Anda di halaman 1dari 17

PENGUKUHAN PENGUSAHA KENA PAJAK

I. Yang Harus Dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP)


1. Orang Pribadi atau Badan dalam bentuk apapun yang dalam lingkungan perusahaan atau
pekerjaannya melakukan :
a. Penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) di dalam Daerah Pabean;
b. Impor BKP;
c. Penyerahan Jasa Kena Pajak (JKP) yang dilakukan di dalam Daerah Pabean;
d. Pemanfaatan BKP tidak berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean;
e. Pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean di dalam Derah Pabean;
f. Ekspor BKP;
2. Pengusaha kecil yang memilih untuk dikukuhkan sebagai PKP.

II. Barang dan Jasa Yang Tidak Dikenakan PPN


Pada dasarnya semua barang dan jasa dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN), kecuali jenis barang dan jasa
yang diatur dalam PP No.50 Tahun 1994.

1. Jenis barang yang tidak dikenakan PPN adalah :


a. Barang hasil pertanian, hasil perkebunan, dan hasil kehutanan, yang dipetik langsung, diambil
langsung, atau disadap langsung, dari sumbernya;
b. Barang hasil peternakan, perburuan/ penangkapan,atau penangkaran, yang diambil langsung dari
sumbernya;
c. Barang hasil penangkapan atau budidaya perikanan, yang diambil langsung dari sumbernya;
d. Barang hasil pertambangan, penggalian, dan pengeboran, yang diambil langsung dari sumbernya;
e. Barang-barang kebutuhan pokok contoh beras dan gabah, jagung, sagu, kedelai, garam baik yang
beryodium maupun tidak;
f. Makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung, dan sejenisnya;
g. Listrik, kecuali listrik untuk perumahan dengan daya di atas 6600 watt;
h. Saham, obligasi, dan surat-surat berharga sejenisnya;
i. Air bersih yang disalurkan melalui pipa (air PAM).

2. Jenis jasa yang tidak dikenakan PPN adalah :


a. Jasa di bidang pelayanan kesehatan medik;
b. Jasa di bidang pelayanan sosial;
c. Jasa di bidang pengiriman surat,jasa pengiriman, penyimpanan dan pembayaran uang, jasa pelayanan
penjualan benda pos dan Materai dan jasa lain yang dilakukan oleh Perum Pos dan Giro;
d. Jasa di bidang perbankan, asuransi, dan sewa guna usaha dengan hak opsi;
e. Jasa di bidang keagamaan;
f. Jasa di bidang pendidikan;
g. Jasa di bidang kesenian (yang tidak bersifat komersial);
h. Jasa di bidang penyiaran (tidak bersifat iklan);
i. Jasa di bidang angkutan umum, di darat, di laut, di danau, maupun di sungai dan jasa angkutan udara
luar negeri;
j. Jasa di bidang tenaga kerja;
k. Jasa di bidang perhotelan;
l. Jasa di bidang telekomunikasi, seperti telepon umum coin box, jasa telegram;

III. Pengusaha Yang Bukan PKP


Orang Pribadi atau Badan yang tidak wajib mendaftarkan diri untuk dikukuhkan sebagai PKP adalah:
1. Pengusaha kecil ( Orang pribadi atau Badan ) dengan omzet tidak melebihi :
a. Rp 360.000,00 setahun untuk penyerahan BKP
b. Rp 180.000.000,00 setahun untuk penyerahan JKP
c. Dalam hal pengusaha melakukan penyerahan BKP dan JKP, apabila:
1
- BKP > 50% dari seluruh omzet maka batas omzet adalah Rp 360.000.000,00
- JKP > 50% dari seluruh omzet maka batas omzet adalah Rp 180.000.000,00
- Omzet BKP dan JKP sama-sama 50%, maka batas omzet adalah Rp 180.000.000,00
2. Semua Pengusaha yang menghasilkan dan/atau memperdagangkan bukan BKP dan semua Pengusaha yang
menyerahkan bukan JKP sebagaiman tersebut dalam angka romawi II.

TATA CARA PEMBAYARAN DAN PELAPORAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN) / PAJAK
PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH (PPn BM)

I. Yang wajib membayar/menyetor dan melapor PPN/PPn BM


1. Pengusaha Kena Pajak (PKP)
2. Pemungut PPN/PPn BM, adalah :
- KPKN
- Bendaharawan Pemerintah Pusat dan Daerah
- Direktorat Jenderal Bea dan Cukai
- Pertamina
- BUMN/ BUMD
- Kontraktor Bagi Hasil dan Kontrak Karya bidang Migas dan Pertambangan Umum lainnya
- Bank Pemerintah
- Bank Pembangunan Daerah
- Perusahaan Operator Telepon Selular.

II. Yang wajib disetor


1. Oleh PKP adalah :
a. PPN yang dihitung sendiri melalui pengkreditan Pajak Masukan dan Pajak Keluaran.Yang disetor
adalah selisih Pajak Masukan dan Pajak Keluaran, bila Pajak Masukan lebih kecil dari Pajak Keluaran.
b. PPn BM yang dipungut oleh PKP Pabrikan Barang Kena Pajak (BKP) yang tergolong mewah.
c. PPN/ PPn BM yang ditetapkan oleh DJP dalam Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), Surat
Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT), dan Surat Tagihan Pajak (STP).
2. Oleh Pemungut PPN/PPn BM adalah PPN/PPn BM yang dipungut oleh Pemungut PPN/ PPn BM

III. Tempat Pembayaran/Penyetoran Pajak


1. Kantor Pos dan Giro
2. Bank Pemerintah, kecuali BTN
3. Bank Pembangunan Daerah
4. Bank Devisa
5. Bank-bank lain penerima setoran pajak
6. Kantor Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, Khusus untuk impor tanpa LKP

IV. Saat pembayaran/penyetoran PPN/PPn BM


1. PPN dan PPn BM yang dihitung sendiri oleh PKP harus disetorkan paling lambat tanggal 15 bulan takwim
berikutnya setelah bulan Masa Pajak.
Contoh : Masa Pajak Januari 1996, penyetoran paling lambat tanggal 15 Pebruari 1996.
2. PPN dan PPn BM yang tercantum dalam SKPKB, SKPKBT, dan STP harus dibayar/ disetor sesuai batas
waktu yang tercantum dalam SKPKB, SKPKBT, dan STP tersebut.
3. PPN/ PPn BM atas Impor, harus dilunasi bersamaan dengan saat pembayaran Bea Masuk, dan apabila
pembayaran Bea Masuk ditunda/ dibebaskan, harus dilunasi pada saat penyelesaian dokumen Impor.
4. PPN/PPn BM yang pemungutannya dilakukan oleh:
a. Bendaharawan Pemerintah, harus disetor selambat-lambatnya tanggal 7 bulan takwim berikutnya
setelah Masa Pajak berakhir.
b. Pemungut PPN selain Bendaharawan Pemerintah, harus disetor selambat-lambatnya tanggal 15 bulan
takwim berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.
c. Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang memungut PPN/ PPn BM atas Impor, harus menyetor dalam
jangka waktu sehari setelah pemungutan pajak dilakukan.
2
5. PPN dari penyerahan gula pasir dan tepung terigu oleh Badan Urusan Logistik (BULOG), harus dilunasi
sendiri oleh PKP sebelum Surat Perintah Pengeluaran Barang (D.O) ditebus.
Catatan:
Apabila tanggal jatuh tempo pembayaran jatuh pada hari libur, maka pembayaran harus dilaksanakan pada hari
kerja berikutnya.

