Disusun oleh:
Baharudin Wahyu Mintoko (B04160176)
Arri Monikov (B04170181)
Ika Novita (B04170189)
Januarius Jimi (B04170190)
Dosen :
Prof. drh. Bambang Pontjo Priosoeryanto, MS.,PhD,APVet.
Signalement
Nama Hewan : Rembola
Jenis Hewan : Ayam
Bangsa : Broiler
Jenis Kelamin : Betina
Umur : 21 hari
Warna Bulu : Putih
Tanggal Nekropsi : 25 September 2019
PEMBAHASAN
Kelenjar pertahanan
Kegiatan inspeksi yang dilakukan terhadap timus bagian kanan tidak ada
perubahan bentuk dan ukuran, sedangkan bagian kiri ukurannya lebih besar dari
pada timus bagian kanan. Selain itu pada timus bagian kiri juga terdapat bintik-
bintik merah pada permukaannya. Berdasarkan hasil inspeksi disimpulkan bahwa
timus bagian kanan tidak mengalami perubahan, sedangkan timus bagian kiri
mengalami infeksi dan hemorragi petechiae. Jumlah timus yang ditemukan ada 2
pasang. Menurut Mardhih et.al(2017), ukuran timus akan semakin mengecil
dengan bertambahnya umur hewan. Pada permukaan timus terdapat lapisan lemak,
elemen fibrosa dan jaringan timus. Secara anatomis timus ayam terletak disisi
kanan dan kiri saluran pernafasan (trachea). Warnanya pucat kemerahan,
bentuknya tidak teratur dan berjumlah 3-8 lobi pada leher. Tiap lobus dihubungkan
dengan jaringan ikat dan membentuk suatu untaian dekat dengan vena jugularis.
Secara histologis timus terdiri dari kortek dan medula, kortek terdiri dari limfosit
T, sebaran sel retikuler epithelial, dan sedikit makrofag bewarna lebih gelap,
sedangkan medula mengandung badan Hassal yang khas, struktur ini merupakan
sel- sel retikuler epithelial gepeng yang tersusun secara konsentris dan dipenuhi
filament keratin dan bewarna lebih terang. Menurut Sutiastuti (2011), adanya
hemorragi pada timus disebabkan oleh adanya nekrosis sel pada organ timus.
Gambar 2. Pengamatan timus
Subkutis
Kegiatan inspeksi yang dilakukan terhadap subkutis unggas dapat dilihat
bahwa perlemakan sangat banyak lemak, lemak dengan konsistensi yang baik
(tidak mencair), perototan yang simetris dan tidak ditemukan adanya kelainan
serta kelenjar air liur yang tidak ada kelainan. Berdasarkan hasil inspeksi
disimpulkan bawa tidak terjadi kelainan pada subkutis unggas. Menurut Wibowo
et.al (2006), adanya hemorragi pada sibkutis didiagnosis sebagai penyakit Avian
Influenza (AI).
Rongga abdomen
Pada pemeriksaan rongga abdomen dan rongga thoraks tidak ditemukan
adanya kelainan. Situs viscerum atau posisi organ tidak berubah, organ pada
rongga thoraks dan rongga abdomen lengkap. Pada pemeriksaan traktus
respiratorius ditemukan adanya beberapa kelainan. Sinus hidung bagian kanan
ditemukan adanya bercak-bercak merah hal ini menunjukan adanya perdarahan
atau hemoraghie petechie pada bagian sinus hidung. Epistaksis merupakan istilah
umum yang digunakan pada perdarahan hidung. Perdarahan pada rongga hidung
umumnya disebabkan oleh trauma, peradangan dan neoplasia yang memecahkan
pembuluh darah. Selain itu, peradangan juga dapat terjadi pada rongga hidung
yang disebut rhinitis. Rhinitis dapat terjadi karena debu, benda asing, zat kimia,
gas dan parasit seperti Bordetella bronchiseptica, streptococcus dan micrococcus.
Defisiensi vitamin A dapat menyebabkan rhinitis sekunder pada unggas. Pada
kejadian defisiensi vitamin A dapat menyebabkan metaplasia dan proliferasi
mukosa hidung yang mempermudah inflitrasi kuman (Adi 2014).
Gambar 4. Hemorrhagie petechie pada sinus ayam
Pada bagian laring juga ditemukan bintik-bintik merah seperti pada sinus
hidung yang menandakan laring mengalami hemorraghie petechie. Perdarahan di
dalam laring dan trakea sering terlihat pada penyakit akut dan sepsis. Perdarahan
ini terlihat sebagai bintik-bintik dan bercak-bercak darah pada epiglotis.
Peradangan pada faring, laring dan trakea bisa mengakibatkan terjadinya
penghambatan aliran udara. Faring mudah terkena penyakit yang berasal dari
saluran pernafasan bagian atas dan saluran pencernaan. Laringitis nekrotikan
sering ditemukan pada penyakit Newcastle (ND), sedangkan pembentukan
granuloma di dalam laring terlihat pada penyakit TBC dan aktinobasilosis (Adi
2014).
Traktus urogenitalis
Ginjal terdapat sepasang dan simetris. Tidak terdapat kelainan pada ginjal.
Vesica urinaria dan uretra juga tidak ditemukan kelainan.
