Anda di halaman 1dari 20

PROPOSAL PENELITIAN

ANALISIS STRUKTUR BIAYA LOGISTIK PADA KOMODITAS BAWANG MERAH


UNTUK PENYUSUNAN STRATEGI KEBERLANJUTAN RANTAI PASOK

Disusun oleh
Anggriani Dwi Putriasih
15/385490/TP/11359

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN


FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2018
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Bawang merah (Allium ascalonium L.) merupakan salah satu komoditas hortikultura yang
potensial dikembangkan di Provinsi D.I Yogyakarta. Bawang merah memegang peranan cukup
penting dalam perekonomian Indonesia yaitu sebagai sumber pendapatan masyarakat. Bawang
merah banyak dimanfaatkan masyarakat sebagai bumbu penyedap masakan, serta memiliki
beragam manfaat kesehatan dan memiliki zat antiseptik yang dapat membunuh kuman.
Berdasarkan Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) tahun 1981- 2015 dimana data
konsumsi yang tercatat merupakan konsumsi bawang merah untuk kebutuhan rumah tangga.
Perkembangan konsumsi bawang merah pada periode tahun 1981-2015 cenderung meningkat
dengan rata-rata pertumbuhan 8,31% kg/kap/tahun (Gambar 1.1). Konsumsi bawang merah tahun
1981 sebesar 1,65 kg/kapita/tahun dan pada tahun 2015 konsumsinya menjadi 2,71
kg/kapita/tahun. Konsumsi bawang merah tertinggi dicapai pada tahun 2007 yaitu sebesar 3,01
kg/kapita/tahun.

Sumber: Kementrian Pertanian

Gambar 1.1 Perkembangan Konsumsi Bawang Merah di Indonesia Tahun 1981-2015

Bawang merah (Allium ascalonicum L) merupakan salah satu komoditas tanaman


hortikultura yang banyak dikonsumsi manusia sebagai campuran bumbu masak setelah cabe.
Selain sebagai campuran bumbu masak, bawang merah juga dijual dalam bentuk olahan seperti
ekstrak bawang merah, bubuk, minyak atsiri, bawang goreng bahkan sebagai bahan obat untuk
menurunkan kadar kolesterol, gula darah, mencegah penggumpalan darah, menurunkan tekanan
darah serta memperlancar aliran darah. Sebagai komoditas hortikultura yang banyak dikonsumsi
masyarakat, potensi pengembangan bawang merah masih terbuka lebar tidak saja untuk kebutuhan
dalam negeri tetapi juga luar negeri (Suriani, 2012).

Di Indonesia terdapat beberapa wilayah penghasil bawang merah tertinggi. Daerah sentra
pengembangan bawang merah di Indonesia tersebar di NAD, Sumatera Utara, Sumatera Barat,
Jambi, Bengkulu, Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, Nusa
Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, dan
Irian Jaya. Adapun daerah Pulau Jawa yang dikenal sebagai daerah sentra produksi bawang merah
selain Bantul adalah Malang, Nganjuk, Probolinggo, Kediri, Tegal, Brebes, Wates, Cirebon,
Kuningan, dan Majalengka. (Pitojo, 2003).

Konsumsi bawang merah yang meningkat seiring dengan pertumbuhan jumlah penduduk
di Indonesia membuat beberapa wilayah memproduksi bawang merah. Salah satunya yaitu daerah
Kabupaten Bantul yang menjadi produsen bawang merah tertinggi di provinsi DIY yang dapat
dilihat pada Gambar 1.2.

Sumber: Balai Pengkajian Statistik Yogyakarta, 2014

Kecamatan Sanden merupakan wilayah yang terletak di selatan Kabupaten Bantul berupa
daerah dataran rendah (0-15 meter diatas permukaan laut) yang sebagian wilayahnya berbatasan
langsung dengan pesisir. Sanden menjadi sentra bawang merah karena berada dekat dengan daerah
pantai yang menjadi salah satu peluang prospektif untuk pengembangan agribisnis
dengan pemanfaatan lahan pesisir pantai untuk lahan pertanian (Witjaksono et.al., 2012)
Berdasarkan data pada Gambar 1.2 Kabupaten Bantul merupakan daerah yang
memproduksi bawang merah tertinggi di Daerah Istimewa Yogyakarta. Dalam rangka
memproduksi bawang merah ini tentunya terdapat para pelaku salah satunya pelaku rantai pasok
yang berperan dalam meningkatkan produktivitas adalah petani. Peningkatan produktivitas
bawang merah dapat dilakukan dengan cara menitikberatkan pada faktor-faktor produksi yang ada.