V. Saat pelaporan PPN/ PPn BM


1. PPN PPn BM yang pemungutannya dan PPn BM yang dihitung sendiri oleh PKP, harus dilaporkan dalam
SPT Masa dan disampaikan kepada Kantor Pelayanan Pajak setempat selambat-lambatnya 20 hari setelah
Masa Pajak berakhir.
2. PPN dan PPn BM yang tercantum dalam SKPKB, SKPKBT, dan STP yang telah dilunasi segera dilaporkan
ke KPP yang menerbitkan.
3. PPN dan dilakukan oleh :
a. Bendaharawan Pemerintah harus dilaporkan selambat-lambatnya 14 hari setelah Masa Pajak berakhir.
b. Pemungut Pajak Pertambahan Nilai selain Bendaharawan Pemerintah harus dilaporkan selambat-
lambatnya 20 hari setelah Masa Pajak berakhir.
c. Direktorat Jenderal Bea dan Cukai atas Impor, harus dilaporkan secara mingguan selambat-lambatnya
7 hari setelah batas waktu penyetoran pajak berakhir.
4. Untuk penyerahan gula pasir dan tepung terigu oleh BULOG, maka PPN dan PPn BM dihitung sendiri oleh
PKP, harus dilaporkan dalam SPT Masa dan disampaikan kepada KPP setempat selambat-lambatnya 20
hari setelah Masa Pajak berakhir.
Catatan:
Apabila tanggal jatuh tempo pelaporan jatuh pada hari libur, maka pelaporan harus dilaksanakan pada hari kerja
sebelum tanggal jatuh tempo.

VI. Sarana Pembayaran/ Penyetoran Pajak


1. Untuk membayar/menyetor PPN dan PPn BM digunakan formulir Surat Setoran Pajak yang tersedia gratis
di Kantor-kantor Pelayanan Pajak dan Kantor-kantor Penyuluhan Pajak di seluruh Indonesia.
2. Surat Setoran Pajak menjadi lengkap dan sah bila jumlah PPN/ PPn BM yang disetorkan telah diberi teraan
oleh : Bank, Kantor Pos dan Giro, atau Kantor Direktorat Jenderal Bea dan Cukai penerima setoran.

TARIF PAJAK DAN CARA MENGHITUNG


PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN) / PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH (PPn BM)

I. Tarif PPN/PPn BM
1. Tarif PPN adalah 10% (sepuluh persen)
2. Tarif PPn BM adalah serendah-rendahnya 10% (sepuluh persen) dan setinggi-tingginya 50% (lima puluh
persen).
Perbedaan kelompok tarif tersebut didasarkan pada pengelompokan Barang Kena Pajak (BKP) yang
tergolong mewah yang atas penyerahan/impor BKP-nya dikenakan PPn BM.
3. Tarif PPN/ PPn BM atas ekspor BKP adalah 0% (nol persen).

II. Dasar Pengenaan Pajak (DPP)


1. Harga jual/ penggantian
Adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh penjual/
pembeli jasa karena penyerahan BKP/ Jasa Kena Pajak (JKP), tidak termasuk PPN/ PPn BM dan potongan
harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak.
2. Nilai Impor
Adalah nilai berupa uang yang menjadi dasar penghitungan Bea Masuk ditambah pungutan lainnya yang
dikenakan berdasarkan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan Pabean untuk Impor BKP, tidak
termasuk PPN/ PPn BM.
3. Nilai Ekspor
Adalah nilai berupa uang, termasuk semau biaya yang diminta oleh Eksportir.
3
4. Nilai lain
Adalah nilai yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan yang dipakai sebagai dasar untuk menghitung pajak
yang terutang.

Nilai lain tersebut diatur oleh Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 642/KMK.04/1994 tanggal 29 Desember
1994 :
a. Untuk pemakaian sendiri/ pemberian cuma-cuma BKP dan/atau JKP adalah harga jual atau
penggantian, tidak termasuk laba kotor
b. Untuk penyerahan media rekaman suara atau gambar adalah perkiraan harga jual rata-rata;
c. Untuk penyerahan film cerita adalah perkiraan hasil rata-rata per judul film;
d. Untuk persedian BKP yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan adalah harga pasar wajar;
e. Untuk aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjual belikan yang masih tersisa pada saat
pembubaran perusahaan adalah harga pasar wajar;
f. Untuk penyerahan jasa biro perjalanan/ parawisata adalah 10% (sepuluh persen) dari jumlah tagihan
atau jumlah yang seharusnya ditagih;
g. Untuk jasa pengiriman paket adalah 10% (sepuluh persen) dari jumlah tagihan atau jumlah yang
seharusnya ditagih.
h. Untuk PKP Pedagang Eceran (PE) :
- PPN yang terutang adalah sebesar 10% (sepuluh persen) x harga jual BKP.
- PPN yang harus dibayar adalah sebesar : 10%x20%x jumlah seluruh barang dagangan.
i. Jasa anjak piutang adalah 5% dari seluruh jumlah imbalan yang diterima berupa service charge,
provisi, dan diskon.

III. CARA MENGHITUNG PPN


PPN yang terutang = tarif x DPP
PPN yang terutang merupakan Pajak Keluaran (PK) yang dipungut oleh PKP penjual dan merupakan Pajak
Masukan bagi PKP pembeli.
Contoh :
1. PKP "A" bulan Januari 1996 menjual tunai kepada PKP "B" 100 pasang sepatu @ Rp.100.000,00
= Rp.10.000.000,00
PPN terutang yang dipungut oleh PKP"A"
10% x Rp.10.000.000,00 = Rp. 1.000.000,00
Jumlah yang harus dibayar PKP "B"
= Rp.11.000.000,00
2. PKP "B" dalam bulan Januari 1996 :
- Menjual 80 pasang sepatu @ Rp.120.000,00
= Rp.9.600.000,00
- Memakai sendiri 5 pasang sepatu
untuk pemakaian sendiri, DPP adalah harga jual tanpa menghitung laba kotor, yaitu Rp 100.000,- per
pasang
= Rp 500.000,-
PPN yang terutang :
- Atas penjualan 80 pasang sepatu
= 10%x Rp.9.600.000,00 = Rp 960.000,00
- Atas pemakai sendiri
= 10% x Rp.500.000,00 = Rp 50.000,00
Jumlah PPN terutang = Rp 1.010.000,00
3. PKP Pedagang Eceran (PE) "C" menjual
- BKP seharga = Rp. 10.000.000,00
- Bukan BKP = Rp. 5.000.000,00
Rp. 15.000.000,00
PPN yang terutang
= 10% x Rp.10.000.000,00 = Rp.1.000.000,00
PPN yang harus disetor
= 10% x 20% x Rp.15.000.000,00
4
= Rp. 300.000,00
4. PKP "D" pabrikan yang menghasilkan mesin cuci pakaian. Mesin cuci pakaian dikategorikan sebagai
BKP yang tergolong mewah dan dikenakan PPn BM dengan tarif sebesar 20%. Dalam bulan Januari 1996
PKP "D" menjual 10 buah mesin cuci kepada PKP "E" seharga Rp.30.000.000,00.
- PPN yang terutang
= 10% x Rp.30.000.000,00 = Rp 3.000.000,00
- PPn BM yang terutang
= 20% x Rp. 30.000.000,000 = Rp 6.000.000,00
PPN dan PPn BM yang terutang PKP "D"
= Rp.9.000.000,00
5. PKP "E" bulan Januari 1996 menjual 10 buah mesin cuci tersebut diatas seharga Rp.40.000.000,00
- PPN yang terutang
= 10% x Rp.40.000.000,00 = Rp.4.000.000,00
Catatan :
PKP "E" tidak boleh memungut PPn BM, karena PKP "E" bukan pabrikan dan PPn BM dikenakan
hanya sekali.

