Anda di halaman 1dari 17

Mata Kuliah : Promosi Kesehatan

Jenis Tugas : Kelompok

Dosen Pembimbing : Andi Meinar Dwi Rantisari Thayeb S.Km M.Kes

Kelas : B/016

Theory Planned Behavior

OLEH :

Kelompok III

Anisa Adriyati 16 3145 105 039

Alfionita Carolina Samahati 16 3145 105 041

Elmelisa Luturmas 16 3145 105 047

Hedi Alfian 16 3145 105 049

FAKULTAS KEPERAWATAN & KEBIDANAN


UNIVERSITAS MEGA REZKY MAKASSAR
2019/2020

i
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, Puja dan Puji Syukur tercurahkan kepada Allah SWT karena
atas limpahan nikmat dan karunia-Nya. Shalawat serta salam semoga tercurahkan
kepada Nabi Muhammad SAW. sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah
ini tepat pada waktunya. Dengan judul makalah “Theory Planned Behavior

Banyak kesulitan yang kami hadapi dalam membuat tugas makalah ini tapi
dengan semangat dan kegigihan serta arahan, sehingga kami mampu menyelesaikan
tugas makalah ini dengan baik.

Kami menyimpulkan bahwa tugas makalah ini masih belum sempurna, oleh
karena itu kami menerima kritik dan saran, guna kesempurnaan tugas makalah ini dan
bermanfaat bagi mahasiswa dan pembaca pada umumnya.

Makassar, 18 November 2019

Penyusun

Kelompok III

2
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Perilaku terhadap pelanggaran, ketidakjujuran, dan penyimpangan akademik
atau biasa disebut academic dishonesty sudah tidak dapat terelakkan lagi di
kalangan peserta didik. Kecurangan, plagiarisme, dan bentuk lain dari
perbuatan kecurangan akademik seperti ketersediaan hasil ujian siswa lain
yang dapat digunakan sebagai sarana untuk berbuat curang adalah contoh
nyata dari perilaku yang melanggar kebijakan integritas akademis (Stone et
al., 2010).
Penelitian berbasis teori diperlukan untuk mengembangkan pemahaman
mengenai alasan yang mendasari ketidakjujuran akademik dan menentukan
cara paling efektif untuk mengatasi persoalan ini (Stone et al., 2009). Theory
of Planned Behavior (TPB) telah memberikan kerangka teori yang memadai
untuk melakukan penelitian dengan tema ketidakjujuran akademik (Harding et
al., 2007; Stone et al., 2009, 2010). Selain itu, penggunaan teori TPB di
Indonesia dalam penelitian sejenis masih belum banyak. Kedua hal tersebut
menjadi alasan mengapa penelitian ini menggunakan kerangka fikir yang
diadopsi dari TPB.
TPB merupakan perluasan dari Theory of Reasoned Action (TRA). Dalam
TRA dijelaskan bahwa niat seseorang terhadap perilaku dibentuk oleh dua
faktor utama yaitu attitude toward the behavior dan subjective norm (Fishbein
dan Ajzen, 1975), sedangkan dalam TPB ditambahkan satu faktor yaitu
perceived behavioral control (Ajzen, 1985)

3
B. Tujuan
a. Untuk mengetahui sejarah dari Teory Planned Behavior
b. Untuk mengetahui definisi dari Teory Planned Behavior
c. Untuk mengetahui komponen dari Teory Planned Behavior
d. Untuk mengetahui aplikasi dari Teory Planned Behavior
e. Untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan dari Teory Planned
Behavior

C. Manfaat
a. Agar dapat mengetahui sejarah dari Teory Planned Behavior
b. Agar dapat mengetahui definisi dari Teory Planned Behavior
c. Agar dapat mengetahui komponen dari Teory Planned Behavior
d. Agar dapat mengetahui aplikasi dari Teory Planned Behavior
e. Agar dapat mengetahui kelebihan dan kekurangan dari Teory Planned
Behavior

