Anda di halaman 1dari 8

LAPORAN NEKROPSI ANJING

Rabu, 11 September 2019

Disusun oleh :

Lala Alviola B04170059


Bella Syafira Sofwan B04170068
Berlyana Sagita B04170082
Elsi Nidya Putri E B04170083
Titis Barlean B04170095
Aisyah Nurfitria Ayumi B04170097
Joanna Anggita B04170099
Shellia Calista B04170101
Brilla Widya Witri B04170103
Afifah Arini Habib B04170104
Anyla Patisya B04170105

Dosen Penanggung Jawab:


Dr. Drh. Sri Estuningsih, Msi, APVet

DEPARTEMEN KLINIK, REPRODUKSI DAN PATOLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
ISTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2019
LAPORAN NEKROPSI

Tujuan :
Praktikum ini bertujuan mempelajari berbagai kasus-kasus patologi pada anjing
melalui proses nekropsi.
Pendahuluan :
Diagnosa penyakit sangat tergantung pada pengetahuan dan informasi mengenai
sejarah penyakit, tanda klinis, perubahan pasca mati, dan pengujian laboratorium
lainnya. Diagnosa penyakit secara cepat dan akurat sangat diperlukan untuk
pengendalian penyakit. Makropatologi atau nekropsi merupakan teknis yang penting
dalam pengukuhan diagnosa dan sebagai pendukung pengujian laboratorium yang
lain. Pada nekropsi yang dilakukan adalah mengamati beberapa organ dalam yang
mengalami perubahan atau kelainan sehingga dapat dijadikan sumber dugaan bahwa
hewan tersebut terserang suatu penyakit dengan melakukan pembelahan (Purnomo
2008)
Anjing merupakan hewan kesayangan yang banyak dipelihara oleh masyarakat
dan pemilik anjing seringkali menganggap sebagai anggota keluarganya. Anjing
rentan terhadap berbagai penyakit, mulai yang ringan hingga yang berbahaya.
Penyakit-penyakit yang timbul tersebut dapat disebabkan karena kurangnya
pemeliharaan kesehatan hewan dari segi nutrisi ataupun lingkungan. Penyakit
bawaan pada anjing yang diturunkan secara genetik di antaranya penyakit
hipdisplasia (kelainan formasi persendian pangkal paha), kelainan sendi lutut
(patellar luxation) dan kelainan katup pembuluh darah paru (pulmonal stenosis).
Anjing juga bisa menderita hampir semua penyakit yang diderita manusia, mulai
dari hipotiroidisme, kanker, hingga penyakit jantung. Hal-hal yang berpengaruh
terhadap timbulnya penyakit tersebut adalah mikroorganisme yang masuk ke dalam
tubuh, reaksi tubuh terhadap penyakit termasuk kondisi klinis tubuh dan sifat-sifat
umum penyakit tersebut (Setyawan 1996).