Faktur Pajak
I. Pengertian

Faktur Pajak adalah bukti peungutan pajak yang dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP) karena
penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) atau penyerahan Jasa Kena Pajak (JKP) atau oleh Ditjen Bea dan
Cukai karena impor BKP.

II. Jenis Faktur Pajak

1. Faktur Pajak Standar

a. Adalah Faktur Pajak yang dibuat sesuai dengan ketentuan sebagaimana ditetapkan dalam Kep. Dirjen.
Pajak No. Kep-53/PJ./1994 tanggal 29 Desember 1994, yang wajib dibuat oleh PKP yang melakukan
penyerahan BKP atau JKP pada atau setelah tanggal 1 Januari 1995.

b. Bentuk Faktur Pajak Standar dibuat dengan ukuran kuarto yang isinya sesuai dengan ketentuan yang
berlaku (SK. Dirjen Pajak No. Kep-53/PJ/1994 tanggal 29 Desember 1994).

c. Faktur Pajak Standar harus dibuat sekurang-kurangnya dalam rangkap dua yaitu :

- Lembar ke-1 : Untuk pembeli BKP atau penerima JKP sebagai bukti Pajak Masukan.

- Lembar ke-2 : Untuk PKP yang menerbitkan Faktur Pajak Standar sebagai bukti Pajak Keluaran.

d. Dalam hal Faktur Pajak Standar dibuat lebih dari rangkap dua, maka peruntukan lembar ketiga dan
seterusnya harus dinyatakan secara jelas dalam Faktur Pajak yang bersangkutan; misalnya :

Lembar ke-3 : Untuk KPP dalam hal penyerahan BKP atau JKP dilakukan kepada Pemungut PPN.

2. Faktur Pajak Gabungan

a. Adalah Faktur Pajak Standar yang cara penggunaannya diperkenankan kepada PKP atas beberapa kali
penyerahan BKP/JKP kepada pembeli atau penerima jasa yang sama yang dilakukan dalam satu Masa
Pajak, dan harus dibuat selambat-lambatnya pada akhir bulan berikutnya setelah bulan terjadinya
penyerahan BKP/ JKP.

5
b. Dalam hal terdapat pembayaran sebelum penyerahan BKP/ JKP atau terdapat pembayaran sebelum Faktur
Pajak Gabungan tersebut dibuat, maka untuk pembayaran tersebut dibuat Faktur Pajak tersendiri pada saat
diterima pembayaran.

c. Tanggal penyerahan/ pembayaran pada Faktur Pajak diisi dengan tanggal awal penyerahan BKP/ JKP
sampai dengan tanggal terakhir dari Masa Pajak yang dibuatkan Faktur Pajak Gabungan, dengan
melampirkan daftar tanggal penyerahan dari masing-masing Faktur Penjualan.

3. Faktur Pajak Sederhana

a. Faktur Pajak Sederhana adalah dokumen yang disamakan fungsinya dengan Faktur Pajak, yang diterbitkan
oleh PKP yang melakukan penyerahan BKP dan/atau JKP kepada pembeli BKP dan/atau JKP yang tidak
diketahui identitasnya secara lengkap atau penyerahan BKP/JKP secara langsung kepada konsumen akhir.

b. Pembeli BKP/penerima JKP yang tidak diketahui identitasnya secara lengkap, misalnya: pembeli yang
tidak diketahui NPWP-nya atau tidak diketahui nama dan atau alamat lengkapnya.

c. Faktur Pajak Sederhana sekurang-kurangnya harus memuat :

1. Nama, alamat usaha, NPWP serta nomor dan tanggal pengukuhan PKP yang menyerahkan
BKP atau JKP.

2. Macam, jenis dan kuantum dari BKP atau JKP.

3. Jumlah harga jual atau peggantian yang sudah termasuk pajak atau besarnya pajak
dicantumkan secara terpisah.

4. Tanggal pembuatan Faktur Pajak Sederhana.

d. Bentuk Faktur Pajak Sederhana dapat berupa bon kontan, Faktur Penjualan, segi cash register, karcis,
kuitansi, yang dipakai sebagai tanda bukti penyerahan atau pembayaran atas penyerahan BKP atau JKP
oleh PKP yang bersangkutan.

e. Faktur Pajak Standar yang diisi tidak lengkap bukan merupakan Faktur Pajak Sederhana.

f. Faktur Pajak Sederhana dibuat sekurang-kurangnya rangkap dua :

- Lembar ke-1 : Untuk pembeli BKP/ penerima JKP

- Lembar ke-2 : Untuk arsip PKP yang bersangkutan.

g. Faktur Pajak Sederhana dianggap telah dibuat rangkap dua atau lebih,dalam hal Faktur Pajak Sederhana
tersebut dibuat dalam satu lembar yang terdiri dari dua atau lebih bagian atau potongan yang disediakan
untuk disobek atau dipotong, seperti yang terjadi pada karcis.

4. Dokumen-dokumen tertentu dapat diperlakukan sebagai Faktur Pajak Standar sepanjang dokumen tersebut
memuat sekurang-kurangnya :

a. Identitas yang berwenang menerbitkan dokumen;

b. Nama, alamat, NPWP penerima dokumen;

c. Jumlah satuan;

d. Dasar Pengenaan Pajak;

e. Jumlah pajak terutang.

6
Dokumen-dokumen tersebut adalah :

- Pemberitahuan Impor Barang untuk Dipakai (PIUD) yang dilampiri Surat Setoran Pajak untuk
impor BKP.

- Surat Perintah Penyerahan Barang (SPPB) yang dibuat/ dikeluarkan oleh BULOG/ DOLOG
untuk penyaluran gula pasir dan tepung terigu.

- Paktur Nota Bon Penyerahan (PNBP) yang dibuat/ dikeluarkan oleh Pertamina untuk
penyerahan BBM dan/ atau bukan BBM.

- Tanda pembayaran atau kuitansi untuk penyerahan jasa Telekomunikasi.

- Ticket atau Tagihan Surat Muatan Udara (Airway bill) yang dibuat/ dikeluarkan untuk
penyerahan jasa angkutan udara dalam negeri.

