Anda di halaman 1dari 4

http://www.sabdaspace.

org/etos_kerja_sdm_kristen

ETOS KERJA (SDM) KRISTEN


Etos kerja menurut Jansen Sinamo “perilaku kerja positif yang lahir sebagai buah dari keyakinan dan
komitmen total pada paradigma kerja tertentu. Atau (etos kerja) merupakan manifestasi dari
keyakinan yang mendalam serta komitmen yang kuat pada nilai-nilai kerja tertentu yang tampak
keluar sebagai perilaku kerja yang positif”.

Konteks Nasihat

2 Tesalonika merupakan kelanjutan dari surat yang ditulis oleh Paulus kepada jemaat di
Tesalonika. Jemaat ini sedang menghadapi ajaran sesat di sekitar kedatangan Tuhan Yesus kedua kali
ke dunia ini. Ajaran sesat tersebut memberitahukan bahwa kedatangan Tuhan Yesus sudah ada di
depan mata. Mereka menetapkan kapan tanggal kedatangannya, persis seperti yang pernah terjadi
di Bandung. Pengajar sesat menekankan cukup diam di rumah saja, tidak usah melakukan pekerjaan,
seperti biasanya. Diam di rumah dalam artian menantikan kapan mereka diangkat oleh Tuhan.Diam
dan diam di rumah menunggu hari “H”-nya!

Kita menyebutnya ajaran sesat, karena Alkitab menyatakan bahwa kedatangan Tuhan Yesus, tidak
diketahui seorang pun, kapan persisnya: detik, menit, jam, hari, tanggal, bulan, dan bahkan
tahun. Kalau sudah ada ajaran yang tahu persis kapan kedatangan Tuhan Yesus, ajaran tersebut
patut kita sebut ajaran sesat! Alkitab hanya mengajarkan kepada kita bahwa “Kristus pasti
datang”. Kapan? Tidak tahu? Perlu dicari tahu? Tidak perlu! Mengapa? Karena hanya DIA yang tahu!
Apa yang perlu kita lakukan? Waspada, berjaga-jaga. Itu yang diajarkan oleh Alkitab.

Ajaran sesat tersebut begitu mumpuni sehingga “melumpuhkan” sebagian aktivitas jemaat. Sebagian
jemaat, ada yang tidak mau bekerja. Mereka hanya diam di rumah.Dari hari ke se-hari, mereka
hanya diam saja di rumah. Mereka tidak mau peduli.Melihat situasi ini, Paulus memandang perlu
untuk memberikan pemahaman terhadap dua hal: (1) menyangkut kedatangan Tuhan Yesus, dan (2)
menyangkut pekerjaan. Saya kira Perjanjian Baru, sudah tuntas mengajarkan kepada kita bahwa
Tuhan Yesus pasti datang. Hanya saja kita tidak tahu kapan waktu tibanya! Dengan demikian saya
hanya akan berfokus pada hal kedua yakni “PEKERJAAN”. Sebelum kita melihat etos kerja kristiani,
harus dilihat dulu substansi (nilai) dari pekerjaan tersebut.

