Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Gagal nafas

adalah

ketidakmampuan

alat

pernafasan

untuk

mempertahankan oksigenasi didalam darah, dengan atau tanpa penumpukan


CO2. Terdapat 6 sistem sistem kegawatan salah satunya adalah gagal nafas,
dari 6 sistem tersebut Gagal nafas menempati urutan pertama, Hal ini dapat
dimengerti karena bila terjadi gagal nafas waktu yang tersedia terbatas
sehingga diperlukan ketepatan dan kecepatan untuk bertindak.
Pulmonary edema (Lung odema acute) adalah istilah yang digunakan
ketika edema terjadi di paru-paru. Edema paru merupakan kondisi yang
disebabkan oleh kelebihan cairan di paru-paru.
Penyakit Edema paru pertama kali di Indonesia ditemukan pada tahun
1971. Sejak itu penyakit tersebut menyebar ke berbagai daerah, hingga
sampai tahun 1980 seluruh propinsi di Indonesia. Sejak pertama kali
ditemukan, jumlah kasus menunjukkan kecenderungan meningkat baik dalam
jumlah maupun luas wilayah. Di Indonesia insiden terbesar terjadi pada 1998,
dengan Incidence Rate (IR) = 35,19 per 100.000 penduduk dan CFR = 2%.
Pada tahun 1999 IR menurun tajam sebesar 10,17%, namun tahun-tahun
berikutnya IR cenderung meningkat yaitu 15,99 (tahun 2000); 21,66 (tahun
2001); 19,24 (tahun 2002); dan 23,87 (tahun 2003). Data di RSUD Kota
Makassar, 41 % kasus kematian mengalami komplikasi gagal nafas.
RDS (Respiratory Distress Syndrome) atau disebut juga Hyaline
membrane disease merupakan hasil dari ketidak maturan dari paru-paru
dimana terjadi gangguan pertukaran gas. Berdasarkan perkiraan 30 % dari
kematian neonatus diakibatkan oleh RDS atau komplikasi yang dihasilkannya
(Behrman, 2004 didalam Leifer 2007).
B. Rumusan Masalah

Dari latar belakang masalah di atas rumusan masalahnya : bagaimana


mengenali gagal nafas,acute long oedema dan acute respiratory distress
syndrom ?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui apa itu ALO dan ARDS
2. Untuk mengenali gejalah dari ALO dan ARDS
3. Untuk mengetahui penyebab dari ALO dan ARDS
4. Untuk mengetahui patofisiologi dari ALO dan ARDS
5. Untuk mengetahui manifestasi klinis dari ALO dan ARDS
6. Untuk mengetahui komplikasi dari ALO dan ARDS
7. Untuk mengetahui penatalaksanaan dari ALO dan ARDS
8. Untuk mengetahui pemriksaan diagnostik dar ALO dan ARDS
BAB II
PEMBAHASAN
A. Defenisi Acute Long Oedema (ALO)
Acute long oedama (ALO) adalah akumulasi cairan di paru yang terjadi
secara mendadak. (Aru W Sudoyo, Buu Ajar Ilmu Penyakit Dalam,2006)
Acute Lung Odema (ALO) atau edema paru akut adalah terjadinya
penumpukan cairan secara massif di rongga alveoli yang menyebabkan pasien
berada dalam kedaruratan respirasi dan ancaman gagal nafas (Gumiwang,
2007).
Acute long oedema adalah terkumpulna cairan ekstra vascular yang
patologis didalam paru. (Soeparman:767)
B. Etiologi Acute Long Oedema (ALO)
Penyebab terjadinya ALO dibagi menjadi 2, yaitu:
a. Edema Paru Kardiogenik
Yaitu edema paru yang bukan disebabkan karena gangguan pada
jantung atau sistem kardiovaskuler.
1) Penyakit pada arteri koronaria
Arteri yang menyuplai darah untuk jantung dapat menyempit
karena adanya deposit lemak (plaques). Serangan jantung terjadi jika
terbentuk gumpalan darah pada arteri dan menghambat aliran darah
serta merusak otot jantung yang disuplai oleh arteri tersebut.
Akibatnya, otot jantung yang mengalami gangguan tidak mampu
memompa darah lagi seperti biasa.
2