- Surat Setoran Pajak untuk pembayaran PPN atas pemanfaatan BKP tidak berwujud atau JKP
dari luar Daerah Pabean di dalam Derah Pabean.

- Pemberituhuan Ekspor Barang (PEB)

III. Pengadaan/ Penerbitan Faktur Pajak

1. Faktur Pajak Standar

a. Pengadaan Faktur Pajak Standar dilakukan oleh PKP dan dapat dibuat dengan menggunakan komputer
sepanjang memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam Kep. Dirjen. Pajak No. Kep-53/PJ./1994 tanggal
29 Desember 1994.

b. Sebelum PKP mencetak Faktur Pajak Standar, diharuskan melaporkan nomor seri Faktur Pajak Standar
yang akan diterbitkan kepada Kepala KPP tempat PKP dikukuhkan.

c. Apabila diinginkan, PKP dapat menyesuaikan ukuran kolom-kolom Faktur Pajak, namun tidak
diperkenankan menambah atau mengurangi kolom yang sudah ada.

d. Tidak diperkenankan menghilangkan kolom PPn BM, meskipun PKP tidak terutang PPn BM.

e. Identitas PKP yang menerbitkan Faktur Pajak dan nomor seri Faktur Pajak dapat dicetak.

f. Pada ruangan-ruangan yang masih kosong dalam formulir Faktur Pajak atau di halaman sebaliknya dapat
diisi dengan logo, nomor ijin usaha, nomor telepon, nomor faktur penjualan, dan tanggal jatuh tempo
pembayaran, sepanjang penempatannya tidak mengubah bentuk dan ukuran Faktur Pajak.

2. Faktur Pajak Sederhana

Faktur Pajak Sederhana hanya dapat diterbitkan oleh PKP yang melakukan penyerahan BKP dan/atau
JKP kepada pembeli BKP dan/atau JKP yang tidak diketahui identitasnya secara lengkap atau
penyerahan BKP/ JKP secara langsung kepada konsumen akhir.

IV. Saat Pembuatan Faktur Pajak

1. Faktur Pajak Standar harus dibuat selambat-lambatnya :

a. Pada akhir bulan berikutnya setelah bulan penyerahan BKP dan/atau JKP.

b. Pada saat penerimaan pembayaran dalam hal penerimaan pembayaran terjadi sebelum penyerahan BKP
dan/ atau JKP.

7
c. Pada saat pembayaran termijn dalam hal penyerahan sebagian tahap pekerjaan.

d. Pada saat PKP rekanan menyampaikan tagihan kepada Pemungut PPN.

2. Faktur Pajak Gabungan harus dibuat selambat-lambatnya pada akhir bulan berikutnya setelah bulan
penyerahan BKP dan/ atau JKP.

3. Faktur Pajak Sederhana

- Harus dibuat pada saat penyerahan BKP dan/atau JKP.

- Pada saat pembayaran apabila pembayaran diterima sebelum penyerahan BKP dan/ atau JKP.

V. Tata Cara Penggantian/Pembetulan Faktur Pajak Standar

1. Penggantian Faktur Pajak Standar yang hilang

a. PKP pembeli mengajukan permohonan tertulis kepada PKP penjual dengan tindasan kepada Kepala KPP
tempat PKP pembeli dan PKP penjual dikukuhkan sebagai PKP.

b. Berdasarkan permohonan tertulis dari PKP pembeli, PKP penjual membuat copy dari arsip Faktur Pajak
Standar yang disimpan untuk dilegalisir oleh KPP tempat PKP penjual dikukuhkan.

Copy dibuat rangkap 2 (dua) yaitu :

- Lembar ke-1 : Diserahkan ke PKP pembeli melalui PKP penjual,


sebagai pengganti Faktur Pajak yang hilang.

- Lembar ke-2 : arsip

c. Legalisir diberikan oleh KPP tempat PKP penjual dikukuhkan setelah meneliti SPT Masa PPN dari PKP
penjual tersebut.

d. KPP tempat PKP pembeli dikukuhkan, wajib melakukan penelitian atas SPT Masa PPN dari PKP pembeli,
apakah Faktur Pajak yang dilaporkan hilang tersebut telah dikreditkan sebagai Pajak Masukan atau belum.

2. Pembetulan Faktur Pajak Standar yang rusak atau cacat atau salah dalam pengisian/ penulisan.

a. Dapat diganti dengan cara PKP penjual membuat Faktur Pajak Standar sebagai pengganti.

b. Tidak diperkenankan dengan cara menghapus atau mencoret atau dengan cara lain.

c. Penerbitan Faktur Pajak Pengganti dilaksanakan seperti halnya Faktur Pajak Standar biasa.

d. Faktur Pajak Standar pengganti diisi berdasarkan keterangan yang seharusnya dan dilampiri dengan
Faktur Pajak Standar yang rusak atau cacat atau salah dalam penulisan/pengisian tersebut.

e. Faktur Pajak Standar pengganti dibubuhi cap yang mencantumkan nomor seri, kode dan tanggal
Faktur Pajak Standar yang diganti tersebut.

f. Faktur Pajak Standar pengganti dilaporkan dalam SPT Masa PPN pada Masa Pajak yang sama
dengan Masa Pajak dilaporkannya Faktur Pajak Standar yang diganti.

g. Penerbitan Faktur Pajak Standar pengganti mengakibatkan adanya kewajiban untuk membetulkan
SPT Masa PPN pada Masa Pajak terjadinya kesalahan pembuatan Faktur Pajak Standar tersebut.

VI. Ketentuan Khusus :

8
a. Atas penyerahan BKP/ JKP tertentu yang PPN-nya ditanggung pemerintah (Keppres. No.18 tahun
1986yang telah beberapa kali diubah terakhir dengan Keppres No.4 Tahun 1996), kecuali
Perusahaan Air Bersih, tetap harus dibuat Faktur Pajak sedikit-dikitnya dalam rangkap 3 (tiga).

b. Atas penyerahan JKP oleh kontraktor kepada Perum Perumnas atau developer rumah murah atau
rumah sangat sederhana atau bangunan dalam rangka proyek transmigrasi swakarsa industri, harus
dibuat Faktur Pajak sedikit-dikitnya dalam rangkap 4 (empat).

c. Atas penyerahan buku-buku pelajaran umum, Kitab suci, dan buku-buku pelajaran agama
(Keppres. No.2 tahun 1990), dibuat Faktur Pajak sedikit-dikitnya dalam rangkap 4 (empat).

