Anda di halaman 1dari 32

PENDEKATAN-PENDEKATAN KONSELING

A. PENDEKATAN KONSELING BEHAVIORISME


Sejarah konseling behavioral bermula dari Ivan Sechenov (1829-1905),
seorang ahli fisiologi Rusia, yang dalam hipotetiknya (1963) memandang fungsi-
fungsi otak sebagai pancaran reflek yang terdiri atas tiga komponen yaitu input
sensorik, proses, dan efferent outflow. Sechenov berkeyakinan bahwa tingkah laku
terdiri atas respon-respon terhadap stimulasi-stimulasi dengan interaksi-interaksi
dari ransangan dan hambatan yang beroperasi pada bagian sentral dari pancaran
reflek.
Konseling behaviorisme merupakan konseling yang mengetengahkan proses
belajar pada proses konselingnya. Teori-teori tentang hukun-hukum belajar pun
menjadi corak khas dalam memodifikasi tingkah laku klien. Sebagai proses belajar,
pengertian belajar diartikan sebagai “suatu perubahan dalam perbuatan atau dalam
melakukan sesuatu yang berhubungan dengan beberapa pengalaman”.
Bahaviorisme memandang bahwa semua respon yang mendatangkan akibat adalah
penanda terjadinya proses belajar. Selain itu, penegasan yang terpenting dari
behavioral terletak pada perhatian mereka yang hanya tertuju pada sesuatu yang
dapat diamati secara ilmiah, yang memungkinkan terjadinya pengukuran. Ukuran
yang dimaksud terletak pada suatu respon (perilaku) dan akibat yang mengikuti
respon.
Konseling behaviorisme menaruh perhatian pada upaya perubahan perilaku.
Saat ini konseling behaviorisme berkembang pesat dengan ditemukannya sejumlah
teknik-teknik pengubahan perilaku, baik yang menekankan pada aspek fisiologis,
perilaku, maupun kognitif (Hackmann, 1993), terapi behaviorisme dapat menangani
masalah perilaku mulai dari kegagalan individu untuk belajar merespon secara
adaptif hingga mengatasi gejala neurosis. Karena itu, dalam realitas behaviorisme,
tidak ada dan tidak akan pernah ada kebebasan memilih, yang ada hanya hukum
perangsang dan jawaban terhadap perangsang (The law of stimulus and respon).
Jikapun ada kebebasan memilih, itu hanya karena individu sudah dipengaruhi atau
dikondisikan untuk mempercayai itu.

1
B. TEORI PERKEMBANGAN TINGKAH LAKU
1. Hakikat Manusia
Aliran behavioris memandang manusia sebagai mahluk yang reaktif yang
tingkah lakunya dikontrol oleh faktor-faktor luar. Perubahan yang terjadi pada diri
manusia merupakan indikasi adanya proses belajar. Behaviorisme mempunyai
asumsi dasar mengenai perkembangan kepribadian sebagai tingkah laku yang
diperoleh dari belajar sebagai reaksi atas interaksi terhadap lingkungan yang
didalamnya berlangsung hukum-hukum belajar (pembiasaan klasik, pembiasaan
operant, dan peniruan).
Hakikat manusia berdasarkan pandangan ini merupakan mahluk heriditas yang
netral (tidak baik dan tidak jahat) yang membawa seperangkat kebutuhan yang akan
diakomodasikannya dalam lingkungan dimana mereka berada. Karenanya,
keberadaan manusia akan sangat bergantung pada situasi lingkungan (internal dan
eksternal) sebagai pembentuk kepribadian. Interaksi terhadap lingkungan sebagai
suatu proses pembelajaran dan kemasakan juga merupakan intervensi yang
menempatkan manusia sebagai produsen sekaligus sebagai hasil lingkungan.
2. Perkembangan Tingkah Laku yang Tepat
Perbedaan antara tingkah laku yang tepat atau tidak tepat sebenarnya tidak
hanya terdapat pada bagaimana tingkah laku itu dipelajari secara tepat, melainkan
juga pada tingkat kesesuaiannya terhadap tuntutan lingkungan yang ditempati
individu. Tingkat kesesuaian ini selanjutnya akan menentukan apakah individu akan
menerima kepuasan dengan tingkah laku tersebut atau sebaliknya akan
menimbulkan konflik, karena ketidaksesuaiannya.
Interaksi individu dengan lingkungan ditentukan bentuknya oleh tujuan-tujuan
baik yang berasal dari individu maupun terkadang dipaksakan oleh lingkungan.
Tujuan akan menjadi pendoronga atau motivasi manusia dalam bertingkah laku.
Adapun motivasi bertingkah laku dikembangkan melalui pengalaman, sehingga
dapat dibangun seperangkat motiv dan kebutuhan yang terdiferensiasi secara
teratur.
Mengenai tingkah laku yang ditentukan oleh tujuan, behaviorisme memandang
bahwa tujuan merupakan kebutuhan yang ingin dicapai melalui proses belajar.
Tujuan yang semula diasosiasikan dengan penguatan fisiologik, akan mencapai
kemasakan seiring dengan interaksi manusia terhadap lingkungannya. Jika

2
kebutuhan yang satu telah dicapai, maka kebutuhan lain akan muncul sebagai
pengiring bagi kebutuhan selanjutnya, sekaligus merupakan hasil asosiasi dari
tujuan sebelumnya. Melalui proses yang sedemikian ini, akan dipahami bahwa
kebutuhan yang dipelajari itu berkembang dan membentuk diferensiasi dan
tergeneralisasi dari yang spesifik (primer) sampai pada kebutuhan yang umum
(sekunder).
Ruther (Hansen, 1977, hal 171) mengemukan tiga sifat umum dari kebutuhan
yang dipelajari manusia yaitu :
a. Need Potential ; yaitu kekuatan yang dimiliki oleh kebutuhan untuk menarik
tingkah laku kearahnya. Individu akan merespon terhadap kebutuhan yang lebih
kuat (potensial), dan berada dalam konflik apabila kebutuhan itu seimbang.
b. Freedom of Movement ; yaitu individu mempunyai keyakinan bahwa tingkah
laku tertentunya akan menghasilkan suatu yang diharapkan. Walaupun respon
selalu tertuju pada stimulus tertentu, ia tetap dapat mengontrol dirinya sendiri.
Artinya, individu akan bebas memilih respon atau sebaliknya bebas memilih
stimulus mana yang akan direspon tanpa peduli sekecil apapun potensi
kebutuhannya, sehingga sampai pada tujuan yang berharga bagi dirinya.
c. Need Value ; yaitu nilai yang berkembang dalam diri individu mengenai
kebutuhan. Derajat kebutuhan dalam diri individu ini membuatnya lebih memilih
kepuasan dibandingkan dengan yang lain. Karena pada situasi tertentu
kebutuhan atau tujuan itu dinilai lebih berharga.

3. Perkembangan Tingkah Laku yang Tidak Tepat


Sebagaimana tingkah laku tepat yang merupakan kebutuhan yang dipelajari
secara tepat, tingkah laku yang tidak tepatpun menurut aliran behavior juga
merupakan sesuatu yang dipelajari, dan pernah manjadi jalan untuk memenuhi
kebutuhannya (reinforcement yang diperoleh individu dipandang sebagai
pemenuhan kebutuhan). Persoalannya hanya terdapat pada perilaku tersebut tidak
dan atau kurang sesuai dengan tuntutan lingkungan yang menghendaki diri berlaku
tepat. Meskipun demikian, individu tetap memperoleh kepuasan dari tingkah laku
yang ditampilkan tersebut.
Pandangan behavioris tentang perilaku sesuai atau malasuai (tepat atau tidak
tepat) berada pada satu titik keyakinan bahwa semua perilaku tersebut adalah

3
sesuatu yang dipelajari melalui proses pembelajaran. Karena pada dasarnya tingkah
laku manusia adalah usaha untuk memodifikasi situasi untuk mencapai kepuasan
yang setinggi-tingginya. Adapun garis kepuasan berada pada pemenuhan
kebutuhan yang tergenerasasi secara terus menerus (akhirnya membentuk
diferensiasi kebutuhan) yang mendapat penguatan (reinforcement).
Pengalaman masa kecilpun akan sangat penting dalam perkembangan hierarki
kebutuhan, meskipun hierarki itu terus menerus mendapat revisi sepanjang
hidupnya. Interaksi terhadap lingkungan juga akan menempatkan hierarki kebutuhan
itu ada yang diperkuat, dipelajari baru, dilemahkan, dan dihapus, hingga individu
berada pada kemasakan dan mampu menempatkan self-reinforcement menjadi
reinforcement yang paling kuat.
Intinya, pandangan behavioris tentang perilaku tepat atau tidak tepat berada
pada satu titik keyakinan bahwa semua perilaku tersebut adalah sesuatu yang
dipelajari melalui proses pembelajaran. Karena pada dasarnya tingkah laku manusia
adalah usaha untuk memodifikasi situasi untuk mencapai kepuasan yang setinggi-
tingginya. Adapun garis kepuasan berada pada pemenuhan kebutuhan yang
tergenerasasi secara terus menerus (akhirnya membentuk diferensiasi kebutuhan)
yang mendapat penguatan (reinforcement).
Pengalaman masa kecilpun akan sangat penting dalam perkembangan hierarki
kebutuhan, meskipun hierarki itu terus menerus mendapat revisi sepanjang
hidupnya. Interaksi terhadap lingkungan juga akan menempatkan hierarki kebutuhan
itu ada yang diperkuat, dipelajari baru, dilemahkan, dan dihapus, hingga individu
berada pada kemasakan dan mampu menempatkan self-reinforcement menjadi
reinforcement yang paling kuat.