2) Kardiomiopati
Penyebab terjadinya kardiomiopati sendiri masih idiopatik.
Menurut beberapa ahli diyakini penyebab terbanyak terjadinya
kardiomiopati dapat disebabkan oleh infeksi pada miokard jantung
(miokarditis), penyalahgunaan alkohol dan efek racun dari obat-obatan
seperti kokain dan obat kemoterapi. Kardiomiopati menyebabkan
ventrikel kiri menjadi lemah sehingga tidak mampu mengkompensasi
suatu keadaan dimana kebutuhan jantung memompa darah lebih berat
pada

keadaan

infeksi.

Apabila

ventrikel

kiri

tidak

mampu

mengkompensasi beban tersebut, maka darah akan kembali ke paruparu. Hal inilah yang akan mengakibatkan cairan menumpuk di paruparu (flooding).
3) Gangguan katup jantung
Pada kasus gangguan katup mitral atau aorta, katup yang berfungsi
untuk mengatur aliran darah tidak mampu membuka secara adekuat
(stenosis) atau tidak mampu menutup dengan sempurna (insufisiensi).
Hal ini menyebabkan darah mengalir kembali melalui katub menuju
paru-paru.
4) Hipertensi
Hipertensi

tidak

terkontrol

dapat

menyebabkan

terjadinya

penebalan pada otot ventrikel kiri dan dapat disertai dengan penyakit
arteri koronaria.
b. Edema Paru Non Kardiogenik
Yaitu edema paru yang bukan disebabkan karena kelainan pada
jantung tetapi paru itu sendiri. Pada non-kardiogenik, ALO dapat
disebabkan oleh beberapa hal, antara lain:
a.
Infeksi pada paru
b.
Lung injury, seperti emboli paru, smoke inhalation dan infark paru.
c.

Paparan toxic

d.

Reaksi alergi

e.

Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS)

f.

Neurogenik

C. Patofisiologi Acute Long Oedema (ALO)

ALO kardiogenik dicetuskan oleh peningkatan tekanan atau volume yang


mendadak tinggi di atrium kiri, vena pulmonalis dan diteruskan (peningkatan
tekanannya) ke kapiler dengan tekanan melebihi 25 mmHg. Mekanisme fisiologis
tersebut gagal mempertahankan keseimbangan sehingga cairan akan membanjiri
alveoli dan terjadi oedema paru. Jumlah cairan yang menumpuk di alveoli ini
sebanding dengan beratnya oedema paru. Penyakit jantung yang potensial
mengalami ALO adalah semua keadaan yang menyebabkan peningkatan tekanan
atrium kiri >25 mmHg.
Sedangkan ALO non-kardiogenik timbul terutama disebabkan oleh
kerusakan dinding kapiler paru yang dapat mengganggu permeabilitas endotel
kapiler paru sehingga menyebabkan masuknya cairan dan protein ke alveoli.
Proses tersebut akan mengakibatkan terjadinya pengeluaran sekret encer berbuih
dan berwarna pink froty. Adanya sekret ini akan mengakibatkan gangguan pada
alveolus dalam menjalankan fungsinya.
D. Manifestasi klinis Acute Long Oedema (ALO)
1. Stadium 1
a. Adanya distensi paru
b. adanya sesak napas saat bekerja
c. adanya ronkhi pada saat inspirasi.
2. Stadium 2
a. terjadi edema paru intersisial.
b. pembuluh darah paru menjadi kabur,
c. hilus menjadi kabur
d. septa interlobularis menebal (garis Kerley B).
e. Adanya penumpukan cairan di jaringan kendor intersisial.
f. terjadi refleks bronkhokonstriksi.
g. Sering terdapat takhipnea.
h. tanda gangguan fungsi ventrikel kiri,
i. takhipnea
3. Stadium 3
a. terjadi edema alveolar.
b. Pertukaran gas sangat terganggu,
c. terjadi hipoksemia dan hipokapnia.
d. Penderita nampak sesak sekali dengan batuk berbuih kemerahan.
e. Terjadi right-to-left intrapulmonary shunt.
f. menderita hipokapnia,
g. terjadi hiperkapnia dan acute respiratory acidemia.
Pada keadaan ini morphin hams digunakan dengan hati-hati. Edema Paru
yang terjadi setelah Infark Miokard Akut biasanya akibat hipertensi kapiler
4

