Disusun oleh :
Sri Wahyuni
16.0489.824.01
A. Masalah Utama
Defisit Perawatan Diri
4. Penyebab
a Faktor Predisposisi
Menurut Tarwoto dan Wartonah (2011) penyebab kurang perawatan diri adalah
kelelahan fisik dan penurunan kesadaran :
1) Perkembangan
Keluarga terlalu melindungi dan mamanjakan klien sehingga perkembangan
inisiatif terganggu
2) Biologis
Penyakit kronik yang menyebabkan klien tidak mampu melakukan
perawatan diri
3) Kemampuan Realitas Turun
Klien dengan gangguan jiwa dengan kemampuan realitas yang kurang
menyababkan ketidakmampuan dirinya dan lingkungan termasuk perawatan
diri
4) Sosial
Kurang dukungan dan latihan kemampuan perawatan diri lingkungannya.
Situasi lingkungan mempengaruhi latihan kemampuan dalam perawatan diri.
b Faktor Presipitasi
Yang merupakan faktor presiptasi deficit perawatan diri adalah kurang penurunan
motivasi, kerusakan kognisi atau perseptual, cemas, lelah atau lemah yang dialami
individu sehingga menyebabkan individu kurang mampu melakukan perawatan
diri. Menurut depkes :
1) Body Image
Gambaran individu terhadap dirinya sangat mempengaruhi kebersihan diri
misalnya dengan adanya perubahan fisik sehingga individu tidak
pedulidengan kebersihan dirinya
2) Praktik Sosial
Pada anak-anak selalu dimanja dalam kebersihan diri, maka kemungkinan
akan terjadi perubahan pola personal hygiene
3) Status Sosial Ekonomi
Personal hygiene memerlukan alat dan bahan seperti sabun, pasta gigi, sikat
gigi, shampo, alat mandi yang semuanya memerlukan uang untuk
menyediakannya
4) Pengetahuan
Pengetahuan personal hygiene sangat penting karena pengetahuan yang baik
dapat meningkatkan kesehatan. Misalnya pada pasien penderita diabetes
millitus ia harus menjaga kebersihan kakinya.
5) Budaya
Disebagian masyarakat jika individu sakit tertentu tidak boleh dimandikan
6) Kebiasaan Seseorang
Ada kebiasaan orang yang menggunakan produk tertentu dalam
perawatan diri seperti penggunaan sabun, shampo dan lain-lain
7) Kondisi Fisik atau Psikis
Pada keadaan tertentu/sakit kemampuan untuk merawat berkurang dan perlu
bantuan untuk melakukannya.
5. Sumber Koping
a. Melatih pasien cara perawatan kebersihan diri
b. Melatih pasien berhias/berdandan
c. Melatih pasien makan dengan benar
d. Melatih pasien melakukan BAB/BAK secara mandiri
6. Mekanisme Koping
a. Mekanisme koping adaptif
Mekanisme koping yang mendukung fungsi integrasi pertumbuhan belajar dan
mencapai tujuan. Kategori ini adalah klien bisa memenuhi kebutuhan perawatan
diri secara mandiri.
b. Mekanisme koping maladaptif
Mekanisme koping yang menghambat fungsi integrasi, memecah pertumbuhan,
menurunkan otonomi dan cenderung menguasai lingkingan. Kategori adalah tidak
mau merawat diri (Damaiyanti, 2012)
C. Pohon Masalah
F. Diagnosis Keperawatan
a. Hygiene Diri
b. Berhias
c. Makan
d. BAK/BAB
A. Proses Keperawatan
(terlampir 1)
B. Strategi Komunikasi dan Pelaksanaan
(terlampir 2)
Refrensi :
Amang Bagas dkk. 2017. Asuhan Keperawatan Jiwa Pasien Dengan Masalah Defisit
Perawatan Diri. https://samoke2012.files.wordpress.com/2017/03/lpsp-defisit-
perawatan-diri.pdf. Diakses pada tanggal 16 Februari 2019.
Purnomo Ade dkk. 2012. Asuhan Keperawatan Defisit Perawatan Diri (DPD).
http://www.academia.edu/9222718/ASUHAN_KEPERAWATAN_DEFISIT_PERAW
ATAN_DIRI_DPD_Disusun_Guna_Memenuhi_Tugas_Blok_Jiwa_Disusun_oleh.
Diakses pada tanggal 16 Februari 2019.
