Nama :
NIM :
Kelas :
Kelompok :
Pembimbing :
Tujuan : Memperlihatkan bahwa membrane eritrosit dapat mengalami lisis dalam pelarut
organik.
Dasar : seperti halnya sel eukariotik lainnya, membrane eritrosit disusun oleh struktur
supramolekuler yang disebut lipid bilayer. Bila eritrosit dimasukkan ke dalam larutan yang
mengandung pelarut organik, maka lipid membrane akan larut, sehingga terjadi hemolisis.
Cara Kerja :
1. Ke dalam 6 tabung reaksi dimasukkan masing – masing 10 ml NaCl 0,9%. Tabung
pertama digunakan sebagai kontrol, dan kelima tabung lainnya tambahkan masing -
masing 2 tetes kloroform, eter, aseton, toluene dan alcohol secara berurutan.
2. Tambahkan ke dalam tiap tabung 2 tetes suspense darah, campur dengan
membaliknya perlahan – lahan, biarkan selama setengah jam (jangan dikocok).
Cetrifuge selama 10 menit. Perhatikan warna yang terbentuk pada larutan bagian
atas dan bandingkan dengan control.
Hasil Percobaan:
Hemolisis
Pelarut
(perhatikan warna dan endapan yang terbentuk)
Kontrol (NaCl 0,9%)
Kloroform
Eter
Aseton
Toluen
Alkohol
Dasar : eritrosit akan mengkerut bila berada dalam larutan hipertonik. Dalam larutan
hipotonik, cairan dari luar sel masuk ke dalam sel sehingga eritrosit akan membengkak dan
akhirnya terjadi hemolisis. Hemoglobin dalam eritrosit akan larut, sehingga memberi warna
merah jernih pada larutan.
Cara Kerja :
1. Kedalam 10 tabung reaksi buat beberapa konsentrasi larutan NaCl (lihat tabel)
2. Campur dengan baik. Tambahkan 2 tetes suspense darah ke dalam setiap tabung
dan campur dengan membaliknya perlahan-lahan. Diamkan selama 1 jam.
Perhatikan dan catat derajat hemolisis pada tiap-tiap tabung.
Hasil Percobaan :
Hemolisis
Pelarut
(perhatikan warna dan endapan yang terbentuk)
Kontrol (NaCl 0,9%)
Kloroform
Eter
Aseton
Toluen
Alkohol
Dasar : derivat – derivat haemoglobin dalam darah diubah oleh kalium heksasianoferat (III)
dan kalium sianida menjadi sianmethemoglobin (HbCN). Intensitas warna sebanding dengan
kadar haemoglobin, diukur secara fotometrik.
Hb + Fe(CN)63- MetHb
MetHb + KCN MetHbCN
Alat dan Bahan :
1. Darah dan Vena.
2. Reagen Drabkin’s (NaHCO3 1000 mg; K3Fe(CN)6 200 mg; KCN 50 mg/1000 ml).
3. Spektrofotometer dan kuvet.
4. Pipet.
5. Tabung reaksi.
Cara Kerja :
1. Masukkan dalam tabung reaksi 5 mL reagen Drabkin’s dan 20 μL darah.
2. Bilas pipet dengan campuran pereaksi, campurkan benar-benar. Sesudah 3 menit pindahkan
isi tabung reaksi ke dalam kuvet dan baca absorbans pada Panjang gelombang 546 nm.
Perhitungan :
Kadar Hb = absorbans x 36,8 gr/dL
Nilai Normal :
Laki-laki : 14 – 18 gr/dL
Perempuan : 12 – 16 gr/dL
Banyi (0 – 4 minggu) : 16 – 25 gr/dL
Anak (1 bulan – 2 tahun) : 10 – 15 gr/dL
Anak (2 tahun – 6 tahun) : 11 – 14 gr/dL
Anak (6 tahun – 12 tahun) : 12 – 16 gr/dL
Hasil Percobaan :
Tujuan: mengukur laju endap darah (LED) untuk melihat kecepatan pengendapan sel sel
yang terdapat di dalam darah coba.
Dasar: darah dimasukkan dalam tabung Westergen, dibiarkan mengendap selama 1 jam.