Subtansi Pekerjaan

Substansi pekerjaan mencakup dua hal: (1) teologis; dan (2) etis. Mungkin ada sebagian orang yang
berprinsip bahwa pekerjaan itu hanya terkait dengan urusan “dapur” agar tetap mengepul atau
sesuatu yang kita butuhkan untuk memuaskan hasrat kita yang hobi belanja
(filosofi: konsumerism). Atau urusan agar terpelihara kelangsungan hidup. Pekerjaan tidak hanya
melulu dihubungkan dengan hal tersebut.Dalam Kitab Kejadian 1-2 dijelaskan bahwa segala sesuatu
(kebutuhan hidup) telah disediakan oleh Tuhan bagi manusia, tetapi toh manusia masih
diperintahkan oleh Tuhan untuk mengelolah taman di mana mereka hidup. Dari sini kita lihat bahwa
kerja sebenarnya bukan semata untuk memenuhi kebutuhan hidup. Kalau begitu dari mana muncul
perspektif “kerja itu sebagai bagian dari memenuhi kebutuhan hidup?” Setelah manusia jatuh dalam
dosa (Kejadian 3). Tuhan menekankan bahwa manusia akan bekerja keras (dengan
berpeluh/berkeringat) hanya untuk mencari makanan. Pasca kejatuhan manusia baru muncul
perspektif yang umumnya ada di benak kita “kerja untuk menunjang kelangsungan hidup”.
Substansi teologis yang utama dalam pekerjaan adalah merupakan citra Tuhan yang terus
bekerja. Allah Tritunggal bekerja (mencipta alam semesta, memberikan nafas hidup bagi manusia,
dan seterusnya). Tuhan Yesus (dalam Injil Yohanes) berkata “Bapa-Ku bekerja sampai sekarang,
karena itu Akupun bekerja”(Yoh. 5:17). Adalah wajar, kita sebagai gambar-rupa Allah, kita juga
bekerja. Kita harus mencerminkan Tuhan yang aktif bekerja.

Subsatansi etis dari pekerjaan adalah pekerjaan melibatkan nilai-nilai etis. Bekerja tidak
serampangan. Bekerja melibatkan aspek moralitas, melibatkan rasa tanggung jawab yang
kuat. Dalam dunia kerja harus mampu menilai ini pekerjaan “benar” atau “tidak benar”, “halal” atau
tidak. Alkitab mengajarkan dua substansi ini, yang kemudian dapat memberikan sejumlah etos kerja
Kristen yang kuat.

Etos Kerja yang Alkitabiah

Apakah yang diajarkan Alkitab, secara khusus 2 Tesalonika 3:6-15 dan 1 Korintus 15:10? Etos kerja
apakah yang dapat kita petik dari Rasul Paulus? Dalam ayat 7 Paulus berkata “sebab kamu sendiri
tahu, bagaimana kamu harus mengikuti teladan kami, karena kami tidak lalai bekerja di antara
kamu”. Paulus berprofesi sebagai tukang kemah (pembuat tenda), Kisah Para Rasul 18:3. Profesi ini
modernnya bisa disejajarkan dengan ahli bangunan (arsitek). Ia menekuni pekerjaan ini, untuk
mencukupi pelayananannya. Dengan kata lain Paulus bekerja dengan perspektif untuk atau demi
pelayanan. Panggilannya sebagai seorang rasul, tidak membuat dia menutup mata atau arogan lalu
berkata bahwa ia tidak perlu lagi bekerja. Atau orang lain harus mensupport dia. Dia tidak meminta
orang lain membantunya. Ia sedapat mungkin bekerja untuk mendukung pelayanannya. Paulus
memang tidak menolak pemberian jemaat, tetapi itu bukan motivasi utamanya. Ia bekerja dengan
tangan sendiri sebagai tukang kemah.

Dalam 1 Korintus 15:10, Paulus memberikan 2 etos kerja seorang Kristen di sini:

Kerja merupakan Anugrah (Grace)

Paulus mampu melihat perspektif yang lain dalam hal pekerjaan. Ia menilai pekerjaannya adalah
anugrah (charis, pemberian Tuhan!). Pekerjaan yang diterima dari Tuhan menunjukan bahwa
pekerjaan adalah sesuatu yang dipercayakan oleh Tuhan kepadanya. Pekerjaan yang diberikan
Tuhan merupakan suatu kehormatan yang perlu dijaga. Pekerjaan itu merupakan sesuatu yang
bernilai. Apa yang sangat menyukakan hati (menggembirakan) ketika kita tahu bahwa pekerjaan
adalah anugrah? Ketika kita tahu bahwa pekerjaan adalah anugrah maka perilaku kita pun
berubah. Kita mungkin memandang remeh pekerjaan kita. Kita mungkin asal-asalan dengan
pekerjaan kita.Tetapi lain sekali dengan teladan Paulus. Ia memberikan teladan positif bagi
kita.Perspektifnya tidak lagi negatif terhadap pekerjaan. Perilakukanya pun tidak negatif. Ia sedapat
mungkin bekerja dengan perspektif positif dan perilaku positif.

