Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pre-eklampsia dan eklampsia merupakan kesatuan penyakit yang langsung d


isebabkan oleh kehamilan, di mana eklampsia merupakan peningkatan yang lebih be
rat dan berbahaya dari pre eklampsia, dengan tambahan gejala-gejala tertentu (Euerl
e, 2005).
Di Indonesia eklampsia, di samping perdarahan dan infeksi masih merupakan
sebab utama kematian ibu dan sebab kematian perinatal yang tinggi. Oleh karena itu
diagnosis dini pre eklampsia, yang merupakan tingkat pendahulu eklampsia serta pe
nanganannya perlu segera dilaksanakan untuk menurunkan angka kematian ibu dan
anak. Perlu ditekankan bahwa sindroma pre eklampsia ringan dengan hipertensi, ed
ema dan proteinuria sering tidak diketahui atau tidak diperhatikan oleh wanita yang b
ersangkutan, sehingga tanpa disadari dalam waktu singkat dapat timbul pre eklampsi
a berat (Wagner, 2004).
Frekuensi eklampsia bervariasi antara satu negara dengan negara lain. Fre
kuensi rendah pada umumnya merupakan petunjuk tentang adanya pengawasan ant
enatal yang baik, penyediaan tempat tidur antenatal yang cukup, dan penanganan pr
e-eklampsia yang sempurna (Prawirohardjo, 2010).
Di negara-negara yang sedang berkembang frekuensi dilaporkan berkisar a
ntara 0,3% - 0,7%, sedang di negara-negara maju angka tersebut lebih kecil, yaitu 0,
05% - 0,1% (Morris, 2006).
Dengan pengetahuan bahwa biasanya eklampsia di dahului oleh pre eklam
psia, tampak pentingnya pengawasan antenatal yang teliti dan teratur, sebagai usah
a untuk mencagah timbulnya penyakit itu (Prawirohardjo, 2010).

1.2 Rumusan masalah


1 Apakah tanda klinis pada pasien dalam penegakan diagnosa eklampsia?
2 Apa faktor resiko yang menyebabkan terjadinya eklampsia pada pasien?
3 Bagaimanakah penatalaksaan eklampsia?

1.3 Tujuan
1 Mengenal tanda-tanda klinis yang dapat mendukung diagnosa eklampsia
2 Mengetahui faktor-faktor resiko yang menyebabkan terjadinya eklampsia pada
pasien

1
3 Mengetahui secara benar penatalaksanaan pasien dengan kasus eklampsia
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Pre eklampsia adalah gangguan multisistem spesifik pada kehamilan, didef
inisikan sebagai hipertensi pada ibu hamil setelah umur kehamilan 20 minggu atau s
egera setelah persalinan dengan adanya proteinuria dan atau edema. Dapat terjadi l
ebih awal misalnya pada mola hidatidosa (Morris, 2006).
Eklampsia pada umumnya timbul pada wanita hamil atau dalam nifas deng
an tanda-tanda pre eklampsia. Pada wanita yang menderita eklampsia timbul serang
an kejang yang dapat diikuti oleh koma (Morris, 2006).

2.2 Patofisiologi
Eklampsia terjadi setelah usia kehamilan 20 minggu dan merupakan kompli
kasi dari pre eklampsia berat. Progresi dari pre eklampsia berat ke kejang dan koma
diduga berhubungan dengan hipertensi ensefalopati, edema vasogenik akibat iskemi
a kortikal, edema serebri dan perdarahan (Stephani, 2005).
Penyebab pre eklampsia dan eklampsia masih tidak jelas. Genetik, immuno
logik, endokrin, dan nutrisi diduga memiliki peranan dalam proses yang rumit. Bebera
pa penelitian memperkirakan bahwa iskemia plasenta dan uterus dan pelepasan zat
tertentu menyebabkan vasokonstriksi yang luas. Penyebab langsung aktivitas kejang
pada penderita eklampsia masih tidak diketahui. Iskemia serebri, infark, perdarahan
edema diketahui terjadi pada penderita dengan eklampsia (Stephani, 2005)
.
2.3 Frekuensi
Di Amerika serikat, kejadian eklampsia mendekati 0,05%-0,2% dari semua
kehamilan (Morris, 2006).
Eklampsia sering terjadi pada pasien dengan usia reproduksi yang ekstrim,
Resiko eklampsia lebih besar terjadi pada wanita usia kurang dari 20 tahun (Morris, 2
006).

