Anda di halaman 1dari 13

KETERBATASAN TEAM

Istilah tim didefinisikan sebagai sebuah kelompok kerja yang terdiri dari beberapa orang
dengan kompetensi yang setara, dimana mereka bekerja secara interdependen/ketergantungan
dalam melaksanakan pekerjaan di satu organisasi. Sesama tim adalah kelompok, tetapi tidak
semua kelompok dapat dikategorikan sebagai tim. Di sini, istilah tim merujuk pada kelompok
kerja yang terdiri dari beberapa individu yang memandang diri mereka, dan dipandang oleh
lingkungan kerjanya, sebagai sebuah kesatuan sosial.
Tim adalah satu set interaksi interpersonal yang terstruktur untuk mencapai sasaran yang
telah ditentukan. Tim terdiri dari dua orang atau lebih individu yang menyadari adanya
interdependensi yang positif dalam mencapai sasaran bersama, saling berinteraksi, menyadari
siapa saja yang menjadi anggota dan bukan anggota tim, memiliki peran atau fungsi spesifik
dalam menampilkan performa, dan memiliki masa keanggotaan yang terbatas. Sebuah tim
merupakan sekelompok orang yang terorganisir, setiap anggotanya memiliki peran khusus dan
saling bertanggung jawab, memiliki keterampilan dan saling melengkapi serta berkomitmen
untuk mencapai tujuan bersama.
Jadi dapat disimpulkan bahwa tim adalah suatu unit yang terdiri atas dua orang atau lebih
yang berinteraksi dan mengkoordinasi kerja mereka untuk tujuan tertentu. Definisi ini memiliki
tiga komponen. Pertama, dibutuhkan dua orang atau lebih. Kedua, orang-orang dalam sebuah tim
memiliki interaksi regular. Ketiga, orang-orang dalam sebuah tim memiliki tujuan kinerja yang
sama. Selain memiliki manfaat, tim juga memiliki berbagai keterbatasan. Berikut beberapa
keterbatasan tim:
 Grupthink.
Groupthink adalah rasa enggan individu menerima keputusan kelompok. Ini adalah keadaan
di mana ada tekanan yang sangat kuat bagi adanya konsesi untuk menerima pendapat figur
yang dominan. Menghindari bahaya ini pemimpin harus netral, mendorong adanya
pertimbangan kritis, membuka peluang bagi ide baru, meminta pertimbangan orang di luar
tim. Ada delapan gejala groupthink. Groupthink menurut Irvings Janis adalah istilah untuk
keadaan ketika sebuah kelompok membuat keputusan yang tidak masuk akal untuk menolak
anggapan/ opini publik yang sudah nyata buktinya, dan memiliki nilai moral. Keputusan
kelompok ini datang dari beberapa individu berpengaruh dalam kelompok yang irrasional tapi
berhasil mempengaruhi kelompok menjadi keputusan kelompok. Groupthink mempengaruhi
kelompok dengan melakukan aksi-aksi yang tidak masuk akal dan tidak mempedulikan
pendapat-pendapat yang bertentangan diluar kelompok. Kelompok yang terkena sindrom
groupthink biasanya adalah kelompok yang anggota-anggotanya memiliki background yang
sama, terasing (tidak menyatu, terisolir) dari pendapat-pendapat luar, dan tidak ada aturan
yang jelas tentang proses pengambilan keputusan.
Singkatnya tentang groupthink, terjadi manakala ada semacam konvergenitas pikiran, rasa,
visi, dan nilai-nilai di dalam sebuah kelompok menjadi sebuah entitas kepentingan kelompok,
dan orang-orang yg berada dalam kelompok itu dilihat tidak sebagai individu, tetapi sebagai
representasi dari kelompoknya. Apa yang dipikirkan, dirasa, dan dilakukan adalah
kesepakatan satu kelompok. Tidak sedikit keputusan-keputusan yang dibuat secara groupthink
itu yang berlawanan dengan hati nurani anggotanya, maupun orang lain di luarnya. Namun
mengingat itu kepentingan kelompok, maka mau tidak mau semua anggota kelompok harus
kompak mengikuti arah yang sama agar tercapai suatu kesepakatan bersama. Cara mengatasi
groupthink menurut Janis adalah pemimpin kelompok menangguhkan penilaian, mendorong
munculnya berbagai kritik atas program atau keputusan yang diusulkan, mengundang ahli-ahli
dari kelompok luar, menugaskan satu atau dua orang anggota untuk menjadi devil’s advocate
guna menentang pendapat mayoritas (sekalipun mereka sebenarnya setuju dengan pendapat
itu), dan kelompok harus membuat keputusan-keputusan secara bertahap, tidak sekaligus.
Contoh dari groupthink yaitu keputusan AS meluncurkan 59 rudal Tomahawk cruise dengan
target pangkalan udara Suriah. Serangan ini berdalih memberikan efek jera setelah pemerintah
Suriah dituduh meluncurkan senjata kimia yang menewaskan 80 korban. Aksi militer tersebut
menimbulkan kegaduhan di pemerintahan AS, karena belum mendapatkan izin dari 535
anggota kongres. Pejabat Gedung Putih pimpinan Trump hanya melakukan penjelasan singkat
kepada parlemen, dan langsung melancarkan serangannya. Namun anggota parlemen lainnya
yang tergbung dalam groupthink dari Partai Republik, yakni Thomas Massie dan Rand Paul,
menyatakan dukungannya terhadap keputusan serangan militer AS ke Suriah. Marco Rusio,
senator Florida, juga memuji keputusan Trump tanpa melibatkan persetujuan kongres. Ini juga
terjadi pada waktu AS menyerang Irak, banyak ditentang oleh negara lain dan bahkan
sebahagian warga negaranya sendiri, meskipun dengan alasan adanya senjata pemusnah
massal dan terorisme. Buktinya, dalam pemilu sela di AS dalam, partai Republik yang
merupakan partainya pemerintahan Bush, kalah dari partai Demokrat. Di antara sebab
kekalahan itu adalah karena masalah kebijakan pemerintah AS (yang dikuasai partai
Republik) menyerang Irak Akan tetapi buktinya keputusan itu telah dilaksanakan juga, dan
media massa juga ikut membentuk pandangan masyarakat dengan memberitakan alasan-
alasan yang membolehkan serangan tersebut. Para anggota kelompok yang tergabung dalam
groupthink tersebut tidak pernah dan bahkan pantang menyalahkan pihak pemrakarsa gagasan
serangan tersebut.
(sumber solopos)