Hari/tanggal nekropsi : Selasa/ 11 September 2019


Dosen P : Drh Sri Estuningsih, Msi, APVet

Signalement :
Nama hewan :-
Jenis hewan : Anjing
Bangsa : Mongrel
Jenis Kelamin : Jantan
Umur : > 1 Tahun
Warna rambut : Cokelat
Tanggal Nekropsi : Rabu, 11 September 2019
Hasil pemeriksaan patologi anatomi :
Organ Epikrise Diagnosa PA
Keadaan Umum Luar
Kulit dan Rambut Kulit dan rambut bersih Tidak ada kelainan
tidak ditemukan
ektoparasit
Mukosa (mata, telinga, Mata dan mulut pucat, Anemis
Lubang kumlah) hidung tidak ada
epistaksis, preputium dan
anus tidak ada kelainan
Sub kutis
Perlemakan Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
Otot
Kelenjar ludah Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
Lain-lain Lembab dan putih Hydrops anasarca
Kelenjar pertahanan
Ln. Mandibularis Terdapat sepasang, Tidak ada kelainan
berwarna coklat
kemerahan, kenyal, bagian
korteks berwarna merah,
bagian medula pucat dan
terdapat cairan limfatik
bening
Ln. Retropharingealis Pucat dan kenyal Tidak ada kelainan
Ln. Prescapularis Berwarna coklat Inhibisi hemoglobin
kemerahan, kenyal,
korteks dan medula
berwarna merah
Ln. Axilaris Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
Ln. Poplitea Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
Rongga Abdomen
Situs viterum Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
Lain-lain Diafragma cekung
Rongga Thoraks
Tekanan negative Ada (+) Tidak ada kelainan
Situs viterum Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
Lain-lain Terdapat darah  22ml.
Darahnya encer yang
merupakan plasma darah.
Darah sudah autolisis
Traktus Respiratorius
Sinus Hidung Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
Faring Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
Laring Berwarna merah muda
Trakhea Terdapat eksudat berbusa Edema pulmonum
berwarna kuning
Bronkhus
Paru Keriput dan berwarna Pneumonia alveolaris
rose, uji apung: tenggelam
Traktus digestivus
Rongga mulut Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
Lidah Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
Esofagus Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
Lambung Mukosa pekat Gastritis
Duodenum Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
Jejunum Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
Ileum Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
Kolon Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
Hati Margo tipis rata, kenyal, Tidak ada kelainan
berwarna merah hati,
insisi tidak keluar darah
Kantung empedu Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
Pankreas Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
Traktus sirkulatorius
Jantung Tipis, transparan, mudah Dilatasi ventrikel kanan
dilepas, berbentuk bulat,
terdapat gumpalan darah
yaitu trombus, dinding
ventrikel kiri tebal,
dinding ventrikel kanan
tipis, m. papilaris dan
katup atrioventrikular licin
dan tipis
Pembuluh darah Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
Sistem Limforetikular Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
Tonsil Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
Limpa Margo tipis, menempel
bila diletakkan, dan insisi
tidak keluar darah
Traktus Urogenital
Ginjal Berwarna merah gelap dan
kapsula mudah diambil
Ureter Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
Vesica Urinaria Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
Prostat Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
Uretra Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
Penis Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
Sistem saraf pusat dan
perifer
Otak
Korda spinalis Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
Saraf perifer Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
Sistem lokomosi Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
Otot Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
Tulang Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
Sumsum tulang Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
Persendian Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
PEMBAHASAN

Nekropsi dilakukan terhadap seekor anjing jantan yang didapatkan dari Rumah
Sakit Hewan Pendidikan IPB. Pemeriksaan post mortem terhadap kondisi umum
pada hewan menunjukkan keadaan umum luar pada anjing yang di nekropsi cukup
baik. Mukosa mulut dan mata terlihat pucat. Lubang kumlah lainnya tidak
mengeluarkan eksudat atau darah, semua terlihat normal. Keadaan subkutis lembab,
putih, sedikit pendarahan, dan terlihat adanya degenerasi lemak. Pemeriksaan pada
limfonodus prescapularis ditemukan limfonodus berwarna kecoklatan, setelah
diinsisi ditemukan korteks dan medulla berwarna merah, diduga terjadi inhibisi
hemoglobin. Pemeriksaan pada limfonodus lainnya yaitu mandibularis,
retropharyngeal, axillaris dan popliteal tidak ada kelainan.

Pemeriksaan pada sistem limforetikuler dilakukan terhadap limfonodus dan organ


limpa. Pada limfonodus mandibularis, terdapat sepasang, di ujung os mandibula.
Inspeksinya coklat kemerahan. Saat di palpasi teksturnya kenyal. Insisi memanjang
didapatkan korteks yang berwarna merah, medula pucat dan terdapat cairan bening
yang merupakan cairan limfatik. Pada limfonodus retropharyngealis, terletak di
dekat parotis (yang berlobus). Warna lebih pucat dan tidak terdapat cairan. Ln.
Prescapularis terletak di dekat ketiak. Hasil inspeksi berwarna coklat kemerahan,
saat di palpasi teksturnya kenyal, dan saat di insisi korteks dan medulanya berwarna
merah. Berdasarkan hasil pengamatan inspeksi, palpasi dan insisi, diduga terjadinya
inhibisi hemoglobin pada Ln. Prescapularis.
Pemeriksaan traktus respiratorius, pada lumen trakea hingga bronkhus tidak
ditemukan cairan busa. Secara umum, tidak ada kelainan sepanjang saluran trakea
hingga brokhus. Pada pemeriksaan secara inspeksi, permukaan organ paru-paru
mengalami perubahan warna menjadi merah tua dan tidak merata. Palpasi pada
semua lobus paru-paru ditemukan ada beberapa bagian yang tidak mengalami
krepitasi lagi. Pada beberapa bagian lobus paru-paru memiliki konsistensi yang lebih
padat seperti organ hati yang dikenal dengan istilah hepatisasi. Hepatisasi adalah
suatu kondisi dimana konsistensi lobus paru-paru menjadi lebih lembek ataupun
lebih keras dari kondisi normal. Hal ini dapat terjadi karena atelektasis dan adanya
eksudat dalam paru-paru (Carlton dan McGavi 1995). Pada bagian paru-paru yang
mengalami perubahan warna, dilakukan insisi dan uji apung untuk melihat adanya
kelainan pada paru-paru. Pada bagian yang dimasukkan ke dalam air, diperoleh
hasil bahwa organnya tenggelam, karena massa jenis organ lebih besar dari pada
massa jenis zat cair. Pada keadaan normal organ paru-paru terisi oleh udara dan saat
dipalpasi akan mengapung. Berdasarkan hasil pemeriksaan patologi anatomi pada
organ paru-paru, hewan didiagnosa mengalami pneumonia.

