Anda di halaman 1dari 8

Jam/tanggal Praktikum : 7.30-10.

30/ 22, Agustus 2019


Kelompok Praktikum : 1 (Satu)
Dosen Pembimbing : Dr Drh Hera
Maheshwari, MSc Asisten :

SEL DAN KOMUNIKASI SEL 1


(OSMOTIC FRAGILTY TEST)

Oleh:

1. Baharudin Wahyu Mintoko* (B04160176) ....


2. Cyntia Bella Salsabila (B04170016) ....
3. Ebit Triposa M (B04170206) ....
4. Noni Asni Wahyuni (B04180001) ....
5. Risanti (B04180002) ....

DEPARTEMEN ANATOMI, FISIOLOGI, DAN


FARMAKOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN
BOGOR 2019
PENDAHULUAN

Dasar Teori

Sel darah merah atau eritrosit memiliki jumlah yang paling banyak di antara
sel darah yang lainnya. Sel darah merah ini mengandung hemoglobin sebagai
senyawa yang memberikan warna merah pada eritrosit. Eritrosit juga tidak
memiliki organel sel, seperti badan golgi, retikulum endoplasma, atau
mitokondria. Sel darah merah berbentuk bulat. Sel darah hewan ada yang berinti
(seperti eritrosit pada amfibi) dan ada yang tidak berinti (seperti eritrosit pada
primata). Sel darah merah membentuk ATP memalui glikolisis. ATP tersebut
berperan penting untuk mempertahankan bentuknya yang bikonkaf dan mengatur
transpor ion. Fungsi utama dari eritrosit adalah menyalurkan atau mengedarkan
oksigen ke seluruh tubuh (Murray, R 2010).
Eritrosit memiliki membran sel yang bersifat semi permeabel yang
memungkinkan senyawa dengan partikel yang kecil, seperti air dapat masuk ke
dalam eritrosit, menembus membran semi permeabel tersebut (Sherwood, L
2012). Sel darah merah dapat mengkerut jika kehilangan air terlalu banyak
melalui osmosis. Hal ini terjadi karena lingkungan di luar eritrosit bersifat
hipertonis. Sebaliknya, sel darah merah dapat pecah atau lisis jika air di dalamnya
terlalu banyak. Proses ini biasa disebut dengan hemolisis atau hemolisa, yaitu
peristiwa keluarnya hemoglobin dari dalam sel darah merah menuju ke cairan atau
lingkungan di sekelilingnya. Hal ini terjadi karena lingkungan di luar eritrosit
bersifat hipotonis (Kimball 2003).

Tujuan Praktikum
Praktikum ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh berbagai macam
konsentrasi larutan NaCl, larutan saponin dan larutan ureum terhadap sel darah
merah.
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah tabung reaksi, pipet 5 ml,
gelas objek, kaca penutup, mikroskop, kertas tissue atau lap, sementara bahan
yang digunakan adalah larutan NaCl 0,9%, 0,65%, 0,45%, 0,25%,0%, 1% ureum
dalam larutan NaCl 0,9%, 1% ureum dalam aquadest, 1% saponin dalam larutan
NaCl 0,9%, 1% saponin dalam aquades, larutan NaCl 3%, dan darah.

