Anda di halaman 1dari 27

IMPLEMENTASI DESAIN PERMUKAAN DAN DESAIN STRUKTUR KAIN

TRADISIONAL PADA PERKEMBANGAN BUSANA DI INDONESIA

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Desain Tekstil

Dosen : Siti R., A.T., M.T.

Disusun oleh :

DEWI SALSHABILA (16030009)

CHAIRUNISA WIJI H (16030010)

2G1

POLITEKNIK STTT BANDUNG

PRODUKSI GARMEN

2018
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Desain muka adalah desain yang dibuat diatas permukaan kain. Salah

satu jenis kain tradisional di Indonesia yang memiliki desain muka adalah kain

batik. Batik adalah proses penulisan gambar atau ragam hias pada media

apapun dengan menggunakan lilin batik (wax/malam) sebagai zat perintang

warna.

Kain batik memiliki berbagai macam motif tergantung pada daerah

masing-masing. Semakin hari, semakin banyak motif kain batik yang ada.

Terdapat berbagai cara pembuatan motif pada kain batik seperti membatik

tulis dengan canting, membatik cap dengan canting cap dari tembaga, dan

kombinasi dari tulis dan cap.

Kain batik banyak digunakan pada kehidupan manusia. Batik tidak hanya

digunakan sebagai pakaian saja tetapi bisa digunakan untuk interior, upacara

adat, pembuatan aksesoris dan lain-lain.

Berdasarkan penjelasan diatas, penulis bermaksud membuat makalah

berjudul “IMPLEMENTASI DESAIN PERMUKAAN DAN DESAIN STRUKTUR

KAIN TRADISIONAL PADA PERKEMBANGAN BUSANA DI INDONESIA”

khususnya implementasi desain permukaan pada kain batik.

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas dapat diidentifikasikan beberapa masalah

sebagai berikut:

1. Bagaimana pengertian dari desain muka?

2. Bagaimana pengertian dari kain tradisional batik?

3. Bagaimana perkembangan desain muka pada kain tradisional batik?


4. Bagaimana pemanfaatan kain tradisional batik?

1.3 Tujuan

Berdasarkan identifikasi masalah diatas, makalah disusun dengan tujuan

sebagai berikut:

1. Menjelaskan pengertian dari desain muka

2. Menjelaskan pengertian dari kain tradisional batik

3. Menjelaskan perkembangan desain muka pada kain tradisional batik

4. Menjelaskan pemanfaatan kain tradisional batik


BAB II

POKOK BAHASAN

2.1 PENGERTIAN

2.1.1 Desain Permukaan

Proses desain adalah usaha kreatif untuk menghasilkan sebuah karya

yang memiliki nilai lebih. Desain permukaan adalah desain yang dibuat

diatas permukaan kain. Terdapat berbagai macam desain permukaan

seperti embossing, mercerizing, glazing, singgeing, pencapan dan lainnya.

Penerapan desain permukaan pada kain tradisional Indonesia contohnya

kain batik dan kain tenun ikat.

2.1.2 Batik

Batik secara umum telah disepakati pada konvensi batik Internasional

di Yogyakarta pada tahun 1997 adalah proses penulisan gambar atau ragam

hias pada media apapun dengan menggunakan lilin batik (wax/malam)

sebagai zat perintang warna.

Batik merupakan warisan budaya Indonesia dan menjadi warisan

budaya dunia oleh UNESCO pada 2 Oktober 2009. Pada umumnya

masyaralat Indonesia sudah paham tentang hal tersebut. Namun untuk

membedakan antara batik dengan tekstil bermotif batik masih belum banyak

yang paham.

Ciri-ciri kain batik yang dibuat secara manual sebagai berikut:

1. Kain batik asli terbuat dari serat alam (selulosa atau binatang).

Contohnya kapas, rayon, rami dan sutera.

2. Warna motif akan tembus sampai belakang kain.

3. Bau khas aroma lilin batik.

4. Detail gambar relatif lebih sederhana.


5. Harga kain batik relatif lebih mahal dan jumlahnya terbatas.

6. Bentuk ragam hias pada sehelai kain batik tidak ada kesamaan yang

tepat antara motif satu dengan yang lainnya.