Gambar 1 Organ paru – paru hasil nekropsi


Pemeriksaan usus meliputi usus halus (duodenum, jejunum, ileum) dan kolon.
Hasil pemeriksaan menunjukkan adanya perubahan warna mukosa usus halus
tepatnya di ileum menjadi warna kehitaman. Hal ini dapat disebabkan karena adanya
kondisi pseudomelanosis yang terjadi antara reaksi Fe yang berasal dari darah dan
H2S yang dihasilkan oleh fermentasi bakteri pembusuk pada usus halus sehinggga
mengubah pigmentasi mukosa menjadi kehitaman (Abumoawad et al. 2015).
Terlihat bahwa pada usus masih dalam keadaan normal dengan struktur permukaan
tidak ada kelainan dan tidak ada mukosa yang berlebihan.

Gambar 2 Usus halus (duodenum, jejunum, ileum) dan kolon

Pemeriksaan pada hati, hasil inspeksi adalah margo tipis rata, warnanya merah
hati, saat di palpasi teksturnya kenyal, sedikit lembek, dan saat di insisi tidak keluar
darah. Tekstur yang sedikit lembek terjadi karena autolisis. Sedangkan pada limpa,
inspeksi yang dihasilkan adalah margo tipis dan jika diletakkan di atas alas akan
menempel. Hal ini menunjukkan bahwa limpa berada pada keadaan normal. Saat di
palpasi, tekstur limpa kenyal dan tidak ada perubahan tekstur. Hasil insisi limpa,
tidak adanya darah yang keluar. Jika ada darah yang keluar, maka terjadi kongesti
pada limpa yang mengakibatkan paru-paru bengkak karena kekurangan oksigen dan
banyak sel yang mati.
Pemeriksaan pada jantung hewan menunjukkan perikardium jantung yang tipis,
transparan, dan mudah dilepas. Menurut Purnomowati (2016), perikardium
merupakan jaringan yang memiliki peranan penting terhadap kerja jantung, sehingga
pengetahuan mengenai anatomi, fisiologi dan penyakit pericardium sangatlah
penting untuk dipahami dan dipelajari. Perikardium merupakan sebuah lapisan
pembungkus jantung dan pembuluh darah besar yang berada di rongga dada.
Kelainan perikardium melibatkan beberapa kondisi klinis dan dapat pula timbul
sebagai komplikasi dari penyakit lainnya seperti penyakit paru, penyakit jantung dan
penyakit sistemik. Warna dari liquor pericardii adalah transparan, yang
menunjukkan tidak ada kelainan dari liquor pericardii, karena menurut Evans dan
Lahunta (2013), liquor pericardii berwarna transparan atau sedikit putih kekuningan.
Berdasarkan hasil pemeriksaan, jantung hewan berbentuk lancip dan bulat. Jantung
hewan melekat dan sulit dilepas disebabkan oleh perikarditis yang merupakan
pembengkakan dan iritasi pada perikardium. Pemeriksaan dilanjutkan dengan insisi
pada sulcus coronarius dari atas. Jika terdapat gumpalan darah menempel, maka
jantung hewan mengalami atau bekuan darah yang terbentuk pada vena, arteri,
jantung, atau mikrosirkulasi dan menyebabkan komplikasi akibat obstruksi atau
emboli. Dinding ventrikel kiri lebih tebal dari ventrikel kanan. M. Papilaris dan
katup atrioventricular licin dan tipis, serta pada nodul-nodul mengalami inflamasi
endokarditis. Endokarditis merupakan infeksi pada endokardium, yaitu lapisan
bagian dalam jantung.
Pemeriksaan pada organ ginjal dapat dilihat dari segi warna. Hasil nerkropsi
menunjukan ginjal anjing tersebut berwarna merah gelap seperti ginjal pada
umumnya. Hal ini berarti dari warna, ginjal anjing hasil nerkropsi adalah normal.
Sedangkan jika ginjal berwarna hitam menunjukan adanya penyakit atau kelainan.
Selain dari warna, pemeriksaan dilanjutkan dengan cara mengambil kapsula dengan
pinset. Ginjal dibungkus oleh jaringan fibrosa tipis dan mengkilat yang disebut
kapsula fibrosa (Ganong 2009). Berdasarkan hasil pemeriksaan bagian kapsula
fibrosa ginjal mudah diambil, artinya ginjal anjing hasil nerkropsi adalah normal.
Sedangkan jika ginjal mengalami nefrtitis maka bagian kapsula akan sulit dilepas.