JASA PERSEWAAN RUANGAN


1. Jasa Persewaan Ruangan
Jasa persewaan ruangan/ jasa persewaan barang tak bergerak merupakan Jasa Kena Pajak (JKP) karena jasa
tersebut tidak termasuk dalam jenis jasa yang tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN), sehingga
atas penyerahan jasa persewaan ruangan/ persewaan barang tak bergerak dikenakan PPN.
2. Pengusaha Jasa Persewaan Ruangan
Yang dapat melakukan kegiatan jasa persewaan ruangan adalah pengusaha baik orang pribadi maupun
badan dalam bentuk apapun dan dengan nama apapun.
3. Pengukuhan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP)
Pengusaha yang selama satu tahun buku melakukan penyerahan Jasa Kena Pajak (JKP) dengan nilai
peredaran bruto melebihi Rp 120.000.000,00 (seratus dua puluh juta rupiah) harus mendaftarkan diri pada
Kantor Pelayanan Pajak setempat untuk dikukuhkan menjadi PKP.
4. Kewajiban PKP Jasa Persewaan Ruangan
Kewajiban bagi pengusaha yang telah dikukuhkan menjadi PKP adalah :
a. Mempunyai Nomor Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (NP PKP);

b. Memungut pajak yang terutang dengan menggunakan Faktur Pajak;

c. Menyetorkan PPN yang masih harus dibayar dalam hal Pajak Keluaran lebih besar dari Pajak
Masukan yang dapat dikreditkan, serta menyetorkan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah;

d. Melaporkan penghitungan pajak melalui SPT Masa PPN;

e. Menyelenggarakan pembukuan/ catatan.


5. Yang termasuk Jasa Persewaan Ruangan antara lain :
a. Jasa persewaan ruangan untuk perkantoran.
b. Jasa persewaan ruangan untuk tempat usaha/ pertokoan.
c. Jasa persewaan ruangan apartemen, flat, tempat tinggal, kecuali persewaan kamar di hotel, rumah
penginapan, motel, losmen dan hostel untuk tamu bermalam.
d. Jasa persewaan ruang pertemuan (convention hall), kecuali persewaan ruangan untuk kegiatan
acara atau pertemuan di hotel, rumah penginapan, motel, losmen dan hostel.
e. Lain-lain sejenisnya.
6. Sewa dan Service Charge
 Sewa
1. Sewa, yaitu balas jasa atas sewa ruangan dalam keadaan kosong yang dapat ditagih dimuka (pada
awal penghunian) atau dibelakang, sesuai dengan kontrak (perjanjian).
2. Dasar Pengenaan Pajak (DPP)
DPP atas Jasa Persewaan Ruangan adalah Nilai Penggantian berupa sewa, yaitu nilai berupa uang
yang diminta atau seharusnya diminta termasuk semua biaya yang dikeluarkan dalam rangka
penyerahan JKP tersebut.
3. Tarif dan penghitungan PPN
9
Tarif PPN = 10 %

PPN yang terutang = Tarif PPN x DPP

= 10 % x DPP
 Service Charge
1. Service charge, yaitu balas jasa yang menyebabkan ruangan yang disewa tersebut dapat dihuni
sesuai dengan tujuan yang diinginkan oleh penyewa.

2. Service charge dapat terdiri dari biaya listrik, air, keamanan, kebersihan dan biaya
administrasi.Bagi penyewa yang menggunakan alat pengukur tersendiri (meteran listrik, meteran
air, penghitung pulsa), maka penggantian atas biaya listrik, air PAM, dan telpon, tidak dikenakan
PPN sepanjang pengusaha yang menyewakan ruangan tidak menambahkan "mark up" ataupun
biaya administrasi dan sejenisnya. Apabila Pengusaha menambahkan "mark up" maka atas
penambahan tersebut tetap dikenakan PPN.

Dalam hal penggunaan ruangan, listrik, lift, dan sebagainya melebihi kontrak sehingga dibebankan
biaya tambahan (additional charges/ overtime charges), maka atas pembebanan tersebut tetap
terutang PPN.
1. Dasar Pengenaan Pajak (DPP)
DPP atas service charge adalah :
= 40 % x jumlah service charge
2. Tarif dan Penghitungan PPN
Tarif PPN = 10 %

PPN yang terutang :

=Tarif x DPP

= 10 % x 40 % x jumlah service charge

7. Mekanisme pengkreditan Pajak Masukan

a. Bagi PKP yang menyewakan

PKP yang menyewakan ruangan tetap berhak atas pengkreditan PPN (Pajak Masukan) atas perolehan
barang dan jasa untuk pengoperasian gedung yang disewakan.

b. Bagi yang menyewa :


1. Apabila penyewa adalah PKP maka PPN yang dibayar atas sewa ruangan merupakan Pajak
Masukan yang dapat dikreditkan, sepanjang Faktur Pajaknya berupa Faktur Pajak Standar.
2. Apabila ruangan mempunyai fungsi ganda yaitu tempat usaha dan untuk tempat tinggal, maka
hanya sebagian pajak masukan yang dapat dikreditkan yang besarnya sebanding dengan bagian
ruangan yang digunakan untuk tempat usaha tersebut. Misalnya bangunan tiga lantai : Lantai satu
untuk toko, selebihnya untuk tempat tinggal, maka PPN (Pajak Masukan) yang dapat dikreditkan
adalah sebanding dengan Luas Bangunan yang digunakan sebagai tempat usaha yaitu sepertiga
dari jumlah Pajak Masukan yang diperoleh dari persewaan.

10
Nilai Lain Sebagai Dasar Pengenaan Pajak
Nilai Lain yang ditetapkan sebagai Dasar Pengenaan Pajak untuk :

1. Pemakaian sendiri dan pemberian cuma-cuma adalah harga jual atau penggantian tidak termasuk laba
kotor. Pajak Masukan yang telah dibayar dapat dikreditkan.

2. Untuk kaset isi jenis A/kaset rekaman dalam negeri :

a. kaset lagu untuk seluruh pencipta dan penyanyinya warga negara Indonesia dan masternya
dibuat di dalam negeri;

b. kaset lagu instrumentalia yang seluruh penciptanya warga negara Indonesia dan maternya
dibuat didalam segeri;

c. kaset rekaman cerita, lawak, wayang dan rekaman lainnya dalam bahasa Indonesia/daerah dan
masternya dibuat di dalam negeri;

d. kaset suara burung dan suara hewan lainnya yang masternya dibuat di dalam negeri;

ditetapkan sebesar Rp 4.000,00.

3. Untuk kaset isi jenis B/kaset rekaman asing :

a. kaset lagu yang salah satu atau lebih penciptanya atau penyanyinya warga negara asing;

b. kaset lagu yang masternya dibuat di luar negeri ;

c. kaset lagu instrumentalia yang salah satu atau lebih penciptanya warga negara asing ;

d. kaset pelajaran bahasa asing ;

ditetapkan sebesar Rp 8.000,00.

4. Untuk compact disc jenis CDI/compact disc rekaman dalam negeri :

a. compact disc lagu yang seluruh pencipta dan penyanyinya warga negara Indonesia , dan stempel/
masternya dibuat di dalam negeri ;

b. compact disc lagu instrumentalia yang seluruh penciptanya warga negara Indonesia , dan stempel/
masternya dibuat di dalam negeri ;

ditetapkan sebesar Rp l0.000,00.

5. Untuk compact disc jenis CD2/compact disc rekaman asing:

a. compact disc lagu yang salah satu atau lebih penciptanya atau penyanyinya warga negara
asing ;

b. compact disc lagu yang stempel/masternya dibuat di luar negeri ;

c. compact disc lagu instrumentalia yang salah satu atau lebih penciptanya warga negara asing;

d. compact disc pelajaran bahasa asing ;

ditetapkan sebesar Rp l5.000,00.

