Anda di halaman 1dari 16

LEMBAR PENGESAHAN

Nama : Novia Annisa


Npm : 1614201110041
Tempat : Bangsal Al-Biruni Rs. Islam Banjarmasin
Judul Laporan Pendahuluan : Kondiloma Akuminata Genitalia
Judul Asuhan Keperawatan : Post Operasi Pasien Ny. J.
dengan Kondiloma Akuminata Genitalia
Telah menyelesaikan semua laporan stase KMB di tempat tersebut.

Banjarmasin, 18 November 2019

Mahasiswa

Novia annisa
(1614201110041)

Menyetujui,

Pembimbing Akademik (CT) Pembimbing Lahan (CI)

(Uni Afriyanti ,Ns.,M.Kep) (Nurhikmah,S.Kep.,Ners)


LAPORAN PENDAHULUAN

“CONDYLOMA ACUMINATA GENITALIA”

1. Anatomi Fisiologi
Alat kelamin wanita eksternal secara bersama disebut sebagai vulva. Dan di bawah ini
merupakan bagian dari vulva :
1.1 Mons Veneris
The veneris mons, bahasa Latin untuk "bukit Venus" (Roma Dewi cinta) adalah
jaringan lemak yang menutupi tulang kemaluan bawah perut tapi di atas labia. Mons
Veneris secara seksual sensitif pada beberapa perempuan dan melindungi tulang
kemaluan dari dampak hubungan seksual.

1.2 Labia Mayor


Labia mayora adalah bibir luar vulva, bantalan jaringan lemak yang membungkus
di sekitar vulva dari mons ke perineum. Labia ini biasanya ditutupi dengan rambut
kemaluan, dan mengandung banyak keringat dan kelenjar minyak, dan telah
dikatakan bahwa aroma dari ini membangkitkan gairah seksual.

1.3 Labia Minor


Labia minora adalah bibir dalam dari vulva, membentang tipis jaringan dalam labia
majora yang melipat dan melindungi vagina, uretra, dan klitoris. Munculnya labia
minora bisa sangat bervariasi, dari bibir kecil yang menyembunyikan antara labia
majora ke bibir besar yang menonjol. Baik labia dalam dan luar cukup sensitif
terhadap sentuhan dan tekanan.

1.4 Klitoris
Klitoris sebagai oval putih kecil antara bagian atas labia minora dan klitoris, adalah
tubuh kecil jaringan spons yang sangat sensitif seksual. Hanya ujung atau kelenjar
klitoris menunjukkan extrernally, tetapi organ itu sendiri yang memanjang dan
bercabang menjadi dua garpu, krura, yang memperpanjang ke bawah sepanjang tepi
lubang vagina ke arah perineum. Pada avergae The kelenjar klitoris atau ujung
eksternal klitoris dilindungi oleh kulup, atau klitoris hood, penutup jaringan mirip
dengan kulup penis pria. Selama rangsangan seksual, klitoris dapat memperpanjang
dan tenda menarik untuk membuat kelenjar klitoris lebih mudah diakses. Pada
beberapa wanita kelenjar klitoris sangat kecil; perempuan lain mungkin memiliki
klitoris tenda besar yang tidak sepenuhnya menutup.

1.5 Uretra
Saluran uretra tepat di bawah klitoris. Hal ini tidak berhubungan dengan seks atau
reproduksi, tetapi bagian untuk urin. Urethra dihubungkan ke kandung kemih.
Karena saluran kencing sangat dekat dengan anus, perempuan harus selalu
membersihkan diri dari depan ke belakang untuk menghindari infeksi vagina dan
uretra dengan bakteri.

1.6 Perineum
Perineum adalah peregangan pendek kulit dimulai di bagian bawah vulva sampai
ke anus. Perineum pada wanita sering terluka saat lahir untuk mengakomodasi
bagian anak, dan ini tampaknya alami. Beberapa dokter mungkin memotong
perineum terlebih dahulu dengan alasan bahwa "merobek"mungkin lebih berbahaya
dari pisau bedah yang tepat, tetapi statistik menunjukkan bahwa pemotongan
tersebut sebenarnya dapat meningkatkan potensi untuk infeksi.