paru. Namun percobaan pada anjing yang dilakukan ligasi arteria koronaria,
terjadi edema paru walaupun tekanan kapiler paru normal, yang dapat dicegah
dengan pemberian indomethacin sebelumnya. Diperkirakan bahwa dengan
menghambat cyclooxygenase atau cyclic phosphodiesterase akan mengurangi
edema' paru sekunder akibat peningkatan permeabilitas alveolar-kapiler; pada
manusia masih memerlukan penelitian lebih lanjut. Kadangkadang penderita
dengan Infark Miokard Akut dan edema paru, tekanan kapiler pasak parunya
normal; hal ini mungkin disebabkan lambatnya pembersihan cairan edema
secara radiografi meskipun tekanan kapiler paru sudah turun atau
kemungkinan lain pada beberapa penderita terjadi peningkatan permeabilitas
alveolar-kapiler paru sekunder oleh karena adanya isi sekuncup yang rendah
seperti pada cardiogenic shock lung. (Sjaharudin Harun & Sally Aman
Nasution,2006)
E. Komplikasi Acute Long Oedema (ALO)
Kebanyakan komplikasi-komplikasi dari pulmonary edema mungkin
timbul dari komplikasi-komplikasi yang berhubungan dengan penyebab yang
mendasarinya. Lebih spesifik, pulmonary edema dapat menyebabkan
pengoksigenan darah yang dikompromikan secara parah oleh paru-paru.
Pengoksigenan yang buruk (hypoxia) dapat secara potensial menjurus pada
pengantaran oksigen yang berkurang ke organ-organ tubuh yang berbeda,
seperti otak.
F. Penatalaksanaa Acute Long Oedema (ALO)
1. Pemberian oksigen kecepatan rendah : masker Venturi atau nasal prong
2. Ventilator mekanik dengan tekanan jalan nafas positif kontinu (CPAP) atau
PEEP
3. Inhalasi nebulizer
4. Fisioterapi dada
5. Pemantauan hemodinamik/jantung
6. Pengobatan Brokodilator Steroid
7. Dukungan nutrisi sesuai kebutuhan
G. Pemeriksaan diagnostic Acute Long Oedema (ALO)
1. Elektrokardiografi.

Bisa sinus takikardia dengan hipertrofi atrium kiri atau fibrilasi


atrium, tergantung penyebab gagal jantung. Gambaran infark, hipertrofi
ventrikel kiri atau aritmia bisa ditemukan.
2. Laboratorium
a. Analisa gas darah po2 rendah, pco2 mula-mula rendah dan kemudian
hiperkapnia.
b. enzim kardiospesifik meningkat jika penyebabnya infark miokard.
c. darah rutin, ureum, kreatinin, , elektrolit, urinalisis, foto thoraks, ekg,
enzim jantung (ck-mb, troponin t), angiografi koroner.
Faktor kordiogenik

Faktor non-kodiogenik

Isufisiensi
limfatik

ARDS

Gagal Jantung

Unknown

Pneumonia
Post. Lung. Transparan
Pulmonarvemboli
Aspirasi asam lambung
Lymphumitic carsinomiclosis
Eclamsia
Bahan toksik inhalsi
Silicosis
High altitude pulmonary edema

Ketidak seimbangan Staling Force

Tekanan
Plasma
Tekanan Kaliper
Paruonkotik
Tekanan
Negative
Tekanan
Intersititial
Ongkotik Interstitial

