Anda di halaman 1dari 2

Di tanah karo terlahirlah seorang anak dari keluarga berdarah bangsawan yang bernama

Kiras Bangun lahir di Batu Karang 1852, dan bersaudarakan 5 orang. Walaupun terlahir dari
keluarga bangsawan, tetapi tidak membuat Kiras Bangun menjadi anak yang sombong. Kiras
Bangun mempunyai prilaku sopan santun, disiplin, bijaksana, pintar dan berpendirian teguh.
Kiras Bangun tumbuh besar sangat baik di tengah-tengah keluarganya yang harmonis.
Kiras bangun sempat menjalani pendidikan tradisional bela diri, ilmu pengobatan, belajar musik,
agama, dan adat. Selain itu, beliau juga berkesempatan untuk mengenyam pendidikan formal yang
dijalaninya di Kota Binjai, sehingga beliau menguasai bahasa Melayu juga tulisen(aksara) Karo,
ia sangat giat dalam belajar, tak pernah ada kata malas menuntut ilmu didirinya. Dan karena
kegigihannya itulah Kiras Bangun menjadi seorang yang dapat melakukan dan mempersatukan
pejuang dari lintas wilayah, suku, agama, dan golongan baik di sekitar Sumatera Utara hingga ke
Aceh.
Pada saat kiras bangun dewasa, kala itu sering terjadi peperangan sehingga kehadiran
beliau sebagai seorang juru damai, dan disamping itu dengan memanasnya situasi di wilayah Karo
yang diakibatkan oleh rencana pemerintah kolonial Belanda untuk membuka perkebunan di
dataran tinggi Karo, yang kelak akan menyengsarakan dan membuat kaum pribumi akan tersingkir
dari tanah nenek moyangnya. membuat Kiras Bangun geram dan memanfaatkan saat-saat itu
menggalang kekuatan untuk melakukan perlawanan.
Pada tahun 1901, kolonial Belanda membuka markasnya di Kabanjahe.
dengan taktik pendekatan melalui utusan yang semerga bernama Nimbang Bangun yang
juga masih memiliki pertalian saudara