7. Kain batik hampir tidak ada yang dikemas dalam bentuk gulungan.

8. Motif/cecek putih lebih besar pada bagian muka kain.

9. Terkadang ada warna motif akibat pecahan lilin batik.

Kain batik dapat digolongkan dalam tiga macam, yaitu kain batik

tradiisional, kain batik modern dan batik lukisan. Pembuatan kain batik

dilakukan dalam 2 macam cara, yaitu batik tulis dan batik cap. Kain batik

tradisional menggunakan motif-motif yang khusus, motif yang merupakan

ragam hias pada kain batik merupakan warisan turun-temurun karena itu

memiliki warna-warna yang khas pula.

Pada prinsipnya proses pembatikan adalah menutupi bagian-bagian

tertentu dari kain dengan menggunakan sejenis lilin yang disebut malam,

sebelum kain tersebut diberi zat warna (dicelup). Setelah dicelup, malam

tersebut sibuang, sehingga bagian yang tadinya tertutup oleh lilin tetap

berwarna seperti warna asalnya.

Urutan proses pembatikan adalah sebagai berikut:

1. Persiapan kain

 Memotong dan menjahit kain

Kain batik atau mori yang masih berbentuk piece dipotong-potong

menurut panjang kain yang akan dibuat. Kemudia kain dijahit ujung-

ujungnya (diplipit) supaya benang-benang yang paling tepi dengan

potongan tidak lepas.


 Mencuci (nggirah) atau ngetel (ngloyor) kain

Mori yang diperdangankan biasnaya diberi kanji berlebih agar kain

tampak tebal dan berat. Kanji tersebut dianggap tidak baik untuk kain

yang akan dibatik, maka perlu dihilangkan kemudian diganti dengan

kanji ringan. Kain harus direndam kemudian dicuci dan di ”ketel” atau di

“loyor”. Pengerjaan ngetel mori tidak hanya menghilangkan kanji,

melainkan kain mempunyai daya penyerapan lebih tinggi dan menjadi

supel, tetapi kekuatan kain menjadi berkurang. Proses ini menyerupai

proses mersir (mercerize) dimana kain dikerjakan dalam larutan alkali

dingin.

 Menganji

Kain yang akan dibatik perlu dikanji agar lilin batik tidak meresap

kedalam kain dan kelak lilin ini mudah dihilangkan. Tetapi kanji tersebut

tidak boleh menghalangi pewarnaan pada batik. Kain mori dikanji

dengan larutan kanji dingin dan kemudian dijemur.

 Ngemlpong

Ngemplong adalah meratakan kain dengan jalan kain dipukul berulang-

ulang. Karena meratakan kain tersebut dilakukan keadaan dingin tidak

seperti setrika panas, maka kanji pada mori mudah dihilangkan dengan

oencucian, pewarnaan tidak terganggu oleh adanya kanji pada kain

batik.

2. Pembuatan batik

 Menulis atau mencap kain

Kain yang sudah dikerjakan persiapan, bila akan dibatik, dipola lebih

dahulu, kemudian baru masuk pada pembuatan batik tulis. Intuk dicap,
mori dapat terus dikerjakan, tidak perlu dipola. Macam-macam

pengerjaan menulis atau mencap kain adalah :

1. Membatik atau mencap klowong

Peletakan lilin yang pertama dan lilin ini merupakan kerangka dari

motid batik tersebut. Klowongan terdiri dari 2 tingkat, pertama

disebut “ngengrengan” yaitu klowongan pertama, dan klowongan

pada muka sebelahnya sebagai terusan klowongan pertama,

pekerjaan ini disebut “nerusi”.

2. Nembok, tembokan pertama dan nerusi

Menembok adalah menutup kain setelah diklowong dengan lilin

yang lebih kuat. Pada tempat yang tertutup ini, nantinya tetap putih.

Nembok meliputi menutup permukaan, memberikan isen dan cecek

pada kain yang telah diklowong.

3. Membironi, meniring, menutupi

Dilakukan pada kain setelah diwedel dan dikerok atau dilorod,

sebelum kain tersebut disoga atau dicelup warna terakhir.

4. Cap jeblok

Menutupi permukaan kain yang nantinya akan berwarna soga

maupun berwarna putih.

