Anda di halaman 1dari 10

HUBUNGAN ILMU FIQIH DAN

TASAWUF
Disusun
O
L
E
H
Nama : Wahidah Nuratmaya
Kelas :
HUBUNGAN ILMU FIQIH DAN TASAWUF

A. PENGERTIAN ILMU FIQIH

Menurut bahasa (etimologi), kata fikih berasal dari bahasa Arab ُ‫الفَ ْهم‬
yang berarti paham,
sepertiُ pernyataanُ “ُ‫س‬ ‫َّر‬
َ ْ ْ ‫د‬ ‫ال‬ ‫ت‬‫ه‬َّ ‫ق‬‫ف‬َ ”ُ yang berarti “saya memahami pelajaran itu”. Arti ini sesuai
dengan arti fikih dalam salah satu hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori:

ِ ‫َم ْني ِردِالل َه َخي ًْرايفَ ِق ْهه ِف‬


ُ‫ىالدي ِْن‬
Artinya:
“Barang siapa yang dikehendaki Allah swt.. menjadi orang yang baik di sisi-Nya, niscaya
diberikan kepadanya pemahaman yang mendalam dalam pengetahuan agama”.

Menurut terminologi, fikih pada mulanya berarti pengetahuan keagamaan yang mencakup
seluruh ajaran agama, baik berupa akidah, akhlak, maupun amaliah (ibadah), yakni sama
dengan arti syariah islamiyyah. Namun, pada perkembangan selanjutnya, fikih diartikan
sebagai bagian dari syariah islamiyyah, yaitu pengetahuan tentang hukum syariah islamiyyah
yang berkaitan dengan perbuatan manusia yang telah dewasa dan berakal sehat yang diambil
dari dalil-dalil yang terinci.
Fikih menurut al-Mausu‘ahal-Fiqhiyyah adalah sebagai berikut :

‘’Fikih secara bahasa adalah pemahaman yang mutlak, baik secara jelas maupun secara
tersembunyi. Dan telah berpendapat sebagian ulama, bahwa fikih secara bahasa berarti
memahami sesuatu secara mendalam….’’

Para usuliyyun membagi makna fikih secara istilah dalam tiga fase, yakni:
Fase pertama, bahwa fikih sama dengan syariat, yakni segala pengetahuan yang terkait
dengan apa-apa yang datang dari Allah swt.., baik berupa akidah, akhlak, maupun
perbuatan anggota badan… Fase kedua,… fikih didefinisikan sebagai ilmu tentang hukum-
hukum syar‘iyyah yang bersandarkan pada dalil-dalil yang terperinci. Fase ketiga, dan ini
yang berlaku hingga saat ini, yaitu ilmu tentang hukum-hukum syariah bersifat furu‘iyyah
amaliah yang bersandar pada dalil-dalil terperinci.

Dalam pandangan Wahbahaz-Zuhaili, terdapat beberapa pendapat tentang definisi kata al-
fiqh. Beliau mengutip pendapat Abu Hanifah yang mendefinisikannya sebagai berikut :

َ ‫َم ْع ِرفَةالنَّ ْف ِس َمالَ َه َاو َما‬


‫علَ ْي َها‬
“…pengetahuan seseorang tentang apa yang menguntungkan dan apa yang merugikan.”

Selain itu Wahbahaz-Zuhaili juga mengutip ulamaُkalanganُSyafi‘iyyahُyangُ


mendefinisikan al-fiqh sebagai berikut:

َ َ‫ش ْر ِعيَّ ِة ْال َع َم ِليَّ ِة ْالم ْكت‬


ِ ‫سبِ ِم ْنأَدِلَّتِ َهاالت َّ ْف‬
ُ‫ص ْي ِليَّ ِة‬ ِ ‫ال ِع ْلم ِباأل َ ْح َك‬
َّ ‫امال‬
“Pengetahuan tentang hukum syarak yang berhubungan dengan amal perbuatan, yang digali
dari dalil yang terperinci.”

Fikih adalah hukum Islam yang tingkat kekuatannya hanya sampai zan, karena ditarik dari
dalil-dalil yang zanny. Bahwa hukum fikih itu adalah zannysejalanُ pulaُ denganُ kataُ “al-
muktasab” dalamُ definisiُ tersebutُ yangُ berartiُ “diusahakan”ُ yangُ mengandungُ pengertianُ
adanya campur tangan akal pikiran manusia dalam penarikannya dari Alquran dan sunnah
Rasulullah saw..