LAPORAN PENDAHULUAN
Halusinasi
A. Masalah Utama
Halusinasi
3. Rentang Respon
Halusinasi merupakan salah satu respon maladaptif individu yang berada dalam
rentang respon neurobiologi.
a. Pikiran logis : yaitu ide yang berjalas secara logis dan koheren.
b. Persepsi akurat : yaitu proses diterimanya rangsang melalui panca indar yang
didahului oleh perhatian (attention) sehingga individu sadar tentang sesuatu yang
ada di dalam maupun diluar dirinya.
c. Emosi konsisten : yaitu manifestasi perasaan yang konsisten atau afek keluar di
sertai banyak- banyak komponen fisiologik yang biasanya berlangsung tidak
lama.
d. Perilaku sesuai : perilaku individu berupa tindakan nyata dalam penyelesaian
masalah masih dapat diterima oleh norma- norma social dan budaya umum yang
belaku.
e. Hubungan social harmonis : yaitu hubungan yang dinamis menyangkut hubungan
antar individu dan individu, individu dan kelompok dalam bentuk kerja sama.
f. Proses piker kadang tergantung (ilusi) : yaitu manifestasi dari dari persepsi impuls
eksternal melalui alat panca indra yang memproduksi gambaran sensorik pada
area tertentu diotak kemudian diinterpretasi sesuai dengan kejadian yang telah
dialami sebelumnya.
g. Emosi berlebihan atau kurang : yaitu manifestasi perasaan atau afek keluar
berlebihan atau kurang.
h. Perilaku atau tidak sesuai atau biasa : yaitu perilaku individu berupa tindakan
nyata dalam penyesuaian masalahnya tidak diterima oleh norma- norma sesial
atau berbudaya umum yang berlaku.
i. Perilaku aneh atau tidak biasa : perilaku individu berupa tindakan nyata dalam
menyelesaikan masalahnya tidak diterima oleh norma- norma social atau budaya
umum yang berlaku.
j. Menarik diri : yaitu percobaan untuk menghindari interksi dengan orang lain,
menghindari orang lain.
k. Isolasi sosial : menghindari dan dihindari lingkungan social dan berinteraksi.
4. Penyebab
a Faktor Predisposisi
1) faktor perkembangan terlambat.
2) Faktor komunikasi dalam keluarga
3) Faktor sosialisasi budaya
Isolasi sosial pada yang usia lanjut, cacat, sakit kronis, tuntutan lingkungan yang
terlalu tinggi.
1) Faktor psikologis
Mudah kecewa, mudah putus asa, kecemasan tinggi, menutup diri, ideal diri
tinggi, harga diri rendah, identitas diri tidak jelas, krisis peran, gambaran diri
negative dan koping deskruptif.
2) Faktor biologis.
Adanya kegiatan terhaddap fisik, berupa : atropi otak, pembesaran ventrikel,
perubahan besar dan bentuk sel korteks dan limbic.
3) Faktor genetik
Telah diketahui bahwa genetik schizophrenia diturunkan melalui kromosom
tertentu. Namun demikian kromosom yang berada yang menjadi faktor
penentu gangguan ini sampai sekarang masih dalam tahapan penelitian.
Diduga letak gen skizoprenia adalah kromosom nomor enam, dan kontribusi
genetik tambahan nomor 4, 8, 5, dan 22. Anak kembar identic memiliki
kemungkinan mengalami skizoprenia sebesar 50% jika salah satunya
mengalami skizofrenia, sementara jika dizyote peluangnya sebesar 15%,
seorang anak yang salah satu orang tuanya mengalami skizofrenia berpeluang
15% mengalami skizofrenia, sementara bila kedua orang tua skizofrenia maka
peluangnya menmjadi 35%.
b Faktor Presipitasi
1) Kesehatan
Nutrisi dan tidur kurang, ketidak seimbangan irama sikardian, kelelahan dan
infeksi, obat- obatan, system saraf pusat, kurangnya latihan dan hambatan
untuk menjangkau pelayanan kesehatan.
2) Lingkungan
Lingkungan sekitar yang memusuhi, masalah dalam rumah tangga, kehilangan
kebebasan hidup dalam melaksanakan pola aktifitas sehari-sehari, sukar dalam
berhubungan dengan orang lain, isolasi social, kurangnya dukungan social,
tekanan kerja (kurang tampil dalam bekerja), stigmasasi, kemiskinan,
kurangnya alat transportasi dan ketidakmampuan mendapat pekerjaan.
3) Sikap
Merasa tidak mampu (harga diri rendah), putus asa (tidak percaya diri), merasa
gagal (kehilangan motivasi menggunakan keterampilan diri), kehilangan
kendali diri (demonstrasi), merasa punya kekuatan berkelebihan, merasa
malang (tidak mampu memenuhi kebutuhan spiritual), bertindak tidak seperti
orang lain dari segi usia maupun kebudayaan, rendahnya keampuan sosialisasi,
perilaku asertif, perilaku kekerasan, ketidak adekuatan pengobatan dan ketidak
adekuatan penanganan gejala.
5. Sumber Koping
a. Aset ekonomi.
b. Kemampuan dan keahlian.
c. Teknik defensif.
d. Sumber sosial.
e. Motivasi.
f. Kesehatan dan energi.
g. Kepercayaan.
h. Kemampuan memecahkan masalah.
i. Kemampuan sosial.
j. Sumber sosial dan material.
k. Pengetahuan.
l. Stabilitas budaya.
6. Mekanisme Koping
a. Regresi : menjadi malas beraktivitas sehari- hari
b. Proyeksi : menjelaskan perubahan suatu persepsi dengan berusaha untuk
mengalihkan tanggung jaawab kepada orang lain
c. Menarik diri : sulit mempercayai orang lain dan asyik dengan stimulus internal.
