Anda di halaman 1dari 18

Sel LE

Tes Hematologi

Pada lupus eritematosus disseminata atau lupus eritematosus


sistemik (SLE), terdapat autoantibodi (faktor LE) dalam fraksi gamma globulin yang
berpengaruh terhadap lekosit yang telah rusak. Autoantibodi yang mengarah ke fenomena sel
LE mengikat histon pada inti sel. Lekosit itu berubah menjadi massa yang homogen dan bulat
yang kemudian difagosit oleh lekosit polymorfonuclear normal.

Sel LE ditemukan pertama kali pada tahun 1948 oleh hematologist klinis Amerika, Malcolm
Hargraves dan Robert Morton bersama seorang teknisi laboratorium Helen Richmond.
Mereka telah mengamati dua fenomena yang tidak biasa pada beberapa sediaan sumsum
tulang, yang mereka sebut sebagai “sel tart” dan “sel LE”.

Pengujian ini terutama digunakan untuk mendiagnosis lupus eritematosus sistemik (SLE).
Sekitar 50% sampai 75% dari pasien dengan lupus mempunyai tes positif. Namun, beberapa
pasien dengan rheumatoid arthritis, skleroderma, dan drug-induced lupus erythematosus juga
memiliki tes sel LE positif.

Prosedur

Pemeriksaan sel LE dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu : cara Magath dan Winkle
(modifikasi dari Zimmer dan Hargraves), cara Zinkham dan Conley, dan cara Mudrick.

1. Cara Magath dan Winkle (modifikasi dari Zimmer dan Hargraves)

Kumpulkan darah vena 8-10 ml dan biarkan darah itu membeku dalam tabung kering
dan bersih. Biarkan 2 jam pada suhu kamar atau 30 menit dalam pengeram dengan
suhu 37oC. Pisahkan bekuan dari serum lalu bekuan itu digerus dan disaring melalui
saringan kawat tembaga. Hasil saringan dimasukkan dalam tabung Wintrobe dan
dipusingkan dengan kecepatan 3000 rpm selama 10 menit. Buang serum bagian atas,
ambil lapisan sel paling atas (buffycoat) dengan pipet pastur lalu teteskan di atas
obyek glass dan buat sediaan apus. Warnai sediaan dengan larutan pewarna Giemsa
atau Wright dan cari sel-sel LE di bawah mikroskop.

2. Cara Zinkham dan Conley

Kumpulkan darah vena 8-10 ml, biarkan pada suhu kamar selama 90 menit. Kocok
darah tersebut dengan alat rotator selama 30 menit. Masukkan darah tersebut ke
dalam tabung Wintrobe dan pusingkan selam 10 menit dengan kecepatan 3000 rpm.
Buat sediaan apus seperti cara di atas.
3. Cara Mudrick

Ambil darah kapiler dan masukkan ke dalam tabung kapiler yang dilapisi heparin
seperti yang dipakai untuk mikrohematokrit. Tutuplah salah satu ujung tabung
tersebut dengan dempul dan pusingkan selama 1 menit dengan centrifuge
mikrohematokrit. Masukkan kawat baja halus ke dalam tabung kapiler dan putar-
putarlah kawat itu untuk mencampur buffycoat dengan plasma dan untuk merusak
lekosit-lekosit. Inkubasi selama 30 menit pada suhu 37oC atau biarkan selama 2 jam
pada suhu kamar. Pusingkan lagi seperti di atas. Kemudian patahkan tabung kapiler
dekat lapisan buffycoat lalu sentuhkan ujung tabung yang dipatahkan itu ke
permukaan kaca obyek dan buatlah sediaan apus. Warnai sediaan dengan Giemsa atau
Wright dan periksa di bawah mikroskop untuk mencari sel-sel LE.

Sel LE tampak sebagai massa homogen yang difagosit oleh lekosit polymorphonuclear. Sel
LE sering tampak seperti kue tart, sehingga juga disebut sel tart. Massa homogen yang
dikelilingi oleh banyak se lekosit polymorphonuclear dikenal dengan nama sel rosette; sel ini
dianggap sebagai sel LE yang belum sempurna atau sel pre-LE.

Pembentukan sel LE berlaku in vitro saja karena memerlukan adanya sel-sel lekosit yang
rusak. Teknik membuat sediaan sangat berpengaruh terhadap hasil laboratorium.

Adanya sel LE merupakan bukti adanya autoantibodi atau faktor LE. Tidak menemukan sel
LE bukan berarti tidak adanya penyakit SLE pada pasien yang bersangkutan. Tes sel LE kini
jarang dilakukan karena tes yang lebih baik sekarang ada untuk membantu mendiagnosis
lupus.

Nilai Rujukan

Hasil normal : negative


Fragilitas Osmotik Eritrosit

Tes Hematologi
Bila eritrosit berada dalam larutan yang hipotonis, cairan yang kadar osmolalitasnya lebih
rendah daripada plasma atau serum normal (kurang dari 280 mOsm/kg)

Uji fragilitas osmotik eritrosit (juga disebut resistensi osmotik eritrosit) dilakukan untuk
mengukur kemampuan eritrosit menahan terjadinya hemolisis (destruksi eritrosit) dalam
larutan yang hipotonis. Caranya adalah sebagi berikut : eritrosit dilarutkan dalam larutan salin
dengan berbagai konsentrasi. Jika terjadi hemolisis pada larutan salin yang sedikit hipotonis,
keadaan ini dinamakan peningkatan fragilitas eritrosit (=penurunan resistensi/daya tahan
eritrosit), dan apabila hemolisis terjadi pada larutan salin yang sangat hipotonis, keadaan ini
mengindikasikan penurunan fragilitas osmotik (=peningkatan resistensi eritrosit).

