kulit, berkembang dari larva stadium I menjadi larva stadium II
dan III.
Brugia timori hanya terdapat pada manusia. Manusia yang mengandung parasit selalu
dapat menjadi sumber infeksi bagi orang lain yang rentan (suseptibel). Biasanya pendatang baru
ke daerah endemi (transmigran) lebih rentan terhadap infeksi filariasis dan lebih menderita
daripada penduduk asli. Pada umumnya laki-laki lebih banyak yang terkena infeksi, karena lebih
banyak kesempatan untuk mendapat infeksi (exposure). Juga gejala penyakit lebih nyata pada
laki-laki, karena pekerjaan fisik yang lebih berat. Penyakit yang disebabkan oleh Brugia timori
disebut filariasis timori.

Epidemiologi
Cacing dewasa hidup di dalam saluran dan pembuluh limfe, sedangkan
microfilaria di jumpai didalam darah tepi hospes definitif. Bentuk cacing dewasa
mirip bentuknya dengan W. bancrofti, sehingga sulit dibedakan. Panjang cacing
betina Brugia malayi dapat mencapai 55 mm, dan cacing jantan 23 cm. Brugia
timori betina panjang badannya sekitar 39 mm dan yang jantan panjangnya dapat
mencapai 23 mm.

Mikrofilaria Brugia mempunyai mempunyai selubung, panjangnya dapat


mencapai 260 mikron pada B. malayi dan 310 mikron pada B.timori. Ciri khas
mikrofilaria B.malayi adalah bentuk ekornya yang mengecil, dan mempunyai dua inti ter
minal, sehingga mudah dibedakan dari mikrofilaria W. bancrofti.

Brugia ada yang zoonotik, tetapi ada yang hanya hidup pada manusia.
Pada Brugia malayi bermacam-macam, ada yang nocturnal periodic, nocturnal
subperiodic, atau non periodic. Brugia timori bersifat periodic nokturna.

Nyamuk yang dapat menjadi vector penularannya adalah Anopheles


(vektor brugiasis non zoonotik) atau mansonia (vector brugiasis zoonotik)

Patofisiologi
Brugia timori ditularkan oleh An. barbirostris. Didalam tubuh nyamuk betina,
mikrofilaria yang terisap waktu menghisap darah akan melakukan penetrasi pada dinding
lambung dan berkembang dalam otot thorax hingga menjadi larva filariform infektif, kemudian
berpindah ke proboscis. Saat nyamuk menghisap darah, larva filariform infektif akan ikut
terbawa dan masuk melalui lubang bekas tusukan nyamuk di kulit. Larva infektif tersebut akan
bergerak mengikuti saluran limfa dimana kemudian akan mengalami perubahan bentuk sebanyak
dua kali sebelum menjadi cacing dewasa.

Gejala Klinis
Stadium akut ditandai dengan serangan demam dan gejala peradangan saluran dan
kelenjar limfe, yang hilang timbul berulang kali. Limfadenitis biasanya mengenai kelenjar limfe
inguinal di satu sisi dan peradangan ini sering timbul setelah penderita bekerja berat di ladang
atau di sawah. Limfadenitis biasanya berlangsung 2-5 hari dan dapat sembuh dengan sendirinya.
Kadang perandangan limfe ini dapat menjalar ke bawah, mengenai saluran limfe dan
menimbulkan limfangitis retrograd, yang bersifat khas pada filariasis. Peradangan pada saluran
limfe ini dapat terlihat sebagai garis merah yang menjalar ke bawah dan peradangan ini dapat
pula menjalar ke jaringan sekitarnya, menimbulkan infiltrasi pada seluruh paha atas. Pada
stadium ini tungkai bawah biasanya ikut membengkak dan menimbulkan gejala limfedema.
Limfadenitis biasanya berkembang menjadi bisul, pecah menjadi ulkus. Ulkus pada pangkal
paha ini bila sembuh meninggalkan bekas sebagai jaringan parut. Dan tanda ini merupakan salah
satu gejala obyektif filariasis limfatik. Limfadenitis dengan gejala komplikasinya dapat
berlangsung beberapa minggu sampai tiga bulan lamanya.
Pada filariasis brugia, sistem limfe alat kelamin tidak pernah terkena, lambat laun
pembengkakan tungkai tidak menghilang pada saat gejala peradangan sudah sembuh, akhirnya
timbullah elefantiasis. Kecuali kelenjar limfe inguinal, kelenjar limfe lain di bagian medial
tungkai, di ketiak dan di bagian medial lengan juga sering terkena. Pada filariasis brugia,
elefantiasis hanaya mengenai tungkai bawah, di bawah lutut, atau kadang-kadang lengan bawah
di bawah siku. Alat kelamin dan payudara tidak pernah terkena, kecuali di daerah filariasis
brugia yang bersamaan dengan filariasis bankrofti. Kiluria bukan merupakan gejala klinis
filariasis brugia.

Diagnosis
Diagnosis dibuat berdasarkan gejala klinis dan dibuktikan dengan menemukan
mikrofilaria di dalam darah tepi.
1. Diagnosis parasitologi : sama dengan pada filariasis bankrofti, kecuali sampel berasal dari darah
saja.
2. Radiodiagnosis umumnya tidak dilakukan pada filariasis malayi.
3. Diagnosis imunologi belum dapat dilakukan pada filariasis malayi.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
 Brugia malayi & Brugia timori merupakan dua spesies nematoda jaringan yang
merupakan parasit penyebab filariasis limfatik.
 Filariasis limfatik, juga dikenal sebagai kaki gajah, adalah kondisi yang ditandai oleh
pembengkakan pada tungkai bawah.
Secara umum perbedaan Brugia Malayi dan Brugia Timori :

Brugia Malayi Brugia Timori

Pada pewarnaan giemsa, sarung pada Pada pewarnaan giemsa, sarung pada
mikrofilaria terlihat (berwarna pink), mikrofilaria tidak terlihat (berwarna pink
mikrofilaria mempunyai ukuran lebih pendek pucat), Mikrofilaria pada brugia malayi lebih
220 µm panjang ukurannya 310 µm

Jumlah inti di ekor mikrofilaria Brugia malayi 2 Jumlah inti di ekor mikrofilaria Brugia timori 5
– 5 buah – 8 buah

Brugia malayi bersifat periodik nocturnal dan Brugia Timori bersifat periodik nocturnal
sub periodik nocturnal

Vektor penular : Anopheles Barbirostris, Vektor penular : Anopheles Barbirostris


Mansonia spp, Mansonia Bonneae, Mansonia.
dives

Hospes definitif : Manusia, kucing, kera, dan Hospes definitif : Manusia


mamalia

Distribusi geografis : India dan Asia Tenggara Distribusi geografis : Nusa Tenggara Timur,
Timor Leste
DAFTAR PUSTAKA

Gandahusada, Srisasi,dkk. 2004. ParasitologiKedokteran. Jakarta : FKUI. Ed III.


Gracia,LyneS.,Bruckner,DavidA..1996. DiagnostikParasitologiKedokteran. Jakarta:EGC
Suryanto, dr. Sp.PK. 2006. Sistem Hematologi & Limfatika. Yogyakarta : UMY
Craig, C.F., et al. 1970. Craig and Faust’s Clinical Parasitology. Michigan : Lea & Febiger CDC. Lymphatic
Filariasis.
http://www.cdc.gov/parasites/lymphaticfilariasis/
https://medlab.id/brugia-malayi/

Anda mungkin juga menyukai