C. Pohon Masalah
F. Diagnosis Keperawatan
1. Perubahan persepsi sensori : halusinasi pendengaran
2. Risiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
3. Isolasi social : menarik diri
4. Gangguan konsep diri : HDR
5. Difisit perawatan diri
Tujuan khusus :
Intervensi
1. Bina hubungan saling percaya dengan klien menggunakan komunikasi terapeutik
yaitu sapa klien dengan ramah, baik secara verbal maupun non verbal. Perkenalkan
nama perawat, tanyakan nama lengkap dan nama panggilan yang disenangi klien,
buat kontrak dengan jelas tunjukkan sikap jujur dengan menepati janji setiap kali
interaksi.
2. Adakan kontak sering dan singkat secara bertahap
3. Observasi tingkah laku klien dan halusinasinya (halusinasi pendengaran)
4. Diskusikan dengan klien apa yang dirasakan jika terjadinya halusinasi
5. Diskusikan dengan klien apa yang dilakukan untuk mengatasi perasaan tersebut
6. Diskusikan tentang dampak yang akan dialami bila klien menikmati halusinasinya
7. Identifikasi dengan klien cara atau tindakan yang dilakukan jika terjadi halusinasi
A. Proses Keperawatan
(terlampir 1)
B. Strategi Komunikasi dan Pelaksanaan ( latihan fase orientasi, kerja dan terminasi setiap
SP)
(terlampir 3)
Referensi :
Saktian Yusuf. Laporan Pendahuluan Halusinasi. https://www.academia.edu/28333404/LAPO
RAN_PENDAHULUAN_HALUSINASI.Diakses pada tanggal 16 Februari 2019.
A. Masalah Utama
Resiko prilaku kekerasan
3. Rentang Respon
Adaptif Maladaptif
Perilaku kekerasan (PK) adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan
yang dapat membahayakan secara fisik baik pada dirinya sendiri maupun orang lain,
disertai dengan amuk dan gaduh gelisah yang tak terkontrol.
Gambar 1. Rentang Respons Marah (Kusumawati, dkk. 2010:81).
a. Respon adaptif
1) Peryataan ( Assertion) Respon marah dimana individu mampu menyatakan
atau mengungkapkan rasa marah, rasa tidak setuju, tanpa menyalahkan atau
menyakiti orang lain. Hal ini biasanya akan memberikan kelegaan.
2) Frustasi Respons yang terjadi akibat individu gagal dalam mencapai tujuan,
kepuasan atau rasa aman yang tidak biasanya dalam keadaan tersebut individu
tidak menemukan alternatif lain.
b. Respon maladaftif
1) Pasif
Suatu keadaan dimana individu tidak dapat mampu untuk mengungkapkan
perasaan yang sedang dialami untuk menghindari suatu tuntutan nyata
2) Agresif
Perilaku yang menyertai marah dan merupakan dorongan individu untuk
menuntut suatu yang dianggapnya benar.
3) Amuk dan kekerasan
Perasaan marah dan bermusuhan yang kuat serta hilang kontrol, dimana
individu dapat merusak diri sendiri, serta lain maupun lingkungan
(Prabowo,2014:141-142).
4. Penyebab
a. Faktor predisposisi
Faktor pengalaman yang dialami tiap orang yang merupakan faktor predisposisi,
artinya mungkin terjadi/mungkin tidak terjadi perilaku kekerasan jika faktor
berikut dialami oleh individu (Prabowo.2014:142).
1) Psikologis ,kegagalan yang dialami dapat menimbulkan frustasi yang
kemudian dapat timbul agresif atau amuk. Masa kanak-kanak yang tidak
menyenangkan yaitu perasaan ditolak,dihina, atau sanksi penganiayaan
(Prabowo.2014:142).
2) Perilaku, reinforcement yang diterima pada saat melakukan kekerasan, sering
mengobservasi kekerasan dirumah atau diluar rumah, semua aspek ini
menstimulasi individu mengadopsi perilaku kekerasan.
3) Sosial budaya, budaya tertutup dan membalas secara diam (pasif agresif) dan
kontrol sosial yang tidak pasti terhadap pelaku kekerasan akan menciptakan
seolah-olah perilaku kekerasan yang diterima (permisssive)
4) Bioneurologis banyak bahwa kerusakan sistem limbik, lobus frontal, lobus
temporal dan ketidakseimbangan neurotransmitter turut berperan dalam
terjadinya perilaku kekerasan (Prabowo.2014:143).
5) Faktor sosial budaya Seseorang akan berespons terhadap peningkatan
emosionalnya secara agresif sesuai dengan respons yang dipelajarinya. Sesuai
dengan teori menurut Bandura bahwa agresi tidak berbeda dengan respon-
respon yang lain. Faktor ini dapat dipelajari melalui observasi atau imitasi, dan
semakin sering mendapatkan penguatan maka semakin besar kemungkinan
terjadi. Budaya juga dapat mempengaruhi perilaku kekerasan. Adanya norma
dapat membantu memdefinisikan espresi marah yang dapat diterima dan yang
tidak dapat diterima (Kusumawati,dkk.2010:81).