Hemoglobin keluar dari sel pada masing-masing tabung yang berisi larutan NaCl yang
kadarnya berbeda-beda. Kadar Hb kemudian ditentukan secara fotokolorimetrik. Hasilnya
dilaporkan dalam persentase (%) hemolisis. Kumpulan hasil-hasil hemolisis diplot dalam
suatu kurva dibandingkan dengan data eritrosit normal. Pada keadaan peningkatan fragilitas,
eritrosit biasanya berbentuk sferis, dan kurva tampak bergeser ke kanan. Sedangkan pada
penurunan fragilitas, eritrosit berbentuk tipis dan rata, kurva tampak bergeser ke kiri.

Masalah Klinis
PENURUNAN FRAGILITAS : Talasemia mayor dan minor (anemia Mediterania atau anemia
Cooley), anemia (defisiensi besi, defisiensi asam folat, defisiensi vit B6, sel sabit), penyakit
hemoglobin C, polisitemia vera, post splenektomi, nekrosis hati akut dan sub akut, ikterik
obstruktif.

PENINGKATAN FRAGILITAS : Sferositosis herediter, transfusi (inkompatibilitas ABO dan


Rhesus), anemia hemolitik autoimun (AIHA), penyakit hemoglobin C, toksisitas obat atau zat
kimia, leukemia limfositik kronis, luka bakar (termal).

Prosedur
Uji ini biasanya dilakukan pada sampel darah segar kurang dari 3 jam dan/atu sampel darah
24 jam yang diinkubasi pada suhu 37oC. Sampel darah yang digunakan berupa darah heparin
atau darah “defibrinated”. Tidak ada pembatasan asupan makanan atau minuman.

Pada pengujian ini dibuat larutan NaCl dengan konsentrasi yang berbeda. Penilaian hasil
dengan metode fotokolorimetri (menggunakan alat fotometer atau spektrofotometer).

Sebelum melakukan pengujian, sediakan dulu larutan stock buffer NaCl 10% yang terbuat
dari NaCl 9 gram, Na2HPO4 1,365 gram, dan NaH2PO4.H2O 0,215 gram. Bahan-bahan
tersebut kemudian dilarutkan dengan aquadest sampai 100 ml. Sebelum digunakan untuk
pemeriksaan, buatlah larutan pokok NaCl 1,0% dengan cara melarutkan 5,0 ml stock buffer
saline 10% dengan aquadest hingga 50,0 ml. Selanjutnya lakukan pengujian sebagai berikut :

1. Sediakan 12 buah tabung lalu buatlah pengenceran bertingkat larutan NaCl dengan
konsentrasi : 0,85%, 0,75%, 0,65%, 0,60%, 0,55%, 0,50%, 0,45%, 0,40%, 0,35%,
0,30%, 0,20% dan 0,10%, masing-masing sebanyak 5,0 ml. Larutan-larutan NaCl
tersebut dibuat dari larutan pokok NaCl 1,0%.
2. Tambahkan ke dalam tabung-tabung itu masing-masing 50 µl sampel darah. Campur
(homogenisasi) dengan cara membolak-balikkan tabung beberapa kali.
3. Inkubasikan selama 30 menit pada suhu kamar.
4. Campur (homogenisasi) lagi lalu pusingkan (centrifuge) tiap tabung tersebut selama 5
menit dengan kecepatan 3000 rpm.
5. Ukur absorbans (OD) dari supernatant pada λ 540 nm dengan blanko supernatant
tabung ke-1 (NaCl 0,85%).
6. Hitung % hemolisis dengan cara membagi absorbans (OD) sampel dengan absorbans
(OD) tabung ke-12 dikalikan 100%.
7. Buat kurva dengan konsentrasi NaCl sebagai axis (x) dan % hemolisis sebagai ordinat
(y). Bandingkanlah dengan kurva dari kontrol darah normal.

Nilai Normal

Permulaan hemolisis pada konsentrasi NaCl 0,40% - 0,45%


Hemolisis sempurna pada konsentrasi NaCl 0,30% - 0,35%
Persentase hemolisis dalam keadaan normal adalah :
97 - 100 % hemolisis dalam NaCl 0,30%
50 - 90 % hemolisis dalam NaCl 0,40%
5 - 45 % hemolisis dalam NaCl 0,45%
0 % hemolisis dalam NaCl 0,55%

Faktor yang Mempengaruhi Temuan Laboratorium

 pH plasma, suhu, konsentrasi glukosa, dan saturasi oksigen pada darah


 Eritrosit yang berumur lama cenderung memiliki fragilitas osmotik yang tinggi
 Sampel darah yang diambil lebih dari 3 jam dapat menunjukkan peningkatan fragilitas
osmotik.

Hitung Retikulosit

Retikulosit adalah eritrosit muda yang sitoplasmanya masih


mengandung sejumlah besar sisa-sisa ribosome dan RNA yang berasal dari sisa inti dari
bentuk penuh pendahulunya. Ribosome mempunyai kemampuan untuk bereaksi dengan
pewarna tertentu seperti brilliant cresyl blue atau new methylene blue untuk membentuk
endapan granula atau filamen yang berwarna biru. Reaksi ini hanya terjadi pada pewarnaan
terhadap sel yang masih hidup dan tidak difiksasi. Oleh karena itu disebut pewarnaan
supravital. Retikulosit paling muda (imatur) adalah yang mengandung ribosome terbanyak,
sebaliknya retikulosit tertua hanya mempunyai beberapa titik ribosome.

Pada pewarnaan Wright retikulosit tampak sebagai eritrosit yang berukuran lebih besar dan
berwarna lebih biru daripada eritrosit. Retikulum terlihat sebagai bintik-bintik abnormal.
Polikromatofilia yang menunjukkan warna kebiru-biruan dan bintik-bintik basofil pada
eritrosit, sebenarnya disebabkan oleh bahan ribosome tersebut.

Hitung retikulosit merupakan indikator aktivitas sumsum tulang dan digunakan untuk
mendiagnosis anemia. Banyaknya retikulosit dalam darah tepi menggambarkan eritropoesis
yang hampir akurat. Peningkatan jumlah retikulosit di darah tepi menggambarkan akselerasi
produksi eritrosit dalam sumsum tulang. Sebaliknya, hitung retikulosit yang rendah terus-
menerus dapat mengindikasikan keadan hipofungsi sumsum tulang atau anemia aplastik.

