Anda di halaman 1dari 9

ANALISI TEORI KOMUNIKASI KESEHATAN

Menurut teori dramaturgi penggung kehidupan manusia tak ubahnya


seperti panggung sandiwara atau panggung teater. Lalu, apa dan
bagaimana teori dramaturgi akan diuraikan secara singkat berikut ini.

Baca : Jenis-jenis Interaksi Sosial

Sejarah Teori Dramaturgi

Dramaturgi, menurut Kathleen M. German melalui Encyclopedia of


Communication Theory (2009 : 320), disebut juga dengan dramatisme,
yaitu suatu pendekatan yang digunakan untuk memahami penggunaan
simbol-simbol dalam dunia sosial. Pendekatan dramatisme yang
dikenalkan pertama kali oleh Kenneth Burke pada awal tahun 1950an
menyatakan bahwa interaksi manusia dapat digambarkan sebagai
sebuah drama. Menurutnya, hubungan antara kehidupan dan teater
bersifat literal bukan metafora. Pendekatan dramatisme sangat
penting dalam teori komunikasi menurut para ahli karena penggunaan
simbol utamanya terjadi melalui bahasa sebagai alat komunikasi.
Pendekatan dramatisme kemudian merambah ke dalam berbagai
disiplin ilmu seperti ilmu politik, sosiologi, retorika, komunikasi
organisasi, komunikasi antar pribadi atau komunikasi interpersonal
dan kritik literal. Para murid Burke kemudian menerapkan konsep
dramatisme ke dalam filsafat oleh Susan Sontag, sosiologi oleh Hugh
Dalziel Duncan, ilmu politik oleh Doris Graber, dan komunikasi
interpersonal oleh Erving Goffman. Pendekatan ini terus
dikembangkan oleh para peneliti dari berbagai disiplin ilmu.
Dramatisme kemudian berkembang sebagai suatu sarana untuk
memahami kompleksitas penggunaan simbol-simbol manusia dalam
komunikasi.
Kemudian pada tahun 1959, melalui bukunya bertajuk The
Presentation of Self in Everyday Life, Erving Goffman mengembangkan
suatu teori yang menggambarkan interaksi sosial sebagai sebuah
teater. Teori dramaturgi terinspirasi konsep dasar interaksi sosial yang
dikemukakan oleh George Herbert Mead dan tentunya dipengaruhi oleh
pendekatan dramatisme yang dikemukakan oleh gurunya yaitu
Kenneth Burke.
Asumsi Dasar

Dramaturgi sejatinya adalah sebuah perspektif sosiologi yang


menitikberatkan pada manajemen dalam kehidupan sehari-hari. Erving
Goffman melalui teori dramaturgi mencoba untuk membandingkan
dunia manusia dengan dunia teater serta menggambarkan
perbandingan antara manusia di kehidupan nyata dengan para pemain
atau pemeran di atas panggung.
Teori ini sering kali tumpang tindih dengan teori komunikasi
sosial. Teori dramaturgi mengeksplorasi bentukan diri sosial,
hubungan, dan kenyataan sosial melalui penggunaan bahasa dan
interaksi secara mikroanalisis. Teori dramaturgi yang dikemukakan
oleh Erving Goffman ini mengasumsikan bahwa identitas disajikan
kepada suatu khalayak pada suatu kejadian tertentu dan di tempat
tertentu.
Aspek penting dalam teori dramaturgi dalam konteks komunikasi
adalah konsep khalayak dan hubungan antara individu dengan
khalayak dalam suatu waktu dan tempat tertentu. Melalui pengelolaan
kesan atau impression management, individu harus mengendalikan
presentasi dirinya untuk membangkitkan reaksi khalayak terhadap
presentasi yang disajikan. Dalam teori dramaturgi, kita dapat melihat
dua elemen sekaligus yaitu pengelolaan kesan atau impression
management serta cermin diri looking-glass self.

ads

Esensi Teori Dramaturgi

Teori dramaturgi menganalisis interaksi sosial sebagai suatu


pertunjukan teatrikal. Kehidupan normal dibandingkan dengan suatu
penampilan di atas panggung dimana manusia masing-masing
memainkan peran dalam kehidupan.

Peran yang manusia mainkan adalah suatu bentuk citra atau bayangan
yang ingin diwujudkan oleh masing-masing individu
dengan script sebagai sebuah isi yang dikomunikasikan kepada
khalayak. Tujuan pertunjukan adalah untuk membuat khalayak percaya
terhadap apa yang disajikan.

Menurut Erving Goffman, setiap individu membuat keputusan untuk


mempresentasikan dirinya melalui pengelolaan kesan dan melanjutkan
pertunjukannya untuk memastikan bahwa citra atau bayangan
tersebut terbentuk. (baca juga: Cabang Ilmu Komunikasi)
Dalam teori dramaturgi terdapat dua esensi yaitu konsep front
stage dan back stage. Dalam interaksi tatap muka, kedua konsep ini
saling terhubung satu sama lain tetapi berada pada dua wilayah yang
berbeda. Berikut adalah penjelasannya.

A. Depan Panggung atau Front Stage


Dalam berinteraksi dengan orang lain, kita akan memberikan penilaian
terhadap orang tersebut perdasarkan berbagai petunjuk yang orang
lain berikan begitu juga sebaliknya. Berdasarkan penilaian itulah kita
memperlakukan orang lain atau sebaliknya.

Dengan kata lain, ketika kita berinteraksi dengan orang lain maka
secara sengaja kita akan menampilkan diri kita sebagaimana yang kita
inginkan.

Kemudian, hal-hal yang dapat kita gunakan untuk menampilkan diri


kita di hadapan orang lain disebut dengan front yang terdiri dari
panggung, penampilan, dan gaya bertingkah-laku. (baca
juga: Komunikasi Asertif)

B. Belakang Panggung atau Back Stage


Menurut Erving Goffman yang dimaksud dengan back stage adalah
bahwa penampil dapat bersantai dimana ia dapat melepaskan diri
semua peralatan lengkap yang digunakan untuk menampilkan diri.
Ketika pertunjukan telah selesai, individu kembali ke belakang
panggung dan merasa lega bahwa berbagai tindakan yang ditampilkan
di atas panggung telah secara bebas diekspresikan.

Semua tindakannya memang tidak akan memuaskan berbagai pihak


kecuali dirinya sendiri di belakang panggung. Belakang panggung
adalah tempat dimana penampil hadir namun tanpa kehadiran
khalayak yang menontonnya. Di belakang panggung pula, seorang
penampil dapat keluar dari karakter aslinya tanpa merasa takut dapat
merusak penampilannya.

Baca juga:

 Teori Spiral Keheningan

 Teori Agenda Setting


 Teori Uses and Gratifications

 Teori Komunikasi Politik

 Teori Komunikasi Antar Pribadi

Konsep Kerangka Fenomenologi


Konsep kerangka atau konteks dimana bahasa dan perilaku yang
dimengerti merupakan istilah yang dipinjam dari Bateson dan teori
interaksional. Berdasarkan sejarahnya, kerangka dirancang sebagai
suatu penjelasan bagaimana masing-masing individu yang berinteraksi
menyajikan pesan-pesan metakomunikasi yaitu suatu informasi
tambahan tentang bahasa dan perilaku dalam suatu kejadian ke dalam
analisis.
Teori dramaturgi berkembang secara substansial berdasarkan suatu
kerangka dengan menambahkan konsep-konsep yang saling
berhubungan seperti bagaimana sebuah kerangka diintepretasi ulang
dari bagian terkecil perilaku. (Baca juga: Sejarah Jurnalistik di
Indonesia)

Pengelolaan Kesan (Impression Management)

Pengelolaan kesan tidak secara jelas berfokus pada teori namun


sebuah bentukan yang merepresentasikan suatu presentasi dan
pengelolaan identitas sosial selama berlangsungnya proses interaksi.
Pengelolaan kesan mengacu pada citra yang ditampilkan oleh seorang
individu selama proses interaksi. Beberapa peneliti menggunakan
istilah diri sosial atau diri publik untuk membedakan identitas sosial
dengan diri pribadi.

1. Presentasi Diri dan Strategi Presentasi Diri (Self-Presentation and


Self-Presentation Strategies)
Istilah presentasi diri dan strategi presentasi diri digunakan
oleh Edward Jones dan kawan-kawan untuk menggambarkan konsep
pengelolaan kesan. Sebagian besar peneliti berlatar belakang psikologi
dan psikologi sosial menaruh minat terhadap pola perilaku yang
ditampilkan oleh seorang individu ke publik serta kaitannya dengan
motivasi psikologis dibalik penyajian pola perilaku tersebut.
Teori ini mengasumsikan bahwa penampilan seorang individu
merupakan sekumpulan perilaku yang koheren selama interaksi yang
menyebabkan orang lain memberikan semacam tipe atribusi tentang
orang tersebut.

