Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN NEKROPSI UNGGAS

Rabu, 25 September 2019

Disusun oleh:
Baharudin Wahyu Mintoko (B04160176)
Arri Monikov (B04170181)
Ika Novita (B04170189)
Januarius Jimi (B04170190)

Dosen :
Prof. drh. Bambang Pontjo Priosoeryanto, MS.,PhD,APVet.

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN


INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2019
Hari/Tanggal : Rabu, 25 September 2019
Dosen PJ :Prof. drh. Bambang Pontjo P, MS,.PhD,APVet.

Signalement
Nama Hewan : Rembola
Jenis Hewan : Ayam
Bangsa : Broiler
Jenis Kelamin : Betina
Umur : 21 hari
Warna Bulu : Putih
Tanggal Nekropsi : 25 September 2019

Hasil Pemeriksaan Nekropsi

Tabel 1 Hasil pemeriksaan nekropsi pada ayam


Organ Epikrise Diagnosa PA
Keadaan umum luar
Kulit Tidak ada kelainan, kulit Tidak ada kelainan
bersih, tidak ditemukan
adanya ektoparasit
Bulu Struktur bulu ayam tersebut Tidak ada kelainan
normal tetapi basah, kotor,
kasar, tidak terdapat pada
semua bagian tubuh
Mata Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
Mukosa Pucat Tidak ada kelainan
Kornea Bening Tidak ada kelainan
Telinga Bersih Tidak ada kelainan
Kloaka Bersih, mukosanya pucat Tidak ada kelainan
Subkutis
Perlemakan Terdapat cukup banyak Tidak ada kelainan
lemak, lemak dengan
konsistensi yang baik (tidak
mencair)
Otot Perototannya simetris, tidak Tidak ada kelainan
ditemukan adanya kelainan
Kelenjar ludah Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
Kelenjar pertahanan
Timus Bagian kanan: tidak ada Tidak ada kelainan
perubahan bentuk dan
ukuran Adanya infeksi,
Bagian kiri: ukurannya hemorhagi petechiae
lebih besar dari pada timus
bagian kanan, terdapat
bintik-bintik merah pada
permukaannya
Rongga abdomen
Situs viserum Posisi organ tidak berubah, Tidak ada kelainan
organ pada rongga
abdomen lengkap
Lain-lain Bagian rongga abdomen Tidak ada kelainan
lembab
Rongga thoraks
Situs viserum Posisi organ tidak berubah, Tidak ada kelainan
organ pada rongga thoraks
lengkap
Lain-lain Bagian rongga thoraks Tidak ada kelainan
lembab
Traktus
respiratorius
Sinus hidung Bagian kanan: lembab, Hemorhagi petechiae
tidak ada eksudat/discharge,
ditemukan adanya bercak-
bercak merah Tidak ada kelainan
Bagian kiri: lembab, tidak
ada eksudat/discharge
Faring Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
Laring Terdapat bintik-bintik Terdapat infeksi pada
merah laring, hemorhagi
petechiae
Trakea Cincin-cincin trakea teraba, Tidak ada kelainan
tidak kolaps, tidak terdapat
eksudat maupun busa pada
mukosa trakea, mukosa
licin
Bronkus Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
Paru-paru Rose, terbungkus oleh Tidak ada kelainan
pleura yang bening,
menempel pada bagian
dorsal rongga dada
Kantung hawa Berwarna bening, tipis Tidak ada kelainan
Traktus digestivus
Rongga mulut Mukosa pucat, tidak ada Tidak ada kelainan
discharge
Lidah Warna pucat, struktur lidah Tidak ada kelainan
baik
Tembolok Tidak terdapat makanan, Tidak ada kelainan
tidak ada cairan apapun,
mukosa berlipat-lipat secara
linier, mengkilap, licin, dan
lembab
Esofagus Esofagus dalam keadaan Tidak ada kelainan
kolaps, tidak ada makanan,
mukosa mengkilap dan
licin, terdapat cairan bening
Proventrikulus Struktur mukosa tidak rata Tidak ada kelainan
(ada tonjolan-tonjolan
kecil), mukosa rose dan
lembab, terdapat cairan
bening
Ventrikulus Terbungkus banyak lemak Tidak ada kelainan
(ampela) pada bagian luar
ventrikulus, struktur
mukosa berlipat-lipat,
dalam ventrikulus
ditemukan adanya pakan
kasar berwarna kuning tua
kecoklatan
Usus halus Doedenum: struktur Tidak ada kelainan
duodenum tidak terdapat
kelainan, terdapat cairan
yang sedikit kental Tidak ada kelainan
berwarna kuning kecoklatan
Jejenum: struktur jejenum
tidak ada kelainan, terdapat Hemorhagi petechiae dan
cairan yang sedikit kental peradangan
berwarna kuning kecoklatan
Ileum: terdapat bintik-bintik
merah pada beberapa
bagian ileum, terdapat
penebalan dengan panjang
kira-kira 1 cm berwarna
merah tua, terdapat cairan
yang sedikit kental
berwarna kuning kehijauan
Usus besar Terdapat cairan sangat Tidak ada kelainan
kental berwarna hijau tua,
struktur usus besar normal
Sekum Simetris, isi sekum Tidak ada kelainan
berbentuk pasta berwarna
hijau keabu-abuan
Hati Berwarna merah tua, Tidak ada kelainan
teksturnya kenyal, tidak
ditemukan adanya kelainan
Empedu Berbentuk lonjong, warna Tidak ada kelainan
isi empedu adalah hijau tua,
struktur lembek (tidak
mengeras)
Pankreas Ditemukan menempel pada Tidak ada kelainan
loop duodenum, berwana
kuning pucat, tidak
ditemukan adanya kelainan
Sistem sirkulatorius
Jantung Bagian dorsal jantung Tidak ada kelainan
terdapat lemak, tidak
ditemukan adanya kelainan
pada jantung
Pembuluh darah Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
Sistem limforetikuler
Limpa Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
Traktus urogenitalis
Ginjal Terdapat sepasang dan Tidak ada kelainan
simetris, tidak ada kelainan
Vesica urinaria Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
Uretra Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
Persendian
Persendian Tidak ditemukan adanya Tidak ada kelainan
femorotibialis peradangan atau cairan
pada persendian
femorotibialis kaki kanan
dan kiri
Sistem saraf pusat
Otak Tidak ditemukan adanya Tidak ada kelainan
vasa injectio di otak, warna
otak krem kekuningan,
ukuran otak normal, tidak
ditemukan adanya kelainan
pada otak