Tata Kerja
Tabung reaksi yang akan digunakan diberi nomor dari 1-10. Masing-masing
tabung diisi dengan larutan sebanyak 5 ml. Tabung 1 diisi dengan larutan NaCl
0.9% (tabung kontrol). Tabung 2 diisi dengan larutan NaCl 0.65%. Tabung 3 diisi
dengan larutan NaCl 0.45%. Tabung 4 diisi dengan larutan NaCl 0.25%. Tabung 5
diisi dengan larutan NaCl 0% (akuades). Tabung 6 diisi dengan 1% ureum dalam
larutan NaCl 0.9%. Tabung 7 diisi dengan 1% ureum dalam akuades. Tabung 8
diisi dengan 1% saponin dalam larutan NaCl 0.9%. Tabung 9 diisi dengan saponin
dalam akuades. Tabung terakhir diisi dengan larutan NaCl 3%. Masing-masing
tabung ditambahkan 3 tetes darah dan dihomogenkan (tabung reaksi
digoyangkan). Warna dan kekeruhan di dalam tabung diperiksa. Warna merah
cerah ditunjukan darah yang mengalami hemolisis. Warna merah keruh belum
tentu tidak terjadi perubahan-perubahan, perlu dilakukan pemeriksaan secara
mikroskopis untuk memastikannya.
Cara pemeriksaan dengan mikroskop :
Satu tetes larutan dari tabung 1 diteteskan pada gelas objek di bagian kiri
sebagai kontrol dan satu tetes dari tabung 2 di bagian kanan gelas objek. Masing-
masing tetesan ditutup dengan kaca penutup. Gelas objek diperiksa di bawah
mikroskop cahaya dengan lensa objektif 10x. Bentuk sel, besar, dan banyaknya
sel eritrosit dari kedua sampel diperhatikan dan dibandingkan. Pemeriksaan
dilakukan dengan langkah yang sama untuk 8 tabung lainnya, dengan tabung 1
digunakan sebagai kontrol. Hasil pengamatan dicatat pada kolom-kolom yang
tersedia. Pada kolom pemeriksaan makroskopis, bila terlihat jelas adanya
hemolisis (warna merah cerah) dituliskan +, bila tidak ditemukan eritrosit pada
pemeriksaan mikroskopis ditambahkan derajat hemolisis sempurna, bila pada
pemeriksaan mikroskopis masih ditemukan sel eritrosit ditambahkan tidak
sempurna, dan bila belum terlihat adanya hemolisis (warna merah keruh)
dituliskan. Pada kolom pemeriksaan mikroskopis, dituliskan bulat licin, bulan
berigi-rigi, atau gambaran lainnya untuk bentuk, dibandingkan dengan kontrol
(dari tabung 1) untuk ukuran, tuliskan = (sama), > (lebih besar) dan < (lebih
kecil), dan dibandingkan dengan kontrol untuk relatif banyaknya sel eritrosit,
tanda = (sama), > (lebih banyak), dan < (lebih sedikit) dari kontrol.

Hasil dan Pembahasan


Sel atau satuan unit terkecil dalam makhluk hidup memiliki bagian
pelindung berupa membran plasma. Hidayat (2010) menjelaskan bahwa
membrane sel menguasai gerak bahan-bahan kimia kedalam dan keluar dari sel
dan dengan demikian mengatur lingkungan kimiawi dimana fungsi-fungsi selnya
terjadi. Sifat tersebut memungkinkan sel untuk melakukan komunikasi antar sel
dengan berdifusi.
Cairan yang memiliki tekanan atau konsentrasi sama dengan cairan dalam
tubuh disebut isotonis (osmotic equilibrium), lebih tinggi dari pada dalam sel
disebut hipertonis, dan lebih rendah dari pada dalam sel disebut hipotonis. Cairan
hipertonis akan menarik air secara osmosis dari sitoplasma ke luar sehingga
eritrosit akan mengalami penyusutan dan membran selnya rusak tampak berkerut-
kerut atau yang disebut krenasi atau plasmolisis. Sebaliknya, cairan hipotonis
akan menyebabkan air berpindah ke dalam sitoplasma eritrosit sehingga eritrosit
akan menggembung (plasmoptysis) yang kemudian pecah (Sahid2001).
Hemolisis adalah pecahnya atau rusaknya membrane eritrosit yang
mengakibatkan hemoglobin keluar dari sel darah dan bebas didalam medium
sekelilingnya. Membran sel darah yang rusak dapat diakibatkan oleh hipotonisnya
larutan didalam darah. Apabila larutan hipotonis ditambahkan kedalam darah
maka air atau larutan hipotonis tersebut akan masuk kedalam sel darah melalui
membran semi permeable, yang mengakibatkan sel darah membengkak dan
membrane sel meregang dan akhirnya terjadi kerobekan membrane dan
hemoglobin keluar dari sel. Penyebab terjadinya hemoglobin juga dapat terjadi
karena penurunan tegangan permukaan membrane sel.
Hemolisis dapat diamati secara makroskopis dan mikroskopis. Secara
makroskopis, sel eritrosit yang mengalami hemolisis akan mengalami perubahan
warna menjadi merah keruh. Sedangkan secara mikroskopis, terjadi atau tidaknya
hemolisis dapat diamati dengan menghitung jumlah eritrosit yang masih utuh
tersisa. Semakin sedikit sel eritrosit yang terlihat, semakin tinggi tingkat
hemolisis. Adapun hasil percobaan yang telah dilakukan terhadap 10 sampel
larutan dengan konsentrasi yang berbeda menunjukan hasil seperti yang tertera
pada Tabel 1