4
BAB II
PEMBAHASAN

A. Sejarah Theory Planned Behavior


Pada awalnya banyak sekali penelitian tentang perilaku yang
dihubungkan dengan variabel sikap. Namun hasil penelitian itu menunjukkan
bahwa tidak ada hubungan yang cukup kuat antara sikap dengan perilaku aktual
seseorang. Kemudian, hasil penelitian ini dikaji kembali pada beberapa penelitian
selanjutnya, dan didapatkan kesimpulan bahwa terdapat faktor yang yang
berperan sebagai penghubung antara sikap dan perilaku yaitu niat. Niat
merupakan pernyataan individu mengenai keinginannya untuk melakukan
perilaku tertentu. (Aiken, 2002)
Hubungan antara niat dan perilaku ini kemudian dikaji oleh Fishbein dan
Ajzen (1975) dalam teori yang dinamakan Theory of Reasoned Action. Teori ini
didasarkan pada asumsi, bahwa manusia bertingkah laku cukup rasional dan
menggunakan informasi yang ada. Selain itu, juga terdapat asumsi lain yaitu
perilaku sosial berada dalam kontrol individu secara disadari dan yang menjadi
determinan langsung dari tingkah laku adalah niat individu untuk melakukan atau
tidak melakukannya tingkah laku tersebut.

Menurut theory reasoned action, niat merupakan fungsi dari dua


determinan, yaitu determinan sikap terhadap suatu tingkah laku (attitude toward
the behavior) dan determinan norma subyektif (subjective norm). Attitude toward
the behavior merupakan penilaian seseorang bahwa melakukan sesuatu adalah
positif atau negatif, setuju atau tidak setuju terhadap tingkah laku tersebut. Dan
subjective norm adalah persepsi seseorang terhadap tekanan sosial untuk

5
melakukan atau tidak melakukan suatu tingkah laku tertentu. (Fishbein&Ajzen,
1975)

Banyak penelitian di bidang sosial yang membuktikan bahwa theory


reasoned action¸ merupakan teori yang cukup memadai dalam memprediksi
tingkah laku. Hasil meta analisis menyimpulkan bahwa theory reasoned action
hanya berlaku bagi tingkah laku yang dibawah kontrol individu, tetapi tidak
sesuai untuk menjelaskan tingkah laku yang tidak sepenuhnya dibawah kontrol
individu, karena terdapat faktor yang menghambat atau memfasilitasi realisasi
niat ke dalam tingkah laku. Sehingga, Ajzen menambahkan satu faktor anteseden
bagi niat yang berkaitan dengan kontrol individu ini, yaitu perceived behavior
control. Penambahan satu faktor ini, mengubah theory reasoned action menjadi
theory planned behavior. (Fishbein&Ajzen, 1975) konstruk yang ditambahkan
pada theory planned behavior berguna untuk mengontrol perilaku individual
yang dibatasi oleh sekurang-kurangnya dan keterbatasan-keterbatasan dari
kekurangan sumber daya yang digunakan untuk melakukan perilaku. (Chau&Hu,
2002 dalam Jogiyanto, 2007)

B. Definisi Theory Planned Behavior

Theory planned behavior menjelaskan bahwa perilaku yang dilakukan


individu timbul karena adanya minat untuk berperilaku. Theory planned behavior
didasarkan pada asumsi bahwa manusia adalah makhluk rasional yang memiliki
dampak/akibat dari tindakan dari mereka sendiri sebelum melakukan suatu
tindakan/perilaku tertentu. (Ajzen, 1991)

Konsep mendasar dari TPB adalah Intensi. Intensi dijelaskan sebagai


faktor utama dalam TPB yang mencakup faktor motivasional yang memengaruhi
perilaku. Intensi menjadi indikator tentang sekuat atau sekeras apa orang-orang
mau untuk mencoba, tentang sebanyak apa usaha yang mereka rencanakan untuk
dikerahkan, dalam rangka untuk melakukan perilaku tertentu. Terdapat aturan

6
utama dalam TPB, yaitu semakin kuat intensinya untuk terlibat dalam sebuah
perilaku, maka semakin besar kemungkinan perilaku tersebut dilakukan (Ajzen,
1991).

Terbentuknya intensi merupakan gabungan dari attitude toward the


behavior (hasil dari Behavioral belief), subjective norm (hasil dari Normative
belief), dan perception of behavioral control (hasil dari Control belief). Oleh
karena itu, untuk memprediksi intensi seseorang, mengetahui ketiga belief /
keyakinan tersebut menjadi sama pentingnya seperti untuk mengetahui sikap
seseorang (Ajzen, 1991).

