Materi
Materi
PENDAHULUAN
Pelayanan kesehatan suatu Negara ditentukan oleh tingkat tinggi rendahnya angka
kematian ibu dan bayi di Negara tersebut. Indonesia merupakan penyumbang terbesar dari
kematian ibu dan bayi di ASEAN. Kebanyakan kematian ibu terjadi pasca persalinan atau
pada masa nifas ibu. Hai ini dikarenakan dalam menolong proses persalinan kebersihan
yang kurang terjaga dan keterlambatan dalam mengambil keputusan klinis.
WHO menetapkan salah satu usaha penting untuk mencapai peningkatan pelayan
kebidanan yang menyeluruh dan bemutu dengan dilaksanakannnya praktik berdasar pada
evidence based practice. Evidence based practice telah dibuktikan secara ilmiah dapat
digunakan sebagai dasar praktik kebidanan yang baru dan aman, dan diharapkan dapat
mengendalikan asuhan kebidanan yang mampu memberikan pelayananan bermutu dan
menyeluruh dengan tujuan menurunkan angka kematian ibu dan anak.
1
4. Bagaimana proses eksplorasi evidence based practice dalam asuhan kebidanan
pada ibu nifas?
5. Bagaimana etika pemanfaatan evidence based practice dalam asuhan kebidanan
pada ibu nifas?
6. Bagaimana asuhan kebidanan pada ibu nifas dengan memanfaatkan evidence
based practice?
1.3 Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Agar dapat mengetahui pengertian dari evidence based practice.
2. Agar dapat mengetahui manfaat evidence based practice dalam asuhan kebidanan
pada ibu nifas.
3. Agar dapat mengetahui karakteristik evidence based practice dalam asuhan kebidanan
pada ibu nifas.
4. Agar dapat mengetahui proses eksplorasi evidence based practice dalam asuhan
kebidanan pada ibu nifas.
5. Agar dapat mengetahui etika pemanfaaatan evidence based practice dalam asuhan
kebidanan pada ibu nifas.
6. Agar dapat mengetahui asuhan kebidanan pada ibu nifas dengan memanfaatkan
evidence based practice.
2
BAB II
PEMBAHASAN
Pengertian lain dari evidence based adalah proses yang digunakan secara
sistematik untuk menemukan, menelaah/me-review, dan memanfaatkan hasil-hasil studi
sebagai dasar dari pengambilan keputusan klinik.
EBP dalam praktik kebidanan yaitu Penggunaan kebijakan dari bukti terbaik yang
tersedia sehingga tenaga kesehatan (Bidan) dan pasien mencapai keputusan yang terbaik,
mengambil data yang diperlukan dan pada akhirnya dapat menilai pasien secara
menyeluruh dalam memberikan pelayanan kehamilan(Gray, 1997).
Praktek kebidanan sekarang lebih didasarkan pada bukti ilmiah hasil penelitian
dan pengalaman praktek terbaik dari para praktisi dari seluruh penjuru dunia. Rutinitas
yang tidak terbukti manfaatnya kini tidak dianjurkan lagi. Evidence Based artinya
3
berdasarkan bukti Artinya tidak lagi berdasarkan pengalaman atau kebiasaan semata.
Semua harus berdasarkan bukti ilmiah terkini yang bisa dipertanggungjawabkan.
1) Keamanan bagi nakes karena intervensi yang dilakukan berdasarkan bukti ilmiah
4
3. Melacak/ mencari sumber bukti terbaik yang tersedia secara sistematis untuk
menjawab pertanyaan
4. Penilaian kritis (critical appraisal) akan bukti ilmiah yang telah didapat untuk
validitas internal/ kebenaran bukti, (meliputi: kesalahan sistematis sebagai
akibat dari bias seleksi, bias informasi dan faktor perancu; aspek kuantitatif
dari diagnosis dan pengobatan; ukuran efek dan aspek presisi; hasil klinis;
validitas eksternal atau generalisasi), dan kegunaan dalam praktik klinis.
5. Penerapan hasil dalam praktek pada klien, dengan membuat keputusan untuk
menggunakan atau tidak menggunakan hasil studi tersebut, dan atau
mengintegrasikan bukti tersebut dengan pengalaman klinis dan faktor pasien/
klien dalam menentukan keputusan tersebut.
6. Evaluasi kinerja, yaitu melakukan evaluasi atas tindakan yang telah dilakukan
pada klien.
1) mungkin bermanfaat,
2) mungkin berbahaya, atau
3) bukti tidak mendukung salah satu manfaat atau bahaya.