Tabel 1 Hasil pengamatan sel eritrosit


Larutan Makroskopis Mikroskopis
Warna Derajat Bentul sel Ukuran sel Banyaknya
Hemolisis sel
NaCl 0,9% Merah Tidak Bulat licin Sedang Sangat
keruh hemolisis banyak
NaCl Merah Hemolisis Bulat Besar Banyak
0,65% keruh sebagian bergerigi
NaCl Merah Hemolisis Bulat Besar Banyak
0,45% keruh sebagian bergerigi
NaCl Merah Hemolisis Tidak Tidak Tidak
0,25% cerah sempurna terlihat terlihat terlihat
NaCl Merah Hemolisis Tidak Tidak Tidak
0% cerah sempurna terlihat terlihat terlihat
1% ureum Merah Tidak - - -
NaCl 0,9% keruh hemolisis
1% ureum Merah Hemolisis - - -
Aquadest cerah sempurna
1% saponin Merah Hemolisis - - -
NaCl 0,9% cerah sempurna
1% saponin Merah Tidak - - -
Aquadest keruh hemolisis
NaCl 3% Merah Tidak Mengkerut Kecil Sedikit
keruh hemolisis

Hasil percobaan menunjukan bahwa sel eritrosit mengalami hemolisis pada


beberapa konsentrasi tertentu jika dibandingkan dengan tabung 1 sebagai larutank
ontrol. Tabung 1 berisi larutan NaCl 0,9% yang merupakan larutan isotonis
dengan sel eritrosit, sedangkan tabung 2 hingga tabung 4 merupakan larutan
hipotonik atau larutan dengan konsentrasi lebih rendah dari sel eritrosit. Hasil
pengamatan sesuai dengan hipotesis, yaitu sel eritrosit mengalami hemolisis yang
dapat dibuktikan secara makroskopis maupun mikroskopis.
Hemolisis yang terjadi dapat diamati melalui perubahan warna yang terlihat.
Sel eritrosit yang mengalami hemolisis mengalami perubahan warna menjadi
merah cerah. Tingkat kecerahan berbanding lurus dengan tingkat hemolisis yang
terjadi. Hal tersebut disebabkan oleh hemoglobin yang keluar dari membran
plasma dan berbaur dalam larutan medium.
Hasil yang berbeda didapatkan pada tabung 2 (NaCl 0,65%) yang
mengalami hemolisis sebagian, sedangkan pada tabung 4 (NaCl 0,25%) terjadi
hemolisis sempurna. Perbedaan tersebut dibuktikan melalui pengamtan
mikroskopis menggunakan mikroskop yang menunjukan perbedaan jumlah sel
eritrosit yang utuh pada kedua tabung. Hal tersebut membuktikan bahwa
konsentrasi mempengaruhi difusi sel dan tingkat kesempurnaan hemolisis.
Hemolisis dengan tingkat kesempurnaan tertinggi terjadi pada tabung 5
dengan sampel berupa aquades (NaCl 0%) yang menandakan bahwa larutan
tersebut sangat hipotonis. Sel eritrosit yang berada pada larutan aquadest
sepenuhnya mengalami hemolisis. Hal tersebut tampak jelas melalui warna tabung
5 yang memiliki warna larutan paling cerah setelah percobaan dan tidak
ditemukannya sel eritrosit utuh pada pengamatan menggunakan mikroskop.
Tabung 6 yang berisi ureum 1% dan NaCl 0,9% tidak mengalami perubahan
