Anda di halaman 1dari 63

LAPORAN PENDAHULUAN PRAKTIK LAPANGAN KEPERAWATAN JIWA

Mata Kuliah : KEPERAWATAN JIWA II


Dosen Koordinator :Ns.Rusdi, S.Kep,. M.Kep

Disusun oleh :

Sri Wahyuni
16.0489.824.01

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIYATA HUSADA SAMARINDA
TAHUN 2019
LAPORAN PENDAHULUAN
Defisit Perawatan Diri

A. Masalah Utama
Defisit Perawatan Diri

B. Proses Terjadinya Masalah


1. Pengertian
Defisit Perawatan Diri adalah kurangnya perawatan diri pada pasien dengan gangguan
jiwa terjadi akibat adanya perubahan proses pikir sehingga kemampuan untuk
melakukan aktivitas perawatan diri menurun. Kurang perawatan diri terdiri dari
ketidakmampuan merawat kebersihan diri antaranya mandi, makan minum secara
mandiri, berhias secara mandiri, toileting (BAK/BAB), (Damaiyanti 2012).

2. Tanda dan gejala


Tanda dan gejala Defisit Perawatan Diri menurut (Damaiyanti, 2012) sebagai berikut:
a. Fisik
1) Badan bau, pakaian kotor
2) Rambut dan kulit kotor
3) Kuku panjang dan kotor
4) Gigi kotor disertai mulut bau
5) Penampilan tidak rapi.
b. Psikologis
1) Malas, tidak ada inisiatif
2) Menarik diri, isolasi diri
3) Merasa tak berdaya, rendah diri dan merasa hina.
c. Sosial
1) Interaksi kurang
2) Kegiatan kurang
3) Tidak mampu berprilaku sesuai norma
4) Cara makan tidak teratur
5) BAK dan BAB di sembarang tempat.
3. Rentang Respon
Adatif Maladatif

Pola perawatan Kadang Tidak melalukan


diri seimbang perawatan diri perawatan diri
kadang tidak pada saat stress
a. Pola perawatan diri seimbang : saat pasien mendapatkan stressor dan mampu
untuk berprilaku adaptif maka pola perawatan yang dilakukan klien seimbang,
klien masi melakukan perawatan diri
b. Kadang melakukan perawatan diri kadang tidak : saat pasien mendapat stressor
kadang-kadang pasien tidak memperhatikan perawatan dirinya
c. Tidak melakukan perawatan diri : klien mengatakan dia tidak peduli dan tidak
bisa melakukan perawatan saat stressor, (Ade, 2011).

4. Penyebab
a Faktor Predisposisi
Menurut Tarwoto dan Wartonah (2011) penyebab kurang perawatan diri adalah
kelelahan fisik dan penurunan kesadaran :
1) Perkembangan
Keluarga terlalu melindungi dan mamanjakan klien sehingga perkembangan
inisiatif terganggu
2) Biologis
Penyakit kronik yang menyebabkan klien tidak mampu melakukan
perawatan diri
3) Kemampuan Realitas Turun
Klien dengan gangguan jiwa dengan kemampuan realitas yang kurang
menyababkan ketidakmampuan dirinya dan lingkungan termasuk perawatan
diri
4) Sosial
Kurang dukungan dan latihan kemampuan perawatan diri lingkungannya.
Situasi lingkungan mempengaruhi latihan kemampuan dalam perawatan diri.
b Faktor Presipitasi
Yang merupakan faktor presiptasi deficit perawatan diri adalah kurang penurunan
motivasi, kerusakan kognisi atau perseptual, cemas, lelah atau lemah yang dialami
individu sehingga menyebabkan individu kurang mampu melakukan perawatan
diri. Menurut depkes :
1) Body Image
Gambaran individu terhadap dirinya sangat mempengaruhi kebersihan diri
misalnya dengan adanya perubahan fisik sehingga individu tidak
pedulidengan kebersihan dirinya
2) Praktik Sosial
Pada anak-anak selalu dimanja dalam kebersihan diri, maka kemungkinan
akan terjadi perubahan pola personal hygiene
3) Status Sosial Ekonomi
Personal hygiene memerlukan alat dan bahan seperti sabun, pasta gigi, sikat
gigi, shampo, alat mandi yang semuanya memerlukan uang untuk
menyediakannya
4) Pengetahuan
Pengetahuan personal hygiene sangat penting karena pengetahuan yang baik
dapat meningkatkan kesehatan. Misalnya pada pasien penderita diabetes
millitus ia harus menjaga kebersihan kakinya.
5) Budaya
Disebagian masyarakat jika individu sakit tertentu tidak boleh dimandikan
6) Kebiasaan Seseorang
Ada kebiasaan orang yang menggunakan produk tertentu dalam
perawatan diri seperti penggunaan sabun, shampo dan lain-lain
7) Kondisi Fisik atau Psikis
Pada keadaan tertentu/sakit kemampuan untuk merawat berkurang dan perlu
bantuan untuk melakukannya.

5. Sumber Koping
a. Melatih pasien cara perawatan kebersihan diri
b. Melatih pasien berhias/berdandan
c. Melatih pasien makan dengan benar
d. Melatih pasien melakukan BAB/BAK secara mandiri

6. Mekanisme Koping
a. Mekanisme koping adaptif
Mekanisme koping yang mendukung fungsi integrasi pertumbuhan belajar dan
mencapai tujuan. Kategori ini adalah klien bisa memenuhi kebutuhan perawatan
diri secara mandiri.
b. Mekanisme koping maladaptif
Mekanisme koping yang menghambat fungsi integrasi, memecah pertumbuhan,
menurunkan otonomi dan cenderung menguasai lingkingan. Kategori adalah tidak
mau merawat diri (Damaiyanti, 2012)

C. Pohon Masalah

Efek/Akibat Resiko Prilaku Kekerasan

Core/Problem Defisit Perawatan Diri

Penyebab/ Etiologi Harga Diri Rendah Kronis

Koping Individu TidakEfektif

D. Masalah Keperawatan Yang Mungkin Muncul


1. Defisit perawatan diri
2. Harga diri rendah
3. Resiko tinggi isolasi sosial
E. Data Yang Perlu Dikaji
1. Data subyektif
b) Pasien merasa lemah
c) Malas untuk beraktivitas
d) Merasa tidak berdaya.
2. Data obyektif
a) Rambut kotor, acak – acakan
b) Badan dan pakaian kotor dan bau
c) Mulut dan gigi bau.
d) Kulit kusam dan kotor
e) Kuku panjang dan tidak terawat

F. Diagnosis Keperawatan
a. Hygiene Diri
b. Berhias
c. Makan
d. BAK/BAB

G. Rencana Tindakan Keperawatan


Tujuan Intervensi
Tujuan umum : 1. Bina hubungan saling percaya dengan
Pasien tidak mengalami defisit menggunakan prinsip komunikasi teraupetik
perawatan diri. :
a. Sapa pasien dengan ramah, baik vokal
TUK 1 : maupun non verbal
Pasien bisa membina hubungan b. Perkenalkan diri dengan sopan
saling percaya dengan perawat c. Tanyakan nama lengkap dan nama
panggilan yang disukai pasien
d. Jelaskan tujuan pertemuan
e. Jujur dan menepati janji
f. Tunjukkan sikap empati dan menerima
pasien apa-adanya
g. Beri perhatian dan perhatikan kebutuhan
da bgsar pasien.
TUK 2 : 1. Melatih pasien cara-cara perawatan
Pasien mampu melakukan kebersihan diri :
kebersihan diri secara mandiri a. Menjelaskan pentingnya menjaga
kebersihan diri
b. Menjelaskan alat-alat untuk menjaga
kebersihan diri
c. Menjelaskan cara-cara melakukan diri
d. Melatih pasien mempratekkan cara
menjaga kebersihan diri.
TUK 3 : 1. Melatih pasien berdandan/berhias :
Pasien mampu melakukan berhias/ a. Untuk pasien laki-laki latihan meliputi :
berdandan secara baik 1) Berpakaian
2) Menyisir rambut
3) Bercukur
b. Untuk pasien wanita, latihannya meliputi
:
1) Berpakaian
2) Menyisir rambut
3) Berhias

TUK 4 : 1. Melatih pasien makan secara mandiri :


Pasien mampu melakukan makan a. Menjelaskan cara mempersiapkan makan
dengan baik b. Menjelaskan cara makan yang tertib
c. Menjelaskan cara merapihkan peralatan
makan setelah makan
d. Praktek makan sesuai 15 dengan tahapan
makan yang baik
TUK 5 : 1. Mengajarkan pasien melakukan BAB/BAK
Pasien mampu melakukan secara mandiri :
BAB/BAK secara mandiri a. Menjelaskan tempat BAB/BAK yang
sesuai
b. Menjelaskan cara membersihkan diri
setelah BAB dan BAK
c. Menjelaskan cara membersihkan tempat
BAB dan BAK

Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan

A. Proses Keperawatan
(terlampir 1)
B. Strategi Komunikasi dan Pelaksanaan
(terlampir 2)
Refrensi :

Amang Bagas dkk. 2017. Asuhan Keperawatan Jiwa Pasien Dengan Masalah Defisit
Perawatan Diri. https://samoke2012.files.wordpress.com/2017/03/lpsp-defisit-
perawatan-diri.pdf. Diakses pada tanggal 16 Februari 2019.

Purnomo Ade dkk. 2012. Asuhan Keperawatan Defisit Perawatan Diri (DPD).
http://www.academia.edu/9222718/ASUHAN_KEPERAWATAN_DEFISIT_PERAW
ATAN_DIRI_DPD_Disusun_Guna_Memenuhi_Tugas_Blok_Jiwa_Disusun_oleh.
Diakses pada tanggal 16 Februari 2019.
LAPORAN PENDAHULUAN
Halusinasi

A. Masalah Utama
Halusinasi

B. Proses Terjadinya Masalah


1. Pengertian
Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan sensori presepsi yang dialami oleh
pasien gangguan jiwa. Pasien merasakan sensasi berupa bersuara, penglihatan,
pengecapan, perabaan, atau penghidupan tanpa stimulus yang nyata. Keliat (2011)
dalam Zelika (2015). Sedangkan menurut WHO , kesehatan jiwa bukan hanya tidak
ada gangguan jiwa, melainkan mengandung berbagai karakteristik yang positif yang
menggambarkan keselarasan dan keseimbangan kejiwaan yang mencerminkan
kedewasaan kepribadiannya.

2. Tanda dan gejala


Beberapa tanda dan gejala perilaku halusinasi adalah tersenyum atau tertawa yang
tidak sesuai, menggerakkan bibir tanpa suara, bicara sendiri, pergerakan mata cepat,
diam, asyik dengan pengalaman sensori, kehilangan kemampuan membedakan
halusinasi dan realitas rentang perhatian yang menyempit hanya beberapa detik atau
menit, kesukaran berhubungan dengan orang lain, tidak mampu merawat diri,
perubahan berikut tanda dan gejala menurut jenis halusinasi Stuart & Sudden, (2015).
a. Pendengaran : Mendengar suara- suara / kebisingan, paling sering suara kata yang
jelas, berbicara dengan klien bahkan sampai percakapan lengkap antara dua orang
yang mengalami halusinasi. Pikiran yang terdengar jelas dimana klien mendengar
perkataan bahwa pasien disuruh untuk melakukan sesuatu kadang- kadang dapat
membahayakan.
b. Penglihatan : stimulus penglihatan dalam kilatan cahaya, gambar giometris,
gambar karton dan atau panorama yang luas dan komplek. Penglihatan dapat
berupa sesuatu yang menyenangkan/ sesuatu yang menakutkan seperti monster.
c. Penciuman : membau bau- bau seperti bau darah, urine, feses umumnya bau-bau
yang tidak menyenangkan. Halusinasi penciuman biasanya sering kibat stroke,
tumor, kejang/ dernentia.
d. Pengecapan : merasa mengecap rasa seperti rasa darah, urine, feses.
e. Perabaan : mengalami nyeri atau ketidaknyamanan tanpa stimulus yang jelas rasa
tersetrum listrik yang datang dari tanah, benda mati atau orang lain.
f. Sinestetik : merasakan fungsi tubuh seperti aliran darah di vena (arteri),
pencernaan makanan.
g. Kinestetik : merasakan pergerakan sementara berdiri tanpa bergerak.