PEMBAHASAN

Keadaan umum luar


Kegiatan inspeksi yang dilakukan terhadap keadaan umum luar unggas
didapatkan bahwa kondisi kulit tidak ada kelainan, bersih, tidak ditemukan adanya
ektoparasit, bulu memiliki struktur normal tetapi basah, kotor, kasar, tidak terdapat
pada semua bagian tubuh, mata tidak ada kelainan, mukosa pucat, kornea bening,
telinga bersih, kloaka bersih dan dan pucat. Berdasarkan hasil inspeksi
disimpulkan bahwa tidak terjadi kelainan pada membran mukosa. Hal ini sesuai
dengan pendapat Fadilah (2004), pengamatan performan unggas dapat
diperhatikan keadaan umum luarnya meliputi kulit, bulu, leleran dari liang-liang
tubuh, keadaan mata, pial, cuping telinga, keadaan daerah kloaka apakah terdapat
perdarahan, luka, atau perubahan lainnya. Jika unggas tersebut mengalami
penyakit pada bagian tubuh maka bulu akan terkulai dan sangat kusam, diare,
nafsu makan hilang, pertumbuhan terganggu, dan produksi telur menurun. Selain
itu, Sholikin (2011) juga menyatakan bahwa unggas yang baik akan memiliki kulit
licin tidak terdapat luka atau memar. Menurut Damayanti et.al (2012),
adanya mukosa pada rongga hidung merupakan ciri penyakit Swollen Head
Syndrome (SHS).
Bulu ayam basah, kotor dan kasar disebabkan karena ayam ditempatkan
pada tempat yang basah dan kotor sebelum di nekropsi, sedangkan bulu ayam
yang tidak terdapat pada semua bagian tubuh disebabkan karena jenis ayam yang
dinekropsi adalah ayam broiler yang mana berfokus pada pertumbuhan daging
bukan bulu. Jadi, tidak ada kelainan pada bulu.