Gambar 3 Ginjal anjing hasil nekropsi


Ketika nekropsi anjing dilakukan, untuk mencapai organ otak dilakukan dengan
cara menyayat kulit tengah kepala sampai otot disamping mata. Pemeriksaan pada
organ otak pada praktikum nekropsi anjing tidak dilakukan terlalu detail, karena otak
anjing yang dinekropsi sudah mengalami autolisis. Menurut Asnani et al 2009
autolysis merupakan kerusakan jaringan atau organ melalui proses kimiawi yang
disebabkan oleh enzim intraseluler. Organ yang kaya dengan ezim akan mengalami
autolysis lebih cepat daripada organ yang tidak memiliki enzim. Proses autolysis
terjadi akibat pengaruh enzim yang dilepaskan oleh sel-sel yang telah mati. Mula-
mula yang terkena ialah nucleoprotein yang terdapat pada kromatin selanjutnya
sitoplasmanya, kemudian dinding sel akan mengalami kehancuran akibatnya
jaringan menjadi lunak atau mencair. Pelepasan enzin dalam autolysis akan
dipercepat dengan panas, diperlambat dengan dingin dan dihentikan dengan
pembekuan atau rusaknya enzim dengan terlalu panas. Anjing yang dinekropsi saat
praktikum otaknya mengalami autolysis karena kemungkinan anjing tersebut sudah
lama mati, sehingga sel-sel yang telah mati melepaskan enzim-enzim untuk
melisiskan organ otak tersebut.
Gambar 4 Otak hasil nekropsi
SIMPULAN
Berdasarkan hasil nekropsi pada seekor anjing jantan, anjing tidak ditemukan
banyak kasus patologi. Secara umum penampakan luar tubuh cukup baik, namun
ditemukan beberapa kasus kelainan, seperti inhibisi hemoglobin pada Ln.
Prescapularis, edema pulmonum ditemukan eksudat kuning berbusa pada trakhea,
pneumonia alveolaris pada alveolar paru – paru, gastritis pada lambung dan dilatasi
ventrikel kanan jantung.

DAFTAR PUSTAKA

Abumoawad A, Venu M, Huang L, Ding X. 2015. Pseudomelanosis duodeni: a short


review. Am J Digest Dis. 2(1): 41 – 45.
Asnani. 2009. Struktur dan Fungsi Sel. Jakarta (ID) : Gramedia.
Carlton WW, McGavin MD. 1995.Thomson’s Special Veterinary Pathologi Edition
2. Netherlands (NL) : Elsevier Health Sciences.
Evans HE, Lahunta AD. 2013. Miller’s Anatomy of The Dog Fourth Edition.
Missouri (US): Elsevier.
Ganong,W . F. 2009. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 22. Jakarta (ID) : EGC.
Purnomo . 2008. Biologi Umum. Surakarta (ID) : Tiga Serangkai.
Purnomowati A. 2016. Penyakit Perikarditis. Bandung (ID): Penerbit Departemen
Kardiologi dan Kedokteran Vaskular Fakultas Kedokteran UNPAD.
Setyawan S. 1996. Patologi Umum Penyakit Infeksi. Di dalam : Himawan S,
editor. Patologi. Edisi ke-1. Jakarta (ID) : Universitas Indonesia Press.

Anda mungkin juga menyukai