Cairan berpindah ke interstitial

Akumulasi cairan berlebih (transudat /

Alveoli terisi
cairan

Pemasangan
alat bantu
nafas
ventilator

Cardiac
output

H. Definisi Acute Respiratory Distress Syndrom


Gagal nafas akut/ARDS terjadi bilamana pertukaran oksigen terhadap

GG.
Oksigen ke
Bed rest
Pemasanga
karbondioksida
dalam paru-paru
tidak dapat
memelihara Area
laju
pertukaran
jaringan
fisik
n selang
invasi
gas
komsumsioksigen dan pembentukan karbon dioksida
dalam sel-sel tubuh.
endotrakhe
M.O
al
Sehingga menyebabkan tegangan oksigen kurang dari 50 mmHg
DPD
GG.kom
R. 45
(Hipoksemia) dan peningkatan tekanan
karbondioksida
lebih besar dari
verbal

tinggi

mmHg (hiperkapnia). (Brunner & Sudarth, 2001).


infeksi
RDS (Respiratory Distress Syndrome) atau disebut juga Hyaline
B1
Breath
Pengam
bilan O2

Takipne
a,
dipsnea
, ronsci

membrane disease merupakan hasil dari ketidak maturan dari paru-paru

B2
B3
B4 Bladder
B5
B6 Bone
dimana
terjadi gangguan
Blood
Brainpertukaran gas. Berdasarkan perkiraan
Bowel 30 % dari
Perfusi
Penuruna oleh RDSPerfusi
kematian
neonatus diakibatkan
atau komplikasiIskemia
yang dihasilkannya

kelelaha
saluran
n
pencerna
ARDS adalah ketidakmampuan system pernafasan untuk an
mempertahankan
Intolean
oksigenasi
darah normal
(PaO2), eliminasi
karbondioksida (PaCO2) dan pH
Hipoksi
Resiko
Retensi
si
Mual
a,
cedera
natrium
aktifitas
yang adekuat disebabkan oleh masalah ventiklasi difusi atau perfusi (Susa
muntah
pusing,
dan air
Martinpucat
T,1997)
minum
Jaringan

n
(Behrman, 2004 didalam Leifer 2007).
Kesadara

ginjal

Gangguan
Hipertro
Gangguan
I. Etiologi vi
Acute Respiratory Distress Syndrom
pola nafas
elimnasi
1. Depresi
Sistem saraf pusat
ventrike
urin

Gangguan
pemenuh
an
kebutuha
Mengakibatkan gagal nafas karena ventilasi tidak
adekuat. Pusat
n nutrisi
Gangguan
pernafasan yang menngendalikan pernapasan, terletak dibawah batang
perfusi
otak
(pons dan medulla) sehingga pernafasan lambat dan dangkal.
jaringan

2. Kelainan neurologis primer


Akan memperngaruhi fungsi pernapasan. Impuls yang timbul dalam

pusat pernafasan menjalar melalui saraf yang membentang dari batang


otak terus ke saraf spinal ke reseptor pada otot-otot pernafasan. Penyakit
pada saraf seperti gangguan medulla spinalis, otot-otot pernapasan atau
pertemuan

neuromuslular

yang

terjadi

pada

pernapasan

akan

sangatmempengaruhiventilasi.
3. Efusi pleura, hemotoraks dan pneumothoraks
Merupakan kondisi yang mengganggu ventilasi melalui penghambatan
ekspansi paru. Kondisi ini biasanya diakibatkan penyakti paru yang