warna sehingga dapat disimpulkan bahwa hemolisis tidak terjadi pada tabung 6.
Hal tersebut disebabkan oleh larutan ureum 1% dan NaCl 0,9% yang merupakan
larutan isotonis dengan sel eritrosit. Hemolisis tidak akan terjadi pada sel eritrosit
yang berada pada larutan isotonis.
Berikutnya reaksi yang terjadi pada tabung 7 (Ureum 1% dan aquadest)
sama dengan yang terjadi pada tabung 5 (aquadest) karena ureum 1% isotonis
dengan sel eritrosit sedangkan aquadest sangat hipotonis terhadap sel eritrosit.
Hasil pengamatan diperkuat dengan pengamatan sel eritrosit menggunakan
mikroskop. Sel eritrosit sangat sulit ditemukan karena hampir seluruh sel sudah
mengalami hemolisis.
Sel eritrosit selain mengalami hemolisis juga dapat mengalami krenasi.
Krenasi yaitu keadaan ketika sel mengkerut karena larutan di luar sel memiliki
konsentrasi yang lebih tinggi dari pada cairan intrasel sehingga cairan intrasel
tertarik keluar. Keadaan ini terjadi pada tabung 10 (NaCl 3%) yang berisi larutan
hipertonis. Krenasi dapat diamati dengan perubahan warna sel eritrosit yang
menjadi keruh, dibandingkan dengan larutan kontrol. Hal tersebut seuai dengan
hipotesis yang dinyatakan oleh Jonathan (2006) yang menyebutkan bahwa
semakin tinggi konsentrasil lingkungan maka semakin lambat proses hemolisis
terjadi dan sebaliknya.
Sel darah merah harus berada dalam keadaan yang isotonik, jika tidak akan
terjadi pengkerutan yang disebut krenas, sedangkan bila berada dalam larutan
yang hipertonik akan mengalami pembengkakan. Kemudian pecah dan
mengakibatkan keluarnya hemoglobin yang berwarna merah (Wilkina, 2002).

SIMPULAN

Larutan NaCl, larutan saponin, dan larutan ureum memiliki pengaruh yang
berbeda pada sel darah merah. Pengaruh dari larutan tersebut bergantung pada
konsentrasi larutan itu sendiri. Jika larutan tersebut memiliki konsentrasi lebih
tinggi dari sel darah maka sel darah akan krenasi sedangkan jika larutan memiliki
konsentrasi lebih rendah dari sel darah maka sel darah akan lisis atau pecah.
Larutan yang isotonis dengan sel darah yaitu NaCl 0.9% dan larutan ureum 1%.
DAFTAR PUSTAKA

Jonathan. 2006. TinjauanKlinisHasilPemeriksaanLaboratorium. Jakarta (ID):


EGC
Kimball. 2003. Biologi.Jakarta (ID) :Erlangga.
Murray RK, Daryl KG, Victor WR. 2009.Biokimia Harper Edisi27. Jakarta (ID) : EGC.
NyayuSyamsiar. 2008.PatologiUmum (Dasar-DasarPatologi). Jakarta (ID):
UniversitasIndonesia.
Sahid . 2003. Patofisiologi. Jakarta (ID) : EGC.
Sherwood L. 2012. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem Edisi 6. Jakarta (ID) :
EGC.
Wilkina. 2002. IlmuPengetahuanAlamJilid 5-9. Jakarta (ID).

LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai