MAKALAH
Oleh:
Septian Nugraha (20080019007)
Rifqi Abdul Aziz (20080019018)
Tantri Annisa Hanjani (20080019021)
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
BANDUNG
2019
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ....................................................................................................... 1
i
BAB I
PENDAHULUAN
1
2
Kita dihadapkan pada tuntutan untuk tidak ragu-ragu melakukan apa yang
diharapkan dari kita. Untuk memelihara citra diri yang stabil, orang melakukan pertunjukan
(performance) di hadapan khalayak. Sebagai hasil dari minatnya pada pertunjukan inilah,
Goffman memusatkan perhatian pada dramaturgis, atau pandangan atas kehidupan sosial
sebagai serangkaian pertunjukan drama yang mirip dengan pertunjukan drama di panggung.
Pada pandangan Goffman, kesadaran diri adalah hasil adopsi dari ajaran-ajaran
Durkheim. Dan bagi Goffman, struktur sosial merupakan countless minor
synthesis (sintesis-sintesis kecil yang tak terbilang), dimana manusia merupakan atom-atom
atau partikel-pertikel yang sangat kecil dari sebuah masyarakat yang besar. Dan, ide serta
konsep dramaturgi Goffman itu sendiri, menolong kita untuk mengkaji hal-hal yang berada
di luar perhitungan kita (hal-hal kecil yang tak terbilang tersebut), manakala kita
menggunaan semua sumber daya ang ada di bagia depan dan bagian belakang (front and
back region) dalam rangka menarik perhatia orang-orang yang di sekeliling kita. Bentuk-
bentuk interaksi, komunikasi atap muka, dan pengembangan konsep-konsep sosiologi,
merupakan sumbangan Goffman bagi interaksionis simbolik bahkan Goffman juga
mempegaruhi tokoh-tokoh di luar interaksionis simbolik. Walaupun pada karya
terakhirnya, Goffman terfokus pada gerakan-gerakan yang mengarah pada bentuk-bentuk
strukturalisme masyarakat.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
4
menggembangka sejenis perasaan diri, seperti kebanggan atau malu, sebagai akibat
membayangkan penilaian orang lain tersebut. Lewat imajinasi, kita mempersepsi dalam
pikiran orang lain suatu gsmbsrsn tentang penampilan kita, perilaku, tujun, perbuatan,
karakter teman-teman kita dan sebagainya, dan dengan berbagai cara kita terpengaruh
olehnya.
Fokus dramaturgis bukan konsep diri yang di bawa sang aktor dari situasi ke situasi
lainya atau keseluruhan jumlah pengaama individu, melainka diri yang tersituasikan secara
sosial yang berkembang dan mengatur interaksi-interaksi spesifik. Menurut Goffman, diri
adalah “suatu hasil kerjasama” (collabortive manufacture) yang harus diproduksi baru
dalam setiap peristiwa interaksi sosial. Goffman mengasumsikan bahwa ketika orang-orang
berinteraksi, mereka ingin menyajikan suatu gambaran diri yang akan diterima orang lain.
Ia meyebut upaya itu sebagai “pengelolaan pesan” (impression management), yaitu teknik-
teknik yang digunakan aktor untuk memupuk kesan-kesan tertentu dalam situasi tertentu
untuk mencapai tujuan tertentu.
Impression management atau pengelolaan kesan tidak secara jelas berfokus pada
teori namun sebuah bentukan yang merepresentasikan suatu presentasi dan pengelolaan
identitas sosial selama berlangsungnya proses interaksi. Pengelolaan kesan mengacu pada
citra yang ditampilkan oleh seorang individu selama proses interaksi. “Pengelolaan kesan
juga diartikan sebagai keinginan untuk membangun citra diri atau kesan yang positif
terhadap orang lain,sehingga kita selalu berusaha tampil baik dalam pertemuan kita yang
pertama dengan seseorang” (Baron dan Byrne 2004, h. 69).