Secara normal, sel darah merah akan mengendap karena densitasnya lebih besar dari
plasma dengan laju 0-10 mm/jam (laki-laki) dan 0-15 mm/jam (perempuan). Pada keadaan
inflamasi, LED dapat meningkat akibat perubahan kadar fibrinogen dan globulin plasma.
Cara Kerja:
1. Disiapkan tabung tempat darah kemudian diisi dengan 0,5 mL natrium sitrat 3,8%
2. Bersihkan lengan sekitar siku dengan kapas alkohol dan biarkan kering, pilih salah
satu vena yang paling nampak dan lebih besar untuk diambil darahnya, dengan
menggunakan spoit sebanyak 2 mL
3. Kemudian darah dalam spoit tersebut dimasukkan ke dalam tabung yang berisi
natrim sitrat 3,8 % dan hemogenesikan.
4. Darah tersebut kemudian dipipet dengan menggunakan pipet Westergen sampai
0mm.
5. Pasang pipet tersebut pada standar LED secara vertical (tegak lurus). Jauhkan dari
sinar matahari langsung dan hindarkan dari kemungkinan getaran. Diamkan selama 1
jam dan dibaca tingginya lapisan plasma dalam mm/jam.
Nilai Normal :
Laki-laki = 0 – 10 mm/jam
Perempuan = 0 – 15 mm/jam
Hasil Percobaan:
Alat :
1. Hemolet / lanset
2. Kertas saring
3. Stop watch.
Cara kerja :
1. Bersihkan cuping telinga (jari). Tusuk kulit dengan hemolet, jalankan stopwatch
bersamaan dengan keluarnya darah dari kulit.
2. Isap darah yang keluar dengan kertas saring setiap 30 detik, hati-hati jangan sampai
tersentuh kulit.
3. Pada saat tidak lagi ada darah yang diserap oleh kertas saring, hentikan stopwatch.
Catat masa pendarahan yang diperoleh yaitu masa dari saat keluarnya darah sampai
berhentinya pendarahan dengan menghitung jumlah noktah darah yang ada pada
kertas saring.
Hasil Percobaan:
Pertanyaan Tambahan:
1. Apakah faktor-faktor yang mempengaruhi waktu perdarahan?
2. Jelaskan bagaimana defisiensi asam askorbat dapat menyebabkan terjadinya
perdarahan!
Dasar: diambil darah vena dan dimasukan ke dalam tabung kemudan dibiarkan membeku.
Selang waktu dari saat pengambilan darah sampai saat darah membeku dicatat sebagai
masa pembekuan.
Alat-alat:
1. Tabung reaksi 100x10 mm 3 buah
2. Stopwatch
Cara kerja:
1. Siapkan 3 buah tabung reaksi dalam rak tabung. Ambil darah vena (segera jalankan
stopwatch pada saat darah tampak di jarum), tuangkan 1 ml ke dalam setiap tabung.
2. Setelah 3 menit mulailah mengamati ketiga tabung tersebut, angkat tabung lalu
miringkan, perhatikan apakah darah masih bergerak atau diam, lakukan hal ini pada
bergerak ( darah sudah membeku).
3. Catat selang waktu dari saat pengambilan darah sampai darah tidak lagi bergerak
sebagai masa pembekuan.
Hasil Percobaan:
Dasar: Korionik gonadotropin (hCG) adalah suatu hormon glikoprotein yang dibentuk oleh
jonjot-jonjot trofoblas palsenta. Hormon ini bersifat mudah larut, terdapat dalam darah dan
urin pada usia kehamilan dini dan mencapai puncaknya pada usia kehamilan 60 hari dan
kemudian menurun. Keberadaan hCG dalam urin dapat digunakan untuk mendiagnosis
kehamilan secara dini.
Bila hCG direaksikan dengan antibodi spesifik yaitu anti-hCG akan terjadi reaksi presipitasi.
Reaksi presipitasi ini memerlukan jumlah hCG relatif besar sehingga memerlukan lebih
banyak antibodi. Dengan demikian, pelacakan hCG dengan reaksi presipitasi menjadi tidak
praktis dan tidak dapat digunakan untuk diagnosis dini kehamilan.