Gambar 1. Pengamatan keadaan umum luar

Kelenjar pertahanan
Kegiatan inspeksi yang dilakukan terhadap timus bagian kanan tidak ada
perubahan bentuk dan ukuran, sedangkan bagian kiri ukurannya lebih besar dari
pada timus bagian kanan. Selain itu pada timus bagian kiri juga terdapat bintik-
bintik merah pada permukaannya. Berdasarkan hasil inspeksi disimpulkan bahwa
timus bagian kanan tidak mengalami perubahan, sedangkan timus bagian kiri
mengalami infeksi dan hemorragi petechiae. Jumlah timus yang ditemukan ada 2
pasang. Menurut Mardhih et.al(2017), ukuran timus akan semakin mengecil
dengan bertambahnya umur hewan. Pada permukaan timus terdapat lapisan lemak,
elemen fibrosa dan jaringan timus. Secara anatomis timus ayam terletak disisi
kanan dan kiri saluran pernafasan (trachea). Warnanya pucat kemerahan,
bentuknya tidak teratur dan berjumlah 3-8 lobi pada leher. Tiap lobus dihubungkan
dengan jaringan ikat dan membentuk suatu untaian dekat dengan vena jugularis.
Secara histologis timus terdiri dari kortek dan medula, kortek terdiri dari limfosit
T, sebaran sel retikuler epithelial, dan sedikit makrofag bewarna lebih gelap,
sedangkan medula mengandung badan Hassal yang khas, struktur ini merupakan
sel- sel retikuler epithelial gepeng yang tersusun secara konsentris dan dipenuhi
filament keratin dan bewarna lebih terang. Menurut Sutiastuti (2011), adanya
hemorragi pada timus disebabkan oleh adanya nekrosis sel pada organ timus.
Gambar 2. Pengamatan timus

Subkutis
Kegiatan inspeksi yang dilakukan terhadap subkutis unggas dapat dilihat
bahwa perlemakan sangat banyak lemak, lemak dengan konsistensi yang baik
(tidak mencair), perototan yang simetris dan tidak ditemukan adanya kelainan
serta kelenjar air liur yang tidak ada kelainan. Berdasarkan hasil inspeksi
disimpulkan bawa tidak terjadi kelainan pada subkutis unggas. Menurut Wibowo
et.al (2006), adanya hemorragi pada sibkutis didiagnosis sebagai penyakit Avian
Influenza (AI).

Gambar 3. Pengamatan subkutis

Rongga abdomen
Pada pemeriksaan rongga abdomen dan rongga thoraks tidak ditemukan
adanya kelainan. Situs viscerum atau posisi organ tidak berubah, organ pada
rongga thoraks dan rongga abdomen lengkap. Pada pemeriksaan traktus
respiratorius ditemukan adanya beberapa kelainan. Sinus hidung bagian kanan
ditemukan adanya bercak-bercak merah hal ini menunjukan adanya perdarahan
atau hemoraghie petechie pada bagian sinus hidung. Epistaksis merupakan istilah
umum yang digunakan pada perdarahan hidung. Perdarahan pada rongga hidung
umumnya disebabkan oleh trauma, peradangan dan neoplasia yang memecahkan
pembuluh darah. Selain itu, peradangan juga dapat terjadi pada rongga hidung
yang disebut rhinitis. Rhinitis dapat terjadi karena debu, benda asing, zat kimia,
gas dan parasit seperti Bordetella bronchiseptica, streptococcus dan micrococcus.
Defisiensi vitamin A dapat menyebabkan rhinitis sekunder pada unggas. Pada
kejadian defisiensi vitamin A dapat menyebabkan metaplasia dan proliferasi
mukosa hidung yang mempermudah inflitrasi kuman (Adi 2014).
Gambar 4. Hemorrhagie petechie pada sinus ayam

Pada bagian laring juga ditemukan bintik-bintik merah seperti pada sinus
hidung yang menandakan laring mengalami hemorraghie petechie. Perdarahan di
dalam laring dan trakea sering terlihat pada penyakit akut dan sepsis. Perdarahan
ini terlihat sebagai bintik-bintik dan bercak-bercak darah pada epiglotis.
Peradangan pada faring, laring dan trakea bisa mengakibatkan terjadinya
penghambatan aliran udara. Faring mudah terkena penyakit yang berasal dari
saluran pernafasan bagian atas dan saluran pencernaan. Laringitis nekrotikan
sering ditemukan pada penyakit Newcastle (ND), sedangkan pembentukan
granuloma di dalam laring terlihat pada penyakit TBC dan aktinobasilosis (Adi
2014).

Gambar 5. Hemorrhagie petechie pada laring ayam

Traktus urogenitalis
Ginjal terdapat sepasang dan simetris. Tidak terdapat kelainan pada ginjal.
Vesica urinaria dan uretra juga tidak ditemukan kelainan.