Sedangkan al-Amidi memberikan definisi fikih yang berbeda dengan definisi di atas, yaitu:
“ilmuُ tentangُ seperangkatُ hukum-hukumُ syarakُ yangُ bersifatُ furu‘iyyahُ yangُ berhasilُ
didapatkanُmelaluiُpenalaranُ atauُistidlal”. Hakekat fikih menurut Amir Syarifuddin dalam
bukunya Garis-Garis Besar Fikih adalah:

1) Ilmu tentang hukum Allah swt.,


2) Membicarakan hal-hal yang bersifat amaliyah furu‘iyyah,
3) Pengertian tentang hukum Allah swt. didasarkan pada dalil terperinci, dan
4) Digali dan ditemukan melalui penalaran dan istidlal seorang mujtahid atau faqih.

“Fikihُ merupakanُ seperangkatُ aturanُ hukumُ atauُ tataُ aturanُ yangُ menyangkut kegiatan
dalam kehidupan manusia dalam berinteraksi, bertingkah laku dan bersikap yang bersifat
lahiriahُdanُamaliah.”

Dari pengertian yang telah dikemukakan tersebut di atas penulis menyimpulkan bahwa fikih
merupakan seperangkat aturan hukum atau tata aturan yang menyangkut kegiatan dalam
kehidupan manusia dalam berinteraksi, bertingkah laku dan bersikap yang bersifat lahiriah
dan amaliah, yang merupakan hasil penalaran dan pemahaman yang mendalam terhadap
syariah oleh para mujtahid berdasarkan pada dalil-dalil yang terperinci. Dengan kata lain
bahwa fikih terbatas pada hukum-hukum yang bersifat aplikatif dan furu‘iy (cabang) dan
tidak membahas perkara-perkara i’tiqady (keyakinan) walaupun pada awal kemunculannya
merupakan bagian yang tidak terpisah.

BAGIAN ILMU FIQIH


Para Ulama membagi hukum Fikih menjadi delapan, yaitu :

1. Hukum yang berkaitan dengan ibadah kepada Allah swt : shalat, wudhu, puasa, haji.

2. Hukum yang berkaitan dengan permasalahan keluarga : nikah, talak, keturunan, waris, dsb.

3.Hukum yang berkaitan dengan hubungan antar sesama manusia yang berkaitan dengan
harta, disebut juga : Muamalah.

4. Hukum yang berkaitan dengan perbuatan atau tindakan pidana : Jinayah.

5. Hukum yang berkaitan dengan perbuatan atau tindakan sengketa antara sesame manusia :
Ahkam Al-Qadha.

6.Hukum yang mengatur hubungan antara penguasa dengan warganya adalah : Ahkam As-
Sylthaniyah atau Siyasah Asy-Syar’iyah.

7. Hukum yang mengatur hubungan antara Negara dalam keadaan perang dan damai adalah :
Al-Huquq Ad-Dhauliyah.
PENGERTIAN TASAWUF

Tasawuf adalah bagian dari perkembangan ajaran islam dari para sufi. Dalam rukun
islam dan rukun iman mengenai tasawuf memang tidak terdapat secara eksplisit. Ajaran
tasawuf sendiri dianggap berasal dari berbagai pengaruh ajaran agama atau filsafat lain yang
akhirnya diadopsi dan disesuaikan dengan konsep islam. Untuk itu terdapat pro kontra
mengenai hal tersebut. Tentu saja hal ini tidak boleh bertentangan dengan Fungsi Iman
Kepada Kitab Allah, Fungsi Iman Kepada Allah SWT, dan Fungsi Al-quran Bagi Umat
Manusia.

Berikut adalah pengertian tasawuf dalam berbagai sudut pandang.

Menurut Etimologi
Pengertian tasawuf menurut etimologi juga pendekatan lainnya, terdapat perbedaan. Secara
umum, diantara perbedaan tersebut tentu ada garis merah atau benang merah yang dapat
ditarik.

