Markas besar atau basecamp kelompok “garumbulan” (KRyt) pimpinan Ibnu Hajar ini di
daerah Paramasan ( daerah di pegunungan meratus sekarang termasuk dalam kabupaten
banjar yang sekarang disengketakan oleh kab. Tanah bumbu karena daerah ini kaya akan
hasil tambang batu bara dan bijih besi ). Paramasan terletak strategis karena ada di jantung
pegunungan meratus yang dikelilingi gunung gunung yang tinggi dan terjal, disertai jurang
jurang yang dalam, sehingga sulit sekali untuk bisa sampai ke daerah sana. Dan juga daerah
ini mempunyai akses mudah ke seluruh daerah di kalsel. Seperti tanah bumbu, pelaihari,
martapura, rantau, kandangan dan barabai. Di daerah inilah Ibnu Hajar menghimpun
kekuatan dan menyususn strateginya. Sebenarnya banyak juga basecamp “garumbulan” di
daerah lain di penjuru daerah pegunungan meratus tetapi masih dibawah komando oleh
“Mabes Paramasan”.
Kelompok KRyT atau “garumbulan” ini banyak mempunyai anggota, kira kira jumlahnya
ratusan orang. disana terkumpul mantan pejuang yang beralih haluan, ada juga “bubuhan
tacut yang jagau” yang tidak punya pekerjaan di kampungnya karena kemiskinan dan masih
morat maritnya perekonomian NKRI pada masa itu.
Tapi ada satu mata rantai yang putus antara sosok Ibnu Hajar dan kelompok yang dia pimpin.
Ibnu Hajar dikenal sebagai sosok yang alim, berwibawa, dan mempunyai rasa sosial yang
tinggi, tetapi bertolak belakang dengan kelompok “garumbulan”.
Kelompok “garumbulan” terkenal sangat kejam, mereka tidak segan membunuh dan
membantai orang, mereka sering menculik masyarakat. Mereka sering menculik masyarakat
yang kaya di desa, untuk minta tebusan. Mungkin uang tebusan ini untuk digunakan sebagai
dana operasional dan logistic mereka. Kalau tidak bisa ditebus maka sandera ini akan
dibunuh, baru mayatnya dibuang.
C. Upaya Penyelesaian
Dalam menghadapi pemberontakan Ibnu Hajar, pemerintah pusat menggunakan tokoh-
tokoh kharismatik local seperti Hasan Basery (mantan komandannya Ibnu Khajar) dan Idham
Khalid seorang politikus dari Nahdiatul Ulama (NU), dan ada juga dari keluarga Ibnu Hajar
sendiri untuk mermbujuk Ibnu Khajar dan KRIyTnya agar meletakan senjata atau biasa
disebut juga jalan damai. Namun upaya pemerintah untuk menghentikan pemeberontakan ini
dengan jalan damai ternyata gagal.
Akhirnya pemerintah menggunakan operasi militer untuk menghentikan pemberontakan
DI/TII Kalimantan Selatan. Pada bulan Juli 1963, mungkin karena sudah banyak para
pengikut dekatnya nya yang mati, ditambah dana operasional yang tidak lagi mencukupi,
akhirnya dengan bujukan Ibnu Hajarpun menyerah. Dia dibujuk supaya menyerah tapi dia
tetap akan menjadi tentara, dia akan diberi kenaikan pangkat dan disekolahkan kemiliteran ke
Jawa.
Akhirnya Ibnu Hajar mau menyerah. Pada saat penyerahan diri Ibnu Hajar, beliau langsung
disambut oleh ratusan masyarakat, dan juga dihadiri oleh gubernur dan petinggi TNI di
Kalimantan Selatan pada saat itu, diadakan pesta besar dengan menyembelih sapi dan
dibagikan serta dimakan bersama-sama masyarakat di desa longawang. Ibnu Hajar dan
pengikutnya turun menyerahkan diri di Desa Ambutun kemudian terus bergerak ke desa
longawang Hulu Sungai Selatan. Ibnu Hajar turun dengan pakaian tentara kebanggaan nya,
seragam tentara dengan atribut lengkap dengan pangkat letnan dua. Baju kebanggaan nya
pada saat dia sebelum memberontak. Ibnu Hajar berhasil ditangkap pada 1959 dan dihukum
mati pada 22 Maret 1965.