C. Komponen Theory Planned Behavior


Dalam Theory Planned Behavior, sebuah perilaku individu terjadi karena
adanya intensi, sedangkan intensi terbentuk dari 3 komponen. Komponen-
komponen tersebut meliputi attitude toward the behavior ( hasil dari Behavioral
belief), subjective norm (hasil dari Normative belief), dan perception of
behavioral control (hasil dari Control belief). 1. Behavioral Belief

7
Adalah keyakinan individu bahwa perilaku akan menghasilkan hasil yang
diharapkan. Meskipun seseorang dapat memiliki banyak keyakinan tentang
perilaku apapun, namun hanya relatif kecil saja yang bisa digunakan pada saat
tertentu. Hal ini diasumsikan bahwa keyakinan digunakan dalam kombinasi
dengan nilai-nilai yang bersifat subjektif dari hasil yang diharapkan kemudian
akan menentukan sikap yang berlaku terhadap suatu perilaku (Ajzen, 2015a).
Behavioral Belief menghasilkan komponen yang disebut attitude toward the
behavior.

Attitude toward the behavior (sikap) merupakan suatu kepercayaan


yang bersifat subjektif untuk menentukan positif atau negatifnya suatu
perilaku. Maksudnya, individu akan melakukan suatu perilaku tertentu apabila
dia menilai perilaku tersebut secara positif. Begitu pula sebaliknya, saat suatu
perilaku tersebut dinilai negatif maka individu tersebut tidak akan
menampilkan perilaku itu. (Ajzen, 2015b)

Sikap juga ditentukan oleh kepercayaan individu mengenai


konsekuensi dari perwujudan suatu perilaku (behavioral beliefs) , “ditimbang”
dengan hasil evaluasi terhadap konsekuensinya (outcome evaluation) . Sikap
tersebut dianggap memiliki pengaruh langsung terhadap intensi berperilaku.
Kemudian dihubungkan dengan subjective norm dan perceived behavioral
control. (Ajzen,1991)

Penjelasan rumus di atas adalah attitude toward the behavior (A)


didapatkan dari hasil kali keseluruhan antara belief dengan outcome (bi) dan
evaluasi dengan outcome ( ei). Dapat disimpulkan bahwa seseorang yang
percaya pada sebuah perilaku akan mampu menghasilkan outcome yang

8
positif. Akibatnya individu tersebut akan memiliki sikap yang positif. Begitu
pula sebaliknya, jika individu tersebut percaya apabila dia melakukan sebuah
tindakan akan menghasilkan outcome yang negatif. Maka individu tersebut
akan memunculkan sikap yang negatif terhadap tindakan atau perilaku
tersebut. (Ajzen, 1991)

2. Normative Belief
Adalah sejauh mana seseorang memiliki motivasi untuk mengikuti
pandangan orang terhadap perilaku yang akan dilakukannya. Jika individu
merasa itu adalah hak pribadinya untuk menentukan apa yang dia lakukan,
bukan ditentukan oleh orang lain di sekitarnya, maka dia akan mengabaikan
pandangan orang tentang perilaku yang akan dilakukannya. (Ajzen, 2007).
Normative belief berkaitan dengan factor lingkungan khususnya orang-orang
yang significant others dapat mempengaruhi individu dalam berperilaku.
Selain itu, Normative belief menghasilkan komponen yang disebut subjective
norm.

Menurut Baron&Byrne (2002, dalam Ajzen, 2005), Norma Subjektif


adalah persepsi individu tentang apakah orang lain akan mendukung atau
tidak mendukung perilaku yang dilakukannya. Selain itu subjective norm
merupakan persepsi individu terhadap tekanan sosial yang ada untuk
menunjukkan terlibat atau ketidakterlibatan orang lain dalam suatu perilaku.
Artinya, norma yang didapatkan Individu terhadap sejauh mana lingkungan
sosial berpengaruh dalam perilaku individu tersebut.( Ajzen, 2015c )

SN ∑ ni mi
Penjelasan rumus diatas adalah Subjective Norm ( SN) didapatkan dari
hasil kali keseluruhan antara normative belief tentang tingkah laku (ni) dengan
motivation to comply / motivasi untuk mengikutinya (mi). Dengan kata lain,

9
Individu percaya bahwa orang-orang yang significant other cukup
berpengaruh terhadapnya dalam mendukung dia berperilaku, maka ini menjadi
tekanan sosial bagi individu yang melakukannya. Sebaliknya, jika individu
tidak percaya bahwa orang lain yang berpengaruh kepadanya tidak
mendukung tingkah laku tersebut, maka ini ia memiliki subjective norm untuk
tidak melakukannya. (Ajzen, 1991)

3. Control Belief

Menurut Ajzen (1991), perceived behavioral control merupakan


persepsi individu terhadap mudah atau tidaknya seseorang memunculkan
suatu perilaku. Teori Perceived Behavioral Control ini memiliki kemiripan
dengan konsep Self-Efficacy milik Albert Bandura, yang terhubung dengan
penilaian terhadap kemampuan seseorang untuk memunculkan suatu perilaku
yang sesuai dengan situasi dan kondisi yang sedang berlangsung.