2.4 Faktor Resiko


Berikut dipertimbangkan sebagai faktor resiko untuk eklampsia:
1. Nulliparity
2. Riwayat keluarga preeklampsia, preeklampsia dan eklampsia sebelumnya

2
3. Kegagalan kehamilan sebelumnya, termasuk keterbelakangan pertumbuhan i
ntrauterin, abruptio plasenta, atau fetal death
4. Gestasi multifetal, mola hidatidosa, fetal hydrops, primigravida
5. Kehamilan remaja
6. Primigravida
7. Usia > 35 tahun
8. Status sosioekonomi rendah
9. Obesitas
10. Hipertensi Kronis
11. Penyakit renal
12. Trombophilias-antiphospholipid antibody syndrome
13. Defisiensi protein C dan defisiensi protein S
14. Defisiensi antithrombin
15. Penyakit vaskuler dan jaringan ikat
16. Diabetes gestational
17. SLE
(Ross, 2010)

2.5 Gejala dan Tanda


Pada umumnya kejang didahului oleh makin memburuknya pre eklampsia d
an terjadinya gejala-gejala nyeri kepala di daerah frontal, gangguan penglihatan,mual
, nyeri epigastrium dan hiperrefleksia. Bila keadaan ini tidak dikenal dan tidak segera
diobati, akan timbul kejang, yang sangat berbahaya terutama pada persalinan.
Konvulsi eklampsia dibagi dalam 4 tingkat, yakni :
1. Tingkat awal atau aura. Keadaan ini berlangsung kira-kira 30 detik. Mata
penderita terbuka tanpa melihat, kelopak mata bergetar demikian pula
tangannya, dan kepala diputar ke kanan atau ke kiri.
2. Kemudian timbul tingkat kejang tonik yang berlangsung kurang lebih 30
detik. Dalam tingkat ini seluruh otot menjadi kaku, wajahnya keliatan kaku,
tangan menggenggam, dan kaki membengkok ke dalam. Pernafasan
berhenti, muka mulai menjadi sianotik, lidah dapat tergigit.
3. Stadium ini kemudian disusul oleh tingkat kejang klonik yang berlangsung
antara 1-2 menit. Spasmus tonik menghilang. Semua otot berkontraksi dan
berulang-ulang dalam tempo yang cepat. Mulut membuka dan menutup dan
lidah dapat tergigit lagi. Bola mata menonjol. Dari mulut keluar ludah yang
berbusa, muka menunjukkan kongesti dan sianosis. Penderita menjadi tidak

3
sadar.Kejangan klonik ini dapat demikian hebatnya, sehingga penderita
dapat terjatuh dari tempat tidurnya. Akhirnya kejangan terhenti dan penderita
menarik nafas secara mendengkur.
4. Sekarang ia memasuki tingkat koma. Lamanya ketidaksadaran tidak selalu
sama. Secara perlahan-lahan penderita menjadi sadar lagi, akan tetapi dapat
terjadi pula bahwa sebelum itu timbul serangan baru dan yang berulang,
sehingga ia tetap dalam keadaan koma.
Selama serangan tekanan darah meninggi, nadi cepat, dan suhu meningkat
sampai 400 celcius. Sebagai akibat serangan dapat terjadi komplikasi-kompli
kasi seperti lidah tergigit, perlukaan dan fraktur, gangguan pernafasan, solusi
o plasenta dan perdarahan otak.
(Prawirohardjo, 2010)

2.6 Diagnosis
Diagnosis eklampsia umumnya tidak sulit. Dengan adanya tanda dan gejala
pre eklampsia yang disusul oleh serangan kejang seperti telah diuraikan, maka diagn
osis eklampsia sudah tidak diragukan. Walaupun demikian, eklampsia harus dibedak
an dari epilepsi atau kejang akibat proses intra kranial yag lain, atau koma akibat seb
ab lain seperti diabetes, perdarahan otak, meningitis, ensefalitis dan lain-lain (Stepha
ni, 2005).