Gambar 6. Ginjal
Traktus digestivus
Sistem pencernaan memiliki peran yang sangat penting dan vital dalam
proses ekstraksi nutrisi dari pakan yang dikonsumsi untuk selanjutnya diserap dan
digunakan oleh sel-sel tubuh untuk melakukan berbagai aktivitas baik fisik
maupun metabolik. Secara ummum, sistem pencernaan unggas terdiri dari saluran
pencernaan dan organ aksesori. Saluran pencernaan ayam terdiri dari paruh,
pharynx, esophagus, tembolok, lambung kelenjar (proventrikulus), lambung otot
(ventrikulus/ampela), usus halus, usus besar, dan kloaka serta dilengkapi dengan
organ asesori yang terdiri dari hati, pankreas, dan limpa (Putra et al. 2016).
Hasil nekropsi ayam menunjukkan bahwa bagian paruh dan rongga mulut
tidak ada kelainan. Bentuk paruh simetris dan tidak terdapat disharge maupun
eksudat yang keluar dari paruh. Mukosa rongga mulut pucat, lembab, licin, dan
tidak terdapat kelainan. Sehingga, paruh daan rongga mulut ayam tersebut normal.
Usus besar ayam yang dinekropsi secara struktur tidak terdapat kelainan.
Pada saat usus besar disayat, terdapat cairan sangat kental berwarna hijau tua,
yang merupakan cairan hasil pencernaan yang diproses lebih lanjut dalam usus
besar.
Sistem sirkulasi darah terdiri dari jantung, pembuluh darah, dan darah.
Jantung merupakan salah satu organ vital dan penting yang berperan untuk
memompa darah ke seluruh tubuh. Jantung ayam yang dinekropsi menunjukkan
bahwa bagian dorsal jantung terdapat lemak, dan tidak ditemukan adanya kelainan
pada jantung seperti penebalan atrium ataupun ventrikel. Pembuluh darah pada
ayam yang dinekropsi normal dan tidak ditemukan adanya kelainan.
Persendian
Pada persendian femorotibialis tidak ditemukan adanya peradangan atau
cairan pada persendian femorotibialis kaki kanan dan kiri.Pemeriksaan rongga-
rongga persendian dilakukan untuk melihat ada tidaknya cairan sendi yang
berlebih. Cairan sendi berlebih mengindikasikan terjadinya arthritis atau
peradangan pada sendi. Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa tidak ditemukan
adanya cairan sendi yang berlebihan. Kondisi arthritis pada unggas dapat
disebabkan oleh penyakit-penyakit infeksius maupun non-infeksius. Agen
infeksius yang dapat menyebabkan gejala klinis arthritis pada unggas antara lain
Mycoplasma synoviae, Pasteurella multocida, reovirus, Staphylocuccus, dan
Eschericia coli (Ley 1997) . Selain terkait dengan agen infeksius, kejadian arthritis
juga berhubungan dengan ketidakseimbangan nutrisi seperti defisiensi mineral
mangan, kolin, dan piridoksin.
Gambar 21. Persendian femorotibialis
KESIMPULAN
Dari hasil nekropsi yang dilakukan tidak ditemukan adanya kelainan pada
seluruh organ ayam. Hal ini menunjukan bahwa ayam yang dinekropsi berkondisi
baik.
DAFTAR PUSTAKA
Adi AAM. 2014. Patologi Veteriner Sistemik: Sistem Pernapasan. Bali (ID):
Swasta Nulus.
Damayanti, Y. Ida B. O. W. dan Mas D. R. 2012. Evaluasi Penyakit Virus Pada
Kadaver Broiler Berdasarkan Pengamatan Patologi Anatomi Di Rumah
Pemotongan Unggas. Jurnal Indonesia Medicus Veterinus. 1(3) : 417 -
427.
Fadilah, R. dan A. Polana. 2004. Aneka Penyakit Pada Ayam dan Cara
Mengatasinya. Agromedia Pustaka, Jakarta. Jaffe F. 1994. Petechial hemorrhages
a review of pathogenesis. The American Journal of Forensic Medicine and
Pathology. 15(3): 203-207.
Ley DH and Yoder HW. 1997. Disease of Poultry: Mycoplasma Gallisepticum
Infection. 10th ed. Iowa (US): Iowa State University
Manin F. 2010. Potensi Laktobacillus acidophilus dan Laktobacillus fermentum
dari saluran pencernaan ayam buras asal lahan gambut sebagai sumber
probiotik. Jurnal Ilmiah Ilmu-Ilmu Peternakan. 13(5): 221-228.
Mardhih Abdian, Hamdani Budiman, Cut Dahlia Iskandar. 2017. Gambaran
Histologis Timus Ayam Kampung (Gallus Gallus Domesticus) Pada
Umur Berbeda. JIMVET. 01 (3) : 592-597.
Putra FD, Yudiarti T, Sugiharto. 2016. Pengaruh penambahan probiotik fungi
(Rhizopus oryzae) dalam ransum terhadap populasi mikroba, panjang,
dan bobot usus halus ayam kampung [thesis]. Semarang (ID):
Universitas Diponegoro.
Sholikin, H. 2011. Manajemen Pemeliharaan Ayam Broiler Di Peternakan UD
Hadi PS Kecamatan Nguter Kabupaten Sukoharjo. Universitas Sebelas
Maret. Surakarta. (Tugas Akhir).
Sutiastuti Wahyuwardani, D.R. Agungpriyono, L. Pardede, W. Manalu. 2011.
Penyakit Gumboro: Etiologi, Epidemiologi, Patologi, Diagnosis dan
Pengendaliannya. Wartazoa. 21 (3) : 114 – 124.
Wibowo et.al. 2006. Isolasi dan Identifikasi Serologis Virus Avian influenza dari
Sampel Unggas yang Diperoleh di D.I. Yogyakarta dan Jawa Tengah.
Jurnal Sain Veteriner. 24 (1) : 77 – 83.