Gagal Nafas
Gagal Nafas
OLEH KELOMPOK 6 :
MASYA YUNIS
YONI WILDA
NOVI NURMAN
MILA FATMAWATI
RINI KARMILA
NIKA FRANSISKA
YULFIONA FITRI
GUSTINA AIDA
Gagal napas adalah masalah yang relatif sering terjadi, yang biasanya,
meskipun tidak selalu, merupakan tahap akhir dari penyakit kronik pada sistem
pernapasan. Keadaan ini semakin sering di temukan sebagai komplikasi dari
trauma akut, septikemia, atau syok.
Gagal napas, seperti halnya kegagalan pada sistem organ lainnya, dapat di
kenali berdasarkan gambaran klinis atau pemeriksaan laboratorium. Tetapi harus
di ingat bahwa pada gagal napas, hubungan antara gambaran klinis dengan
kelainan dari hasil pemeriksaan laboratorium pada kisaran normal adalah tidak
langsung.
Gagal napas akut merupakan penyebab gagal organ yang paling sering di
intensive care unit (ICU) dengan tingkat mortalitas yang tinggi. Di Skandinavia,
tingkat mortalitas dalam waktu 90% pada acute respiratory distress syndrome
(ARDS) adalah 41% dan acute lung injury (ALI) adalah 42,2%. Gagal napas akut
sering kali diikuti dengan kegagalan organ vital lainnya. Kematian disebabkan
karena multiple organ dysfunction syndrome (MODS). Pada ARDS, kematian
akibat gagal napas ireversibel adalah 10-16%. Sedangkan di Jerman, insiden
gagal napas akut, ALI, dan ARDS adalah 77,6-88,6; 17,9-34; dan 12,6-28 kasus
per 100.000 populasi per tahun dengan tingkat mortalitas 40%.
1.4 Manfaat
1.4.1 Klinis
1.4.2 Mahasiswa
1.4.3 Akademik
Mahasiswa mampu mengetahui tentang pengertian, etiologi, klasifikasi,
manifestasi klinis, pemeriksaan penunjaang dan penatalaksanaan pada
pasien gagal nafas serta asuhan keperawatan pada gagal napas.
BAB II
PEMBAHASAN
Gagal nafas terjadi apabila paru tidak lagi dapat memenuhi fungsi
primernya dalam pertukaran gas, yaitu oksigenasi darah arteria dan pembuangan
karbondioksida (price& Wilson, 2005)
2.3 Epidemelogi
Gagal napas akut merupakan penyebab gagal organ yang paling sering di ICU
dengan tingkat mortalitas yang tinggi. Di Skandinavia, tingkat mortalitas dalam
waktu 90% pada acute respiratory distress syndrome (ARDS) adalah 41% dan
acute lung injury (ALI) adalah 42,2%. Gagal nafas akut sering kali di temukan
dengan kegagalan organ vital lainnya. Kematian disebabkan karena multiple organ
dysfunction syndrome (MODS). Pada ARDS, kematian akibat gagal napas
ireversibla adalah 10-16%. Sedangkan di Jerman, inside dengan gagal napas
akut, ALI, dan ARDS adalah 77,6-88,6; 17,9-34; dan 12,6-28 kasus per 100.000
populasi pertahun dengan tingkat mortalitas 40%.
2.6 Patofisiologi
Gagal nafas ada dua macam yaitu gagal nafas akut dan gagal nafas kronik
dimana masing masing mempunyai pengertian yang bebrbeda. Gagal nafas
akut adalah gagal nafas yang timbul pada pasien yang parunyanormal secara
struktural maupun fungsional sebelum awitan penyakit timbul. Sedangkan
gagal nafas kronik adalah terjadi pada pasien dengan penyakit paru kronik
seperti bronkitis kronik, emfisema dan penyakit paru hitam (penyakit
penambang batubara).Pasien mengalalmi toleransi terhadap hipoksia dan
hiperkapnia yang memburuk secara bertahap. Setelah gagal nafas akut
biasanya paru-paru kembali kekeasaan asalnya. Pada gagal nafas kronik
struktur paru alami kerusakan yang ireversibel.
Indikator gagal nafas telah frekuensi pernafasan dan kapasitas vital,
frekuensi penapasan normal ialah 16-20 x/mnt. Bila lebih dari20x/mnt tindakan
yang dilakukan memberi bantuan ventilator karena “kerja pernafasan” menjadi
tinggi sehingga timbul kelelahan. Kapasitasvital adalah ukuran ventilasi
(normal 10-20 ml/kg).