2. Definisi
Kondiloma Akuminata adalah IMS yang disebabkan oleh Human papilloma
virus (HPV) tipe tertentu dengan kelainan berupa fibroepitelioma pada kulit dan
mukosa. (Koutsky, 2002)
Kondiloma akuminata atau kutil kelamin/jengger ayam adalah infeksi menular
seksual dengan kelainan berupa fibroepitelioma pada kulit dan mukosa. (Zubier dkk,
2009)
Kondiloma akuminata juga dikenal sebagai anogenital warts terdiri dari
epidermis dan papula atau nodul dermal pada perineum, genitalia, lipatan crural, dan
anus. Mereka bervariasi dalam ukuran dan dapat membentuk besar, exophytic, massa
seperti kembang kol, terutama di lingkungan yang lembab perineum. (Siregar, 2004)
Jadi, Kondiloma akuminata seringkali disebut juga penyakit jengger ayam, kutil
kelamin, genital warts, adalah IMS yang disebabkan oleh Human papilloma virus
(HPV) tipe tertentu dengan kelainan berupa fibroepitelioma pada kulit dan mukosa.
3. Etiologi
Kondiloma akuminata disebabkan oleh Humanpapilloma Virus (HPV) tipe
tertentu. HPV termasuk dalam famili Papovaviridae, genus polyomavirus 3,49. HPV
merupakan kelompok virus DNA double-strand. Sekitar 30 jenis HPV dapat
menginfeksi traktus anogenital. Virus ini menyebabkan lokal infeksi dan muncul
sebagai lesi kondiloma papilomatous. Infeksi HPV menular melalui aktivitas seksual.
HPV yang berhubungan dengan traktus genital dibagi dalam kelompok resiko rendah
dan resiko tinggi yang didasarkan atas genotipe masing-masing. Sebagian besar
kondiloma genital diinfeksi oleh tipe HPV-6 atau HPV-11. Sementara tipe 16, 18, 31,
33, 45, 51, 52, 56, 68, 89 merupakan resiko tinggi. (Lacey 2011)
Beberapa faktor-faktor resiko yang mempengaruhi : (Djuanda 2010)
3.1 Aktivitas Seksual
Kondiloma akuminata atau infeksi HPV sering terjadi pada orang yang mempunyai
aktivitas seksual yang aktif dan mempunyai pasangan seksual lebih dari 1 orang.
3.2 Penggunaan Kontrasepsi
Penelitian pada 603 mahasiswa yang menggunakan alat kontrasepsi oral ternyata
menunjukkan adanya hubungan terjadinya infeksi HPV pada servik. Namun
hubungan pasti antara alat kontrasepsi oral dengan angka kejadian terjadinya
kondiloma akuminata masih menjadi perdebatan di dunia.
3.3 Merokok
Hubungan antara merokok dengan terjadinya kondiloma akuminata masih belum
jelas. Namun pada penelitian ditemukan adanya korelasi antara terjadinya infeksi
HPV pada seviks dengan penggunaan rokok tanpa filter (cigarette) dengan cara
pengukuran HPV DNA.
3.4 Kehamilan
Penyakit ini tidak mempengaruhi kesuburan, hanya pada masa kehamilan
pertumbuhannya makin cepat, dan jika pertumbuhannya terlalu besar dapat
menghalangi lahirnya bayi dan dapat timbul perdarahan pasca persalinan. Selain itu
dapat juga menimbulkan kondiloma akuminata atau papilomatosis laring (kutil
pada saluran nafas) pada bayi baru lahir. Keluhan keputihan yang di alami dapat
terjadi akibat adanya kondiloma di vagina dan serviks, atau mungkin juga keputihan
oleh sebab lain seperti jamur misalnya.
3.5 Imunitas Kondiloma juga sering ditemukan pada pasien yang immunocompromised
(misal HIV).
4. Patofisiologi
Hubungan seksual

Kontak dengan HPV

PV 6 & 11 masuk
melalui mikro lesi

Penetrasi melalui kulit

Ditumpangi oleh patogen Mikroabrasi permukaan epitel

HPV masuk lapisan basal


Keputihan Respon radang
disertai infeksi
mikrorganisme Mengambil alih DNA
Merangsang
mediator kimia:
Bau, berwarna histamin
kehijauan HPV naik ke epidermis
Stimulasi saraf perifer