1. Berasal dari Kata Shuffah

Tasawuf berasal dari istilah shuffah. Shuffah berarti serambi tempat duduk. Suffah berasal di
serambi masjid Madinah yang disediakan untuk mereka yang belum memiliki tempat tinggal
atau rumah dan dari orang-orang muhajirin yang ada di Masa Rasulullah SAW. Mereka
dipanggi sebagai Ahli Suffah atau Pemilik Sufah karena di serambi masjid Madinah itulah
tempat mereka.

2. Berasal dari Kata Shaf

Selain itu, istilah tawasuf juga berasal dari kata Shaf. Shaf memiliki arti barisan. Istilah ini
dilekatkan kepada tasawuf karena mereka, para kaum sufi, memiliki iman yang kuat, jiwa dan
hati yang suci, ikhlas, bersih, dan mereka senantiasa berada dalam barisan yang terdepan jika
melakukan shalat berjamaah atau dalam melakukan peperangan.

3. Berasal dari Kata Shafa dan Shuafanah

Istilah Tasawuf juga ada yang mengatakan berasal dari kata shafa yang artinya bersih atau
jernih dan kata shufanah yang memiliki arti jenis kayu yang dapat bertahan tumbuh di daerah
padang pasir yang gersang.

4. Berasal dari Kata Shuf

Pengertian Tasawuf juga berasal dari kata Shuf yang berarti bulu domba. Pengertian ini
muncul dikarenakan kaum sufi sering menggunakan pakaian yang berasal dari bulu domba
kasar. Hal ini melambangkan bahwa mereka menjunjung kerendahan hati serta menghindari
sikap menyombongkan diri. Selain itu juga sebagai simbol usaha untuk meninggalkan
urusan-urusan yang bersifat duniawi. Orang-orang yang menggunakan pakaian domba
tersebut dipanggil dengan istilah Mutashawwif dan perilakunya disebut Tasawuf.
BAGIAN TASAWUF

1. Menurut Imam Junaid

Menurut seorang sufi yang berasal dari Baghdad dan bernama Imam Junaid, Tasawuf
memiliki definisi sebagai mengambil sifat mulia dan meninggalkan setiap sifat rendah.

2. Menurut Syekh Abul Hasan Asy-Syadzili

Syekh Abul Hasan Asy-Syadzili adalah seorang syekh yang berasal dari Afrika Utara.
Sebagai seorang sufi ia mendefinisikan tasawuf sebagai proses praktek dan latihan diri
melalui cinta yang mendalam untuk ibadah dan mengembailikan diri ke jalan Tuhan.

3. Sahal Al-Tustury

Sahal Al Tustury mendefinisikan tasawuf sebaai terputusnya hubungan dengan manusia dan
memandang emas dan kerikil. Hal ini tentu ditunjukkan untuk terus menerus berhubungan
dan membangun kecintaan mendalam pada Allah SWT.

4. Syeikh Ahmad Zorruq

Menurut SyeikhAhmaz Zorruq yang berasal dari Maroko, Tasawuf adalah ilmu yang dapat
memperbaiki hati dan menjadikannya semata-mata untuk Allah dengan menggunakan
pengetahuan yang ada tentang jalan islam. Pengetahuan ini dikhususkan pada pengetahuan
fiqh dan yang memiliki kaitan untuk mempebaiki amalan dan menjaganya sesuai dengan
batasan syariah islam. Hal ini ditujukan agar kebikjasanaan menjadi hal yang nyata.

Secara Umum
Dari pengertian tasawuf secara etimologi dan terminologi dapat diambil kesimpulan bahwa
Tasawuf adalah pelatihan dengan kesungguhan untuk dapat membersihkan, memperdalam,
mensucikan jiwa atau rohani manusia. Hal ini dilakukan untuk melakukan pendekatan atau
taqarub kepada Allah dan dengannya segala hidup dan fokus yang dilakukan hanya untuk
Allah semata.

Untuk itu, tasawuf tentu berkaitan dengan pembinaan akhlak, pembangunan rohani, sikap
sederhana dalam hidup, dan menjauhi hal-hal dunia yang dapat melenakan. Tentu hal ini bisa
membantu manusia dalam mencapai tujuannya dalam hidup. Untuk itu, praktik tasawuf ini
dapat dilakukan oleh siapapun yang ingin membangun akhlak yang baik, sikap terpuji,
kesucian jiwa, dan kembalinya pada Illahi dalam kondisi yang suci.