Sebagian besar pengetahuan yang kita miliki terhadap perceived


behavioral control ini berasal dari studi ilmiah milik Bandura dan koleganya.
Dari studi ilmiah yang mereka lakukan, diperoleh hasil bahwa perilaku
seseorang sangat dipengaruhi oleh kepercayaan diri mereka untuk
memunculkan perilaku tersebut. (Ajzen, 1991)

Selain itu, perceived behavioral control ditentukan oleh kombinasi


antara control belief dengan perceived power control. Control belief
merupakan keprcayaan individu mengenai faktor yang mendukung atau
menghambat individu untuk melakukan sebuah perilaku. Sedangkan,
perceived power control merupakan kekuatan perasaan individu akan setiap
faktor pendukung atau penghambat tersebut. (Ajzen, 1991).

10
Sehingga hubungan antara control belief dengan perceived pwer control dapat dilihat
pada rumus berikut :

PBC ∑ ci pi
Rumus tersebut menjelaskan bahwa perceived behavioral control
merupakan hasil penjumlah dari hasil kali antara control belief tentang hadir
tidaknya factor (ci) dengan perceived power control ( pi). Sehingga semakin
besar persepsi individu mengenai kesempatan yang dimiliki dan semakin kecil
hambatannya, maka semakin besar persepsi control perilaku yang dimiliki
individu tersebut.

Ketiga komponen tersebut membentuk intention. Menurut Ajzen (2005) ,


intensi adalah ant\eseden dari sebuah perilaku yang nampak, dan dapat
meramalkan secara akurat berbagai kecenderungan perilaku. Semakin besar
intensi individu terhadap suatu perilaku, maka semakin besar juga kemungkinan
individu untuk memunculkan perilaku tersebut.

Artinya jika individu memiliki intensi untuk melakukan suatu perilaku


maka individu cenderung akan melakukan perilaku tersebut. Sebaliknya, jika
individu tidak memiliki intensi untuk melakukan suatu perilaku maka individu
cenderung tidak akan melakukan perilaku tersebut. ( Fishbein&Ajzen, 1975).
Namun intensi individu untuk berperilaku memiliki keterbatasan waktu dalam
perwujudannya ke arah perilaku nyata, maka dalam melakukan suatu perilaku
perlu diperhatikan empat elemen utama dari intensi, yaitu target dari perilaku
yang dituju (target), tindakan (action) , situasi saat perilaku ditampilkan
(contex), dan waktu saat perilaku ditampilkan (time) . (Fishbein&Ajzen, 1975)

Sesuai dengan kondisi pengendalian yang nyata di lapangan (actual


behavioral control), maka niat tersebut akan diwujudkan jika kesempatan itu
muncul. Namun sebaliknya, perilaku yang dimunculkan bias jadi bertentangan

11
dengan niat individu tersebut. Hal ini terjadi karena kondisi di lapangan tidak
memungkinkan memunculkan perilaku yang telah diniatkan tersebut, sehingga
dengan cepat akan mempengaruhi perceived behavioral control individu
tersebut. Perceived behavioral control yang telah berubah akan mempengaruhi
perilaku yang ditampilkan sehingga tidak sama lagi dengan perilaku yang
diniatkan sebelumnya. (Fishbein&Ajzen, 1975).

D. Aplikasi Theory Planned Behavior


 Yang paling popular digunakan adalah membuat model bentuk kecurangan
dalam hal akademik (harding et all, 2000), keikutsertaan dalam latihan fisik
(Armitage : 2005), rekreasi sebagai tempat yang dipilih (Ajzen and Driver:
1990), partisipasi donor darah (M. Giles et all: 2004). ( Wahyu T. Setyobudi,
2008)
 Digunakan untuk menguji niat / intensi dari “perilaku berbagi pengetahuan
(knowledge sharing) dalam organisasi” (Wahyu T.Setyobudi, 2008)
 TPB digunakan oleh Kolvereid (1996) untuk mencoba memprediksi intensi
memilih status pekerjaan. Dalam hal ini cakupan status pekerjaan adalah
karyawan yang mendapat upah, ataupun mereka yang membuka usaha
sendiri.
 Wiethoff (2004) membuat sebuah rancangan model pelatihan yang mengacu
pada TPB. Hal yang ia ingin lakukan adalah mencoba mempengaruhi
motivasi belajar dalam program pelatihan keberagaman ( Diversity Training
Program )
 Dr. Morris A. Okun dari Department of Psychology, Arizona State
University, dan Erin S. Sloane dari Los Angeles Unified School District,
melakukan penelitian yang mengacu pada TPB untuk memperkirakan angka
partisipasi murid murid disana sebagai voluntir terhadap program yang
dijalankan kampus. (Okun & Sloane, 2002)