11
6. Untuk laser disc jenis LDK yaitu semua jenis laser disc yang berisi lagu beserta tayangan gambar (LD
Karaoke), ditetapkan Rp 75.000,00.

7. Film impor :

a. DPP untuk film yang diimpor untuk pertama kali adalah taksiran harga rata-rata per judul film
yaitu untuk :

1) film-film Amerika/Eropah ditetapkan sebesar Rp 87.000.000,00;

2) film Mandarin Rp 54.375.000,00 dan

3) film Asia non Mandarin Rp 40.600.000,00.

b. DPP untuk impor yang kedua kalinya dan seterusnya yang dilakukan tanpa harus meminta ijin
baru dari Pemerintah adalah biaya-biaya yang jumlahnya ditetapkan sementara Rp
3.000.000,00 per copy film.Sedangkan untuk yang memerlukan ijin baru Pemerintah, DPP
adalah sama dengan butir (7a) di atas.

8. Persediaan Barang Kena Pajak yang masih tersisa saat pembubaran perusahaan adalah harga pasar wajar.
Pajak Masukannya yang telah dibayar dapat dikreditkan.

9. Aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjual belikan yang masih tersisa pada saat pembubaran
perusahaan adalah harga pasar wajar. Pajak Masukan yang telah dibayar dapat dikreditkan.

10. Jasa biro perjalanan/ pariwisata dan jasa pengiriman paket adalah l0% dari jumlah yang seharusnya ditagih.
Pajak Masukan yang telah dibayar tidak dapat dikreditkan.

11. Jasa anjak piutang adalah 5% dari jumlah service charge, provisi dan diskon. Pajak Masukan yang telah
dibayar tidak dapat dikreditkan.

12. Pedagang Eceran memungut l0% dari harga jual BKP, tetapi yang disetor adalah 2% dari jumlah seluruh
penyerahan barang dagangan. Pajak Masukan yang telah dibayar tidak dapat dikreditkan.

13. Pesawat telepon selular yang dibawa sendiri oleh pelanggan tanpa disertai Faktur Pajak adalah Rp
4.000.000,00.

Besarnya PPN yang harus dipungut atas ponsel yang akan diaktifkan adalah sebagai berikut :

a. Dalam hal ponsel tersebut mereknya terdaftar dan operator adalah juga ATPM/dealer dari
ponsel tersebut, maka besarnya PPN yang harus dipungut = l0% x harga ponsel ditambah
biaya pengaktifan.

b. Dalam hal ponsel tersebut mereknya terdaftar dan operatornya bukan dealer dari ATPM dan
ponsel tersebut didukung dengan Faktur Pajak dari ATPM/ dealer, maka besarnya PPN yang
harus dipungut = l0% x biaya pengaktifan saja.

c. Dalam hal ponsel tersebut merknya terdaftar dan operatornya bukan dealer dari ATPM dan
ponsel tersebut tidak didukung Faktur Pajak, maka besarnya PPN yang harus dipungut = l0%
x (4.000.000,00 ditambah biaya pengaktifan).

d. Dalam hal ponsel tersebut merknya terdaftar dan operatornya bukan dealer dari ATPM dan
ponsel tersebut didukung Faktur Pajak yang bukan dari ATPM/ dealer, maka besarnya PPN
yang harus dipungut = l0% x (Rp 4.000.000,00 dikurangi DPP yang ada dalam Faktur Pajak ,
ditambah biaya pengaktifan).

12
e. Dalam hal ponsel tersebut mereknya tidak terdaftar dan ponsel tersebut didukung Faktur
Pajak , besarnya PPN yang harus dipungut = l0% x Rp 4.000.000,00 /dikurangi DPP yang ada
dalam Faktur Pajak tersebut, ditambah biaya pengaktifan).

f. Dalam hal ponsel tersebut mereknya tidak terdaftar dan ponsel tersebut tidak didukung Faktur
Pajak , besarnya PPN yang harus dipungut = l0% x (Rp 4.000.000,00 ditambah biaya
pengaktifan).

l4. Tarip efektif hasil tembakau/ rokok adalah 8,2% dari harga pita cukai.

D. Berita Acara Serah Terima Cek dan Bilyet Giro

Perum Peruri atau perusahaan percetakan lain yang ditunjuk oleh Bank Indonesia dengan persetujuan
Menteri Keuangan wajib membuat dan menyampaikan Berita Acara Serah Terima Cek dan Bilyet Giro
yang telah mencantumkan tanda lunas kepada bank penyetor, dengan tembusan kepada Direktur Jenderal
Pajak. Tembusan disampaikan pula kepada Perum Peruri apabila dibuat oleh perusahaan percetakan lain
yang ditunjuk oleh Bank Indonesia dengan persetujuan Menteri Keuangan.

Perum Peruri wajib menyampaikan laporan tertulis secara berkala mengenai hasil pengawasan pelaksanaan
pencetakan tanda lunas Bea Meterai atas cek dan bilyet giro kepada Direktur Jenderal Pajak.

Kegiatan Membangun Sendiri


1. Bilamana kegiatan membangun sendiri dapat dikenakan PPN ?
Kegiatan membangun sendiri dikenakan PPN apabila :
1. Membangun sendiri tersebut dilakukan tidak dalam lingkungan perusahaan atau pekerjaan oleh pribadi atau
badan, yang hasilnya digunakan sendiri atau digunakan oleh pihak lain.
Bangunan yang dibangun sendiri diperuntukkan bagi tempat tinggal atau tempat usaha.
Yang dimaksud dengan bangunan untuk tempat tinggal adalah bangunan atau konstruksi yang semata-mata
diperuntukkan bagi tempat tinggal (tidak termasuk fasilitas olah raga atau fasilitas lain).
Yang dimaksud dengan bangunan untuk tempat usaha adalah keseluruhan bangunan atau konstruksi yang
diperuntukkan bagi tempat usaha termasuk seluruh fasilitas yang ada.
2. Luas bangunan tersebut 400 m2 atau lebih.
3. Bangunan bersifat permanen
Yang dimaksud bangunan permanen adalah bangunan yang konstruksi utamanya terdiri dari beton dan/atau
kayu dan/atau baja dan/atau bahan lain yang umur bangunannya lebih dari 25 (dua puluh lima) tahun.

1. Berapa tarif dan DPP untuk kegiatan membangun sendiri ?


1. Kegiatan membangun sendiri dikenakan Pajak Pertambahan Nilai sebesar 10 % (sepuluh persen) dari Dasar
Pengenaan Pajak.
2. Dasar Pengenaan Pajak atas kegiatan membangun sendiri adalah 40% (empat puluh persen) dari seluruh
biaya yang dikeluarkan atau dibayarkan, tidak termasuk harga perolehan tanah.
3. Termasuk dalam pengertian seluruh biaya yang dikeluarkan atau dibayarkan untuk membangun sendiri
adalah juga jumlah Pajak Pertambahan Nilai yang dibayar atas perolehan bahan dan jasa untuk kegiatan
membangun sendiri tersebut.