Secara umum, tentu ajaran tasawuf jika dikembangkan tidak boleh bertentangan dan juga
bersebrangan dengan ajaran yang berasal dari Wahyu Al Quran dan Sunnah Rasulullah.
Sebagai bentuk kecintaan manusia kepada Rasulullah tentunya juga harus tetap melaksanakan
ibadah sebagaimana Rasul ajarkan.
Landasan Tasawuf dalam Al-Quran
Mengenai tasawuf, beberapa sufi menyandarkan pengertian dan dasar-dasarnya kepada ayat-
ayat Al-Quran. Ajaran tasawuf diidentikkan dengan ajaran islam walaupun agama lain juga
memiliki hal yang serupa dengan tasawuf. Berikut adalah ayat-auat Al-Quran yang berkenaan
dengan dasar tasawuf menurut para sufi:

1. QS Al Baqarah : 115

“Dan kepunyaan Allah-lah timur dan barat, maka kemanapun kamu menghadap di situlah
wajah Allah. Sesungguhnya Allah Maha Luas (rahmat-Nya) lagi Maha Mengetahui.”

2. QS Al Baqarah : 186

“Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah),


bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdo’a apabila
ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan
hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.”

3. QS Qof : 16

“Danُ sesungguhnyaُ Kamiُ telahُ menciptakanُ manusiaُ danُ mengetahuiُ apaُ yangُ dibisikkanُ
oleh hatinya, dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya.”

4. QS Al Kahfi : 65

“Lalu mereka bertemu dengan seorang hamba di antara hamba-hamba Kami, yang telah
Kami berikan kepadanya rahmat dari sisi Kami, dan yang telah Kami ajarkan kepadanya
ilmu dari sisi Kami.”

Dalam pelaksanaan praktik tasawuf, tentunya manusia jangan sampai lupa dan meninggalkan
juga bagaimana aktivitas kehidupan berdasarkan Tujuan Penciptaan Manusia , Proses
Penciptaan Manusia , Hakikat Penciptaan Manusia , Konsep Manusia dalam
Islam, dan Hakikat Manusia Menurut Islam sesuai dengan fungsi agama islam.
HUBUNGAN ILMU FIQIH DAN TASAWUF