Kualitas bukti dapat dinilai berdasarkan jenis sumber bukti (dari meta-analisis dan
review sistematis uji klinis), faktor lainnya termasuk validitas statistik, relevansi klinis,
keakuratan dan kekinian, dan penerimaan. Dalam evidence based -practice kategori
berbagai jenis evidence based dan tingkatan atau nilainya disesuaikan dengan kekuatan
hasil penelitian dari berbagai jenis bias penelitian.
5
2.5 Etika Pemanfaatan EBP
Etika merupakan seperangkat prinsip yang harus dipatuhi agar pelaksanaan suatu
kegiatan oleh seseorang atau profesi dapat berjalan secara benar (the right conduct), atau
suatu filosofi yang mendasari prinsip tersebut. Etika adalah aturan yang dipegang oleh
peneliti dalam melakukan riset dan oleh karenanya para peneliti harus mengetahui dan
paham tentang etika ini sebelum melakukan penelitian.
Etika riset dilandaskan dalam prosedur yang terdiri dari penghormatan terhadap
harkat dan martabat manusia, penghormatan terhadap privasi dan kerahasiaan subyek
penelitian, keadilan dan inklusivitas, serta memperhitungkan manfaat dan kerugian yang
ditimbulkan penelitian.
1) semua keputusan praktis harus dibuat berdasarkan studi penelitian, dipilih dan
ditafsirkan menurut beberapa karakteristik norma tertentu (penelitian kuantitatif),
2) diperlukan keahlian klinis dari tenaga kesehatan,
3) dalam bingkai sistem pelayanan kesehatan yang berlaku,
4) dilaksanakan berdasarkan pilihan klien/ pasien.
2.6 Asuhan Kebidan pada Ibu Nifas dengan Memanfaatkan EBP
1. Ibu sehat dan bayi baru lahir harus menerima perawatan di fasilitas selama minimal
24 jam setelah lahir.
2. Waktu untuk kontak postnatal pertama antara ibu dan bayi yaitu, Jika lahir di fasilitas
kesehatan, ibu dan bayi baru lahir harus menerima perawatan setelah melahirkan di
fasilitas untuk setidaknya 24 jam setelah lahir. Jika lahir di rumah, kontak postnatal
pertama harus sedini mungkin dalam 24 jam setelah kelahiran. Setidaknya tiga kontak
postnatal tambahan yang direkomendasikan untuk semua ibu dan bayi yang baru lahir,
pada hari ke 3 (48-72 jam), antara hari 7-14 setelah kelahiran, dan enam minggu
setelah melahirkan.
6
3. Kunjungan ke rumah pada minggu pertama setelah lahir dianjurkan untuk perawatan
ibu dan bayi baru lahir.
4. Penilaian bayi
Tanda-tanda berikut harus dinilai selama setiap kontak postnatal dan bayi baru
lahir harus dirujuk untuk evaluasi lebih lanjut jika ditemui tanda-tanda antara lain :
berhenti makan dengan baik, sejarah kejang, cepat pernapasan (tingkat pernapasan
≥60 per menit), dada yang parahh, tidak ada gerakan spontan, demam (suhu ≥37.5 °
C), suhu tubuh rendah (suhu <35,5 ° C), setiap penyakit kuning pada 24 jam pertama
hidup, atau kuning telapak tangan dan kaki pada usia berapa pun. Keluarga harus
didorong untuk mencari perawatan kesehatan dini jika mengidentifikasi salah satu
dari tanda bahaya kunjungan perawatan postnatal.
5. Semua bayi harus mendapat ASI eksklusif sejak lahir sampai usia 6 bulan.
Dukungan khusus harus diberikan ketika ibu ketika ibu melahirkan bayi
prematur. WHO merekomendasikan pemberian ASI eksklusif untuk semua bayi
prematur dan berat badan lahir rendah. Dua penelitian yang dilakukan di LMICs,
mengevaluasi efek dari EBF pada bulan pertama kehidupan untuk risiko kematian
neonatal (69, 70). Kualitas bukti itu dinilai sebagai moderat. Angka kematian secara
signifikan lebih rendah di antara neonatus ASI eksklusif dibandingkan dengan orang-
orang yang sebagian ASI. Neonatus ASI eksklusif memiliki signifikan risiko yang
lebih rendah memiliki infeksi akut pernapasan (ISPA). Khusus neonatus ASI juga
memiliki risiko signifikan lebih rendah menderita diare dan sepsis.
7
Penggunaan klorheksidin dalam situasi ini dapat dianggap hanya untuk
menggantikan aplikasi zat tradisional yang berbahaya, seperti kotoran sapi, untuk sisa
tali pusat. Selain itu, perawatan tali pusat bersih dan kering juga dianjurkan untuk
BBL.