3. Rentang Respon
Halusinasi merupakan salah satu respon maladaptif individu yang berada dalam
rentang respon neurobiologi.
a. Pikiran logis : yaitu ide yang berjalas secara logis dan koheren.
b. Persepsi akurat : yaitu proses diterimanya rangsang melalui panca indar yang
didahului oleh perhatian (attention) sehingga individu sadar tentang sesuatu yang
ada di dalam maupun diluar dirinya.
c. Emosi konsisten : yaitu manifestasi perasaan yang konsisten atau afek keluar di
sertai banyak- banyak komponen fisiologik yang biasanya berlangsung tidak
lama.
d. Perilaku sesuai : perilaku individu berupa tindakan nyata dalam penyelesaian
masalah masih dapat diterima oleh norma- norma social dan budaya umum yang
belaku.
e. Hubungan social harmonis : yaitu hubungan yang dinamis menyangkut hubungan
antar individu dan individu, individu dan kelompok dalam bentuk kerja sama.
f. Proses piker kadang tergantung (ilusi) : yaitu manifestasi dari dari persepsi impuls
eksternal melalui alat panca indra yang memproduksi gambaran sensorik pada
area tertentu diotak kemudian diinterpretasi sesuai dengan kejadian yang telah
dialami sebelumnya.
g. Emosi berlebihan atau kurang : yaitu manifestasi perasaan atau afek keluar
berlebihan atau kurang.
h. Perilaku atau tidak sesuai atau biasa : yaitu perilaku individu berupa tindakan
nyata dalam penyesuaian masalahnya tidak diterima oleh norma- norma sesial
atau berbudaya umum yang berlaku.
i. Perilaku aneh atau tidak biasa : perilaku individu berupa tindakan nyata dalam
menyelesaikan masalahnya tidak diterima oleh norma- norma social atau budaya
umum yang berlaku.
j. Menarik diri : yaitu percobaan untuk menghindari interksi dengan orang lain,
menghindari orang lain.
k. Isolasi sosial : menghindari dan dihindari lingkungan social dan berinteraksi.

Berdasarkan rentang diatas diketahui bahwa halusinasi merupakan respon


presepsi paling maladaptive. Jika klien sehat, presepsinya akurat, mampu
mengidentifikasi dan menginterpretasikan stimulus berdasarkan informasi yang di
terima melalui panca indra (pendengaran, prnglihatan, penghidu, pengecapan, dan
perabaan), sedangkan klien dengan halusinaasi mempresepsikan suatu stimulul panca
indra walaupun sebenarnya stimulasi itu tidak ada.

4. Penyebab
a Faktor Predisposisi
1) faktor perkembangan terlambat.
2) Faktor komunikasi dalam keluarga
3) Faktor sosialisasi budaya

Isolasi sosial pada yang usia lanjut, cacat, sakit kronis, tuntutan lingkungan yang
terlalu tinggi.
1) Faktor psikologis
Mudah kecewa, mudah putus asa, kecemasan tinggi, menutup diri, ideal diri
tinggi, harga diri rendah, identitas diri tidak jelas, krisis peran, gambaran diri
negative dan koping deskruptif.
2) Faktor biologis.
Adanya kegiatan terhaddap fisik, berupa : atropi otak, pembesaran ventrikel,
perubahan besar dan bentuk sel korteks dan limbic.
3) Faktor genetik
Telah diketahui bahwa genetik schizophrenia diturunkan melalui kromosom
tertentu. Namun demikian kromosom yang berada yang menjadi faktor
penentu gangguan ini sampai sekarang masih dalam tahapan penelitian.
Diduga letak gen skizoprenia adalah kromosom nomor enam, dan kontribusi
genetik tambahan nomor 4, 8, 5, dan 22. Anak kembar identic memiliki
kemungkinan mengalami skizoprenia sebesar 50% jika salah satunya
mengalami skizofrenia, sementara jika dizyote peluangnya sebesar 15%,
seorang anak yang salah satu orang tuanya mengalami skizofrenia berpeluang
15% mengalami skizofrenia, sementara bila kedua orang tua skizofrenia maka
peluangnya menmjadi 35%.
b Faktor Presipitasi
1) Kesehatan
Nutrisi dan tidur kurang, ketidak seimbangan irama sikardian, kelelahan dan
infeksi, obat- obatan, system saraf pusat, kurangnya latihan dan hambatan
untuk menjangkau pelayanan kesehatan.
2) Lingkungan
Lingkungan sekitar yang memusuhi, masalah dalam rumah tangga, kehilangan
kebebasan hidup dalam melaksanakan pola aktifitas sehari-sehari, sukar dalam
berhubungan dengan orang lain, isolasi social, kurangnya dukungan social,
tekanan kerja (kurang tampil dalam bekerja), stigmasasi, kemiskinan,
kurangnya alat transportasi dan ketidakmampuan mendapat pekerjaan.
3) Sikap
Merasa tidak mampu (harga diri rendah), putus asa (tidak percaya diri), merasa
gagal (kehilangan motivasi menggunakan keterampilan diri), kehilangan
kendali diri (demonstrasi), merasa punya kekuatan berkelebihan, merasa
malang (tidak mampu memenuhi kebutuhan spiritual), bertindak tidak seperti
orang lain dari segi usia maupun kebudayaan, rendahnya keampuan sosialisasi,
perilaku asertif, perilaku kekerasan, ketidak adekuatan pengobatan dan ketidak
adekuatan penanganan gejala.

5. Sumber Koping
a. Aset ekonomi.
b. Kemampuan dan keahlian.
c. Teknik defensif.
d. Sumber sosial.
e. Motivasi.
f. Kesehatan dan energi.
g. Kepercayaan.
h. Kemampuan memecahkan masalah.
i. Kemampuan sosial.
j. Sumber sosial dan material.
k. Pengetahuan.
l. Stabilitas budaya.
6. Mekanisme Koping
a. Regresi : menjadi malas beraktivitas sehari- hari
b. Proyeksi : menjelaskan perubahan suatu persepsi dengan berusaha untuk
mengalihkan tanggung jaawab kepada orang lain
c. Menarik diri : sulit mempercayai orang lain dan asyik dengan stimulus internal.

C. Pohon Masalah

Efek/Akibat Risiko mencederai diri, orang lain dan


lingkungan

Core/Problem Perubahan sensori presepsual : halusinasi

Penyebab/ Etiologi Isolasi social : menarik diri

D. Masalah Keperawatan yang mungkin muncul


1. Perubahan persepsi sensori : halusinasi pendengaran
2. Risiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
3. Isolasi social : menarik diri
4. Gangguan konsep diri : HDR
5. Intoleransi aktivitas
6. Difisit perawatan diri

E. Data Yang Perlu Dikaji


1. Risiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
Data subyektif :
a. Klien mengatakan benci atau kesal pada seseorang
b. Klien suka membentak dan menyerang orang yang mengusiknya jika sedang
kesal dan marah
c. Riwayat prilaku kekerasan atau gangguan jiwa lainnya
Data objektif :
a. Mata merah, wajah agak merah
b. Nada suara tinggi dan keras, bicara menguasai : berteriak, menjerit, memukul
diri sendiri/ orang lain
c. Ekspresi marah saat membicarakan orang, pandangan tajam
d. Merusak dan melempar barang- barang

2. Perubahan sensori perseptual : halusinasi


Data subjektif :
a. Klien mengatakan mendengar bunyi yang tidak berhubungan dengan stimulus
nyata
b. Klien mengatakan melihat gambaran tanpa ada stimulus yang nyata
c. Klien mengatakan mencium bau tanpa stimulus
d. Klien merasa makan sesuatu
e. Klien merasa ada sesuatu pada kulitnya
f. Klien takut pada suara/bunyi/gambar yang dilihat atau didengar
g. Klien ingin memukul/ melempar barang- barang
Data objektif :
a. Klien berbicara dan tertawa sendiri
b. Klien bersikap seperti mendengar/ melihat sesuatu
c. Klien berhenti berbicara ditengah kalimat untuk mendengarkan sesuatu
d. Disorientasi

3. Isolasi social : menarik diri


Data subjektif :
Klien mengatakan saya tidak mampu, tidak bisa, tidak tahu apa- apa, bodoh,
mengkritik diri sendiri, mengungkapkan perasaan malu terhadap diri sendiri.
Data objektif :
Klien terlihat lebih suka sendiri, bingung bila disuruh memilih alternatif tindakan,
ingin menciderai diri/ ingin mengakhiri hidup, apatis, ekspresi sedih, komunikasi
verbal kurang, aktivitas menurun, posisi janin pada saat tidur, menolak berhubungan,
kurang memperhatikan kebersihan.

F. Diagnosis Keperawatan
1. Perubahan persepsi sensori : halusinasi pendengaran
2. Risiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
3. Isolasi social : menarik diri
4. Gangguan konsep diri : HDR
5. Difisit perawatan diri

G. Rencana Tindakan Keperawatan


Tujuan Umum :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 minggu perubahan presepsi sensori :
halusinasi teratasi.

Tujuan khusus :
Intervensi
1. Bina hubungan saling percaya dengan klien menggunakan komunikasi terapeutik
yaitu sapa klien dengan ramah, baik secara verbal maupun non verbal. Perkenalkan
nama perawat, tanyakan nama lengkap dan nama panggilan yang disenangi klien,
buat kontrak dengan jelas tunjukkan sikap jujur dengan menepati janji setiap kali
interaksi.
2. Adakan kontak sering dan singkat secara bertahap
3. Observasi tingkah laku klien dan halusinasinya (halusinasi pendengaran)
4. Diskusikan dengan klien apa yang dirasakan jika terjadinya halusinasi
5. Diskusikan dengan klien apa yang dilakukan untuk mengatasi perasaan tersebut
6. Diskusikan tentang dampak yang akan dialami bila klien menikmati halusinasinya
7. Identifikasi dengan klien cara atau tindakan yang dilakukan jika terjadi halusinasi

Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan

A. Proses Keperawatan
(terlampir 1)
B. Strategi Komunikasi dan Pelaksanaan ( latihan fase orientasi, kerja dan terminasi setiap
SP)
(terlampir 3)
Referensi :
Saktian Yusuf. Laporan Pendahuluan Halusinasi. https://www.academia.edu/28333404/LAPO
RAN_PENDAHULUAN_HALUSINASI.Diakses pada tanggal 16 Februari 2019.

Putri Lia. Makalah Asuhan Keperawatan Jiwa Halusinasi Pendengaran. https://www.academi


a.edu/16870056/MAKALAH_ASUHAN_KEPERAWATAN_JIWA_HALUSINASI_P
ENDENGARAN_bonita.Diakses pada tanggal 16 Februari 2019.
LAPORAN PENDAHULUAN
Resiko prilaku kekerasan

A. Masalah Utama
Resiko prilaku kekerasan

B. Proses Terjadinya Masalah


1. Pengertian
Perilaku kekerasan adalah salah satu respons marah yang diespresikan dengan
melakukan ancaman, mencederai orang lain, dan atau merusak lingkungan. Respons
tersebut biasanya muncul akibat adanya stresor. Respons ini dapat menimbulkan
kerugian baik bagi diri sendiri, orang lain, maupun lingkungan (Keliat,dkk, 2011:180).
Perilaku kekerasan (PK) adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan
tindakan yang dapat membahayakan secara fisik, baik pada dirinya sendiri maupun
orang lain, disertai dengan amuk dan gaduh gelisah yang tak terkontrol
(Kusumawati,dkk.2010:81).