1. Kapan saat dan tempat pajak terhutang atas kegiatan membangun sendiri ?
1. Saat yang menentukan Pajak Pertambahan Nilai terutang adalah saat dimulainya secara fisik kegiatan
membangun sendiri (menggali fondasi, memasang tiang pancang dan lain-lain). Dengan demikian, kegiatan
membangun sendiri dalam pengertian Undang-undang PPN yang baru hanya terutang PPN apabila
permulaan kegiatan membangun sendiri tersebut terjadi pada setelah tanggal 1 Januari 1995.
2. Kegiatan membangun sendiri yang dilakukan secara bertahap dianggap merupakan satu kesatuan kegiatan
sepanjang tenggang waktu antara tahapan-tahapan tersebut tidak lebih dari 2 (dua) tahun.
3. Tempat pajak terutang atas kegiatan membangun sendiri adalah di tempat bangunan tersebut didirikan.
1. Bagaimana mekanisme penyetoran atas PPN yang terhutang atas kegiatan membangun sendiri ?
13
 Besarnya PPN yang terutang :
10% x 40% x jumlah biaya yang dikeluarkan atau dibayarkan, tidak termasuk harga perolehan tanah pada
setiap bulannya.
 PPN harus disetorkan dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (KP.PDIP 5.1) atas nama orang pribadi
atau badan yang melaksanakan kegiatan membangun sendiri ke kas negara selambat-lambatnya pada
tanggal 15 bulan berikutnya setelah bulan terjadinya pengeluaran biaya tersebut.
 Kolom NPWP pada SSP agar diisi dengan angka 0 pada 8 digit pertama dan dengan angka kode Kantor
Pelayanan Pajak tempat bangunan tersebut berada pada tiga digit berikutnya.
1. Kapan saat pelaporan pajak terhutang atas kegiatan membangun sendiri ?
Orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan membangun sendiri wajib melaporkan pada KPP di
tempat bangunan tersebut berada dengan mempergunakan lembar ke tiga bukti setoran PPN selambat-
lambatnya tanggal 20 dari bulan dilakukannya penyetoran. Pelaporan/ penyampaian lembar ke tiga tersebut
dapat melalui pos.
2. Hal-hal apa saja yang diatur dalam kegiatan membangun sendiri di kawasan real estat ?
1. Membangun sendiri pada kawasan Real Estat di atas tanah yang diperoleh sesudah 31 Desember 1994,
tidak dikategorikan sebagai membangun sendiri, tetapi dianggap dibangun oleh Real Estat. Karena pada
dasarnya Real Estat tidak boleh menjual tanah.
2. Membangun sendiri di atas tanah kavling pada kawasan Real Estat terjadi sesudah tanggal 1 Januari 1995,
maka :
a. Kegiatan membangun sendiri oleh pemilik kavling Real Estat dianggap dibangun oleh PKP Real
Estat.
b. PKP Real Estat harus memungut PPN yang terutang kepada pemilik kavling, kemudian menyetor
dan melaporkannya dalam SPT Masa PPN pada bulan yang bersangkutan.
c. DPP adalah sebesar nilai bangunan ( tidak termasuk harga tanah ) yang dihitung oleh PKP Real
Estat seandainya rumah tersebut dibangun oleh PKP Real Estat.
d. Seluruh biaya yang dikeluarkan oleh pemilik kavling sehubungan dengan pembangunan rumah
tersebut dilaporkan kepada PKP Real Estat setiap bulan dan dianggap sebagai pembayaran termin.
e. Apabila rumah tersebut telah selesai dibangun, PKP Real Estat harus menentukan nilai bangunan
rumah tersebut sesuai dengan patokan harga yang berlaku. Dalam hal nilai bangunan yang
dihitung oleh PKP Real Estat lebih besar dari jumlah pembayaran termin yang telah dilaporkan
oleh pemilik kavling, maka atas selisih tersebut harus dipungut PPN, disetor dan dilaporkan oleh
PKP Real Estat dalam SPT Masa PPN bulan yang bersangkutan.
Apabila patokan harga bangunan yang berlaku lebih kecil daripada jumlah pembayaran termin
maka DPP yang dipakai adalah jumlah pembayaran termin dan atas selisih tersebut tidak dapat
direstitusi.
1. Bagaimana prinsip pengkreditan dengan pajak keluaran atas kegiatan membangun sendiri ?
 Dalam hal kegiatan sendiri dilakukan oleh PKP, PPN yang tercantum dalam SSP tersebut tidak
dapat dikreditkan dengan Pajak keluaran, karena pembayaran PPN tersebut merupakan
pembayaran PPN untuk kegiatan tidak dalam lingkungan perusahaan atau pekerjaan.
 Faktur Pajak atas perolehan Barang Kena Pajak yang digunakan untuk membangun rumah oleh
pemilik real estat tidak dapat dikreditkan.

ANGKUTAN UMUM
I. Pengertian
Yang dimaksud dengan kendaraan angkutan umum adalah kendaraan bermotor yang dipergunakan untuk
kegiatan pengangkutan orang dan/ atau barang yang disediakan untuk umum dengan dipungut bayaran
selain dengan cara persewaan baik dalam trayek maupun tidak dalam trayek, sepanjang menggunakan
plat dasar nomor polisi dengan warna kuning.
II. Pengenaan PPN untuk Angkutan Umum

14
1. PPN dikenakan atas penyerahan di dalam Daerah Pabean atau impor kendaraan bermotor jenis kombi,
minibus, van, pick up, bus, station wagon, sedan, dan jip, yang digunakan untuk angkutan umum, dengan
tarif PPN sebesar 10%.
2. PPN atas penyerahan tersebut pada butir 1 terutang pada saat penyerahan atau impor BKP.
III. Pengecualian Pengenaan PPn BM untuk Angkutan Umum
Atas penyerahan di dalam Daerah Pabean atau impor kendaraan bermotor jenis kombi, minibus, van, pick
up, bus, station wagon, sedan, dan jip, yang digunakan untuk angkutan umum dikecualikan dari pengenaan
Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPn BM).

Syarat-syarat pengecualian tersebut adalah :


a. pembayarannya tidak dengan cara sewa;
b. kendaraan bermotor tersebut dapat dipakai/ disediakan untuk umum;
c. menggunakan plat dasar polisi warna kuning yang dinyatakan dalam STNK;
d. untuk kendaraan angkutan barang dinyatakan dengan Surat Tanda Uji Kendaraan dari DLLAJR.
Pelaksanaan pengecualian pengenaan PPn BM untuk angkutan umum tersebut dilakukan dengan cara
restitusi PPn BM.
I. Proses Restitusi PPn BM
Atas penyerahan kendaraan bermotor dari Agen Tunggal Pemegang Merk (ATPM) atau Pabrikan kepada
Distributor atau Dealer atau Agen atau Penyalur kendaraan bermotor, terlebih dahulu dikenakan PPn BM.
Namun, untuk mempermudah pengecualiannya, PPn BM tidak perlu dipungut apabila pembeli kendaraan
bermotor dimaksud telah dapat menunjukkan Surat Keterangan Bebas (SKB) PPn BM, sebelum kendaraan
bermotor dimaksud dibuatkan Faktur Pajak PPN-nya.