Metode

Hitung retikulosit umumnya menggunakan metode pewarnaan supravital. Sampel darah


dicampur dengan larutan brilliant cresyl blue (BCB) atau new methylene blue maka ribosome
akan terlihat sebagai filamen berwarna biru. Jumlah retikulosit dihitung per 1000 eritrosit dan
dinyatakan dalam %, jadi hasilnya dibagi 10.

Pewarna yang digunakan memiliki formula sebagai berikut :

 Brilliant Cresyl Blue (BCB) : brilliant cresyl blue 1.0 gr; NaCl 0.85% 99.0 ml. Saring
larutan sebelum dipergunakan.
 New methylene blue : NaCl 0.8 gr; kalium oksalat 1.4 gr; new methylene blue N 0.5
gr; aquadest 100 ml. Saring larutan sebelum dipergunakan.

Dianjurkan menggunaan new methylene blue, kesalahan metode ini pada nilai normal 25 %.

Sampel darah yang digunakan untuk hitung retikulosit adalah darah kapiler atau vena, dengan
antikoagulan (EDTA) atau tanpa antikoagulan (segar).

Prosedur

 Ke dalam tabung masukkan darah dan pewarna dengan perbandingan 1 : 1, campur


baik-baik, biarkan selama 15 menit agar pewarnaannya sempurna.
 Buatlah sediaan apus campuran itu, biarkan kering di udara.
 Periksalah di bawah mikroskop dengan perbesaran 100x. Eritrosit nampak biru muda
dan retikulosit akan tampat sebagai sel yang mengadung granula/filamen yang
berwarna biru. Bila kurang jelas waktu pewarnaannya diperpanjang atau
dicounterstain (dicat lagi) dengan cat Wright.
 Hitunglah jumlah retikulosit dalam 1000 sel eritrosit. Jika kesulitan menghitung,
lakukan pengecilan medan penglihatan okuler dengan meletakkan kertas berlubang
pada lensa okuler. Hitung retikulosit ditentukan dengan perhitungan sebagai berikut :
Hitung retikulosit = ( jumlah retikulosit per 1000 eritrosit : 10 ) %

Nilai Rujukan

 Dewasa : 0.5 - 1.5 %


 Bayi baru lahir : 2.5 - 6.5 %
 Bayi : 0.5 - 3.5 %
 Anak : 0.5 - 2.0 %

Masalah Klinis

 Penurunan jumlah : Anemia (pernisiosa, defisiensi asam folat, aplastik, terapi radiasi,
pengaruh iradiasi sinar-X, hipofungsi adrenokortikal, hipofungsi hipofisis anterior,
sirosis hati (alkohol menyupresi retikulosit)
 Peningkatan jumlah : Anemia (hemolitik, sel sabit), talasemia mayor, perdarahan
kronis, pasca perdarahan (3 - 4 hari), pengobatan anemia (defisiensi zat besi, vit B12,
asam folat), leukemia, eritroblastosis fetalis (penyakit hemolitik pada bayi baru lahir),
penyakit hemoglobin C dan D, kehamilan.

Faktor-faktor yang mempengaruhi temuan hasil laboratorium :

 Bila hematokritnya rendah maka perlu ditambahkan darah


 Cat yang tidak disaring menyebabkan pengendapan cat pada sel-sel eritrosit sehingga
terlihat seperti retikulosit
 Menghitung di daerah yang terlalu padat
 Peningkatan kadar glukose akan mengurangi pewarnaan

Indeks Eritrosit

Indeks eritrosit adalah batasan untuk ukuran dan isi hemoglobin eritrosit. Istilah lain untuk
indeks eritrosit adalah indeks kospouskuler. Indeks eritrosit terdiri atas : isi/volume atau
ukuran eritrosit (MCV : mean corpuscular volume atau volume eritrosit rata-rata), berat
(MCH : mean corpuscular hemoglobin atau hemoglobin eritrosit rata-rata), konsentrasi
(MCHC : mean corpuscular hemoglobin concentration atau kadar hemoglobin eritrosit rata-
rata), dan perbedaan ukuran (RDW : RBC distribution width atau luas distribusi eritrosit).
Indeks eritrosit dipergunakan secara luas dalam mengklasifikasi anemia atau sebagai
penunjang dalam membedakan berbagai macam anemia.

Indeks eritrosit dapat ditetapkan dengan dua metode, yaitu manual dan elektronik (automatik)
menggunakan hematology analyzer. Untuk dapat menghitung indeks eritrosit secara manual
diperlukan data kadar hemoglobin, hematokrit/PCV dan hitung eritrosit.
Volume eritrosit rata-rata (VER) atau mean corpuscular volume (MCV)

MCV mengindikasikan ukuran eritrosit : mikrositik (ukuran kecil), normositik (ukuran


normal), dan makrositik (ukuran besar). Nilai MCV diperoleh dengan mengalikan hematokrit
10 kali lalu membaginya dengan hitung eritrosit.

MCV = (hematokrit x 10) : hitung eritrosit

Nilai rujukan :

 Dewasa : 80 - 100 fL (baca femtoliter)


 Bayi baru lahir : 98 - 122 fL
 Anak usia 1-3 tahun : 73 - 101 fL
 Anak usia 4-5 tahun : 72 - 88 fL
 Anak usia 6-10 tahun : 69 - 93 fL

Masalah klinis :

 Penurunan nilai : anemia mikrositik, anemia defisiensi besi (ADB), malignansi,


artritis reumatoid, hemoglobinopati (talasemia, anemia sel sabit, hemoglobin C),
keracunan timbal, radiasi.
 Peningkatan nilai : anemia makrositik, aplastik, hemolitik, pernisiosa; penyakit hati
kronis; hipotiroidisme (miksedema); pengaruh obat (defisiensi vit B12, antikonvulsan,
antimetabolik)

Hemoglobin eritrosit rata-rata (HER) atau mean corpuscular hemoglobin (MCH)

MCH mengindikasikan bobot hemoglobin di dalam eritrosit tanpa memperhatikan ukurannya.