Gatal dan terasa Bereplikasi


terbakar Menghantarkan pesan
gatal ke otak
Tidak terkendali
Tidak nyaman Impuls elektronikimia
saat melakukan (gatal) sepanjang nervus ke
hubungan seksual dorsal spinal cord Nodul kemerahan di
sekitar genitalia
Gangguan Thalamus
pola fungsi
Penumpukan nodul merah Gangguan
seksual Korteks (intensitas) dan
membentuk seperti bunga kol citra diri
lokasi gatal dipersepsikan

Persepsi gatal Pecah/muncul lesi Gang. Integritas


kulit

Gangguan rasa
Lesi terbuka, terpajan
nyaman : Gatal
mikroorganisme

Pelepasan virus
bersama sel epitel

Resti penularan
5. Maninfestasi Klinis

 Kondiloma akuminata sering muncul disaerah yang lembab, biasanya pada penis,
vulva, dinding vagina dan dinding serviks dan dapat menyebar sampai daerah
perianal
 Berbau busuk
 Warts/kutil memberi gambaran merah muda, flat, gambaran bunga kol
 Pada pria dapat menyerang penis, uretra dan daerah rektal. Infeksi dapat dormant
atau tidak dapat dideteksi, karena sebagian lesi tersembunyi didalam folikel rambut
atau dalam lingkaran dalam penis yang tidak disirkumsisi.
 Pada wanita condiloma akuminata menyerang daerah yang lembab dari labia
minora dan vagina. Sebagian besar lesi timbul tanpa simptom. Pada sebagian kasus
biasanya terjadi perdarah setelah coitus, gatal atau vaginal discharge
 Ukuran tiap kutil biasanya 1-2 mm, namun bila berkumpul sampai berdiameter 10,
2 cm dan bertangkai. Dan biasanya ada yang sangat kecil sampai tidak diperhatikan.
Terkadang muncul lebih dari satu daerah.
 Pada kasus yang jarang, perdarahan dan obstruksi saluran kemih jika virus
mencapai saluran uretra
 Memiliki riwayat kehidupan seksual aktif dengan banyak pasangan. (Chang, 2004)