6) Faktor biologis Berdasarkan hasil penelitian pada hewan, adanya pemberian
stimulus elektris ringan pada hipotalamus (pada sistem limbik) ternyata
meniumbulan perilaku agresif, di mana jika terjadi kerusakan fungsi limbik
(untuk emosi dan perilaku), lobus frontal (untuk pemikiran rasional), dan lobus
temporal ( untuk interpretasi indra penciuman dan memori) akan menimbulkan
mata terbuka lebar, pupil berdilatasi dan hendak menyerang objek yang ada
disekitarnya (Kusumawati,dkk.2010:81-82).
b. Faktor presipitasi
Faktor predisposisi dapat bersumber dari pasien, lingkungan atau interaksi
interaksi dengan orang lain. Kondisi pasien seperti ini kelemahan fisik (penyakit
fisik), keputus asaan, ketidak berdayaan,percaya diri yang kurang dapat menjadi
penyebab perilaku kekerasan. Demikian pula dengan situasi dengan lingkungan
yang ribut, padat, kritikan yang mengarah pada penghinaan,kehilangan orang yang
dicinta/pekerjaan dan kekerasanmerupakan faktor penyebab yang lain. Interaksi
yang profokatif dan konflik dapat pula memicu perilaku kekerasan
(Prabowo.2014:143)
Secara umum seseorang akan marah jia dirinya merasa terancam, baik berupa
injuri secara fisik, psikis, atau ancaman konsep diri. Beberapa faktor pencetus
perilaku kekerasan adalah sebagai berikut :
1) Klien : kelemahan fisik, keputusasaan, ketidaberdayaan, kehidupan yang penuh
dengan aresif, dan masa lalu yang tidak menyenangkan.
2) Interaksi : penghinaan, kekerasan, kehilangan orang yang berarti, konflik,
merasa terancam baik internal dari permasalahan diri klien sendiri maupun
esternal dari lingungan.
3) Lingkungan : panas, padat, dan bising (Kusumawati, dkk.2010 : 82).
5. Sumber Koping
Sumber koping dapat berupa aset ekonomi, kemampuan dan keterampilan, teknik
defensive, dukungan social, dan motivasi. Hubungan antara individu, keluarga,
kelompok dan masyarakat sangat berperan penting pada saat ini. Sumber koping
lainnya termasuk kesehatan dan energy, dukungan spiritual, keyakinan positif,
keterampilan menyelesaikan masalah dan social, sumber daya sosian dan material, dan
kesejahteraan fisik.
Keyakinan spiritual dan melihat diri positif dapat berfungsi sebagai dasar harapan dan
dapat mempertahankan usaha seseorang mengatasi hal yang paling buruk.
Keterampilan pemecahan masalah termasuk kemampuan untuk mencara informasi,
mengidentifikasi masalah, menimbang alternative, dan melaksanakan rencana
tindakan.
6. Mekanisme Koping
Beberapa mekanisme koping yang dipakai pada pasien marah untuk melindungi diri
antara lain :
a. Sublimasi
Menerima suatu sasaran pengganti yang mulia. Artinya dimata masyarakat untuk
suatu dorongan yang mengalami hambatan penyaluran secara normal. Misalnya
seseorang yang sedang marah melampiasakan kemarahanya kepada objek lain
seperti meremas remas adonan kue ,meninju tembok dan sebagainya, tujuanya
adalah untuk mengurangi ketegangan akibat rasa marah.
b. Proyeksi
Menyalahkan orang lain kesukaranya atau keinginannya yang tidak baik, misalnya
seseorang wanita muda yang menyangkal bahwa ia mempunyai perasaan seksual
terhadap rekan sekerjanya, berbalik menuduh bahwa temanya tersebut mencoba
merayu, menyumbuny.
c. Represi
Mencegah pikiran yang menyakitkan atau membahayakan masuk kedalam sadar.
Misalnya seorang anak yang sangat benci pada orang tuannya yang tidak
disukainya. Akan tetapi menurut ajaran atau didikan yang diterimanya sejak kecil
bahwa benci orang tua merupakan hal yang tidak baik dan dikutuk oleh tuhan.
Sehingga perasaan benci itu ditekankan dan akhirnya ia dapat melupakanya. d.
Reaksi formasi
d. Mencegah keinginan yang berbahaya bila di ekspresikan. Dengan melebihi
lebihkan sikap dan perilaku yang berlawanan dan mengunakanya sebagai
rintangan. Misalnya seseorang yang tetarik pada teman suaminya, akan
memperlakukan orng tersebut dengan kuat.
e. Deplacement
Melepaskan perasaan yang tertekan biasanya bermusuhan. Pada objek yang tidak
begitu berbahaya seperti yang pada mulanya yang membangkitkan emosi itu.
Misalnya, Timmy berusia 4 tahun marah karena ia baru saja mendapatkan 14
hukuman dari ibunya karena menggambar didinding kamarnya. Dia mulai bermain
pedang-pedangan dengan temannya (Prabowo,2014:144).