 Social Loafing.
Social loafing adalah team yang terdiri atas orang-orang yang berbeda budaya dan style kerja,
dapat mengakibatkan ada individu yg bekerja lebih banyak dibanding yang lain. Ini adalah
kebiasaan untuk melakukan sedikit saja pekerjaan kalau ada dalam tim dibanding kalau
bekerja secara individu. Sikap ini timbul kalau: Seseorang berpikir bahwa anggota group lain
tidak memberi kontribusi maksimal; Anggota berpendapat bahwa inputnya tidak diperhatikan;
dan jika tugas dinilai tidak penting atau membosankan. Ada beberapa solusi untuk mengubah
social loafing jadi social facilitation. Pertama, ciptakan mekanisme agar kontribusi tiap
anggota teridentifikasi. Kedua, jadikanlah tugas itu menarik dan penting. Ketiga, berilah
reward bagi individu untuk kontribusi mereka. Keempat, terapkan mekanisme pemberian
sangsi
Social loafing atau bisa disebut dengan keengganan sosial merupakan sebuah fenomena
dimana seseorang bekerja kurang dari performanya ketika mereka bekerja dalam suatu
kelompok daripada mereka bekerja sendiri. Orang yang melakukan social loafing, sengaja
mengurangi usahanya atau kinerjanya karena beranggapan bahwa adanya penilaian yang tidak
adil atau penilaian yang tidak jelas atas kinerja masing-masing anggota dalam kelompok
tersebut. Social loafing ini pertama kali ditemukan oleh Maximilian Ringelmann ketika dia
melakukan penelitian terhadap sekelompok orang yang menarik sebuah tali. Ketika jumlah
orang yang menarik tali tersebut bertambah, usaha untuk menarik tali tersebut lebih besar.
Kekuatan untuk menarik tali tersebut bertambah. Namun Ringelmann menemukan usaha yang
dikeluarkan masing-masing orang berkurang. Penelitian Ringelmann tersebut memberikan
gambaran kepada kita bahwa ukuran dari sebuah kelompok mungkin akan berpengaruh pada
performa kinerja individu. Seorang manajer mungkin perlu untuk mempertimbangkan jumlah
anggota yang dibutuhkan untuk menyelesaikan sebuah tugas. Selain itu social loafing
merupakan sebuah situasi dimana sulit atau tidak mungkin untuk menilai kontribusi masing-
masing anggota. Social loafing didasarkan pada pandangan Frederick W. Taylor.
Pendapat Taylor dijadikan dasar dalam pemberian istilah social loafing pada perilaku individu
untuk meminimalkan kemampuannya bila bekerja secara kolektif dibanding bekerja secara
individual. Perilaku ini tentu sangat berbahaya bagi organisasi karena akan secara langsung
berdampak pada produktivitas perusahaan. Namun teori social loafing sendiri pertama kali
dikemukakan oleh Latane, Williams, dan Harkins pada tahun 1979. Teori ini digunakan untuk
menjelaskan kecenderungan seseorang dalam kelompok untuk mengurangi atau mungkin
menghindari beban kerja kelompok dengan memperlihatkan perilaku yang membuang-buang
waktu (goof off) justru ketika kelompok sedang membutuhkan mereka untuk giat bekerja.
Perilaku lain yang sejenis antara lain adalah tidak hadir dalam pertemuan kelompok, terlambat
hadir, gagal memulai suatu pekerjaan yang ditugaskan oleh kelompok, dan hal-hal sejenisnya.
Social loafing merupakan teori yang pas digunakan untuk menggambarkan hubungan antar
individu.dalam kelompok. Hal yang paling sederhana bisa digambarkan dalam kelompok