mendasari, penyakit pleura atau trauma dan cedera dan dapat


menyebabkan gagal nafas.
4. Trauma
Disebabkan oleh kendaraan bermotor dapat menjadi penyebab gagal
nafas. Kecelakaan yang mengakibatkan cidera kepala, ketidaksadaran dan
perdarahan dari hidung dan mulut dapat mnegarah pada obstruksi jalan
nafas atas dan depresi pernapasan. Hemothoraks, pnemothoraks dan
fraktur tulang iga dapat terjadi dan mungkin meyebabkan gagal nafas.
Flail chest dapat terjadi dan dapat mengarah pada gagal nafas.
Pengobatannya adalah untuk memperbaiki patologi yang mendasar.
5. Penyakit akut paru
Pnemonia disebabkan oleh bakteri dan virus. Pnemonia kimiawi atau
pnemonia diakibatkan oleh mengaspirasi uap yang mengritasi dan materi
lambung yang bersifat asam. Asma bronkial, atelektasis, embolisme paru
dan edema paru adalah beberapa kondisi lain yang menyababkan gagal
nafas.
J. Patofisiologi Acute Respiratory Distress Syndrome
Pada kasus pasien dengan anestesi, cidera kepala, stroke, tumor otak,
ensefalitis, meningitis, hipoksia dan hiperkapnia mempunyai kemampuan
menekan pusat pernafasan. Sehingga pernafasan menjadi lambat dan dangkal.
Pada periode postoperatif dengan anestesi bisa terjadi pernafasan tidak
adekuat karena terdapat agen menekan pernafasan denganefek yang
dikeluarkanatau dengan meningkatkan efek dari analgetik opiood. Pnemonia
atau dengan penyakit paru-paru dapat mengarah ke gagal nafas akut.
K. Manifestasi klinis Acute Respiratory Distress Syndrome
1. Peningkatan jumlah pernapasan
2. Klien mengeluh sulit bernapas, retraksi dan sianosis
3. ada Auskultasi mungkin terdapat suara napas tambahan
4. Penurunan kesadaran mental
5. Takikardi, takipnea
6. Dispnea dengan kesulitan bernafas
7. Terdapat retraksi interkosta
8. Sianosis
9. Hipoksemia
10. Auskultasi paru : ronkhi basah, krekels, stridor, wheezing
11. Auskultasi jantung : BJ normal tanpa murmur atau gallop

L. Komplikasi Acute Respiratory Distress Syndrome


Komplikasi pada adult respiratory distress syndrome
Menurut Hudak & Gallo ( 1997 ), komplikasi yang dapat terjadi pada
ARDS adalah :
a. Abnormalitas obstruktif terbatas ( keterbatasan aliran udara )
b. Defek difusi sedang
c. Hipoksemia selama latihan
d. Toksisitas oksigen
e. Sepsis
M. Penatalaksanaan pada adult respiratory distress syndrome
1. Posisi duduk.
2. Oksigen (40 50%) sampai 8 liter/menit bila perlu dengan masker.
3. Jika memburuk (pasien makin sesak, takipneu, ronchi bertambah, PaO2
tidak bisa dipertahankan 60 mmHg dengan O2 konsentrasi dan aliran
tinggi, retensi CO2, hipoventilasi, atau tidak mampu mengurangi cairan
edema secara adekuat), maka dilakukan intubasi endotrakeal, suction, dan
ventilator.
4. Infus emergensi. Monitor tekanan darah, monitor EKG, oksimetri bila
5.

ada.
Menurunkan preload dan mengeluarkan volume cairan intra paru.

Nitrogliserin (NTG) dan Furosemide merupakan obat pilihan utama.


6. Morfin sulfat 3 5 mg iv, dapat diulang tiap 25 menit, total dosis 15 mg
(sebaiknya dihindari).
7. Bila perlu (tekanan darah turun / tanda hipoperfusi) : Dopamin 2 5
ug/kgBB/menit

atau

Dobutamin

10 ug/kgBB/menit

untuk

menstabilkan hemodinamik. Dosis dapat ditingkatkan sesuai respon klinis


atau keduanya.
8. Trombolitik atau revaskularisasi pada pasien infark miokard
9. Ventilator pada pasien dengan hipoksia berat, asidosis/tidak berhasil
dengan oksigen.
10. Penggunaan Aminophyline, berguna apabila oedema paru disertai
bronkokonstriksi atau pada penderita yang belum jelas oedema parunya
oleh karena faktor kardiogenik atau non-kardiogenik, karena selain
bersifat

bronkodilator

juga

mempunyai

venodilatasi ringan dan diuretik ringan.