C. Pohon Masalah
Efek/Akibat resiko mencederai diri sendiri, lingkungan, dan orang
lain.
perilaku kekerasan
Core/Problem
F. Diagnosis Keperawatan
1. Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
TUK 2:
a. Pasien dapat mengindentifikasi penyebab perilaku kekerasan Kriteria hasil
1) klien dapat menggungkapkan perasaanya
2) klien dapat mengungkapkan penyebab perasaan jengkel/kesal (dari diri
sendiri, orang lain ,lingkungan).
Intervensi
a. berikan kesempatan untuk mengungkapkan perasaanyan
b. bantu klien untuk mengungkapkan penyebab perasaan jengkel
TUK 3:
a. Klien dapat mengindentifikasi tanda dan gejala perilaku kekerasan. Kriteria hasil
1) klien dapat menggungkapkan perasaan saat marah/jengkel
2) Klien dapat menyimpulkan tanda dan gejala jengkel/kesal yang dialaminya.
Intervensi
a. Anjurkan klien mengungkapkan apa yang dialami dan dirasakan saat marah/
jengkel
b. Observasi tanda dan gejala perilaku kekerasan pada klien.
TUK 4:
a. Klien dapat mengindentifikasikan perilaku kekerasan yang biasa dialami Kriteria
hasil.
1) klien dapat mengungkapkan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan
2) klien dapat bermain peran sesuai perilaku kekerasan yang diasa dilakukan
Intervensi
a. anjurkan klien untuk mengungkapkan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan
klien (verbal,pada orang lain,pada lingkungan dan diri sendiri.
b. bantu klien bermain peran sesuai dengan perilaku kekerasan yang biasa
dilakukan
TUK 5:
a. Klien dapat mengindentifikasi akibat perilaku kekerasan Kriteria hasil
1) Klien dapat menjelaskan akibat dari cara yang digunakan klien
Intervensi
a. Bicarakan akibat dari cara yang dilakukan klien
b. Bersama klien menyimpulkan akibat dari cara yang dilakukan oleh klien
c. Tanyakan kepada klien “apakah ia ingin mempelajari cara baru yang sehat.
TUK 6:
a. Klien dapat mendemontrasikan cara fisik untuk mencegah perilaku kekerasan
Kriteria hasil
a. Klien dapat menyebutkan contoh pencegahan perilaku kekerasan secara fisik:
1) Tarik nafas dalam
2) Pukul kasur atau bantal
Intervensi
a. Diskusikan kegiatan fisik yang biasa dilakukan klien
b. Beri pujian atas kegiatan fisik klien yang biasa digunakan
TUK 7:
a. Klien dapat mendemontrasikan cara sosial untuk mencegah perilaku kekerasan
Kriteria hasil
a. Klien dapat menyebutkan cara bicara verbal yang baik dalam mencegah perilaku
kekerasan
b. klien dapat mendemontrasikan cara verbal yang baik
Intervensi
a. Diskusikan cara bicara yang baik dengan klien
b. Beri contoh bicara yang baik
c. Meminta klien mengikuti contoh cara bicara yang baik
d. Minta klien mengulangi sendiri
e. Beri pujian atas keberhasilan klien.
A. Proses Keperawatan
(terlampir 1)
B. Strategi Komunikasi dan Pelaksanaan ( latihan fase orientasi, kerja dan terminasi setiap
SP)
(terlampir 4)
Referensi :
Siswoto. 2017. Asuhan Keperawatan Pasien Dengan Masalah Resiko Perilaku Kekerasan.
https://samoke2012.files.wordpress.com/2017/03/lpsp-pk.pdf.Diakses pada tanggal 16
Februari 2019.
2017. Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan Jiwa Dengan Masalah Resiko Perilaku
Kekerasan. https://samoke2012.files.wordpress.com/2017/03/lpsp-pk-b.pdf.Diakses
pada tanggal 16 Februari 2019.
LAPORAN PENDAHULUAN
Waham
A. Masalah Utama
Perubahan Proses Pikir: Waham
3. Rentang Respon
Adaftif Maladaptif
5. Sumber Koping
Ada beberapa sumber koping individu yang harus dikaji yang dapat berpengaruh
terhadap gangguan otak dan prilaku kekuatan dalam sumber koping dapat meliputi
seperti : modal intelegensi atau kreativitas yang tinggi. Orang tua harus secara aktif
mendidik anak-anaknya, dewasa muda tentang keterampilan koping karena mereka
biasanya tidak hanya belajar dan pengamatan. Sumber keluarga dapat berupa
pengetahuan tentang penyakit, finansial yang cukup, ketersediaan waktu dan tenaga
dan kemampuan untuk memberikan dukungan secara berkesinambungan.
6. Mekanisme Koping
Perilaku yang mewakili upaya untuk melindungi klien dari pengalaman yang
menakutkan dengan respon neurobiologist yang maladaptive meliputi: regresi
berhubungan dengan masalah proses informasi dengan upaya untuk mengatasi
ansietas, proyeksi sebagai upaya untuk menjelaskan kerancuan persepsi, menarik diri,
pada keluarga: mengingkari.