Hubungan Ilmu Tasawuf dengan Ilmu Fiqih


Biasanya, pembahasan kitab-kitab fiqih selalu dimulai dari taharah (tata cara bersuci),
kemudian berlanjut kepada persoalan-persoalan ke fiqih-an dan lainnya. Namun, Pembahasan
fiqih tentang thaharah atau lainnya tidak secara langsung terkait dengan pembicaraan nilai-
nilai rohaniyahnya. Padahal, thaharah akan lebih terasa bermakna jika disertai pemahaman
rohaniyah.
Ilmu tasawuf tampaknya merupakan jawaban yang palking tepat karena ilmu ini memberikan
corakُbatinُterhadapُilmuُfiqih.ُCorakُbatinُyangُdimaksud,ُsepertiُikhlasُdanُkhusu’ُberikutُ
jalannya masing-masing. Bahkan, ilmu ini dapat menumbuhkan kesiapan manusia untuk
melaksanakan hilim-hukum fiqih. Alasannya, pelaksanaan kewajiban manusia tidak akan
sempurna tanpa perjalanan rohaniyah.
Makrifat secara rasa terhadap Allah melahirkan pelaksanaan hukum-hukum-Nya secara
sempurna. Dari sinilah dapat diketahui kelirunya pendapat yang menuduh perjalanan menuju
Allah (dalam tasawuf) sebagai tindakan melepaskan diri dari hukum-hukum Allah.
Allah SWT sendiri telah berfirman:
(agama itu), Maka ikutilah syariat itu dan janganlah kamu ikuti hawa nafsu orang-orang yang
tidakُ mengetahui”.
Berkaitan dengan persoalan ini, Al-Junaid – sepertiُdikutipُSa’idُHawwa’ُ– menuduh sesat
golongan yang menjadikan whusul (mencapai) Allah sebagi tindakan untuk melepaskan diri
dari hukum-hukumُ syari’at.ُ Lebihُ tegasُ iaُ mengatakan,ُ Betulُ merekaُ sampai,ُ tetapiُ keُ
nerakaُ saqar”.
Dahulu para ahliُ fiqihُ mengatakan,ُ ”barangsiapaُ mendalamiُ fiqihُ tetapiُ belumُ bertasawuf,ُ
berarti ia fasik; barang siapa bertasawuf tetapi belum mendalami fikih berarti aia zindiq; Dan
barangsiapa melakukan keduanya, berarti ia ber-tahaqquqُ (melakukanُ kebenaran).”ُ
tasawufdan fiqih adalah dua disiplin ilmu yang saling menyempurnakan. Jika terjadi
pertentangan antara keduanya, berarti ia terjadi kesalahan dan penyimpangan. Maksudnya,
boleh jadi seorang sufi berjalan tanpa fikih atau menjauhi fikih, atau seorang ahli fikih tidak
mengamalkan ilmunya.
Jadi, seorang ahli fikih harus bertasawuf. Sebaliknya, seorang ahli tasawuf pun harus
mendalmi dan mengikuti aturan fikih. Tegasnya, seorang fakih harus mengetahui hal-hal
yang berhubungan dengan hukum dan yang berkaitan dengan tata cara pengamalannya.
Seorang sufu pun harus m,engetahui aturan-aturan hukum dan sekligus mengamalkannnya.
Syeikh A-Rifa’iُ berkata,ُ ”Sebenarnyaُ tujuanُ akhirُ paraُ ulamaُ danُ paraُ sufiُ dalahُ satu.ُ
”PernyataanُAr-Rifa’iُdiatasُperluُdikemukakanُsebabُbeberapaُsufiُyangُ”terkelabui”ُselaluُ
menghujatُ setiapُ orangُ denganُ perkataan,ُ ”orangُ yangُ tidakُ memilikiُ syaikh,ُ makaُ
syaikhnyaُadalahُsetan.”ُUngkapanُiniُdiungkapkanُseorangُsufiُbodohُyangُberpropagandaُ
untuk seikhnya; atau dilontarkan oleh sufi keliru yang tidak tahu bgaimana seharusnya
mendudukkan tasawuf pada tempat yang sebenarnya.
Para pengamat Ilmu Tasawuf mengakui bahwa orang yang telah berhasil menyatukan ilmu
tasawuf dengan fikih adalah Al-Ghazali.ُKitabُIhya’ُUlumuddinnyaُdapatُdipandangُsebagaiُ
kitab yang dapat mewakili dua disiplin ilmu ini, disamping disiplin ilmu lainnya, seperti ilmu
kalam dan filsafat. Paparan diatas telah menjelaskan bahwa ilmu tasawuf mengakui bahwa
tasawuf dan ilmu fikih adalah dua disiplin ilmu yang saling melengkapi. Setiap orang harus
menempuh keduanya, dengan catatan bahwa kebutuhan perseorangan terhadap kedua disiplin
ilmu ini sangat beragam, sesuai dengan kadar kualitas ilmunya. Dari sini dapat dipahami
bahwa ilmu fikih, yanbg terkesan sangat formalistik – lahiriyah, menjadi sangat kering, kaku,
dan tidak mempunyai makna bagi penghambaan seseorang jika tidak diisi dengan muatan
kesadaran rohaniyah yang dimiliki ilmu tsawuf. Begitu juga sebaliknya, tasawuf akan
terhindar dari sikap-sikapُ ”merasaُ suci”ُ sehinggaُ tidakُ perlu lagi memperhatikan kesucian
lahir yang diatur dalam ilmu fikih.
PENUTUP

Dari uraian diatas kami dapat mengambil suatu kesimpulan bahwa ilmu tasawuf adalah suatu
ilmu yang sangat penting dimiliki manusia karena dengan ilmu tasawuf jiwa kita lebih tenang
dan damai. Dan bertasawuf bukanlah harus dengan bertarikat tapi hakikat ilmu tasawuf
adalah pembinaan jiwa kerohanian sehingga bisa berhubungan dengan Allah sedekat
mungkin.
Maka dengan begitu kita semua bisa bertasawuf walaupun apapun berprofesinya, karena inti
tasawuf adalah terisinya jiwa dengan akhlak yang baik dan kesucian jasmani dan rohani dari
akhlak yang tercela. Untuk itu menurut kami orang yang bisa menjaga dirinya dari kedua hal
tersebut juga sudah dinamakan hidup bertasawuf.

Anda mungkin juga menyukai