6. Pemeriksan Diagnostik
Hampir semua kondiloma dapat didiagnosis dengan inspeksi. Pencahayaan
terang dan pembesaran harus digunakan ketika memeriksa untuk infeksi HPV genital.
Flat, sessile dan lesi berpigmen mungkin disebabkan papulosis bowenoid dan mungkin
memerlukan biopsi. Infeksi subklinis dan laten ada tidak lagi dicari atau diselidiki
karena mereka sangat umum dan tidak ada strategi manajemen dikenal untuk
memberantas bentuk-bentuk infeksi HPV. (Fitzpatrick,2009)
Perendaman dengan asam asetat umumnya tidak diperlukan, tetapi dapat
membantu untuk mendeteksi lesi awal di bawah kulup. Pada pasien dengan beberapa
kali kambuhan, perendaman asam asetat dapat menentukan tingkat infeksi dan
membantu untuk menentukan daerah untuk penerapan terapi topikal. Prosedur ini
dilakukan dengan merendam alat kelamin eksternal pada pria dan vagina dan leher
rahim pada wanita dengan 3% sehingga 5% asam asetat hingga 10 menit. Kutil kelamin
menjadi putih (acetowhitening), membuat mereka mudah diidentifikasi. Proses apa saja
yang mengubah epidermis akan menjadi acetowhite, namun (dermatitis, misalnya),
sehingga hanya lesi khas acetowhite harus diperlakukan sebagai kutil.
Pemeriksaan histologis menunjukkan kelainan pada epidermis, termasuk
akantosis (menebalnya stratum spinosum), parakeratosis (retensi nuklei di sel stratum
korneum), dan hiperkeratosis (menebalnya stratum korneum), menyebabkan
pembentukan papillomatosis yang khas. Karakteristik lain yang ditemukan dari
pemeriksaan jaringan yang dibiopsi adalah koilosit (sel epitel squamous dengan
nukleus abnormal di dalam halo sitoplasma yang besar). Biopsi tidak tarlalu diperlukan
untuk diagnosa kutil kelamin, mengingat tampilan klinisnya yang khas. Bagaimanapun,
disarankan melakukan biopsi jika temuan atipikal seperti pigmentasi, ulserasi, masa
nodular, untuk menyingkirkan kemungkinan displasia tingkat tinggi atau malignansi.
Bentuk KA dibagi menjadi 3 guna penegakan diagnosis secara klinis, yaitu :
a. Bentuk akuminata
Sering dijumpai di daerah lipatan dan lembab. Terlihat vegetasi bertangkai dengan
permukaan berjonjot seperti jari. Kutil bentuknya kecil (berdiameter 1 – 2 mm),
namun dapat berkembang dalam kelompok yang lebih besar dan banyak. Jika
berkembang dalam jumlah banyak bisa menyerupai bunga kol.
b. Bentuk papul
Kelainan berupa papul dengan permukaan halus dan licin, multipel dan menyebar
secara diskret. Terdapat di daerah dengan keratinisasi sempurna (batang penis,
vulva bagian lateral, perianal dan perineum).
c. Bentuk datar (flat)
Berbentuk bintil sangat kecil yang jarang bisa dilihat dengan mata telanjang. Untuk
mendiagnosisnya, diberikan larutan asam asetat pada daerah yang dicurigai terdapat
bintil KA. Selanjutnya pemeriksaan dapat ditegakkan dengan menggunakan
mikroskop khusus (colposcope). (Koutsky, 2002)
7. Penatalaksanaan Medis
Karena virus infeksi HPV sangat bersifat subklinis dan laten, maka tidak terdapat terapi
spesifik terhadap virus ini, maka perawatan diarahkan pada pembersihan kutil – kutil
yang tampak dan bukan pemusnahan virus. Perhatian pada pribadi harus ditekankan
karena kelembaban mendukung pertumbuhan kutil. (Boris,2014)
7.1 Terapi Farmakologis
a. Podophylin
Podophylin adalah resin yang diambil dari tumbuhan dengan kandungan
beberapa senyawa sitotoksik yang rasionya tidak dapat dirubah. Podophylino
yang paling aktif adalah podophylotoksin. Jenis ini mungkin terdiri atas
berbagai konsentrasi 10 – 25 % dengan senyawa benzoin tinoture, spirit dan
parafin cair.yang digunakan adalah tingtur podofilin 25 %, kulit di sekitarnya
dilindungi dengan vaselin atau pasta agar tidak terjadi iritasi setelah 4 – 6 jam
dicuci. Jika belum ada penyembuhan dapat diulangi setelah 3 hari, setiap kali
pemberian tidak boleh lebih dari 0,3 cc karena akan diserap dan bersifat toksik.
Gejala toksik ialah mual, muntah, nyeri abdomen gangguan alat napas dan
keringat kulit dingin. Pada wanita hamil sebaiknya jangan diberikan karena
dapat terjadi kematian fetus. Respon pada jenis perawatan ini bervariasi,
beberapa pasien membutuhkan beberapa sesi perawatan untuk mencapai
kesembuhan klinis, sementara pasien – pasien yang lain menunjukkan respon
yang kecil dan jenis perawatan lain harus dipertimbangkan.
b. Podofilytocin
Ini merupakan satu bahan aktif resin podophylin dan tersedia sebanyak 0,5 %
dalam larutan etanol. Ini merupakan agen anti mitotis dan tidak disarankan
untuk penggunaan pada masa kehamilan atau menyusui, jenis ini lebih aman
dibandingkan podophylin. Apilkasi mandiri dapat diperbolehkan pada kasus –
kasus keluhan yang sesuai.
c. Asam Triklorasetik ( TCA )
Ini agent topikal alternatif dan seringkali digunakan pada kutil dengan
konsentrasi 30 – 50 % dioleskan setiap minggu dan pemberian harus sangat hati
– hati karena dapat menimbulkan ulkus yang dalam. Bahan ini dapat digunakan
pada masa kehamilan.
d. Topikal 5-Fluorourasil (5 FU )
Krim 5 FU dapat digunakan khususnya untuk perawatan kutil uretra dan vulva
vagina, konsentrasinya 1 – 5 % pemberian dilakukan setiap hari sampai lesi
hilang dan tidak miksi selama pemberian. Iritasi lokal bukan hal yang tidak
biasa.
e. Interferon
Meskipun interferon telah menunjukkan hasil yang menjanjinkan bagi
verucciformis dan infeksi HPV anogenital, keefektifan bahan ini dalam
perawatan terhadap kutil kelamin masih dipertanyakan. Terapi parentral dan
intra lesional terhadapa kutil kelamin dengan persiapan interferon alami dan
rekombinasi telah menghasilkan tingkat respon yang berkisar antara 70 – 80 %
pada laporan – laporan awal. Telah ditunjukkan pula bahwa kombinasi IFN
dengan prosedur pembedahan ablatif lainnya menghasilkan tingkat
kekambuhan ( relapse rate ) lebih rendah. Efek samping dari perlakuan inerferon
sistemik meliputi panyakit seperti flu dan neutropenia transien10
7. 2 Terapi Non Farmakologis
Obat Kutil pada kelamin (Kutil Kondiloma pada pria / Kutil Jengger Ayam pada
wanita). Penggunaan: Bubuk WARTS POWDER dicampur dengan air hangat dan
dioleskan pada bagian yang sakit, secara teratur 2x sehari. Tidak pedih, ampuh dan
aman karena terbuat dari bahan-bahan alami.
7.3 Terapi pembedahan
7.3.1. Kuret atau Kauter ( Elektrokauterisasi )
Kuret atau Kauter (Elektrokauterisasi) dengan kondisi anastesi lokal dapat
digunakan untuk pengobatan kutil yang resisten terhadap pengobatan topikal
munculnya bekas luka parut adalah salah satu kekurangan metode ini.
7.3.2. Bedah Beku ( N2, N2O cair )
Bedah beku ini banyak menolong untuk pengobatan kondiloma akuminata
pada wanita hamil dengan lesi yang banyak dan basah.
7.3.3. Laser
Laser karbondioksida efektif digunakan untuk memusnahkan beberapa kutil
yang sulit. Tidak terdapat kekawatiran mengenai ketidakefektifan
karbondioksida yang dibangkitkan selama prosedur selesai, sedikit
meninggalkan jaringan parut.
7.3.4. Terapi Kombinasi
Berbagai kombinasi terapi yang telah dipergunakan terhadap kutil kelamin
yang membandel, contohnya kombinasi interferon dengan prosedur
pembedahan, kombinasi TCAA dengan podophylin, pembedahan dengan
podophylin. Seseorang harus sangat berhati – hati ketika menggunakan terapi
kombinasi tersebut dikarenakan beberapa dari perlakuan tersebut dapat
mengakibatkan reaksi yang sangat serius. (Boris,2014)

