Anda di halaman 1dari 36

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pasien yang masuk ke Instalasi Gawat Darurat (IGD) rumah sakit tentunya butuh
pertolongan yang cepat dan tepat, untuk itu perlu adanya standar dalam memberikan pelayanan
gawat darurat sesuai dengan kompetensi dan kemampuannya sehingga dapat menjamin suatu
penanganan gawat darurat dengan respons time yang cepat dan tepat (KepMenKes, 2009).
Salah satu kasus kegawatdaruratan yang memerlukan tindakan segera adalah syok.
Syok bukanlah suatu diagnosis atau penyakit. Syok merupakan sindrom klinis yang
kompleks yang mencakup sekelompok keadaan dengan manifestasi hemodinamika yang
bervariasi;, tetapi petunjuk yang umum adalah tidak memadainya perfusi jaringan ketika
kemampuan jantung untuk memompa darah mengalami kerusakan. Karena adanya kerusakan
tersebut mengakibatkan terjadinya kehilangan cairan (hipovolemik) di dalam tubuh.

Syok dapat diklasifikasikan menjadi syok kardiogenik, syok hipovolemik, syok septik,
syok anafilatik dan syok neurogenik. Semua syok tersebut memiliki manifestasi klinis,
penyebab dan penatalaksanaan yang berbeda-beda. Syok bersifat progresif dan terus
memburuk. Hal ini akan mengakibatkan komplikasi bahkan kematian. Semua jenis syok dapat
terjadi pada pasien trauma. Diagnosa adanya syok harus didasarkan pada data-data baik klinis
maupun laboratorium yang jelas agar penatalaksanaan yang akan diberikan juga tepat.

Oleh karena itu, diperlukan pemahaman dan pengetahuan lebih tentang konsep syok
dan asuhan keperawatan yang tepat untuk penatalaksanaan syok yang akan dibahas pada
makalah ini.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana konsep syok?
2. Bagaimana asuhan keperawatan yang tepat untuk penatalaksanaan syok?

1.3 Tujuan Penulisan


1. Untuk mengetahui konsep syok
2. Untuk mengetahui asuhan keperawatan yang tepat untuk penatalaksanaan syok

1
BAB II

PEMBAHASAN

Skenario
PERAWAT KRITIS VS PASIEN KRITIS?

Seorang laki-laki berusia 65 tahun diantar oleh anak laki-lakinya yang serumah dengannya ke
Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Tipe A dengan keluhan nyeri dada sejak 3 hari yang lalu
dan memberat 6 jam sebelum masuk rumah sakit dan pusing. Anamnesis didapatkan pasien
tampak gelisah, pucat, keringat berlebihan. Bibir dan kuku tangan tampak kebiruan, kulit
lembab dan dingin. Beberapa saat sampai di rumah sakit kesadaran pasien menurun. Telah
diberikan bantuan oksigen, dari bedside monitor diketahui tekanan darah 60/40 mmHg, nadi
124x/menit lemaha, pernapasan 34x/menit dangkal. Setelah dijelaskan dan mendapatkan
persetujuan keluarga dengan menandatangani informed consent diberikan cairan intravena
infus Ringer Laktat 2 jalur, tetesan cepat dan pemasangan kateter diketahui urin kurang dari 50
mL. Dari hasil rontgen thorak diketahui juga terjadi Acute Lung Oedema (ALO). Tindakan
kolaborasi dengan tim kesehatan lain perlu dilakukan dalam penanganan manajemen airway
dan terapi medikasi.

2.1 Step 1: Terminologi


1. Acute Lung Oedema (ALO)
Terjadinya akumulasi atau penumpukan cairan di paru secara masif dan mendadak di
rongga alveoli yang menyebabkan pasien berada pada kondisi kedaruratan respiras dan
ancaman gagal napas.
2. Bedside Monitor
Alat untuk memonitor vital sign pasien, berupa nadi, tekanan darah, suhu, dan
pernapasan secara terus menerus. Alat ini biasanya terletak di sebelah kanan bed
pasien.
3. Manajemen Airway
Merupakan upaya yang penting untuk resusitasi segera dan memastikan jalan napas
tetap terbuka dengan berbagai cara, bisa dilakukan dengan memberi napas buatan
menggunakan alat.

2
4. Ringer Laktat
Cairan infus mengandung laktat yang dimasukkan ke dalam tubuh untuk memelihara
keseimbangan atau mengganti elektrolit dan cairan tubuh yang hilang akibat
kehilangan banyak darah atau penyakit tertentu.
5. Anamnesis
Kejadian masa lalu yang diingat pasien yang merupakan bagian dari riwayat medis
agar terperoleh data untuk menentukan diagnosa suatu penyakit.

2.2 Step 2: Identifikasi Masalah


1. Apa hubungan nyeri dada dengan Acute Lung Oedema (ALO)?
2. Apa tindakan pertama yang dapat dilakukan untuk menghilangkan nyeri dada sebelum
pasien sampai di Rumah Sakit?
3. Apa yang menyebabkan kebiruan pada kuku tangan dan bibir pada pasien?
4. Apa yang dilakukan perawat dengan pasien yang mengalami penurunan kesadaran?
5. Apa yang menyebabkan tekanan darah pada pasien rendah?
6. Apa tujuan pemberian Ringer Laktat dengan kondisi pasien?
7. Apa ada hubungan antara kondisi atau penyakit pasien dengan jumlah urin yang
kurang?
8. Apa indikasi Ringer Laktat 2 jalur?
9. Pada kondisi seperti apa saja Ringer Laktat 2 jalur dengan tetesan cepat (loading)
diberikan?
10. Apa komplikasi dari Acute Lung Oedema (ALO)?
11. Apa manifestasi dari Acute Lung Oedema (ALO)?
12. Apa penyebab dari Acute Lung Oedema (ALO)?
13. Bagaimana cara melakukan manajemen airway?
14. Obat-obat apa saja yang bisa diberikan pada pasien?
15. Apakah ada terapi non farmakologi untuk pasien di skenario ini?
16. Bagaimana cara mencegah Acute Lung Oedema (ALO)?
17. Apa permasalahan utama atau penyakit yang dialami oleh pasien di skenario?

2.3 Step 3: Brain Storming


1. Hubungan nyeri dada dengan Acute Lung Oedema (ALO)
Jantung tidak mampu memompa darah ke paru-paru dan paru-paru tidak mampu
melakukan pertukaran O2 dan COc secara maksimal, O2 yang kembali ke otot jantung

3
berkurang sehingga menimbulkan nyeri dada (ketidakadekuatan O2 di jantung) serta
terjadi ketidakadekuatan O2 yang diedarkan ke seluruh tubuh.

2. Tindakan pertama yang dapat dilakukan untuk menghilangkan nyeri dada sebelum
pasien sampai di Rumah Sakit
a. Memberikan posisi nyaman pada pasien (fowler atau duduk)
b. Memberikan oksigen
c. Memberikan aromaterapi

3. Penyebab kebiruan pada kuku tangan dan bibir pada pasien


a. Kurangnya O2 dalam darah karena ada yang menghalangi aliran darah ke seluruh
tubuh yang disebabkan oleh gangguan pada pembuluh darah, jantung dan jalan
napas
b. Adanya Acute Lung Oedema (ALO) yaitu cairan dalam paru-paru dibagian alveoli
sehingga O2 dan COc mengalami gangguan sirkulasi
c. Karena pasien terlalu lama menahan nyeri dada

4. Yang dilakukan perawat dengan pasien yang mengalami penurunan kesadaran


Melakukan manajemen airway dan pemberian oksigen

5. Penyebab tekanan darah rendah


a. Dehidrasi
b. Infark jantung
c. Kontraksi fagus berlebihan
d. Penurunan kadar glukosa dalam darah
e. Jantung tidak mampu memompa darah secara adekuat di paru-paru karena adanya
penumpukan cairan di paru-paru

6. Tujuan pemberian Ringer Laktat dengan kondisi pasien


a. Untuk mengatasi dehidrasi yang dialami oleh pasien
b. Sebagai pertolongan pertama untuk mengganti cairan pasien yang hilang
c. Untuk mencegah terjadinya syok

7. Hubungan antara kondisi atau penyakit pasien dengan jumlah urin yang kurang
Terdapat hubungan yaitu pasien mengalami dehidrasi sehingga jumlah urinnya
berkurang

4
8. Indikasi Ringer Laktat 2 jalur
a. Ketidakseimbangan elektrolit
b. Kurangnya cairan dalam tubuh
c. Diare
d. Luka bakar

9. Ringer Laktat 2 jalur dengan tetesan cepat (loading) diberikan pada kondisi
a. Acute Lung Oedema (ALO) yang mengalami dehidrasi berat
b. Tidak seimbangnya tekanan hidrostatik dan osmotik’

10. Komplikasi dari Acute Lung Oedema (ALO)


a. Penumpukan cairan pada abdomen (asites)
b. Dehidrasi
c. Terjadi penurunan O2 yang mengakibatkan penurunan kesadaran