Untuk itu, reaksi presipitasi yang tidak praktis tersebut diubah menjadi reaksi aglutinasi
dengan tujuan mengurangi jumlah hormon hCG yang diperlukan sebagai bahan uji sehingga
urin dengan kadar yang sedikit pun sudah dapat digunakan sebagai bahan uji untuk diagnosis
kehamilan.
Reaksi aglutinasi dapat berupa reaksi aglutinasi pasif terbalik atau reaksi hambatan aglutinasi
lateks. Pada percobaan kali ini, yang dilakukan adalah reaksi aglutinasi pasif terbalik. Reaksi
ini dibuat dengan cara mengikatkan antibodi anti-hCG dengan partikel lateks polistiren.
Kemudian direaksikan dengan hCG, dan akan terjadi reaksi aglutinasi. Jika urin uji
mengandung hCG, maka antibodi anti-hCG yang dilekatkan pada lateks akan berikatan
dengan hCG yang berasal dari urin wanita hamil ini, dan terlihat adanya aglutinasi.
Cara kerja:
1. Dengan pipet plastic teteskan satu tetes urin uji di tengah lingkaran di atas plat kaca.
2. Pipetkan pula satu tetes control urin positif dan satu tetes control urin negative di
tengah-tengah dua lingkaran plat kaca yang lain. Kocok botol pereaksi lateks dan
segera teteskan satu tetes pereaksi ini langsung pada urin uji, control urin positif,
dan control urin negative.
3. Aduk dengan tangkai pipet plastic, sehingga memenuhi lingkaran.
4. Goyangkan plat kaca perlahan-lahan selama dua menit, segera cata hasil yang
didapat.
Interpretasi :
1. Uji positif : Aglutinasi terjadi dalam 2 menit (hCG positif dalam urin)
2. Uji negatif : Tidak terjadi aglutinasi dalam 2 menit.
Hasil Percobaan:
Tujuan: memperlihatkan ada tidaknya hormone hCG dalam urine untuk diagnosis dini
kehamilan dengan cara membuat reaksi presipitasi menjadi reaksi aglutinasi.
Dasar: Hormon hCG yang diikatkan pada butiran laateks dapat beraksi dengan antibody anti
hCG menghasilkan kompleks antigen antibody yang dapat terlihat sebagai
agregasi/aglutinasi. Bila antibody anti hCG direaksikan terlebih dahulu dengan urin wanita
hamil (mengandung hCG), antibody anti hCG akan mengikat hCG urin memebentuk kompleks
antigen antibody yang tidak terbentuk aglutinasi karena antibody anti hCG telah habis terikat
dengan hCG urin. Rekasi ini dikatakan positif hamil, jka urin tidak mengandung hCG maka
lateks hCG dapat bereaksi dengan antibody anti hCG memebentuk agregasi komleks antigen
antibody. Reaksi dikatan negative (tidak hamil) atau kadar hCG urin dibawah sensitiVitas KIT.
Interpretasi :
1. Uji negatif : Bila tampak agregasi setelah dua menit yang berarti orang itu tidak
hamil atau kadar hCG terlalu rendah.
2. Uji positif : Bila tidak terjadi agregasi suspense tampak opaque yang berarti
wanita itu positif hamil
Hasil percobaan :
Dasar : sel darah merah yang memiliki antigen (aglutinogen) akan beraglutinasi apabila
ditambahkan dengan antibodi (anti-a, anti-b).
Cara Kerja :
1. Teteskan pada objek gelas masing-masing satu tetes anti A pada lingkaran kiri, satu
tetes anti B pada lingkaran tengah, dan satu tetes anti AB pada lingkaran kanan.
2. Tambahkan pada masing-masing lingkaran, satu tetes kecil darah kapiler.
3. Campurkan dengan sebatang pengaduk dari masing-masing campuran.
4. Goyangkan gelas objek dengan membuat gerakan lingkaran.
5. Perhatikan ada tidaknya aglutinasi pada tiap lingkaran. Gunakan lup bila perlu.
Interpretasi :
Negatif Aglutinasi
Positif aglutinasi
Hasil Percobaan:
Analisis dan Kesimpulan:
Pertanyaan Tambahan:
1. Dapatkah kita memeriksa golongan darah seseorang dengan menggunakan sampel serum
atau plasma darah?
2. Dapatkah seseorang yang bergolongan darah B menerima transfusi darah dari seseorang
yang tidak bergolongan darah B?