MCH diperoleh dengan mengalikan kadar Hb 10 kali, lalu membaginya dengan hitung
eritrosit.

MCH = (hemoglobinx10) : hitung eritrosit

Nilai rujukan :

 Dewasa : 26 - 34 pg (baca pikogram)


 Bayi baru lahir : 33 - 41 pg
 Anak usia 1-5 tahun : 23 - 31 pg
 Anak usia 6-10 tahun : 22 - 34 pg

MCH dijumpai meningkat pada anemia makrositik-normokromik atau sferositosis, dan


menurun pada anemia mikrositik-normokromik atau anemia mikrositik-hipokromik.

Kadar hemoglobin eritrosit rata-rata (KHER) atau mean corpuscular hemoglobin


concentration (MCHC)
MCHC mengindikasikan konsentrasi hemoglobin per unit volume eritrosit. Penurunan nilai
MCHC dijumpai pada anemia hipokromik, defisiensi zat besi serta talasemia. Nilai MCHC
dihitung dari nilai MCH dan MCV atau dari hemoglobin dan hematokrit.

MCHC = ( MCH : MCV ) x 100 % atau MCHC = ( Hb : Hmt ) x 100 %

Nilai rujukan :

 Dewasa : 32 - 36 %
 Bayi baru lahir : 31 - 35 %
 Anak usia 1.5 - 3 tahun : 26 - 34 %
 Anak usia 5 - 10 tahun : 32 - 36 %

Luas distribusi eritrosit (RBCdistribution width)

RDW adalah perbedaan ukuran (luas) dari eritrosit. RDW adalah pengukuran luas kurva
distribusi ukuran pada histogram. Nilai RDW dapat diketahui dari hasil pemeriksaan darah
lengkap (full blood count, FBC) dengan hematology analyzer. Nilai RDW berguna untuk
memperkirakan terjadinya anemia dini, sebelum nilai MCV berubah dan sebelum terjadi
tanda dan gejala.

Peningkatan nilai RDW dapat dijumpai pada : anemia defisiensi (zat besi, asam folat, vit
B12), anemia hemolitik, anemia sel sabit.

Faktor-faktor yang mempengaruhi temuan laboratorium : lihat penetapan kadar hemoglobin,


hematokrit dan hitung eritrosit.

Hitung Eritrosit

Seperti hitung lekosit, untuk menghitung jumlah sel-sel


eritrosit ada dua metode, yaitu manual dan elektronik (automatik). Metode manual hampir
sama dengan hitung lekosit, yaitu menggunakan bilik hitung. Namun, hitung eritrosit lebih
sukar daripada hitung lekosit. Orang yang telah berpengalaman saja memiliki kesalahan yang
cukup besar dalam menghitung eritrosit (rata-rata sekitar 20%), apalagi orang yang belum
berpengalaman atau kerjanya kurang teliti.

Prinsip hitung eritrosit manual adalah darah diencerkan dalam larutan yang isotonis untuk
memudahkan menghitung eritrosit dan mencegah hemolisis. Larutan Pengencer yang biasa
digunakan adalah :

 Larutan Hayem : Natrium sulfat 2.5 g, Natrium klorid 0.5 g, Merkuri klorid 0.25 g,
aquadest 100 ml. Pada keadaan hiperglobulinemia, larutan ini tidak dapat
dipergunakan karena dapat menyebabkan precipitasi protein, rouleaux, aglutinasi.
 Larutan Gower : Natrium sulfat 12.5 g, Asam asetat glasial 33.3 ml, aquadest 200 ml.
Larutan ini mencegah aglutinasi dan rouleaux.
 Natrium klorid 0.85 %

Bahan pemeriksaan yang dipergunakan adalah darah kapiler, darah EDTA, darah heparin,
atau darah amonium-kalium oksalat.

Prosedur

Darah diencerkan 100 x atau 200 x menggunakan pipet eritrosit atau tabung, kocok selama 3
menit supaya homogen. Larutan sampel kemudian dimasukkan/diteteskan ke dalam bilik
hitung. Sel-sel eritrosit dihitung di bawah mikroskop dengan perbesaran sedang (40x).

Cara menghitung sel eritrosit adalah :


Letakkan bilik hitung di bawah mikroskop dengan perbesaran lemah (10x). Cari kotak
penghitungan yang berada di tengah. Kotak tersebut terbagi dalam 25 kotak kecil dan setiap
kotak kecil terbagi menjadi menjadi 16 kotak kecil-kecil. Sel eritrosit dihitung dalam 5 kotak
kecil, yaitu 4 kotak di sudut dan 1 kotak lagi di tengah. Jumlah eritrosit dihitung dengan
rumus :

Hitung eritrosit
= (N / V ) x Pengenceran
= (N / [5 x 0.2 x 0.2 x 0.1 ] ) x 200
= ( N / 0.02 ) x 200
= N x 10.000

dimana : N=jumlah sel eritrosit yang dihitung, V=volume bilik hitung

Nilai Rujukan

 Dewasa pria : 4.50 - 6.50 (x10^6/mmk)


 Dewasa wanita : 3.80 - 4.80 (x10^6/mmk)
 Bayi baru lahir : 4.30 - 6.30 (x10^6/mmk)
 Anak usia 1-3 tahun : 3.60 - 5.20 (x10^6/mmkl)
 Anak usia 4-5 tahun : 3.70 - 5.70 (x10^6/mmk)
 Anak usia 6-10 tahun : 3.80 - 5.80 (x10^6/mmk)
Masalah Klinis

 Penurunan nilai : kehilangan darah (perdarahan), anemia, leukemia, infeksi kronis,


mieloma multipel, cairan per intra vena berlebih, gagal ginjal kronis, kehamilan,
hidrasi berlebihan
 Peningkatan nilai : polisitemia vera, hemokonsentrasi/dehidrasi, dataran tinggi,
penyakit kardiovaskuler

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi temuan hasil laboratorium :

 Pengambilan sampel darah di daerah lengan yang terpasang jalur intra-vena


menyebabkan hitung eritrosit rendah akibat hemodilusi
 Pengenceran tidak tepat
 Larutan pengencer tercemar darah atau lainnya
 Alat yang dipergunakan seperti pipet, bilik hitung dan kaca penutupnya kotor dan
basah
 Penghitungan mikroskopik menggunakan perbesaran lemah (10x)

Penetapan Nilai Hematokrit

Hematokrit atau volume eritrosit yang dimampatkan (packed cell volume, PCV) adalah
persentase volume eritrosit dalam darah yang dimampatkan dengan cara diputar pada
kecepatan tertentu dan dalam waktu tertentu. Tujuan dilakukannya uji ini adalah untuk
mengetahui konsentrasi eritrosit dalam darah.