Kemajuan menyusui harus dinilai pada setiap kontak postnatal. Pada setiap
kontak postnatal, semua wanita dan keluarga mereka / mitra harus didorong untuk
memberitahu dokter tentang perubahan suasana hati, keadaan emosi dan perilaku
yang berada di luar pola normal wanita.
8
Pada 10-14 hari setelah lahir, semua wanita harus ditanya tentang resolusi
ringan, depresi sementara postpartum ( "Mother Blues"). Jika gejala belum
diselesaikan, kesejahteraan psikologis wanita harus terus dikaji untuk depresi
postnatal, dan jika gejalanya menetap, dievaluasi.
Perempuan harus diamati untuk setiap risiko, tanda-tanda dan gejala kekerasan
dalam rumah tangga. Perempuan harus diberitahu siapa yang harus dihubungi untuk
saran dan manajemen. Semua wanita harus ditanya tentang dimulainya kembali
hubungan seksual dan mungkin dispareunia sebagai bagian dari penilaian keseluruhan
kesejahteraan dua sampai enam minggu setelah kelahiran. Jika ada masalah yang
menjadi perhatian setiap kontak postnatal, wanita harus dikelola sesuai dengan
pedoman WHO spesifik lainnya.
10. Besi dan suplemen asam folat harus disediakan untuk setidaknya tiga bulan setelah
persalinan. Potensi manfaat dari besi dan suplementasi asam folat dalam mengurangi
beban sakit yang terkait dengan anemia. Hal ini kemungkinan akan lebih besar
9
manfaatnya daripada risiko efek samping utama yang berbahaya, dimana beberapa
wanita mengalami efek samping yang tidak menyenangkan dengan besi lisan
suplemen, tetapi ini tidak mengancam nyawa.
11. Penggunaan antibiotik pada wanita dengan persalinan pervaginam dan gelar ketiga
atau keempat air mata perineum direkomendasikan untuk pencegahan komplikasi luka.
Bagi wanita yang telah menderita tingkat robekan perineum ketiga atau keempat,
panel mencatat manfaat dalam memberikan antibiotik profilaksis untuk pencegahan
komplikasi luka perineum dan karena itu direkomendasikan penggunaan antibiotik
untuk indikasi tertentu.
12. Dukungan psikososial oleh orang yang terlatih direkomendasikan untuk pencegahan
postpartum sebab depresi pada wanita berisiko tinggi mengembangkan kondisi ini.
Analisis dikumpulkan menunjukkan bahwa tiga perempat dari total kematian selama
periode neonatal terjadi pada minggu pertama kehidupan (74,3%). Selama minggu
pertama, tiga hari pertama kehidupanmenyumbang angka kematian tertinggi (37,6%, 8,4%
dan 10,7% dari total kematian neonatal terjadi pada hari 0, 1 dan 2 masing-masing).
Kurang dari setengah dari total kematian sekunder untuk sepsis terjadi pada minggu
pertama kehidupan. Tentang 30% dari kematian ini terjadi pada minggu kedua kehidupan
sementara sekitar seperempat terjadi di minggu 3-4.
Lebih dari 4/5 dari kematian karena prematuritas (83,2%) terjadi pada minggu
pertama kehidupan. Hari pertama (hari 0) memberikan kontribusi sekitar 40% dari
kematian ini. Sekitar 8-10% dari kematian terjadi pada minggu 2 dan jumlah yang sama
di minggu 3-4 kehidupan. Distribusi kematian karena malformasi hampir meniru bahwa
kematian prematur - sekitar empat perlima dari kematian ini (78,4%) terjadi pada minggu
pertama kehidupan dengan hari pertama (hari 0) berkontribusi sekitar 40% dari kematian.
Dari rangkaian terbatas sumber daya Asia Selatan menunjukkan bahwa kunjungan
rumah oleh kader kesehatan masyarakat selama minggu pertama kehidupan,
dikombinasikan dengan intervensi lain, yang efektif dalam mengurangi angka kematian
neonatal dan perinatal.
10
11
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
Mengingat manfaat dari evidence based masa postnatal untuk ibu dan bayi,
hendaknya ini dapat dijadikan pedoman untuk memberikan asuhan kebidanan pada masa
postnatal.
12
DAFTAR PUSTAKA
https://putrirahmadini91.wordpress.com/2014/10/29/bahan-ajar-asuhan-kebidanan-iii-nifas/
https://en.wikipedia.org/wiki/Evidence-based_medicine
https://id.scribd.com/doc/200780383/Makalah-Psikologi-pada-masa-nifas-PDF
http://intanfawfaw.blogspot.co.id/2015/02/evidance-based-postnatal.html
http://apps.who.int/rhl/education/Education_EBM/en/
13