2.7 Komplikasi
Komplikasi yang terberat ialah kematian ibu dan janin. Usaha utama ialah
melahirkan bayi hidup dari ibu yang menderita pre eklampsia dan eklampsia. Kompli
kasi yang tersebut di bawah ini biasanya terjadi pada pre eklampsia berat dan eklam
psia.
1. Solusio plasenta. Komplikasi ini biasanya terjadi pada ibu yang menderita
hipertensi akut dan lebih sering terjadi pada pre eklampsia.
2. Hipofibrinogenemia.
3. Hemolisis. Belum diketahui dengan pasti apakah ini merupakan kerusakan
sel-sel hati atau destruksi sel darah merah. Nekrosis periportal hati yang
sering ditemukan pada autopsi penderita eklampsia dapat menerangkan
terjadinya ikterus.
4. Perdarahan otak. Komplikasi ini merupakan penyebab utama kematian
maternal penderita eklampsia.
5. Kelaianan mata. Kehilangan penglihatan untuk sementara, yang berlangsung

4
sampai seminggu, dapat terjadi. Perdarahan kadang-kadang terjadi pada
retina, hal ini merupakan tanda gawat akan terjadinya apopleksia serebri.
6. Edema paru-paru.
7. Nekrosis hati. Nekrosis periportal hati pada pre eklampsia-eklampsia
merupakan akibat vasospasme arteriol umum. Kelainan ini diduga khas untuk
eklampsia, tetapi ternyata juga ditemukan pada penyakit lain. Kerusakan sel-
sel hati dapat diketahui dengan pemeriksaan faal hati, terutama penentuan
enzim-enzimnya.
8. Sindroma HELLP, yaitu hemolisis, elevated liver enzim dan low platelet.
9. Kelaianan ginjal. Kelainan ini berupa endotheliosis glomerulus yaitu
pembengkakan sitoplasma sel endothel tubulus ginjal tanpa kelainan struktur
lainnya. Kelainan lain yang dapat timbul adalah anuria sampai gagal ginjal.
10. DIC (Disseminated intravascular coagulation)
11. Prematuritas, dismaturitas dan kematian janin intra uterin.
(Prawirohardjo, 2010)

2.8 Prognosis
Eklampsia di Indonesia masih merupakan penyakit pada kehamilan yang m
eminta korban besar dari ibu dan bayi. Dari berbagai pengumuman, diketahui kemati
an ibu berkisar antara 9,8% - 25,5% sedangkan kematian bayi lebih tinggi lagi, yakni
42,2% - 48,9%. Sebaliknya, kematian ibu dan bayi di negara maju lebih kecil. Tinggin
ya kematian ibu dan anak di negara-negara yang kurang maju disebabkan oleh kura
ng sempurnanya pengawasan antenatal dan natal; penderita-penderita eklampsia se
ring terlambat mendapat pengobatan yang tepat. Kematian ibu bisanya disebabkan o
leh perdarahan otak, dekompensatio kordis dengan edema paru, payah ginjal dan m
asuknya isi lambung ke dalam jalan pernafasan waktu kejang. Sebab kematian bayi t
erutama oleh hipoksia intra uterin dan prematuritas (Prawirohardjo, 2010).