Berdasarkan reprodusibilitas dan sederhananya, pemeriksaan ini paling dapat dipercaya di


antara pemeriksaan yang lainnya, yaitu kadar hemoglobin dan hitung eritrosit. Dapat
dipergunakan sebagai tes penyaring sederhana terhadap anemia.

Nilai hematokrit atau PCV dapat ditetapkan secara automatik menggunakan hematology
analyzer atau secara manual. Metode pengukuran hematokrit secara manual dikenal ada 2,
yaitu :

1. Metode makrohematokrit

Pada metode makro, sebanyak 1 ml sampel darah (darah EDTA atau heparin)
dimasukkan dalam tabung Wintrobe yang berukuran panjang 110 mm dengan
diameter 2.5-3.0 mm dan berskala 0-10 mm. Tabung kemudian disentrifus selama 30
menit dengan kecepatan 3.000 rpm. Tinggi kolom eritrosit adalah nilai hematokrit
yang dinyatakan dalam %.

2. Metode mikrohematokrit

Pada metode mikro, sampel darah (darah kapiler, darah EDTA, darah heparin atau
darah amonium-kalium-oksalat) dimasukkan dalam tabung kapiler yang mempunyai
ukuran panjang 75 mm dengan diameter 1 mm. Tabung kapiler yang digunakan ada 2
macam, yaitu yang berisi heparin (bertanda merah) untuk sampel darah kapiler
(langsung), dan yang tanpa antikoagulan (bertanda biru) untuk darah
EDTA/heparin/amonium-kalium-oksalat.

Prosedur pemeriksaannya adalah : sampel darah dimasukkan ke dalam tabung kapiler


sampai 2/3 volume tabung. Salah satu ujung tabung ditutup dengan dempul (clay) lalu
disentrifus selama 5 menit dengan kecepatan 15.000 rpm. Tinggi kolom eritrosit
diukur dengan alat pembaca hematokrit, nilainya dinyatakan dalam %.

Metode mikrohematokrit lebih banyak digunakan karena selain waktunya cukup singkat,
sampel darah yang dibutuhkan juga sedikit dan dapat dipergunakan untuk sampel tanpa
antikoagulan yang dapat diperoleh secara langsung.

Nilai Rujukan

 Dewasa pria : 40 - 52 %
 Dewasa wanita : 35 - 47 %
 Bayi baru lahir : 44 - 72 %
 Anak usia 1 - 3 tahun : 35 - 43 %
 Anak usia 4 - 5 tahun : 31 - 43 %
 Anak usia 6-10 tahun : 33 - 45 %

Masalah Klinis

 Penurunan kadar : kehilangan darah akut, anemia (aplastik, hemolitik, defisiensi asam
folat, pernisiosa, sideroblastik, sel sabit), leukemia (limfositik, mielositik, monositik),
penyakit Hodgkin, limfosarkoma, malignansi organ, mieloma multipel, sirosis hati,
malnutrisi protein, defisiensi vitamin (tiamin, vitamin C), fistula lambung atau
duodenum, ulkus peptikum, gagal, ginjal kronis, kehamilan, SLE. Pengaruh obat :
antineoplastik, antibiotik (kloramfenikol, penisilin), obat radioaktif.
 Peningkatan kadar : dehidrasi/hipovolemia, diare berat, polisitemia vera, eritrositosis,
diabetes asidosis, emfisema pulmonar tahap akhir, iskemia serebrum sementara,
eklampsia, pembedahan, luka bakar.

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi temuan laboratorium :

 Jika sampel darah diambil pada daerah lengan yang terpasang jalur intra-vena, nilai
hematokrit cenderung rendah karena terjadi hemodilusi.
 Pemasangan tali turniket yang terlalu lama berpotensi menyebabkan hemokonsentrasi,
sehingga nilai hematokrit bisa meningkat.
 Pengambilan darah kapiler : tusukan kurang dalam sehingga volume yang diperoleh
sedikit dan darah harus diperas-peras keluar, kulit yang ditusuk masih basah oleh
alkohol sehingga darah terencerkan, terjadi bekuan dalam tetes darah karena lambat
dalam bekerja.
Penetapan Kadar Hemoglobin

Tes Hematologi

Hemoglobin merupakan protein yang terdapat dalam sel darah merah atau eritrosit, yang
memberi warna merah pada darah. Hemoglobin terdiri atas zat besi yang merupakan
pembawa oksigen. Kadar hemoglobin dapat ditetapkan dengan berbagai cara, antara lain
metode Sahli, oksihemoglobin atau sianmethhemoglobin.

Metode Sahli tidak dianjurkan karena memiliki kesalahan yang besar, alatnya tidak dapat
distandardisasi, dan tidak semua jenis hemoglobin dapat diukur, seperti sulfhemoglobin,
methemoglobin dan karboksihemoglobin. Dua metode yang lain (oksihemoglobin dan
sianmethemoglobin) dapat diterima dalam hemoglobinometri klinik. Namun, dari dua metode
tersebut, metode sianmethemoglobin adalah metode yang dianjurkan oleh International
Commitee for Standardization in Hematology (ICSH) sebab selain mudah dilakukan juga
mempunyai standar yang stabil dan hampir semua hemoglobin dapat terukur, kecuali
sulfhemoglobin.