C. KONSEP-KONSEP DALAM KONSELING


Fokus pendekatan konseling behavioral adalah terletak pada konsep-konsep
pokok tentang tingkah laku baru yang ingin dipelajari dari suatu kondisi yang tidak
sesuai. Pengubahan dilakukan dalam proses pembelajaran, teknik yang dirakit
secara individual dan bernuansa ilmiah. Namun, sebelum sampai pada treatment
konseling tersebut, pendekatan lain yang tak kalah penting untuk diperhatikan
adalah sebagai berikut :

4
1. Pemusatan konseling yang berpusat pada tingkah laku yang tampak dan khusus,
yaitu proses konseling merupakan pendekatan induktif yang menerapkan metode
eksperimen dalam proses terapeutik. Hal utama yang mesti dilakukan adalah
menyaring dan memisahkan tingkah laku yang bermasalah itu dan membatasi
secara khusus perubahan apa yang dikehendaki. Deskripsi umum yang samar-
samar tentang tingkah laku tidak bermanfaat untuk dijadikan titik berangkat dari
konseling dan tidak dapat dijadikan pembatas.
Untuk sampai pada tataran ini, fungsi dan peranan konselor dalam
konseling adalah bersifat aktif dan direktif dalam treatment. Konselor juga berada
pada posisi sebagai model (memberi penguatan verbal dan non verbal), guru,
dan ahli diagnosa yang akan diamati langsung oleh klien. Krasmer (Corey, 2007
hal 202) menyatakan bahwa terapis/konselor dalam pendekatan ini merupakan
“Mesin Perkuatan” yang kehadirannya memasok perkuatan yang akan
digeneralisasikan klien disetiap kesempatan dalam situasi terapi. Perkuatan yang
diberikan konselor sebagai model juga akan menjangkau situasi-situasi di luar
proses konseling, dimana ganjaran, minat, keprihatinan akan diperlukan bagi
klien yang belum mendapat perkuatan lain dari orang lain maupun dari
lingkungannya.
2. Tujuan terapeutik yang tepat, yaitu perumusan pernyataan yang khusus
mengenai tujuan pribadi yang ingin dicapai. Tujuan ini mencakup aspek perilaku
kongkrit dan spesifik yang bermasalah dan keterampilan baru yang ingin
dipelajari, serta berorientasi kepada tingkah laku yang dapat diukur. Semakin
spesifik tujuan yang ingin dicapai, maka semakin mudah proses konseling
dilangsungkan (tujuan bermuara pada ciri-ciri terapi).
Tujuan konseling menduduki tempat yang sangat penting dan ditentukan
oleh konselor dan klien sejak permulaan proses konseling. Tujuan umum adalah
menciptakan kondisi-kondisi baru bagi belajar (semua perilaku dipelajari),
mambantu menolong diri sendiri (self-help), peningkatan keterampilan sosial, dan
tujuan membantu klien dalam mengembangkan suatu sistem pengaturan diri
(self-management), sehingga klien dapat mengontrol nasibnya (self-control) baik
di dalam maupun diluar situasi konseling.
Krumboltz (Hansen, 1977) memberikan karakteristik tujuan konseling yang
patut diperhatikan konselor yaitu: (1) Tujuan harus diinginkan klien, (2) Konselor

5
harus berkeinginan membantu klien, (3) Tujuan memungkinkan untuk dinilai
pencapaiannya oleh klien, (4) Tujuan memperbaiki perilaku salah suai, belajar
tentang proses pembuatan keputusan, dan pencegahan timbulnya masalah.
3. Perumusan rancangan kegiatan dan metode-metode yang berorientasi tindakan,
yaitu tujuan-tujuan khusus yang ingin diubah klien akan dijadikan bahan
informasi untuk dalam merumuskan rancangan kegiatan bantuan (treatment).
Bersama klien, konselor selanjutnya membuat rancangan tindakan (treatment)
yang spesifik, nyata, dan terukur. Strategi yang dapat digunakan dapat berupa
pemberian contoh, latihan, pekerjaan rumah, dan sebagainya.
Dalam khasanah pendekatan ini, klien dituntut untuk berpartisipasi dan
aktif dalam usaha perumusan tindakan dan treatment. Motivasi untuk berubah,
mau bekerja sama, dan kesediaan melakukan treatment, serta keberanian
mengambil resiko adalah hal penting yang patut muncul dalam pendekatan ini.
Marquis (Corey, 2007:205) menguraikan tiga fase yang dapat melibatkan
partisipasi klien dalam perumusan tindakan yaitu (1) tingkah laku klien sekarang
dianalisis dan pemahaman yang jelas menjangkau tingkah laku akhir, dengan
partisipasi aktif klien dalam setiap bagian dari proses pemasangan tujuan, (2)
eksplorasi cara-cara alternatif yang bisa diambil klien dalam upaya mencapai
tujuan, (3) suatu program treatment direncanakan dari tahap yang paling
sederhana sampai pada tahap akhir yang diinginkan terwujud. Hal penting lain
dalam upaya mengetengahkan partisipasi sekaligus menanamkan atmosfir
kepercayaan klien adalah terletak pada hubungan personal konselor terhadap
klien yang ditandai oleh sikap penerimaan, antusiastik, permisif, acceptance,
empaty, dan keaslian yang dimunculkan konselor dalam hubungan konseling
sejak mula sampai akhir konseling. Agaknya, seorang konselor hendaknya dapat
memaksimalkan semua asas-asas dalam konseling.
4. Penilaian yang objektif terhadap hasil dan balikan, yaitu hasil konseling
handaknya dapat dinilai secara objektif, meliputi keberhasilan sasaran tingkah
laku, ketepatan rumusan perlakuan, dan keefektifan prosedur yang digunakan,
serta pemberian balikan kepada klien secara terus menerus juga merupakan
bagian penting dalam pendekatan ini.

6
D. PRINSIP-PRINSIP BELAJAR DALAM KONSELING
Prinsip belajar yang ingin dibangun dan dijadikan dasar pijakan dari
keberlangsungan konseling dikategorikan dalam tiga bentuk yaitu :
1. Classical Conditioning (Pavlov dan Watson), yang memusatkan perhatiannya
pada pengawal tingkah laku. Ia dapat dikatakan sebagai respondent conditioning,
dan sebab pengawal (antecedent) merupakan stimulus. Pusat perhatian dari
conditioning ini pada stimulus yang menimbulkan respon reflektif.
2. Operant Conditioning (Skinner) yang memusatkan perhatiannya pada akibat dari
tingkah laku. Kejadian yang mengawali dipandang sebagai cues, yang
memberikan informasi prediktif tentang datangnya akibat (concequences).
Perubahan tingkah laku merupakan hasil alternasi concequences, dan tingkah
laku yang paling berarti adalah tingkah laku yang dikontrol oleh akibat-akibat.
3. Sosial Learning (Mischel, Bandura), yang disebut juga sebagai belajar
observasional, modeling, atau imitative. Konsep ini merupakan pandangan
integratif dan menganggap lingkungan internal dan eksternal saling
mempengaruhi. Kejadian-kejadian belajar muncul sebagai hasil interaksi
ketergantungan kedua lingkungan tersebut. Menurut Mischel, tingkah laku
dipengaruhi oleh lima variabel yaitu kompetensi, strategi dan susunan pribadi,
harapan-harapan hasil, nilai stimulus, dan sistem dan rencana pengaturan diri.
Berdasarkan ketiga komponen di atas, lahir pula konsep tentang komponen-
komponen belajar yang merupakan dasar untuk memahami bagaimana klien belajar
bertingkah laku, sekaligus mempersembahkan strategi-strategi teknik (pendekatan)
untuk membantu klien belajar tingkah laku baru. Komponen yang dimaksud adalah :
a) Reinforcement, yaitu pemberian penguatan yang menunjukkan proses belajar
dimana akibat yang menyertai tingkah laku menjadi meningkat.
b) Punishment, yaitu penampakan akibat yang dipandang sebagai penghapusan
kejadian dan dirasakan memuaskan. Hasil ini bertolak belakang dengan
reinforcement.
c) Extinction, yaitu berakhirnya pengaruh reinforcement bagi sebuah penampilan
respon. Ia merupakan prosedur yang didalamnya concequnce tidak tersedia
untuk mengikuti respon.
d) Generalization, yakni pemakaian respon yang dipelajari dalam kaitannya dengan
situasi stimulus, untuk merespon stimulus lain. Semakin mirip kedua stimulus,

7
maka semakin besar pula kemungkinan terjadinya pengulangan respon.
Generalisasi pada event positif akan menguntungkan, begitupun sebaliknya.
e) Discrimination, yaitu kemampuan individu membedakan dua stimulus yang mirip.
Ia dikembangkan melalui proses membedakan reinforcement secara cermat, dan
sangat tergantung pada seberapa penting situasi itu harus dibedakan individu
(kebalikan dari generalization).
f) Shaping, yaitu pergerakan tingkah laku yang sederhana menuju ketingkah laku
yang kompleks. Proses shaping hendaknya diawali oleh pembelajaran terhadap
komponen sebagaimana tersebut di atas.
g) Vicarious Process, yakni pengamatan terhadap aspek-aspek belajar yang
dicermati.