2.9 Pencegahan
Pada umumnya timbulnya eklampsia dapat dicegah, atau frekuensinya dikur
angi. Usaha-usaha untuk menurunkan frekuensi eklampsia terdiri atas (Prawirohardj
o, 2010) :
1. Mengusahakan agar semua wanita hamil memeriksakan diri sejak hamil
muda.
2. Mencari pada tiap pemeriksaan tanda-tanda pre eklampsia dan
mengobatinya segera apabila ditemukan.
3. Mengakhiri kehamilan minimal pada kehamilan 37 minggu ke atas apabila
5
setelah dirawat tanda-tanda pre eklampsia tidak juga dapat dihilangkan.
2.10 Penatalaksanaan
Prinsip pengobatan ;
1. Menghentikan dan mencegah kejang
2. Memperbaiki keadaan umum ibu/janin seoptimal mungkin
3. Mencegah komplikasi
4. Terminasi kehamilan/persalinan dengan trauma seminimal mungkin pada ibu.
I. Obat-obatan anti kejang
MgSO4
. Dosis awal : 4 g 20 % iv pelan (3 menit atau lebih), disusul dengan 10
g 40% im terbagi pada bokong kanan dan bokong kiri.
I. Dosis ulangan : tiap 4 jam diberikan 4 g 40% im diteruskan sampai 24
jam paska persalinan atau 24 jam bebas kejang.
II. Apabila ada kejang lagi, diberikan 2 g MgSO4 20% iv pelan.
Pemberian iv ulangan ini hanya sekali saja, apabila masih timbul
kejang lagi, maka diberikan penthotal 5 mg/kgbb/iv pelan.
. Bila ada tanda-tanda keracunan MgSO4, diberikan antidotum glukonas
kalikus 10%, 10 ml iv pelan (selama 3 menit atau lebih).
Diazepam
 Dosis awal : 20 mg iv pelan (selama 4 menit atau lebih), disusul dengan 40
mg dalam 500 ml D5% infus dengan kecepatan 30 tetes/menit.
 Pengobatan diberikan sampai dengan 12 jam paska persalinan atau 12 jam
bebas kejang.
 Apabila ada kejang ulangan, diberikan 10 mg iv. Pemberian ulangan ini hanya
sekali saja, bila masih terjadi kejang diberikan penthotal 5 mg/kgbb/iv pelan.
Apabila sudah diberikan pengobatan diazepam di luar, maka :
 Kalau pemberian belum lewat 3 jam (iv/im), maka dosis diazepam yang telah
diberikan diperhitungkan, dan pengobatan dengan diazepam dalam dosis
penuh.
 Kalau pemberian sudah 3 jam atau lebih, maka diberikan pengobatan dengan
MgSO4 atau diazepam dalam dosis penuh.
 Bila diazepam tidak tersedia, maka pengobatan dengan MgSO4 10 mg im,
bila timbul kejang lagi maka diberikan MgSO4 2 g iv.

Perawatan kalau kejang

6
 Kamar isolasi yang cukup tenang
 Pasang sudep lidah ke dalam mulut
 Kepala direndahkan dan orofaring dihisap
 Oksigenasi yang cukup
 Fiksasi badan di tempat tidur harus cukup longgar agar tidak terjadi fraktur.

Perawatan kalau koma


 Monitoring kesadaran dan dalamnya koma dan tentukan skor tanda vital
 Perlu diperhatikan pencegahan dekubitus dan makanan penderita.
 Pada koma yang lama bila nutrisi parenteral tidak mungkin maka berikan
dalam bentuk per NGT.

