Anda di halaman 1dari 10

TUGAS BAHASA INDONESIA

RESENSI NOVEL SASTRA


“Sekali Peristiwa di Banten Selatan.”
Karya: Pramudya Ananta Toer.

Ditulis oleh:
Paksi Khalifatullah Alghaniy.
XII IPA 4

SMA NEGERI 4 DEPOK


Jl. Jeruk Raya No. 1, Sukatani, Tapos, Depok, Jawa Barat

Telp (O218743463)
A. IDENTITAS NOVEL

1. Judul Buku : “Sekali Peristiwa di Banten Selatan.”


2. Nama Pengarang : Pramoedya Ananta Toer
3. Nama Penerbit : Lentera Dipanttara
4. Ketebalan Buku : 132 halaman
5. Tahun Terbit : 1958
6. Nomor Edisi : cetakan ke-7

B. LATAR BELAKANG PENGARANG MENULIS NOVEL


Novel ini merupakan jasil “reportase” singkat Pramoedya Ananta Toer di
wilayah Banten Selatan.yang subur tapi rentan dengan penjarahan dan
pembunuhan. Tanah yang subur tapi masyarakatnya miskin, kerdil, tidak berdaya,
lumpuh daya kerjanya. Mereka diisap sedemikian rupa. Mereka dipaksa hidup
dalam tindihan rasa takut yang memiskinkan.

Tubuh boleh disekap, ditendang, diinjak-injak, tapi semangat hidup tidak


boleh redup. Menurut Pram, semangat hidup itulah yang membuat seorang bisa
hidup dan terus bekerja. Bertolak dari situ pram bertekad kuat mengorbankan
semangat untuk tidak ongkang-angking kaki menanti ajal melumat.

C. GAMBARAN UMUM
1. Buku ini menceritakan tentang seorang yang bernama Ranta, sebagai
rakyat kecil yang tinggal di Banten Selatan. Pada saat itu ia ditindas oleh
kaum atas, dan ia disuuh mencuri karet untuk sang Juragan.
2. Buku ini menggunakan alur maju.
3. Novel ini menggunakan bahasa yang mudah di mengerti.
4. Novel ini ditulis oleh Pramodedya Ananta Toer. Seorang penulis yang
lahir di Blora, pada 6 Februari 1925. Beliau dikenal sebagai pengarang
produktif dalam sejarah sastra Indonesia.
5. Pramoedya Ananta Toer telah menghasilkan lebih dari 50 karya dan
diterjemahkan ke dalam lebih dari 42 bahasa asing.
D. SINOPSIS
Cerita diawali oleh dua orang pemikul singkong yang hendak menuju ke
tempat pemberhentian truk di kota. Mereka berhenti di sebuah beranda pondok
karena merasa kelelahan. Setelah beristirahat, mereka melanjutkan perjalanan.
Tidak lama kemudian, si pemilik pondok dating, pemilik pondok tersebut
bernama Ranta. Saat Ranta hendak masuk ke dalam pondok, dia menyadaro
bahwa pintu pondoknya dikunci dan segera memanggil Ireng (istri Ranta) dari
luar pondok. Ireng membukakan pintu dan mempersilahkan Ranta masuk.Tak
lama kemudia, datanglah seorang juragan yang bernama Musa. Salah satu orang
yang memiliki kekuasaan di Banten Selatan. Juragan Musa memerintah Ranta
untuk mencuri bibit karet untuknya. Dia memberikan uang pada Ranta sebagai
upah awal,lalu ia pergi. Namun, upah yang diberikan tidak sepadan dengan risiko
pekerjaan yang dilakukan oleh Ranta. Ia masuk ke pondok miliknya dan
memberikan uang kepada istrinya.

Malam harinya, dua orang pemikul singkong dating lagi. Mereka hendak
menginap di pondok Ranta karena hujan. Namun, Ranta tidak membukakan pintu.
Mereka memutuskan untuk tidur di beranda pondok. Setelah dua orang itu tertidur
pulas, Ranta diam-diam pergi dari pondoknya. Ia berangkat untuk mencuri bibit
karet. Saat menjelang pagi, Ireng keluar rumah dan mendapati dua orang pemikul
singkong sedang tertidur di beranda pondok. Mereka bangun meminta izin untuk
mandi dan memberikan singkong sebagai tanda terimakasih. Ireng mengambil
singkong tersebut dan ia memasaknya untuk dimakan bersama dengan dua orang
pemikul singkong tersebut.