2. Tanda dan gejala


Jelaskan tanda dan gejala kepada klien pada tahap marah, kritis atau perilaku kekerasa,
dan kemungkinan bunuh diri. Muka merah, tegang, pandangan mata tajam, mondar-
mandi, memukul, iritable, sensitif dan agresif (Kusumawati, dkk. 2010:83). Tanda dan
gejala, perilaku kekerasan yaitu suka marah, pandangan mata tajam, otot tegang dan
nada suara tinggi, berdebat, sering pula memaksakan kehendak ,merampas makanan
dan memukul bila tidak sengaja (Prabowo,2014:143).
a. Motor agitaton
Gelisah, mondar mandir, tidak dapat duduk tenang, otot tegang, rahang
mengencang, pernapasan meningkat, mata melotot, pandangan mata tajam.
b. Verbal
Memberikan kata-kata ancaman melukai, disertai melukai ptingkat ringan, bicara
keras, nada suara tinggi, berdebat
c. Efek
Marah, bermusuhan, kecemasan berat, efek baik, mudah tersinggung
d. Tingkat kesadaran
Binggung, kacau, perubahan sttus mental, disorientasi, dan gaya ingat menurun
(Prabowo, 2014:143). Pada pengkajian awal dapat dietahui alasan utama klien ke
rumah sakit adalah perilaku kekerasan dirumah. Kemudian perawat dapat
melakukan pengkajian dengan cara :
1) Observasi : muka merah, pandangan tajam, otot tegang, nada suara tinggi,
berdebat. Seringpula tampak klien memaksakan kehendak : merampas
makanan, memukul jika tidak senang.
2) Wawancara : diarahkan pada penyebab marah, perasaan marah, tanda-tanda
marah yang dirasakan klien (Kusumawati, dkk. 2010:83).

3. Rentang Respon
Adaptif Maladaptif

Asertif Frustasi Pasif Agresif Amuk/PK

Perilaku kekerasan (PK) adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan
yang dapat membahayakan secara fisik baik pada dirinya sendiri maupun orang lain,
disertai dengan amuk dan gaduh gelisah yang tak terkontrol.
Gambar 1. Rentang Respons Marah (Kusumawati, dkk. 2010:81).
a. Respon adaptif
1) Peryataan ( Assertion) Respon marah dimana individu mampu menyatakan
atau mengungkapkan rasa marah, rasa tidak setuju, tanpa menyalahkan atau
menyakiti orang lain. Hal ini biasanya akan memberikan kelegaan.
2) Frustasi Respons yang terjadi akibat individu gagal dalam mencapai tujuan,
kepuasan atau rasa aman yang tidak biasanya dalam keadaan tersebut individu
tidak menemukan alternatif lain.
b. Respon maladaftif
1) Pasif
Suatu keadaan dimana individu tidak dapat mampu untuk mengungkapkan
perasaan yang sedang dialami untuk menghindari suatu tuntutan nyata
2) Agresif
Perilaku yang menyertai marah dan merupakan dorongan individu untuk
menuntut suatu yang dianggapnya benar.
3) Amuk dan kekerasan
Perasaan marah dan bermusuhan yang kuat serta hilang kontrol, dimana
individu dapat merusak diri sendiri, serta lain maupun lingkungan
(Prabowo,2014:141-142).
4. Penyebab
a. Faktor predisposisi
Faktor pengalaman yang dialami tiap orang yang merupakan faktor predisposisi,
artinya mungkin terjadi/mungkin tidak terjadi perilaku kekerasan jika faktor
berikut dialami oleh individu (Prabowo.2014:142).
1) Psikologis ,kegagalan yang dialami dapat menimbulkan frustasi yang
kemudian dapat timbul agresif atau amuk. Masa kanak-kanak yang tidak
menyenangkan yaitu perasaan ditolak,dihina, atau sanksi penganiayaan
(Prabowo.2014:142).
2) Perilaku, reinforcement yang diterima pada saat melakukan kekerasan, sering
mengobservasi kekerasan dirumah atau diluar rumah, semua aspek ini
menstimulasi individu mengadopsi perilaku kekerasan.
3) Sosial budaya, budaya tertutup dan membalas secara diam (pasif agresif) dan
kontrol sosial yang tidak pasti terhadap pelaku kekerasan akan menciptakan
seolah-olah perilaku kekerasan yang diterima (permisssive)
4) Bioneurologis banyak bahwa kerusakan sistem limbik, lobus frontal, lobus
temporal dan ketidakseimbangan neurotransmitter turut berperan dalam
terjadinya perilaku kekerasan (Prabowo.2014:143).
5) Faktor sosial budaya Seseorang akan berespons terhadap peningkatan
emosionalnya secara agresif sesuai dengan respons yang dipelajarinya. Sesuai
dengan teori menurut Bandura bahwa agresi tidak berbeda dengan respon-
respon yang lain. Faktor ini dapat dipelajari melalui observasi atau imitasi, dan
semakin sering mendapatkan penguatan maka semakin besar kemungkinan
terjadi. Budaya juga dapat mempengaruhi perilaku kekerasan. Adanya norma
dapat membantu memdefinisikan espresi marah yang dapat diterima dan yang
tidak dapat diterima (Kusumawati,dkk.2010:81).
6) Faktor biologis Berdasarkan hasil penelitian pada hewan, adanya pemberian
stimulus elektris ringan pada hipotalamus (pada sistem limbik) ternyata
meniumbulan perilaku agresif, di mana jika terjadi kerusakan fungsi limbik
(untuk emosi dan perilaku), lobus frontal (untuk pemikiran rasional), dan lobus
temporal ( untuk interpretasi indra penciuman dan memori) akan menimbulkan
mata terbuka lebar, pupil berdilatasi dan hendak menyerang objek yang ada
disekitarnya (Kusumawati,dkk.2010:81-82).
b. Faktor presipitasi
Faktor predisposisi dapat bersumber dari pasien, lingkungan atau interaksi
interaksi dengan orang lain. Kondisi pasien seperti ini kelemahan fisik (penyakit
fisik), keputus asaan, ketidak berdayaan,percaya diri yang kurang dapat menjadi
penyebab perilaku kekerasan. Demikian pula dengan situasi dengan lingkungan
yang ribut, padat, kritikan yang mengarah pada penghinaan,kehilangan orang yang
dicinta/pekerjaan dan kekerasanmerupakan faktor penyebab yang lain. Interaksi
yang profokatif dan konflik dapat pula memicu perilaku kekerasan
(Prabowo.2014:143)
Secara umum seseorang akan marah jia dirinya merasa terancam, baik berupa
injuri secara fisik, psikis, atau ancaman konsep diri. Beberapa faktor pencetus
perilaku kekerasan adalah sebagai berikut :
1) Klien : kelemahan fisik, keputusasaan, ketidaberdayaan, kehidupan yang penuh
dengan aresif, dan masa lalu yang tidak menyenangkan.
2) Interaksi : penghinaan, kekerasan, kehilangan orang yang berarti, konflik,
merasa terancam baik internal dari permasalahan diri klien sendiri maupun
esternal dari lingungan.
3) Lingkungan : panas, padat, dan bising (Kusumawati, dkk.2010 : 82).

5. Sumber Koping
Sumber koping dapat berupa aset ekonomi, kemampuan dan keterampilan, teknik
defensive, dukungan social, dan motivasi. Hubungan antara individu, keluarga,
kelompok dan masyarakat sangat berperan penting pada saat ini. Sumber koping
lainnya termasuk kesehatan dan energy, dukungan spiritual, keyakinan positif,
keterampilan menyelesaikan masalah dan social, sumber daya sosian dan material, dan
kesejahteraan fisik.
Keyakinan spiritual dan melihat diri positif dapat berfungsi sebagai dasar harapan dan
dapat mempertahankan usaha seseorang mengatasi hal yang paling buruk.
Keterampilan pemecahan masalah termasuk kemampuan untuk mencara informasi,
mengidentifikasi masalah, menimbang alternative, dan melaksanakan rencana
tindakan.
6. Mekanisme Koping
Beberapa mekanisme koping yang dipakai pada pasien marah untuk melindungi diri
antara lain :
a. Sublimasi
Menerima suatu sasaran pengganti yang mulia. Artinya dimata masyarakat untuk
suatu dorongan yang mengalami hambatan penyaluran secara normal. Misalnya
seseorang yang sedang marah melampiasakan kemarahanya kepada objek lain
seperti meremas remas adonan kue ,meninju tembok dan sebagainya, tujuanya
adalah untuk mengurangi ketegangan akibat rasa marah.
b. Proyeksi
Menyalahkan orang lain kesukaranya atau keinginannya yang tidak baik, misalnya
seseorang wanita muda yang menyangkal bahwa ia mempunyai perasaan seksual
terhadap rekan sekerjanya, berbalik menuduh bahwa temanya tersebut mencoba
merayu, menyumbuny.
c. Represi
Mencegah pikiran yang menyakitkan atau membahayakan masuk kedalam sadar.
Misalnya seorang anak yang sangat benci pada orang tuannya yang tidak
disukainya. Akan tetapi menurut ajaran atau didikan yang diterimanya sejak kecil
bahwa benci orang tua merupakan hal yang tidak baik dan dikutuk oleh tuhan.
Sehingga perasaan benci itu ditekankan dan akhirnya ia dapat melupakanya. d.
Reaksi formasi
d. Mencegah keinginan yang berbahaya bila di ekspresikan. Dengan melebihi
lebihkan sikap dan perilaku yang berlawanan dan mengunakanya sebagai
rintangan. Misalnya seseorang yang tetarik pada teman suaminya, akan
memperlakukan orng tersebut dengan kuat.
e. Deplacement
Melepaskan perasaan yang tertekan biasanya bermusuhan. Pada objek yang tidak
begitu berbahaya seperti yang pada mulanya yang membangkitkan emosi itu.
Misalnya, Timmy berusia 4 tahun marah karena ia baru saja mendapatkan 14
hukuman dari ibunya karena menggambar didinding kamarnya. Dia mulai bermain
pedang-pedangan dengan temannya (Prabowo,2014:144).
C. Pohon Masalah
Efek/Akibat resiko mencederai diri sendiri, lingkungan, dan orang
lain.

perilaku kekerasan
Core/Problem

Penyebab/ Etiologi Koping individu in efektif

(Prabowo, 2014: 146)

D. Masalah Keperawatan yang mungkin muncul


Diagnosa keperawatan menurut (Prabowo,2014:146).
1. Resiko mencederai diri sendiri b/d perilaku kekerasan
2. Perilaku kekerasan b/d koping individu inefetif

E. Data Yang Perlu Dikaji


a. Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
Data Subyektif :
- Klien mengatakan benci atau kesal pada seseorang.
- Klien suka membentak dan menyerang orang yang mengusiknya jika sedang
kesal atau marah.
- Riwayat perilaku kekerasan atau gangguan jiwa lainnya.
Data Objektif :
- Mata merah, wajah agak merah.
- Nada suara tinggi dan keras, bicara menguasai: berteriak, menjerit, memukul
diri sendiri/orang lain.
- Ekspresi marah saat membicarakan orang, pandangan tajam.
- Merusak dan melempar barang-barang.
b. Perilaku kekerasan / amuk
Data Subyektif :
- Klien mengatakan benci atau kesal pada seseorang.
- Klien suka membentak dan menyerang orang yang mengusiknya jika
sedang kesal atau marah.
- Riwayat perilaku kekerasan atau gangguan jiwa lainnya.
Data Obyektif ;
- Mata merah, wajah agak merah.
- Nada suara tinggi dan keras, bicara menguasai.
- Ekspresi marah saat membicarakan orang, pandangan tajam.
- Merusak dan melempar barang-barang.
c. Gangguan harga diri : harga diri rendah
Data subyektif:
- Klien mengatakan: saya tidak mampu, tidak bisa, tidak tahu apa-apa, bodoh,
mengkritik diri sendiri, mengungkapkan perasaan malu terhadap diri sendiri.
Data obyektif:
- Klien tampak lebih suka sendiri, bingung bila disuruh memilih alternatif
tindakan, ingin mencederai diri / ingin mengakhiri hidup.