Menurut Sukesi dkk (2007), produksi bawang merah yang bersifat musiman, seperti halnya
hasil pertanian pada umumnya, dapat menyebabkan terjadinya fluktuasi pasokan, sedangkan
permintaan (demand) cenderung tetap. Hal ini mengakibatkan terjadinya fluktuasi harga bawang
merah di tingkat konsumen akhir, sementara harga di tingkat petani cenderung tetap rendah,
bahkan terlalu rendah pada saat panen raya.
Menurut Juwari, ketua Asosiasi Bawang Merah Indonesia (ABMI), dalam Sukri Rivai
(2016), disparitas harga bawang merah terlalu tinggi disebabkan adanya mata rantai yang cukup
panjang, sehingga menguntungkan para pedagang tertentu. Kondisi ini akan menyebabkan biaya
distribusi margin pemasaran yang tinggi, sehingga ada bagian yang harus dikeluarkan untuk
keuntungan pedagang.
Rantai pasok merupakan suatu sistem yang terintegrasi sehingga perubahan pada suatu sub-
sistem akan berpengaruh terhadap sub-sistem lainnya. Oleh karena itu, permasalahan yang terjadi
di pengepul dan distributor akan berdampak pada pelaku rantai pasok berikutnya. Untuk mengatasi
permasalahan tersebut, diperlukan adanya suatu pengelolaan rantai pasok yang tepat sehingga
aliran dalam rantai pasok dapat berjalan lancar.

Prinsip dari manajemen rantai pasok adalah mencapai biaya minimum dengan tingkat
pelayanan maksimum. Oleh karena itu semua biaya yang digunakan untuk melakukan aktivitas
tersebut penting diperhatikan. Dalam penelitian ini, struktur biaya logistik digunakan sebagai salah
satu komponen dalam perhitungan profit margin setiap tier komoditas bawang merah. Kemudian
profit margin juga perlu mempertimbangkan siklus waktu usaha setiap tier. Dalam
pendistribusiannya bawang merah memiliki beberapa tier rantai pasok. Setiap tier mengeluarkan
biaya dalam pendistribusiannya, diantaranya biaya logistik. Biaya logistik yang dikeluarkan akan
memperngaruhi profitabilitas yang diperoleh. Semakin banyak tier yang terlibat dalam rantai
pasok maka akan terjadi perbedaan harga.
Rantai pasok yang berkelanjutan didefinisikan sebagai rantai pasok yang tidak terbatas
untuk hanya pada green supply chain, tetapi menyadari bahwa rantai pasokan harus beroperasi
dala struktur keuangan realistis, sejalan dengan memberikan kontribusi nilai terhadap masyarkat.
Rantai pasok dapat dikatakan tidak berkelanjutan jika tidak memiliki biaya dan nilai yang nyata.
Dengan begitu rantai pasok yang berkelanjutan harus memperhitungkan semua masalah yang
relevam terhadap isu social, ekonoi, dan lingkungan. Oleh karena itu hal inilah yang menjadi dasar
perlunya dilakukan penelitian dengan judul “Analisis Struktur Biaya Logistik pada Komoditas
Bawang merah untuk Penyusunan Strategi Keberlanjutan Rantai Pasok”.

1.2 Rumusan masalah

Analisis struktur biaya logistik pada bawang merah dilakukan untuk mengetahui proporsi
biaya logistik dan komponen biaya yang paling berengaruh terhadap aktivitas logistik. Perbedaan
total biaya dan harga setiap tier menunjukkan profit margin antar tier. Efisiensi distribusi tercapai
apabila profit yang dihasilkan sebanding dengan biaya yang dikeluarkan, waktu siklus usaha, skala
usaha, dan risiko yang dihadapi.

1.3 Tujuan

1. Mengidentifikasi aktivitas logistik pada setiap tier rantai pasok bawang merah di
Kabupaten Bantul.
2. Menganalisis struktur biaya logistik setiap tier rantai pasok bawang merah berdasarkan
aktivitas logistiknya.
3. Menghitung profit margin setiap tier rantai pasok bawang merah.
4. Menyusun strategi keberlanjutan rantai pasok bawang merah ditinjau dari aktivitas logistik,
perhitungan biaya logistik, dan profit margin.

1.4 Batasan masalah

1. Pengamatan dilakukan pada aktivitas distribusi bawang merah di Kabupaten Bantul.


2. Jalur rantai pasok ditentukan berdasarkan jalur rantai pasok yang dimiliki bawang merah
di Kabupaten Bantul.
3. Analisis strukur biaya logistic hanya dilakukan pada pelaku bisnis (petani hingga pengecer)
yang mendistribusikan bawang merahnya di provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.
4. Analisis strutur biaya logistic yang dilakukan sampai tahap penjualan akhir dalam bentuk
umbi kering protolan.