Gambar 6. Ginjal
Traktus digestivus
Sistem pencernaan memiliki peran yang sangat penting dan vital dalam
proses ekstraksi nutrisi dari pakan yang dikonsumsi untuk selanjutnya diserap dan
digunakan oleh sel-sel tubuh untuk melakukan berbagai aktivitas baik fisik
maupun metabolik. Secara ummum, sistem pencernaan unggas terdiri dari saluran
pencernaan dan organ aksesori. Saluran pencernaan ayam terdiri dari paruh,
pharynx, esophagus, tembolok, lambung kelenjar (proventrikulus), lambung otot
(ventrikulus/ampela), usus halus, usus besar, dan kloaka serta dilengkapi dengan
organ asesori yang terdiri dari hati, pankreas, dan limpa (Putra et al. 2016).
Hasil nekropsi ayam menunjukkan bahwa bagian paruh dan rongga mulut
tidak ada kelainan. Bentuk paruh simetris dan tidak terdapat disharge maupun
eksudat yang keluar dari paruh. Mukosa rongga mulut pucat, lembab, licin, dan
tidak terdapat kelainan. Sehingga, paruh daan rongga mulut ayam tersebut normal.

Gambar 7. Paruh dan rongga mulut ayam

Esofagus ayam yang dinekropsi dalam kondisi kolaps, tidak terdapat


pakan di dalamnya, mukosa mengkilap dan licin, terdapat cairan bening, serta
tidak menunjukkan adanya kelainan. Tembolok merupakan organ yang khas
terdapat pada unggas yang merupakan bagian dari esofagus yang mengalami
pelebaran/penjuluran membentuk kantung. Tembolok ayam yang dinekropsi
memiliki struktur mukosa yang berlipat-lipat secara linier, mukosa licin dan
mengkilap, tidak terdapat makanan maupun cairan, serta tidak menunjukkan
adanya kelainan. Dari kondisi esofagus dan tembolok tersebut dapat diketahui
bahwa esofagus dan tembolok ayam yang dinekropsi dalam kondisi normal.

Gambar 8. Tembolok ayam Gambar 9. Esofagus ayam

Proventrikulus (lambung kelenjar) merupakan lambung yang berfungsi dalam


pencernaan secara enzimatis/kimiawi. Proventrikulus ayam yang dinekropsi
memiliki struktur mukosa yang tidak rata (ada tonjolan-tonjolan kecil), mukosa
rose dan lembab, terdapat cairan bening, dan tidak menunjukkan adanya kelainan.
Hai ini menunjukkan bahwa proventikulus ayam tersebut normal. Ventrikulus
(lambung otot/ampela) ayam yang dinekropsi terbungkus banyak lemak pada
bagian luar ventrikulus, struktur mukosa berlipat-lipat, dalam ventrikulus
ditemukan adanya pakan kasar berwarna kuning tua kecoklatan, dan tidak
ditemukan kelainan. Hal ini menandakan bahwa ventrikulus dalam keadaan
normal.

Gambar 10. Proventrikulus dan


ventrikulus disayat

usus halus merupakan organ pencernaan berbentuk saluran memanjang yang


berfungsi dalam proses absorbsi produk pencernaan dan merupakan organ utama
tempat terjadinya aktivitas pencernaan. Secara anatomis, usus halus terdiri dari 3
bagian yaitu duodenum, jejenum, dan ileum. Panjang usus halus pada ayam
dewasa biasanya mencapai 1,5 m. Menurut Manin (2010), kecepatan pencernaan
terbesar pada ayam terdapat di bagian anterior usus. Sebagian besar organ
pencernaan ayam bersifat asam, dengan pH berkisar antara 3-4 dan mengandung
garam empedu. Usus halus memiliki kisaran pH dari 5 sampai 6 yang berfungsi
untuk mendukung perkembangan mikroba baik dalam usus yang membantu dalam
proses pencernaan sehingga daya cerna pakan meningkat (Putra et al. 2016).