yang dibentuk di kelas untuk mengerjakan tugas yang diberikan dosen. Biasanya ada orang-
orang yang berusaha menghindari ikut bekerjasama dalam kelompok itu. Alasan yang mereka
gunakan pun bermacam-macam. Ada yang bilang tidak menguasai materi, sibuk, ke luar kota,
bahkan sakit yang menunjukkan keogahan mereka dalam mengerjakan tugas kelompok.
Banyak hal yang menyebabkan terciptanya kondisi social loafing ini. Yang pertama adalah
adanya kondisi dimana seseorang merasa tidak termotivasi ketika bekerja dalam sebuah
kelompok, karena mereka berpikir bahwa kontribusi mereka tidak akan dinilai. Penyebab
social loafing yang lain adalah adanya dispersi tanggung jawab. Tidak ada kejelasan
mengenai siapa yang bertanggungjawab atas bagian-bagian kerja yang telah ditentukan.
Kontribusi masing-masing anggota sulit diukur karena tidak ada pembagian wewenang yang
jelas dalam kelompok tersebut. Akibatnya ada dorongan untuk meminimalkan energi dalam
melaksanakan tugas yang diberikan. Sifat individu yang individualistis juga ikut mendukung
terjadinya social loafing. Orang yang bersikap individualistis cenderung tidak peduli pada apa
yang terjadi di lingkungan sekitarnya. Dia juga tidak mau berbaur dengan anggota kelompok
yang lain. Yang menjadi tujuannya adalah bagaimana mencapai apa yang diinginkannya
sendiri, sehingga ketika dia berada dalam suatu kelompok, dia tidak merasa ikut
bertanggungjawab dalam pencapaian kelompok tersebut. Hal ini menyebabkan anggota tidak
memaksimalkan kinerjanya.
Menurut Social Impact Theory, social loafing dapat dilihat dari dua dimensi: dilution effect
dimana individu “tenggelam” dalam kelompok. Individu kurang termotivasi karena merasa
kontribusinya tidak berarti, atau menyadari bahwa penghargaan yang diberikan kepada tiap
individu tidak ada kaitannya dengan besar kontribusi mereka dan immediacy gap dimana
individu merasa terasing dari kelompok. Immediacy gap menandakan semakin jauhnya
anggota kelompok dari pekerjaannya di satu sisi, dan semakin jauh jarak antar anggota di sisi
lainnya. Social loafing dapat dikurangi dengan beberapa cara : dengan membuat hasil akhir
teridentifikasi secara individual dengan meningkatkan komitmen pada tugas dan
meningkatkan perasaan bahwa tugas tersebut penting serta dengan meyakinkan bahwa
kontribusi dari setiap anggota pada tugas adalah unik.
Contoh social loafing, dalam penelitian yang dilakukan Rune Høigaarda, Ingve Toftelanda, &
Yngvar Ommundsenb (2006) pada 39 siswa laki-laki pada perguruan tinggi dimana dibagi
menjadi kelompok kohesi dan bukan. Dimana suatu kelompok menjadi kohesif karena
anggotanya bekerja dengan baik dengan anggota lain, dan menjadi kohesif karena setiap
anggotanya memiliki rasa kebersamaan kelompok. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
peserta dalam kelompok kohesif cenderung untuk melakukan kerjasama dengan baik,
sedangkan peserta dalam tim non-kohesif berlari lebih lambat. Dengan kata lain, tim non
kohesif yang kemungkinan berbeda style kerja dan tidak memiliki kebersamaan akan terlibat
dalam social loafing dimana ada individu yang bekerja lebih banyak dibanding yang lain dan
berlari lebih lambat