1.5 Manfaat penelitian

1. Mengetahui komponen biaya yang paling berpengaruh terhadap aktivitas logistik bawang
merah sehingga analisis yang dilakukan dapat berimplikasi pada pengendalian bahkan
pengurangan biaya logistik.
2. Memberikan referensi dan solusi dengan adanya analisis struktur biaya logistik pada
komoditas bawang merah di Kabupaten Bantul.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Bawang Merah


Tanaman bawang merah termasuk tanaman semusinm berbentuk rumpun dan tumbuh
tegak yang termasuk ke dalam family Liliaceae. Berikut ini merupakan klasifikasi tanaman
bawang merah menurut Sunarjono dan Prasodjo (1983)
Divisio: Spermatophyta
Subdivisio: Angiospremae
Kelas: Monocotyledoneae
Famili: Liliaceae
Genus: Allium
Spesies: Allium ascalonicum L.
Bawang merah biasanya memiliki jumlah umbi per rumpun bervariasi antara 4 sampai 8
umbi dan bentuk umbinya dapat bervariasi mulai dari bentuk agak bulat sampai berbentuk lebih
gepeng. Umbi tersebut terbentuk di dalam tanah dengan posisi yang rapat serta dikelilingi suatu
seludang. Pertumbuhan umbi-umbi dalam setiap rumpunnya adalah mandiri dengan bagian
dasarnya yang berhubungan (Putrasamedja dan Suwandi, 1996)
Permasalahan off-farm yang sering terjadi pada sayuran khususnya pada bawang merah
adalah harga. Pada tahun 2013, bawang merah menempati urutan pertama dalam kontribusinya
terhadap inflasi dari kelompok bahan makanan yaitu sebesar 0.38% (TPPI, 2013). Selain itu,
pertumbuhan harga bawang merah di tingkat produsen sebesar 8.50% sedangkan di tingkat
konsumen sebesar 17.27% per tahun (BPS, 2014a). Ini menunjukan terdapat fenomena disparitas
pertumbuhan harga bawang merah yang besar antara produsen dengan konsumen (Ruslan, 2016).
Menurut Mudatsir (2015), rantai distribusi yang panjang akan menyebabkan kerugian
karena selama proses distribusi bawang merah akan mengalami susut bobot, belum lagi jika
bawang merah rusak dan membusuk. Panjangnya jalur distribusi menjadi salah satu faktor
disparitas harga di tingkat petani dengan konsumen.
2.2 Rantai Pasok
Menurut Pujawan (2005), rantai pasok adalah jaringan perusahaan yang secara bersama-
sama bekerja untuk menciptakan dan menghantarkan suatu produk sampai ke tangan pelanggan.
Perusahaan-perusahaan tersebut biasanya terdiri dari rangkaian supplier (pemasok), pabrik,
distributor, toko atau ritel serta perusahaan-perusahaan pendukung seperti perusahaan jasa logistik.
Pada suatu rantai pasok, ada tiga macam aliran yang harus dikelola mulai dari hulu (sisi dimana
barang masih berbentuk mentah) hingga ke hilir (sisi dimana barang sudah berbentuk produk akhir
yang siap dikonsumsi oleh konsumen akhir).
Supply chain juga didefinisikan sebagai suatu system tempay organisasi menyalurkan
barang produksi dan jasanya kepada para pelanggannya. Rantai ini juga merupakan jaringan atau
jejaring dari berbagai organisasi yang saling berhubungan yang mempunyai tujuan yang smaa,
yaitu sebaik mungkin menyelenggarakan pengadaan atau penyaluran barang tersebut (Indrajit,
2002). Supply chain juga dikatakan sebagai logistic network. Dalam hubungan ini, ada beberapa
pemain utama yang merupakan perusahaan-perusahaan yang mempunyai kepentingan yang sama,
yaitu suppliers, manufacturer, distribution, retail outlets, customers.
Menurut Basu dan Wrighy (2008), aliran dalam rantai pasok dapat dibagi menjadi dua
aliran informasi dan material/fisik. Dari segi aliran informasi, customer memberikan informasi
mengenai permintaan sedangkan perusahaan dapat membuat informasi perencanaan produksi.
Informasi perencanaan produksi membantu perusahaan mwmbuat jadwal produksi dan
perencanaan pembelian material. Informasi pembelian material diberikan kepada pemasok,
sedangkan perencanaan produksi diberikan kepada pihak lantai produksi. Dari aliran fisik,
pemasok mewujudkan informasi yang diperoleh dari perusahaan mengenai pembelian material