C. Pohon Masalah
Efek/Akibat Resiko mencederai diri, orang lain dan
lingkungan
F. Diagnosis Keperawatan
Perubahan proses piker : waham
A. Proses Keperawatan
(terlampir 1)
B. Strategi Komunikasi dan Pelaksanaan ( latihan fase orientasi, kerja dan terminasi setiap
SP)
(terlampir 5)
Referensi :
Setiana Aji dkk. 2015. Asuhan Keperawatan Jiwa Dengan Masalah Resiko Perilaku
Kekerasan. https://id.scribd.com/doc/200689473/LP-DAN-SP-WAHAM.Diakses pada
tanggal 16 Februari 2019.
Kumolo Gilang Cahyo. 2014. Laporan Pendahuluan Dan Asuhan KeperawatanPada Pasien
Dengan Waham Di Puri Anggrek RSJ Menur Surabaya. https://www.academia.edu/
9554704/LAPORAN_PENDAHULUAN_WAHAM.Diakses pada tanggal 16 Februari
2019.
LAPORAN PENDAHULUAN
Harga Diri Rendah
A. Masalah Utama
Gangguan Masalah HDR (Harga Diri Rendah)
Selaian data diatas, dapat juga mengamati penampilan seseorang dengan harga diri
rendah, terlihat darikurang memperhatikan perawatan diri, berpakaian tidak rapi,
selera makan kurang, tidak berani menatap lawan bicara, lebbih banyak
menunduk, bicara lambat dengan suara nada lemah. (Iskandar, 2014: 40)
3. Rentang Respon
Respon Respon
Adaptif Maladaptif
a. Respon adaptif
Respon adaptif adalah kemampuan individu dalam menyelesaikan masalah yang
dihadapinya
1) Aktualisasi diri adalah pernyataan diri tentang konsep diri yang positif dengan
latar belakang pengalaman nyata yang sukses dan dapat diterima.
2) Konsep diri positif adalah apabila individu mempunyai pengalaman yang
positif dalam beraktualisasi diri dan menyadari hal-hal positif maupun yang
negatif dari dirinya. (Eko, 2014: 102)
b. Respon Maladaptif
Respon maladaptif adalah respon yang diberikan individu krtika dia tidakmampu
lagi menyelesaikan masalah yang dihadapi.
1) Harga diri rendah adalah individu yang cenderung untuk menilai dirinya yang
negatif dan merasa lebih rendah dari orang lain.
2) Kerancuan identitas adalah identitas diri kacau atau tidak jelas sehingga tidak
memberikan kehidupan dalam mencapai tujuan.
3) Depersonalisasi (tidak mengenal diri) tidak mengenal diri yaitu mempunyai
kepribadian yang kurang sehat, tidak mampu berhubungan dengan orang lain
secara intim. Tidak ada rasa percaya diri atau tidak dapat membina hubungan
baik dengan orang lain. (Eko, 2014:102)
4. Penyebab
a. Faktor Predisposisi
1) Factor yang mempengaruhi harga diri meliputi penolakan orang tua, harapan
orang tua yang tidak realistis, kegagalan yang berulang, kurang mempunyai
tangguang jawab personal, ketergantungan pada orang lain, dan idial diri yang
tidak realistis.
2) Factor yang mempengaruhi performa peran adalah stereotype peran gender,
tuntutan peran kerja, dan harapan peran budaya.
3) Factor yang mempengaruhi identitas pribadi meliputi ketidakpercayaan orang
tua, tekanan dari kelompok sebaya, dan perubahan struktur social.
(Iskandar,2014:39)
b. Faktor Presipitasi
Menurut yosep (2009), factor presipitasi terjadinya harga diri rendah biasanya
adalah kehilangan bagian tubuh, perubahan penampilan/bentuk tubuh, kegagalan
atau produktifitas yang menuurun.
Secara umum, gangguan konsep diri harga diri rendah ini dapat terjadi secara
situasional atau kronik. Secara situasional karena trauma yang muncul secara tiba-
tiba, misalnya harus dioperasi, kecelakan, perkosaan atau dipenjara, termasuk
dirumah sakit bisa menyebabkan harga diri rendah disebabkan karena penyakit
fisik atau pemasanagan alat bantu yang mebuat yang mebuat klien tidak nyaman.
Harga diri rendah kronik biasanya dirasakan klien sebelum sakit atau sebelum
dirawat klien sudah memiliki pikiran negative dan meningkt saat dirawat.