8. Pengkajian Keperawatan
8.1 Pra operasi
1) Kaji pemahaman prosedur operasi dan hasilnya denagn menggunakan
pernyataan sederhana seperti “ Apa yang sudah dikatakan dokter tentang
pembedahan anda?”
2) Kaji perasaan pasien dan masalah tentang pembedahan dengan menggunakan
pernyataan sederhana seperti “ Bagaimana perasaan anda mengalami
pembedahan ini?” atau “Apa yang menjadi masalah tentang pembedahan
anda?”
3) Periksa kelengkapan operasi seperti: informed consent, data laboratorium, foto
thoraks, USG abdomen, ECG, puasa, lavement, cukur, keseimbangan cairan
sebelum operasi.
4) Pemeriksaan fisik untuk mendapat nilai – nilai dasar seperti: tingkat kesadaran,
vital sign.
8.2 Intra operasi
1) Kaji tingkat kesadaran pasien, vital sign setiap 5 menit.
2) Kaji kesiapan instrument, operator, asisten operasi dan instrumentator operasi.
3) Kaji kesiapan obat-obat anestesi dan anafilaktik syok.
4) Kaji kesiapan cairan pengganti.
8.3 Pasca operasi
1) Kaji tingkat kesadaran.
2) Ukur tanda-tanda vital.
3) Auskultasi bunyi nafas.
4) Kaji kulit: warna, adanya bengkak, suhu (hangat, kering, dingin, lembab).
5) Inspeksi status balutan.
6) Kaji terhadap nyeri atau mual.
7) Kaji status alat intrusive:
a. Infus intravena: tipe cairan, kecepatan aliran, sisi infuse terhadap tanda-
tanda infiltrasi atau flebitis.
b. Alat drainase luka.
c. Kateter foley: selang bebas lipatan, warna dan jumlah urine, selang
ditempelkan pada paha.
d. Selang NG untuk penghisapan: warna dan jumlah drainase.
8) Periksa laporan ruang pemulihan (recovery room/RR) terhadap:
a. Adanya obat yang diberikan.
b. Masukan dan haluaran urine.
c. Adanya masalah khusus.
d. Perkiraan kehilangan darah.
9) Palpasi nadi pedalis secara bilateral.
10) Evaluasi kembalinya refleks gag.
11) Periksa laporan operasi terhadap tipe anestesi yang diberikan dan lamanya
waktu di bawah anestesi.