Dalam bukunya Etos21: Delapan Etos Kerja Profesional, Jansen Sinamo membeberkan 8 (delapan)
etos kerja profesional: (1) kerja adalah rahmat (anugrah, penulis): aku harus bekerja penuh syukur;
(2) kerja adalah amanat: aku harus bekerja tuntas penuh integritas; (3) kerja adalah panggilan: aku
bekerja benar penuh tanggung jawab; (4) kerja adalah aktualisasi: aku bekerja penuh semangat; (5)
kerja adalah ibadah: aku bekerja serius penuh kecintaan; (6) kerja adalah seni: aku bekerja kreatif
penuh sukacita; (7) kerja adalah kehormatan: aku bekerja unggul penuh ketekukan; (8) kerja adalah
pelayanan: aku bekerja sempurna penuh kerendahan hati.
Saya yakin bahwa beliau menelusuri prinsip-prinsip Alkitab mengenai etos kerja.Sehingga ia
menekankan poin pertama dari delapan etos kerja profesional adalah “Kerja merupakan
sebuah rahmat Tuhan” Kerja yang merupakan rahmat Tuhan (bahasa Kristennya: anugrah),
menghasilkan perilaku positif: aku bekerja penuh syukur.Adakah kita mengucap syukur pada
Tuhan, atas pekerjaan yang sudah Tuhan berikan pada kita? Kerja merupakan sebuah Usaha (Effort)Kerja
yang diyakini Paulus sebagai anugrah membawanya pada tahap berikutnya: kerja keras—
“Aku telah bekerja lebih keras lagi dari mereka semua”. Paulus tidak sama sekali
menyombongkan diri ketika ia berkata bahwa ia telah bekerja lebih keras dari
siapapun. Karena dalam 1 Korintus 15:9 ia menyatakan bahwa dirinya adalah (1) yang paling
hina; dan (2) bukan karena dirinya, melainkan karena kasih karunia. Dari ayat 10 ini kita bisa
menilai sosok Paulus yang adalah tipikal pekerja keras sekaligus adalah seorang yang rendah
hati. Dalam 2 Korintus 11:27, Paulus berkata “Aku banyak berjerih lelah dan bekerja berat;
kerap kali aku tidak tidur...” Dalam 1 Tesalonika 2:9, “Sebab kamu masih ingat, saudara-
saudara, akan usaha dan jerih lelah kami. Sementara kami bekerja siang dan malam, supaya
jangan menjadi beban bagi siapapun juga, di antara kamu...” Teladan di atas menjadi
cerminan bagaimana Paulus mengaktualisasikan pekerjaannya. Ia bekerja keras. Dalam
bahasa Yunaninya perisso,teron auvtw/n pa,ntwn evkopi,asa (perissoteron auton
panton ekopiasa), artinya aku telah bekerja melampaui batas (berlebihan) lebih dari
siapapun. Inilah yang menjadi pergumulan negara-negara berkembang. Artinya etos kerja:
kerja keras belum maksimal. Bagaimana bisa membangun bangsa jika SDMnya tidak mau
bekerja keras? E.F. Schumacher dalam buknya “Smal is Beautiful” (dikutip dari buku Jansen
Sinamo) mengemukakan bahwa pembangunan (bangsa) tidak dimulai benda (barang),
tetapi dimulai dengan people (orang) yang mencakup: pendidikannya, organisasinya, dan
disiplinnya. Dia mengambil negara-negara yang hancur akibat perang dunia II. Usai perang
dunia II, negara-negara yang hancur tersebut, yang sumber daya alamnya sedikit mampu
membuat keajaiban ekonomi yang mencengangkan.Pandangan Schumacher ini kemudian
ditolak oleh negara-negara berkembang. Negara berkembang lebih memilih teori “lompat
katak”, ketimbang mempersiapkan SDM yang siap pakai. Pada akhirnya, ketika krisis