5. Lukisan lilin batik

Gambar pada kain batik itu kerangkanya dengan melukiskan lilin

pada mori dengan alat-alat semacam kuwas. Dibuat oleh orang

yang berbakat seni dan dikenal dengan nama batik “gaya baru”,

“kreasi baru” atau batik “gaya bebas”.

6. Cara lain untuk resist terhadap warna

Cara lain untuk membuat kain tidak diwarnai pada tempat tertentu

dengan mengikat tempat tertentu tersebut dengan tali, pada


pencelupan tempat yang diikat ini tidak diwarnai. Biasanya dikenal

dengan nama “kain jumputan”.

 Memberi warna pada kain batik

Macam-macam pewarnaan pada pembuatan kain batik antara lain:

1. Medel

Memberi warna biru tua pada kain setelah kain dicap klowong dan

dicap tembok atau selesai ditulis. Untuk kain sogan kerokan, medel

adalah warna pertama yang diberikan pada kain. Medel dilakukan

secara celupan.

2. Celupan warna dasar

Untuk batik berwarna, batik tidak diwedel tetapi diberi warna yang

lain seperti hijau, violet, merah, kuning dan lainya. Zat warna yang

digunakan mempunyai ketahanan warna yang baik seperti cat

indigosol, napthol atau indanthreen.

3. Menggadung

Menyiram kain batik dengan larutan zat warna. Cara pewarnaan ini

menghemat zat warna tetapi hasil warnanya agak kurang rata,

karena larutan cat diratakan dengan disapu-sapu.

4. Coletan atau duitan

Memberi warna pada kain batik setempat dengan larutan zat warna

yang dikuwaskan atau dilukiskan dimana daerah yang diwarnai itu

dibatasi oleh garis-garis lilin sehingga warna tidak membelobori

daerah yang lain.

5. Menyoga

Memberi warna coklat pada kain batik.


 Menghilangkan lilin batik

Melepaskan lilin pada tempat-tempat tertentu dengan cara menggaruk

lilin itu dengan alat semacam pisau, pekerjaan ini disebut “ngerok” atau

“ngerik”.

 Memecah lilin atau ngremuk

Maksud membuat pecah lilin batik agar lilin pecah dengan teratur pada

garis-garis pecahan itu nanti warna soga dapat masuk kedalamnya,

sehingga pada kain batik nanti terjadi gambaran dari garis bekas

pecagan lilin.

2.2 PERKEMBANGAN

2.2.1 Perkembangan Desain Batik

Oleh karena kain batik dapat rusak sehingga tidak mungkin terdapat

peninggalan sebagai barang purbakala, maka untuk meneliti dan

menganalisa motif batik (design batik) pada zaman dahulu, dipakai analogy

perbandingan melalui seni-kebudayaan yang lain, hal ini sesuai pula dengan

teori Dr.J. Brandes, yang menyatakan: Batik berasal dari zaman yang sama

dengan gamelan, Wayang, Syair, barang-barang dari logam, pelayaran, ilmu

falak dan pertanian.

Berdasarkan penelitian para ahli, maka seni kebudayaan Indonesia,

yaitu gamelan dan wayang, seni sastra, seni candid dan patung, mulai

berkembang pada abad ke-8 (zaman kadatauan Sriwijaya – Syeilindra) dan

berkembang sudah tinggi nilainya pada abad ke 11-14. (zaman kerajaan

Jenggala- Majapahit). Melalui seni arca, khusus pakaian yang digambarkan

pada patung-patung, maka untuk diambil pakaian untuk menggambarkan

perkembangan design barik, sebagai berikut:


 Dasar Motif Lereng

Terdapat sebagai motif pakaian pada patung Siwa (dari emas) terdapat

dari daerah Gemuruh, Wonosobo, deket Dieng (candi Dieng, abad 9)

 Dasar Motif Ceplok

Terdapat pada pakaian patung Ganesa, dari Candi Banom, dekat

Borobudur (kompleks Candi Borobudur abad 9). Motif ini sebagai dasar

dari motif ceplok.

 Pemakaian isen cecek-sawut

Pemakaian cecek-sawut, yaitu gabungan antara deretan titik-titik

dengan garis-garis sejajar, digambarkan dengan jelas, pada hiasan dari


Genderang-Perunggu, diketemukan di Sangeang, Gunung api deket

Bima. Barang ini dari zaman Perunggu. Isen motif berupa cecek-sawut

ini tidak terdapat pada kesenian India Kuno. Bentuk cecek-sawut

terdapat pada batik Indonesia, dan merupakan corak khusus Indonesia.