(Iskandar, 2014:39-40)
5. Sumber Koping
a. Aktivitas olahraga dan aktivitas lain di luar rumah
b. Hobi dan kerajinan tangan
c. Seni yang ekpresif
d. Kesehatan dan kerawatan diri
e. Pekerjaan, vokasi, atau posisi
f. Bakat tertentu
g. Kecerdasan
h. Imaginasi dan kreativitas
i. Hubungan interpersonal
6. Mekanisme Koping
Mekanisme koping jangka pendek yang bisa dilakukan pasien harga diri rendah adalah
kegiatan yang dilakukan untuk lari sementara dari krisis, misalnya pemakaian obat-
obatan, kerja keras, nonton tv terus menerus. Kegiatan mengganti identitas sementara,
misalnya ikut kelompok social, keagamaan dan politik. Kegiatan yang memberi
dukungan sementara, seperti menikuti suatu kompetisi atau kontes popularitas,
kegiatan mencoba menghilangkan anti identitas sementara, seperti penyaahgunaan
obat-obatan. Jika mekanisme koping jangka pendek tidak memberi hasil yang
diharapkan individu akan mengembangkan mekanisme koping jangka panjang. (Eko,
2014:106)
C. Pohon Masalah
Efek/Akibat isolasi social
A. Proses Keperawatan
(terlampir 1)
B. Strategi Komunikasi dan Pelaksanaan ( latihan fase orientasi, kerja dan terminasi setiap
SP)
(terlampir 6)
Referensi :
2017.Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan Jiwa Pasien Dengan Masalah HDR (Harga
Diri Rendah). Akademi Kesehatan Rustida Prodi D-Iii Keperawatan Krikilan-Glenmore
Banyuwangi. Digilib. Unimus.ac.id/download.php?id=1429. Diakses pada tanggal 16
Februari 2019.
LAPORAN PENDAHULUAN
Resiko Bunuh Diri
A. Masalah Utama
Resiko Bunuh Diri (RBD)
B. Proses Terjadinya Masalah
1. Pengertian
Bunuh diri merupakan tindakan yang secara sadar dilakukan oleh pasien untuk
mengakhiri kehidupannya. Menurut Maris, Berman, silverman, dan Bongar (2000).
Bunuh diri memiliki 4 pengertian, antara lain:
a. Bunuh diri adalah membunuh diri secara intensional
b. Bunuh diri dilakukan dengan intensi
c. Bunuh diri dilakukan oleh diri sendiri kepada diri sendiri
d. Bunuh diri bisa terjadi secara tidak langsung (aktif) atau tidak langsung (pasif),
misalnya dengan tidak meminum obat yang mementukan kelangsungan hidup atau
secara sengaja berada di rel kereta api.
3. Rentang Respon
a. Peningkatan diri. Seseorang dapat meninkatkan proteksi atau pertahabab diri
seecara wajar terhadap situasional yang membutuhkan pertahanan diri. Sebagai
contoh seseorang mempertahankan diri dari pendapatnya yang berbeda mengenai
loyalitas terhadap pimpinan ditempat kerja
b. Beresiko destrukti. Seseorang memiliki kecenderungan atau beresio mengalami
perlaku destruktif menyalahkan diri sendiri terhadap situasiyang seharusnya dapat
mempertahankan diri, seperti seseorang merasa patahsemangat bekerja ketika
dirinya dianggap tidak loyal terhadapat pimpinan padahal sudah melakukab
pekerjaan secara optimal
c. Destruktif diri tidak langsung. Seseorang telah mengambil sikap yang kurang tepat
(maladaptif) terhadap situasi yang membutuhkan diri untuk mempertahankan diri.
Misalnya, karena pandangan pimpinan terhadap kerjanya yang tidak loyal, maka
seorang karyawan menjadi tidak masuk kantor atau bekerja seenaknya dan tidak
optimal
d. Pencederaan diri. Seseorang melakukan percobaan bunuh diri atau pencederaan
diri akibat hilangnya harapan terhadap situasiyang ada
e. Bunuh diri. Seseorang telah melakukan kegiatan bunuh diri sampai dengan
nyawanya hilang
4. Penyebab
c Faktor Predisposisi
lima faktor predisposisi yang menunjang pada pemahaman perlakuk destrukti diri
sepanjang siklus kehidupan adalah sebagai berikut :
1) Diagnosis Psikiatrik
Lebih dari 90% orang dewasa yang mengakhiri hidup dengancara bunuh diri
mempunyai riwayat gangguan jiwa. Tiga gangguan jiwa yang dapat membuat
individu berisiko untuk melakukan tindakan bunu diri adalahgangguan affektif,
penyalahgunaan zat, dan skizorenia
2) Sifat Kepribadian
Tiga tipe kepribadian yang erat hubungan dengn besarnya resiko bunuh diri
adalah antipasti, implusif, dan depresi
3) Lingkungan Psikososial
Faktor predisposisi terjadinyaperlakuk bunuhdiri, diantaranyaadalah
pengalaman kehilangan, kehilangan dekungan social, kejadian-kejadian negate
dalam hidup, penyakit krinis, perpisahan, atau bahkan perceraian. Kekuatan
dukungan social sangat penting dalam meciptakan itervensiyang terapeutik,
dengan terlebih dahulu mengetahui penyebab masalah, respons seseorang
dalam menghadapi masalah tersebut, dan lain-lain
4) Riwayat Keluarga
Riwayat keluarga yang pernah melakukan bunuh diri merupakan faktor penting
yang dapat menyebabkan seseorang melakukan tindakan bunuh diri
5) Faktor Biokimia
Data menunjukkan bahwa paa klien dengan resiko bunuh diri terjadi
peninfktan zat-zat kimia yang terdapat didalam otak seperti serotin, adrenalin,
dan dopamine. Peningkatan zat tersebut dapat dilihat melalui ekaman
gelombang otak Electro Encephalo Graph (EEG)
d Faktor Presipitasi
Perilaku estruktif diri dapat ditumbulkan oleh stress berlebihan yang dialami oleh
individu. Pencetusnya sering kali berupa kejadian hidup yang memalukan. Faktor
lain yang dapat menjadi penetus adalah melihat atau membaca melalui media
engenai orang yang melakukan bunuh dii ataupun prcobaan bunuh diri. Bagi
individu yang emosinya labil, hal tersebut menjadi sangat rentan
5. Sumber Koping
Pasien dengan penyakit kronis, nyeri, atau penyakit yang mengancam kehidupan dapat
melakukan perilaku destruktif- diri. Sering kali pasien secara sadar memilih untuk
bunuh diri.