Menurut Sandra Metts, terdapat 5 (lima) tipe atribusi serta berbagai


karakteristik strategi yang menyertainya, yaitu :

 Seorang individu yang ingin disukai akan menggunakan strategi


kecerobohan serta beberapa taktik untuk menampilkan emosi positif
selama interaksi.

 Seorang individu yang ingin dilihat sebagai seseorang yang


kompeten atau memiliki kompetensi tertentu akan menggunakan
strategi promosi diri dan beberapa taktik seperti mengatakan kepada
lawan bicara tentang berbagai prestasi yang telah dicapai dengan
memperlihatkan berbagai penghargaan yang diperoleh kepada publik.
(Baca juga: Teori Fenomenologi)

 Seorang individu yang ingin dilihat sebagai seseorang yang layak


atau memiliki kepantasan akan menggunakan strategi contoh atau
menggunakan contoh-contoh dan beberapa taktik seperti
mendemonstrasikan kemampuan yang dimiliki, kompeten, integritas,
atau nilai-nilai dibandingkan dengan menyatakannya secara langsung
kepada publik. (Baca juga: Literasi Media)

 Seorang individu yang ingin dilihat sebagai seseorang yang perlu


pertolongan akan menggunakan strategi permohonan dan taktik
dengan menampilkan kelemahan atau kesedihan untuk memperoleh
simpati dan empati orang lain atau menganggap tidak memiliki
kecakapan atau pengetahuan atau pengalaman untuk menghindari
tanggung jawab melakukan tugas.

 Seorang individu yang ingin dilihat sebagai seseorang yang


memiliki kekuasaan atau kendali akan menggunakan strategi
intimidasi dan taktik seperti menampilkan amarah atau
mendemontrasikan keinginan untuk menghukum atau melukai orang
lain. (Baca juga: Komunikasi Dakwah)

Baca : Komunikasi Non Verbal

2. Identitas Sosial Bersituasi (Situated Sosial Identity)


Istilah situated social identity dikenalkan pertama kali oleh ahli
sosiologi Erving Goffman. Ia mengembangkan teori yang sama dengan
para ahli psikologi sosial tentang strategi presentasi diri hanya ia tidak
menekankan pada motivasi psikologis dari pola perilaku yang
ditampilkan ke publik. Secara sederhana ia menyatakan bahwa prinsip-
pinsip yang mengorganisasi seluruh interaksi sosial adalah
pengelolaan identitas sosial yang terkoordinasi atau disebut juga
dengan face. (baca juga: Etika Komunikasi di Internet)
Erving Goffman menggunakan metafora sebuah permainan untuk
menjelaskan pandangan tentang pengelolaan kesan. Ia berpendapat
bahwa ketika manusia berinteraksi, mereka membentuk dan
mengelola face sebagaimana yang ditampilkan oleh para penampil
dalam sebuah scene atau panggung.
Karenanya manusia mempersiapkan penampilan mereka di belakang
panggung, kemudian membawanya ke atas panggung dengan
melakukan manipulasi terhadap berbagai properti dan kostum yang
digunakan sesuai dengan peran yang dimainkan. Para penampil lainnya
bertindak sebagai khalayak yang mendukung jalannya
pertunjukan. (Baca juga: Media Komunikasi Modern)

Tidak selamanya suatu pertunjukan berjalan dengan lancar karena itu


diperlukan suatu strategi yang dikenal dengan sebutan facework.
Terdapat dua macam strategi facework yaitu preventive
facework dan corrective facework.

Preventive facework
Strategi facework yang dirancang untuk mempersiapkan berbagai
kemungkinan hilangnya face yang dimiliki atau orang lain. Misalnya,
kita menahan diri untuk tidak berbicara ketika berada dalam sebuah
rapat untuk menghindari kita mengatakan sesuatu yang dapat
mendiskreditkan diri sehingga merusak face kita.

Corrective facework

Pengelolaan kesan atau impression management merupakan konsep


yang secara luas telah digunakan dalam konteks komunikasi
interpersonal dan komunikasi organisasi. Sementara
itu, face dan facework dikaji dalam konteks komunikasi antar
budaya (Metts, dalam Littlejohn dan Foss, 507-508).