9. Diagnosa Keperawatan
9.1 Pra operasi
Ansietas b/d kurang pengetahuan mengenai kejadian pra operasi dan pasca operasi,
takut tentang beberapa aspek pembedahan.
9.2 Intra operasi
1. Resiko kekurangan volume cairan b/d penurunan cardiac output akibat
penggunaan obat anestesi, perdarahan durante operasi.
2. Resiko hipotermi b/d pembedahan lama dengan pengeluaran darah atau cairan
yang banyak.
9.3 Pasca operasi
1. Nyeri akut b/d agen cidera fisik: pembedahan.
2. Resiko kurang volume cairan b/d dampak penggunaan obat anestesi terhadap
penurunan cardiac output, perdarahan intra operasi.
3. Kurang perawatan diri b/d keterbatasan mobilitas fisik skunder terhadap
pembedahan.
10. Intervensi Keperawatan
10.1 Pra operasi
DX: Ansietas b/d kurang pengetahuan mengenai kejadian pra operasi dan
pasca operasi, takut tentang beberapa aspek pembedahan.
Batasan karakteristik : mengungkapkan takut tentang beberapa aspek pembedahan,
meminta informasi, melaporkan perasaan cemas atau gugup, postur tubuh dan
ekspresi wajah tegang, bicara banyak.Hasil pasien : mendemonstrasikan hilang dari
stress.
Kriteria hasil : mengungkapkan pemahaman tentang kejadian pra operasi dan pasca
operasi, melaporkan berkurangnya perasaan cemas atau gugup, ekspresi wajah
rileks, kurang bicara.
Rencana intervensi:
1. Kaji tingkat ansietas pasien.
2. Jelaskan apa yang terjadi selama periode pra operasi dan pasca operasi,
termasuk obat-obatan pra operasi, tinggal di ruang pemulihan dan program
pasca operasi.
3. Ajarkan dan usahakan pasien untuk
 nafas dalam
 berbalik
 turun dari tempat tidur.
 membebat bagian yang dibedah ketika batuk.
4. Biarkan pasien mengungkapkan perasaan tentang pengalaman ketika
pembedahan sebelumnya.
5. Perbaiki jika ada kekeliruan konsep.
Lengkapi daftar aktifitas pada daftar cek pra operasi.
6. Tegaskan penjelasan dari dokter.

10.2 Intra operasi


DX 1: Resiko kekurangan volume cairan b/d penurunan cardiac output akibat
penggunaan obat anestesi, perdarahan durante operasi.
Batasan karakteristik: manifestasi dehidrasi.
Kriteria Hasil: pasien mendemonstrasikan keseimbangan cairan adekuat, tak ada
manifestasi dehidrasi, hasil elektrolit serum menunjukkan nilai rentang normal.
Rencana intervensi:
1. Pantau:
 tanda vital setiap 5 menit..
 masukan dan haluaran durante operasi.
Berikan cairan pengganti sesuai dengan haluaran dari urine, penguapan,
2. perdarahan serta kebutuhan cairan maintenance.
3. Kaji refill time.
4. Kolaborasi pemberian cairan elektrolit pengganti bila terjadi perdarahan >
500 cc.

DX 2: Resiko hipotermi b/d pembedahan lama dengan pengeluaran darah


atau cairan yang banyak.
Batasan karakteristik: menifestasi hipotermi.
Kriteria Hasil: pasien menunjukkan keseimbangan suhu tubuh selama operasi
berlangsung. Tidak ada manifestasi hipotermi, suhu tubuh pasien stabil.
Rencana intervensi:
1. Catat suhu pra operasi.
2. Pantau:
 vital sign.
 keseimbangan cairan durante operasi.
 kestabilan suhu ruangan operasi.
3. Kaji suhu lingkungan dan modifikasi sesuai kebutuhan.
4. Lindungi area kulit diluar wilayah operasi.
5. Sediakan selimut penghangat pada saat-saat darurat untuk anestesi.