ekonomi menerpa sejumlah negara-negara berkembang di Asia Tenggara, negara
berkembang kemudian dilanda tragedi yang memilukan.Pada suatu kali, dalam kesempatan
berada di Belanda (Mei-Juni 2006), saya pergi ke suatu tempat (bersama teman) di suatu
desa yang berada di tepi pantai, Urg. Desa ini dikenal dengan sebutan China-nya orang
Belanda. Penduduknya mayoritas nelayan. Yang menarik adalah nilai-nilai kekristenan
(ajaran reformasi/protestan) mempengaruhi mereka. Saya menyaksikan mereka sebagai
pekerja-pekerja keras. Mereka berprinsip bahwa mereka bekerja untuk Tuhan.Jadi mereka
begitu mendedikasikan hidup mereka dalam pekerjaan itu. Sedapat mungkin mereka
memberikan yang terbaik. Bagi saya, ini adalah pengalaman yang luar biasa. Mengapa?
Karena mereka mampu menciptakan terobosan-terobosan baru yang begitu inovatif dalam
kerja mereka.Sebagai SDM Kristen, bagaimanakah etos kerja kita? Apakah kita juga memilih
spirit “instan” atau “teori lompat katak” dalam bekerja?Apakah kita sudah bekerja keras
dengan penuh integritas diri, dan dengan penuh semangat? Atau apakah semangat kita
menjadi kendur? Teladanilah Paulus! Kerja hingga Tuntas (Completeness)Dalam 2 Tesalonika 3:6-15
Paulus begitu prihatin dengan sebagian jemaat yang meninggalkan pekerjaannya. Pekerjaan
yang mestinya dituntaskan, malah dibiarkan menggantung. Tidak selesai. Itu sangat
disayangkan oleh Paulus. Dalam ayat 11 Paulus katakan “Kami katakan ini karena kami
dengar, bahwa ada orang yang tidak tertib hidupnya dan tidak bekerja, melainkan sibuk
dengan hal-hal yang tidak berguna “. Mereka tidak lagi concern pada pekerjaan
mereka. Merek bolak-balik atau mondar-mandir, tidak mengerjakan apa yang semestinya
mereka kerjakan dan selesaikan. Inispirit yang jelek. Tidak bisa dicontoh. Menyikapi hal
tersebut Paulus katakan “orang-orang yang demikian kami peringati dan nasihati dalam
Tuhan Yesus Kristus, supaya mereka tetap tenang melakukan pekerjaannya...” (ay.
12). Secara tidak disengaja, pada satu ketika, saya berada di sebuah departemen milik
pemerintah. Departemen ini mestinya akan memberikan contoh tentang etos kerja yang
baik. Atau paling tidak saya mendapat spirit yang positif. Tetapi, yang terjadi adalah
sebaliknya. Saya kaget bukan kepalang. Di suatu departemen yang mestinya produktivitas,
efektivitas, dan integritas pekerja menjadi teladan, saya tidak menemukan hal itu. Mereka
tidak bekerja hingga tuntas. Mereka datang hanya menghabiskan waktu kerja. Setelah habis
bulan, terimasalary. Sprit uncompleted work (melalaikan, tidak menuntaskan pekerjaan)
mewabah dan menular dengan hebat di negara-negara berkembang, tidak terkecuali di
Indonesia. Siapakah yang menjadi teladan kita yang pas untuk etos kerja: kerja hingga
tuntas? Yang menjadi teladan kita adalah Tuhan Yesus Kristus. Ia menuntaskan pekerjaan
yang ditugaskan Bapa-Nya. Ia berkata “Sudah selesai—tetelestai” (Yoh. 19:30). Ia
menyelesaikan tugas yang maha berat itu dengan baik, hingga tuntas! Inilah yang
mengispirasi Paulus. Ia pun bekerja tidak tanggung-tanggung, hingga tuntas.Bagaimana
dengan kita?

Anda mungkin juga menyukai