Kiras Bangun atau Garamata(si mata merah) adalah pejuang kemerdekaan melawan penjajahan
Belanda asal Karo. Lahir di Batu Karang 1852, Kiras Bangun bersaudarakan 5 orang. Dari
keluarga berdarah bangsawan (masih dalam keluarga raja urung silima kuta) yang kental dengan
tradisi Karo, Kiras Bangun mempunyai prilaku sopan santun, disiplin, bijaksana, pintar dan
berpendirian teguh. Hal ini tampak dari penolakannya yang keras terhadap tawaran-tawaran
Belanda yang ingin membuka perkebunan di wilayah Karo yang kelak akan menyengsarakan dan
membuat kaum pribumi akan tersingkir dari tanah nenek moyangnya.
Kiras bangun sempat menjalani pendidikan tradisional bela diri, ilmu pengobatan, belajar
musik, agama, dan adat. Selain itu, beliau juga berkesempatan untuk mengenyam pendidikan
formal yang dijalaninya di Kota Binjai, sehingga beliau menguasai bahasa Melayu
juga tulisen(aksara) Karo, ia sangat giat dalam belajar, tak pernah ada kata malas menuntut ilmu
didirinya. Dan karena kegigihannya itulah menjadi modal beliau dapat melakukan dan
mempersatukan pejuang dari lintas wilayah, suku, agama, dan golongan baik di sekitar Sumatera
Utara hingga ke Aceh. Walau terlahir dari keluarga pengulu Silima Kuta yang tentunya memiliki
hak-hak istimewa diantara masyarakat lainnya, tidak lantas membuat beliau sombong dan
sewenang-wenang, sehingga beliau sangat disukai karena kepeduliannya dalam memperjuangkan
hak-hak masyarakat yang hendak dirampas baik oleh penguasa lokal terkhususnya dari penjajahan
kolonial Belanda.
Di Karo, ada sebuah kebiasaan khususnya kaum bapa(bapak) melakukan perjalanan
kekuta-kuta(kampung), hal demikian juga dilakukan oleh Kiras Bangun, namun perjalanan yang
beliau lakukan bukan hanya berkaitan dengan menjalin silaturahmi antar keluarga, melainkan juga
berkaitan dengan peran beliau sebagai tokoh adat dan masyarakat yang dimana kala itu sering
terjadi peperangan sehingga kehadiran beliau sebagai seorang juru damai, dan disamping itu
dengan memanasnya situasi di wilayah Karo yang diakibatkan oleh rencana pemerintah kolonial
Belanda untuk membuka perkebunannya di dataran tinggi Karo, membuat Kiras Bangun geram
dan memanfaatkan saat-saat itu menggalang kekuatan untuk melakukan perlawanan.
Tidak lantas menyerah, pihak Belanda berulang kali mengutus Nimbang Bangun dan
utusan-utusan lainnya untuk membujuk Kiras Bangun agar mau bersahabat dengan pihak kolonial,
namun bukan tergoda, hal ini malah membuat Kiras Bangun semakin keras menolak, apalagi
ditahun 1901 kolonial Belanda membuka markasnya di Kabanjahe, hal ini membuat Kiras Bangun
menjadi berang dan menumbuhkan kebenciannya terhadap kolonial Belanda. Sehingga, bersama
pasukannya beliau mengusir paksa Belanda dari dataran tinggi Karo.
Patroli-patroli serdadu Belanda semakin gencar dilakukan untuk membasmi perlawanan
masyarakat, sehingga menimbulkan pertempuran dimana-mana. Suara tembakan terdengar
dimana-mana, korban berjatuhan, hal ini mengiris hati dan menguji mental seorang pemimpin
sekelas Kiras Bangun. Walau hati pilu namun sadar akan lebih sakit jika dijajah, dengan motto
perjuangan: “Namo bisa jadi aras; Aras bisa jadi namo. Hari
ini bisa saja kita kalah, tapi besokkita pasti menang!” yang juga penyemangat bagi pasukanya,
maka, sampai darah penghabisan perjuangan tetap diteruskan.
Karena tertekan, Belanda semakin memperkuatkan pasukannya di dataran tinggi dan
melakukan penyisiran untuk mencari keberadaan Kiras Bangun, namun tidak berhasil. Segala
usaha dilakukan Belanda untuk menangkap Kiras Bangun, dengan cara melakukan tekanan
terhadap masyarakat sipil. Dimana-mana terjadi pertempuran dan korban berjatuhan baik dari
pejuang maupun dari rakyat sipil, yang membuat hati nurani Kiras Bangun pilu. sehingga dengan
berat hati dan tidak mau jatuh korban yang lebih banyak Kiras Bangun pun menyerahkan diri,
namun dengan penuh harapan dan cita-cita pada suatu saat dapat bangkit kembali mengusir
Belanda.
Atas keteladanan dan jasa-jasanya, maka pada 9 November 2005 yang juga bertepatan
dengan “Hari Pahlawan(10 November)”, Kiras Bangun(Garamata) dianugrahi gelar “Pahlawan
Nasional Indonesia” oleh Presiden Repoblik Indonesia : Susilo Bambang Yudhoyono. Kiras
Bangun sang pejuang dan teladan layak memperoleh pengakuan negri ini sebagai seorang
pahlawan nasional.

Pesan moral yang dapat kita ambil dari cerita perjuangan kiras bangun adalah semangatnya yang
selalu tak pernah pantang menyerah, kerendahan hatinya, tidak pernah sombong, dan selalu
membela keadilan. Kegigihannya dalam belajar juga harus kita teladani, karena dengan ilmu kita
bisa memberikan kebaikan bagi orang lain dan mencapai segala keinginan dan cita-cita yang kita
impikan.

Anda mungkin juga menyukai