10.3 Pasca operasi


DX 1: Nyeri akut b/d agen cidera fisik: pembedahan.
Batasan karakteristik: menyatakan tidak nyaman, mengeluh nyeri, meringis, postur
tubuh tegang.
Kriteria Hasil: pasien menunjukkan berkurangnya rasa tidak nyaman, tidak merasa
sakit, postur tubuh rileks, tidak mengeluh.
Rencana intervensi:
1. Pantau:
 Tekanan darah, nadi dan pernafasan setiap 15 menit.
 Intensitas nyeri dengan skala 1-10.
 Tingkat kesadaran.
2. Jika diresepkan analgetik, aturlah analgesic secara rutin selama 24 jam
pertama, tanpa menunggu pasien memintanya.
3. Beritahu dokter jika analgesic tidak dapat menghilangkan sakit.
4. Latih teknik distraksi seperti nafas dalam.

DX 2: Resiko kurang volume cairan b/d dampak penggunaan obat anestesi


terhadap penurunan cardiac output, perdarahan intra operasi.
Batasan karakteristik: Menunjukkan manifestasi awal komplikasi, pengamatan
insisi pasca pembedahan.
Kriteria Hasil: Tidak ada dehidrasi, tidak ada perdarahan, vital sign dalam batas
normal, masukan dan haluaran seimbang.
Rencana intervensi:
1. Pantau:
tanda vital setiap 5 menit..
Masukan dan haluaran durante operasi.
2. Berikan cairan pengganti sesuai dengan haluaran dari urine, penguapan,
perdarahan serta kebutuhan cairan maintenance.
3. Kaji refill time.
4. Kolaborasi pemberian cairan elektrolit pengganti bila terjadi perdarahan >
500 cc.

DX 3: Kurang perawatan diri b/d keterbatasan mobilitas fisik skunder


terhadap pembedahan.
Batasan karakteristik: Meminta bantuan beberapa aspek AKS (makan, mandi,
berdandan, ke kamar mandi, ambulasi).
Kriteria Hasil: pasien mengidentifikasikan area kebutuhan, mengungkapkan AKS
terpenuhi.
Rencana intervensi:
1. Tentukan tingkat bantuan yang diperlukan. Berikan bantuan AKS sesuai
keperluan. Membiarkan pasien melakukan sebanyak mungkin aktifitas
untuk dirinya sebatas yang diperbolehkan.
2. Berikan waktu yang cukup bagi pasien untuk melkaukan aktifitas.
3. Jelaskan prosedur pasca operasi yang harus ditaati pasien:
 Berbaring telentang selama waktu anestesi masih berpengaruh.
 Larangan makan minum sampai peristaltic usus baik pada anestesi
dengan inhalasi.
 Telentang 24 jam pada penggunaan anestesi SAB, boleh miki/mika
tapi tidak boleh duduk.
 Boleh minum sedikit bila sudah sadar baik.
11. Daftar Pustaka
Boris Léonard, et al. A Clinical and Pathological Overview of Vulvar Condyloma
Acuminatum, Intraepithelial Neoplasia, and Squamous Cell Carcinoma. BioMed
Research International. Volume 2014.

Chang GJ, Welton M. Human Papilloma Virus, Condylonata Acuminata, and Anal
Naoplasia. Clinic in Colon and Rectal Surgery. 2004., 17(4), p. 221-230.

Daili S, Indriatmi W, Zubier F. 2009. Infeksi Menular Seksual. Jakarta: FKUI

Djuanda A, Hamzah M, Aisah S, editors. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. 6th ed.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2010. p. 112-4.

Fitzpatrick TB, Wolff K, Allen R. Color atlas & Synopsis of Clinical Dermatology ,
6th edition. New York: McGraw-Hill Inc, 2009.p. 789,861-9,910.

Koutsky LA, Kiviat NB. Genital Human Papillomavirus. In Holmes : Sexually


Transmitted Diseases. New York : McGraw Hill. 2002; 3rd ed; chapter 25; p 347 – 356.

Lacey C, Woodhall S, Wikstrom A, Ross J. European guideline for the management of


anogenital warts. IUSTI GW Guidelines. 2011:2-11

Anda mungkin juga menyukai