11. Manifestasi dari Acute Lung Oedema (ALO)


Nyeri dada, sesak napas dan gelisah

12. Penyebab dari Acute Lung Oedema (ALO)


a. Edema paru kardiogenik (kelainan jantung)
b. Edema paru non kardiogenik (infeksi paru, emboli paru, paparan toksik)
c. Terdapat banyak cairan di paru-paru
d. Tekanan hidrostatik meningkat daripada tekanan osmotik (seharusnya seimbang)
e. Katup jantung yang tidak menutup sempurna
f. Adanya ateroskeloris (plak pada pembuluh darah)

13. Cara melakukan manajemen airway


a. Mempertahankan jalan napas tetap paten
b. Mempertahankan lidah agar tidak jatuh
c. Menengadahkan kepala
d. Menarik rahang ke bawah
14. Obat-obat yang bisa diberikan pada pasien
Analgesik, morfin, nitogliserin, furosemid

5
15. Terapi non farmakologi untuk pasien di skenario ini
Untuk menyembuhkan penyakit ini tidak dapat menggunaka terapi non farmakologis,
tetapi untuk mengurangi gejalanya dapat dilakukan terapi non farmakologis yaitu
pemberian aromaterapi, guided imagery, dan murottal Al-Qur’an

16. Cara mencegah Acute Lung Oedema (ALO)


a. Olahraga yang cukup
b. Hindari mengkonsumsi rokok
c. Konsumsi makanan sehat rendah gula dan kolestrol
d. Lakukan pemeriksaan kesehatan secara rutin
e. Konsumsi obat dari dokter secara teratur

17. Permasalahan utama atau penyakit yang dialami oleh pasien di skenario
Syok kardiogenik

2.4 Step 4: Skema

Laki-laki (65 tahun)

IGD

Data Subjektif: Nyeri dada sejak 3 hari dan makin berat 6 jam sebelum ke
Rumah Sakit serta merasakan pusing
Data Objektif: Gelisah, pucat, keringat berlebih, bibir dan kuku membiru,
kulit lembab dan dingin, dan mengalami penurunan kesadaran.

Pemberian Oksigen
Pemasangan Hasil:
Dilakukan kateter urin Terapi intravena
rontgen thorax  RR: 34x/mnt dangkal
Hasil: infus RL 2 jalur
Hasil: ALO  Nadi: 124x/mnt lemah
Urin < 50 mL
 TD: 60/40 mmHg

Manajemen airway dan terapi medikasi

Manajemen syok
6
2.5 Step 5: Learning Objectif
A. Konsep Syok
1. Definisi Syok
2. Epidemiologi
3. Etiologi
4. Patofisiologi
5. Manifestasi Klinis
6. Klasifikasi
7. Komplikasi
8. Pencegahan
9. Pemeriksaan
10. Penatalaksanaan
11. Prognosis
B. Asuhan Keperawatan Syok

2.6 Step 6: Diskusi Mandiri

2.7 Step 7: Landasan Teori


A. Konsep Syok
1. Definisi Syok
Syok didefinisikan sebagai kegagalan sirkulasi akut yang terjadi karena tidak
adekuatnya perfusi jaringan sehingga menimbulkan hipoksia seluler (Graham &
Parke, 2005). Menurut Muttaqin (2009), syok merupakan sindrom klinis yang
kompleks yang mencakup sekelompok keadaan dengan manifestasi hemodinamika
yang bervariasi;, tetapi petunjuk yang umum adalah tidak memadainya perfusi
jaringan ketika kemampuan jantung untuk memompa darah mengalami kerusakan.
Menurut ENA (2010), syok merupakan suatu respon sistemik terhadap kondisi
sakit atau injuri yang mengakibatkan tidak adekuatnya perfusi jaringan dan
penurunan suplai oksigen di tingkat seluler.

7
2. Epidemiologi Syok
a. Epidemiologi Syok Kardiogenik
Syok kardiogenik terjadi pada 2,9% pasien angina pektroris tak stabil dan
2,1 % pasien IMA non elevasi ST median waktu perkembangan menjadi syo
pada pasien ini adalah 76 jam dan 94 jam, dimana yang tersering adalah setelah
48 jam. Syok lebih sering di jumpai sebagai komplikasi IMA dengan elevasi ST
Pada tipe lain dari sindrom kororner akut. Pada studi besar di negara maju,
pasien IMA yang mendapat terapi trombolitik tetap di temukan kejadian syok
kardiogenik yang berkisar antara 4,2 % sampai 7,2% tingkat mortalitas masih
tetap tinggi sampai saat ini, berkisar antara 70-100%.

b. Epidemiologi Syok Hipovolemik


Syok hipovolemik di sebabkan oleh terjadinya kehilangan darah secara
akut (Syok hemoragik ) sampai saat ini merupakan salah satu penyebab
kematian tertinggi di negara negara dengan mobilitas penduduk yang tinggi.
Salah satu penyebab terjadinya syok hemoragik tersebut di antara nya adalah
cedera akibat kecelakaan. Menurut Word Health Organization (WHO) cedera
akibat kecelakaan setiap tahunnya menyebabkan terjadinya 5 juta kematian di
seluruh dunia. Angka kematian pada pasien trauma yang mengalami syok
hipovolemikdi rumah sakit dengan tingkat pelayanan yang lengkap mencapai
6%. Sedangkan angka kematian akibat trauma yang mengalami syok
hipovolemik di rumah sakit dengan peralatan yang kurang memadai mencapai
36% .
Syok hipovolemik juga terjadi pada wanita denga perdarah karna kasus
obstetri, angka kematian akibat syok hipovolemik menyacapai 500.000 per
tahun dan 99% kematian tersebut terjadi di negara berkembang.
(Diantoro,2014).

c. Epidemiologi Syok Septik


Sepsis termasuk salah satu dari keadaan serius yang di hadapi para klinisi
dalam penanggulangan infeksi berat dan bila gagal akan mengalami syok septik.
Syok septik adalah penyebab kematian tersering dari unit perawat intensif dan
termasuk kedalam 13 penyebab kematian di Amerika Serikat. Insidensi sepsis
dan syok septik terus meningkat, dan di perkirakan terdapat 400.000 kasus

8
sepsis dan 200.00 kasus syok septik terjadi pertahunnya di Amerika Serikat dan
mengakibatkan 100.000 kematian.
Ada 2 hal yang menyebabkan kesulitan untuk mendapatkan angka
sebenarnya dari sepsis dan syok septik ini. Pertama karna tidak ada konsensus
tentang definisinya, kedua karna keadaan ini tidak merupakan penyakit yang
harus di laporkan. Tidak adanya konsesus tentang definisi lalu memberikan
dampak adannya laporan tentang mortalitas syok septik sangat bervariasi, yaitu
10-90%.

d. Epidemiologi Syok Anafilatik


Anafilaksis memang jarang di jumpai, tetapi paling tidak di laporkan lebih
dari 500 kematian terjadi setiap tahunnya karna antibiotik golongan beta laktam,
khusus nya penisilin. Penisilin menyebabkan reaksi fatal pada 0,002%
pemakaian.
Selanjutnya penyebab reaksi anafilaktoid yang tersering adalah
pemakaian media kontras untuk pemereiksaan radiologi. Media kontras
menyebabkan reaksi yang mengancam nyawa pada 0,1% dan reaksi yang fatal
terjadi antara 1 ; 10.000 dan 1; 50.000 prosedur intravena. Kasus kematian
berkurang setelah pemakaiannya media kontras yang hipoosmolar.
Kematian karna uji kulit dan imunoterapi juga pernah di laporkan. Enam
kasus kematian karna uji kulit dan 24 kasus imunoterapi terjadi selama tahun
1959 sampai tahun 1984.

3. Etiologi Syok
a. Etiologi Syok Kardiogenik
Syok kardiogenik sebenarnya adalah gagal jantung kongestif ekstrem
yang disebabkan oleh penurunan fungsi kontraktil jantung yang parah. Biasanya
syok kardiogenik didiagnosis berdasarkan adanya perubahan hemodinamik
sistemik dan paru, yang disebabkan oleh curah jantung dan perfusi jaringan yang
tidak adekuat. Penyebab terbanyak kejadian syok kardiogenik adalah infark
miokard ventrikel kiri yang ekstensif. Penyebab lain syok kardiogenik
mencakup ruptur otot papiler, ruptur septum ventrikel, kardiomiopati,
miokarditis akut, penyakit katup dan disritmia.

9
Syok kardiogenik dapat disebabkan oleh berbagai macam kelainan yang
terjadi pada jantung seperti : disfungsi sistolik, disfungsi diastolik, disfungsi
katup, aritmia, penyakit jantung koroner, komplikasi mekanik. Karena besarnya
angka kejadian ACS, maka ACS pun menjadi etiologi terhadap syok
kardiogenik yang paling dominan pada orang dewasa. Selain itu, banyak pula
kasus syok kardiogenik yang terjadi akibat medikasi yang diberikan, contohnya
pemberian penyekat beta dan penghambat ACE yang tidak tepat dan tidak
terpantau pada kasus ACS. Pada anak-anak penyebab tersering adalah
miokarditis oleh karena infeksi virus, kelainan congenital dan konsumsi bahan-
bahan yang toksik terhadap jantung.

b. Etiologi Syok Hipovolemik


Syok hipovolemik merupakan syok yang terjadi akaibat berkurangnya
volume plasma di intravaskuler. Syok ini dapat terjadi akibat perdarahan hebat
(hemoragik), trauma yang menyebabkan perpindahan cairan (ekstravasasi) ke
ruang tubuh nonfungsional, dan dehidrasi berat oleh berbagai sebab seperti luka
bakar dan diare berat. Kasus-kasus syok hipovolemik yang paling sering
ditemukan disebabkan oleh perdarahan sehingga syok hipovolemik dikenal juga
dengan syok hemoragik. Perdarahan hebat dapat disebabkan oleh berbagai
trauma hebat pada organ-organtubuh atau fraktur yang yang disertai dengan luka
ataupun luka langsung pada pembuluh arteri utama.

c. Etiologi Syok Septik


Septik biasanya disebabkan oleh infeksi bakteri (meskipun septik dapat
disebabkan oleh virus, atau semakin sering, disebabkan oleh jamur).
Mikroorganisme kausal yang paling sering ditemukan pada orang dewasa
adalah Escherichia coli, Staphylococcus aureus, dan Streptococcus pneumonia.
Spesies Enterococcus, Klebsiella, dan Pseudomonas juga sering ditemukan.
Umumnya, septik merupakan suatu interaksi yang kompleks antara efek toksik
langsung dari mikroorganisme penyebabinfeksi dan gangguan respons inflamasi
normal dari host terhadap infeksi.
Insidensi sepstik yang lebih tinggi disebabkan oleh bertambah tuanya
populasi dunia, pasien-pasien yang menderita penyakit kronis dapat bertahan
hidup lebih lama, terdapat frekuensi septik yang relatif tinggi di antara pasien-

10
pasien AIDS, terapi medis (misalnya dengan glukokortikoid atau antibiotika),
prosedur invasif (misalnya pemasangan kateter), dan ventilasi mekanis.

d. Etiologi Syok Anafilatik


Anafilatik dapat diperantarai baik oleh imunoglobulin E (IgE) atau non-
IgE. Respons non-IgE terjadi tanpa adanya antibodi IgE disebut sebagai reaksi
anafilatik. Aktivasi langsung mediator dianggap sebagai penyebab respons ini.
Reaksi anafilaktoid biasa dikaitkan dengan obat-obat anti-inflamasi nonsteroid
(AINS), termasuk aspirin, antibiotik, serta obat pelemas otot. Selain obat yang
menjadi penyebab tersering dari anafilaksis, terdapat beberapa pencetus lain
seperti makanan, kegiatan jasmani, sengatan tawon, faktor fisis seperti udara
yang panas, air yang dingin, dan beberapa kejadian tidak diketahui
penyebabnya.

e. Etiologi Syok Neurogenik


Syok neurogenic adalah jenis syok distributive dimana terjadi suatu
keadaan hilangnya tonus otonom secara tiba-tiba akibat dari cedera tulang
belakang. Syok neurogenic disebabkan oleh adanya disfungsi system saraf
otonom dengan disfungsi ganglia simpatis paravertebral yang menginervasi
segmen torakolumbal, dimana bagian ini merupakan persarafan yang berfungsi
untuk mempertahankan tonus pembuluh darah perifer. Syok neurogenic
disebabkan oleh adanya cedera tulang belakang, anastesi umum atau spinal, luka
dan kecemasan. Pasien dengan cedera tulang belakang bagian servikal lebih
mungkin untuk berkembang menjadi syok neurogenic (Chow JL, 2004)

4. Patofisiologi Syok
Dibawah kondisi normal, tubuh menyediakan oksigen yang cukup untuk sel
guna memenuhi kebutuhan metabolic. Dalam keadaan stress, tubuh menggunakan
oksigen lebih cepat dan mekanisme kompensasi diaktifkan untuk memenuhi
kebutuhan tubuh dan memulihkan kebutuhan oksigen dan perfusi menuju sel.
Mekanisme kompensasi ini semuanya sama, tanpa melihat kondisi klinis yang
menyebabkan hipoperfusi selular, kondisi klinis yang menyebabkan hipoperfusi
salular sering kali disebut sebagai keadaan syok.

11
Oksigenasi Dan Perfusi Jaringan
Oksigenasi semua organ dan jaringan secara langsung dikaitkan dengan
kemampuan darah untuk menyediakan oksigen ke darah dan mengirimkan darah
yang mengandung oksigen ke sel. System pulmoner menyediakan difusi oksigen
menuju darah lewat proses pernafasan (ventrikel [tekanan parsial karbon dioksida
arteri atau PaCO2] dan oksigenasi [tekanan parsial oksigen arteri atau SaO2]).
Biasanya, sel menggunakan sekiar 25% oksigen yang di hantarkan, pemakaian
oksigen ini disebut konsumsi oksigen (Vo2). Kemampuan tubuh untuk
menyediakan oksigen bagi sel di sebut sebagai pasokan oksigen (Dao2).
Dibawah kondisi normal, Vo2 tidak bergantung pada Dao2. Maksudnya
adalah saat sel menggunakan oksigen tambahan untuk menghasilkan energi, sel
dapat mengekstrak jumlah yang dibutuhkan seperlunya untuk menghasilkan energi
dalam bentuk adenosine triposfat (ATP). Namun selama masa stress fisiologis, Vo2
menjadi bergantung pada Dao2. Aktivitas mekanisme kompensasi, endokrin, dan
sirkulasi menanggapii kebutuhan sel akan oksigen dengan meningkatkan unsure
Dao2. Jika dibutuhkan oksigen tambahan dan sel tidak dapat mengekstrak oksigen
maka sel harus menggunakan metabolisme anaerob guna menghasilkan ATP.
Metabolisme anaerob bukan merupakan metode penghasil energi yang efisien dan
ATP yang dohasilkan tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan selular. Lagi pula,
metabolisme anaerob menghasilkan asam laktat sebagai produk sampingannya,
yang akan meningkatkan jumlah asam yang harus di buang. Jika oksigen terus-
menerus tidak cukup memenuhi kebutuhan selular akan energi, maka terjadi
kematian sel. Semakin banyak sel yang mati maka jaringan dan organ akhirnya
makin mengalami kerusakan fungsi.
Selama keadaan syok atau perfusi buruk, oksigen yang dikonsumsi jauh lebih
cepat dibandingkan yang di hantarkan, namun sulit untuk memperkirakan jumlah
oksigen yang akan di butuhkan oleh sel. Untuk memenuhi kebutuhan Vo2 selular
yang meningkat, Dao2 harus di tingkatkan. Meski tidak mungkin untuk
memanipulasi Vo2 secara langsung, banyak intervensi keperawatan yang
diimplementasikan untuk memanipulasi dan meningkatkan Dao2. Dalam keadaan
syok, tujuan utamanya adalah memaksimalkan Dao2 untuk memenuhi kebutuhan
oksigen sel dalam upaya keberlanjutan untuk mencegah kematian jarinngan dan sel
serta mempertahankan perfusi akhir organ.

12
a. Patofisiologi syok secara umum berdasarkan ENA (2005)
a) Fase awal syok
Pada fase ini tanda dan gejala penurunan perfusi jaringan meliputi:
- Penurunan mean arterial pressure (MAP) dan biasanya terjadi tidak lebih
dari 5-10 mmHg
- Penurunan Cardiac output (CO) kurang lebih sebesar 15 %.
- Penurunan perfusi jaringan dan aliran oksigen ke dalam sel
- Peningkatan heart rate (HR) di atas normal.
- Terjadi perubahan metabolisme aerob ke anaerob
- Peningkatan produksi asam laktat.

b) Fase kompensasi
Pada fase ini tubuh akan berusaha melakukan kompensasi dengan
mengembalikan CO dan mempertahanan fungsi organ-organ vital.
Karakteristik pada fase kompensasi ini adalah:
- Penurunan MAP sebesar 10-15 mmHg.
- Penurunan CO sebesar 15%-30%
- Takipnea >20 X/menit.
- Takikardi >100 X/ menit.
- Penurunan urin output < 30 ml/ jam.
- Vasokonstriksi pembuluh darah.

c) Fase progresif
Pada saat syok mencapai fase progresif, mekanisme kompensasi tubuh tidak
mampu lagi mempertahankan perfusi jaringan yang adekuat. Perawat gawat
darurat harus mampu mengidentifikasi kondisi pasien yang masuk dalam fase
progresif meliputi:
- Hipoperfusi organ vital tubuh
- Penurunan MAP >20 mmHg
- Penurunan CO sebesar 30%-40 %
- Peningkatan HR >150 X/ menit, denyut nadi lemah
- Penurunan aliran oksigen ke jantung dan penurunan kontraktilitas jantung.
- Penurunan aliran oksigen pada organ ginjal, saluran pencernaan dan kulit.
- Peningkatan permeabilitas kapiler.