E. TEKNIK-TEKNIK TERAPI TINGKAH LAKU


Adapun teknik-teknik yang digunakan dalam terapi tingkah laku antara lain:
1. Penguatan Positif
Penguat (Reinforcement) bisa bersifat positif dan bisa bersifat negatif. Penguat
positif adalah peristiwa atau sesuatu yang membuat tingkah laku yang
dikehendaki berpeluang untuk terjadi lagi. Sebagai suatu stimulus, penguat positif
disenangi sehingga organisme berusaha agar stimulus itu muncul. Sebaliknya,
penguat negatif adalah peristiwa atau sesuatu yang membuat tingkah laku yang
dikehendaki, peluang tingkah laku itu untuk diulang lebih kecil.
Hadiah atau hukuman tidak selalu identik dengan reinfocemen positif atau
negatif. Hadiah adalah akibat dari tingkah laku, sedang reinforcemen positif
adalah peristiwa yang menyebabkan tingkah laku (yang mendapat reinforcemen)
bakal terjadi lagi. Hadiah bisa menyebabkan tingkah laku yang dihadiahi itu lebih
sering terjadi, dalam hal ini hadiah juga berperan sebagai reinforsemen positif.
Hadiah yang dapat memberikan dampak apapun terhadap tingkah laku positif dan
tingkah laku itu diulangi, hadiah tersebut disebut reinforsemen. Sedangkan
sebaliknya, kalau hadiah yang diberikan tidak memberi dampak apapun atau tidak
membuat tingkah laku itu diulang, maka hadiah itu bukan reinforcemen dan
disebut sebagai penguat negative.
2. Desensitisasi Sistematik
Desensitisasi sistematik adalah salah satu teknik yang paling luas digunakan

8
dalam terapi tingkah laku. Desensitisasi sistematik digunakan untuk menghapus
tingkah laku yang negatif, dan menyertakan pemunculan tingkah laku atau respon
yang berlawanan dengan tingkah laku yang akan dihapus.
Desensitisasi sistematik melibatkan teknik-teknik relaksasi. Klien dilatih untuk
santai dan mengasosiasikan keadaan santai dalam menghadapi kecemasan yang
sedang dihadapi.
Desensitisasi sistematik merupakan teknik yang cocok untuk menangani
masalah ketakutan yang berlebihan (phobia), tetapi keliru bila menganggap teknik
ini hanya bisa diterapkan pada penanganan masalah-masalah ketakutan.
Desensitisasi juga dapat diterapkan secara efektif pada berbagai situasi penghasil
kecemasan, mencakup situasi interpersonal, ketakutan menghadapi ujian,
ketakutan-ketakutan yang digeneralisasi, kecemasan-kecemasan neurotik, serta
impotensi dan frigiditas seksual.
Namun, bukan berarti desensitisasi sistematik tidak dapat mengalami
kegagalan. Adapun 3 (tiga) penyebab kegagalan dalam pelaksanaan
desensitisasi sistematik, yaitu :
a. Kesulitan-kesulitan dalam relaksasi yang terjadi karena kesulitan dalam
komunikasi antara konselor dan klien, atau karena keterhambatan yang
ekstrim yang dialami oleh klien
b. Tingkatan-tingkatan yang menyesatkan atau tidak relevan, yang ada
kemungkinan melibatkan penanganan tingkatan yang keliru.
c. Ketidakmampuan dalam membayangkan.

3. Latihan Asertif
Pendekatan behavioral yang dengan cepat mencapai popularitas adalah latihan
asertif, yang bisa diterapkan terutama pada situasi interpersonal, dimana individu
mengalami kesulitan untuk menerima kenyataan bahwa menyatakan atau
menegaskan diri adalah tindakan yang layak dan benar. Latihan asertif akan
membantu bagi orang-orang yang :
a. Tidak mampu mengungkapkan kemarahan atau perasaan tersinggung
b. Menunjukkan kesopanan yang berlebihan dan selalu mendorong orang lain
untuk mendahuluinya
c. Memiliki kesulitan untuk mengatakan tidak

9
d. Mengalami kesulitan untuk mengungkapkan afeksi dan respon-respon
positif lainnya
e. Merasa tidak memiliki perasaan-perasaan dan pemikiran-pemikiran sendiri.

Latihan asertif menggunakan prosedur-prosedur permainan peran, dimana


dalam prosesnya, klien diminta untuk memainkan peran dari orang lain yang
mengakibatkan kecemasan bagi klien.

4. Terapi Aversi
Teknik-teknik pengondisian aversi, telah digunakan secara luas untuk
meredakan gangguan-gangguan behavioral yang spesifik, melibatkan
pengasosiasian tingkah laku simtomatik dengan suatu stimulus yang
menyakitkan sampai tingkah laku yang tidak diinginkan terhambat
kemunculannya. Stimulus-stimulus aversi biasanya berupa hukuman dengan
kejutan listrik atau pemberian ramuan yang menyebabkan mual. Kendali aversi
bisa melibatkan penarikan penguat positif atau pengguanaan berbagai bentuk
hukuman.
Teknik-teknik aversi merupakan metode yang paling kontroversial yang
dimiliki oleh para behavioris meskipun digunakan secara luas sebagai metode-
metode untuk membawa orang-orang kepada tingkah laku yang diinginkan.
Skinner (1948,1971) adalah salah seorang tokoh yang menentang penggunaan
hukuman sebagai cara untuk mengendalikan hubungan-hubungan manusia
ataupun untuk mencapai maksud-maksud lembaga-lembaga kemasyarakatan.
Menurut Skinner, perkuatan positif jauh lebih efektif dalam mengendalikan
tingkah laku karena hasil-hasilnya lebih bisa diramalkan serta kemungkinan
munculnya tingkah laku yang tidak diinginkan akan lebih kecil.
Apabila hukuman yang digunakan, maka terdapat kemungkinan terbentuknya
efek-efek samping emosional tambahan, yaitu :
a. Tingkah laku yang tidak diinginkan boleh jadi akan ditekan hanya apabila
penghukum hadir
b. Jika tidak ada tingkah laku yang menjadi altenatif bagi tingkah laku yang
dihukum maka individu ada kemungkinan menarik diri secara berlebihan
c. Pengaruh hukuman boleh jadi digeneralisasikan kepada tingkah laku lain

10
yang berkaitan dengan tingkah laku yang dihukum. Jadi, seorang anak yang
dihukum karena kegagalannya di sekolah boleh jadi akan membenci semua
pelajaran, sekolah, semua guru, dan barangkali bahan membenci belajar
pada umumnya.

5. Pembentukan Respon
Dalam pembentukan respon, tingkah laku sekarang secara bertahap diubah
dengan memperkuat unsur-unsur kecil dari tingkah laku baru yang diinginkan
secara berturut-turut sampai mendekati tingkah laku akhir yang diinginkan.
6. Penghapusan
Penghapusan adalah salah satu cara (teknik) tingkah laku dengan cara
menghapus tingkah laku yang maladaptif itu. Contohnya, seorang anak yang
belajar bahwa dengan dia mengomel biasanya akan memperoleh apa yang
diinginkan, mungkin akan memperhebat omelannya ketika permintaannya tidak
segera dipenuhi. Jadi, kesabaran menghadapi periode peralihan amat diperlukan.
7. Pencontohan
Penggunaan model dalam konseling ini bertujuan untuk mempelajari tingkah
laku baru dengan mengamati model dan mempelajari keterampilannya. Teknik ini
juga diperuntukkan bagi klien yang telah memiliki pengetahuan tentang
penampilan tingkah laku tetapi belum dapat menampilkannya. Proses terapeutik
dalam bentuk Modelling ini akan membantu/mempengaruhi tingkah laku yang
lemah atau memperkuat tingkah laku yang siap dipelajari dan memperlancar
respon. Teknik konseling Modelling ini dapat berupa :
a) Proses Mediasi, yaitu proses terapeutik yang memungkinkan penyimpanan dan
recall asosiasi antara stimulus dan respon dalam ingatan. Dalam prosesnya,
mediasi melibatkan empat aspek yaitu atensi, retensi, reproduksi motorik, dan
insentif. Atensi pada respon model akan diretensi dalam bentuk simbolik dan
diterjemahkan kembali dalam bentuk tingkah laku (reproduksi motorik) yang
insentif.
b) Live Model dan Symbolic Model, yaitu model hidup yang diperoleh klien dari
konselor atau orang lain dalam bentuk tingkah laku yang sesuai, pengaruh sikap,
dan nilai-nilai keahlian kemasyarakatan. Keberadaan konselor pun dalam
keseluruhan proses konseling akan membawa pengaruh langsung (live model)