Gagal nafas penyebab terpenting adalah ventilasi yang tidak adekuat
dimana terjadi obstruksi jalan nafas atas. Pusat pernafasan yang
mengendalikan pernapasan terletak di bawah batang otak (pons dan medulla).
Pada kasus pasien dengan anestesi, cidera kepala, stroke, tumor otak,
ensefalitis, meningitis, hipoksia dan hiperkapnia mempunyai kemampuan
menekan pusat pernafasan. Sehingga pernafasan menjadi lambat dan
dangkal. Pada periode postoperatif dengan anestesi bisa terjadi pernafasan
tidak adekuat karena terdapat agen menekan pernafasan denganefek yang
dikeluarkanatau dengan meningkatkan efek dari analgetik opiood. Pnemonia
atau dengan penyakit paru-paru dapat mengarah ke gagal nafas akut.
2.7 Manifestasi Klinis (kapita selekta panyakit, 2011)
1. Pernapasan cepat
2. Gelisah
3. Ansietas
4. Bingung
5. Kehilangan konsentrasi
6. Takikardi
2. Farmakologi
a. Terapi oksigen untuk meningkatkan oksigenasi dan menaikan PaO2.
b. Ventilasi mekanis dengan pemasangan pipa endotrakea atau
trakeostomi jika perlu untuk memberikan oksigenasi yang adekuat dan
membalikkan keadaan asidosis.
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Identitas Klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama,
suku bangsa.
2. Keluhan utama
Keluhan utama yang sering muncul adalah gejala sesak nafas atau peningkatan
frekuensi nafas. Secara umum perlu dikaji tentang gambaran secara
menyeluruh apakah klien tampak takut, mengalami sianosis, dan apakah
tampak mengalami kesukaran bernafas.
3. Riwayat kesehatan Sekarang
Apakah diantara keluarga klien yang mengalami penyakit yang sama dengan
penyakit yang dialami klien
4. Riwayat Kesehatan Terdahulu
Apakah ada riwayat gagal nafas terdahulu, kecelakaan/trauma,mengkonsumsi
obat berlebihan.
5. Dasar Data Pengkajian
a. Aktivitas/ Istirahat
Gejala :kekurangan energi/ kelelahan, insomnia
b. Sirkulasi
Gejala :riwayat adanya bedah jantung- paru ,fenomena
embolik(darah,udara,lemak).
Tanda :tekanan darah dapat normal atau meningkat pada awal (berlanjut
menjadi hipoksia) ;hipotensi terjadi pada tahap lanjut (syok) atau terdapat
faktor pencetus seperti pada eklampsi
Frekuensi jantung : takikardi biasanya ada
Bunyijantung : normal pada tahap dini ; S3 mungkin terjadi .distritmia dapat
terjadi ,tetapi EKG sering normal.
Kulit dan membran mukosa : Pucat, dingin. sianosis biasanya terjadi (tahap
lanjut).
c. Integritas Ego
Gejala : Ketakutan, ancaman perasaan takut
Tanda : Gelisah, agitasi, gemetar, mudah terangsang, perubahan mental.
d. Makanan /Cairan
Gejala : Kehilangan selera makan, mual.
Tanda : Edema/ perubahan berat badan. Hilang / berkurangnya bunyi usus.
e. Neurosensori
Gejala/Tanda : Adanya trauma kepala, mental lamban,disfungsi motorik.
f. Pernapasan
Gejala : Adanya aspirasi/tenggelam, inhalasi asap/gas, infeksi difus paru,
timbulnya tiba-tiba atau bertahap, kesulitan napas, lapar udara
Tanda :
- Pernafasan : Cepat, mendengkur, dangkal
- Peningkatan kerja napas : Penggunaan otot aksesori pernafasan,
contoh retraksi interkostal atau substernal, pelebaran nasal,
memerlukan oksigen konsentrasi tinggi.
- Bunyi napas : Pada awal normal, krekels, ronkhi, dan dapat terjadi bunyi
napas bronkial.
- Perkusi dada : Bunyi pekak di atas area konsolidasi
- Ekspansi dada menurun atau tidak sama, peningkatan fremitus (getar
vibrasi pada dinding dada dengan palpitasi), sputum sedikit, berbusa,
pucat atau sianosis, penurunan mental , bingung.
g. Keamanan
Gejala : Riwayat trauma ortopedik/fraktur,sepsis,tranfusi darah,episode
anafilaktik.
h. Seksualitas
Gejala/Tanda : Kehamilan dengan adanya komplikasi eklampsia
i. Penyuluhan/Pembelajaran
Gejala : Makan/kelebihan dosis obat
6. Pemariksaan Fisik
Keadaan umum
Kaji tentang kesadara klien, kecemasan, kegelisahan, kelemahan suara bicara.
