Makalah Aritmia
Makalah Aritmia
ARITMIA
Disusun Oleh :
JURUSAN FARMASI
PURWOKERTO
2014
A. PENGERTIAN
Aritmia adalah kelainan dalam kecepatan, irama, tempat asal dari impuls, atau kelainan
elektrofisiologi jantung yang dapat disebabkan oleh gangguan system konduksi jantung serta
gangguan pembentukan atau penghantaran impuls yang menyebabkan perubahan dalam
urutan normal aktivitas atrium dan ventrikel ( H.V Huikuri, 2007 ).
Secara klinis, aritmia ventrikel dibagi atas yang benigna, yang dapat menjadi maligna
(potensi maligna) dan maligna yang dapat menyebabkan kematian yang mendadak. Aritmia
tersebut dapat timbul karena kelainan dalam pembentukan impuls, konduksi impuls, atau
keduanya (Nafrialdi, 2007).
(Nafrialdi, 2007).
B. PATOFISIOLOGI
Ada banyak contoh aritmia yang timbul, baik karena peningktan atau kegagalan
automatisasi normal.
a. Automatisasi Normal yang Berubah
Nodus SA
Pada nodus ini, frekuensi impuls dapat diubah oleh aktifitas otonomik atau
penyakit intrinsik. Aktivitas vagal yang meningkat dapat memperlambat atau
menghentikan aktivitas sel pacu di nodus SA dengan cara meningkatkan konduktansi
K+ (gK). K+ ke luar meningkat, sel pacu mengalami hiperpolarisasi, dan memperlambat
atau menghentikan depalarisai. Peningkatan aktivitas simpatis ke nodus SA
meningkatkan kecepatan depolarisasi fase4. Penyakit intrinsik di nodus SA diduga
menjadi penyebab aktivitas pacu yang salah pda sindrom sinus sakit (sick sinus
syndrome) (Nafrialdi, 2007).
Serabut Purkinje
Aritmia yang berasal dari sumber Impuls yang abnormal dapa dibagi dua,
yaitu automatisasi abnormal dan aktivitas terpicu (triggered activity). Yang
dimaksud dengan automatisasi abnormal adalah terjadinya depolarisasi diastolik
spontan pada nila Vm yang sangat rendah (lebih positif), pada sel yang dalam keadaan
normal mempunyai potensi yang jauh lebih negatif. Aktivitas terpicu adalah
pembentukan impuls pda fase repolasrisasi yang sudah mencapai ambang. Kedua
mekanisme ini sangat berbeda dari mekanisme pembentukan automatisasi normal. Di
samping itu kedua mekanisme ini dapat menyebabkan pembetukan impuls pada serabut
yang biasanya tidak mempunyai fungsi automatik (misalnya sel otot strium atau
ventrikel yang biasa) (Nafrialdi, 2007).
Automatisasi Abnormal
Early After-Depolarization
Ini adalah depolarisasi sekunder yang terjadi sebelum repolarisasi selasai, yaitu
berawal pada potensial membran yang dekat kepda dataran tinggi potensial aksi
(gambar 20-4A). Dalam eksperimen early afterdepilarizasion dapat ditimbulkan pada
serabut Purkinje dengan cara meregang serabut, atau karena hipoksia dan perubahan
kimiawi (Nafrialdi, 2007).
Delayed After-Depolarization
Ini adalah depolarisasi sekunder yang terjadi pada awal diastol, yaitu setelah
repolarisasi penuh dicapai. Delayed afterdepolarization tidak dapt tercetus dengan
sendirinya (de nova), tetapi tergantung dari adanya potensial aksi sebelumnya.
Peristiwa ini terjadi bila sel tertentu terpapar katekolamin, digitaslis tau kadar K+
ekstrasel yang rendah, atau kadar Na+ yang rendah dan Ca++ tinggi dalam perfusat.
Depolarisasi seperti ini dapat mencapai ambang dan menimbulkan depolarisasi tunggal
yang prematur. Bila depolarisasi prematur ini diikuti oleh depolasrisasi berikutnya,
maka akan terjadi sepasang ekstrasistol atau berubah menjadi takiaritmia. Beberapa
faktor dapat meningkatkan amplitudo delayed afterdepolarization dan mencetusakan
aktivitas terpicu, yaitu frekuensi denyat jantung yang meningkatk, sistol prematur,
peningkatan Ca++ ekstrasel, katekolamin dan obat lain, khususnya digitalis (Nafrialdi,
2007).
A. Depolarisasi ikutan dini (early afterdepolarization). Repolarisasi di sela
oleh depolarisai sekunder. Respons ini dapat merangsang serabut di
dekatnya dan menjalar.