6. Mekanisme Koping
Stuart (2006) mengungkapkan bahwa mekanisme pertahanan ego yang berhubungan
dengan prilaku destruktif- diri tidak langsung adalah penyangkalan, rasionalisasi,
intelektualisasi, dan regresi.
C. Pohon Masalah
F. Diagnosis Keperawatan
1. Perilaku kekerasan (Resiko menceerai diri sendiri)
2. Resiko bunuh diri
3. Gangguan interkasi social (menarik diri)
4. Gangguan konsep diri (harga diri rendah)
A. Proses Keperawatan
(terlampir 1)
B. Strategi Komunikasi dan Pelaksanaan ( latihan fase orientasi, kerja dan terminasi setiap
SP)
(terlampir 6)
Referensi :
Prama Aruna. 2011. Laporan Pendahuluanasuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Resiko
Bunuh Diridi Rsjd. Amino Gondohutomosemarang. https://www.academia.edu/24
51157 3/Lp_resiko_bunuh_diri. Diakses pada tanggal 16 Februari 2019.
Dessy Rossyta. Asuhan Keperawatan Resiko Bunuh Diri. https://www.academia.ed
u/8977353/Asuhan_Keperawatan_RESIKO_BUNUH_DIRI. Diakses pada tanggal 16
Februari 2019.
FORMAT LAPORAN PENDAHULUAN
Isolasi Sosial
A. Masalah Utama
Pasien dengan masalah Isolasi Sosial ( Menarik diri )
B. Proses Terjadinya Masalah
1. Pengertian
Kemunduran fungsi social dialami seseorang di dalam diagnose keperawatan jiwa
disebut isolasi social. isolasi social merupakan keadaan dimana seseorang individu
mengalami penurunan atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan
orang lain disekitarnya ( Yosep, sutini,2014). pasien dengan isolasi social mengalami
gangguan dalam berinteksi dan mengalami perilaku tidak ingin berkomunikasi dengan
orang lain, lebih menyukai berdiam diri, dan menghindar dari orang lain.
5. Sumber Koping
Hubungan dengan hewan peliharaan dan penggunaan kreatifitas untuk
mengekspresikan stress interpersonal misalnya kesenian, music, ataua tulisan
(Ernawati Dalami dkk,2009, hal 10)
6. Mekanisme Koping
Koping yang berhubungan dengan gangguan kepribadian antisosial antara lain
proyeksi, isolasi, idealisasi orang lain, merendahkan orang lain dan identifikasi
proyeksi.
C. Pohon Masalah
Efek/Akibat Risiko Gangguan Persepsi Sensorik
Halusinasi
F. Diagnosis Keperawatan
Isolasi sosial
A. Proses Keperawatan
(terlampir 1)
B. Strategi Komunikasi dan Pelaksanaan ( latihan fase orientasi, kerja dan terminasi setiap
SP)
(terlampir 8)
Referensi :
Eko Prabowo. 2014. Konsep & Aplikasi Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Nuha
Medika.
Farida Kusumawati & Yudi Hartono. 2012. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: Salemba
Medika.
Mukhripah Damaiyanti & Iskandar. 2012. Asuhan Keperawatan Jiwa. Bandung: PT Refika
Aditama. Trimeilia. 2011. Asuhan Keperawatan Klien Isolasi Sosial. Jakarta Timur:
TIM.
Lampiran 1
FORMAT
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN
Tanggal : ………………………………………………….
Hari ke : ………………………………………………….
Interaksi ke : ………………………………………………….
A. PROSES KEPERAWATAN
1. Kondisi Klien:
…………………………………………………………………………………………
……
…………………………………………………………………………………………
……
2. Diagnosis keperawatan :
…………………………………………………………………………………………
……
…………………………………………………………………………………………
……
3. Tujuan S:
…………………………………………………………………………………………
……
…………………………………………………………………………………………
……
4. Tindakan keperawatan :
…………………………………………………………………………………………
……
…………………………………………………………………………………………
……
TERMINASI
1. Evaluasi respon klien terhadap tindakan
Evaluasi subyektif :
…………………………………………………………………………………………
……
Evaluasi obyektif :
…………………………………………………………………………………...............
.....
2. Rencana Tindak Lanjut (apa yang perlu dilatih klien sesuai dengan hasil
tindakan yang telah dilakukan) :
…………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………
………………
3. Kontrak yang akan datang :
Topik : ……………………………..
Waktu : ……………………………..
Tempat : ……………………………..
Lampiran 2