efek

inotropok

positif,

Penggunaan Inotropik. Pada penderita yang belum pernah


mendapatkan pengobatan, dapat diberikan digitalis seperti Deslano-side
(Cedilanide-D). Obat lain yang dapat dipakai adalah golongan Simpatomimetik

(Dopamine,

Dobutamine)

dan

golongan

inhibitor

Phos-

phodiesterase (Amrinone, Milrinone, Enoxumone, Piroximone)


N. Pemeriksaan diagnostik adult respiratory distress syndrome
1. Pemeriksaan laboratorium
a. Pemeriksaan fungsi ventilasi
b. PaCO2, mmHg
c. Pemeriksaan status oksigen
d. Pemeriksaan status asam-basa
e. Arteri gas darah (AGD) menunjukkan penyimpangan dari nilai normal
pada PaO2, PaCO2, dan pH dari pasien normal; atau PaO2 kurang dari
50 mmHg, PaCO2 lebih dari 50 mmHg, dan pH < 7,35.
f. Oksimetri nadi untuk mendeteksi penurunan SaO2
g. Pemantauan CO2 tidal akhir (kapnografi) menunjukkan peningkatan
h. Hitung darah lengkap, serum elektrolit, urinalisis dan kultur (darah,
sputum) untuk menentukan penyebab utama dari kondisi pasien.
i. Sinar-X dada dapat menunjukkan penyakit yang mendasarinya.
j. EKG, mungkin memperlihatkan bukti-bukti regangan jantung di sisi
kanan, disritmia
2. Pemeriksaan hasil Analisa Gas Darah :
a. Hipoksemia ( pe PaO2 )
b. Hipokapnia ( pe PCO2 ) pada tahap awal karena hiperventilasi
c. Hiperkapnia ( pe PCO2 ) menunjukkan gagal ventilasi
d. Alkalosis respiratori ( pH > 7,45 ) pada tahap dini
e. Asidosis respiratori / metabolik terjadi pada tahap lanjut
3. Pemeriksaan Rontgent Dada :
a. Tahap awal ; sedikit normal, infiltrasi pada perihilir paru
b. Tahap lanjut ; Interstisial bilateral difus pada paru, infiltrate di alveoli
4. Tes Fungsi paru :
a. Pe komplain paru dan volume paru
b. Pirau kanan-kiri meningkat
O. Pohon Masalah
P. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1. PENGKAJIAN
a. Data Subjektif
1) Identitas Klien
Identitas klien meliputi nama, jenis kelamin, pendidikan,

10

pekerjaan, status perkawinan, agama, suku / bangsa, alamat,


tanggal dan jam masuk rumah sakit, diagnosa medik.
2) Keluhan utama
Klien biasanya mengeluh sesak nafas, badan lemas
3) Riwayat penyakit sekarang
Adanya sesak nafas dan kelemahan,sianosis
4) Riwayat penyakit dahulu
pada pengkajian riwayat kesehatan terdahulu sering kali klien
mengeluh merasakan nyeri dada hebat dan pasien pernah
mengalami hipertensi, Penyakit paru, jantung serta kelainan organ
vital bawaan serta penyakit ginjal mungkin ditemui pada klien
5) Riwayat penyakit keluarga
Penyakit keturunan yang pernah dialami keluarga seperti DM,
hepatitis,dan hipertensi
b. Pola Fungsional Gordon
1) Pola persepsi kesehatan
2) Pola Nutrisi
3) Pola Eliminasi
4) Pola Aktivitas- latihan
5) Pola Istirhat-Tidur
6) Pola Kognitif perseptual
7) Pola Konsep diri
8) Pola Peran Hubungan
9) Pola seksualitas-produksi
10) Pola Koping-toleransi stress
2. PEMERIKSAAN FISIK
a. Data Objektif
1) Keadaan umum : k/u lemah
2) Kesadaran : Composmentis
3) TB : 4) BB : 5) TTV :
TD : >120/80 mmHg
N : >80x/mnt
RR : > 20x/mnt
S : >37,5oC
3. PEMERIKSAAN FISIK HEAD TO TOE