menjadi pengiriman material. Material diterima perusahaan dan diproduksi. Hasil produksi
akhirnya dikemas dan didistribusikan ke customer sesuai dengan informasi permintaan yang
diperoleh perusahaan.
2.3 Supply Chain Management
Manajemen rantai pasok (supply chain management) pertama kali dikemukakan oleh
Oliver dan Weber pada tahun 1982. Manajemen rantai pasok adalah koordinasi strategik dan
sistematis antar perusahaan-perusahaan dalam memasok bahan baku, memproduksi barang-
barang, dan mengirimkannya kepada konsumen akhir (Anatan & Ellitan 2008). Chopra & Meindl
(2004) berpendapat bahwa manajemen rantai pasok mencakup manajemen atas aliran-aliran di
antara tingkatan dalam suatu rantai pasok untuk memaksimumkan keuntungan total. Manajemen
rantai pasok merupakan konsep yang semakin penting pada era perdagangan bebas dan globalisasi.
Dalam manajemen rantai pasok, terdapat empat penggerak (driver) yaitu persediaan, transportasi,
fasilitas, dan informasi. Dari keempat penggerak tersebut, penggerak informasi menjadi penggerak
utama. Informasi sangat mempengaruhi ketiga penggerak lainnya. Definisi lain dari manajemen
rantai pasok merupakan salah satu upaya untuk memenuhi kebutuhan pelanggan, karena pada
dasarnya manajemen rantai pasok memperhatikan bagaimana proses barang hingga sampai
ketangan konsumen dengan memperhatikan kualitas barang, seperti daya tahan, keutuhan barang,
waktu respon pemesanan. Selain itu manajemen rantai pasok juga menekankan kepada kualitas
pelayanan yang di fasilitaskan kepada pelanggan seperti waktu repon dan efisiensi tenaga kerja
untuk memenuhi kebutuhan pelanggan (Diana dkk, 2016).
Strategi merupakan rencana yang dilakukan untuk mencapai suatu misi. Strategi
diperlukan hamper disetiap aspek, tidak terkecuali pada manajemen rantai pasok (supply chain
management). Strategi dalam supply chain management diperlukan untuk membantu pencapaian
tujuan perusahaan yang diinginkan sehingga oendekatan berbagai strategi suplly chain
management ini dapat menjadi keunggulan bersaing bagi perusahaan. Strategi supply chain
management memiliki 3 tujuan yaitu ( Siagian, 2005):
a. Cost reduction, dimana strategi yang dijalankan harus dapat meminimalkna biaya
logistic. Misalnya dengan memilih alat atau model transportasi, penggudangan,
standard dan layanan yang dapat meminimalkan biaya.
b. Capital reduction, dimana strategi yang digunakan bertujuan untuk meminimalkan
tingkat investasi di dalam strategi logistic. Strategi ini dapat menghasilkan biaya
variabel yang lebih tinggi daripada strategi lain yang membutuhkan level lebih tinggi,
tetapi pada saat pengembalian investadi diharapkan dapat meningkat.
c. Service improvement, dimana aspek pelayanan harus selalu diperbaiki. Walaupun
terjadi kenaikan pada biaya, tetepi ditutupi oleh naiknya level dari logistic pelayanan
konsumen dan meningkatnya pendapatan.
2.4 Biaya Logistik
Biaya logistik adalah biaya untuk merencanakan, mengimplementasikan dan
mengendalikan efisiensi dan efektivitas aliran dan penyimpanan barang maupun jasa dari titik
asal menuju titik akhir untuk memenuhi kebutuhan pelanggan (Miranda dan Tunggal, 2001).
Berdasarkan definisi tersebut aliran produk merupakan dasar dari biaya logistik. Pembiayaan
dalam logistik dilakukan berdasarkan pendekatan biaya total (Vangkilde, 2004). Menurut La
Londe dan Ginter (1997), pendekatan biaya total merupakan pendekatan yang terstruktur untuk
menentukan biaya total produk atau jasa. Analisis biaya total merupakan kunci untuk mengatur
fungsi logistik. Meminimasi biaya total logistik lebih baik daripada meminimasi biaya
aktivitasaktivitas logistik secara terpisah (Stock dan Lambert, 2001). Biaya logistik dikendalikan
oleh aktivitas-aktivitas yang mendukung proses logistik. Kategori-kategori biaya utamanya
adalah customer service level, order processing and information costs, inventory carrying costs,
lot quantity costs, transportation costs dan warehousing costs.