11
baik dalam sikap yang hangat maupun dalam sikap yang dingin. Sedangkan
symbolic model dapat ditunjukkan melalui film, video, dan media rekaman
lainnya.
c) Behavior Rehearsal, yaitu latihan tingkah laku dalam bentuk gladi dengan cara
melakukan atau menampilkan perilaku yang mirip dengan keadaan sebenarnya.
Bagi klien teknik ini sekaligus dapat dijadikan refleksi, koreksi, dan balikan yang
ia peroleh dari konselor dalam upaya mengetahui apa yang seharusnya ia
lakukan dan ia katakana.
d) Cognitive Restructuring, yaitu proses menemukan dan menilai kognisi
seseorang, memahami dampak negatif pemikiran tertentu terhadap tingkah laku,
dan belajar mengganti kognisi tersebut dengan pemikiran yang lebih realistic dan
lebih cocok. Teknik ini dapat dilakukan dengan memberikan informasi yang
korektif, belajar mengendalikan pemikiran sendiri, menghilangkan keyakinan
irrasional, dan menandai kembali diri sendiri.
e) Covert Reinforcement, yaitu teknik yang memakai imajinasi untuk menghadiahi
diri sendiri. Teknik ini dapat dilangsungkan dengan meminta klien untuk
memasangkan antara tingkah laku yang tidak dikehendaki dengan sesuatu yang
sangat negatif, dan memasangkan imajinasi sesuatu yang dikehendaki dengan
imajinasi sesuatu yang ekstrim positif

F. TAHAP-TAHAP KONSELING
Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, kondisi pengubahan dari
pelaksanaan konseling behavioral adalah berorientasi pada pemusatan tingkah
laku, tujuan terapuetik, perumusan rancangan dan penetapan metode, serta
penilaian. Atas konsep ini, maka tahap-tahap yang dapat dilangsungkan konselor
dalam pelaksanaan konseling adalah sebagai berikut :
1. Assasement ; yaitu tahap untuk mendapatkan informasi yang akan
menggambarkan masalah yang dihadapi, sekaligus akan menjadi pedoman
dalam menyusun strategi pemberian bantuan. Informasi-informasi yang
dimaksud dapat berupa aktifitas nyata, perasaan, nilai-nilai, dan pikiran klien.
Kanfer dan Saslow memberikan gambaran tentang kelayakan informasi yang
semestinya dapat digali pada tahap ini adalah berkenaan dengan :
- Analisis tingkah laku khusus yang bermasalah

12
- Analisis situasi yang didalamnya masalah klien terjadi
- Analisis motivasional yang berkenaan dengan hal-hal yang menarik dalam
kehidupan klien
- Analisis self-control berkenaan dengan tingkatan kontrol diri klien terhadap
tingkah laku bermasalah
- Analisis hubungan sosial berkenaan dengan orang-orang lain yang terkait
dekat dengan klien
- Analisis lingkungan fisik-sosial-budaya berkenaan dengan norma-norma dan
keterbatasan-keterbatasan lingkungan.

2. Goal Setting ; yaitu penyusunan tujuan konseling berdasarkan informasi-informasi


sebagaimana tersebut diatas. Penyusunan ini dapat dilakukan melalui tiga tahap
(Burk dan Engelkes) yaitu :
 Membantu klien untuk memandang masalahnya atas dasar tujuan-tujuan
yang diinginkan.
 Memperhatikan tujuan klien berdasarkan kemungkinan hambatan-hambatan
situasional tujuan belajar yang dapat diterima dan diukur
 Memecahkan tujuan kedalam sub-tujuan dan menyusun tujuan menjadi
tujuan menjadi tujuan yang berurutan

3. Techniques Implementation ; yaitu penentuan strategi belajar yang terbaik untuk


membantu klien mencapai tujuan perubahan tingkah laku yang diinginkannya.
Muara konseling adalah membantu klien dalam mempelajari strategi-strategi
efektif yang akan digunakannya dalam upaya perubahan tingkah laku.

4. Evaluation-Termination ; yaitu evaluasi terhadap tingkah laku klien, efektifitas


konselor, efektifitas teknik, dan keberhasilan konseling, serta balikan yang dapat
dilaksanakan.

13
G. TEKNIK SPESIFIK DALAM KONSELING BEHAVIORISME

Konselor memulai pembicaraan dan Klien menyatakan masalah dalam istilah


merespon secara spesifik untuk me- behavioral atau menyetujui deskripsi oleh
nangkap masalah utama konselor

Konselor dan klien menyetujui Klien menyatakan masalah lain yang


masalah mana yang akan diatasi berhubungan dengan masalah utama
dahulu

Tindakan alternative pemecahan masalah


Klien setuju dengan tujuan konseling dipertimbangkan klien dan konselor
termasuk memperhitungkan
perubahan dan faktor-faktor lain

Klien menyediakan bukti bahwa dia


Konselor dan klien menyetujui sub
menyadari konsekuensi setiap tindakan
tujuan sebagai prasyarat mencapai
yang dipertimbangkan
tujuan akhir

Konselor dank lien menyetujui tindakan Konselor dank lien menyetujui terhadap
mana yang akan dicoba pertama kali evaluasi kemajuan pencapaian tujuan

Menyusun tujuan baru dikembangkan


Klien dan konselor memonitor
dan disetujui bersama
kemajuan (perilaku) klien

Tindakan klien yang baru diseleksi


Klien dan konselor memonitor
bersama dan disetujui
kemajuan (perilaku) klien

Klien dan konselor menerapkan perubahan


Konselor dan klien menyetujui bahwa
dari belajar ke pemeliharaan perubahan
tujuan telah dicapai

Konselor membuktikan bahwa perubahan


perilaku telah dipelihara tanpa konselor

Gambar Prosedur dan Tahapan Konseling Behaviorisme (Sumber: Pietrofesa (1978)


Authentic Counselor, Chicago)

14
KONSELING PSIKOANALISIS

1. PENGERTIAN KONSELING PSIKOANALISIS


Psikoanalisis merupakan suatu metode penyembuhan yang bersifat
psikologis dengab cara-cara fisik. Menurut Eldido Psikoanalisis merupakan suatu
pandangan baru tentang manusia, di mana ketidak sadaran memainkan
peransentral. Psikoanalisis ditemukan dalam usaha untuk menyembuhkan
pasien-pasien histeria. Baru kemudian menarik kesimpulan-kesimpulan teoritis
dari penemuannya dibidang praktis.
Pada kemunculannya, teori freud ini banyak mengundang kontroversi,
eksplorasi, penelitian dan dijadikan landasan berpijak bagi aliran lain yang muncul
kemudian. Mulanya freud menggunakan teknik hipnosis untuk menangani
pasiennya. Tetapi teknik ini ternyata tidak dapat digunakan pada semua pasien.
Dalam perkembangannya, +reud menggunakan teknikasosiasi bebas (free
association) yang kemudian menjadidasar dari psikoanalisis. Teknik ini ditemukan
ketika freud melihat beberapa pasiennya tidak dapat dihipnotis atau tidakmemberi
tanggapan terhadap sugesti atau pertanyaan yang mengungkap permasalahan
klien selanjutnya, freud mengembangkan lagi teknik baru yang dikenal sebagai
analisis mimpi.

2. TUJUAN KONSELING PSIKOANALISIS


a. Menolong individu mendapatkan pengertian yang terusvmenerus tentang
mekanisme penyesuaian dirinya.
b. Membentuk kembali struktur kepribadian konseling dengan jalan
mengembalikan hal-hal yang tidak disadar menjadi sadar kembali, dengan
menitik beratkan padapemahaman dan pengenalan pengalaman-pengalaman
masa anak-anak, terutama usia 2-5: tahun, untuk ditata, didiskusikan,
dianalisis dan ditafsirkan sehingga kepribadian konseling bisa direkonstruksi
lagi.
3. STRUKTUR KEPRIBADIAN
Freud beranggapan bahwa kepribadian manusia tersusun secara struktural.
Dalam dunia kesadaran (awareness) individu terdapat pula subsistem struktur
kepribadian yang berinteraksi secara dinamis, antara lain:
a. Id, merupakan subsistem kepribadian yang asli, yang dimiliki individu sejak
lahir. Id bersifat primitif danbekerja pada prinsip kesenangan. Id berperan

15
sebagai sumber libido atau tenaga hidup dan energi serta merupakan sumber
dari dorongan dan keinginan dasar untuk hidup dan mati.libido,
b. Ego berbeda dengan id yang bekerja hanya untuk memuaskan kebutuhan
naluriah, ego bertindak sebaliknya. Ego berperan menghadapi realitas hidup
dan berasal dari kebudayaan dan norma-norma yang berlaku di masyarakat.
Prinsip kerjanya selalu bertentangan dengan id.
c. Superego, terbentuk dari nilai-nilai yang terdapatdalam keluarga dan
masyarakat yang dipelajari disepanjang tahun-tahun pertama hidup manusia.
Superego bekerja berdasarkan prinsip moral yang orientasinya bukan
kesenangan tetapi pada kesempurnaan kepribadian.