12
 Jeffrey J. Martin dari, Health and Sport Studies di Wayne State University
bersama Pamela Hodges Kulinna dari the di Arizona State University
melakukan penelitian yang didasarkan pada Self-Efficacy Theory dan TPB
untuk beberapa faktor penentu intensi guru olahraga untuk melakukan
kegiatan fisik ketika mengajar di jam mengajar mereka dimaksudkan untuk
para guru agar menggunakan paling tidak setengah dari keseluruhan waktu
mereka untuk melakukan kegiatan fisik mulai skala sedang sampai berat.
Martin dan Kulinna (2004)
 Stephen Richard Marrone (2005) dari Columbia University Teachers
College melakukan penelitian yang berkiblat pada TPB dari Ajzen dan
Fishbein, berhubungan dengan intensi perawat IGD di rumah sakit untuk
melayani pasien Muslim Arab dengan benar secara kultural
 Penelitian dalam basis psikologi klinis telah dipraktekkan oleh Godin dkk.
(1992) dengan menggunakan TPB yang bertujuan untuk mencari tahu
kebenaran anggapan-anggapan dasar dalam TPB untuk memperkirakan
intensi berolah raga dan juga kegiatan olahraga itu sendiri pada orang
dewasa dalam kelompok umum dan kelompok wanita hamil.

E. Kelebihan dan Kelemahan Theory Planned Behavior


 Kelebihan :

1. Adanya Perceived Behavioral Control yang digunakan sebagai persepsi


seseorang terhadap kemudahan ataupun kesulitan membentuk suatu
perilaku tertentu. (Siregar, 2011)
2. TPB lebih detail menjelaskan variable social dibandingkan dengan
TRA (Siregar, 2011).

3. Theory of planned behavior (TPB) mempertimbangkan bahwa subjective


norms memiliki pengaruh yang penting dan lebih berpengaruh kepada niat
individu dibandingkan dengan variabel yang lain (Ajzen, 1988)

13
4. Menjelaskan hubungan diantara niat perilaku dan perilaku (tindakan)
dengan bantuan dari pengendalian perilaku yang dipersepsi (perceived
behavioral control) (Ajzen, 2002)
 Kelemahan :
1. TPB beranggapan bahwa kepercayaan pemakai bergantung pada situasi
masing-masing. Karena itu model TPB tidak berasumsi bahwa
kepercayaan itu yang berlaku pada satu konteks juga akan berlaku pada
konteks yang lain. (Siregar, 2011)
2. TPB memerlukan suatu studi untuk mengidentifikasi hasil relevan,
kelompok acuan, dan variabel kendali di dalam tiap-tiap konteks yang
digunakan. (Siregar, 2011)
3. Materi TPB memerlukan suatu alternatif perilaku eksplisit jika ingin
memperoleh hasil yang sama. (Siregar, 2011)

14
BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN

Penelitian berbasis teori diperlukan untuk mengembangkan pemahaman


mengenai alasan yang mendasari ketidakjujuran akademik dan menentukan
cara paling efektif untuk mengatasi persoalan ini (Stone et al., 2009). Theory
of Planned Behavior (TPB) telah memberikan kerangka teori yang memadai
untuk melakukan penelitian dengan tema ketidakjujuran akademik (Harding et
al., 2007; Stone et al., 2009, 2010). Selain itu, penggunaan teori TPB di
Indonesia dalam penelitian sejenis masih belum banyak. Kedua hal tersebut
menjadi alasan mengapa penelitian ini menggunakan kerangka fikir yang
diadopsi dari TPB.
TPB merupakan perluasan dari Theory of Reasoned Action (TRA). Dalam
TRA dijelaskan bahwa niat seseorang terhadap perilaku dibentuk oleh dua
faktor utama yaitu attitude toward the behavior dan subjective norm (Fishbein
dan Ajzen, 1975), sedangkan dalam TPB ditambahkan satu faktor yaitu
perceived behavioral control (Ajzen, 1985)

15
i
i

Anda mungkin juga menyukai