Gambar 11. Usus halus ayam yang dinekropsi

Hasil nekropsi pada usus halus ayam menunjukkan bahwa struktur


duodenum normal dan tidak terdapat kelainan serta terdapat cairan yang sedikit
kental berwarna kuning kecoklatan. Struktur jejenum juga menunjukkan tidak
adanya kelainan dan terdapat cairan yang sedikit kental berwarna kuning tua
kecoklatan. Cairan tersebut merupakan hasil pencernaan pakan yang sebelumnya
telah dicerna di ventrikulus. Dari hasil ini dapat dikatakan bahwa duodenum dan
jejenum dalam keadaan normal dan tidak terdapat kelainan.
Ileum ayam yang dinekropsi terdapat bintik-bintik merah pada beberapa
bagian ileum, terdapat penebalan dengan panjang kira-kira 1 cm berwarna merah
tua, terdapat cairan yang sedikit kental berwarna kuning kehijauan. Bintik-bintik
merah tersebut merupakan indikasi terjadinya hemorrhagi petechiae pada ileum.
Hemorrhagi petechiae adalah salah satu jenis pendarahan dengan penampakan
luar berupa bintik-bintik sebesar titik. Hemorrhagi petechiae merupakan
pendarahan perikapiler pada area tertentu yang melibatkan berbagai mekanisme
patogenetik mulai dari adanya agen patogen, gangguan mekanis dinding kapiler
berupa luka ataupun peregangan, hingga cedera seluler halus yang memungkinkan
sel darah merah keluar dari pembuluh darah (Jaffe 1994).
Sedangkan penebalan dengan panjang kira-kira 1 cm pada ileum
merupakan indikasi terjadinya proses peradangan atau inflamasi. Apabila terdapat
infeksi bakteri, antigen dalam pakan, atau racun yang terdapat dalam lumen usus
halus maka akan menyebabkan terjadinya peradangan usus atau inflamasi sebagai
bentuk respon imun tubuh untuk menghilangkan antigen tersebut (Putra et al.
2016).

Gambar 12. Hemorrhagi Gambar 13. Peradangan


petechiae pada ileum pada ileum

Usus besar ayam yang dinekropsi secara struktur tidak terdapat kelainan.
Pada saat usus besar disayat, terdapat cairan sangat kental berwarna hijau tua,
yang merupakan cairan hasil pencernaan yang diproses lebih lanjut dalam usus
besar.

Gambar 14. Usus besar setelah disayat


Sekum ayam yang dinekropsi terdapat 2 buah yang mana berbentuk
simetris dan isi sekum berbentuk pasta berwarna hijau keabu-abuan.

Gambar 15. Sekum Gambar 16. Isi sekum

Hati berfungsi sebagai organ utama yang berperan dalam proses


metabolisme dan detoksifikasi racun. Hati ayam yang dinekropsi berwarna merah
tua, teksturnya kenyal, tidak ditemukan adanya kelainan. Empedu berfungsi untuk
mengemulsikan lemak sehingga lemak lebih mudah diserap oleh tubuh. Empedu
berbentuk lonjong, warna isi empedu adalah hijau tua, struktur lembek (tidak
mengeras). Dari hasil ini menunjukkan bahwa hati dan empedu ayam yang
dinekropsi tidak ada kelainan dan normal.

Gambar 17. Hati dan empedu

Pankreas adalah organ yang berfungsi sebagai kelenjar endokrin yang


menghasilkan hormon dan kelenjar eksokrin yang menghasilkan enzim-enzim
pencernaan. Pankreas ayam yang dinekropsi ditemukan menempel pada loop
duodenum, berwana kuning pucat, dan tidak ditemukan adanya kelainan.

Gambar 18. Pancreas

Sistem sirkulasi darah terdiri dari jantung, pembuluh darah, dan darah.
Jantung merupakan salah satu organ vital dan penting yang berperan untuk
memompa darah ke seluruh tubuh. Jantung ayam yang dinekropsi menunjukkan
bahwa bagian dorsal jantung terdapat lemak, dan tidak ditemukan adanya kelainan
pada jantung seperti penebalan atrium ataupun ventrikel. Pembuluh darah pada
ayam yang dinekropsi normal dan tidak ditemukan adanya kelainan.

Gambar 19. Jantung ayam Gambar 20. Jantung ayam


sebelum disayat setelah disayat

Limpa merupakan organ pertahanan terbesar yang berperan dalam


imunitas atau pertahanan tubuh yang menjaga tubuh dari serangan antigen. Limpa
ayam yang dinekropsi tidak mengalami perubahan morfologi maupun
pembengkakan dan berwarna merah tua. Hal ini menunjukkan bahwa limpa dalam
keadaan normal.