F. Diagnosis Keperawatan
1. Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan

G. Rencana Tindakan Keperawatan


1. Resiko mencederai diri sendiri (Yudi Hatono.2010:82)
2. Tujuan :
TUM : klien tidak mencederai diri
TUK 1:
a. klien dapat membina hubungan saling percaya
3. kriteria hasil :
a. klien mau membalas salam
b. klien mau menjabat tangan
c. klien mau menyebutkan nama
d. klien mau tersenyum
e. klien mau kontak mata
f. klien mau mengetahui nama perawat
Intervensi
a. Beri salam/panggilan nama.
1) Sebutkan nama perawat
2) Jelaskan maksud hubungan interaksi
3) Jelaskan akan kontrak dan sikap empati
4) Beri rasa aman dan sikap empati
5) Lakukan kontak singkat tapi sering

TUK 2:
a. Pasien dapat mengindentifikasi penyebab perilaku kekerasan Kriteria hasil
1) klien dapat menggungkapkan perasaanya
2) klien dapat mengungkapkan penyebab perasaan jengkel/kesal (dari diri
sendiri, orang lain ,lingkungan).
Intervensi
a. berikan kesempatan untuk mengungkapkan perasaanyan
b. bantu klien untuk mengungkapkan penyebab perasaan jengkel

TUK 3:
a. Klien dapat mengindentifikasi tanda dan gejala perilaku kekerasan. Kriteria hasil
1) klien dapat menggungkapkan perasaan saat marah/jengkel
2) Klien dapat menyimpulkan tanda dan gejala jengkel/kesal yang dialaminya.
Intervensi
a. Anjurkan klien mengungkapkan apa yang dialami dan dirasakan saat marah/
jengkel
b. Observasi tanda dan gejala perilaku kekerasan pada klien.

TUK 4:
a. Klien dapat mengindentifikasikan perilaku kekerasan yang biasa dialami Kriteria
hasil.
1) klien dapat mengungkapkan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan
2) klien dapat bermain peran sesuai perilaku kekerasan yang diasa dilakukan
Intervensi
a. anjurkan klien untuk mengungkapkan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan
klien (verbal,pada orang lain,pada lingkungan dan diri sendiri.
b. bantu klien bermain peran sesuai dengan perilaku kekerasan yang biasa
dilakukan

TUK 5:
a. Klien dapat mengindentifikasi akibat perilaku kekerasan Kriteria hasil
1) Klien dapat menjelaskan akibat dari cara yang digunakan klien
Intervensi
a. Bicarakan akibat dari cara yang dilakukan klien
b. Bersama klien menyimpulkan akibat dari cara yang dilakukan oleh klien
c. Tanyakan kepada klien “apakah ia ingin mempelajari cara baru yang sehat.

TUK 6:
a. Klien dapat mendemontrasikan cara fisik untuk mencegah perilaku kekerasan
Kriteria hasil
a. Klien dapat menyebutkan contoh pencegahan perilaku kekerasan secara fisik:
1) Tarik nafas dalam
2) Pukul kasur atau bantal
Intervensi
a. Diskusikan kegiatan fisik yang biasa dilakukan klien
b. Beri pujian atas kegiatan fisik klien yang biasa digunakan

TUK 7:
a. Klien dapat mendemontrasikan cara sosial untuk mencegah perilaku kekerasan
Kriteria hasil
a. Klien dapat menyebutkan cara bicara verbal yang baik dalam mencegah perilaku
kekerasan
b. klien dapat mendemontrasikan cara verbal yang baik
Intervensi
a. Diskusikan cara bicara yang baik dengan klien
b. Beri contoh bicara yang baik
c. Meminta klien mengikuti contoh cara bicara yang baik
d. Minta klien mengulangi sendiri
e. Beri pujian atas keberhasilan klien.

Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan

A. Proses Keperawatan
(terlampir 1)
B. Strategi Komunikasi dan Pelaksanaan ( latihan fase orientasi, kerja dan terminasi setiap
SP)
(terlampir 4)
Referensi :
Siswoto. 2017. Asuhan Keperawatan Pasien Dengan Masalah Resiko Perilaku Kekerasan.
https://samoke2012.files.wordpress.com/2017/03/lpsp-pk.pdf.Diakses pada tanggal 16
Februari 2019.
2017. Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan Jiwa Dengan Masalah Resiko Perilaku
Kekerasan. https://samoke2012.files.wordpress.com/2017/03/lpsp-pk-b.pdf.Diakses
pada tanggal 16 Februari 2019.
LAPORAN PENDAHULUAN
Waham

A. Masalah Utama
Perubahan Proses Pikir: Waham

B. Proses Terjadinya Masalah


1. Pengertian
Waham adalah suatu keyakinan yang salah yang dipertahankan secara kuat atau
terusmenerus, tapi tidak sesuai dengan kenyataan. Waham adalah termasuk gangguan
isi pikiran. Pasien meyakini bahwa dirinya adalah seperti apa yang ada di dalam isi
pikirannya. Waham sering ditemui pada gangguan jiwa berat dan beberapa bentuk
waham yang spesifik sering ditemukan pada penderita skizofrenia.

2. Tanda dan gejala


a. Tanda dan gejala umum
1) Klien mengungkapkan sesuatu yang diyakinninya (tentang agama, kebesaran,
kecurigaan, keadaan dirinya berulang kali secara berlebihan tetapi tidak sesuai
dengan kenyataan
2) Klien tampak tidak mempunyai orang lain
3) Curiga
4) Bermusuhan
5) Merusak diri sendiri, orang lain dan lingkungan
6) Takut dan sangat waspada
7) Tidak tepat menilai lingkungan/realitas
8) Ekspresi wajah tegang
9) Mudah tersingung
b. Tanda dan gejala berdasarkan jenis
Tanda dan gejala waham berdasarkan jenisnya meliputi :
1) Waham kebesaran: individu meyakini bahwa ia memiliki kebesaran atau
kekuasaan khusus yang diucapkan berulang kali, tetapi tidak sesuai kenyataan.
Misalnya, “Saya ini pejabat di separtemen kesehatan lho!” atau, “Saya punya
tambang emas.”
2) Waham curiga: individu meyakini bahwa ada seseorang atau kelompok yang
berusaha merugikan/mencederai dirinya dan siucapkan berulang kali, tetapi
tidak sesuai kenyataan. Contoh, “Saya tidak tahu seluruh saudara saya ingin
menghancurkan hidup saya karena mereka iri dengan kesuksesan saya.”
3) Waham agama: individu memiliki keyakinan terhadap terhadap suatu agama
secara berlebihan dan diucapkan berulang kali, tetapi tidak sesuai kenyataan.
Contoh, “Kalau saya mau masuk surga, saya harus menggunakan pakaian putih
setiap hari.”
4) Waham somatic: individu meyakini bahwa tubuh atau bagian tubuhnya
terganggu atau terserang penyakit dan diucapkan berulang kali, tetapi tidak
sesuai dengan kenyataan. Misalnya, “Saya sakit kanker.” (Kenyataannya pada
pemeriksaan laboratorium tidak ditemukan tanda-tanda kanker, tetapi pasien
terus mengatakan bahwa ia sakit kanker).
5) Waham nihilistik: Individu meyakini bahwa dirinya sudah tidak ada di
dunia/meninggal dan diucapkan berulang kali, tetapi tidak sesuai kenyataan.
Misalnya, ”Ini kan alam kubur ya, sewmua yang ada disini adalah roh-roh”.
6) Waham sisip pikir : keyakinan klien bahwa ada pikiran orang lain yang
disisipkan ke dalam pikirannya.
7) Waham siar pikir : keyakinan klien bahwa orang lain mengetahui apa yang dia
pikirkan walaupun ia tidak pernah menyatakan pikirannya kepada orang
tersebut
8) Waham kontrol pikir : keyakinan klien bahwa pikirannya dikontrol oleh
kekuatan di luar dirinya.

3. Rentang Respon
Adaftif Maladaptif

Pikiran logis Proses pikiran Gangguan proses


Persepsi akurat Kadang ilusi piker:waham
Emosi konsisten Emosi +/- PSP : halusinasi
Perilaku sesuai Perilaku tidak sesuai Kerusakan emosi
Hubungan sosial Menarik diri Perilaku tidak sesuai
Isolasi social terorganisir
4. Penyebab
a Faktor Predisposisi
1) Genetis : diturunkan, adanya abnormalitas perkembangan sistem saraf yang
berhubungan dengan respon biologis yang maladaptif.
2) Neurobiologis : adanya gangguan pada korteks pre frontal dan korteks limbic
3) Neurotransmitter : abnormalitas pada dopamine, serotonin dan glutamat.
4) Psikologis :ibu pencemas, terlalu melindungi, ayah tidak peduli.
b. Faktor Presipitasi
1) Proses pengolahan informasi yang berlebihan
2) Mekanisme penghantaran listrik yang abnormal.
3) Adanya gejala pemicu

5. Sumber Koping
Ada beberapa sumber koping individu yang harus dikaji yang dapat berpengaruh
terhadap gangguan otak dan prilaku kekuatan dalam sumber koping dapat meliputi
seperti : modal intelegensi atau kreativitas yang tinggi. Orang tua harus secara aktif
mendidik anak-anaknya, dewasa muda tentang keterampilan koping karena mereka
biasanya tidak hanya belajar dan pengamatan. Sumber keluarga dapat berupa
pengetahuan tentang penyakit, finansial yang cukup, ketersediaan waktu dan tenaga
dan kemampuan untuk memberikan dukungan secara berkesinambungan.

6. Mekanisme Koping
Perilaku yang mewakili upaya untuk melindungi klien dari pengalaman yang
menakutkan dengan respon neurobiologist yang maladaptive meliputi: regresi
berhubungan dengan masalah proses informasi dengan upaya untuk mengatasi
ansietas, proyeksi sebagai upaya untuk menjelaskan kerancuan persepsi, menarik diri,
pada keluarga: mengingkari.

C. Pohon Masalah
Efek/Akibat Resiko mencederai diri, orang lain dan
lingkungan

Core/Problem Perubahan proses pikir : waham

Penyebab/ Etiologi Harga diri rendah


D. Masalah Keperawatan yang mungkin muncul
Masalah keperawatan : Perubahan isi piker : waham

E. Data Yang Perlu Dikaji


1. Data subjektif :
Klien mengungkapkan sesuatu yang diyakininya ( tentang agama, kebesaran,
kecurigaan, keadaan dirinya) berulang kali secara berlebihan tetapi tidak sesuai
kenyataan.
2. Data objektif :
Klien tampak tidak mempunyai orang lain, curiga, bermusuhan, merusak (diri, orang
lain, lingkungan), takut, kadang panik, sangat waspada, tidak tepat menilai
lingkungan / realitas, ekspresi wajah klien tegang, mudah tersinggung.