Menurut Goffman yang dikutip oleh Mulyana, “Presentasi diri merupakan suatu
kegiatan yang dilakukan oleh individu tertentu yang bertujuan untuk memproduksi definisi
situasi dan identitas sosial bagi para aktor dan definisi situasi tersebut mempengaruhi ragam
interaksi yang layak dan tidak layak bagi para aktor dalam situasi yang ada.” (Mulyana,
2010, h. 110). Manusia adalah aktor yang berusaha menggabungkan karakteristik personal
dan tujuan kepada orang lain melalui “pertunjukan teaternya sendiri”
Panggung depan (front stage) mencakup, setting, personal front (penampilan diri),
expressive equipment (peralatan untuk mengekspresikan diri). Dalam panggung depan
sangat penting karena merupakan awal dari apa yang akan ditampilkan, didalam front stage
pastinya semua orang akan memberikan yang terbaik dihadapan orang lain, hal ini
dilakukan untuk pencitraan diri positif bagi dirinya yang menjadi aktor, dalam segi kostum
dan tindakan verbal maupun non verbal, apa yang ditampilkan di panggung depan atau
wilayah depan belum tentu sama dengan apa yang dilakukan dipanggung belakang (back
stage), sehingga front stage harus direncanakan dengan matang apa yang ingin kita
tampikan terhadap orang lain karena orang lain lah yang menilainya. Dan ini sangat penting
dengan apa yang akan ditampilkan di panggung depan.
seluruh audiens yang menonton bahwa dirinya adalah seorang host yang humoris dan bisa
membuat para penontonnya terhibur dengan acara yang dipentasinya. Sama halnya dengan
pelawak lainnya. Mereka memiliki front stage dan back stage yang sangat berbeda.
Selain ketiga contoh tersebut, adapun contoh lainnya, yaitu seorang guru dan dosen.
Pada saat di kelas, seorang guru dan dosen berperan sebagai pengajar dan pendidik. Mereka
memberi berbagai peraturan dan tugas di kelas. Mereka melakukan tugas di kelas sesuai
dengan peran mereka sebagai pengajar. Namun di luar perannya tersebut, mereka
berperilaku seperti orang lain yang tidak memiliki peran sebagai pengajar.
Selain di gunakan untuk menganalisis sebuah peristiwa, dramaturgi juga di pakai
sebagai sebuah strategi pembelajaran. Seperti yang di paparkan John F. Freie, dramatugi
bisa digunakan dalam pengajaran ilmu politik, atau ilmu-ilmu yang lain. Singkatnya,
metode ini dilakukan dengan menggunakan kelas sebagai panggung sebuah drama.
Pemeranya adalah para siswa, dengan sutradara pengajar yang akan mengarahkan adegan-
adegan sesuai dengan scenario yang telah di persiapkanya. Sedangan siswa yang lain
berposisi sebagai audien. Skenario tak lain adalah bahan pengajaran dengan fokus-fokus
materi yang ingin di sampaikan.
Misalnya ketika ingin menyampaikan materi tentang kepresidenan dan kehidupan
politik, setting drama di atur sedemikian rupa. Siswa yang mendapat peran tertentu,
diharuskan mempelajari peran tersebut dan harus menuliskanya dalam sebuah paper.
Sehingga, mau tak mau dia harus melakukan riset bagaimana gaya bicara sang tokoh,
keyakinan politiknya, atau juga media apa saja yang biasa dipakai sebagai referensi. Sang
professor mengatur dan mengarahka gaya, sehingga fokus pada materi.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Ilustrasi dan aplikasi teori Dramaturgis Goffman tampak menggunakan personal
front. Dalam sebuah ilustrasi di bagian depan wanita berperan sebagai customer marketing.
Goffman menyebutnya sebagai bagian depan (front) dan bagian belakang
(back). Front mencangkup setting, personal front (penampilan diri), expressive
equipment (peralatan untuk meng ekspresikan diri). Sedangkan bagian belakang adalah the
self, yaitu semua kegiatan yang tersembunyi untuk melengkapi keberhasilan actig atau
penampilan diri yang ada pada front. Aplikasi teori pendekatan dalam pembelajaran antara
lain meningkatkan partisipasi siswa, membangun empati terhadap berbagai pandangan,
agar siswa mengerti penggunaan simbol-simbol dalam politik, dan juga memahamkan
bagaimana perilaku para politisi di dunia nyata. Aplikasi teori dalam dunia bisnis bisa di
tandaskan di sini bahwa berartinya sebuah interaksi dalam komunikasi interpersonal.
Sebagai penutup bahwa misi utama kaum dramaturgis sebagaimana dikatakan Gonbeck
adalah memahami dinamika sosial dan menganjurkan kepada mereka yang berpartisipasi
dalam interaksi-interaksi tersebut untuk membuka topeng para pemainya dalam rangka
memperbaiki kinerja mereka dalam segala hal.
9
DAFTAR PUSTAKA
Baron, Robert A. & Byrne, Donn. 2004. Psikologi Sosial. Jakarta: Erlangga
Sukidin, Basrowi. 2002. Metode Penelitian Kualitatif Perspektif Mikro. Surabaya: Insan
Cendekia.
10