Dasar Penetapan

Penetapan Hb metode Sahli didasarkan atas pembentukan hematin asam setelah darah
ditambah dengan larutan HCl 0.1N kemudian diencerkan dengan aquadest. Pengukuran
secara visual dengan mencocokkan warna larutan sampel dengan warna batang gelas standar.
Metode ini memiliki kesalahan sebesar 10-15%, sehingga tidak dapat untuk menghitung
indeks eritrosit.

Penetapan kadar Hb metode oksihemoglobin didasarkan atas pembentukan oksihemoglobin


setelah sampel darah ditambah larutan Natrium karbonat 0.1% atau Ammonium hidroksida.
Kadar Hb ditentukan dengan mengukur intensitas warna yang terbentuk secara
spektrofotometri pada panjang gelombang 540 nm. Metode ini tidak dipengaruhi oleh kadar
bilirubin tetapi standar oksihemoglobin tidak stabil.

Metode sianmethemoglin didasarkan pada pembentukan sianmethemoglobin yang intensitas


warnanya diukur secara fotometri. Reagen yang digunakan adalah larutan Drabkin yang
mengandung Kalium ferisianida (K3Fe[CN]6) dan kalium sianida (KCN). Ferisianida
mengubah besi pada hemoglobin dari bentuk ferro ke bentuk ferri menjadi methemoglobin
yang kemudian bereaksi dengan KCN membentuk pigmen yang stabil yaitu
sianmethemoglobin. Intensitas warna yang terbentuk diukur secara fotometri pada panjang
gelombang 540 nm.

Selain K3Fe[CN]6 dan KCN, larutan Drabkin juga mengandung kalium dihidrogen fosfat
(KH2PO4) dan deterjen. Kalium dihidrogen fosfat berfungsi menstabilkan pH dimana rekasi
dapat berlangsung sempurna pada saat yang tepat. Deterjen berfungsi mempercepat hemolisis
darah serta mencegah kekeruhan yang terjadi oleh protein plasma.

Bahan Pemeriksaan

Bahan pemeriksaan yang digunakan untuk penetapan kadar hemoglobin (Hb) adalah darah
kapiler atau darah EDTA.

Prosedur

Prosedur pemeriksaan yang akan dibicarakan di sini adalah prosedur yang menggunakan
metode sianmethemoglobin. Ke dalam tabung reaksi dimasukkan 5 ml larutan Drabkin lalu
ditambah 20 ul sampel darah. Lakukan pencampuran dengan cara membolak-balikkan tabung
beberapa kali. Diamkan pada suhu kamar selama 3-5 menit kemudian ukur intensitas warna
dengan fotometer pada panjang gelombang 540 nm dengan blanko reagen.

Kadar Hb dapat dibaca pada kurve kalibrasi atau dihitung dengan menggunakan faktor,
dimana kadar Hb = serapan x faktor. Kurve kalibrasi dan faktor telah dipersiapkan
sebelumnya.

Membuat Kurva Kalibrasi dan Perhitungan Faktor

Sebelum melakukan penetapan kadar Hb, fotometer harus dikalibrasi dulu atau dihitung
faktornya. Untuk keperluan tersebut disiapkan larutan standar Hemisianida
(sianmethemoglobin) dan pengenceran larutan tersebut dalam larutan Drabkin. Kadar Hb dari
larutan standar dapat dihitung dengan rumus = kadar hemisianida x 0.251 g/dl

Buatlah pengenceran larutan standar 100, 75, 50, 25 dan 0 %, sebagai blanko dengan larutan
Drabkin. Setelah semua tercampur, biarkan 3-5 menit pada suhu kamar lalu baca serapan
(absorbance atau optical density/OD) pada fotometer dengan panjang gelombang 540 nm.
Buatlah kurvenya dengan kadar Hb sebagai absis dan serapan sebagai ordinat. Selanjutnya
untuk menetapkan kadar Hb pasien tinggal memplotkan pada kurve kalibrasi.

Jika memilih menggunakan perhitungan faktor, maka jumlahkan dulu nilai serapan (= total
OD) dan kadar Hb larutan standar (= total kadar) yang telah diencerkan 100, 75, 50, 25 dan 0
%. Faktor (F) = total OD : total kadar
Kadar Hb pasien = OD pasien x F

Fotometer saat ini telah banyak yang dirancang untuk dapat menghitung secara otomatis
dimana kadar Hb yang diukur sudah langsung diketahui tanpa kita harus melakukan
penghitungan secara manual.

Nilai Rujukan

Dewasa pria : 13.2 - 17.3 g/dl


Perempuan : 11.7 - 15.5 g/dl
Bayi baru lahir : 15.2 - 23.6 g/dl
Anak usia 1-3 tahun : 10.8 - 12.8 g/dl
Anak usia 4-5 tahun : 10.7 - 14.7 g/dl
Anak usia 6-10 tahun : 10.8 - 15.6 g/dl

Masalah Klinis

 Penurunan kadar : anemia (defisiensi besi, aplastik, hemolitik, dsb), perdarahan hebat,
leukemia, kanker (usus besar, usus halus, rektum, hati, tulang, dsb), thalasemia,
penyakit ginjal, penyakit Hodgkin, kehamilan, sarkoidosis, kelebihan cairan intra-
vena. Pengaruh obat : antibiotik (kloramfenikol [chloromycetin], penisilin,
tetrasiklin), aspirin, antineoplastik, doksapram (dopram), derivat hidantoin, vitamin A
dosis besar, hidralazin (Apresoline), indometasin (Indocin), inhibitor MAO,
primakuin, rifampin, sulfonamid, trimetadion (Tridione)
 Peningkatan kadar : dehidrasi/hemokonsentrasi, polisitemia, daerah dataran tinggi,
chronic heart failure (CHF), luka bakar yang parah. Pengaruh obat : gentamisin,
metildopa (Aldomet)

Faktor Yang Mempengaruhi Temuan Laboratorium

 Pengaruh obat (lihat keterangan di atas)