4. Peran Dan Fungsi Konselor pada Psikoanalisa


Peran Konselor pada Psikoanalisa
a. Peran utama konselor dalam konseling ini adalah membantu klien dalam
mencapai kesadaran diri, ketulusan hati, dan hubungan pribadi yang lebih
efektif dalam menghadapi kecemasan melalui cara-cara yang realistis.
b. Konselor membangun hubungan kerja sama dengan klien dan kemudian
melakukan serangkaian kegiatan mendengarkan dan menafsirkan.
c. Konselor memberikan perhatian kepada resistensi klien
d. Fungsinya adalah mempercepat proses penyadaran hal-hal yang
tersimpan dalam ketidaksadaran.
Karakteristik konselor dalam psikoanalisa adalah membiarkan dirinya
anonim serta hanya berbagi sedikit saja perasaan dan pengalaman
pribadinya kepada konseli. Peran utama konselor dalam konseling ini adalah
membantu konseli dalam mencapai kesadaran diri, ketulusan hati, dan
hubungan pribadi yang lebih efektif dalam menghadapi kecemasan melalui
cara-cara yang realistis, serta dalam rangka memperoleh kembali kendali atas
tingkah lakunya yang impulsif dan irasional.
Konselor membangun hubungan kerja sama dengan konseli dan
kemudian melakukan serangkaian kegiatan mendengarkan dan menafsirkan.
Konselor juga memberikan perhatian kepada resistensi konseli untuk
mempercepat proses penyadaran hal-hal yang tersimpan dalam
ketidaksadaran. Sementara konseli berbicara, konselor berperan
mendengarkan dan kemudian memberikan tafsiran-tafsiran terhadap
informasi konseli, konselor juga harus peka terhadap isyarat-isyarat non
verbal dari konseli. Salah satu fungsi utama konselor adalah mengajarkan

16
proses arti proses kepada konseli agar mendapatkan pemahaman terhadap
masalahnya sendiri, mengalami peningkatan kesadaran atas cara-cara
berubah, sehingga konseli mampu mendaptakan kendali yang lebih rasional
atas hidupnya sendiri.

5. FUNGSI KONSELOR
a. Berusaha membantu klien dalam mencapai kesadaran diri, kejujuran,
keefektifan dalam melakukan hubungan personal
b. lMenangani kecemasan secara realistis
c. Memperoleh kendali atas tingkah laku yang implisit dan irasional
d. Mendorong pemindahan perasaan

6. HUBUNGAN KONSELOR DENGAN KLIENT


Dalam konseling psikoanalisis terdapat 3 bagian hubungan konselor dengan
klien, yaitu aliansi, transferensi, dan kontratransferensi :
a. Aliansi yaitu sikap klien kepada konselor yang relatif rasional, realistik,
dan tidak neurosis (merupakan prakondisi untuk terwujudnya keberhasilan
konseling).
b. Transferensi
1) pengalihan segenap pengalaman klien di masa lalunya terhadap
orang-orang yang menguasainya, yang ditujukan kepada konselor
2) merupakan bagian dari hubungan yang sangat penting untuk dianalisis
3) membantu klien untuk mencapai pemahaman tentang bagaimana
dirinya telah salah dalam menerima, menginterpretasikan, dan
merespon pengalamannya pada saat ini dalam kaitannya dengan
masa lalunya.

c. Kontratransferensi
Yaitu kondisi dimana konselor mengembangkan pandangan-
pandangan yang tidak selaras dan berasal dari konflik-konfliknya sendiri.
Kontratransferensi bisa terdiri dari perasaan tidak suka, atau justru
keterikatan atau keterlibatan yang berlebihan, kondisi ini dapat
menghambat kemajuan proses konseling karena konselor akan lebih
terfokus pada masalahnya sendiri. Konselor harus menyadari
perasaaannya terhadap klien dan mencegah pengaruhnya yang bisa
merusak. Konselor diharapkan untuk bersikap relatif obyektif dalam
menerima kemarahan, cinta, bujukan, kritik, dan emosi-emosi kuat lainnya
dari konseli.

17
7. Tahap Konseling
Pertama-tama konselor harus membuat suatu hubungan kerjasama
dengan klien dan kemudian melakukan serangkaian kegiatan mendengarkan
dan menafsirkan. Konselor memberikan perhatian kepada resistensi atau
penolakan klien. Sementara klien berbicara, konselor mendengarkan dan
memberikan penafsiran yang memadai fungsinya adalah pempercepat proses
penyadaran hal-hal yang tersimapan dalam ketidaksadaran.
Menata proses teraputik yang demikian dalam konteks pemahaman
struktur kepribadian dan psikodinamika memungkinkan konselor merumuskan
masalah klient secara yang sesungguhnya. Sebab satu fungsi sentral
konselor adalah mengajar klient mengenal makna proses ini sehingga klient
dapat memperoleh tilikan terhadap masalahnya, peningkatan kesadarannya
terhadap cara-cara mengubah dan mendapatkan kontrol yang lebih rasional
terhadap hidupnya.
Klient harus ada kemauan untuk menyanggupi dirinya sendiri untuk
melakukan proses terapi dalam jangka panjang. Setiap pertemuan biasanya
berlangsung satu jam. Setelah beberapa pertemuan tatap muka dengan
konselor, klient kemudian melakukan kegiatan asosiasi bebas, yaitu klient
mengatakan apa saja yang terlintas dalam pikiranya. Proses asosiasi bebas
ini dikenal sebagai aturan yang fundamental dalam psikoanalisa.
Selama terapi, klient maju melalui tahapan-tahapan tertentu yaitu:
pengembangan suatu hubungan dengan analisis, mengalami krisis
penyembuhan, mendapatkan tilikan terhadap pengalaman masa lampau yang
tidak disadari, pengembangan resistensi untuk memahami diri sendiri,
pengembangan hubungan transparansi dengan konselor, bekerja dengan hal-
hal yang resistensi dan tertutup, dan mengakhiri terapi.

8. TEKNIK KONSELING PSIKOANALISIS


Teknik spesifik yang digunakan freud dalam psikoterapi adalah asosiasi bebas,
interpretasi mimpi, analisistransference, dan analisis resistensi
a. sosiasi Bebas
sosiasi bebas maksudnya teknik yang memberikan kebebasan kepada klien
untuk mengemukakan segenap perasaan dan pikirannya yang terlintas pada
benak klien, baik yang menyenangkan maupun tidak. sosiasi ini untuk
memudahkan konselor terhadap dinamika psikologis yang terjadi padanya,
sehingga dapat membimbing klien menyadari pengalaman-pengalaman
18
ketidaksadarannya, dan membuat hubungan-hubungan kecemasannya saat ini
dengan pengalaman masa lampau
b. Interpretasi Mimpi
nterpretasi mimpi merupakan teknik dimana klien mengemukakan segenap
mimpinya kepada terapis,karena fungsi mimpi adalah ekspresi segenap
kebutuhan, dorongan, keinginan yang tidak disadari akan direpresidan
termanifes dalam mimpi. @nterpretasi mimpimaksudnya klien diajak konselor
untuk menafsirkan mimpi-mimpi yang tersirat dalam mimpi yang berhubungan
dengan dorongan ketidaksadarannya.
c. Analisis Tranferensi
Transferensi merupakan bentuk pengalihan segenap pengalaman masa
lalunya dalam hubungannya orang-orang berpengaruh kepada terapis di saat
konseling. Dalam transferensi ini akan muncul perasaan benci, ketakutan,
kecemasan dan sebagainya yang selama ini ditekan di ungkapkan kembali,
dengan sasaran konselor sebagai objeknya. Dalam konteks ini konselor
melakukan analisis pengalaman klien dimasa kecilnya, terutama hal-hal yang
menghambat perkembangan kepribadiannya.Dengan analisis transferensi
diharapkan klien dapat mengatasi problem yang dihadapi hingga saat ini
d. Analisis Resistensi
Resistensi merupakan sikap dan tindakan klien untuk menolak berlangsungnya
terapi atau mengungkpkan hal-hal yang menimbulkan kecemasan. Perilaku ini
dilakukan sebagai bentuk pertahanan diri. Dalam konseling, konselor
membantu klien mengenali alasan-alasan klien melakukan resisitensi
sebaiknya dimulai dari hal-hal yang sangat tampak untuk menghindari
penolakan atas interpretasi konselor.
Teknik-teknik spesifik ini tidak biasa dilakukan dalam hubungan konseling,
tetapi lebih banyak digunakan dalam psikoterapi dalam membantu pasien yang
mengalami psikopatologis

PENDEKATAN KONSELING CLIENT CENTERED

1. PENGERTIAN CLIENT CENTERED THERAPHY


Istilah client centered sukar diganti dengan istilah bahasa indonesia yang
singkat dan mengena, biasanya dapat dideskripsikan dengan mengatakan: corak
konseling yang menekankan peranan konseli sendiri dalam proses konseling.
19
Awalnya corak konseling ini disebut konseling nondirektif. Hal ini untuk
membedakannya dari corak konseling yang mengandung banyak pengarahan
dan kontrol terhadap proses konseling di pihak konselor, seperti dalam Konseling
Klinikal dan Psikoanalisis.
Pendekatan client centered therapy (CCT) berpusat pada klien.
Pendekatan ini sering pula disebut sebagai konseling diri (self theory), konseling
non-direktif, dan konseling Rogerian. Client centered Therapy mendasarkan diri
pada pandangannya tentang sifat dan hakikat manusia. Pandangannya tertuju
pada penghargaan martabat manusia.
Pendekatan konseling client centered menekankan pada kecakapan klien
untuk menentukan isu yang penting bagi dirinya dan pemecahan masalah dirinya.
Konsep pokok yang mendasari adalah hal yang menyangkut konsep-konsep
mengenai diri (self), aktualisasi diri, teori kepribadian, dan hakekat kecemasan.