 Motif Liris atau Lereng

Bentuk dasar dari motif liris atau Lereng, yang lebih bervariasi,

terdapatapada gambaran pakaian Manjusri, berasal dari Ngemplak,

Semongan, dekat Semarang. Patung ini berasal dari permulaan abad

10.
 Pemakaian titik-titik dalam motif

Motif yang menggunakan titik,titik bentuk titik masih besar-besar,

digambarkan pada pakaian Padmapani, dari zaman kebudayaan

periode Jawa-Tengah (abad 8-1o). Titik-titik banyak digunakan pada

pengisian motif batik, berupa deretan titik-titik atau kumpulan titik-titik.

 Dasar motif kawung

Dasar motif kuwung dari yang sederhana sampai yang bervariasi

dengan bentuk-bentuk isen, terdapat gambaran pada:

a. Patung Hara-hara dari Blitar, kawung digambarkan bentuk sedang

dengan isen.
b. Pada patung Parwati dari jawa, digambarkan kawung sederhana

bentuk kecil.

c. Pada patung siwa dan singasari (abad 13), terdapat motif kawung

kawung dengan isen diantaranya, sehingga hampir menyerupai

motif ceplok.
d. Pada patung budha Mahadewa dari Tumpang dan Bhrkuti dari

candi jago Jawa-Timur, dijumpai motif kawung bentuk kurus dan

dengan isen, sehingga sepintas lalu motif ini seperti motif ceplok.

 Dasar motif Ceplok

Motif-motif yang dianggap sebagai motif dasar dari pada motif Ceplok

dalam motif batik, terdapat:

a. Pada patung syiwa dari Singasari (abad 13), berupa ornament

pokok bundaran-bundaran seperti gambaran bunga.


b. Pada patung Durga dari singasari (abad 13), berupa lingkaran-

lingkaran yang diberi isen.

c. Pada patung Brahma dari singasari, berupa lingkaran-lingkaran

yang diberi isen bundaran dan hiasa segi-empat disusun-

berselang-seling.
d. Pada patung Pradjnyaparamita, dari Malang, (± 1350 AD), berupa

lingkaran-lingkaran yang terssun dan di beri isen, sehingga

merupakan motif Ceplok yang indah.

 Dasar motif Sido-mukti

Motif sido-mukti berdasar bidang-bidang segi empat dan diberi isen

berupa garuda, atau bentuk lain, ini disebut Sido Mukti.

Motif dasar serupa sido-mukti ini terdapat:

a. Pada patung Ganesa dar Singasari (abad 13). Pada otif ini diisi

dengan bentuk garuda sederhana dan tengkorak.


b. Pada patung Durga, dari candi Singasari, pada kain tapih

digambarkan motif kotak-kotak segi-empat menyerupai motif sido-

mukti dan sala.

 Dasar motif Semen

Lukisan atau gambaran, bila diubah menjadi semacam motif semen

yang terkenal sebagai motif khusus batik di Indonesia, terdapat:

a. Pada dinding Makam, dari Sendangduwur, Bojanegara, dari zaman

pemulaan Islam berpengaruh, tahun 1585 AD. Pada lukisan

terdapat gambaran ornament-ornamen yang biasa pada motif

Semen, Meru, Garuda, Pohon dan Candi.

b. Pada dinding dari masjid tua pada kompleks makam Ratu

Kalinyamat di Mantingan, dekat Jepara (1559 AD). Pada lukisan ini

terapat susunan dari Meru, Tumbuhan, Teratai, Pohon, Mega,

Candid dan gapura.


c. Pada dinding yang lain dari masjid tua dalam kompleks makam

Ratu-Kalinyamat, di Mantingan deket Jepara (1559 AD), terdapat

ornament-ornamen Meru, Pohon Hayat, Tumbuhan dan Mega.


Pada motif dasar dari semen ini sudah tampak jelas adanya ornamen-

ornamen Meru, Hayat, Tumbuhan, Mega dan Candia tau semacam

rumah. Belum terdapat adanya ornament-ornamen Garuda, Burung dan

Binatang-binatang yang lain. Ornament-ornamen ini baru dilengkapkan

pada perkembangan berikutnya dengan bentuk gambar secara

stilirisasi.