 Mengambil darah pada tangan atau lengan yang terpasang cairan intra-vena
menyebabkan darah terencerkan
 Memasang turniket terlalu lama (lebih dari 1 menit) menyebabkan hemokonsentrasi
 Tinggal di dataran tinggi menyebabkan peningkatan kadar Hb
 Penurunan asupan atau kehilangan cairan akan meningkatkan kadar Hb akibat
hemokonsentrasi, dan kelebihan asupan cairan akan mengurangi kadar Hb akibat
hemodilusi

Laju Endap Darah (LED)

Laju endap darah (erithrocyte sedimentation rate, ESR) yang juga disebut kecepatan endap
darah (KED) atau laju sedimentasi eritrosit adalah kecepatan sedimentasi eritrosit dalam
darah yang belum membeku, dengan satuan mm/jam. LED merupakan uji yang tidak
spesifik. LED dijumpai meningkat selama proses inflamasi akut, infeksi akut dan kronis,
kerusakan jaringan (nekrosis), penyakit kolagen, rheumatoid, malignansi, dan kondisi stress
fisiologis (misalnya kehamilan). Sebagian ahli hematologi, LED tidak andal karena tidak
spesifik, dan dipengaruhi oleh faktor fisiologis yang menyebabkan temuan tidak akurat.

Pemeriksaan CRP dipertimbangkan lebih berguna daripada LED karena kenaikan kadar CRP
terjadi lebih cepat selama proses inflamasi akut, dan lebih cepat juga kembali ke kadar
normal daripada LED. Namun, beberapa dokter masih mengharuskan uji LED bila ingin
membuat perhitungan kasar mengenai proses penyakit, dan bermanfaat untuk mengikuti
perjalanan penyakit. Jika nilai LED meningkat, maka uji laboratorium lain harus dilakukan
untuk mengidentifikasi masalah klinis yang muncul.
Metode

Metode yang digunakan untuk pemeriksaan LED ada dua, yaitu metode Wintrobe dan
Westergreen. Hasil pemeriksaan LED dengan menggunakan kedua metode tersebut
sebenarnya tidak seberapa selisihnya jika nilai LED masih dalam batas normal. Tetapi jika
nilai LED meningkat, maka hasil pemeriksaan dengan metode Wintrobe kurang
menyakinkan. Dengan metode Westergreen bisa didapat nilai yang lebih tinggi, hal itu
disebabkan panjang pipet Westergreen yang dua kali panjang pipet Wintrobe. Kenyataan
inilah yang menyebabkan para klinisi lebih menyukai metode Westergreen daribada metode
Wintrobe. Selain itu, International Commitee for Standardization in Hematology (ICSH)
merekomendasikan untuk menggunakan metode Westergreen.

LED berlangsung 3 tahap, tahap ke-1 penyusunan letak eritrosit (rouleaux formation) dimana
kecepatan sedimentasi sangat sedikit, tahap ke-2 kecepatan sedimentasi agak cepat, dan tahap
ke-3 kecepatan sedimentasi sangat rendah.

Prosedur

1. Metode Westergreen
o Untuk melakukan pemeriksaan LED cara Westergreen diperlukan sampel
darah citrat 4 : 1 (4 bagian darah vena + 1 bagian natrium sitrat 3,2 % ) atau
darah EDTA yang diencerkan dengan NaCl 0.85 % 4 : 1 (4 bagian darah
EDTA + 1 bagian NaCl 0.85%). Homogenisasi sampel sebelum diperiksa.
o Sampel darah yang telah diencerkan tersebut kemudian dimasukkan ke dalam
tabung Westergreen sampai tanda/skala 0.
o Tabung diletakkan pada rak dengan posisi tegak lurus, jauhkan dari getaran
maupun sinar matahari langsung.
o Biarkan tepat 1 jam dan catatlah berapa mm penurunan eritrosit.
2. Metode Wintrobe
o Sampel yang digunakan berupa darah EDTA atau darah Amonium-kalium
oksalat. Homogenisasi sampel sebelum diperiksa.
o Sampel dimasukkan ke dalam tabung Wintrobe menggunakan pipet Pasteur
sampai tanda 0.
o Letakkan tabung dengan posisi tegak lurus.
o Biarkan tepat 1 jam dan catatlah berapa mm menurunnya eritrosit.

Nilai Rujukan

1. Metode Westergreen :
o Pria : 0 - 15 mm/jam
o Wanita : 0 - 20 mm/jam
2. Metode Wintrobe :
o Pria : 0 - 9 mm/jam
o Wanita 0 - 15 mm/jam

Masalah Klinik
 Penurunan kadar : polisitemia vera, CHF, anemia sel sabit, mononukleus infeksiosa,
defisiensi faktor V, artritis degeneratif, angina pektoris. Pengaruh obat : Etambutol
(myambutol), kinin, salisilat (aspirin), kortison, prednison.
 Peningkatan kadar : artirits reumatoid, demam rematik, MCI akut, kanker (lambung,
kolon, payudara, hati, ginjal), penyakit Hodgkin, mieloma multipel, limfosarkoma,
endokarditis bakterial, gout, hepatitis, sirosis hati, inflamasi panggul akut, sifilis,
tuberkulosis, glomerulonefritis, penyakit hemolitik pada bayi baru lahir
(eritroblastosis fetalis), SLE, kehamilan (trimester kedua dan ketiga). Pengaruh obat :
Dextran, metildopa (Aldomet), metilsergid (Sansert), penisilamin (Cuprimine),
prokainamid (Pronestyl), teofilin, kontrasepsi oral, vitamin A.

Faktor-faktor yang mempengaruhi temuan laboratorium :

 Faktor yang mengurangi LED : bayi baru lahir (penurunan fibrinogen), obat (lihat
pengaruh obat), gula darah tinggi, albumin serum, fosfolipid serum, kelebihan
antikoagulan, penurunan suhu.
 Faktor yang meningkatkan LED : kehamilan (trimester kedua dan ketiga), menstruasi,
obat (lihat pengaruh obat), keberadan kolesterol, fibrinogen, globulin, peningkatan
suhu, kemiringan tabung.