II. Memperbaiki keadaan umum ibu


 Infus D5%
 Pasang CVP untuk :
 Pemantauan keseimbangan cairan (pertimbangan pemberian low
molekul Dextran)
 Pemberian kalori (D10%)
 Koreksi keseimbangan asam basa (pada asidosis maka diberikan
NaBic/Meylon 50 meq iv)
 Koreksi keseimbangan elektrolit (didasarkan atas hasil pemeriksaan
lain)

III. Mencegah Komplikasi


 Obat-obatan hipertensi, diberikan pada penderita dengan TD
180/110 mmHg atau lebih
 Diuretika, hanya diberikan atas indikasi edema dan kelainan
fungsi ginjal (apabila faktor pre renal sudah diatasi)
 Kardiotonika, diberikan atas indikasi ; ada tanda-tanda payah
jantung, edema paru, nadi 120 x/menit, sianosis, diberikan
digitalis cepat dengan cedilanid
 Antibiotika spektrum luas.
 Antipiretika dan atau kompres alkohol
 Kortikosteroid

7
IV. Terminasi kehamilan/persalinan. Stabilisasi : 4-8 jam setelah salah satu
atau lebih keadaan berikut ini :
 Setelah kejang terakhir
 Setelah pemberian antikejang terakhir
 Setelah pemberian antihipertensi terakhir
 Penderita mulai sadar
 Untuk koma, yang ditentukan skor tanda vital
 STV > 10, boleh terminasi
 STV < 9 tunda 6 jam, kalau tidak ada perubahan maka terminasi

Skor Tanda Vital


1 2 3 4
TD sistole >200 140-200 100-140
<100
TD diastole >110 90-110 50-90
<50
Nadi (x/menit) > 120 100-120 80-100
Suhu rektal (oC) > 40 38,5-40 < 38,5
Pernafasan (x/ > 40 Irreg/abn/patol 29-40 16-40
menit) < 16
GCS 3-4 5-7 >8

(Sutarinda, 2008)

8
BAB III
LAPORAN KASUS

1.1. IDENTITAS

Nama : Ny. AN
Umur : 29 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Swasta
Agama : Islam
Alamat : Pasuruan.
Masuk RS : 11 Agustus 2014 pukul 21.53 WIB

1.2. ANAMNESIS
Keluhan utama
Kejang
Riwayat Penyakit Sekarang
Kurang lebih sehari yang lalu sebelum masuk RS pasien yang tengah
hamil merasa pusing tapi tetap dirumah. Kemudian sehari kemudian pada j
am 19.00 pasien mengeluh pusing dan mual namun pasien tetap di rumah.
Pada jam 21.00 pasien tiba-tiba kejang kurang lebih selama 2 menit. Setela
h kejang pasien sadar kembali dan dibawa ke UGD RSUD BANGIL. Pasien
memiliki riwayat pusing + , mual + , Muntah + , pandangan kabur - , nyeri ul
u hati -. Riwayat tekanan darah tinggi sebelum dan selama hamil disangkal.
Riwayat kedua kaki bengkak sejak 3 bulan terakhir.

Riwayat Persalinan Lalu :


1. Aterm / 2800 gr / Spt.B / SpOG / P / 4 th / Hidup
2. Hamil ini .

Riwayat ANC :
1. SpOG 4x, terakhir kontrol 5 November 2014 . TD normal .
2. HPHT : 4-3-2014

9
3. TP : 11-12-2014
4. Usia Kehamilan : 37-38 minggu

Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien tidak ada riwayat penyakit kencing manis, asma, maupin ginjal
. Sebelum dan selama hamil pasien tidak ada menderita tekanan darah ting
gi. Riwayat kejang sebelumnya tidak ada.

Riwayat Penyakit Keluarga


Tidak ada dalam keluarga yang menderita kencing manis, asma, hiper
tensi. Tidak ada anggota keluarga yang pernah menderita penyakit yang sa
ma.

Riwayat Haid
Menarche pada usia 12 tahun, siklus haid teratur setiap bulan (kurang
lebih 30 hari), lamanya 7 hari. HPHT 43 2014.

Riwayat Perkawinan
Pasien menikah 1 kali, lama perkawinan 5 tahun.