13
d) Fase refrakter
Fase refrakter atau irreversibel mengindikasikan kematian sel, jaringan dan
organ secara progresif. Tanda dan gejala meliputi :
- Kegagalan multiple organ
- Hipoperfusi
- Hipoksemia yang berat
- Gangguan ginjal
- Abnormalitas koagulasi darah (DIC)
- Kegagalan sistem sirkulasi

b. Patofisiologi Syok Kardiogenik


Paradigma lama patofisiologi yang mendasari syok kardiogenik adalah
depresi kontraktilitas miokard yang mengakibatkan lingkaran setan penurunan
curah jantung, tekanan darah rendah, insufisiensi koroner, dan selanjutnya
terjadi penurunan kontraktilitas dan curah jantung. Paradigma klasik
memprediksi bahwa vosokonstriksi sistemik berkompensasi dengan
peningkatan resistensi vascular sistemik yang terjadi sebagai respons dari
penurunan curah jantung.

c. Patofisiologi Syok Hipovolemik


Perdarahan akan menurunkan tekanan pengisian pembuluh darah rata-rata
dan menurunkan aliran darah balik kejantung. Hal inilah yang menimbulkan
penurunan curah jantung. Curah jantung yang rendah di bawah normal akan
menimbulkan beberapa kejadian pada beberapa organ antara lain:
- Mikrosirkulasi
Ketika curah jantung turun, tahanan vascular sistemik akan berusaha untuk
meningkatkan tekanan sistemik guna menyediakan perfusi yang cukup bagi
jantung dan otak melebihi jaringan lain seperti otot, kulit dan khususnya
traktus gastrointestinal.
- Neuroendokrin
Hipovelemia, hipotensi dan hipoksia dapat dideteksi oleh beroreseptor dan
komoreseptor tubuh. Kedua reseptor tadi berperan dalam respon autonom
tubuh yang mengatur perfusi serta substrak lain.
- Kardiovaskuler

14
Tiga variable seperti pengisian atrium, tahanan terhadap tekanan (ejeksi)
ventrikel dan kontraktilitas miokard bekerja keras dalam mengontrol volume
sekuncup. Hipovolemia menyebabkan penurunan pengisian ventrikel, yang
pada akhirnya menurunkan volume sekuncup. Suatu peningkatan frekuensi
jantung sangat bermanfaat namun memiliki keterbatasan mekanisme
kompensasi untuk mempertahankan curah jantung.
- Gastrointestinal
Akibat aliran darah yang menurun ke jaringan intestinal, maka terjadi
peningkatan absorpsi endotoksin yang dilepaskan oleh bakteri gram negative
yang mati didalam usus. Hal ini memicu pelebaran pembuluh darah serta
peningkatan metabolisme dan bukan memperbaiki nutrisi sel dan
menyebabkan depresi jantung.
- Ginjal
Secara fisiolgis, ginjal mengatasi hipoperfusi dengan mempertahankan
garam dan air. Pada saat aliran darah diginjal berkurang, tahanan arteriol
afeen meningkat untuk mengurangi laju filtrasi glomerulus, yang bersama-
sama dengan aldosteron dan vasopressin bertanggung jawab terhadap
menurunnya prosuksi urin.

d. Patofisiologi Syok Septik


Patofisiologi syok septik tidak terlepas dari patofisiologi sepsis itu sendiri
dimana endotoksin (lipopolisakarida) yang dilepaskan oleh mikroba akan
menyebabkan proses inflamasi yang melibatkan berbagai mediator inflamasi
yaitu sitokin, neutrofil, komplemen, NO dan berbagai mediator lain. Proses
inflamasi pada sepsis merupakan proses homeostatis dimana terjadi
keseimbangan antara proses inflamasi dan antiinflamasi. Kemampuan
homeostasis pada proses inflamasi ini terkait dengan faktor suseptibilitas
individu terhadap proses inflamasi tersebut. Bila terjadi proses inflamasi yang
melebihi kemampuan homeostatis, maka akan terjadi proses inflamasi yang
maladaptif, sehingga terjadi berbagai proses inflasi yang bersifat destruktif.
Keadaan tersebut akan menimbulkan gangguan pada tingkat seluler pada
berbagai organ (Sutjahjo, 2015).

15
e. Patofisiologi Anafilatik
Syok anafilaktik terjadi setelah pajanan antigen terhadap sistem imun
yang menghasilkan degranulasi sel mast dan pelepasan mediator. Aktivasi sel
mast dapat terjadi baik oleh jalur yang dimediasi imunoglobulin E (IgE)
(anafilaktik) maupun yang tidak dimediasi IgE (anafilaktoid). Pencetus syok
anafilaktik meliputi gigitan atau sengatan serangga, obat-obatan dan makanan;
anafilaksis juga dapat bersifat idiopatik. Mediator gadar meliputi histamine,
triptase, dan protaglandin. Bila dilepaskan mediator menyebabkan peningkatan
sekresi mukus, peningkatan tonus otot polos bronkus, edema saluran napas,
penurunan tonus vascular dan kebocoran kapiler. Konstelasi mekanisme
tersebut menyebabkan gangguan pernapasan dan kolabs kardiovaskular.
Antigen masuk kedalam tubuh dapat melalui berbagai macam cara yaitu kontak
langsung melalui kulit, inhalasi, saluran cerna dan melalui tusukan atau
suntikan. Pada reaksi anafilaksis, kejadian masuknya antigen yang paling sering
adalah melalui tusukan atau suntikan.

Saat memasuki tubuh, antigen akan diikat langsung oleh protein yang
spesifik (seperti albumin). Hasil ikatan ini selanjutnya menempel pada dinding
sel makrofag dan dengan segera akan merangsang membrane sel makrofag
untuk melepaskan sel precursor pembentuk reagen antibody immunoglobuln E
atau reagenic (IgE) antibody forming precursor cell. Sel-sel precursor ini lalu
mengadakan mitosis dan menghasilkan serta membebaskan antibody IgE yang
spesifik. IgE yang terbebaskan ini akan diikat oleh reseptor spesifik yang berada
pada dinding sel mast dan basofil membentuk reseptor baru yaitu F ab. Reseptor
F ab ini berperan sebagai pengenal dan pengikat antigen yang sama. Proses ini
disebut dengan proses sentilisasi.

Suatu saat ketika tubuh dimasuki lagi antigen yang sama, maka antigen
ini akan segeran dikenali oleh reseptor F ab yang telah terbentuk dan diikat
membentuk ikatan IgE-Ag. Adanya ikatan ini menyebabkan dinding sel mast
dan basofil mengalami degranulasi dan melepaskan mediator-mediator endogen
seperti histamine, kinin, serotonin, Platelet Activating Factor (PAF). Mediator-
mediator ini selanjutnya menuju dan mempengaruhi sel-sel target yaitu sel otot
polos. Proses ini merupakan proses hipersensitivitas.

16
Pelepasan endogen tersebut bila berlangsung cepat disebut fase akut dan
karena dapat dilepaskan dalam jumlah yang besar, maka biasanya tidak dapat
diatasi dengan hanya memberikan antihistamin. Pada fase akut ini berlangsung,
membran sel mast dan basofil terjadi pula proses yang lain. Fosfolipid yang
terdapat di membrane sel mast dan basofil oleh pengaruh enzim fosfolipase
berubah menjadi asam arakidonat dan kemudian akan menjadi prostaglandin,
tromboksan dan leukotrien/SRSA (Slow Reacting Substance of Anaphylaxis)
yang juga merupakan mediator-mediator endogen anafilaksis. Karena proses ini
terbentuknya mediator yang terakhir ini lebih lambat, maka disebut dengan fase
lambat anafilaksis.