11

a. Kepala
Inspeksi : Warna rambut, kebersihan rambur,rontok/tidak,
bentukwajah.
Palpasi : ada benjolan atau tidak
b. Mata
Inspeksi : Bentuk mata, warna sklera dan konjungtiva, akomodasi mata
c. Hidung
Inspeksi : Ada benjolan atau tidak, bentuk hidung
d. Telinga
Inspeksi : Bentuk, kebersihan telinga, terdapatsedikit cilia
Palpasi :Teksturpina, helix kenyal.
e. Mulut
Inspeksi : bentuk bibir, ada stomatitis atau tidak, warna bibir.
f. Leher
Inspeksi : Simetris atau tidak
Palpasi : Kelenjar limfe tidak teraba, kelenjar tiroid tidak membesar.
g. Paru
Inspeksi : Bentuk dada asimetris
Palpasi : Vokal fremitus kanan kiri tidak sama
Perkusi : pekak
Auskultasi : terdengar ronki basah setengah lapangan paru atau lebih
dan terdapat wheezing.
h. Jantung
Inspeksi : Ictus kordis terlihat
Palpasi : PMI teraba
Perkusi : Pekak
Auskultasi : Terdengar Murmur
i. Abdomen
Inspeksi : simetris
Auskultasi : Hitung bising usus
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
Perkusi : Timpani
j. Ekstremitas
Inspeksi : Atas /bawah simetris atau tidak, hitung jumlah jari
12

k. Integumen
Inspeksi : Terlihat sianosis pada kuku
Palpasi : Akral dingin

4. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorim yang diperlukan untuk mengkaji
etiologi edema paru. Pemeriksaan tersebut diantaranya pemeriksaan
hematologi/ darah rutin, fungsi ginjal, elektrolit, kadar protein,
urinalisa gas darah.
b. Radiologi
Pada foto thorax untuk menunjukan jantung membesar, hilus
yang melebar, pedikel vaskuler dan vena azygos yang melebar serta
sebagai tambahan adanya garis kerley A, B dan C akibat edema.
Gambar foto thorax dapat dipakai untuk membedakan edem paru
kardiogenik dan edem paru non krdiogenik. Walaupun tetap ada
keterbatasan yaitu antara lain bahwa edem tidak akan tampak secara
radiologi sampai jumlah air di paru meningkat 30%. Beberapa masalah
teknik juga dapat mengurangi sensitivitas dan spesifitas rontgen paru,
seperti rotasi, inspirasi, ventilator, posisi pasien.
c. Elektrokardiogram (EKG)
Pemeriksaan EKG biasa normal atau seringkali didapatkan tandatanda iskemik atau infark miokard akut dengan edema paru.
5. Diagnosa keperawatan
No
1.

Diagnosa keperawatan
Gangguan
pertukaran
gas b.d gangguan difusi

2.
3.

oksigen
Kelebihan volume
cairan b.d adanya cairan
di dalam alveolus
Intoleransi aktivitas b.d
13

Tanggal ditemukan

Tanggal teratasi

berkurangnya

suplai

oksigen (o2)
6. Intervensi
No
1.

Tanggal

Tujuan dan kriteria hasil


dilakukan

Setelah
tindakan

Intervensi

keperawatan

keperawatan
berikan posisi

selama 2x24 jam masalah

semi fowler/fowler
berikan

gangguan pertukaran gas

lingkungan yang

sudah

nyaman
kaji keluhan sesak
kaji ttv
pantau hasil agd
kolaborasi dalam

teratasi

dengan

sesak nafas berkurang


rr: 12-24x/mnt

criteria hasil :

pemberian oksigen

2.

dilakukan

Setelah
tindakan

keperawatan

monitor intake dan

selama 2x24 jam masalah

output cairan
monitor

gangguan keseimbangan

pengeluaran urin,

cairan

catat jumlah,

sudah

teratasi

dengan criteria hasil :

konsentrasi, dan

tidak terjadi odema

kaki
turgor kulit bagus

warna
kolaborasi dalam

pemberian terapi
seperti diuretik,
ntg, dll

3.