Terdapat beberapa metode yang dapat digunakan untuk menghitung biaya logistic dengan
masing-masing metode hanya memiliki sedikit perbedaan. Meskipun begitu, setiap metode yang
ada hanya menentukan biaya dari transportasi, penyimpanan, dan administrasi sebagai komponen
penghitungan. Akan tetapi, berdasarkan Zeng dan Rosetti (2003) perhitungan biaya logistic
terbagi menjadi komponen transportasi, penyimpanan, administrasi, custom, risiko dan
kerusakan, penanganan dan pengemasan.

2.5 Rantai Nilai Distribusi (Profit Margin)

Rantai nilai didefinisikan sebagai urutan kegiatan yang harus memberikan kontribus lebih
kepada nilai akhir dari produk daripada biaya. Produk yang dihasikan oleh sebuah organisasi
bergantung pada berbagai kegiatan organisasi dan menggunakan sumber daya yang berbeda
sepanjang rantai nilai tergantung pada spesifikasi produk. Pada dasarnya semua aliran produk yang
melalui rantai nilai, dimulai dengan pnelitian, pengembangan, rekayasa, kemudian bergerak
melalui aktivitas manufaktur dan terus kepada pelanggan. Tergantung pada suatu produk,
pelanggan mungkin memerlukan layanan dan atau memilih untuk mengkonsumsi produk tersebut
atau membuangnya setelah mendapatkan tujuan dari mengkonsumsi produk tersebut (Atkinson
et.al, 2007)

Menurut Poter (1985) dalam Mildawati (2006), value chain adalah serangkaian hubungan
aktivitas pencapaian nilai (value creating activities) mulai dari bahan mentah sampai dengan tahap
pembuangan produk akir oleh konsumen akhir (end-use customer) dan mungkin nuga berlanjut
sampai dengan daur ulang (recycle) dan penciptaan value chain yang baru. Porter mendefiniskan
value sebagai sejumlah uang dimana pembeli bersedia mengorbankannya untuk produk yang
ditawarkan oleh perusahaan. Jadi value adalah konversi manfaat atau nilai dari produk dalam
satuan uang. Semakin tinggi value dari barang dan jasa semakin besar kesedihan seseorang untuk
membayarnya. Oleh sebab itu, kunci sukses dalam berkompetisi adalah dengan secara terus
menerus membangun value bag konsemen dengan kata lain, perusahaan harus berorientasi
konsumen atau customer center.

Pada rantai nilai juga terbentuk saluran pemasaran. Masing-masing rantai memiliki tingkat
efisiensi suatu pemasaran yang berbeda-beda. Analisis margin pemasaran dan bagian harga
merupakan salah satu cara untuk mrngrtahui tingkat efisiensi suatu pemasaran. Menurut Isyanti,
margin pemasaran dapat didefiniskan sebagai selisih harga antara yang dibayarkan konsumen
dengan harga yang diterima produsen. Panjang pendeknya sebuah saluran pemasaran dapat
mempengaruhi labanya, smeakin panjang saluran pemasaran maka semakin besar pula margin
pemasarannya, sebab lembaha pemasaran yang terlibat semakin banyak. Besarnya angka margin
pemasaran dapat menyebabkan bagian harga yang diterima oleh petani produsen semakin kecil
dibandingkan dengan harga yang dibayarkan konsumen langsung ke petani, sehingga saluran
pemasaran yang terjadi atau semakin panjang dapat dikatakan tidak efisien (Muqtadir, 2017)

2.6 supply chain management strategy

Menurut Pujawan dan Mahendrawathi (2010) strategi supply chain management adalah
kumpulan kegiatan dan aksi strategis di sepanjang garis suplly chain yang menciptakan
rekonsiliasi antara apa yang dibutuhkan pelanggan akhir dengan kemampuan sumber daya yang
ada pada supply chain tersebut.

Impementasi strategi logistic mencakup proses perencanaan, implementasi, dan evaluasi


strategi logistic, yang duklasifikasikan sesuai rentang waktu perencanaan manajemen logistic,
yaitu (Zaroni, 2017)

1. strategic planning, keputusan strategic yang berdampak pada kinerja logistic perusahaan
denngan rentang waktu antara 3 sampai dengan 5 tahun.
2. Tactical planning, keputusan taktis yang berdampak pada kinerja logistic perusahaan
denngan rentang waktu antara 6 sampai dengan 12 tahun.
3. Operational planning, keputusan operasional yang berdampak pada kinerja logistic sehari-
hari.
Manajemen rantai pasok berkelanjutan adalah integrase pembangunan berkelanjutan dan
manajemen rantai pasok yang mengandng tiga dimensi, yait mengintegrasikan lingkungan, isu-
isu social dan ekonomi yang berpengaruh pada strategi perusahaan (Hadiguna, 2016)