Aktivitast Terpicu
Aritmia dapat timbul karena menculnya aktivasi berulang yang dimulai oleh
suatu deplarisasi. Aritmia seperti itu yang sering juga dinamai aritmia arus-balik
(re-enternt arrhytmia) dapat berkelanjutan, tetapi tidak tercetus sendiri. Faktor-
faktor yang menentukan terjadinya arus-balik adalah adanya hambatan searah,
dan rintangan anatomis atau fungsional terhadap konduksi sehingga terbentuk
arus melingkar (sirkuit). Di samping itu panjang lintasan sirkuit lebih besar daripada
panjang gelombang impuls jantung, di mana panjang gelombang merupakan hasil
perkalian antara kecepatan konduksi dengan masa refrakter (lihat gambar 20-5).
Untuk terjadinya arus-balik, konduksi impuls harus sangat diperlambat, masa
refrakter harus nyata dipersingkat, atau keduanya. Konduksi di sinus dan nodus AV
biasanya sangat lambat, perlambatan lebih lanjut oleh aktivitas prematur atau oleh
penyakit mempermudah timbulnya arus-balik. Walaupun arus-balik biasanya cepat
seperti serabut Putkinje dalam keadaan patologis. Demikian pula, walaupun
perlambatan konduksi merupakan dasar patofisiologi arus-balik, parameter lain
juga dapat berperan seperti pemendekan potensi aksi dan refractoriness (Nafrialdi,
2007).
Potensial aksi yang lambat muncul pada serabut Purkinje yang terpapar ion
K+ ekstrasel yang tinggi dan katekolaminj. Pada rentang tegangan di mana potensial
lambat muncul, arus Na+ ke dalam sel tidak diaktifkan dan arus pacu sama sekali
berhenti, sehingga kedua aris ini tidak mempunyai peran dalam pembentukan
respons lambat. Arus yang menyebabkan potensial lambat itu adalah arus ion Ca++
ke dalam sel (iCa). Karena arus ini relatif kecil kekuatannya, respons lambat lebih
mudah terjadi jika arus ion ke luar berkurang. Karakteristik respons lambat adalah
amplitudonya antara 40-80 mV, kecepatan depolarisasinya adalah 1-2 volt per
detik, dan berlangsung selama 0,4-1 detik. Akibatnya respons lambat menjalar
sangat lambat sedemikian rupa sehingga arus-balik dapat terjadi dalam lintasan
yang sangat pendek. Di samping itu lama potensial aksi dan refractoriness dapat
sangat memendek pada daerah di pangkal tempat penghambatan yang timbul karena
adanya arus repolarisasi didekatnya (Nafrialdi, 2007).
Kemaknaan Reentry
Banyak dari aritmia jantung tidak menimbulkan gejala ataupun tanda. Begitu tanda atau
gejala timbul, beberapa diantaranya yang paling sering terjadi (Suci, 2011):
D. PREVALENSI
Faktor-faktor tertentu dapat meningkatkan resiko terkena aritmia jantung atau kelainan irama
jantung. Beberapa faktor tersebut diantaranya adalah:
G. TERAPI
Obat yang mengubah elektrofisiologis jantung sering memiliki batas yang sangat tipis
antara dosis yang dibutuhkan untuk menghasilkan efek yang diinginkan dan dosis yang
menyebabkan efek merugikan. Selain itu, efek merugikan dari terapi obat aritmia dapat
menginduksi aritmia baru, yang dapat berakibat fatal. Penanganan nonfarmakologisseperti alat
dengan pacu jantung, defibrilasi listrik atau ablasi daerah target ditujukan untuk aritmia
tertentu. Pada kasus lainnya terapi tidak diperlukan walaupun terdeteksi adanya aritmia. Oleh
karena itu, prinsip dasar terapeutik yang diuraikan di bab ini harus diterapkan untuk
mengoptimalkan terapi antiaritmia. (Morady, 1999)
Berbagai faktor yang bisa memicu aritmia jantung antara lain hipoksia, gangguan
elektrolit (terutama hipokalemia) , iskemia miokardial, dan obat-obat tertentu. Antiaritmia,
termasuk glikosida digitali, bukanlah satu-satunya obat yang dapat memicu aritmia.