F. Diagnosis Keperawatan
Perubahan proses piker : waham

G. Rencana Tindakan Keperawatan


Diagnosa Keperawatan:Perubahan Proses Pikir: Waham
1. Tujuan umum :
Klien tidak terjadi perubahan proses pikir: waham
2. Tujuan khusus :
1) Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat
Tindakan :
a. Bina hubungan. saling percaya: salam terapeutik, perkenalkan diri, jelaskan
tujuan interaksi, ciptakan lingkungan yang tenang, buat kontrak yang jelas
topik, waktu, tempat).
b. Jangan membantah dan mendukung waham klien: katakan perawat menerima
keyakinan klien “saya menerima keyakinan anda” disertai ekspresi menerima,
katakan perawat tidak mendukung disertai ekspresi ragu dan empati, tidak
membicarakan isi waham klien.
c. Yakinkan klien berada dalam keadaan aman dan terlindungi: katakan perawat
akan menemani klien dan klien berada di tempat yang aman, gunakan
keterbukaan dan kejujuran jangan tinggalkan klien sendirian.
d. Observasi apakah wahamnya mengganggu aktivitas harian dan perawatan diri.
2) Klien dapat mengidentifikasi kemampuan yang dimiliki
Tindakan :
a. Beri pujian pada penampilan dan kemampuan klien yang realistis.
b. Diskusikan bersama klien kemampuan yang dimiliki pada waktu lalu dan saat
ini yang realistis.
c. Tanyakan apa yang biasa dilakukan kemudian anjurkan untuk melakukannya
saat ini (kaitkan dengan aktivitas sehari hari dan perawatan diri).
d. Jika klien selalu bicara tentang wahamnya, dengarkan sampai kebutuhan
waham tidak ada. Perlihatkan kepada klien bahwa klien sangat penting.
3) Klien dapat mengidentifikasikan kebutuhan yang tidak terpenuhi
Tindakan :
a. Observasi kebutuhan klien sehari-hari.
b. Diskusikan kebutuhan klien yang tidak terpenuhi baik selama di rumah
maupun di rumah sakit (rasa sakit, cemas, marah)
c. Hubungkan kebutuhan yang tidak terpenuhi dan timbulnya waham.
d. Tingkatkan aktivitas yang dapat memenuhi kebutuhan klien dan memerlukan
waktu dan tenaga (buat jadwal jika mungkin).
e. Atur situasi agar klien tidak mempunyai waktu untuk menggunakan
wahamnya.
4) Klien dapat berhubungan dengan realitas
Tindakan :
a. Berbicara dengan klien dalam konteks realitas (diri, orang lain, tempat dan
waktu).
b. Sertakan klien dalam terapi aktivitas kelompok : orientasi realitas.
c. Berikan pujian pada tiap kegiatan positif yang dilakukan klien
5) Klien dapat menggunakan obat dengan benar
Tindakan :
a. Diskusikan dengan kiten tentang nama obat, dosis, frekuensi, efek dan efek
samping minum obat
b. Bantu klien menggunakan obat dengan priinsip 5 benar (nama pasien, obat,
dosis, cara dan waktu).
c. Anjurkan klien membicarakan efek dan efek samping obat yang dirasakan
d. Beri reinforcement bila klien minum obat yang benar.
6) Klien dapat dukungan dari keluarga
Tindakan :
a. Diskusikan dengan keluarga melalui pertemuan keluarga tentang: gejala
waham, cara merawat klien, lingkungan keluarga dan followup obat.
b. Beri reinforcement atas keterlibatan keluarga.

Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan

A. Proses Keperawatan
(terlampir 1)
B. Strategi Komunikasi dan Pelaksanaan ( latihan fase orientasi, kerja dan terminasi setiap
SP)
(terlampir 5)

Referensi :

Setiana Aji dkk. 2015. Asuhan Keperawatan Jiwa Dengan Masalah Resiko Perilaku
Kekerasan. https://id.scribd.com/doc/200689473/LP-DAN-SP-WAHAM.Diakses pada
tanggal 16 Februari 2019.

Kumolo Gilang Cahyo. 2014. Laporan Pendahuluan Dan Asuhan KeperawatanPada Pasien
Dengan Waham Di Puri Anggrek RSJ Menur Surabaya. https://www.academia.edu/
9554704/LAPORAN_PENDAHULUAN_WAHAM.Diakses pada tanggal 16 Februari
2019.
LAPORAN PENDAHULUAN
Harga Diri Rendah
A. Masalah Utama
Gangguan Masalah HDR (Harga Diri Rendah)

B. Proses Terjadinya Masalah


1. Pengertian
Harga diri rendah adalah perasaan tidak berharga,tidak berarti dan rendah diri yang
berkepanjangan akibat evaluasi yang negatif terhadap diri sendiri atau kemampuan
diri. Adanya perasaan hilang kepercayaan diri, merasa gagal karena tidak mampu
mencapai keinginan sesuai ideal diri. ( Yosep,2009)

2. Tanda dan gejala


Menurut Carpenito dalam keliat (2011), perilaku yang berhubungan dengan harga diri
rendah antara lain :
a. Data Subjectif : mengkritik diri sendiri atau orang lain perasaan tidak mampu,
pandangan hidup yang pemsimis, perasaan lemah dan takut, penolakan terhadap
kemampuan diri sendiri, pengurangan diri/ mengejek diri sendiri, hidup yang
berpolarisasi, ketidak mapuan menentukan tujuan mengungkapkan kegagalan
pribadi, merasionalkan penolakan.
b. Data Objektif, produktivitas menurun, perilaku destruktiv pada diri sendiri dan
orang lain penyalahgunaan zat, menarik diri dari hubungan social, ekspresi wajah
malu dan rasa bermasalah, menunjukkan tanda depresi (sukarr tidur sukar makan),
tampak mudah tersinggung/mudah marah. (Eko, 2014 :106)
Ciri khas dari harga diri rendah menurut Damainyanti (2008), tanda geja dan
gejala harga diri rendah kronik adalah sebagai berikut :
a. Mengkritiik diri sendiri
b. Persaan tidak mampu
c. Pandangan hidup yang peseimis
d. Penurunan produktivitas
e. Penolakan terhadap kemampuan diri.

Selaian data diatas, dapat juga mengamati penampilan seseorang dengan harga diri
rendah, terlihat darikurang memperhatikan perawatan diri, berpakaian tidak rapi,
selera makan kurang, tidak berani menatap lawan bicara, lebbih banyak
menunduk, bicara lambat dengan suara nada lemah. (Iskandar, 2014: 40)
3. Rentang Respon
Respon Respon
Adaptif Maladaptif

Aktualisasi Konsep Diri Harga Diri Keracunan Depersonalisasi


Diri Positif Rendah Identitas
(Iskandar, 2014:38)

a. Respon adaptif
Respon adaptif adalah kemampuan individu dalam menyelesaikan masalah yang
dihadapinya
1) Aktualisasi diri adalah pernyataan diri tentang konsep diri yang positif dengan
latar belakang pengalaman nyata yang sukses dan dapat diterima.
2) Konsep diri positif adalah apabila individu mempunyai pengalaman yang
positif dalam beraktualisasi diri dan menyadari hal-hal positif maupun yang
negatif dari dirinya. (Eko, 2014: 102)
b. Respon Maladaptif
Respon maladaptif adalah respon yang diberikan individu krtika dia tidakmampu
lagi menyelesaikan masalah yang dihadapi.
1) Harga diri rendah adalah individu yang cenderung untuk menilai dirinya yang
negatif dan merasa lebih rendah dari orang lain.
2) Kerancuan identitas adalah identitas diri kacau atau tidak jelas sehingga tidak
memberikan kehidupan dalam mencapai tujuan.
3) Depersonalisasi (tidak mengenal diri) tidak mengenal diri yaitu mempunyai
kepribadian yang kurang sehat, tidak mampu berhubungan dengan orang lain
secara intim. Tidak ada rasa percaya diri atau tidak dapat membina hubungan
baik dengan orang lain. (Eko, 2014:102)

4. Penyebab
a. Faktor Predisposisi
1) Factor yang mempengaruhi harga diri meliputi penolakan orang tua, harapan
orang tua yang tidak realistis, kegagalan yang berulang, kurang mempunyai
tangguang jawab personal, ketergantungan pada orang lain, dan idial diri yang
tidak realistis.
2) Factor yang mempengaruhi performa peran adalah stereotype peran gender,
tuntutan peran kerja, dan harapan peran budaya.
3) Factor yang mempengaruhi identitas pribadi meliputi ketidakpercayaan orang
tua, tekanan dari kelompok sebaya, dan perubahan struktur social.
(Iskandar,2014:39)
b. Faktor Presipitasi
Menurut yosep (2009), factor presipitasi terjadinya harga diri rendah biasanya
adalah kehilangan bagian tubuh, perubahan penampilan/bentuk tubuh, kegagalan
atau produktifitas yang menuurun.
Secara umum, gangguan konsep diri harga diri rendah ini dapat terjadi secara
situasional atau kronik. Secara situasional karena trauma yang muncul secara tiba-
tiba, misalnya harus dioperasi, kecelakan, perkosaan atau dipenjara, termasuk
dirumah sakit bisa menyebabkan harga diri rendah disebabkan karena penyakit
fisik atau pemasanagan alat bantu yang mebuat yang mebuat klien tidak nyaman.
Harga diri rendah kronik biasanya dirasakan klien sebelum sakit atau sebelum
dirawat klien sudah memiliki pikiran negative dan meningkt saat dirawat.
(Iskandar, 2014:39-40)

5. Sumber Koping
a. Aktivitas olahraga dan aktivitas lain di luar rumah
b. Hobi dan kerajinan tangan
c. Seni yang ekpresif
d. Kesehatan dan kerawatan diri
e. Pekerjaan, vokasi, atau posisi
f. Bakat tertentu
g. Kecerdasan
h. Imaginasi dan kreativitas
i. Hubungan interpersonal

6. Mekanisme Koping
Mekanisme koping jangka pendek yang bisa dilakukan pasien harga diri rendah adalah
kegiatan yang dilakukan untuk lari sementara dari krisis, misalnya pemakaian obat-
obatan, kerja keras, nonton tv terus menerus. Kegiatan mengganti identitas sementara,
misalnya ikut kelompok social, keagamaan dan politik. Kegiatan yang memberi
dukungan sementara, seperti menikuti suatu kompetisi atau kontes popularitas,
kegiatan mencoba menghilangkan anti identitas sementara, seperti penyaahgunaan
obat-obatan. Jika mekanisme koping jangka pendek tidak memberi hasil yang
diharapkan individu akan mengembangkan mekanisme koping jangka panjang. (Eko,
2014:106)

C. Pohon Masalah
Efek/Akibat isolasi social

Core/Problem Harga diri rendah


kronik

Penyebab/ Etiologi koping individ tidak


efektif

D. Masalah Keperawatan yang mungkin muncul


Masalah konsep dir nerkaitan dengan perasaan ansietas, bermusuhan dan rasa bersalah.
Masalah ini sering menimbulkan proses penyebaran diri dan sirkular bagi individu yang
dapat menyebabkan respon koping maladaptive. Respon ini dapat terlihat pada berbagai
macam individu yang mengalami ancaman integritas fisik atau sistem diri.
Diagnosa tunggal adalah:
1. Harga diri rendah kronik
2. Koping individu tidak efektif
3. Isolasi social
Diagnosa ganda adalah:
1. Isolasi sosial berhubungan denga harga diri rendah kronik
2. Harga diri rendah berhubungan dengan koping individu tidak efektif (Iskandar,
2014:45)

E. Data Yang Perlu Dikaji


1. Masalah utama
Gangguan konsep diri : harga diri rendah
Data subyektif :
a. Mengungkapkan ingin diakui jati dirinya
b. Mengungkapkan tidak ada lagi yang peduli
c. Mengungkapkan tidak bisa apa-apa
d. Mengungkapkan dirinya tidak berguna
e. Mengkritik diri sendiri
Data obyektif :
a. Merusak diri sendiri
b. Merusak orang lain
c. Menarik diri dari hubungan sosial
d. Tampak mudah tersinggung
e. Tidak mau makan dan tidak tidur
2. Masalah keperawatan :
Penyebab gangguan citra tubuh
Data subyektif :
a. Mengkritik diri sendiri
b. Mengungkapkan perasaan main terhadap diri sendiri
c. Mengungkapkan malu dan tidak bisa bila diajak melakukan sesuatu
d. Perasaan tidak mampu
e. Perasaan negatif mengenai dirinya sendiri
Data obyektif :
a. Tampak sedih dan tidak melakukan aktivitas yang seharusnya dapat dilakukan
b. Wajah tampak murung
c. Klien terlihat lebih suka sendiri
d. Bingung bila disuruh memilih alternatif tindakan
3. Masalah keperawatan
Akibat Isolasi sosial : menarik diri
Data subyektif :
a. Mengungkapkan tidak berdaya dan tidak ingin hidup lagi
b. Mengungkapkan enggan berbicara dengan orang lain
c. Klien malu bertemu dan berhadapan dengan orang lain
Data obyektif :
a. Ekspresi wajah kosong
b. Tidak ada kontak mata ketika diajak bicara
c. Suara pelan dan tidak jelas
F. Diagnosis Keperawatan
1. Harga diri rendaj
2. Isolasi sosial
3. Koping keluarga inefektif

