Ditulis oleh:
Paksi Khalifatullah Alghaniy.
XII IPA 4
Telp (O218743463)
A. IDENTITAS NOVEL
C. GAMBARAN UMUM
1. Buku ini menceritakan tentang seorang yang bernama Ranta, sebagai
rakyat kecil yang tinggal di Banten Selatan. Pada saat itu ia ditindas oleh
kaum atas, dan ia disuuh mencuri karet untuk sang Juragan.
2. Buku ini menggunakan alur maju.
3. Novel ini menggunakan bahasa yang mudah di mengerti.
4. Novel ini ditulis oleh Pramodedya Ananta Toer. Seorang penulis yang
lahir di Blora, pada 6 Februari 1925. Beliau dikenal sebagai pengarang
produktif dalam sejarah sastra Indonesia.
5. Pramoedya Ananta Toer telah menghasilkan lebih dari 50 karya dan
diterjemahkan ke dalam lebih dari 42 bahasa asing.
D. SINOPSIS
Cerita diawali oleh dua orang pemikul singkong yang hendak menuju ke
tempat pemberhentian truk di kota. Mereka berhenti di sebuah beranda pondok
karena merasa kelelahan. Setelah beristirahat, mereka melanjutkan perjalanan.
Tidak lama kemudian, si pemilik pondok dating, pemilik pondok tersebut
bernama Ranta. Saat Ranta hendak masuk ke dalam pondok, dia menyadaro
bahwa pintu pondoknya dikunci dan segera memanggil Ireng (istri Ranta) dari
luar pondok. Ireng membukakan pintu dan mempersilahkan Ranta masuk.Tak
lama kemudia, datanglah seorang juragan yang bernama Musa. Salah satu orang
yang memiliki kekuasaan di Banten Selatan. Juragan Musa memerintah Ranta
untuk mencuri bibit karet untuknya. Dia memberikan uang pada Ranta sebagai
upah awal,lalu ia pergi. Namun, upah yang diberikan tidak sepadan dengan risiko
pekerjaan yang dilakukan oleh Ranta. Ia masuk ke pondok miliknya dan
memberikan uang kepada istrinya.
Malam harinya, dua orang pemikul singkong dating lagi. Mereka hendak
menginap di pondok Ranta karena hujan. Namun, Ranta tidak membukakan pintu.
Mereka memutuskan untuk tidur di beranda pondok. Setelah dua orang itu tertidur
pulas, Ranta diam-diam pergi dari pondoknya. Ia berangkat untuk mencuri bibit
karet. Saat menjelang pagi, Ireng keluar rumah dan mendapati dua orang pemikul
singkong sedang tertidur di beranda pondok. Mereka bangun meminta izin untuk
mandi dan memberikan singkong sebagai tanda terimakasih. Ireng mengambil
singkong tersebut dan ia memasaknya untuk dimakan bersama dengan dua orang
pemikul singkong tersebut.
E. KEUNGGULAN
1. Bahasa yang terdapat pada novel ini mudah dimengerti karena
menggunakan bahasa sehari-hari.
2. Menceritakan tentang kisah yang telah terjadi, sehingga kita dapat
mengetahui keaslian pada masa tersebut.
3. Banyak pesan yang dapat diambil, salah satunya adalah pesan tentang
semangat kegotong royongan.
4. Banyak dialog yang membuat cerita menjadi menarik dan terasa lebih
hidup.
F. KELEMAHAN
1. Ceritanya sulit dipahami, karena penjelasan yang terlalu panjang pada satu
kejadian.
2. Tidak adanya tanda kutip di setiap dialog.
3. Konflik yang berjalan dengan datar.
4. LATAR
1. Latar Tempat
Latar tempat yang terdapat dalam novel Sekali Peristiwa di Banten
Selatan adalah Rumah Ranta, pasar,Rumah Juragan Musa,dan suatu desa
di Banten Selatan.
2. Latar Waktu
Latar waktu yang diangkat oleh novel ini adalah sekitar tahun
1950-an saat Banten masih menjadi daerah terbelakang.
3. Latar Suasana
Langit mendung.Udara berwarna kelabu.
Menggambarkan suasana desa yang menyedihkan
Langit amat cerah dan terik
Menggambarkan suasana keceriaan, ditambah dengan tawa-tawa
anak kecil di desa
5. ALUR
Pada novel Sekali Peristiwa di Banten Selatan memakai alur peristiwa
maju yang setiap peristiwanya dijelaskan secara runtut atau bisa disebut
kronologis.
A. Situation : “Pasar kacau Pak. Diobrak-abrik DI.” (hal.15)
Dari sini mulai menggambarkan suatu keadaan dimana pasar rakyat
kecil rusak oleh kaum pemberontak yang disebut DI (Darul Islam)
6. SUDUT PANDANG
Novel ini menggunakan sudut pandang orang ketiga serba tahu.
Disini penulis mengetahui setiap peristiwa yang terjadi secara terperinci
7. AMANAT
Dalam novel ini, kita diajarkan untuk untuk bergotong royong.
Segala sesuatu yang berat apabila dikerjakan secara bersama dan sungguh-
sungguh dapat diselesaikan.
3. NILAI-NILAI
Nilai Agama :
Percaya kepada tuhan “Insya Allah, Pak. Kita sudah cukup bekerja-
kita berdua.”(hal. 19) “Allah selamanya bersama kita.” (hal.53)
Nilai Moral :
Tidak boleh mudah putus asa dalam menghadapi setiap masalah “Kita
sudah bosan putus asa. Kita takkan putus asa lagi. Kita akan perbaiki
keadaan kita.” (hal.31)
Nilai Budaya :
Semangat kegotong royongan
Nilai Sosial :
Persatuan yang dilakukan oleh masyarakat Banten Selatan dalam
melawan ketakutan.
I. UNSUR KEBAHASAAN
1. GAYA BAHASA
JENIS TEKS
Personifikasi 1. “....angin menderu keras membawa bunyi
sayup deburan Laut Hindia.”(hal.1)
2. “....membawa poci berisikan air panas yang
masih menguap-uap.”(hal. 27)
2. UNGKAPAN
Anak buah : bawahan
Sunyi senyap : sangat sepi
Angkat bicara: mulai bicara
J. SIMPULAN
Dalam novel ini, kita diajarkan untuk untuk bergotong royong. Segala
sesuatu yang berat apabila dikerjakan secara bersama dan sungguh-sungguh dapat
diselesaikan.
K. SARAN
Akan lebih baik apabila penulis membuat konflik yang lebih menonjol.
Dialog harusnya diawali dan diakhiri dengan tanda (“) agar lebih memudahkan
pembaca membedakan narasi dan dialog.