2. TOKOH CLIENT CENTERED THERAPY


Carl Ransom Rogers adalah tokoh dari pendekatan client centerd therapy.
beliau lahir pada tanggal 8 januari 1902 di Oak Park Illinios, Chicago, dan
meninggal dunia pada tanggal 4 februari 1987 karena serangan jantung. Rogers
adalah seorang empirisme yang mendasarkan teori-teorinya pada data mentah,
beliau percaya pentingnya pengamatan subyektif.
Rogers adalah tokoh utama dari pendekatan client centered therapy.
Menurut beliau, pemecahan masalah berpusat pada konseli atau klien, klien
dibiarkan untuk menemukan solusi mereka sendiri terhadap masalah yang tengah
mereka hadapi. Hal ini memberikan pengertian bahwa klien dipandang sebagai
partner dan konselor hanya sebagai pendorong dan pencipta situasi yang
memungkinkan klien untuk bisa berkembang sendiri.
Konseling pada dasarnya proses membantu individu. Berarti individu itu
sendirilah yang harus menyelesaikannya (bukan konseling). Carl R. Rogers
mengembangkan terapi cliet centered sebagai reaksi terhadap apa yang
disebutkannya keterbatasan-keterbatasan mendasar dari psikoanalisis.
Menurut Roger (dalam Juntika, 2006:21) “konsep inti konseling berpusat
pada klien adalah konsep tentang diri dan konsep menjadi diri atau pertumbuhan
perwujudan diri”. Inti dari konseling berpusat pada klien ini adalah tentang diri dan

20
konsep menjadi diri atau pertumbuhan perwujudan diri. Dikatakan bahwa konsep
atau struktur diri dipandang sebagai konfigurasi persepsi yang terorganisasikan
tentang diri yang membawa kesadaran. Hal itu terdiri dari atas unsur-unsur
persepsi terhadap karakteristik dan kecakapan seseorang, pengamatan dan
konsep diri dalam hubungan dengan orang lain dan lingkungan dan cita-cita yang
dipandang mempunyai kekuatan positif dan negatif.
Rogers membangun teorinya ini berdasarkan penelitian dan observasi
langsung terhadap peristiwa-peristiwa nyata, dimana pada akhirnya ia
memandang bahwa manusia pada hakekatnya adalah baik. Menurut Sayekti
(1997), ada beberapa konsepsi Rogers tentang hakekat manusia adalah:
a. Manusia tumbuh melalui pengalamannya, baik melalui perasaan, berfikir,
kesadaran ataupun penemuan.
b. Hidup adalah kehidupan saat ini dan lebih dari pada perilaku- perilaku otomatik
yang ditentukan oleh kejadiankejadian masa lalu, nilai-nilai kehidupan adalah
saat ini dari pada masa lalu, atau yang akan datang.
c. Manusia adalah makhluk subyektif, secara esensial manusia hidup dalam
pribadinya sendiri dalam dunia subjektif.
d. Keakraban hubungan manusia merupakan salah satu cara seseorang paling
banyak memenuhi kebutuhannya.
e. Pada umumnya setiap manusia memiliki kebutuhankebutuhan untuk bebas,
spontan,
f. Bersama-sama dan saling berkomunikasi. (6) Manusia memiliki kecenderungan
ke arah aktualisasi, yaitu tendensi yang melekat pada organisme untuk
mengembangkan keseluruhan kemampuannya dalam cara memberi
pemeliharaan dan mempertinggi aktualisasi diri.
Manusia dalam pandangan Rogers menurut Hidayat (2011) adalah:
a. ia memandang manusia terisolasi dan bergerak ke depan, berjuang untuk
berfungsi penuh, serta memiliki kebaikan. Manusia pada dasarnya dapat
dipercayai, kooperatif, dan konstruktif, tidak perlu melakukan pengendalian
terhadap dorongan-dorongan agresif yang dimilikinya.
b. manusia juga memiliki kemampuan menentukan nasibnya sendiri, dapat
dipercaya dan mengejar kesempurnaan diri. Asumsinya Rogers tentang
manusia adalah bahwa manusia itu bebas, rasional, utuh, mudah berubah,
subjektif, proaktif, tetapi heterostatis dan sulit dipahami.
c. Rogers percaya dan optimis dengan sifat alami manusia. Dorongan paling
besar pada manusia adalah aktualisasi diri yaitu memelihara, menegakkan,
21
mempertahankan diri dan meningkatkan diri dengan memberikan kesempatan
terhadap individu untuk berkembang dalam gerak maju dan memiliki cara
untuk menyesuaikan diri

3. TUJUAN KONSELING CLIENT CENTERED THERAPY


Seperti halnya pendekatan-pendekatan konseling lain, client centerd therapy juga
memili tujan konseling. Beberapa tujuan konseling dengan pendekatan client
centered adalah sebagai berikut:
a. Menciptakan suasana yang kondusif bagi klien untuk mengeksplorasi diri
sehingga dapat mengenal hambatan pertumbuhannya
b. Membantu klien agar dapat bergerak ke arah keterbukaan, kepercayan yang
lebih besar kepada dirinya, keinginan untuk menjadi pribadi yang mandiri dan
meningkatkan spontanitas hidupnya
c. Menyediakan iklim yang aman dan percaya dalam pengaturan konseling,
dnegan menggunakan hubungan konsleing untuk self-exploration, menjadi
sadar akan hambatan ke pertumbuhan
d. Konseli cenderung untuk bergerak ke arah lebih terbuka, kepercayaan diri
lebih besar, dan lebih sedia untuk meningkatkan diri.
4. PERAN KONSELOR DALAM PENDEKATAN CLIENT CENTERED THERAPY
Kemampuan konselor membangun hubungan interpersonal dalam proses
konseling merupakan elemen kunci keberhasilan konseling, disini konselor
mempertahankan 3 kondisi inti yang menghadirkan iklim kondusif untuk
mendorong terjadinya perubahan terapeutik dan perkembangan konseling,
meliputi :
a. Sikap yang selaras dan keaslian (congruence or genuineness). Konselor
menampilkan diri yang sebenarnya, asli, terintegrasi dan otentik. Konselor juga
selaras menampilkan antara perasaan dan pikirang yang ada didalam dirinya
dengan perasaan, pandangan dan tingkah laku yang diekspresikan.
b. Penerimaan tanpa syarat adalah konselor dapat berkomunikasi dengan
konseling secara mendalam dan jujur sebagai pribadi,konselor tidak
melakukan penilaian dan penghakiman terhadap perasaan,pikiran dan tingkah
laku berdasarkan setandar norma tertentu.
c. Pemahan yang empatik dan akurat kemampuan konselor untuk
memahami permasalah konseling ,melihat sudut konseling,peka terhadap
perasaan-perasaan konseling,sehingga konselor mengetahui bagaimana

22
konseling merasakan kperasaannya.

5. DESKRIPSI PROSES KONSELING PADA PENDEKATAN CLIENT CENTERED


THERAPY
Proses-proses yang terjadi dalam konseling dengan menggunakan cara
pendekatan Client Centered adalah sebagai berikut :
a. Konseling memusatkan pada pengalaman individual.
b. Konseling berupaya meminimalisir rasa diri terancam, memaksimalkan, dan
menopang eksplorasi diri.
c. Melalui penerimaan terhadap kllien, konselor membantu untuk menyatakan,
meangkaji, dan memadukan pengalaman-pengalaman sebelumnya ke dalam
konsep diri.
d. Dengan redefinisi, pengalaman, individu mencapai penerimaan diri dan
menerima orang lain dan menjadi orang yang berkembang penuh.
e. Wawancara merupakan alat utama dalam konseling untuk menumbuhkan
hubungan timbal balik.

6. TEKNIK KONSELING CLIENT CENTERED THERAPY


Client Centered menempatkan tanggung jawab tidak pada konselor, tetapi
pada klien. Ada beberapa teknik dasar yang harus dimiliki client centered adalah
sebagai berikut :
a. Mendengarkan klien secara aktif
b. Merefleksikan perasaan klien
c. Menjelaskannya
Teknik-teknik konselingnya adalah sebagai berikut :
a. Acceptance (penerimaan)
b. Respect (rasa hormat)
c. Understanding (mengerti/memahami)
d. Reassurance (menentramkan hati/meyakinkan)
e. Encouragement (dorongan)
f. Limited quetioning (pertanyaan terbatas)
g. Reflection (memantulkan pertanyaan dan perasaan)

23
KONSELING RASIONAL EMOTIF (RET)

A. Konsep Dasar Konseling Rasional Emotif (RET)


Manusia pada dasar dasarnya adalah unik yang memiliki kecenderungan
untuk berpikir rasional dan irasional. Ketika berpikir dan bertingkahlaku rasional
manusia akan efektif, bahagia, dan kompeten. Ketika berpikir dan bertingkahlaku
irasional individu itu menjadi tidak efektif.
Pengertian Rational Emotive Behaviour Therapy Menurut Gerald Corey
dalam bukunya “Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi” terapi rasional
emotif behaviour adalah pemecahan masalah yang fokus pada aspek berpikir,
menilai, memutuskan, direktif tanpa lebih banyak berurusan dengan dimensi-
dimensi pikiran ketimbang dengan dimensi-dimensi perasaan.
Selain itu menurut W.S. Winkel dalam bukunya “Bimbingan dan Konseling
di Institusi Pendidikan adalah pendekatan konseling yang menekankan
kebersamaan dan interaksi antara berpikir dengan akal sehat, berperasaan dan
berperilaku, serta menekankan pada perubahan yang mendalam dalam cara
berpikir dan berperasaan yang berakibat pada perubahan perasaan dan
perilaku.
Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan, bahwa terapi rasional
emotif merupakan terapi yang berusaha menghilangkan cara berpikir klien yang
tidak logis, tidak rasional dan menggantinya dengan sesuatu yang logis dan
rasional dengan cara mengonfrontasikan klien dengan keyakinankeyakinan
irasionalnya serta menyerang, menentang, mempertanyakan, dan membahas
keyakina-keyakinan yang irasional.