5. Manifestasi Klinis Syok


a. Manifestasi Klinis Syok Kardiogenik
a) Temuan hemodinamik
- Tekanan darah sistolik <90 mmHg
- Tekanan arteri rerata <70 mmHg
-
Indek jantung <2,2 l/mnt/m2
- Tekanan baji arteri pulmonalis >18 mmHg
b) Temuan non invasif
Nadi cepat, sulit diraba
- Tekanan nadi sempit
- Distensi vena jugularis
- Aritmia
- Nyeri dada
- Kulit dingin, pucat dan lembab
- Oliguria
- Penurunan status mental
c) Temuan paru
- Dispnea
- Peningkatan frekuensi pernapasan
- Ronki kering pada saat inspirasi, kemungkinan mengi
- Gas darah arteri menunjukkan penurunan PaO2
- Alkalosis respiratorik
d) Temuan radiografik

17
- Pembesaran jantung
- Kongesti paru

b. Manifestasi Klinis Syok Hipovolemik


a) Pasien tidak sadar atau hilangnya kesadaran secara tiba- tiba
b) Sianosis akibat dari aliran perifer berhenti
c) Dingin

c. Manifestasi Klinis Syok Septik


a) Fase Hiperdinamik/ Syok panas (warm shock):
Gejala dini:
- Hiperventilasi
- Tekanan vena sentral meninggi
- Indeks jantung naik
- Alkalosis
- Oligouria
- Hipotensi
- Daerah akral hangat
- Tekanan perifer rendah
- Laktikasidosis

b) Fase Hipodinamik:
- Tekanan vena sentral menurun
- Hipotensi
- Curah jantung berkurang
- Vasokonstriksi perifer
- Daerah akral dingin
- Asam laktat meninggi
- Keluaran urin berkurang
d. Manifestasi Klinis Syok Anafilaktik
a) Eritemia, urtikaria, pruritus, dan angioderma di seluruh tubuh
b) Cemas, gelisah, dispnea, mengi, perasaan hangat, dan nyeri
c) Pernapasan berat: edema laring atau bronkokonstriksi berat dengan stridor
d) Hipotensi

18
e. Manifestasi Klinis Syok Neurogenik
Tekanan darah turun, nadi tidak bertambah cepat, bradikardi, sesudah pasien
menjadi tidak sadar, barulah nadi bertambah cepat. Pengumpulan darah di
dalam arteriol, kapiler, dan vena, maka kulit terasa agak hangat dan cepat
berwarna kemerahan.

6. Klasifikasi Syok
Klasifikasi Syok menurut Sutjahjo (2016):
a. Klasifikasi Syok Hipovolemik
Syok hipovolemik adalah terganggu nya sistem sirkulasi akibat dari
volume darah dalam pembuluh darah yang berkurang. Hal ini bisa terjadi akibat
perdarahan yang masif atau kehilangan plasma darah.
b. Klasifikasi Syok Kardiogenik
Syok kardiogenik adalah gangguan yang di sebabkan oleh penurunan
curah jantung sistemik pada keadaan volume intravaskuler yang cukup, dan
dapat mengakibatkan hipoksia jaringan. Syok dapat terjadi karna disfungsi
ventrikel kiri yang berat tetapi dapat pula terjadi pada keaddan dimana fungsi
ventrikel kiri cukup baik.
Syok kardiogenik juga dapat terjadi ketika jantung gagal berfungsi
sebagai pompa. Terutama akibat infark miokard, distritmia jantung serius, dan
depresi kontraktilitas jantung. Penyebab sekunder meliputi restriksi mekanik
atau obstruksi vena, seperti pada tampon jantung, obstruksi vena kava, atau
pneumotoraks tekanan.
c. Klasifikasi Syok Septik
Syok septik merupakan keadaan dimana terjadi penurunan tekanan darah
(Tekanan darah sistolik kurang dari 90 mmHg atau penurunan tekanan darah
sistolik lebih dari 40 mmHg) di sertai tanda kegagalan sirkulasi meskipun telah
di lakukan resusitasi cairan secara adekuat atau memerlukan vasopresor untuk
mempertahankan tekanan darah dan perfusi organ.
Syok septik juga dapat terjadi karna bakteri toksinnya, terutama mediator
vasoaktif yang di lepas kan oleh bakteri gram negatif. Infeksi apapun potensial
menimbulkan syok septik dan menimbulkan perburukan setiap sistem
fisiologik.

19
d. Klasifikasi Syok Anafilatik
Banyak anggapan bahwa reaksi alergi obat yang dapat mematikan adalah
syok anafilatik. Syok anafilatik merupakan salah satu manifestasi klinik dari
anafilksis yang di tandai adanya hipotensi yang nyata dan kolaps sirkulasi darah.
Istilah syok anafilatik menunjukkan tingkat kegawatan, tetapi terlalu sempit
untuk menggambarkna anafilatik secara keseluruhan karna anafilkasis yang
berat dapat terjadi tanpa adanya hipotensi, dimana obstruksi saluran nafas
merupakan gejala utamanya.

Klasifikasi syok menurut Porth dan Matfin (2010) dan menurut Timby dan
Smith (2010) yaitu :

Jenis Syok Menurut Porth dan Matfin (2010) Menurut Timby dan Smith (2010)

Kardiogenik Terjadi ketika jantung gagal untuk Kondisi syok kardiogenik, kontraksi
memompa darah yang cukup untuk jantung menjadi tidak efektif. Hal ini
memenuhi kebutuhan tubuh manusia. akan menurunkan curah jantung.
Syok kardiogenik didefinisikan sebagai Penyebab utama syok kardiogenik
penurunan curah jantung, hipotensi, ialah infark miokard.
hipoperfusi, dan indikasi hipoksia
jaringan.

Penyebab terjadinya syok kardiogenik


diantaranya infark miokard, aritmia
berkelanjutan, operasi jantung, serta
syok kardiogenik terjadi pada penyakit
arteri koroner atau kardiomiopati.
Hipovolemik Ditandai dengan berkuranganya volume Pada syok hipovolemik terjadi ketika
darah didalam pembuluh darah. volume cairan ekstraseluler
Penurunan volume darah karena berkurang secara signifikan, terutama
perdarahan, luka bakar, dehidrasi, diare, karena darah atau cairan plasma yang
dan muntah. berkurang.

Cairan di intravaskular, interstisilal,


dan intraseluler saling bergantungan.
Ketika volume di salah satu lokasi

20
berkurang akan mempengaruhi
volume di lokasi lainnya.

Penyebab syok hipovolemik


diantaranya saat proses operasi,
setelah melahirkan bayi, luka bakar,
asupan cairan yang kurang, dan
penyakit diabetes militus.

Obstruktif Syok obstruktif digambarkan pada Syok obstruktif terjadi jika adanya
sirkulasi syok yang terdapat sumbatan gangguan pada sirkulasi dari dan
pada aliran darah yang melewati pusat menuju ke hati, gangguan sirkulasi
sirkulasi (vena, jantung, paru-paru). pada volume darah yang masuk dan

Syok obstruktif dapat disebabkan oleh keluar dari jantung menuju ke paru-

beberapa kondisi diantaranya, paru dan jaringan.

pneumotoraks, dan pembedahan pada Penyebab syok obstruktif diantaranya


aorta yang mengalami aneurisma. peningkatan cairan atau darah di
Penyebab utama terjadinya syok kantung perikardial (temponade
obstruktif ialah emboli paru-paru. jantung), akumulasi udara pada

Hasil fisiologi utama dari syok lapisan pleura (pneumotoraks),

obstruktif ialah peningkatan tekanan pembesaran ukuran dari organ hati,

jantung kanan akibat gangguan pada dan pada kondisi ascites.

fungsi jantung kanan. Tanda gagal


jantung kanan ialah distensi vena
jugularis dan peningkatan CVP.
Distributif Ditandai dengan hilangnya fungsi tonus Syok distributif terkadang biasa
pada pembuluh darah, pembesaran disebut dengan syok normovolemik
pembuluh darah, serta volume darah karena jumlah cairan dala sistem
yang berpindah jauh dari jantung dan pembuluh darah tidak berkurang,
pusat sirkulasi. Hal ini akan tetapi cairan sirkulasi tidak efektif
menyebabkan pengisian cairan pada untuk perfusi jaringan.
sistem sirkulasi menjadi tidak cukup. Karakteristik utama pada kondisi
Dua penyebab utama yang syok distributif ialah vasodilatasi
mengakibatkan tonus pada pembuluh pembuluh darah. Aliran darah pusat

21
darah menghilang diantaranya berkurang karena pembuluh darah
penurunan kontrol pada sistem simpatis perifer atau daerah interstisial
dari vasomotor dan pelepasan zat melebihi batas normal.
vasodilator secara berlebihan. Syok distributif dibagi menjadi 3
Pada syok distributif dibagi menjadi jenis, yaitu syok neurogenik, syok
tiga bagian, yaitu syok neurogenik, spetik, dan syok anafilaksis.
syok anafilaksis, dan syok septik.