G. Rencana Tindakan Keperawatan


Isolasi sosial berhubungan denga harga diri rendah kronik
Harga diri rendah berhubungan dengan koping individu tidak efektif
1. Tujuan Umum
Klien dapat berhubungan dengan orang lain secara optimal
2. Tujuan Khusus
a. TUK 1 :Klien dapat membenina hubungan saling percaya
Kreteria hasil :
1) Ekspresi wajah klien bersahabat
2) Menunjukan rasa tenang dan ada kontak mata
3) Mau berjabat tangan dan mau menyebutkan nama
4) Mau menjawab salam dan mau duduk berdampingan dengan perawat
5) Mau mengutamakan masalah yang dihadapi
Bina hubungan saling percaya dengan mengungkapkan prinsip komunikasi
terapeutik:
1) Sapa klien dengan rama dan baik secara verbal dan non verbal
2) Perkenalkan diri dengan sopan
3) Tanyakan nama lengkap klien dengan nama panggilan yang disukai klien.
4) Jelaskan tujuan pertemuan.
5) Jujur dan menepati janji
6) Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya
7) Beri perhatian pada klien dan perhatikan kebutuhan dasar klien
Rasional :
Hubungan saling percaya merupakan dasr untuk kelancaran hubungan interaksi
selanjutnya. (Kartika, 2015:54)
b. TUK II : Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
Kreteria evaluasi :
Klien mampu mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki klien :
1) Kemampuan yang dimiliki klien.
2) Aspek positif keluarga
3) Aspek positif lingkungan yang dimiliki klien
Intervensi :
1) Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki klien.
Rasional :
Mendiskusikan tingkat kemampuan klien menilai realitas, control diri atau
integritas ego diperlukan sebagai dasar asuhan keperawatannya.
2) Setiap bertemu hindarkan dari memberi nilai negatif
Rasional :
Reinforcement positif akan meningkatkan harga diri klien
3) Usahakan memberikan pujian yang realistik
Rasional :
Pujian yang reaslistik tidak menyebabkan klien melakukan kegiatan hanya ingin
mendapatkan pujian. (Kartika, 2015:54-55)
c. TUK III : klien dapat menilai kemampuan yang digunakan
Kreteria evaluasi :
Klien menilai kreteria yaang dapat digunakann
Intervensi :
1) Diskusikan dengan klien kemampuan yang masih dapat dilakukan dalam sakit.
Rasional :
Keterbukaan dan pengertian tentang kemampuan yang dimiliki adalah prasarat
untuk berubah
2) Diskusikan kemampuan yangb masih dapat dilanjutkan penggunaannya.
Rasional :
Pengertian tentang kemampuan yang masih dimiliki klien memotivasi ubtuk tetap
mempertahankan penggunaannya.(Kartika, 2015:55)
d. TUK IV : Klien dapat merencanakan kegiatan dengan kemampuan yang dimilik.
Kreteria Evaluasi ;
Klien membuat rencana kegiatan harian
Intervensi
1) Rencanakan bersama klien aktivitasyang dapat dilakukan setiap hari sesuai
denagan kemampuan : kegiatan mandiri, kegiatan dengan bantuan sebagaian
kegiatan yang membutuhkan bantuan total.
Rasional :
Membentuk individu yang bertanggung jawab terhadap diri sendiri.
2) Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi klien
Rasional :
Klien perlu bertindak secara realistik dalam kehidupannya
3) Beri contoh pelaksanaan kegiatan yang boleh dilakuak klien.
Rasioanal :
Contoh perilaku yang dilihat klien akan memotivasi klien untuk melaksanakan
kegiatan. (Kartika, 2015:56)
e. TUK V : Klien dapat melaksanakan kegiatan yang boleh dilakuakan
Kreteria Evaluasi :
Klien melakuka kegiatan sesuai kondisi sakit dan kemampuannya
Intervensi :
1) Beri kesempatan pada klien untuk mencoba kegiatan yang telah direncakan.
Rasional :
Memberikan kesempatan kepada klien mandiri dapat meningkatkan motivasi dan
haarga diri klien
2) Beri pujian atas keberhasilan klien
3) Diskusikan kemngkinan pelaksanaan di rumah
Rasionak :
Memberikan kesempatan kepada klien untuk tetap melakukan kegiatan yang biasa
dilakukan. (Kartika, 2015:56-57)
f. TUK VI : klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada di keluarga.
Krteria evaluasi
Klien memanfaatkan sistem pendukung yang ada dikeluarga
Intervensi
1) Beri pendiidkan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat klien dengan harga
diri rendah.
Rasional :
Mendorong keluarga untuk mampu merawat klien mandiri di rumah.
2) Banntu keluarga memberikan dukungan selama klien di rawat
Rasional :
Support sytem keluarga akan sangat mempengaruhi dalam mempercepat proses
penyembuhan klien
3) Bantu keluargamenyiapkan lingkungan rumah
Rasional :
Meningkatkan peran serta keluarga dalam merawat klien di rumah. (Kartika,
2015:57)
Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan

A. Proses Keperawatan
(terlampir 1)
B. Strategi Komunikasi dan Pelaksanaan ( latihan fase orientasi, kerja dan terminasi setiap
SP)
(terlampir 6)

Referensi :

2017.Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan Jiwa Pasien Dengan Masalah HDR (Harga
Diri Rendah). Akademi Kesehatan Rustida Prodi D-Iii Keperawatan Krikilan-Glenmore
Banyuwangi. Digilib. Unimus.ac.id/download.php?id=1429. Diakses pada tanggal 16
Februari 2019.
LAPORAN PENDAHULUAN
Resiko Bunuh Diri

A. Masalah Utama
Resiko Bunuh Diri (RBD)
B. Proses Terjadinya Masalah
1. Pengertian
Bunuh diri merupakan tindakan yang secara sadar dilakukan oleh pasien untuk
mengakhiri kehidupannya. Menurut Maris, Berman, silverman, dan Bongar (2000).
Bunuh diri memiliki 4 pengertian, antara lain:
a. Bunuh diri adalah membunuh diri secara intensional
b. Bunuh diri dilakukan dengan intensi
c. Bunuh diri dilakukan oleh diri sendiri kepada diri sendiri
d. Bunuh diri bisa terjadi secara tidak langsung (aktif) atau tidak langsung (pasif),
misalnya dengan tidak meminum obat yang mementukan kelangsungan hidup atau
secara sengaja berada di rel kereta api.

2. Tanda dan gejala


a. Sedih
b. Marah
c. Putus asa
d. Tidak berdaya
e. Memberikan isyarat verbal maupun non verbal

3. Rentang Respon
a. Peningkatan diri. Seseorang dapat meninkatkan proteksi atau pertahabab diri
seecara wajar terhadap situasional yang membutuhkan pertahanan diri. Sebagai
contoh seseorang mempertahankan diri dari pendapatnya yang berbeda mengenai
loyalitas terhadap pimpinan ditempat kerja
b. Beresiko destrukti. Seseorang memiliki kecenderungan atau beresio mengalami
perlaku destruktif menyalahkan diri sendiri terhadap situasiyang seharusnya dapat
mempertahankan diri, seperti seseorang merasa patahsemangat bekerja ketika
dirinya dianggap tidak loyal terhadapat pimpinan padahal sudah melakukab
pekerjaan secara optimal
c. Destruktif diri tidak langsung. Seseorang telah mengambil sikap yang kurang tepat
(maladaptif) terhadap situasi yang membutuhkan diri untuk mempertahankan diri.
Misalnya, karena pandangan pimpinan terhadap kerjanya yang tidak loyal, maka
seorang karyawan menjadi tidak masuk kantor atau bekerja seenaknya dan tidak
optimal
d. Pencederaan diri. Seseorang melakukan percobaan bunuh diri atau pencederaan
diri akibat hilangnya harapan terhadap situasiyang ada
e. Bunuh diri. Seseorang telah melakukan kegiatan bunuh diri sampai dengan
nyawanya hilang

4. Penyebab
c Faktor Predisposisi
lima faktor predisposisi yang menunjang pada pemahaman perlakuk destrukti diri
sepanjang siklus kehidupan adalah sebagai berikut :
1) Diagnosis Psikiatrik
Lebih dari 90% orang dewasa yang mengakhiri hidup dengancara bunuh diri
mempunyai riwayat gangguan jiwa. Tiga gangguan jiwa yang dapat membuat
individu berisiko untuk melakukan tindakan bunu diri adalahgangguan affektif,
penyalahgunaan zat, dan skizorenia
2) Sifat Kepribadian
Tiga tipe kepribadian yang erat hubungan dengn besarnya resiko bunuh diri
adalah antipasti, implusif, dan depresi
3) Lingkungan Psikososial
Faktor predisposisi terjadinyaperlakuk bunuhdiri, diantaranyaadalah
pengalaman kehilangan, kehilangan dekungan social, kejadian-kejadian negate
dalam hidup, penyakit krinis, perpisahan, atau bahkan perceraian. Kekuatan
dukungan social sangat penting dalam meciptakan itervensiyang terapeutik,
dengan terlebih dahulu mengetahui penyebab masalah, respons seseorang
dalam menghadapi masalah tersebut, dan lain-lain
4) Riwayat Keluarga
Riwayat keluarga yang pernah melakukan bunuh diri merupakan faktor penting
yang dapat menyebabkan seseorang melakukan tindakan bunuh diri
5) Faktor Biokimia
Data menunjukkan bahwa paa klien dengan resiko bunuh diri terjadi
peninfktan zat-zat kimia yang terdapat didalam otak seperti serotin, adrenalin,
dan dopamine. Peningkatan zat tersebut dapat dilihat melalui ekaman
gelombang otak Electro Encephalo Graph (EEG)
d Faktor Presipitasi
Perilaku estruktif diri dapat ditumbulkan oleh stress berlebihan yang dialami oleh
individu. Pencetusnya sering kali berupa kejadian hidup yang memalukan. Faktor
lain yang dapat menjadi penetus adalah melihat atau membaca melalui media
engenai orang yang melakukan bunuh dii ataupun prcobaan bunuh diri. Bagi
individu yang emosinya labil, hal tersebut menjadi sangat rentan

5. Sumber Koping
Pasien dengan penyakit kronis, nyeri, atau penyakit yang mengancam kehidupan dapat
melakukan perilaku destruktif- diri. Sering kali pasien secara sadar memilih untuk
bunuh diri.

6. Mekanisme Koping
Stuart (2006) mengungkapkan bahwa mekanisme pertahanan ego yang berhubungan
dengan prilaku destruktif- diri tidak langsung adalah penyangkalan, rasionalisasi,
intelektualisasi, dan regresi.