B. KONSEP -KONSEP DASAR RASIONAL EMOTIF BEHAVIOUR THERAPY.


Konsep-konsep dasar terapi rasional emotif ini mengikuti pola yang didasarkan
pada teori A-B-C, yaitu:
24
A = Activating Experence (pengalaman aktif) Ialah suatu keadaan, fakta
peristiwa, atau tingkah laku yang dialami individu.
B = Belief System (Cara individu memandang suatu hal). Pandangan dan
penghayatan individu terhadap A.
C = Emotional Consequence (akibat emosional). Akibat emosional atau reaksi
individu positif atau negative.
Menurut pandangan Ellis, A (pengalaman aktif) tidak langsung menyebabkan
timbulnya C (akibat emosional), namun bergantung pada B (belief system).
Hubungan dan teori A-B-C yang didasari tentang teori rasional emotif dari Ellis
dapat digambarkan sebagai berikut:
A--------C
Keterangan: ---:
Pengaruh tidak langsung
B: Pengaruh langsung
Teori A-B-C tersebut, sasaran utama yang harus diubah adalah aspek B
(Belief Sistem) yaitu bagaimana caranya seseorang itu memandang atau
menghayati sesuatu yang irasional, sedangkan konselor harus berperan sebagai
pendidik, pengarah, mempengaruhi, sehingga dapat mengubah pola piker klien
yang irasional atau keliru menjadi pola pikir yang rasional.
Dari uraian diatas, disimpulkan bahwa permasalahan yang menimpa
seseorang merupakan kesalahan dari orang itu sendiri yang berupa prasangka
yang irasionals terhadap pandangan penghayatan individu terhadap
pengalaman aktif.

C. CIRI-CIRI RATIONAL EMOTIVE BEHAVIOUR THERAPY


Ciri-ciri tersebut dapat diuraikan sebagai berikut::
1. Dalam menelusuri masalah klien yang dibantunya, konselor berperan lebih
aktif dibandingkan klien. Maksudnya adalah bahwasannya peran konselor
disini harus bersikap efektif dan memiliki kapasitas untuk memecahkan
masalah yang dihadapi klien dan bersungguh-sungguh dalam mengatasi
masalah yang dihadapi, artinya konselor harus melibatkan diri dan berusaha
menolong kliennya supaya dapat berkembang sesuai dengan keinginan dan
disesuaikan dengan potensi yang dimilikinya.
2. Dalam proses hubungan konseling harus tetap diciptakan dan dipelihara
hubungan baik dengan klien. Dengan sikap yang ramah dan hangat dari
konselor akan mempunyai pengaruh yang penting demi suksesnya proses
konseling sehingga dengan terciptanya proses yang akrab dan rasa nyaman
ketika berhadapan dengan klien.

25
3. Tercipta dan terpeliharanya hubungan baik ini dipergunakan oleh konselor
untuk membantu klien mengubah cara berfikirnya yang tidak rasional menjadi
rasional.
4. Dalam proses hubungan konseling, konselor tidak banyak menelusuri masa
lampau klien.

D. TUJUAN RATIONAL EMOTIVE BEHAVIOUR THERAPY


Tujuan rational emotive behavior therapy menurut Ellis, membantu klien untuk
memperoleh filsafat hidup yang lebih realistik" yang berarti menunjukkan kepada
klien bahwa verbalisasi-verbalisasi diri mereka telah dan masih merupakan
sumber utama dari gangguan-gangguan emosional yang dialami oleh mereka.
Sedangkn Tujuan dari Rational Emotive Behavior Therapya menurut Mohammad
Surya sebagai berikut:
1. Memperbaiki dan mengubah segala perilaku dan pola fikir yang irasional dan
tidak logis menjadi rasional dan lebih logis agar klien dapat mengembangkan
dirinya.
2. Menghilangkan gangguan emosional yang merusak.
3. Untuk membangun Self Interest, Self Direction, Tolerance, Acceptance of
Uncertainty, Fleksibel, Commitment, Scientific Thinking, Risk Taking, dan Self
Acceptance
Dengan demikian tujuan rational emotive behaviour therapy adalah
menghilangkan gangguan emosional yang dapat merusak diri (seperti benci,
rasa bersalah, cemas, dan marah) serta mendidik klien agar mengahadapi
kenyataan hidup secara rasional.

E. PERAN DAN FUNGSI KONSELOR


Dalam proses konseling pendekatan RET ini ,peran konselor aktif ,direktif
namun tetap obyektif. Konselor meyakinkan konseli bahwa pikiran rasional dan
irasional harus dipisahkan. Setelah itu konselor menunjukkan bahwa pikiran
irasional itu adalah sumber dari permasalahan yang sedang dihadapi konseli.
Pada konseling RET ,konselor dapat menjadi model bagi konseli yang
mengarahkan konseli untuk membebaskan diri dari pikiran irasional.
Konselor disini fungsinya adalah sebagai fasilitator, pembimbing, dan
pendamping klien. Dalam perannya membantu klien mengatasi masalahmasalah
yang sedang dihadapinya, sehingga klien dapat secara sadar dan mandiri
mengembangkan atau meningkatkan potensi-potensi yang dimilikinya.
Peranan konselor dalam proses konseling rasional-emotif akan nampak dengan

26
jelas dalam langkah konseling sebagai berikut:
a. Langkah Pertama : Dalam Langkah ini konselor berusaha menunjukkan
kepada klien bahwa masalah yang dihadapinya berkaitan dengan
keyakinannya yang tidak rasional.
b. Langkah Kedua : Peranan Konselor adalah menyadarkan klien bahwa
pemecahan masalah yang dihadapinya merupakan tanggung jawab sendiri.
c. Langkah Ketiga : Konselor berperan mangajak klien menghilangkan cara
berpikirdan gagasan yang tidak rasional.
d. Langkah keempat : Peranan konselor adalah mengembangkan pandangan –
pandangan yang realistis dan menghindarkan diri dari keyakinan yang tidak
rasional.

F. TEKNIK-TEKNIK RATIONAL EMOTIVE BEHAVIOUR THERAPY


Rational Emotive Behavior Therapy menggunakan berbagi teknik yang bersifat
kognitif, afektif, behavioral yang disesuaikan dengan kondisi klien. teknik-teknik
Rational Emotive Behavior Therapy sebagai berikut :
1. Teknik-Teknik Kognitif
Adalah teknik yang digunakan untuk mengubah cara berfikir klien. Dewa
Ketut menerangkan ada empat tahap dalam teknik-teknik kognitif:
a. Tahap Pengajaran
Dalam REBT, konselor mengambil peranan lebih aktif dari pelajar. Tahap ini
memberikan keleluasaan kepada konselor untuk berbicara serta
menunjukkan sesuatu kepada klien, terutama menunjukkan bagaimana
ketidak logikaan berfikir itu secara langsung menimbulkan gangguan emosi
kepada klien tersebut.
b. Tahap Persuasif
Meyakinkan klien untuk mengubah pandangannya karena pandangan yang
ia kemukakan itu tidak benar. Dan Konselor juga mencoba meyakinkan,
berbagai argumentasi untuk menunjukkan apa yang dianggap oleh klien itu
adalah tidak benar.
c. Tahap Konfrontasi
Konselor mengubah ketidak logikaan berfikir klien dan membawa klien ke
arah berfikir yang lebih logika.
d. Tahap Pemberian
e. Tugas Konselor memberi tugas kepada klien untuk mencoba melakukan
tindakan tertentu dalam situasi nyata. Misalnya, menugaskan klien bergaul
dengan anggota masyarakat kalau mereka merasa dipencilkan dari
pergaulan atau membaca buku untuk memperbaiki kekeliruan caranya
berfikir.

27
2. Teknik-Teknik Emotif
Teknik-teknik emotif adalah teknik yang digunakan untuk mengubah emosi
klien. Antara teknik yang sering digunakan ialah:
a. Teknik Sosiodrama
Memberi peluang mengekspresikan berbagai perasaan yang menekan klien
itu melalui suasana yang didramatisasikan sehingga klien dapat secara
bebas mengungkapkan dirinya sendiri secara lisan, tulisan atau melalui
gerakan dramatis.
b. Teknik Self Modelling
Digunakan dengan meminta klien berjanji dengan konselor untuk
menghilangkan perasaan yang menimpanya. Dia diminta taat setia pada
janjinya.
c. Teknik Assertive Training
d. Digunakan untuk melatih, mendorong dan membiasakan klien dengan pola
perilaku tertentu yang diinginkannya.