1.3. PEMERIKSAAN FISIK


STATUS PRESENT
1. Keadaan Umum : Lemah
2. GCS : 446
3. Tanda Vital
Tekanan Darah : 197/108 mmHg
Nadi : 108 kali/menit
Respirasi : 20 kali/menit
Suhu : 36,5 oC
Skor Tanda Vital = 16
4. TB = 155 cm
BB= 75 kg
BMI= 31,22 kg/m2
5. Kepala dan Leher :
Edema palpebra (-/-), konjungtiva anemis (-) sklera ikterik (-/-)
6. Thorax :
10
Pulmo Ins : Bentuk simetris, gerak nafas simetris
Pal : Fremitus raba simetris
Per : sonor/sonor
Aus : Suara nafas vesikuler, rhonki (-/-) wheezing (-/-).
Cor I : iktus kordis tidak terlihat
P : Thrill (-)
P : Batas kiri ICS IV midclavicular line sinistra
A : S1 dan S2 tunggal
7. Abdomen
- TFU : 29 cm
- Letak bujur U
- DJJ : 164 x/i
- TBJ : 2635 gr
- His (-) neg
8. Genitalia Eksterna
- GE : Flux (-) Fluor (-)
- Dipstick : +3
9. Ekstremitas
Atas : Edema (-/-), parese (-/-), akral dingin (-/-)
Bawah : edema (+/+), parese (-/-), akral dingin (-/-)

Pemeriksaan Dalam (Setelah Pemberiaan SM)


Pembukaan 0-1 cm
Presentasi kepala
Eff 25 %
Hodge I
Ketuban +
Denominator sulit di evaluasi
UPD dalam batas normal

1.4. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Darah Rutin
Hb : 14,6 g/dL
Leukosit : 26,36 x 103/uL
Eritrosis : 5,03 x 106 juta/uL
Hematokrit : 41,20 %

11
Trombosit : 126.000 x 103/uL

Kimia Darah
GDS : 115 mg/dL
SGOT : 345 U/L
SGPT : 259 U/L
Ureum : 29,60 mg/dL
Kreatinin : 0,70 mg/dL
Asam Urat : 5,6 mg/dL
Natrium : 132 mmol/L
Kalium : 4,03 mmol/L
Chlorida : 110 mmol/L
LDH : 1589 U/L

Urinalisa
Kekeruhan : agak keruh
Warna : kuning
BJ : >=1,030
pH : 6,0
Protein : 3+
Glukosa : negatif
Urobilinogen : 1+
Bilirubin : negatif
Darah Samar : 3+

USG
- Tampak janin intrauterin Tunggal Hidup letak bujur kepala di bawah
- BPD : 89,1 (36 wod)
- AC : 817 (35w4d)
- FL : 64,5 (33w2d)
- EFW : 2637 gr
- AFL : 9,2
- Plac. Implantasi di corpus pors maturasi gr II

12
NST
- NST : patologis
- Baselinerate : 160 bpm
- Variability : <5bpm
- Ace (-) Dece (-)
1.5. DIAGNOSIS
G2P1001Ab000 gr. 37-38 mg T/H
+ Eklampsia
+ HELLP Syndrome
+ Fetal compromised
+ Obesitas
1.6. PENATALAKSANAAN
PDx: Lab DL , FH , SGOT, SGPT, LDH tiap 12 jam
PTx : - Resusitasi intrauterin
- O2 10 lt/1 , NRBM
- tidur miring kiri
Injeksi SM full dose :
SM 20 % 4 gr iv , bolus pelan
SM 40% 10 gr IM, bokong kanan-bokong kiri
Dilanjutkan SM maintenance : sm 40% 5 gr/6 jam jika kontraindikasi (-)
Usul terminasi dengan SC cito + IUD pasca placenta
IVFD : RD5 life line
Persiapan operasi :
 Injeksi Ampicilin 1gr iv (skin test )
 Inj ranitidine 1 amp iv
 Inj metoclopramid 1 amp iv
 Nifedipin 3 x 10 mg
 Metildopa 3 x 500 mg
 Dexamethasone rescue 10 mg-10 mg – 5 mg – 5 mg – Jadwal
 Pasang DC
 Daftar OK, sedia darah
 Konsultasi anestesi
 KIE
 Surat Persetujuan (Informed Consent)
Planning Monitoring :
Observasi Vital Sign, Keluhan, His, DJJ, Produksi urine, reflex patella,
13
balance cairan/6 jam, tanda-tanda impending eklampsia