7. Komplikasi Syok
a. Komplikasi Syok Kardiogenik
a) Cardiopulmonary arrest
b) Disritmi
c) Gagal multisistem organ
d) Stroke
e) Tromboemboli

b. Komplikasi Syok Hipovolemik


Menurut Greenberg (2005):
a) Sepsis
b) Sindrom gawat napas akut
c) Koagulasi intravaskuler diseminata
d) Kegagalan multi organ
e) Kematian

c. Komplikasi Syok Septik


a) Cedera paru akut dan sindrom gangguan fungsi respirasi akut
b) Disseminated Intravascular Coagulation (DIC)
c) Gagal jantung
d) Gangguan fungsi hati
e) Sindroma fungsi multiorgan

d. Komplikasi Syok Anafilatik


a) Kerusakan otak
b) Koma
c) Kematian
22
e. Komplikasi Syok Neurogenik
a) Hipoksia jaringan, kematian sel, dan kegagalan multiorgan akibat penurunan
aliran darah yang berkepanjangan
b) Sindrom distress pernafasan pada orang dewasa akibat distruksi pembatasan
alveolus kapiler karena hipoksia
c) Kebanyakan pasien yang meninggal Karen syok, disebabkan koagulasi
intravaskuler diseminata akibat hipoksia dan kematian jaringan yang luas
sehingga terjadi stimulus berlebihan (Corwin, 2009)

f. Pencegahan Syok
a. Pencegahan syok secara umum menurut Alexander R H & Proctor H J. Shock.
(1993):
a) Posisi Tubuh
- Posisi tubuh penderita diletakkan berdasarkan letak luka. Secara umum
posisi penderita dibaringkan telentang dengan tujuan meningkatkan aliran
darah ke organ-organ vital.
- Apabila terdapat trauma pada leher dan tulang belakang, penderita jangan
digerakkan sampai persiapan transportasi selesai, kecuali untuk
menghindari terjadinya luka yang lebih parah atau untuk memberikan
pertolongan pertama seperti pertolongan untuk membebaskan jalan napas.
- Penderita yang mengalami luka parah pada bagian bawah muka, atau
penderita tidak sadar, harus dibaringkan pada salah satu sisi tubuh
(berbaring miring) untuk memudahkan cairan keluar dari rongga mulut dan
untuk menghindari sumbatan jalan nafas oleh muntah atau darah.
Penanganan yang sangat penting adalah meyakinkan bahwa saluran nafas
tetap terbuka untuk menghindari terjadinya asfiksia.
- Penderita dengan luka pada kepala dapat dibaringkan telentang datar atau
kepala agak ditinggikan. Tidak dibenarkan posisi kepala lebih rendah dari
bagian tubuh lainnya.
- Kalau masih ragu tentang posisi luka penderita, sebaiknya penderita
dibaringkan dengan posisi telentang datar.
- Pada penderita-penderita syok hipovolemik, baringkan penderita telentang
dengan kaki ditinggikan 30 cm sehingga aliran darah balik ke jantung lebih
besar dan tekanan darah menjadi meningkat. Tetapi bila penderita menjadi

23
lebih sukar bernafas atau penderita menjadi kesakitan segera turunkan
kakinya kembali.

b) Pertahankan Respirasi
- Bebaskan jalan napas. Lakukan penghisapan, bila ada sekresi atau muntah.
- Tengadah kepala-topang dagu, kalau perlu pasang alat bantu jalan nafas
(Gudel/oropharingeal airway).
- Berikan oksigen 6 liter/menit
- Bila pernapasan/ventilasi tidak adekuat, berikan oksigen dengan pompa
sungkup (Ambu bag) atau ETT.

c) Pertahankan Sirkulasi
Segera pasang infus intravena. Bisa lebih dari satu infus. Pantau nadi, tekanan
darah, warna kulit, isi vena, produksi urin, dan (CVP).

b. Pencegahan Syok Septik


Karena diagnosis septik sangat kompleks dan kematian akibat syok septik
sangat tinggi, maka penting untuk melakukan tindakan pengendalian infeksi
pencegahan dengan cara mematuhi teknik aseptik, mencuci tangan secara
menyeluruh, dan terus mengawasi berbagai tempat dan penyebab infeksi.

c. Pencegahan Syok Anafilaktik


Pasien diberikan bekal suntikan adrenalin yang harus dibawa kemanapun
ia pergi. Hal ini terutama bila pencetus tersebut sering timbul tidak terduga
seperti pada sengatan tawon atau anafilaksis isdiopatik.
Pasien asma dan penyakit jantung bila mendapat serangan anafilaksis bisa
jauh lebih berat, oleh karena itu setiap pasien asma atau jantung harus
memperoleh pwngobtaan yang optimal. Pasien yang mempunyai risisko
anafilaksis dianjurkan untuk tidak memakai obat-obatan penyekat beta karena
bila terjadi reaksi anafilaksis pengobatannya sulit. Sebaiknya obat-obat
subsitusi penggati obat penyekat beta tersebut.

24
g. Pemeriksaan Syok

Komponen Pemeriksaan Tindakan

Airway a. Periksa apakah jalan a. Periksa dan atur jalan nafas


(Jalan nafas) nafas paten atau tidak untuk memastikan kepatenan.
b. Periksa vokalisasi b. Identifikasi dan keluarkan benda
c. Ada tidaknya aliran asing (darah, muntahan, sekret
udara. dan benda asing) yang
d. Periksa adanya suara menyebabkan obstruksi jalan
nafas abnormal : stridor, nafas baik partial maupun total .
snoring, gurgling. c. Pasang orofaringeal airway/
nasofaringeal airway untuk
mempertahankan jalan nafas
paten.
d. Pertahankan dan lindungi tulang
servikal.
Breathing a. Periksa ada tidaknya a. Auskultasi suara nafas
(pernafasan) pernafasan efektif b. Atur posisi pasien untuk
dengan 3 M ( melihat memaksimalkan ekspansi
naik turunnya dinding dinding dada.
dada, mendengarkan c. Berikan oksigen
suara nafas dan d. Beri bantuan nafas dengan
merasakan hembusan menggunakan masker/ Bag
nafas). Valve Mask ( BMV) /
b. Warna kulit Endotracheal Tube (ETT) jika
c. Identifikasi pola perlu.
pernafasan abnormal e. Tutup luka jika di dapatkan luka
d. Periksa adanya terbuka di dada.
penggunaan otot bantu f. Berikan terapi untuk
pernafasan deviasi mengurangi bronkospasme /
trakea, gerakan dinding adanya edema pulmonal dll.
dada yang esimetris
e. Periksa pola nafas pasien

25
Circulation a. Periksa denyut nadi, a. Lakukan tindakan CPR /
(sirkulasi) kualitas dan karakternya. defibrilasi sesuai dengan indikasi
b. Periksa adanya gangguan b. Lakukan tindakan penanganan
irama jantung pada pasien mengalami
/abnormalitas jantung dysrbithmia
dengan atau tanpa EKG. c. Bila ada perdarahan lakukan
c. Periksa pengisian kapiler, tindakan penghentian
warna kulit dan suhu perdarahan
tubuh serta adanya d. Pasang IV line
diaforesis. e. Ganti Volume darah / cairan
yang hilang dengan cairan
kristaloid isotonik atau darah.

Pemeriksaan penunjang:

a) Elektrokardiografi (EKG): gambaran rekaman elektrokardiografi dapat


membantu untuk menentukan etiologi dari syok. Misalnya pada infark miokard
akut akan terlihat gambarannya dari rekaman tersebut.
b) Foto rontgen dada: pada foto polos dada akan terlihat kardiomegali dan tanda-
tanda kongesti paru atau edema paru pada gagal ventrikel kiri yang berat.
c) Ekokardiografi: modalitas pemeriksaan yang non invasif ini sangat banyak
membantu dalam membuat diagnosis dan mencari etiologi dari syok.
d) Saturasi oksigen: pemantauan saturasi oksigen sangat bermanfaat dan dapat
dilakukan pada saat pemasangan kateter Swan-Ganz, yang juga dapat
mendeteksi adanya defek septal ventrikel.

h. Penatalaksanaan Syok
a. Penatalaksanaan Syok Kardiogenik
a) Tindakan resusitasi segera
Tujuannya adalah untuk mencegah terjadinya kerusakan organ saat
pasien dibawa untuk terapi definitif. Dopamin atau noradrenalin harus
diberikan secepatnya untuk meningkatkan tekanan arteri rata-rata dan
dipertahankan pada dosis minimal yang dibutuhkan. Dobutamin dapat

26
dikombinasikan dengan dopamin dalam dosis sedang atau digunakan tanpa
kombinasi pada keadaan low output tanpa hipotensi yang nyata.
EKG harus dimonitor secara terus menerus dan peralatan defibrilator,
obat anti malaria amiodaron dan lidokain harus tersedia.
Terapi fibrinolitik harus dimulai pada pasien dengan ST elevasi jika
diantisipasi keterlambatan angiografi lebih dari 2 jam. Meningkatkan
tekanan darah dengan IABP pada keadaan ini dapat memfasilitasi
trombolisis dengan meningkatkan tekanan perfusi koroner.
Pada syok kargiogenik karena infark miokard non elevasi ST yang
menunggu kateterisasi, inhibitor glikoprotein IIb/IIIa dapat diberikan.
b) Menentukan secara dini anatomi koroner
Hal ini penting dalam tatalaksana syok kardiogenik yang berasal dari
kegagalan poma iskemik yang predominan. Tingkat disfungsi ventrikel dan
instabiolitas hemodinamik mempunyai korelasi dengan anatomi koroner.
Suatu lesi circumplex atau lesi koroner kanan jarang mempunyai
manifestasi syok pada keadaan tanpa infark ventrikel kanan, underfilling
ventrikel kiri, bradiartimia, infark miokard sebelumnya atau kardiomiopati.
c) Melakukan revaskularisasi dini
Setelah menentukan anatomi koroner, harus diikuti dengan pemilihan
modalitas terapi secepatnya. Trial SHOCK merekomendasikan CABG
emergency pada pasien left main atau penyakit 3 pembuluh besar. Laju
mortalitas di rumah sakit dengan CABG pada penelitian SHOCK dan
regsitry adalah sama dengan outcome denan PCI, walaupun lebih banyak
penyakit arteri koroner berat dan diabetes yaitu 2 kali pada pasien yang
mengalami CABG.

b. Penatalaksanaan Syok Hipovolemik


a) Mempertahankan Suhu Tubuh
Suhu tubuh dipertahankan dengan memakaikan selimut pada penderita
untuk mencegah kedinginan dan mencegah kehilangan panas. Jangan
sekali-kali memanaskan tubuh penderita karena akan sangat berbahaya.