Beberapa saat kemudian, Ranta pulang. Juragan Musa tidak memberikan


upah tambahan, ia merampas hasil curian Ranta, dan menyiksanya lalu
menyuruhnya pulang. Begitu cerita Ranta kepada sang istri. Ireng merasa sedih
melihat keadaan suaminya. Namun, Ranta tetap menyuruh Ireng untuk bersabar
karena ia percaya, suatu hari nanti, keadaan dan kondisi akan menjadi lebih baik
ketika tentara Darul Islam itu pergi dari tanah mereka.

Mereka mengobrol bersama tentang tentara Darul Islam dan zaman


penjajahan sebelumnya. Dari obrolan itu, mereka menyadari bahwa juragan
Musah memiliki hubungan dekat dengan tentara Darul Islam. Tiba-tiba salah satu
peikul singkong menampakkan ekspresi terkejut diwajahnya. Dia melihat juragan
Musa menuju pondok Ranta. Mereka pergi bersembunyi karena takut. Ireng
mengajak suaminya masuk ke dalam pondok, namun, ia menolak. Juragan Musa
hanya lewat. Setelah itu, kedua pemikul singkong keluar dari persembunyianta.
Lalu, pamit untuk pulang.

Ranta, Ireng, dan kedua pemikul singkong menyadari bahwa juragan


Musa memiliki hubungan dekta dengan tentara Darul Islam. Mereka
memustuskan untuk melaporkan hal tersebut kepada Komandan Banten Selatan.
Kemudian Komandan tersebut memerintahkan anak buahnya untuk mendatangi
kediaman juragan Musa. Mereka menginterogasi juragan Musa dan istrinya di
sana. Komandan mendapatkan bukti pertama berupa pengakuan dari Nyonya (istri
juragan Musa) yang mengatakan bahwa juragan Musa termasuk ke dalam
petinggi dan anggotoa Darul Islam. Bukti kedua, tas juragan Musa yang berisi
surat-surat Darul Islam. Namun, juragan Musa tidak mengakui bukti-bukti
tersebut. Tiba-tiba datanglah Pak Lurah. Komandan, Ranta, dan yang lain segera
bersembunyi dan mengancam juragan Musa agar tidak memberitahukeberadaan
mereka. Disaat itulah, Komandan mendapatkan bukti ketiga . Pak Lurah
melaporkan persiapan rencana untuk menyerbu markas Komandan dan
memanggil jurang Musa dengan sebutan “Pak Presiden”,sejenis panggilan untuk
orang penting yang tergabung dalam Darul Islam. Komandan, Ranta dan yang
lainnya keluar dari persembunyian setelah Pak Lurah meninggalkan rumah
juragan Musa. Tapi, juragan Musa masih tidak mengakui semua bukti tersebut..
Lalu, datanglah Kasan, bawahan dari juragan Musa. Kasan menambahkan bukti
bahwa juragan Musa memang bekerja sama dengan Darul Islam. Atas perintah
dari juragan Musa, Kasan dan prajuritnya hendak membunuh Ranta karena ia
memegang banyak bukti berupa tas yang berisi surat-surat Darul Islam. Namun,
percobaan itu gagal, karena Ranta tidak di rumah. Kemudia mereka membakar
rumah dari Ranta.

Banyaknya bukti yang terkumpul, membuat juragan Musa benar-benar


tidak dapat lari dan menjadi tahanan komandan. Semua itu berkat laporan dari
Ranta dan kawan-kawan. Sebagai ucapan terimakasih, Ranta diangkat menjadi
lurah Banten Selatan secara langsung oleh Komdandan menggantikan Pak Lurah
sebelumnya yang juga menjadi tahanan.

Setelah peristiwa penangkapan juragan Musa itu. Ranta, Ireng dan


komanda tinggal di rumah Nyonya Musa. Keadaan masyarakat Banten Selatan
yang sudah membaik tidak membuat Ranta lantas bersantai sebagai lurah.