BAB IV
PEMBAHASAN

Dalam menentukan diagnosa dan penatalaksanaan kasus obstetri yang har


us dilakukan terhadap pasien adalah anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang.
Pada kasus ini seorang wanita dengan usia 28 tahun didiagnosis dengan G
2P1001Ab000 Hamil aterm inpartu kala I fase aktif dengan eklampsia janin tunggal hidu
p intra uterin presentasi kepala.
Dasar diagnosis eklampsia pada pasien ini adalah sesuai definisi dimana e
klampsia adalah kelainan akut pada wanita hamil, dalam persalinan atau nifas yang
ditandai dengan timbulnya kejang dan atau koma. Sebelumnya wanita tadi menunjuk
kan gejala-gejala pre eklampsia (kejang bukan akibat kelainan neurologik). Pada pas
ien ini usia kehamilan lebih dari 20 minggu, dengan tanda-tanda pre eklampsia yakni
hipertensi dengan tekanan darah saat tiba di RS 197/108 mmHg, adanya proteinuria
3+ serta edema pada kedua tungkai. Pasien juga mengalami kejang.
Prinsip pengobatan pada penderita eklampsia adalah sebagai berikut:
1. Menghentikan dan mencegah kejang
2. Memperbaiki keadaan umum ibu/janin seoptimal mungkin
3. Mencegah komplikasi
4. Terminasi kehamilan/persalinan dengan trauma seminimal mungkin.
Pada pasien ini pertama-tama diberikan resusitasi dengan 02 via NRBM da
n IVFD RD5 life line. Kemudian pasien diberikan obat anti kejang MgSO4 dengan dos
is awal 4 gram 20% iv pelan, disusul dengan 10 gram 40% im terbagi pada bokong k
anan dan bokong kiri. Dosis ulangan diberikan 5 gram 40% im tiap 6 jam sampai 24 j
am paska persalinan atau 24 jam bebas kejang.
Pasien lalu diberi injeksi untuk mencegah komplikasi yaitu antibiotika ampici
llin diawali dengan skin test, dilanjutkan dengan ranitidine dan metoclopramid. Tidak l
upa juga balance cairan negatif untuk mencegah overload cairan. Pasien juga diberi
Nifedipin dan Metildopa untuk antihipertensi, tetapi perlu pengawasan agar penuruna
n MAP tidak lebih dari 20%. Karena pasien ini juga terdapat HELLP syndrome, maka
diberikan Dexamethasone rescue.
Pasien kemudian diusulkan untuk dilakukan terminasi dengan SC cito + IU

14
D pasca plasenta dengan syarat stabilisasi : 4-8 jam setelah salah satu atau lebih ke
adaan berikut ini :
 Setelah kejang terakhir
 Setelah pemberian antikejang terakhir
 Setelah pemberian antihipertensi terakhir
 Penderita mulai sadar
 Untuk koma, yang ditentukan skor tanda vital
- STV > 10, boleh terminasi
- STV < 9 tunda 6 jam, kalau tidak ada perubahan maka terminasi
Pada pasien ini, STV nya adalah > 10, sehingga boleh dilakukan terminasi. Untuk pe
rsiapan operasi, pasien dipuasakan dan diberi drip oxytocin 40 IU dalam RD5 500 cc.
Juga dipersiapkan transfusi bila kadar Hb post operasi < 8.
Selanjutnya dilakukan konsultasi ke teman sejawat Anestesi dan Kardiologi u
ntuk mempersiapkan operasi SC cito dan penatalaksanaan tambahan. Setelah tinda
kan operasi keluarga pasien menyetujui untuk pasien selanjutnya dirawat di ICU untu
k observasi dan pengobatan tindak lanjut.