 Ketepatan waktu dan konsern pada kualitas


Team membutuhkan waktu lebih lama untuk memutuskan sesuatu dibanding individu. Dalam
tim yang ukurannya banyak juga akan lebih lama dalam mengambil keputusan. Contohnya
ketika harus memasak dalam tim tentu suatu tim harus memutuskan pembagian tiap tugas dan
menu apa saja yang akan dimasak. Tiap tim, yang masing-masing berjumlah delapan orang,
harus membagi tugas siapa mengerjakan apa agar dalam 90 menit semua hidangan sudah
tersaji. Tim harus berhati-hati merencanakan langkah serta bekerja sama dengan rekan-
rekannya untuk membuat perencanaan, eksekusi, pembagian tugas, hingga menyiasati tekanan
untuk mencapai tujuan bersama. Ini tentu akan membutuhkan waktu lebih lama dalam
memutuskan apa yang akan dimasak dan pembagian peran atau tugas yang sesuai dengan
kemampuan masing-masing individu daripada ketika melakukan kegiatan secara individu
akan lebih mudah untuk melakukan dan secara langsung akan memutuskan menu apa yang
akan dimasak .
(sumber cnnindonesia)

Team sangat memperhatikan adanya peningkatan kualitas. Implementasi atas program


kualitas menjadi hal penting dalam dinamika organisasi. Karena dengan terbentuknya tim
yang berkualitas maka akan dapat meningkatkan produktivitas dan akhirnya dapat
memberikan kepuasan kepada konsumen. Banyak tim dikembangkan melalui paradigma
kualitas. Para individu juga terpengaruh oleh perubahan yang dihasilkan dari implementasi
program kualitas. Implementasi yang sukses dari program kualitas membutuhkan komitmen
manajemen puncak. Selanjutnya dengan terbentuknya kualitas dalam tim, maka dapat
terwujud tim dengan kinerja tinggi.
Contohnya ketika harus memasak dalam tim tentu sangat memperhatikan kualitas menu atau
makanan yang dihasilkan. Hal ini berbeda ketika melakukan secara individu tentu juga
menjaga kualitasnya tetapi ketika sudah bergabung dalam sebuah tim, tentu ada pemikiran-
pemikiran untuk lebih meningkatkan kualitas menu makanan yang dihasilkan. Sepanjang
proses dari pembagian tugas, menguleni adonan, memanggang kue, hingga merapikan meja
setelah rampung ada proses lain yang terjadi. Tim harus benar-benar menjaga semua kualitas
yang diharpkan. Selama aktivitas, kita dapat melihat bagaimana tim tampil dalam situasi yang
tidak familiar dan mengetahui siapa yang punya bakat sebagai pemimpin. Suatu tim tentu
harus berusaha lebih keras dalam meningkatkan kualitasnya sehingga menghasilkan kinerja
yang lebih baik.
 Keberagaman
Group yang komposisi anggotanya heterogen memiliki keanekaan pengalaman, informasi,
dan pendapat yang berguna untuk memperbesar efektivitas pemecahan masalah. Dalam suatu
perusahaan,keberagaman dalam tim mempunyai manfaat tersendiri yaitu salah satunya dapat
mendorong munculnya gagasan dan inovasi baru. Akan tetapi keragaman juga dapat
menimbulkan resiko terhadap kerjasama dalam tim. Anggota tim umumnya memiiki prinsip
yaitu lebih mudah bekerjasama dengan anggota lain yang memiliki kesamaan, baik itu budaya
atau latar belakang. Padahal dalam kerjasama tim selayaknya mengesampingkan atau
meminimalisir pemikiran tersebut, karena dapat berdampak gagalnya suatu tim dalam
mencapai tujuan. Teamwork dalam suatu perusahaan berperan penting menyelesaikan tugas
yang tidak dapat diselesaikan seorang diri. Anggota tim yang kompleks cenderung kurang
memiliki keinginan untuk berbagi dengan anggota lain walaupun memiliki tujuan bersama.
Didasari adanya keberagaman individu, sehingga setiap anggota terkadang enggan untuk
bersama-sama. Keberagaman juga mengakibatkan pembuatan keputusan membutuhkan waktu
yang lebih lama. Keberagaman adalah suatu kondisi yang berbeda dalam hal latar belakang
pendidikan dan asal daerah serta kepribadian termasuk didalamnya gaya hidup. Untuk itu
diperlukan pengelolaan dan kesimbangan dalam membangun kerjasama tim yang baik.
Keberagaman dalam sebuah tim sebenarnya bernilai positif dan dapat membawa manfaat
terhadap perusahaan jika setiap anggota dapat menjalin kerjasama tim terhadap anggota
lainnya. Manfaat keberagaman tersebut antara lain: mendatangkan inovasi dan kreativitas,
meningkatkan efektivitas kinerja dalam perusahaan, terciptanya interaksi yang lebih luas dan
terbuka antar sesama anggota perusahaan, tim dapat lebih fleksibel dalam menghadapi zaman
yang terus berubah, kemampuan manajemen eksternal lebih meningkat. Beberapa cara
mengelola keberagaman untuk membangun kerjasama tim adalah menginformasikan secara
jelas sasaran dan harapan dari keberagaman anggota tim, menginformasikan tujuan, visi dan
misi baik secara verbal dan nonverbal, mengembangkan sifat top-down dalam keberagaman
yaitu kebijakan pemimpin tim dapat didukung oleh anggota-anggota tim, jangan memberi
respon yang sama terhadap semua orang, pentingnya supervisor dalam menghidupkan
atmosfer keberagaman
Contohnya dalam penelitian Michael P. Lillis (2007) pada 98 mahasiswa pascasarjana (28
perempuan dan 70 laki-laki) menunjukkan bahwa kelompok yang heterogen (bermacam
budaya) kinerjanya tidak dapat melebihi kelompok yang homogen. Dimana dapat dilihat
dengan keberagaman kelompok dapat mempengaruhi kinerja karena untuk kelompok yang
homogen akan lebih mudah bekerjasama dengan anggota lain disebabkan memiliki kesamaan
baik budaya dan latar belakang.
DAFTAR PUSTAKA