Ranta membuat strategi karena ia mengetahui akan diserang oleh


Gerombolan pemberontak dari Darul Islam dengan menyatukan seluruh
mesyarakat Banten Selatan untuk membantu komandan dan pasukannya. Pertama,
Ranta mamanggil pimpinan di setiap desa. Ranta mengatkan rencana menyatukan
seluruh masyarakat Banten Selatan untuk gotong royong melawan gerombolan
pemberontak. Kedua, ranta melarang semua warga untuk meninggalkan Banten
Selatan karena pasti aka nada penyerangan mendadak dari pihak pemberontak.
Rencana Ranta untuk menyatukan Banten Selatan untuk gotong royong melawan
gerombolan pemberontak menghasilkan kemenangan.
Tiga bulan kemdian, keadaan masyarakat dari kondisi Banten Selatan
semakin membaik. Di daerah tempat Renta tinggal sudah dibangun sekolah untuk
anak-anak dan Nyonya Musa menjadi salah satu guru disana. Lalu, dibangun pula
waduk untuk mengelola ikan ikan sebagai salah satu bahan makanan. Mereka juga
akan memiliki lading untuk ditanamani pohon kelapa dan durian. Keadaan yang
sudah lama dinantikan oleh Ranta, dan seluruh masyarakat Banten Selatan itu
dating karena kemauan masyarakat Banten Selatan untuk gotong royong. Tubuh
boleh disekap, ditendang,diinjak-injak, tapi semangat hidup tak boleh redup.
Karena semangat hidup itulah yang membuat seseorang bisa hidup dan terus
bekerja.

E. KEUNGGULAN
1. Bahasa yang terdapat pada novel ini mudah dimengerti karena
menggunakan bahasa sehari-hari.
2. Menceritakan tentang kisah yang telah terjadi, sehingga kita dapat
mengetahui keaslian pada masa tersebut.
3. Banyak pesan yang dapat diambil, salah satunya adalah pesan tentang
semangat kegotong royongan.
4. Banyak dialog yang membuat cerita menjadi menarik dan terasa lebih
hidup.

F. KELEMAHAN
1. Ceritanya sulit dipahami, karena penjelasan yang terlalu panjang pada satu
kejadian.
2. Tidak adanya tanda kutip di setiap dialog.
3. Konflik yang berjalan dengan datar.

G. ANALISIS UNSUR INSTRINSIK


1. TEMA
Tema pada dalam novel Sekali Peristiwa di Banten Selatan karya
Pramoedya Ananta Toer adalah mengangkat sebuah tema mengenai sejarah
masyarakat kecil yang ada pada waktu itu ditindas oleh kaum kolonial dan
juga kaum pemberontak.
Hal tersebut dapat kita ketahui setelah membaca keseluruhan novel.
Namun juga dapat diketahui dari kutipan “dia yang tahu, tiap rabu malam
Juragan Musa berunding dengan DI, sedang kita orang-orang miskin sama
dirampoki, dibakari, dibunuhi”(hal. 37)
Selain itu penulis juga mengankat tema kekeluargaan dan gotong royong.
Kutipan yang dapat diambil adalah “Siapa kwatir dengan orang-orang
semacam kalian? Dengan persatuan dan gotong royong semua bisa
dilaksanakan. Pak Lurah sendiri yang sering bilang begitu, kan?” (hal.105)
2. PERWATAKAN
 Ranta
Ranta digambarkan sebagai orang yang penyabar, pantang
menyerah, teguh pendirian dan pemberani
 Juragan Musa
Musa digambarkan sebagai orang yang licik, keras, dan tidak
peduli sekitar.
 Komandan
Komandan digambarkan sebagai orang yang tegas, cerdas, dan
patuh terhadap aturan.
 Ireng (istri Ranta)
Ireng digambarkan sebagai orang yang penyayang,suka mengeluh
dan pemberani.
 Nyonya Musa
Nyonya musa digambarkan sebagai orang yang tegas.
 Rodjali
Rodjali digambarkan sebagai orang yang jujur,sigap, dan cerdas.
3. PENOKOHAN
 Ranta
Sebagai tokoh utama protagonis
 Juragan Musa
Antagonis
 Komandan
Tokoh bawahan
 Ireng
Tritagonis
 Nyonya Musa
Tokoh bawahan
 Rodjali
Tritagonis