Hemoglobin Janin (HbF)

Tes Hematologi
Hemoglobin janin (Hemoglobin F atau HbF) merupakan komponen hemoglobin utama dalam
aliran darah janin. Setelah lahir, ia akan menurun dengan cepat dan segera setelah itu diganti
dengan hemoglobin dewasa (hemoglobin A).

Selama perkembangan janin, hemoglobin janin menyusun sekitar 90 persen dari total
hemoglobin. Pada saat lahir, darah bayi terdiri dari sekitar 70% hemoglobin janin.
Hemoglobin janin lalu dengan cepat menurun menjadi 2% atau kurang setelah tahun kedua
sampai keempat dan hanya sekitar 0,5% atau kurang yang ditemukan pada saat dewasa. Jika
HbF tetap menunjukkan peningkatan setelah bayi berusia 6 bulan, harus dipertimbangkan
terjadinya hemoglobinopati seperti yang terjadi pada talasemia minor ataupun mayor.

Masalah Klinis

Hemoglobin adalah pigmen pembawa oksigen yang ditemukan dalam sel darah merah. Ini
adalah molekul besar yang dibuat di sumsum tulang dari dua komponen, yaitu heme dan
globin. Hemoglobin dihasilkan oleh gen yang mengontrol ekspresi dari protein hemoglobin .
Cacat gen ini dapat menghasilkan hemoglobin abnormal dan anemia, yang disebut kondisi
"hemoglobinopathy".

Ada dua kategori hemoglobinopathy. Pertama, rantai globin yang abnormal menimbulkan
molekul hemoglobin abnormal. Contohnya adalah anemia sel sabit, dan anemia hemolitik
kronis. Kedua, rantai hemoglobin normal diproduksi tetapi dalam jumlah yang abnormal.
Gangguan dalam kategori ini yang disebut thalassemia, yang dibagi menurut jenis rantai
asam amino yang dipengaruhi (alfa atau beta), dan apakah ada satu gen cacat (Thalassemia
minor) atau dua gen cacat (Thalassemia mayor).

Masalah klinis lain yang ditandai dengan peningkatn kadar HbF adalah anemia aplastik
didapat (akibat obat, toksin, dll), hipertiroidisme, leukemia akut atau kronis, terutama
leukemia mieloid juvenil, mieloma multipel, penyakit hemoglobin H.

Prosedur

Kumpulkan 7 – 10 ml darah vena dalam tabung berturup lembayung (EDTA) atau hijau
(heparin). Tabung jangan dikocok. Tidak ada pembatasan asupan makanan dan minuman.

Untuk pengukuran HbF sering digunakan cara denaturasi alkali dari Singer atu
modifikasinya. Modifikasi yang paling sederhana adalah modifikasi dari Molden. Cara lain
adalah dengan acid elution dari Kleihauer, radial immunodiffusion assay (RIA) dari Mancini,
atau dengan elektroforesis pada cellulose acetate.

Pada tulisan ini akan diterangkan penentuan kadar HbF dengan denaturasi alkali dari Singer.
Dasar pengujian ini adalah bahwa hemoglobin fetal lebih tahan terhadap denaturasi dengan
alkali kuat daripada hemoglobin lain.

Mula-mula dilakukan pencucian terhadap eritrosit penderita dengan larutan saline. Sampel
darah yang diperoleh dipusingkan selama 5 menit dengan kecepatan 3000 rpm lalu
plasmanya dibuang hingga hanya tersisa eritrosit. Tambahkan beberapa ml NaCl 0,85% pada
eritrosit, bolak-baliklah tabung dengan perlahan-lahan sampai eritrosit terlarut sempurna.
Pusingkan selama 5 menit dengan kecepatan 3000 rpm. Buang supernatan hingga hanya
tersisa eritrosit. Ulangi pencucian hingga 3-4 kali.

Ambil 1 ml (1000μl ) eritrosit yang telah dicuci larutkan dalam 1,4 ml aquadest, dikocok
kuat-kuat (vortex). Tambahkan 0,4 ml (400μl) Toluene, kocok lagi kuat-kuat (vortex)
kemudian pusingkan selama 15 menit dengan kecepatan 3.000 rpm. Pisahkan lapisan toluene
(atas) dan sumbatan protein (tengah) menggunakan pipet pastur. Saring lapisan paling bawah
yang berwarna merah jernih dengan kertas Whartman No.1. Filtrat yang didapatkan adalah
hemolisat, tampung dalam tabung lain yang bersih.

Masukkan 1,6 ml KOH 0,08 N dalam tabung lalu inkubasi 20oC selama 5-10 menit.
Tambahkan 0,1 ml (100μl) hemolisat, campur dan diamkan selama 60 detik. Tambahkan 3,4
ml Ammonium sulfat setengah jenuh dan segera dicampur dengan cara membolak-balik
tabung sebanyak 6 kali. Saring larutan dengan kertas Whartman No. 44. Filtrat yang
diperoleh diukur intensitas warnanya (absorbans/OD) secara fotokolorimetri pada λ 540 nm.

Selain itu ukurlah juga kadar hemoglobin total. Ke dalam tabung, masukkan 5,0 ml aquadest
lalu tambahkan 0,02 ml (20µl) hemolisat. Campur baik-baik hingga homogen. Ukur
absorbans pada λ 540 nm.

Hitung kadar HbF sebagai berikut :


Kadar HbF = ( absorbans filtrat : absorbans total ) x 0,203 x 100%

Nilai Rujukan

ANAK : Bayi baru lahir : 60-90%; 1-5 bulan : kurang dari 70%; 6-12 bulan : kurang dari 5%;
lebih dari 1 tahun : kurang dari 2%.

DEWASA : 0,4-0,8%

Faktor yang Mempengaruhi Temuan Laboratorium :


- Hemolisis sampel darah
- Spesimen darh yang sudah disimpan melebihi 3 jam dapat memberikan temuan positif
palsu.
- Transfusi darah sebelum pengambilan sampel dapt mempengaruhi hasil pemeriksaan.

Anda mungkin juga menyukai