27
b) Pemberian Cairan
- Jangan memberikan minum kepada penderita yang tidak sadar, mual-
mual, muntah, atau kejang karena bahaya terjadinya aspirasi cairan ke
dalam paru.
- Jangan memberi minum kepada penderita yang akan dioperasi atau
dibius dan yang mendapat trauma pada perut serta kepala (otak).
- Penderita hanya boleh minum bila penderita sadar betul dan tidak ada
indikasi kontra. Pemberian minum harus dihentikan bila penderita
menjadi mual atau muntah.
- Cairan intravena seperti larutan isotonik kristaloid merupakan pilihan
pertama dalam melakukan resusitasi cairan untuk mengembalikan
volume intravaskuler, volume interstitial, dan intra sel. Cairan plasma
atau pengganti plasma berguna untuk meningkatkan tekanan onkotik
intravaskuler
- Pada syok hipovolemik, jumlah cairan yang diberikan harus seimbang
dengan jumlah cairan yang hilang. Sedapat mungkin diberikan jenis
cairan yang sama dengan cairan yang hilang, darah pada perdarahan,
plasma pada luka bakar. Kehilangan air harus diganti dengan larutan
hipotonik. Kehilangan cairan berupa air dan elektrolit harus diganti
dengan larutan isotonik. Penggantian volume intra vaskuler dengan
cairan kristaloid memerlukan volume 3–4 kali volume perdarahan yang
hilang, sedang bila menggunakan larutan koloid memerlukan jumlah
yang sama dengan jumlah perdarahan yang hilang. Telah diketahui
bahwa transfusi eritrosit konsentrat yang dikombinasi dengan larutan
ringer laktat sama efektifnya dengan darah lengkap.
- Pemantauan tekanan vena sentral penting untuk mencegah pemberian
cairan yang berlebihan.
- Pada penanggulangan syok kardiogenik harus dicegah pemberian cairan
berlebihan yang akan membebani jantung. Harus diperhatikan
oksigenasi darah dan tindakan untuk menghilangkan nyeri.
- Pemberian cairan pada syok septik harus dalam pemantauan ketat,
mengingat pada syok septik biasanya terdapat gangguan organ majemuk
(Multiple Organ Disfunction). Diperlukan pemantauan alat canggih

28
berupa pemasangan CVP, “Swan Ganz” kateter, dan pemeriksaan
analisa gas darah.

c. Penatalaksanaan Syok Septik


Penatalaksanaan mencakup eliminasi patogen penyebab infeksi, eliminasi
sumber infeksi dengan tindakan drainase atau bedah bila diperlukan, terapi
antimikroba yang sesuai, resusitasi bila ada renjatan atau kegagalan, vasopresor
dan inotropik, terapi suportif terhadap kegagalan organ, gangguan koagulasi dan
terapi imunologi bila terjadi respon imun dan pejamu terhadap infeksi.
a) Oksigenasi
Oksigenasi bertujuan mengatasi hipoksia dengan upaya meningkatkan
saturasi oksigen di darah, memperbaiki utilisasi oksigen di jaringan.
b) Terapi cairan
Hipovolemia pada sepsis perlu segera di atasi dengan pemberian cairan baik
kristaloid (NaCl 0.9% atau Ringer laktat), maupun koloid. Kristaloid
merupakan pilihan pada terapi awal karena lebih murah dan mudah didapat,
tetapi perlu diberikan dengan volume yang lebih besar. Volume cairan yang
diberikan perlu dimonitor kecukupannya agar tidak kurang atau tidak
berlebihan.
c) Nutrisi
Nutrisi merupakan terapi suportif yang penting dan harus diperhatikan dalam
perawatan pasien sepsis. Pada sepsis terjadi stress yang menyebabkan
gangguan metabolisme berbagai zat nutrisi. Kecukupan nutrisi berupa kalori,
protein, asam lemak, cairan , vitamin dan mineral perlu diberikan sedini
mungkin, diutamakan pemberian secara enteral dan bila tidak
memungkinkan baru diberikan secara parenteral. Pengendalian kadar
glukosa darah perlu dilakukan oleh karena berbagai penelitian menunjukkan
manfaatnya terhadap proses inflamasi dan penurunan mortalitas.

d. Penatalaksanaan Syok Anafilatik


Terapi anafilatik dilakukan tanpa melihat penyebab reaksi anafilatik,
tetapi bergantung pada gejala klinis. Jika gejala ringan, terapi segera mencakup
oksigen dan pemberian antihistamin subkutan atau IV, seperti difenhidramin,

29
untuk menghambat efek histamin dan kemungkinan suntikan epinefrin untuk
menghilangkan vasodilatasi dan bronkokonstriksi. Farmakoterapi lain meliputi
kortikosterois, bronkodilator, dan jika perlu vasokonstriktor dan agens inotropik
positif untuk mengatasi kolaps sirkulasi.

e. Penatalaksanaan Syok Neurogenik


Konsep dasar untuk syok distributif adalah dengan pemberian vasoaktif
seperti fenilefrin dan efedrin, untuk mengurangi daerah vaskuler dengan
penyempitan sfingter prekapiler dan vena kapasitan untuk mendorong keluar
darah yang berkumpul ditempat tersebut.
a) Baringkan pasien dengan posisi kepala lebih rendah dari kaki (posisi
Trendelenburg).
b) Pertahankan jalan nafas dengan memberikan oksigen, sebaiknya dengan
menggunakan masker. Pada pasien dengan distress respirasi dan hipotensi
yang berat, penggunaan endotracheal tube dan ventilator mekanik sangat
dianjurkan. Langkah ini untuk menghindari pemasangan endotracheal yang
darurat jika terjadi distres respirasi yang berulang. Ventilator mekanik juga
dapat menolong menstabilkan hemodinamik dengan menurunkan
penggunaan oksigen dari otot-otot respirasi.
c) Untuk keseimbangan hemodinamik, sebaiknya ditunjang dengan resusitasi
cairan. Cairan kristaloid seperti NaCl 0,9% atau Ringer Laktat sebaiknya
diberikan per infus secara cepat 250-500 cc bolus dengan pengawasan yang
cermat terhadap tekanan darah, akral, turgor kulit, dan urin output untuk
menilai respon terhadap terapi.
d) Bila tekanan darah dan perfusi perifer tidak segera pulih, berikan obat-obat
vasoaktif (adrenergik; agonis alfa yang indikasi kontra bila ada perdarahan
seperti ruptur lien)
e) Dopamin: Merupakan obat pilihan pertama. Pada dosis > 10 mcg/kg/menit,
berefek serupa dengan norepinefrin. Jarang terjadi takikardi.
f) Norepinefrin: Efektif jika dopamin tidak adekuat dalam menaikkan tekanan
darah. Epinefrin. Efek vasokonstriksi perifer sama kuat dengan pengaruhnya
terhadap jantung Sebelum pemberian obat ini harus diperhatikan dulu bahwa
pasien tidak mengalami syok hipovolemik. Perlu diingat obat yang dapat

30
menyebabkan vasodilatasi perifer tidak boleh diberikan pada pasien syok
neurogenik
g) Dobutamin: Berguna jika tekanan darah rendah yang diakibatkan oleh
menurunnya cardiac output. Dobutamin dapat menurunkan tekanan darah
melalui vasodilatasi perifer.

i. Prognosis Syok
a. Prognosis Syok Hipovolemik
Pada umumnya, syok hipovolemik dapat menyebabkan kematian meskipun
sudah diberikan penanganan medis. Faktor yang mempengaruhi syok
hipovolemik salah satunya adalah usia, orang yang dengan lanjut usia jika
mengalami syok hipovolemik akan sulit ditangani dan disembuhkan. Syok
hipovolemik dapat disembuhkan jika segera diberikan penanganan atau
tindakan meskipun tidak menutup kemungkinan dapat menyebabkan kematian
terhadap orang tersebut. Syok hipovolemik biasanya tergantung pada hal-hal
sebagai berikut :
- Banyaknya darah yang hilang
- Kecepatan penggantian cairan tubuh
- Kondisi kesehatannya
- Penyakit atau luka yang menyebabkan pendarahan

b. Prognosis Syok Kardiogenik


Prognosis syok kardiogenik ditentukan oleh kelainan dasar yang mendasari
timbulnya syok kardiogenik. Jika disebabkan oleh penyakit jantung bawaan
umumnya memerlukan tindakan bedah. Pada kondisi yang disebabkan oleh
penyakit jantung bawaan kompleks seperti hypoplastic left heart syndrome,
prognosis tidak bagus.

c. Prognosis Syok Anafilatik


Kematian pada reaksi anafilatik seringkali terjadi sebelum penderitanya
mendapatkan pertolongan kesehatan yang adekuat di Rumah Sakit, atau apabila
telah mendapatkan pengobatan biasanya terjadi kematian 30 menit pertama.
Prognosis pada penderita reaksi anafilatik biasanya baik bila telah mendapatkan
pengobatan yang adekuat kecuali pada penderita usia lanjut, penderita dengan

31
penyakit kardiovaskuler, penderita dengan penyakit pernapasan dan kerusakan
sistem saraf pusat.