C. Pohon Masalah

Efek/Akibat Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan

Core/Problem Resiko bunuh diri

Penyebab/ Etiologi Harga diri rendah

D. Masalah Keperawatan yang mungkin muncul


1. Risiko bunuh diri
2. Keputus asaan
3. Ketidak berdayaan
4. Gangguan konsep diri: HDR
5. Gangguan konsep diri: Gangguan citra tubuh
6. Kecemasan
7. Berduka disfungsional
8. Koping individu tak efektif
9. Penatalksanaan regimen therapeutic in eekti
10. Koping keluarga tak efektif: Ketidakmampuan

E. Data Yang Perlu Dikaji


1. Riwayat Masa Lalu
a) Riwayat percobaan bunuh diri dan mutilasi diri
b) Riwayat keluarga terhdapa bunuh diri
c) Riwayat gangguan mood, penyalahgunaan NAPZA dan skizorenia
d) Riwayat penyakit fisik yang kronik, nyeri kronik
e) Klien yang memilikiriwayat gangguan kepribadian borderline, paranoid antisosial
f) Klien yang sedang mengalami kehilangan dan proses berduka
2. Peristiwa hidup yang menimbulkan stress dan kehilangan yang baru dialami
3. Hasil dan alat pengkajian yang terstandarisasi untuk depresi
4. Riwayat pengobatan
5. Riwayat pndidikan dan pekerjaan
6. Catat ciri-ciri respon psikologik, kognitif, emosional dan perilaku dari individu
dengan gangguan mood
7. Kaji adanya faktor resiko bunuh diri dan letalitas perilau bunuh diri :
a) Tujuan klien misalnya agar terlepas daristres, social masalah yang sulit
b) Rencana bunuh diri termasuk apakah klien memiliki rencana yang teratur dan
cara-cara melaksanakan recana tersebut
c) Keadaan jika klien (misalnya adanya gangguan pikiran, tingkat gelisah,
keparahan gangguan mood)
d) Sistem pendukung yang ada
e) Stressor saat ini yang mempengaruhi klien, termasuk penyakit lain (baik
psikiatrik maupun medic), kehilangan yang baru dialamidan riwayat
penyalahgunaan zat
f) Kaji sistem pendukung keluarga dan kaji pengetahuan dasar keluarga klien, atau
keluaraga tentang gejala, meditasi dan rekomendasi pengobatan gangguan mood,
tanda-tnda kekambuhna dan tindakan perawatan diri

F. Diagnosis Keperawatan
1. Perilaku kekerasan (Resiko menceerai diri sendiri)
2. Resiko bunuh diri
3. Gangguan interkasi social (menarik diri)
4. Gangguan konsep diri (harga diri rendah)

G. Rencana Tindakan Keperawatan


1. Bina hubungan saling perccaya
2. Membantu pasien mengenalpenyebab reskio bunuh diri
3. Membantu pasien uantuk berinteraksi dengan orang lain secara bertahap

Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan

A. Proses Keperawatan
(terlampir 1)
B. Strategi Komunikasi dan Pelaksanaan ( latihan fase orientasi, kerja dan terminasi setiap
SP)
(terlampir 6)

Referensi :

Prama Aruna. 2011. Laporan Pendahuluanasuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Resiko
Bunuh Diridi Rsjd. Amino Gondohutomosemarang. https://www.academia.edu/24
51157 3/Lp_resiko_bunuh_diri. Diakses pada tanggal 16 Februari 2019.
Dessy Rossyta. Asuhan Keperawatan Resiko Bunuh Diri. https://www.academia.ed
u/8977353/Asuhan_Keperawatan_RESIKO_BUNUH_DIRI. Diakses pada tanggal 16
Februari 2019.
FORMAT LAPORAN PENDAHULUAN
Isolasi Sosial

A. Masalah Utama
Pasien dengan masalah Isolasi Sosial ( Menarik diri )
B. Proses Terjadinya Masalah
1. Pengertian
Kemunduran fungsi social dialami seseorang di dalam diagnose keperawatan jiwa
disebut isolasi social. isolasi social merupakan keadaan dimana seseorang individu
mengalami penurunan atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan
orang lain disekitarnya ( Yosep, sutini,2014). pasien dengan isolasi social mengalami
gangguan dalam berinteksi dan mengalami perilaku tidak ingin berkomunikasi dengan
orang lain, lebih menyukai berdiam diri, dan menghindar dari orang lain.

2. Tanda dan gejala


a. Gejala subjektif
1) Klien menceritakan perasaan kesepian atau ditolak oleh orang lain
2) Klien merasa tidakaman berada dengan orang lain
3) Klien merasa bosan
4) Klien tidak mampu berkonsentrasi dan mebuat keputusan
5) Klien merasa tidak berguna
b. Gejala objektif
1) Menjawab pertanyaan dengan singkat, yaitu “ya” atau “tidak” dengan pelan
2) Respon verbal kurang dan sangat singkat atau tidak ada
3) Berpikir tentang sesuatu menurut pikirannya sendiri
4) Menyendiri dalam ruangan, sering melamun
5) Mondar-mandir atau sikap mematug atau melakukan gerakan secara berulang-
ulang
6) Apatis (kurang acuh terhadap lingkungan)
7) Ekspresi wajah tidak berseri
8) Tidak merawat diri dan tidak memperhatikan keberishan diri
9) Kontak mata kurang atau tidak ada dan sering menunduk
10) Tidak atau kurang sadar terhadap lingkungan sekitarnya
3. Rentang Respon
Respon adaptif adalah respon individu dalam menyelesaikan dengan cara yang dapat
diterima oleh noma-norma masyarakat. Menurut sujono & teguh ( 2009 ) respon
adaptif meliputi :
a. Solitude atau menyendiri
Respon yang dilakukan individu untuk merenungkan apa yang telah terjadi atau
dilakukan dan suatu cara mengevaluasi diri dalam menentukan rencana-rencana.
b. Autonomu atau otonomi
Kemampuan individu dalam menentukan dan menyampaikan ide, pikiran,
perasaan dalam hubungan social. individu mampu menetapkan untuk
interdependen dan pengaturan diri.
c. Mutuality atau kebersamaan
Kemampuan individu untuk saling pengertian, saling memberi, dan menerima
dalam hubungan interpersonal
d. Interdependen atau saling ketergantungan
suatu hubungan saling ketergantungan saling tergantung antar individu dengan
orang lain dalam membina hubungan interpersonal.
Respon maladaptif adalah respon individu dalam menyelesaikan masalah dengan
cara-cara yang bertentangan dengan norma-norma agama dan masyarat. menurut
sujono & teguh (2009) respon maladatif tersebut adalah :
a. Manipulasi
Gangguan social dimana individu memperlakukan orang lain sebagai obyek,
hubungan terpusat pada masalah mengendalikan orang lain dan individu
cenderung berorientasi pada diri sendiri. tingkah laku mengontrol digunakan
sebagai pertahanan terhadap kegagalan atau frustasi dan dapat menjadi alat
untuk berkuasa pada orang lain.
b. Impulsif
Respon social yang ditandai dengan individu sebagai subyek yang tidak dapat
diduga, tidak dapat dipercaya, tidak dapat dipercaya, tidak mampu
merencanakan, tidak mampu untuk belajar dari pengalaman dan miskin
penilaian.
c. Narkisisme
Rewspon social ditandai dengan individu memiliki tingkah laku egosentris,
harga diri yang rapuh, terus menerus berusaha mendapatkan penghargaan dan
mudah marah jika tidak mendapat dukungan dari orang lain.
4. Penyebab
a Faktor Predisposisi
Faktor predisposisi yaitu faktor yang bisa menimnulkan respon social yang
maaladaptif, faktor yang mungkin mempengaruhi termasuk :
1) Perkembangan
Tiap gangguan dalam pencapaian tugas perkembangan mencetuskan seseorang
akan mempunyai masalah respon maladatif
2) Biologik
Adanya keterlibatan faktor genetic, status gizi, kesehatan umum yang lalu dan
sekarang. Ada bukti terdahulu terlibatnya neurotransminer dalam
perkembangan gangguan ini, tetapi masih peril penelitian.
3) Sosiokultural
isolasi karena mengadopsi norma, perilaku dan system nilai yang berbeda dari
kelompok budaya mayoritas, seperti tingkat perkembangan usia, kecacatan ,
penyakit kronik, pendidikan, pekerjaan dan lain- lain.
b Faktor Presipitasi
stressor pencetus pada umunya mencakup kejadian kehidupan yang penuh stress
yang mempengaruhi kemampuan individu untuk berhubungan dengan orang lain
dan menyebabkan ansietas.
Stressor pencetus dapat dikelompokkan menjadi 2, yaitu :
1) Stressor sosiokultural
menurunnya stabilitas keluarga dan berpisah dari orang yang berarti, misalnya
penceraian, kematian, perpisahan kemiskinan, konflik social budaya
(peperangan, kerusuhan, kerawanan) dan sebagainya.
2) stressor psikologik
ansietas berat yang berkepanjangan dan bersamaan dengan keterbatasan
kemampuan untuk mengatasinya, misalnya perasaan cemas yang
mengambang, merasa terancam.

5. Sumber Koping
Hubungan dengan hewan peliharaan dan penggunaan kreatifitas untuk
mengekspresikan stress interpersonal misalnya kesenian, music, ataua tulisan
(Ernawati Dalami dkk,2009, hal 10)
6. Mekanisme Koping
Koping yang berhubungan dengan gangguan kepribadian antisosial antara lain
proyeksi, isolasi, idealisasi orang lain, merendahkan orang lain dan identifikasi
proyeksi.

C. Pohon Masalah
Efek/Akibat Risiko Gangguan Persepsi Sensorik
Halusinasi

Core/Problem Isolasi social : menarik diri

Penyebab/ Etiologi Gangguan Konsep Diri


Harga Diri Rendah

D. Masalah Keperawatan yang mungkin muncul


1) Isolasi social
2) Harga diri rendah kronis
3) Perbuhan persepsi sensori : halusinasi

E. Data Yang Perlu Dikaji


1) Subjektif
a) Klien mengatakan malas bergaul dengan orang lain
b) Klien mengatakan dirinya tidak ingin ditemani perawat dan mminta untuk sendiri
c) Klien mengatakan tidak mau berbicara dengan orang lain
d) Tidak mau berkomunikasi
2) Objektif
a) Kurang spontan
b) Apatis ( acuh terhadap lingkungan )
c) Ekspresi wajah kurang berseri
d) Tidak merawat diri sendirin tidak memperhatikan kebersihan
e) Tidak ada atau kurang komunikasi verbal
f) Mengisolasi diri
g) Asupan makanan dan minuman terganggu
h) Retensi urin dan feses
i) Aktivitas menurun
j) Kurang berenergi atau bertenaga
k) Rendah diri

F. Diagnosis Keperawatan
Isolasi sosial

G. Rencana Tindakan Keperawatan


1) Tindakan keperawatn untuk klien :
a) Membina hubungan saling percaya
b) Menyadari penyebab isolasi social
c) Melakukan interaksi dengan orang lain secara bertahap
2) Tindakan keperawatan untuk keluarga :
a) Keluarga mengetahui masalah isosiali social dan dampaknya pada klien.
b) Keluarga mengetahui penyebab isolasi social
c) Sikap keluarga untuk membantu klien mengatasi isolasi sosialnya
d) Keluarga mengetahui pengobatan yang benar untuk klien

Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan

A. Proses Keperawatan
(terlampir 1)
B. Strategi Komunikasi dan Pelaksanaan ( latihan fase orientasi, kerja dan terminasi setiap
SP)
(terlampir 8)

Referensi :

Eko Prabowo. 2014. Konsep & Aplikasi Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Nuha
Medika.

Farida Kusumawati & Yudi Hartono. 2012. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: Salemba
Medika.

Mukhripah Damaiyanti & Iskandar. 2012. Asuhan Keperawatan Jiwa. Bandung: PT Refika
Aditama. Trimeilia. 2011. Asuhan Keperawatan Klien Isolasi Sosial. Jakarta Timur:
TIM.
Lampiran 1
FORMAT
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN

Tanggal : ………………………………………………….
Hari ke : ………………………………………………….
Interaksi ke : ………………………………………………….

A. PROSES KEPERAWATAN
1. Kondisi Klien:
…………………………………………………………………………………………
……
…………………………………………………………………………………………
……
2. Diagnosis keperawatan :
…………………………………………………………………………………………
……
…………………………………………………………………………………………
……
3. Tujuan S:
…………………………………………………………………………………………
……
…………………………………………………………………………………………
……
4. Tindakan keperawatan :
…………………………………………………………………………………………
……
…………………………………………………………………………………………
……

B. STRATEGI KOMUNIKASI DALAM PELAKSANAAN TINDAKAN


KEPERAWATAN
ORIENTASI
1. Salam terapeutik :
………………………………………………………………………………….………
…...………………………………………………………………………………………
………
2. Evaluasi/validasi :
………………………………………………………………………………….………
…...………………………………………………………………………………………
………
3. Kontrak : Topik : ……………………………
Waktu : ……………………………
Tempat : ……………………………

KERJA (Langkah-langkah tindakan keperawatan)


1. …………………………………………………………………………………………
……
2. …………………………………………………………………………………………
……
3. …………………………………………………………………………………………
……
4. …………………………………………………………………………………………
……
5. …………………………………………………………………………………………
……
6. …………………………………………………………………………………………
……
Dan seterusnya

TERMINASI
1. Evaluasi respon klien terhadap tindakan
Evaluasi subyektif :
…………………………………………………………………………………………
……
Evaluasi obyektif :
…………………………………………………………………………………...............
.....
2. Rencana Tindak Lanjut (apa yang perlu dilatih klien sesuai dengan hasil
tindakan yang telah dilakukan) :
…………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………
………………
3. Kontrak yang akan datang :
Topik : ……………………………..
Waktu : ……………………………..
Tempat : ……………………………..
Lampiran 2

PEDOMAN ASUHAN KEPERAWATAN


KLIEN DENGAN DEFISIT PERAWATAN DIRI

Nama klien :.............................................. Dx Medis : ........................................