Jadi antara abad 9-16, telah kita dapatkan motif-motif Lereng, Ceplok,

Kawung, Sidomukti dan Semen, serta pemakaian isen cecek-sawut dan titik-

titik.

2.2.2 Perkembangan teknik pembuatan batik

Teknik pembuatan batik di Indonesia berdasarkan pada prinsip “resist

dyed technique” sebagai bahan untuk resist-dyed, semula dipakai bubur-

ketan, terkenal dengan nama “batik-simbut”. Sebagai alat untuk membatik,

semacam pencil dan bamboo.


Berikutnya diketemukan bahan resis-dyed dari malam-tawon (bees-

wax), yang lama-kelaman dikembangkan menjadi lilin batik Indonesia, yang

susunan campuran sangat unik.

Mula-mula dipakai hanya sejenis lilin dari sebangsa tawon atau lacing,

kemudian dicampur dengan damar dari tumbuhan, berikutnya ditambah

minyak dari tumbuhan atau dari hewan, dan kemudian dicampur dengan

paraffin.

Sehingga lilin batik Indonesia menjadi campuran yang sempurna terdiri

dari unsur-unsur lilin, berupa:

 Gondorukem.

 Parafin.

 Micro-wax.

 Mata-kucing. (damar)

 Lilin kote (l. tawon)

 Lilin Lonceng.

 Minyak binatang (hewan)

 Minyak Kelapa.

 Lilin Bekas.

Campuran lilin menjadi lilin batik dengan perbandingan tertentu dan

memakai unsur lilin tertentu, tergantung dari sifat lilin batik yang dikehendaki.

Kiranya diantara batik didunia, tidak ada yang mempunyai ramuan lilin batik

sempurna dan unik seperti lilin batik Indonesia, sebagai bahan resist-dyed,

atau wax-resist-dyed. Ditinjau dari alat yang dipakai untuk membuat lukisan

lilin pada kain, pertama (tahun kapan?) dipakai canting tulis dari tembaga

sebagai alat untuk menuliskan lilin pada kain. Pekerjaan menulis dengan lilin

ini disebut: membatik, mbathik, nyerat. Pada tahun 1815, dibuat stampel dari
tembaga untuk membuat lukisan lilin pada kain secara dicapkan. Alat ini

disebut Cap, mengerjakan disebut mancap dan batik yang dihasilkan disebut

batik cap.Batik tulis dan cap berkembang berdampingan sampai pada saat

ini.

Pada tahun 1902, orang pernah mencoba membuat stempel dari kayu,

namun alat ini tidak dapat berkembang pada pembatikan di Jawa. Di

Sumatra, sekitar bukit-Tinggi cara ini masih dikerjakan. Pada tahun 1966

mulai muncul beberapa seniman membuat batik secara kombinasi sistim

panting dan batik tulis. Alat utuk penting lilin adalah kuwas atau sendok. Batik

yang dibuat secara printing ini telah berkembang pada tahun 1967, terkenal

dengan nama Batik Modern, batik Gaya Bebas, batik Painting atau batik

bukan tradisional.

Pada tahun 1970 telah dicoba canting tulis yang dipanaskan dengan

listrik, namun alat ini sampaii saat ini belum berkembang pemakaiannya.

Pembuatan batik secara printing, karena tidak masuk proses “Wax-

resist – dyed” maka tidak dimasukkan dalam uraian ini.

2.3 PEMANFAATAN

Pada zaman dahulu, batik tidak menjadi tren seperti saat ini, terutama

di kalangan anak muda. Kebanyakan hanya dipakai oleh kaum wanita

sebagai bawahan atau rok. Saat itu anak muda sangat jarang menggunakan

batik. Nyatanya, batik hanya digunakan pada event-event tertentu saja, pada

acara kondangan misalnya.


Memasuki era globalisasi, batik menjadi banyak digunakan tidak hanya

oleh kaum tua. Kain batik banyak digunakan untuk pakain baik atasan

maupun bawahan. Banyak desainer Indonesia yang memperkenalkan batik

pada dunia internasional melalui pagelaran busana yang diadakan di dalam

maaupun diluar negeri.