B. Asuhan Keperawatan Syok


1. Pengkajian
a. Tampilan umum
Pasien mengeluh nyeri dada sejak 3 hari yang lalu dan memberat 6 jam sebelum
masuk rumah sakit dan merasakan pusing.
Pasien tampak gelisah, pucat, keringat berlebih, bibir dan kuku tangan tampak
kebiruan, kulit lembab dan dingin serta mengalami penurunan kesadaran.
b. Tanda tanda vital
BP: 60/40 mmHg
P : 124 x/i
RR : 34 x/i
c. Denyut nadi dan tekanan darah
Denyut jantung yang rendah mengindikasikan adanya sinus atau blok jantung
sebagai komplikasi dari infark.
Hipotensi terjadi akibat dari aktivitas vagus berlebih, dehidrasi, infark ventrikel
kanan, atau tanda dari syok kardiogenik.
d. Pemeriksaan rontgen thorax
Terjadi Acute Lung Oedema (ALO)

2. Diagnosis
a. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan gangguan aliran
darah sekunder akibat gangguan vaskuler ditandai dengan nyeri, cardiac output
menurun, sianosis, edema (vena).
b. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan gangguan pertukaran gas ditandai
dengan sesak nafas, peningkatan frekuensi pernafasan.
c. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan supley oksigen
dan kebutuhan (penurunan / terbatasnya curah jantung) ditandai dengan
kelelahan, kelemahan, pucat.

32
3. Intervensi
NO Diagnosa keperawatan Intervensi Implementasi

1. Ketidakefektifan perfusi - Monitor adanya daerah Kriteria hasil :


jaringan perifer berhubungan tertentu yang hanya
- Klien tidak nyeri
dengan gangguan aliran darah peka terhadap panas,
- Cardiac output normal
sekunder akibat gangguan dingin, tajam dan
- Tidak terdapat sianosis
vaskuler ditandai dengan tumpul
- Tidak ada edema (vena)
nyeri, cardiac output - Monitor adanya
- Tekanan systole dan diastole
menurun, sianosis, edema paretese
dalam rentang ynag diharapkan
(vena) - Beritaku keluarga
untuk memantau kulit
klien jika ada lesi atau
laserasi
- Batasi gerakan pada
kepala, leher dan
punggung
- Kolaborasi pemberian
obat sesuai indikasi

2. Pola nafas tidak efektif - Posisikan pasien untuk Kriteria Hasil :


berhubungan dengan memaksimakan
- Klien mampu bernafas dengan
pertukaran gas ditandai ventilasi
mudah, suara nafas yang bersih
dengan sesak nafas, gangguan - Observasi adanya
- Frekuensi pernafasan dalam
frekwensi pernafasan tanda-tanda
rentang normal, tidak ada suara
hipoventilasi
nafas abnormal
- Pertahankan jalan nafas
yang paten,
- Auskultasi suara nafas,
catat adanya suara
tambahan
- Minitor TD, nadi, suhu,
RR

33
3. Intoleransi aktivitas - Bantu klien untuk Kriteria Hasil:
berhubungan dengan ketidak memilih aktivitas yang
- Tanda-tanda vital normal
seimbangan suplay oksigen sesuai dengan
dengan kebutuhan (penurunan kemampuan fisik, - Klien tidak mudah lelah
atau terbatasnya curah psikologi dan sosial
jantung) ditandai dengan - Kolaborasikan dengan
kelelahan, kelemahan, pucat tenaga rehabilitasi
medik dalam
merencanakan program
terapi yang tepat
- Bantu klien untuk
mengembangkan
motivasi diri dan
penguatan
- Monitor respon fisik,
emosi, sosial dan
spriritual.

34
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Syok merupakan suatu respon sistemik terhadap kondisi sakit atau injuri yang
mengakibatkan tidak adekuatnya perfusi jaringan dan penurunan suplai oksigen di tingkat
seluler. Gejala syok secara umum diantaranya adalah hipoperfusi, hiperkoagulabilitas, dan
perangsangan respons peradangan. Syok yang terjadi dapat diklasifikasikan menjadi
beberapa bagian yaitu syok kardiogenik, syok hipovolemik, syok septik, syok anafilatik
dan syok kardiogenik. Penyebab terjadinya syok disetiap klasifikasi berbeda-beda, syok
kardiogenik disebabkan oleh penurunan fungsi kontraktil jantung yang parah, syok
hipovolemik merupakan syok yang terjadi akaibat berkurangnya volume plasma di
intravaskuler, syok septik biasanya disebabkan oleh infeksi bakteri (meskipun septik dapat
disebabkan oleh virus, atau semakin sering, disebabkan oleh jamur), syok anafilatik dapat
diperantarai baik oleh imunoglobulin E (IgE) atau non-IgE dan syok neurogenic adalah
jenis syok distributive dimana terjadi suatu keadaan hilangnya tonus otonom secara tiba-
tiba akibat dari cedera tulang belakang.
Untuk mencegah terjadinya komplikasi dari syok, maka diperlukan penatalaksanaan
yang sesuai dengan kondisi masing-masing syok. Penatalaksanaan tersebut dijabarkan
melalui intervensi asuhan keperawatan yang telah direncanakan perawat.

3.2 Saran

Penulis berharap makalah ini dapat berguna bagi para pembaca untuk
menambah pengetahuan tentang Konsep Syok dan Asuhan Keperawatan Pada Pasien
Syok. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca.

35
DAFTAR PUSTAKA

Alexander R H, Proctor H J. ., (1993), Shock , Dalam buku: Advanced Trauma Life Support
Course for Physicians. USA
Arya, C. (2015) Asuhan Keperawatan Syok Kardiogenik
https://www.academia.edu/20054620/ASKEP_SYOK_KARDIOGENIK
Chow JL, B.K. a. B. L., (2004). Critical Care Handbook Of The Massachusetts General
Hospital 3rd ed. US: Lippincott Williams & Wilkins.
Bakta,M,. Suastika,K,. (1999). Gawat Darurat di Bidang Penyakit Dalam. Penerbit Buku
Kedokteran EGC : Jakarta
Caterino JM, Kahan S. (2012). Master Plan Kedaruratan Medik. Indonesia: Binarupa Aksara
Publisher
Corwin, Elizabeth J. (2009). Patofisiologi: Buku Saku. Jakarta: EGC
Ermegency Nurses Association (ENA). (2010). Sbeeby’s Emergency Nursing Principle and
Practice 6th edition. St. Louis: Mosby Elsevier.
Ermegency Nurses Association (ENA). (2005). Sbeeby’s Manual of Emergency Care. 6th
edition. St. Louis: Mosby Elsevier.
Fauci AS, Kasper DL, Longo DL, Loscalzo J, et al. (2009). Harrison Manual Kedokteran.
Indonesia:Karisma Publising Group p. 99-104
Fitria, C. N. (2010). Syok dan Penanganannya. Surakarta: Jurnal Gaster Volume 7 Nomor 2
Lamm, Ruth L., and Coopersmith, Craig M. (2012). Comprehensive Critical Care:Adult.
Chapter 10. Illinois: Society of Critical Care Medicine.
Morton, P. G., dkk. (2011). Keperawatan Kritis: Pendekatan Asuhan Holistik Volume 2 Edisi
8.
Runge MS, Greganti MA. Netter’s Internal Medicine. 2nd ed. Philadelphia USA: Saunders
Elsevier; 2009. p. 644-9
Sutjahjo, A. (2015). Dasar-dasar ilmu penyakit dalam. Surabaya: Airlangga University Press
Sutjahjo, A. (2016). Kegawat Daruratan Medik di Bidang Ilmu Penyakit Dalam. Airlangga
University Press : Surabaya
Widyawati, F. (2017) Keperawatan Gawat Darurat (Syok Hipovolemik)
https://www.Academia.Edu/35320142/Makalah_Keperawatan_Gawat_Darurat_Syok_
Hipovolemik

36

Anda mungkin juga menyukai