Definisi rantai pasok yang berkelanjutan tidak terbatas untuk yang disebut green supply
chain, tetapi menyadari itu agar benar-benar berkelanjutan, rantai pasokan harus beroperasi
dalam struktur keuangan yang realistis, serta memberikan kontribusi nilai terhadap masyarakat
kita. Rantai pasokan dapat dikatakan tidak berkelanjutan, kecuali mereka memiliki biaya yang
realistis dan bernilai. Dengan demikian, definisi yang nyata manajemen rantai pasokan
berkelanjutan dimana manajemen harus memperhitungkan semua relevansi terkait masalah
ekonomi, social, dan lingkungan (Cetinkaya, et.al, 2011)
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Objek Penelitian
Objek dalam penelitian ini adalah seluruh tier yang terlibat dalam rantai pasok
bawang merah. Pemilihan objek penelitian di Kabupaten Bantul. Aspek yang akan diteliti
dalam penelitian ini adalah aktivitas logistik dan struktur biaya logistik pada setiap tier
rantai pasok bawang merah. Kemudian aspek system distribusi dan profit margin bawang
merah. Dari aspek tersebut dapat diberikan solusi penyusunan strategi yang tepat rantai
pasok bawang merah.
3.2 Data yang Diperlukan
3.2.1 Data Primer
Data primer dalam penelitian ini didapatkan melalui wawancara dan observasi
langsung oleh peneliti di lapangan. Data primer pada penelitian ini diperoleh dari setiap
tier rantai pasok bawang merah yang berupa informasi umum rantai pasok bawang merah,
aktiitas logistik, komponen biaya logistik, serta harga beli dan harga jual bawang merah di
setiap tier. Selain itu juga informasi mengenai jalur dan tujuan distribusi bawang merah
setelah tier tersebut. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel

Data yang dibutuhkan Tujuan Metode pengambilan data


Tata niaga bawang Identifikasi rantai pasok Observasi langsung dan
merah di DIY bawang merah di Bantul wawancara
Aktivitas logistik tiap Identifikasi aktvitas logistik Indepth interview
tier pada tiap tier rantai pasok
Data Struktur biaya logistik Analisis struktur biaya Indepth interview
Primer tiap tier logistik berdasarkan aktivitas
logistiknya pada tiap tier
rantai pasok
Harga jual dan harga Analisis profit margin pada Indepth interview
beli bawang merah tiap tier rantai pasok
tiap tier
3.2.2 Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang tidak berhubungan langsung dengan objek, tetapi
mendukung jalannya penelitian. Data sekunder merupakan data pendukung data primer.
Data sekunder pada penelitian ini diperoleh dengan melakukan studi pustaka mengenai
informasi yang diperlukan melalui buku-buku dan jurnal terkait penelitian.

Data yang dibutuhkan Tujuan Metode pengambilan data


Luas lahan, jumlah Data penunjang penelitian Studi literature dan dinas
produksi, dan terkait
produktivitas bawang
merah di Bantul
Data Konsumen bawang Data penunjang penelitian Studi literatur
Sekunder merah di Indonesia
Rata-rata harga Data penunjang penelitian Studi literatur
bawang merah di
Indonesia
Komponen biaya Identifikasi komponen Jurnal
logistik biaya logistik