4. LATAR
1. Latar Tempat
Latar tempat yang terdapat dalam novel Sekali Peristiwa di Banten
Selatan adalah Rumah Ranta, pasar,Rumah Juragan Musa,dan suatu desa
di Banten Selatan.
2. Latar Waktu
Latar waktu yang diangkat oleh novel ini adalah sekitar tahun
1950-an saat Banten masih menjadi daerah terbelakang.
3. Latar Suasana
Langit mendung.Udara berwarna kelabu.
Menggambarkan suasana desa yang menyedihkan
Langit amat cerah dan terik
Menggambarkan suasana keceriaan, ditambah dengan tawa-tawa
anak kecil di desa

Matahari memancar dengan terangnya. Sekalipun demikian


hawa udara masih segar.
Menggambarkan keceriaan di akhir cerita.

5. ALUR
Pada novel Sekali Peristiwa di Banten Selatan memakai alur peristiwa
maju yang setiap peristiwanya dijelaskan secara runtut atau bisa disebut
kronologis.
A. Situation : “Pasar kacau Pak. Diobrak-abrik DI.” (hal.15)
Dari sini mulai menggambarkan suatu keadaan dimana pasar rakyat
kecil rusak oleh kaum pemberontak yang disebut DI (Darul Islam)

B. Genering Circumstances : “Dengar, Reng. Memang aku sering


nyolong. Tapi bukan karena kemauankuaku jadi maling” (hal. 20)
Dalamm kutipan ini sebagai contoh kejadian mulai muncul disebabkan
pemaksaan dari Tokoh Juragan Musa kepada Ranta untuk menjadi
maling.

C. Rising Action : “Ranta mmelangkah keluar ambang.. Bahunya tertarik


ke atas, matanya terpusat pada wajah Juragan Musa, sedang kedua
belah tangannya terangkat ke atas sedikit. Dengan tubuhnya yang
perkas itu, nampak seperti binatang buas hendak mmenerkam
mangsanya” (hal.34)
Pada kutipan diatas menunjukkan satu contoh peristiwa yang mulai
memuncak seperti saaat Tokoh Ranta mulai berani untuk melawan
penindasan yang dilakukan oleh Juragan Musa.

D. Climaks : “Komandan menggertak: Angkat tangan! Menyerah!” (hal.


71)
Akhir atau puncak dari peristiwa-peristiwa yang sebelumnya terjadi
seperti dalam kutipan diatas saat Tokoh Komandan menyergap dan
akhirnya menangkap Juragan Musa karena terbukti menjadi golongan
pemberontak Darul Islam yang selalu menindas rakyat kecil.

E. Denoument : “Satu pendurhaka dapat hancurkan seluruh


kebahagiaan tiap orang. Benar! Tapi keselamatan tiap orang, seluruh
bangsa, cuma dapat dilaksanakan oleh semua orang. Pelaksanaan ini
mungkin, kalau ada persatuan, kerukunan, persaudaraan.” (hal. 108)
Pemecahan masalah yang telah terjadi pada peristiwa-peristiwa
sebelumnya seperti pada kutipan diatas.pada akhirnya semua harus
saling bersatu untuk melawan penindasan dan kesewenang-wenangan
orang atau golongan kepada rakyat kecil.

6. SUDUT PANDANG
Novel ini menggunakan sudut pandang orang ketiga serba tahu.
Disini penulis mengetahui setiap peristiwa yang terjadi secara terperinci

7. AMANAT
Dalam novel ini, kita diajarkan untuk untuk bergotong royong.
Segala sesuatu yang berat apabila dikerjakan secara bersama dan sungguh-
sungguh dapat diselesaikan.

H. ANALISIS UNSUR EKSTRINSIK


1. BIOGRAFI PENGARANG

Pramoedya Ananta Toer (lahir di Blora, Jawa Tengah, 6


Februari 1925 – meninggal di Jakarta, 30 April 2006 pada umur 81 tahun),
secara luas dianggap sebagai salah satu pengarang yang produktif dalam
sejarah sastra Indonesia. Pramoedya telah menghasilkan lebih dari 50
karya dan diterjemahkan ke dalam lebih dari 42 bahasa asing.