Denyut nadi, frekuensi nafas yang meingkat, penggunaan otot-otot bantu
pernafasan, sianosis.
a. B1 (Breathing)
Inspeksi
Kesulitan bernafas tampak dalam perubahan irama dan frekuensi
pernafasan. Keadaan normal frekuensi pernafasan 16-20x/menit dengan
amplitude yang cukup besar. Jika seseorang bernafas lambat dan
dangkal, itu menunjukan adanya depresi pusat pernafasan. Penyakit akut
paru sering menunjukan frekuensi pernafasan > 20x/menit atau karena
penyakit sistemik seperti sepsis, perdarahan, syok, dan gangguan
metabolic seperti diabetes militus.
Palpasi
Perawat harus memerhatikan pelebaran ICS dan penurunan taktil
fremitus yang menjadi penyebab utama gagal nafas.
Perkusi
Perkusi yang dilakukan dengan saksama dan cermat dapat ditemukan
daerah redup- sampai daerah dengan daerah nafas melemah yang
disebabkkan oleh peneballan pleura, efusi pleura yang cukup banyak,
dan hipersonor, bila ditemukan pneumothoraks atau emfisema paru.
Auskultasi
Auskultasi untuk menilai apakah ada bunyi nafas tambahan seperti
wheezing dan ronki serta untuk menentukan dengan tepat lokasi yang
didapat dari kelainan yang ada.
b. B2 (Blood)
Monitor dampak gagal nafas pada status kardovaskuler meliputi keadaan
hemodinamik seperti nadi, tekanan darah dan CRT.
c. B3 (Brain)
Pengkajian perubahan status mental penting dilakukan perawat karena
merupakan gejala sekunder yang terjadi akibat gangguan pertukaran gas.
Diperlukanan pemeriksaan GCS unruk menentukan tiingkat kesadaran.
d. B4 (Bladder)
Pengukuran volume output urin perlu dilakukan karena berkaitan dengan
intake cairan. Oleh karena itu, perlu memonitor adanya oliguria, karena hal
tersebut merupaka tanda awal dari syok.
e. B5 (Boowel)
Pengkajian terhadap status nutrisi klien meliputi jumlah, frekuensi dan
kesulitan-kesulitan dalam memenuhi kebutuhanya. Pada klien sesak nafas
potensial terjadi kekurangan pemenuhan nutrisi, hal ini karena terjadi
dispnea saat makan, laju metabolisme, serta kecemasan yang dialami klien.
f. B6 (Bone)
Dikaji adanya edema ekstermitas, tremor, tanda-tanda infeksi pada
ekstermitas, turgon kulit, kelembaban, pengelupasan atau bersik pada
dermis/ integument.
B.Diagnosa Keperawatan
1. Bersihan jalan napas tidak efektif b.d. penumpukan sekret.
2. Pola napas tidak efektif b.d. bradipnea.
3. Gangguan pertukaran gas b.d Edema paru.
4. Penurunan perfusi jaringan b.d Suplai O2 ke jaringan tidak adekuat
C. Intervensi Keperawatan
DX 1: Bersihan jalan napas tidak efektif b.d. penumpukan sekret.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatam selama 3X24 jam jalan nafas
pasien bersih/jelas.
Kriteria Hasil :
Suara nafas bersih,tidak ada suara snoring atau suara tambahan yang lain
Irama nafas regular
frekuensi nafas dalam rentang normal.
Intervensi
1. Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan
Rasional : Suara tambahan seperti snoring dan crackels mengindikasikan
penumpukan sekret
2. Informasikan pada keluarga tentang tindakan suction yang dilakukan pada
klien.
Rasional : Meminimalkan kecemasan keluarga.
3. Berikan O2 melalui ventilator untuk memfasilitasi prosedur suction.
Rasional: Untuk mencegah terjadinya kekurangan oksigen (hipoksia)
4. Monitor status oksigenasi klien.
Rasional :Adanya dispnea menunjukkan peningkatan kebutuhan oksigen
5. Posisikan klien pada posisi semi fowler.
Rasional :Untuk memaksimalkan ventilasi agar O2 masuk secara optimal.
6. Lakukan suction sesuai kebutuhan
Rasional : Untuk mengurangi produksi lendir pada jalan nafas
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam pola napas
menjadi efektif
kriteria hasil :
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
4.2 Saran