3. Teknik-Teknik Behaviouristik
Terapi Rasional Emotif banyak menggunakan teknik behavioristik terutama
dalam hal upaya modifikasi perilaku negatif klien, dengan mengubah akar-
akar keyakinannya yang tidak rasional dan tidak logis, beberapa teknik yang
tergolong behavioristik adalah:

a. Teknik reinforcement
Teknik reinforcement (penguatan), yaitu: untuk mendorong klien ke arah
tingkah laku yang lebih rasional dan logis denagn jalan memberikan pujian
verbal (reward) ataupun hukuman (punishment). Teknik ini dimaksudkan
untuk membongkar sistem nilai-nilai dan keyakinan yang irasional pada klien
dan menggantinya dengan sistem nilai yang lebih positif.
b. Teknik social modeling (pemodelan sosial)
Teknik social modeling (pemodelan sosial), yaitu: teknik untuk membentuk
perilaku-perilaku baru pada klien. Teknik ini dilakukan agar klien dapat hidup
dalam suatu model sosial ang diharapkan dengan cara mutasi (meniru),
mengobservasi dan menyesuaikan dirinya dan menginternalisasikan norma-
norma dalam sistem model sosial dengan maslah tertentu yang telah
disiapkan konselor.
c. Teknik live models
Teknik live models (mode kehidupan nyata), yaitu teknik yang digunakan
untuk menggambar perilaku-perilaku tertentu. Khususnya situasi-situasi
interpersonal yang kompleks dalam bentuk percakapanpercakapan sosial,

28
interaksi dengan memecahkan maslah-masalah.

G. LANGKAH-LANGKAH RATIONAL EMOTIVE BEHAVIOUR THERAPY (REBT)


Untuk mencapai tujuan Rational Emotive Behavior Therapy (REBT)
konselor melakukan langkah-langkah konseling antara lainnya :
1. Langkah pertama
Menunjukkan pada klien bahwa masalah yang dihadapinya berkaitan dengan
keyakinan-keyakinan irasionalnya, menunjukkan bagaimana klaien
mengembangkan nilai-nilai sikapnya yang menunjukkan secara kognitif
bahwa klien telah memasukkan banyak keharusan, sebaiknya dan
semestinya klien harus belajar memisahkan keyakinankeyakinannya yang
rasional dan keyakinan irasional, agar klien mencapai kesadaran.

2. Langkah kedua Membawa klien ketahapan kesadaran dengan menunjukan


bahwa dia sekarang mempertahankan gangguan-gangguan emosionalnya
untuk tetap aktif dengan terus menerus berfikir secara tidak logis dan dengan
mengulang-ulang dengan kalimat-kalimat yang mengalahkan diri dan
mengabadikan masa kanak-kanak, terapi tidak cukup hanya menunjukkan
pada klien bahwa klien memiliki proses-proses yang tidak logis.
3. Langkah ketiga Berusaha agar klien memperbaiki pikiran-pikirannya dan
meninggalkan gagasan-gagasan irasional. Maksudnya adalah agar klien
dapat berubah fikiran yang jelek atau negatif dan tidak masuk akal menjadi
yang masuk akal.
4. Langkah keempat Adalah menantang klien untuk mengembangkan filosofis
kehidupanya yang rasional, dan menolak kehidupan yang irasional.
Maksudnya adalah mencoba menolak fikiran-fikiran yang tidak logis untuk
masuk dalam dirinya.

H. KARAKTERISTIK PROSES KONSELING RASIONAL-EMOTIF :


1) Aktif-direktif, artinya bahwa dalam hubungan konseling konselor lebih
aktif membantu mengarahkan klien dalam menghadapi dan memecahkan
masalahnya.
2) Kognitif-eksperiensial, artinya bahwa hubungan yang dibentuk berfokus
pada aspek kognitif dari klien dan berintikan pemecahan masalah yang
rasional.
3) Emotif-ekspreriensial, artinta bahwa hubungan konseling yang

29
dikembangkan juga memfokuskan pada aspek emosi klien dengan
mempelajari sumber-sumber gangguan emosional, sekaligus
membongkar akar-akar keyakinan yang keliru yang mendasari gangguan
tersebut.
4) Behavioristik, artinya bahwa hubungan konseling yang dikembangkan
hendaknya menyentuh dan mendorong terjadinya perubahan tingkah laku
klien.

I. TEKNIK KONSELING RASIONAL EMOTIF (RET)


Pendekatan konseling rasional emotif menggunakan berbagai teknik yang
bersifat kogntif, afektif, dan behavioral yang disesuaikan dengan kondisi klien.
Beberapa teknik dimaksud antara lain adalah sebagai berikut.
1. Teknik-Teknik Emotif (Afektif)
a. Assertive adaptive
Teknik yang digunakan untuk melatih, mendorong, dan membiasakan
klien untuk secara terus-menerus menyesuaikan dirinya dengan tingkah laku
yang diinginkan. Latihan-latihan yang diberikan lebih bersifat pendisiplinan diri
klien.
b. Bermain peran
Teknik untuk mengekspresikan berbagai jenis perasaan yang menekan
(perasaan-perasaan negatif) melalui suatu suasana yang dikondisikan
sedemikian rupa sehingga klien dapat secara bebas mengungkapkan dirinya
sendiri melalui peran tertentu.
c. Imitasi
Teknik untuk menirukan secara terus menerus suatu model tingkah
laku tertentu dengan maksud menghadapi dan menghilangkan tingkah
lakunya sendiri yang negatif.

2. Teknik-teknik Behavioristik
a. Reinforcement
Teknik untuk mendorong klien ke arah tingkah laku yang lebih rasional
dan logis dengan jalan memberikan pujian verbal (reward) ataupun hukuman
(punishment). eknik ini dimaksudkan untuk membongkar sistem nilai dan
keyakinan yang irrasional pada klien dan menggantinya dengan sistem nilai

30
yang positif.
Dengan memberikan reward ataupun punishment, maka klien akan
menginternalisasikan sistem nilai yang diharapkan kepadanya.
b. Social modeling
Teknik untuk membentuk tingkah laku-tingkah laku baru pada klien.
Teknik ini dilakukan agar klien dapat hidup dalam suatu model sosial yang
diharapkan dengan cara imitasi (meniru), mengobservasi, dan menyesuaikan
dirinya dan menginternalisasikan norma-norma dalam sistem model sosial
dengan masalah tertentu yang telah disiapkan oleh konselor.

3. Teknik-teknik Kognitif
a. Home work assigments,
Teknik yang dilaksanakan dalam bentuk tugas-tugas rumah untuk
melatih, membiasakan diri, dan menginternalisasikan sistem nilai tertentu
yang menuntut pola tingkah laku yang diharapkan.
Dengan tugas rumah yang diberikan, klien diharapkan dapat
mengurangi atau menghilangkan ide-ide dan perasaan-perasaan yang tidak
rasional dan tidak logis, mempelajari bahan-bahan tertentu yang ditugaskan
untuk mengubah aspek-aspek kognisinya yang keliru, mengadakan latihan-
latihan tertentu berdasarkan tugas yang diberikan
Pelaksanaan home work assigment yang diberikan konselor dilaporkan
oleh klien dalam suatu pertemuan tatap muka dengan konselor
Teknik ini dimaksudkan untuk membina dan mengembangkan sikap-
sikap tanggung jawab, kepercayaan pada diri sendiri serta kemampuan untuk
pengarahan diri, pengelolaan diri klien dan mengurangi ketergantungannya
kepada konselor.
b. Latihan assertive
Teknik untuk melatih keberanian klien dalam mengekspresikan tingkah
laku-tingkah laku tertentu yang diharapkan melalui bermain peran, latihan,
atau meniru model-model sosial.
Maksud utama teknik latihan asertif adalah : (a) mendorong
kemampuan klien mengekspresikan berbagai hal yang berhubungan dengan
31
emosinya; (b) membangkitkan kemampuan klien dalam mengungkapkan hak
asasinya sendiri tanpa menolak atau memusuhi hak asasi orang lain; (c)
mendorong klien untuk meningkatkan kepercayaan dan kemampuan diri; dan
(d) meningkatkan kemampuan untuk memilih tingkah laku-tingkah laku asertif
yang cocok untuk diri sendiri.

DAFTARPUSTAKA

Corey, Gerald. 2003. Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi. Bandung:
PT Refika Aditama
Susanto, Eko, 2011. Pendekatan Konseling Client Centeres.
Http.eko.13.wordpress.com. 11 Oktober 2018
Surya, Muhammad. 2003. Teori-Teori Konseling. Bandung: C.V. Pustaka Bani
Quraisy
Pujosuswanto, Sayekti. 2008. Berbagai Pendekatan dalam Konseling. Yogyakarta:
Menara Mas Offset
W.S. Winkel & M.M. Sri Hastuti. 2006. Bimbingan dan Konseling di Institusi
Pendidikan. Yogyakarta: MEDIA ABADI
Bernard.P, 1990 : Empat Teori Kepribadian. Restu Agung. Jakarta
Corey (alih bahasa : Koeswara), 2007 : Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi.
Refika Aditama. Bandung.
Gunarsa Singgih, 2003: Konseling dan Psikoterapi, BPK Gunung Mulia Jakarta
Latipun, 2001: Psikologi Konseling, Universitas Muhammadiyah Malang
Willis,S,Sofyan, 2004: Konseling Individual Teori dan Praktek, Alfabeta Bandung
Wuryani, Sri,E. 2005: Konseling dan Terapi Dengan Anak Dan Orang, Grasindo
Jakarta

32

Anda mungkin juga menyukai