Pramoedya dilahirkan di Blora pada tahun 1925 di jantung Pulau


Jawa, sebagai anak sulung dalam keluarganya. Ayahnya adalah seorang
guru, sedangkan ibunya seorang penjual nasi. Nama asli Pramoedya
adalah Pramoedya Ananta Mastoer, sebagaimana yang tertulis dalam
koleksi cerita pendek semi-otobiografinya yang berjudul Cerita Dari
Blora. Karena nama keluarga Mastoer (nama ayahnya) dirasakan terlalu
aristokratik, ia menghilangkan awalan Jawa "Mas" dari nama tersebut dan
menggunakan "Toer" sebagai nama keluarganya. Pramoedya menempuh
pendidikan pada Sekolah Kejuruan Radio di Surabaya, dan kemudian
bekerja sebagai juru ketik untuk surat surat kabat Jepang di Jakarta selama
pendudukan Jepang di Indonesia.

2. SITUASI DAN KONDISI


Situasi dan kondisi Pramoedya Ananta Toer menulis novel adalah
ketika dia selesai dari kunjungan ke Banten Selatan yang menegangkan.

3. NILAI-NILAI
 Nilai Agama :
Percaya kepada tuhan “Insya Allah, Pak. Kita sudah cukup bekerja-
kita berdua.”(hal. 19) “Allah selamanya bersama kita.” (hal.53)

 Nilai Moral :
Tidak boleh mudah putus asa dalam menghadapi setiap masalah “Kita
sudah bosan putus asa. Kita takkan putus asa lagi. Kita akan perbaiki
keadaan kita.” (hal.31)

 Nilai Budaya :
Semangat kegotong royongan

 Nilai Sosial :
Persatuan yang dilakukan oleh masyarakat Banten Selatan dalam
melawan ketakutan.

I. UNSUR KEBAHASAAN
1. GAYA BAHASA
JENIS TEKS
Personifikasi 1. “....angin menderu keras membawa bunyi
sayup deburan Laut Hindia.”(hal.1)
2. “....membawa poci berisikan air panas yang
masih menguap-uap.”(hal. 27)

Pleonasme 1. “...... menghapus matanya dan masuk ke


dalam rumah.” (hal. 27)
Sinestesia 1. “....terdengar suaranya yang menyayukan
hati.” (hal. 27)
Litotes 1. “... kawan orang besar-besar, kita Cuma
punya kawan orang kecil-kecil.” (hal. 31)
2. “... dengan nada seorang bawahan pada
atasannya.” (hal. 70)
Tautologi 1. “....... dengan kata-kata yang keluar satu-
satu, jelas, perlahan, dan berkasih
sayang.” (hal. 19)
2. “ Kita cuma tahu bantu-membantu,
gotongroyong, gugur gunuung,
kerjabakti....” (hal. 85)
3. “.... Kalau kita bersatu, bersama-sama
kerja, bersama sama bela diri, sebenarnya
kekuatan kita jauh lebih besar.” (hal. 86)
Klimaks 1. “.... kita orang-orang miskin sama
dirampoki, dibakari, dan dibunuhi.” (hal.
37)
Sarkasme 1. “Setan sialan!”
Simile 1. “Seperti binatang buas kehilangan
senjatanya...” (hal. 69)
2. “.... selama ini, kita dibunuhi, dibakari,
seperti kucing!” (hal. 85)
3. “panah dan sumpit bagaikan pada semua
orang...” (hal. 86)
Retorik 1. “Kau mau mengikuti aku dalam senang dan
sengsara, bukan, Nah?”
2. “ Juragan Musa mencuri barang-
barangnya bukan? Tapi apa gunanya bagi
orang semacam aku ini.....” (hal. 82)

2. UNGKAPAN
 Anak buah : bawahan
 Sunyi senyap : sangat sepi
 Angkat bicara: mulai bicara

J. SIMPULAN
Dalam novel ini, kita diajarkan untuk untuk bergotong royong. Segala
sesuatu yang berat apabila dikerjakan secara bersama dan sungguh-sungguh dapat
diselesaikan.

K. SARAN
Akan lebih baik apabila penulis membuat konflik yang lebih menonjol.
Dialog harusnya diawali dan diakhiri dengan tanda (“) agar lebih memudahkan
pembaca membedakan narasi dan dialog.

Anda mungkin juga menyukai