Baca : Teori-teori Komunikasi Antar Pribadi

Model Pengelolaan Kesan (Impression Management Model)


Menurut Sandra Metts, beragam teori telah disajikan untuk
menjelaskan pengelolaan kesan atau impression management. Namun,
kesemuanya dapat diintegrasikan ke dalam suatu model hierarki
proses pengelolaan kesan yang ditandai dengan tujuan interaksi.
Terdapat 4 (empat) meta tujuan, yaitu :

 Tujuan pertama, demonstrating social competence – para pelaku


interaksi saling berinteraksi secara mulus sehingga terbentuk
identitas sosial tanpa melakukan banyak usaha untuk mencapainya

 Tujuan kedua, impression construction – keterampilan


mengintepretasi suatu situasi kemudian diwujudkan dalam strategi
pengelolaan kesan yang diasumsikan dapat membentuk kesan yang
sesuai. Kunci agar suatu proses interaksi berjalan dengan mulus
adalah kemampuan untuk melakukan pengawasan terhadap kesan
yang dibuat

 Tujuan ketiga, protecting impression integrity – para pelaku


interaksi hendaknya menaruh perhatian terhadap berbagai ancaman
yang mungkin ada dan harus dapat menghindari ancaman tersebut
atau meminimalisir ancaman yang ada baik ancaman ke diri maupun
orang lain

 Tujuan keempat, restoring impression integrity – hal ini dilakukan


ketika para pelaku interaksi merasa bahwa segala daya upaya untuk
menghindari kehilangan muka menemui kegagalan. Strategi restorasi
menitikberatkan pada restorasi karakter moral atau perilaku yang
tidak sesuai.

Baca : Psikologi Komunikasi

Sponsors Link

Cermin Diri (Looking-Glass Self)

Konsep cermin diri dikenalkan pertama kali oleh Charles Horton


Cooley yang menyatakan bahwa relasi diri atau bagaimana seorang
individu memandang dirinya bukan sebagai fenomena soliter tapi lebih
melibatkan orang lain. Cooley menyatakan bahwa masyarakat dan
individu bukan merupakan fenomena yang terpisah tetapi merupakan
kumpulan berbagai aspek.
Menurut Cooley, dalam berinteraksi dengan orang lain, kita tidak hanya
memberikan tanggapan terhadap apa yang dilakukan oleh orang lain.
Lebih dari itu, secara bersamaan juga kita melakukan persepsi
terhadap diri kita. Diri kita bukan lagi sebagai pribadi yang
memberikan tanggapan tetapi juga sebagai pribadi stimuli
sekaligus. (Baca juga: Proses Interaksi Sosial)

Cooley menyebut hal ini dengan sebagai looking-glass self. Terdapat 3


(tiga) elemen dalam cermin diri atau looking-glass self, yaitu
(Rakhmat, 2001 : 99) :

 Kita membayangkan bagaimana tampak kita dimata orang lain.

 Kita membayangkan bagaimana orang lain menilai penampilan


kita.

 Kita mengalami perasaan bangga atau kecewa. (Baca


juga: Komunikasi Pembelajaran)

Implementasi Teori Dramaturgi


Berbagai penelitian menggunakan teori dramaturgi untuk menjelaskan
berbagai interaksi sosial yang dilakukan melalui pengamatan. Teori
dramaturgi digunakan untuk menggambarkan bagaimana gerakan
sosial mengkomunikasikan kekuasaan, pelayanan terhadap konsumen,
identitas manusia dalam masyarakat teknologi, dan kajian media baru.

Baca :

 Cabang Ilmu Komunikasi

 Efek Media Sosial

 Pengaruh Media Sosial

Kritik terhadap Teori Dramaturgi


Berbagai pendapat menyatakan bahwa teori dramaturgi dirancang
untuk institusi dan karenanya tidak dapat diterapkan ke dalam
berbagai bidang yang belum teruji. Berdasarkan hal tersebut, teori
dramaturgi tidak memberikan kontribusi yang signifikan terhadap
tujuan sosiologi yaitu untuk memahami masyarakat.
Manfaat Mempelajari Teori Dramaturgi

Mempelajari teori dramaturgi dapat memberikan manfaat dalam


rangka membantu memahami interaksi sosial dan penerapannya dalam
konteks komunikasi interpersonal, komunikasi politik, komunikasi
organisasi, komunikasi antar budaya, serta kajian media. Karena
dengan memahami teori dramaturgi maka kita dapat belajar untuk
menampilkan diri kita sesuai dengan yang kita inginkan untuk untuk
mencapai tujuan yang diinginkan.

Anda mungkin juga menyukai