Bukan tidak mungkin suatu saat ragam hias motif batik klasik muncul

dalam kertas pelapis dinding, lantai keramik, keramik dinding, kain penutup

sofa, kain gorden, karpet, list gipsum, lampu gantung. Dengan nafas batik

dalam sentuhan seorang desainer Indonesia, batik akan menjadi identitas

bangsa Indonesia dengan interpretasi baru yang lebih modern sehingga

dapat diterima oleh masyarakat umum dan generasi muda khususnya.

Dalam aplikasi interior, batik sering diidentikan dengan gaya etnik

(mengadopsi ciri khas kebudayaan daerah tertentu), namun saat ini justru

banyak dipakai untuk menghidupkan suasana ruangan bergaya modern.

Mengingat motif batik yang cenderung ramai dan beraneka jenis serta

warnanya. Motif batik sebaiknya digunakan pada benda atau bidang tertentu

dalam skala kecil pada ruangan, sehingga dapat ditonjolkan sebagai eye
catching ruang. Asal disesuaikan fungsi dan tema warna ruang, serta cermat

mengatur komposisi batik, anda sudah bisa menciptakan desain ruangan

yang harmonis. Agar diperoleh hasil yang maksimal maka perlu

pertimbangan tertentu untuk proses perancangan maupun desain untuk

aplikasi interior. Langkah awal untuk perancangan batik sebagai aplikasi

interior yang harus dilakukan adalah:

1) Mengidentifikasi ruang

2) Menentukan jenis/corak yang dibutuhkan sesuai kebutuhan ruang

3) Menentukan bentuk dan ukuran yang akan dipilih/diterapkan.


BAB III

KESIMPULAN

Proses desain adalah usaha kreatif untuk menghasilkan sebuah karya

yang memiliki nilai lebih. Desain permukaan adalah desain yang dibuat diatas

permukaan kain. Penerapan desain permukaan pada kain tradisional Indonesia

contohnya kain batik. Batik adalah proses penulisan gambar atau ragam hias pada

media apapun dengan menggunakan lilin batik (wax/malam) sebagai zat perintang

warna.

Teori Dr.J. Brandes, yang menyatakan: Batik berasal dari zaman yang

sama dengan gamelan, Wayang, Syair, barang-barang dari logam, pelayaran, ilmu

falak dan pertanian. Berdasarkan penelitian para ahli, maka seni kebudayaan

Indonesia, yaitu gamelan dan wayang, seni sastra, seni candid dan patung, mulai

berkembang pada abad ke-8 (zaman kadatauan Sriwijaya – Syeilindra) dan

berkembang sudah tinggi nilainya pada abad ke 11-14. (zaman kerajaan Jenggala-

Majapahit).

Batik banyak digunakan untuk pakaian baik atasan maupun bawahan

untuk wanita dan laki-laki di semua kalangan umur. Batik juga bisa digunakan pada

interior ruangan seperti kertas pelapis dinding, lantai keramik, keramik dinding,

kain penutup sofa, kain gorden, karpet, list gipsum, lampu gantung. Semakin hari

semakin banyak kreasi yang tercipta dari kain batik.


BAB IV

DAFTAR PUSTAKA

-. 2008. Indonesia Batik : A Culture Beauty. Jakarta : Departemen Perdagangan

Republik Indonesia

Atmadi, Tunjung SP. 2015. Kajian Aplikasi Batik Pada Desain Interior Kantor

Google di Jakarta. Jakarta : NARADA, Jurnal Desain & Seni, FDSK-UMB.

Volume 2 Edisi 1 : 15-20

Jumaeri, S.Teks dkk. 1977. PENGETAHUAN BARANG TEKSTIL. Bandung :

Intitus Teknologi Tekstil

Susanto, S.K. Sewan S.Teks. 1973. SENI KERAJINAN BATIK INDONESIA.

Jakarta : Balai Penelitian Batik dan Kerajinan, Lembaga Penelitian dan

Pendidikan Industri, Departemen Perindustrian

Yuandri, Tahta Rizki. 2015. “Seni Batik, Dulu dan Sekarang”. Diperoleh 20 Mei

2018. Dari http://niugen.blogspot.co.id/2015/03/seni-batik-dulu-dan-

sekaran g_24.html

Anda mungkin juga menyukai