3.3 Metode Pengumpulan Data


1. Observasi
Observasi adalah metode pengumpulan data yang dilakukan dengan pengamatan
dan pencatatan secara sistematis terhadap gejala dan fakta yang dihadapi selama berada
di lapangan. Observasi dilakukan untuk mengetahui proses kegiatan rantai pasok beras
hitam.
Menurut Sugiyono (2013), observasi sebagai teknik pengumpulan data mempunyai
ciri yang spesifik bla dibandingkan dengan teknik yang lain, yaitu wawancara dan
kuesioner. Kalau wawancara dan kuesioner selalu berkomunikasi dengan orang, maka
observasi tidak terbatas pada orang, tetapi juga objek-onjek alam yang lain.
2. Wawancara
Pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara dan mengamati secara
langsung mengenai aktivitas rantai pasok yang terjadi pada beras hitam. Wawancara
dilakukan kepada para pelaku rantai pasok untuk mengetahui keadaan rantai pasok beras
hitam di Sleman. Selain itu, juga ditelusuri informasi mengenai aktivitas logistik serta
struktur biaya logistik yang ditentukan berdasarkan Activity Based Costing (ABC) yaitu
berdasarkan aktivitas aktual yang menimbulkan biaya pada rantai pasok beras hitam.
Aktivitas logistik akan terbagi menjadi beberapa aktivitas procurement, on-farm, material
handling, maintenance, transportation, dan communication. Hasil perhitungan biaya
logistik akan digunakan untuk menentukan nilai profit margin dengan cara menentukam
harga beli dan harga jual pada setiap tier.
Pengumpulan data dilakukan dengan metode indepth interview. Indepth interview
(wawancara mendalam) digunakan peneliti untuk pengumpulan informasi. Indepth
interview dilakukan dengan para pelaku rantai pasok beras hitam sehingga akan diperoleh
kondisi nyata yang terjadi.
Pemilihan responden wawancara dilakukan dengan teknik sampling pada tiap
pelaku rantai pasok beras hitam yang ada di Sleman. Teknik sampling yang digunakan
yaitu convenience sampling. Menurut Juliandi (2014) pengambilan sampel dengan metode
convenience sampling adalah dengan mencari objek yang akan diteliti. Objek yang
kebetulan bertemu pada saat pengumpulan data dan sesuai untuk diteliti, maka dijadikan
sampel penelitian.
Selain menggunakan convenience sampling, penelitian juga menerapkan snowball
sampling. Menurut Pawito (2007) teknik pengambilan sampel ini mengimplikasi jumlah
sampel yang semakin membesar seiring dengan perjalanan waktu pengamatan. Penelitian
dimulai dari seorang informan untuk mengawali pengumpulan data. Kepada informan
pertama ini peneliti akan menanyakan siapa lagi berikutnya orang yang layak untuk
diwawancara, kemudian peneliti beralih kepada orang yang disarankan.
Kriteria responden yang digunakan dalam penelitian ini yaitu pelaku rantai pasok
beras hitam di Sleman yang melakukan aktivitas logistik sehingga dapat diperoleh
informasi tentang biaya logistik. Dengan adanya responden yang tepat maka diharapkan
akan diperoleh gambaran nyata mengenai aktivitas rantai pasok dan struktur biaya yang
dialami dalam aktivitas tersebut.
3. Studi Pustaka
Pengumpulan informasi pendukung mengenai rantai pasok bawang merah dengan
menggunakan buku-buku dan jurnal yang terkait.
3.4 Tahapan Penelitian
1. Studi pendahuluan
Studi pendahuluan merupakan suatu pengumpulan informasi mengenai kondisi
sistem rantai pasok bawang merah di Indonesia. Dengan begitu akan diperoleh
masalah-masalah yang ada dalam system rantai pasok bawang merah
2. Identifikasi masalah
Mengidentifikasi masalah yang ada dalam aktivitas rantai pasok bawang merah dan
biaya logistik yang diperlukan selama rantai pasok berlangsung.
3. Perumusan masalah dan penetapan tujuan
Dalam penelitian ini masalah yang dianalisis adalah rantai pasok pada komoditas
bawang merah selanjutnya ditetapkan tujuan yaitu Mengidentifikasi aktivitas
logistik pada setiap tier rantai pasok bawang merah di Bantul, menganalisis struktur
biaya logistik setiap tier rantai pasok bawang merah berdasarkan aktivitas
logistiknya, menghitung profit margin setiap tier rantai pasok bawang merah, dan
menyusun strategi keberlanjutan rantai pasok bawang merah ditinjau daei aktivitas
logistik, perhitungan biaya logistik, dan profit margin.
4. Studi pustaka
Studi pustaka dilakukan untuk mendukung langkah, tujuan, dan konsep
penyelesaian masalah yang diteliti.
5. Penentuan objek dan wilayah
Objek yang diambil berupa rantai pasok dari komoditas bawang merah dan biaya
yang dihasilkan setiap tiernya. Wilayah penelitian berlokasi di Kabupaten Bantul.
Penentuan wilayah ini ditentukan berdasarkan data jumlah produksi bawang merah
6. Identifikasi tier dalam rantai pasok bawang merah
Identifikasi tier dilakukan dengan cara melakukan penelusuran terhadap rantai
pasol bawang merah dari bawang merah tersebut berasal sampai bawang merah
tersebut sampai ke konsumen.
7. Pengumpulan data primer dan sekunder
Pengambilan data primer dilakukan dengan wawancara dan observasi langsung.
Data sekunder diperoleh dari studi pustaka yang dilakukan.
8. Pengolahan data struktur biaya logistik
Dari hasil pengumpulan data biaya logistik dilakukan perhitungan mean, standar
deviasi, serta batas atas dan batas bawah. Hal ini dilakukan karena data yang
diperoleh merupakan data yang beragam sehingga diperlukan penyeragaman data.
Rumus perhitungan yaitu sebagai berikut
a. Perhitungan mean
Mean
b. Perhitungan standar deviasi
c. Perhitungan variansi
d. Perhitungan batas atas dan batas bawah
Batas atas adalah hasi pengolahan dari data terbesar sedangkan batas bawah
adalah hasil pengolahan data terkecil dari keseluruhan data struktur biaya
logistik.
9. Pengolahan data profit margin
Setelah dilakukan penyeragaman data, maka dilanjutkan perhitungan margin
pemasaran, share margin, dan profit margin.
a. Perhitungan margin pemasaran
Mji=Psi – Pbi atau Mji=Ci+πi
Dimana Mji = marjin pemasaran pada tier-i
Psi = harga jual pada tier-i
Pbi= harga beli pada tier-i
Πi = profit yang diterima pada tier i
Ci = biaya yang dikeluarkan oleh tier i
b. Share margin
𝑃𝑝
Sm= 𝑃𝑘 x 100%