Sistem saraf pusat


Pemeriksaan syaraf pusat dilakukan dengan memeriksa organ otak.
Berdasarkan inspeksi, ayam yang diperiksa tidak menunjukkan adanya vasa
injectio. Vasa Injectio merupakan indikasi bahwa adanya hiperemi yang terjadi di
selaput otak, bisa adanya infeksi radang pada selapat otak (meningitis) atau akibat
post mortis.

Persendian
Pada persendian femorotibialis tidak ditemukan adanya peradangan atau
cairan pada persendian femorotibialis kaki kanan dan kiri.Pemeriksaan rongga-
rongga persendian dilakukan untuk melihat ada tidaknya cairan sendi yang
berlebih. Cairan sendi berlebih mengindikasikan terjadinya arthritis atau
peradangan pada sendi. Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa tidak ditemukan
adanya cairan sendi yang berlebihan. Kondisi arthritis pada unggas dapat
disebabkan oleh penyakit-penyakit infeksius maupun non-infeksius. Agen
infeksius yang dapat menyebabkan gejala klinis arthritis pada unggas antara lain
Mycoplasma synoviae, Pasteurella multocida, reovirus, Staphylocuccus, dan
Eschericia coli (Ley 1997) . Selain terkait dengan agen infeksius, kejadian arthritis
juga berhubungan dengan ketidakseimbangan nutrisi seperti defisiensi mineral
mangan, kolin, dan piridoksin.
Gambar 21. Persendian femorotibialis

KESIMPULAN

Dari hasil nekropsi yang dilakukan tidak ditemukan adanya kelainan pada
seluruh organ ayam. Hal ini menunjukan bahwa ayam yang dinekropsi berkondisi
baik.

DAFTAR PUSTAKA

Adi AAM. 2014. Patologi Veteriner Sistemik: Sistem Pernapasan. Bali (ID):
Swasta Nulus.
Damayanti, Y. Ida B. O. W. dan Mas D. R. 2012. Evaluasi Penyakit Virus Pada
Kadaver Broiler Berdasarkan Pengamatan Patologi Anatomi Di Rumah
Pemotongan Unggas. Jurnal Indonesia Medicus Veterinus. 1(3) : 417 -
427.
Fadilah, R. dan A. Polana. 2004. Aneka Penyakit Pada Ayam dan Cara
Mengatasinya. Agromedia Pustaka, Jakarta. Jaffe F. 1994. Petechial hemorrhages
a review of pathogenesis. The American Journal of Forensic Medicine and
Pathology. 15(3): 203-207.
Ley DH and Yoder HW. 1997. Disease of Poultry: Mycoplasma Gallisepticum
Infection. 10th ed. Iowa (US): Iowa State University
Manin F. 2010. Potensi Laktobacillus acidophilus dan Laktobacillus fermentum
dari saluran pencernaan ayam buras asal lahan gambut sebagai sumber
probiotik. Jurnal Ilmiah Ilmu-Ilmu Peternakan. 13(5): 221-228.
Mardhih Abdian, Hamdani Budiman, Cut Dahlia Iskandar. 2017. Gambaran
Histologis Timus Ayam Kampung (Gallus Gallus Domesticus) Pada
Umur Berbeda. JIMVET. 01 (3) : 592-597.
Putra FD, Yudiarti T, Sugiharto. 2016. Pengaruh penambahan probiotik fungi
(Rhizopus oryzae) dalam ransum terhadap populasi mikroba, panjang,
dan bobot usus halus ayam kampung [thesis]. Semarang (ID):
Universitas Diponegoro.
Sholikin, H. 2011. Manajemen Pemeliharaan Ayam Broiler Di Peternakan UD
Hadi PS Kecamatan Nguter Kabupaten Sukoharjo. Universitas Sebelas
Maret. Surakarta. (Tugas Akhir).
Sutiastuti Wahyuwardani, D.R. Agungpriyono, L. Pardede, W. Manalu. 2011.
Penyakit Gumboro: Etiologi, Epidemiologi, Patologi, Diagnosis dan
Pengendaliannya. Wartazoa. 21 (3) : 114 – 124.
Wibowo et.al. 2006. Isolasi dan Identifikasi Serologis Virus Avian influenza dari
Sampel Unggas yang Diperoleh di D.I. Yogyakarta dan Jawa Tengah.
Jurnal Sain Veteriner. 24 (1) : 77 – 83.

Anda mungkin juga menyukai