No RM : .............................................. Ruangan : ........................................
Tgl/ No Dx Tindakan Keperawatan Untuk Pasien Tindakan Keperawatan untuk
keluarga
SP 1 SP 1
1. Menjelaskan pentingnya kebersihan 1. Menjelaskan masalah yang
diri dirasakan keluarga dalam merawat
2. Menjelaskan cara menjaga kebersihan pasien
diri 2. Menjelaskan pengertian, tanda dan
3. Membantu pasien mempraktekkan gejala defisit perawatan diri dan
cara menjaga kebersihan diri jenis defisit perawatan diri yang
4. Menganjurkan pasien memasukkan dialami pasien, serta proses
dalam jadwal kegiatan terjadinya
3. Menjelaskan cara merawat pasien
dengan defisit perawatan diri
SP 2 SP 2
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian 1. Melatih keluarga mempraktekkan
pasien cara merawat pasien dengan defisit
2. Menjelaskan cara makan yang baik perawatan diri
3. Membantu pasien mempraktekkan 2. Melatih keluarga melakukan cara
cara makan yang baik merawat langsung kepada pasien
4. Menganjurkan pasien memasukkan defisit perawatan diri
dalam jadwal kegiatan harian
SP 3 SP 3
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian 1. Membantu keluarga membuat
pasien jadwal aktivitas di rumah termasuk
2. Menjelaskan cara eliminasi yang baik minum obat (dischange planning)
3. Membantu pasien mempraktekkan 2. Menjelaskan follow up pasien
cara eliminasi yang baik setelah pulang
4. Menganjurkan pasien memasukkan
dalam jadwal kegiatan harian
SP 4
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian
pasien
2. Menjelaskan cara berdandan
3. Membantu pasien mempraktekkan
cara berdandan
4. Menganjurkan pasien memasukkan
dalam jadwal kegiatan harian
Lampiran 3
PEDOMAN ASUHAN KEPERAWATAN
KLIEN DENGAN HALUSINASI

Nama klien :.............................................. Dx Medis :........................................


No RM :.............................................. Ruangan :........................................
Tgl/ No Dx Tindakan Keperawatan Untuk Pasien Tindakan Keperawatan untuk
keluarga
SP 1 SP 1
1. Mengidentifikasi jenis halusinasi pasien 1. Menjelaskan masalah yang
2. Mengidentifikasi isi halusinasi dirasakan keluarga dalam
3. Mengidentifikasi waktu halusinasi pasien merawat pasien
4. Mengidentifikasi frekuensi halusinasi 2. Menjelaskan pengertian, tanda
pasien dan gejala halusinasi, dan jenis
5. Mengidentifikasi situasi yang halusinasi yang dialami pasien
menimbulkan halusinasi serta proses terjadinya
6. Mengidentifikasi respon pasien terhadap 3. Menjelaskan cara merawat
halusinasi pasien dengan halusinasi
7. Mengajarkan pasien menghardik
halusinasi
8. Menganjurkan pasien memasukkan cara
menghardik halusinasi dalam jadwal
kegiatan
SP 2 SP 2
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian 1. Melatih keluarga
pasien mempraktekkan cara merawat
2. Mengevaluasi kemampuan menghardik pasien dengan halusinasi
halusinasi 2. Melatih keluarga melakukan
3. Melatih pasien mengendalikan halusinasi cara merawat langsung pasien
dengan bercakap-cakap dengan orang halusinasi
lain
4. Memberi kesempatan pada pasien untuk
bercakap-cakap dengan orang lain
5. Memberi pujian atas kemampuan pasien
6. Menganjurkan pasien memasukkan
dalam jadwal kegiatan harian
SP 3 SP 3
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian 1. Membantu keluarga membuat
pasien jadwal aktivitas di rumah
2. Mengevaluasi kemampuan pasien dalam termasuk minum obat
mengendalikan halusinasi dengan (dischange planning)
menghardik dan bercakap-cakap dengan 2. Menjelaskan follow up pasien
orang lain setelah pulang
3. Melatih pasien mengendalikan halusinasi
dengan melakukan kegiatan (kegiatan
yang biasa dilakukan pasien dirumah)
4. Menganjurkan pasien memasukkan
kegiatan dalam jadwal kegiatan harian
SP 4
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian
pasien
2. Mengevaluasi kemampuan pasien dalam
mengendalikan halusinasi
3. Melatih pasien mengendalikan halusinasi
dengan minum obat secara teratur sesuai
prinsip 5 benar
4. Menganjurkan pasien memasukkan
dalam jadwal kegiatan harian
Lampiran 4
PEDOMAN ASUHAN KEPERAWATAN
KLIEN DENGAN RISIKO PERILAKU KEKERASAN/PK

Nama klien :.............................................. Dx Medis :........................................


No RM :.............................................. Ruangan :........................................
Tgl/ No Dx Tindakan Keperawatan Untuk Pasien Tindakan Keperawatan untuk
keluarga
SP 1 SP 1
1. Mengidentifikasi penyebab PK 1. Menjelaskan masalah yang
2. Mengidentifikasi tanda dan gejala dirasakan keluarga dalam merawat
PK pasien
3. Mengidentifikasi PK yang 2. Menjelaskan pengertian PK, tanda
dilakukan dan gejala, serta proses terjadinya
4. Mengidentifikasi akibat PK PK
5. Menyebutkan cara mengontrol PK 3. Menjelaskan cara merawat pasien
6. Membantu pasien mempraktekkan dengan PK
latihan cara mengontrol fisik 1
7. Menganjurkan pasien memasukkan
dalam jadwal kegiatan
SP 2 SP 2
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan 1. Melatih keluarga mempraktekkan
harian pasien cara merawat pasien dengan PK
2. Melatih pasien mengontrol PK 2. Melatih keluarga melakukan cara
dengan cara fisik 2 merawat langsung pasien PK
3. Menganjurkan pasien memasukkan
dalam jadwal kegiatan harian
SP 3 SP 3
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan 1. Membantu keluarga membuat
harian pasien jadwal aktivitas di rumah termasuk
2. Melatih pasien mengontrol PK minum obat (dischange planning)
dengan cara verbal 2. Menjelaskan follow up pasien
3. Menganjurkan pasien memasukkan setelah pulang
dalam jadwal kegiatan harian
SP 4
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan
harian pasien
2. Melatih pasien mengontrol PK
dengan cara spiritual
3. Menganjurkan pasien memasukkan
dalam jadwal kegiatan harian
SP 5
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan
harian pasien
2. Menjelaskan cara mengontrol PK
dengan minum obat
3. Menganjurkan pasien memasukkan
dalam jadwal kegiatan harian
Lampiran 6
PEDOMAN ASUHAN KEPERAWATAN
KLIEN DENGAN HARGA DIRI RENDAH

Nama klien :.............................................. Dx Medis : ........................................


No RM : .............................................. Ruangan :........................................
Tgl/ No Dx Tindakan Keperawatan Untuk Pasien Tindakan Keperawatan untuk
keluarga
SP 1 SP 1
1. Mengidentifikasi kemampuan dan 1. Menjelaskan masalah yang
aspek positif yang dimiliki pasien dirasakan keluarga dalam merawat
2. Membantu pasien menilai pasien
kemampuan pasien yang dapat 2. Menjelaskan pengertian, tanda dan
digunakan gejala harga diri rendah, serta
3. Membantu pasien memilih kegiatan proses terjadinya
yang akan dilatih sesuai dengan 3. Menjelaskan cara merawat pasien
kemampuan pasien dengan harga diri rendah
4. Melatih pasien sesuai kemampuan
yang dipilih
5. Memberikan pujian yang wajar
terhadap keberhasilan pasien
6. Menganjurkan pasien memasukkan
dalam jadwal kegiatan
SP 2 SP 2
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan 1. Melatih keluarga mempraktekkan
harian pasien cara merawat pasien dengan harga
2. Melatih kemampuan kedua diri rendah
3. Menganjurkan pasien memasukkan 2. Melatih keluarga melakukan cara
dalam jadwal kegiatan harian merawat langsung pasien harga
diri rendah
SP 3 SP 3
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan 1. Membantu keluarga membuat
harian pasien jadwal aktivitas di rumah termasuk
2. Melatih kemampuan ketiga minum obat (dischange planning)
3. Menganjurkan pasien memasukkan 2. Menjelaskan follow up pasien
dalam jadwal kegiatan harian setelah pulang
SP 4
1. Mengevaluasi latihan 1,2 dan 3
2. Menjelaskan kegunaan obat
3. Melatih pasien minum obat dengan
prinsip 5 Benar
4. Memotivasi pasien untuk minum
obat dengan benar
5. Menganjurkan pasien memasukkan
dalam jadwal kegiatan harian
Lampiran 7
PEDOMAN ASUHAN KEPERAWATAN
KLIEN DENGAN ISOLASI SOSIAL

Nama klien : .............................................. Dx Medis :........................................


No RM :.............................................. Ruangan :........................................
Tgl/ No Dx Tindakan Keperawatan Untuk Pasien Tindakan Keperawatan untuk
keluarga
SP 1 SP 1
1. Mengidentifikasi penyebab isolasi sosial 1. Menjelaskan masalah yang
pasien dirasakan keluarga dalam
2. Berdiskusi dengan pasien tentang merawat pasien
keuntungan berintraksi dengan orang lain 2. Menjelaskan pengertian,
3. Berdiskusi dengan pasien tentang kerugian tanda dan gejala isolasi
tidak berinteraksi dengan orang lain sosial yang dialami pasien
4. Mengajarkan pasien cara berkenalan serta proses terjadinya
dengan satu orang 3. Menjelaskan cara merawat
5. Memberikan pujian pada pasien pasien dengan isolsi sosial
6. Menganjurkan pasien memasukkan
kegiatan latihan berbincang-bincang
dengan orang lain dalam kegiatan harian
SP 2 SP 2
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian 1. Melatih keluarga
pasien mempraktekkan cara
2. Memberikan kesempatan kepada pasien merawat pasien dengan
mempraktekkan cara berkenalan dengan isolasi sosial
satu orang 2. Melatih keluarga melakukan
3. Melatih pasien berkenalan dengan dua cara merawat langsung
orang atau lebih pasien isolasi sosial
4. Memberi kesempatan pada pasien untuk
mempraktekkan berkenalan dengan dua
orang atau lebih
5. Memberikan pujian pada pasien
6. Membantu pasien memasukkan kegiatan
berbincang-bincang dengan orang lain
sebagai salah satu kegiatan harian
SP 3 SP 3
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian 1. Membantu keluarga
pasien membuat jadwal aktivitas di
2. Memberi kesempatan kepada pasien untuk rumah termasuk minum obat
berkenalan dengan dua orang atau lebih (dischange planning)
3. Melatih pasien berkenalan dengan tiga 2. Menjelaskan follow up
orang atau lebih pasien setelah pulang
4. Memberi kesempatan pada pasien untuk
berkenalan dengan tiga orang atau lebih
5. Menganjurkan pasien memasukkan dalam
jadwal kegiatan harian
SP4
1. Mengevaluasi latihan 1,2 dan 3
2. Menjelaskan kegunaan obat
3. Melatih pasien minum obat dengan prinsip
5 Benar
4. Memotivasi pasien untuk minum obat
dengan benar
5. Masukkan jadwal kegiatan pasien

Anda mungkin juga menyukai