15
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Pre-eklampsia dan eklampsia merupakan kesatuan penyakit yang langsung d
isebabkan oleh kehamilan, di mana eklampsia merupakan peningkatan yang lebih be
rat dan berbahaya dari pre eklampsia, dengan tambahan gejala-gejala tertentu. Ekla
mpsia pada umumnya timbul pada wanita hamil atau dalam nifas dengan tanda-tand
a pre eklampsia. Pada wanita yang menderita eklampsia timbul serangan kejang yan
g dapat diikuti oleh koma.
Penyebab pre eklampsia dan eklampsia masih tidak jelas. Genetik, immunolo
gik, endokrin, dan nutrisi diduga memiliki peranan dalam proses yang rumit.Pada um
umnya kejang didahului oleh makin memburuknya pre eklampsia dan terjadinya gejal
a-gejala nyeri kepala di daerah frontal, gangguan penglihatan,mual, nyeri epigastriu
m dan hiperrefleksia. Bila keadaan ini tidak dikenal dan tidak segera diobati, akan tim
bul kejang, yang sangat berbahaya terutama pada persalinan.
Prinsip pengobatan pada eklampsia adalah;
1. Menghentikan dan mencegah kejang
2. Memperbaiki keadaan umum ibu/janin seoptimal mungkin
3. Mencegah komplikasi
4. Terminasi kehamilan/persalinan dengan trauma seminimal mungkin pada ibu.

5.2 Saran
Sebaiknya petugas medis di daerah lebih berhati-hati dan menambah wawas
an keilmuannya mengenai penyakit eklampsia, sehingga kasus eklampsia dapat dice
gah sedari dini dan tidak terjadi kegawatdaruratan bahkan kematian. Kontrol ANC se
cara berkala dan penanganan yang tepat pada kasus eklampsia diharapkan dapat m
engurangi angka kematian ibu dan janin.

16
DAFTAR PUSTAKA

American College of Obstetricians and Gynecologist. Chronic Hypertension in Pregn


ancy. ACOG. Practice Bulletin no.29. Washington, DC: American College of
Obstetricians and Gynecologist, 2001.

Euerle, B, Warden, M. Pre Eklampsia (Toxemia of Pregnancy). 2005. http://www.eme


dicine.com

Gabbe. Obstetrics: Normal and Problem Pregnancies. In: Hypertension. 5th ed. Churc
hill Livingstone, An Imprint of Elsevier; 2007.

Hofmeyr GJ, Belfort M. Proteinuria as a predictor of complcations of pre-eclampsia. B


MC Med. 2009;7:11

Jung, Dawn C. Pregnancy, Pre Eklamsia. 2007. http;//www. Emedicine.com

Mattar, F, Sibai BM. Eclampsia. VIII. Risk Factors for maternal morbidity. Am J Obste
t Gynecol. 1990;163:1049-55.

Morris, S C. Pregnancy, Eklampsia. 2006. http;//www. Emedicine.com

Prawirohardjo, S. Pre Eklampsia dan Eklampsia. Dalam : Ilmu Kebidanan. Yayasan


Bina pustaka Prawirohardjo, Jakarta. 2010.

Shuman, T. Pregnancy : Pre Eklampsia and Eklampsia. 2005. http;//www.Google.co


m.

Sibai BM. Diagnosis, prevention, and management of eclampsia. Obstet Gynecol. Fe


b 2005;105(2):402-10

Stephani, R. Eklampsia. 2005. http;//www. Emedicine.com

Wagner, L.K. Diagnosis & Management of Pre Eklampsia. American Academy of Fa

17
mily Physicians Journal. Vol 70/no 12) 2004. http ://www.nhlbi.nib.gov/healthy
/prof/heart/hbp preg.pdf.

18

Anda mungkin juga menyukai