AH, Pohan. (2010). Be a Smart Leader Rahasia di Balik Keputusan CEO dan Manajer Hebat.
Yogyakarta: Pustaka GrAhatama

Cummings, Thomas & Worley. (2009) Organization Development & Change. Canada: Nelson
Education, Ltd.

Ends, E. and Page C. 1977. Organizational Team Buliding. Massachussetts : Winthrop

Galikano, Silvia. (2016). Membangun Keakraban di Dapur. Diakses tanggal 9 April 2017 dari
http://www.cnnindonesia.com/gaya-hidup/20160510202551-262-129785/membangun-
keakraban-di-dapur/

Hoigaarda, Rune,. Toftelanda. & Ommundsen. (2006). The Effect of Team Cohesion on Social
Loafing in Relay Teams. International Journal of Applied Sports Sciences, Vol. 18, No. 1,
59-73.

Lillis, Michael P. (2007). Emotional Intelligence, Diversity, and Group Performance: The Effect
of Team Composition on Executive Education Program Outcomes. Journal of Executive
Education, 6(1). pp. 41-54

Lindur, Hafiyyan. (2017) Trump Invasi Suriah Tanpa Restu Kongres AS diakses tanggal 9 April
2017 dari http://www.solopos.com/2017/04/08/trump-invasi-suriah-tanpa-restu-kongres-as-
808242
Berdasarkan hasil observasi, terdapat beberapa karyawan yang menggunakan ponsel pada saat jam
kerja yang tidak ada kaitannya dengan pekerjaan dan hanya mengerjakan tugas serta tanggung
jawabnya sendiri tanpa memiliki keinginan membantu. Beberapa karyawan juga meragukan kompetensi
yang dimiliki oleh pemimpinnya. Hal ini bisa menyebabkan permasalahan pekerjaan dan tidak akan
tercipta perilaku organisasi yang baik.
kurangnya pemahaman karyawan tentang Organizational Citizenship Behavior dan kurangnya dukungan
dari pemimpin sehingga karyawan tidak dapat bekerja maksimal. Apabila hal tersebut dilakukan
terusmenerus maka akan menyebabkan masalah pekerjaan untuk kedepannya dan tidak akan tercipta
perilaku organisasi yang baik serta kepuasan dalam bekerja tidak akan tercapai

Dimensi Berdasarkan wawancara dan observasi

Altuism Beberapa karyawan tidak membantu pekerjaan


karyawan lain yang pekerjaannya overload
Tidak membantu mengerjakan tugas orang lain
pada saat mereka tidak masuk

Conscientiousness Beberapa karyawan tidak patuh terhadap aturan


seperti setelah absen meninggalkan tempat untuk
sarapan
Meninggalkan tempat kerja padahal masih
dalam jam kerja
Beberapa karyawan tidak bekerja keras dalam
menyelesaikan pekerjaan

Sportmanship Beberapa karyawan merasa tidak puas dan


mengeluh

Civic virtue Ada karyawan yang tidak mengikuti rapat yang


(keterlibatan seharusnya dihadiri
dalam organisai)

Anda mungkin juga menyukai