14

Setelah

dilakukan

tindakan

keperawatan

anjurkan untuk

total bed rest


pantau skala

kekuatan otot
berikan
lingkungan yang

selama 2x24 jam masalah


intoleransi
sudah

aktivitas

teratasi

dengan

criteria hasil :

nyaman
kolaborasi dalam
memberikan
oksigen

- pasien tidak lemas lagi


-

mampu

melakukan

aktivitas tanpa gangguan


7. Implementasi
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh
perawat untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi
kestatus kesehatan yang lebih baik yang menggambarkan kriteria hasil yang
diharapkan (Gordon, 1994, dalam Potter & Perry, 1997)

8. Evaluasi
S : Berisi keluhan pasien, berasal dari pasien sendiri
O : Data yang diambil dari hasil observasi
A : Pernyataan masalah sudah teratasi atau sebagian atau belum teratasi
P : Rencana tindakan untuk mengatasi keluhan pasien

DAFTAR ISI
DAFTAR ISI

ii

KATA PENGANTAR

iii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

15

B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
BAB II PEMBAHASAN
A.
B.
C.
D.
E.
F.
G.
H.
I.
J.
K.
L.
M.
N.
O.
P.
Q.

Defenisi Acute Long Oedema


Etiologi Acute Long Oedema
Patofisiologis Acute Long Oedema
Manifestasi klinis Acute Long Oedema
Komplkasi Acute Long Oedema
Pentalaksanaan Acute Long Oedema
Pemeriksaan Diagnostik Acute Long Oedema
Pohon Masalah Acute Long Oedema
Defenisi Acute Respiratory Distress Syndrom
Etiologi Acute Respiratory Distress Syndrom
Patofisiologis Acute Respiratory Distress Syndrom
Manifestasi klinis Acute Respiratory Distress Syndrom
Komplkasi Acute Respiratory Distress Syndrom
Pentalaksanaan Acute Respiratory Distress Syndrom
Pemeriksaan Diagnostik Acute Respiratory Distress Syndrom
Pohon Masalah Acute Respiratory Distress Syndrom
Konsep Keperawatan Kegawat Daruratan Gagal Nafas

BAB III
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Panyayang, Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah kegawat daruratan yang berjudul gagal nafas.
Makalah ilmiah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan
bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah
ini. Untuk itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang
telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena

16

itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca
agar kami dapat memperbaiki makalah ilmiah ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat untuk
penulis dan dapat pula memberikan manfaat maupun inpirasi terhadap pembaca.

Penulis,

DAFTAR PUSTAKA
1. Carpenito, Lynda Juall. 2006. Diagnosis Keperawatan. Jakarta: EGC
2. Simon, G. 1981. Diagnostik Rontgen untuk Mahasiswa Klinik dan Dokter
iii

Umum. Edisi kedua. Jakarta: Penerbit Erlangga


3. Harrison. 1995. Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Volume3.
Yogyakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC
4. Griffiths, M. J. D, 2004. Respiratory Management in Critical Care.
London: BMJ Publishing
5. Lewis, dkk. 1998. Medical Surgical Nursing. Copyright 2000 by Mosby
6. Zimmerman J.L Taylor R.W, Dellinger R.P, Farmer. 1997. Fundamental
Critical support. Society of Critical Care Medicine.
7. Dewi, R. K. 2012. Edema Paru Akut.www.scribd.com. Diakses Tanggal 19
Juli 2014
8. Michellia, 2012. Acute Lungs Oedema (ALO).www.scribd.com. Diakses
Tanggal 19 Juli
9. 2014

17

10. Pangestu, W. 2012. Edema Paru.www.scribd.com. Diakses Tanggal 19 Juli


2014.
11. Fernando, L. 2012. Asuhan Keperawatan pada Pasien Dengan Edema
Paru Akut (Acute Lung Oedem).www.lentzeksplore.wordpress.com.
Diakses tanggal 19 Juli 2014

18

Anda mungkin juga menyukai