Distributor atau Dealer atau Agen atau penyalur yang melakukan penyerahan kendaraan bermotor jenis van
dan pick up untuk angkutan umum, wajib menyerahkan Bukti Pungutan PPn BM yang diterbitkan oleh
ATPM atas nama pembeli pada saat penyerahan secara fisik kendaraan bermotor dimaksud kepada pembeli
guna pengurusan restitusinya.

Kantor Pelayanan Pajak (KPP) yang memproses permohonan restitusi harus melakukan konfirmasi Faktur
Pajak ke KPP di tempat ATPM dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP) sesuai dengan ketentuan
yang berlaku.

Permohonan restitusi PPn BM tersebut harus diajukan tidak lebih dari 1 tahun sejak kendaraan bermotor
tersebut diserahkan/ diterima oleh pembeli.

PENGUSAHA KENA PAJAK PEDAGANG ECERAN


I. Pengertian

Pedagang Eceran adalah Pengusaha yang dalam lingkungan perusahaan atau pekerjaannya melakukan
usaha perdagangan dengan cara sebagai berikut :

1. Tidak bertindak sebagai penyalur kepada pedagang lainnya;

2. Menyerahkan Barang Kena Pajak (BKP) melalui tempat penjualan eceran seperti toko, kios, atau
dengan cara penjualan yang dilakukan langsung kepada konsumen akhir, atau dari rumah ke rumah;

3. Menyediakan BKP yang diserahkan di tempat penjualan secara eceran tersebut;

4. Melakukan transaksi jual beli secara spontan tanpa didahului dengan penawaran tertulis, pemesanan,
kontrak, atau lelang, dan pada umumnya bersifat tunai dan pembeli pada umumnya datang ke tempat
penjualan tersebut langsung membawa sendiri Barang Kena Pajak yang dibelinya.

15
II. Pengusaha Kena Pajak Pedagang Eceran

Pengusaha Kena Pajak Pedagang Eceran adalah pengusaha yang memenuhi persyaratan sebagai berikut:

1. Melakukan kegiatan sebagai Pedagang Eceran.

2. Berdasarkan data tahun buku sebelumnya, atau terhitung sejak awal tahun buku berjalan
sampai dengan suatu bulan dalam tahun buku yang sama, melakukan penyerahan BKP dengan
nilai lebih dari Rp 240.000.000,00 atau dalam hal penyerahan yang dilakukan oleh Pengusaha
tersebut adalah penyerahan campuran antara BKP dan Jasa Kena Pajak (JKP), maka harus
memenuhi 2 (dua) persyaratan sekaligus, yaitu :

a. nilai penyerahan campuran melebihi Rp 240.000.000,00;

b. lebih dari 50% dari nilai penyerahan tersebut berasal dari penyerahan BKP.

III. Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak Pedagang Eceran

Pedagang Eceran yang telah memenuhi kriteria sebagaimana butir 1 dan butir 2 di atas maka wajib
melaporkan usahanya kepada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) setempat untuk dikukuhkan menjadi
Pengusaha Kena Pajak dan kepadanya diberi Nomor Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (NP PKP)
selambat-lambatnya pada akhir bulan berikutnya setelah bulan dilampauinya batas nilai peredaran BKP
tersebut.

Dalam hal pengusaha tersebut tidak melaporkan usahanya untuk dikukuhkan menjadi PKP, maka KPP yang
bersangkutan dapat menerbitkan Keputusan Pengukuhan menjadi PKP dan memberi NP PKP secara
jabatan.

IV.Penghitungan Pajak Pertambahan Nilai

Penghitungan PPN untuk PKP Pedagang Eceran ada dua cara :

1. PKP Pedagang Eceran yang memakai mekanisme pengkreditan Pajak Masukan (PM) dan Pajak
Keluaran (PK).

Dalam hal ini, PKP Pedagang Eceran memilih menghitung PPN yang harus dibayar berdasarkan
ketentuan umum penghitungan PPN. Kemudian PKP tersebut harus melaporkan SPT Masa PPN-
nya ke Kantor Pelayanan Pajak setempat.

2. PKP Pedagang Eceran yang memakai Nilai Lain sebagai Dasar Pengenaan Pajak.
a. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang harus dibayar ke Kas Negara oleh PKP Pedagang Eceran
yang memakai Nilai Lain sebagai DPP adalah ditetapkan sebesar 2% (dua persen) dari seluruh
nilai penyerahan barang dagangan.
b. Pengertian penyerahan barang dagangan dimaksudkan meliputi penyerahan BKP, bukan BKP,
JKP, dan bukan JKP.
c. PKP Pedagang Eceran tetap berhak memungut PPN dengan tarif 10% (sepuluh persen) dari
penyerahan BKP dan/atau JKP.
d. Dalam hal PKP Kantor Pusat Pedagang Eceran memberitahukan bahwa dalam menghitung
pajaknya tidak memilih Nilai Lain sebagai Dasar Pengenaan Pajak (DPP), maka keputusan
tersebut berlaku juga bagi seluruh PKP Cabang dan/atau tempat usahanya. PKP Cabang dan/atau
tempat usaha wajib memberitahukan ke KPP setempat dengan dilampiri fotokopi tanda terima
pemberitahuan tidak memilih Nilai Lain dari PKP Kantor Pusat Pedagang Eceran tersebut.
V. Pengkreditan Pajak Masukan
1. Untuk PKP Pedagang Eceran yang memakai mekanisme pengkreditan PM dengan PK, PM yang telah
dibayar atas pembelian BKP atau perolehan JKP yang berhubungan langsung dengan kegiatan usahanya
16
dapat dikreditkan dengan PK yang dipungut pada waktu menyerahkan BKP atau JKP dalam Masa Pajak
yang sama.
2. Untuk PKP Pedagang Eceran yang memakai Nilai Lain sebagai DPP, maka PM yang telah dibayar atas
pembelian BKP atau perolehan JKP yang berhubungan langsung dengan kegiatan usahanya tidak dapat
dikreditkan.
VI. Surat Pemberitahuan Masa PPN
1. PKP Pedagang Eceran yang memakai mekanisme pengkreditan Pajak Masukan (PM) dan Pajak
Keluaran (PK), menggunakan SPT Masa PPN 1195 beserta lampiran-lampirannya dan harus
memberitahukan ke KPP tempat PKP Pedagang Eceran dikukuhkan.
2. PKP Pedagang Eceran yang memilih menggunakan Nilai Lain (penyetoran 2%) diwajibkan
mengisi Surat Pemberitahuan (SPT) Masa PPN dengan menggunakan formulir 1195 PE dan
tidak diperkenankan menggunakan Pedoman Penghitungan Pengkreditan Pajak Masukan.

3. Bentuk SPT Masa PPN bagi PKP Pedagang Eceran yang menggunakan Nilai Lain sebagai
DPP beserta lampiran-lampirannya terdiri dari :

a. Formulir 1195 PE (KP.PPN 1.1-95 PE)

b. Formulir 1195 PE-1 (KP.PPN 1.1.1.-95 PE)

c. Formulir 1195 PE-2 (KP.PPN 1.1.2.-95 PE)

17

Anda mungkin juga menyukai