Dimana Sm = share margin dihiungdalam %


Pp = harga setiap komponen biaya pada tier i
Pk= harga yang dibayar oleh konsumen akhir
c. Profit margin
πi
Pmi= 𝐶𝑖 x 100%

Dimana Pmi = profit margin pada tier i


Πi = profit yang diteria tier-i
Ci= biaya yang dikeluarkan oleh tier i

10. Analisis biaya logistik


Dari hasil data biaya logistik yang diperoleh, kemudian dilakukan analisis biaya
logistik pada setiap tier dalam rantai pasok komoditas bawang merah. Dari hasil
perhitungan struktur biaya logistik, akan diperoleh hasil berupa proporsi biaya
logistik untuk setiap tier rantai pasol bawang merah untuk setiap aktivitas
logistiknya. Aktivitas logistik yang mempunyai biaya terbesar dapat diminimalisisr
untuk eningkatkan efisiensi rantai pasok.
11. Analisis profit margin
Analisis ini dilakukan pada tiap tier, unt kemudian diperoleh profit margin setiap
rantai pasok. Kemudian diperoleh hasil tier tertinggi maupun terndah serta efisiensi
distribusinya.
12. Analisis strategi rantai pasok
Dilakukan analisis strategi apa yang dapat diterapkan pada komoditas bawang
merah ini sehingga mendukung keberlanjutan serta tercapai distribusi dengan
keuntungan yang adil
DAFTAR PUSTAKA
Suriani, N. 2011. Bawang Bawa Untung. Budidaya Bawang Merah dan Bawang Merah. Cahaya
Atma Pustaka. Yogjakarta.
Sukesi, Henny., Ninuk Rahayuningrum., dan Tjahya Widayanti. 2007. Analisis Pemecahan
Oversupplu Bawang Merah : Kasus Brebes. Dalam Buletin Ilmiah Litbang Perdagangan
Sunarjono, Hendro dan Prasodjo Soedomo. 1983. Budidaya Bawang Merah. Bandung: Sinar
Baru.
Putrasamedja, Sartono dan Suwandi. 1996. Bawang Merah di Indonesia. Bandung: Balai
Penelitian Tanaman dan Sayuran.
Ruslan, Januar Arifin. 2016. Transmisi Harga Asimetri dalam Ranta Pasok Bawang Merah dan
Hubungannya dengan Impor di Indonesia: Studi Kasus di Brebes dan Jakarta. Dalam Buletin
Ilmiah Litbang Pedagangan, Vol.10, No.1.
Mudatsir. 2015. Membangun Sistem Logistik Baawang Merah. Dalam Warta Pengkajian
Perdagangan, Volume III, No. 9.
Basu, R, and Wright, J.N. 2008 The Role of Supply Chain As A Value Driver Total Supply
Chain Management, page 1-6. Elsevier. USA.
Indrajit, R. E. 2002. Konsep Manajemen Supply Chain. Jakarta : PT Grasindo.
Siagian, M.Y. 2005. Aplikasi SCM dalam Dunia Bisnis. Jakarta: Grasindo Cikal Sakti.

Zeng, AZ., dan Rosetti, C. 2003. Developing Framework for Evaluating the Logistics Costs in
Global Sourcing Processes: An Implementation and Insights. Dalam International Journal of
Physical Distribution and Logistics Management, Vol 33, No. 9 (785-803).

Hadiguna, R. A. 2016. Manajemen Rantai Pasok Agroindustri: Pendekatan Berkelanjutan untuk


Pengukuran Kinerja dan Penilaian Risiko. Padang: Andalas University Press.

Zaroni. 2017. Panduan Eksekusi Stratefi Logistics &Supply Chain Konsep Dasar Logistik
Kontemporer-Praktik Terbaik. Jakarta: Prasetiya Mulya Publishing.

Muqtadir, Malik. 2017. Teori Analisis Margin Pemasaran Menurut para Ahli Pemasaran. Dalam
https://www.galinesia.com/2017/11/teori-analisis-margin-pemasaran-menurut.html# diakses pada
tanggal 18 September 2018 pukul 16.30 WIB.

Mildawati, Titik. 2006. Pemberdayaan Koperasi melalui Value Chain untuk Menciptakan
Keunggulan Bersaing. Dalam EKUITAS, Vol. 10, No.4.
Cetinkaya, B., Richard C., Graham E., Thorsten K, Wojctech P., and Christoph T. 2011.
Sustainable Supply Chain Manajement Practical Ideas for Moving Towards Best Practice.
Prentice-Hall Inc. New Jersey.

Anda mungkin juga menyukai