Sebagai contoh, teofilin merupakan oenyebab utama takikardia atrium multifokus, yang
terkadang dapat ditangani hanya dengan menurunkan dosis teofilin. Torsades de pointes
dapat muncul tidak hanya selama terapi dengan aritmia yang memperpanjang potensial
aksi, tetapi juga karena obat-obat lain yang umumnya tidak digolongkan sebagai obat yang
memiliki efek terhadap saluran ion. Obat tersebut antara lain antihistamin terfenadin dan
astemizol; antibiotic eritrimisin; antiprozoa pentamidin; beberapa antipsikosis, terutama
tioridazin dan antidepresan trisiklik tertentu. (Gilman, 1996)
Menentukan tujuan sangat penting jika terdapat berbagai pilihan terapeutik yang
berbeda. Misalnya, pada pasien dengan fibrilasi atrium terdapat tiga pilihan: (1)
Menurunkan respons ventrikel, dengan menggunakan senyawa pemblok nodus AV seperti
digitalis, verapamil, diltiazem, atau antagonis β-adrenergik ; (2) Memulihkan dan menjaga
ritme normal, dengan menggunakan obat-obatan seperti kuinidin, flekainid, atau
amiodaron; atau (3) Memutuskan untuk tidak melakukan terapi antiaritmia, yang mungkin
merupakan pendekatan yang tepat jika pasien benar-benar tidak menunjukkan gejala.
Sebagian besar pasien yang mengalami fibrilasi atrium juga memperoleh manfaat
antikoagulasi untuk mengurangi insiden stroke, bagaimanapun gejalanya (Singer, 1996)
3. Meminimalkan risiko
Aritmia disebabkan karena aktivitas pacu jantung yang abnormal atau penyebaran
impuls abnormal. Jadi, pengobatan aritmia bertujuan mengurangi aktivitas pacu jantung
ektopik dan memperbaiki hantaran atau pada sirkuit reentry untuk menghentikan pergerakan
melingkar. Mekanisme utama untuk mencapai tujuan adalah (1) hambatan saluran natrium (2)
hambatan efek otonom simpatis pada jantung (3) perpanjangan periode refrakter yang efektif
(4) hambatan pada saluran kalsium (Katzung, 1997)
A. Terapi Farmakologi
Obat antiaritmia telah lama dibagi atas empat golongan yang berbeda atas dasar
mekanisme kerjanya. Golongan I terdiri atas penghambat saluran natrium, semuanya
memiliki sifat seperti anestesi lokal. Golongan I sering dibagi menjadi sub bagian
tergantung pada kelangsungan kerja potensial; Golongan IA memperpanjang, IB
memperpendek, dan IC tidak mempunyai efek atau dapat meningkatkan sedikit
berlangsungnya kerja potensial. Obat yang mengurangi aktivitas adrenalin merupakan
Golongan II. Golongan III terdiri atas obat yang memperpanjang periode refrakter
efektif oleh suatu mekanisme berbeda daripada hambatan kanal natrium. (Katzung,
1997)
Kuinidin merupakan obat paling umum yang digunakan secara oral sebagai
antiaritmia di Amerika Serikat. Kuinidin menekan kecepatan pacu jantung serta
menekan konduksi dan ekstabilitas terutama pada jaringan yang mengalami
depolarisasi. Kuinidin bersifat penghambat adrenoseptor alfa yang dapat
menyebabkan atau meningkatkan refleks nodus sinoatrial. Efek ini lebih menonjol
setelah pemberian intravena. Biasanya diberikan peroral dan segera diserap oleh
saluran cerna. Digunakan pada hamper segala bentuk aritmia. (Katzung, 1997)
Sotalol
Verapamil
Mengahmbat saluran kalsium baik yang aktif maupun yang tidak aktif.
Jadi, efeknya lebih jelas pada jaringan yang sering terangsang, yang
berpolarisasi kurang lengkap pada keadaan istirahat, dan aktivitasnya hanya
tergantung pada aliran kalsium, seperti nodus sinoatrial dan atrioventrikular.
(Katzung, 1997)
Diltiazem dan Bepridil
Obat-obat tertentu yang digunakan untuk pengobatan aritmia tidak cocok pada pembagian
golongan I-IV. Obat tersebut termasuk digitalis, adenosine, magnesium dan kalium. Yang
dimaksud digitalis adalah nama genus untuk untuk famili tanaman yang menyediakan paling
banyak glikosida jantung yang bermanfaat di bidang medis, misalnya digoksin (Katzung, 1997)
Adenosin
Adalah nukleosid yang berada di seluruh tubuh secara alamiah. Cara kerjanya
meliputi aktivasi penyearah arus K+ masuk dan menghambat arus kalsium. Hasil kerja ini
ditandai hiperpolarisasi dan supresi potensial aksi yang tergantung-kalsium. Adenosine
menyebabkan muka merah pada kira-kira 20% pasien dan pernapasan singkat atau dada
seperti terbakar lebih dari 10%. Induksi blockade atrioventrikel tingkat-tinggi dapat terjadi
terapi sangat singkat. Dapat terjadi fibrilasi atrium. Toksisitas yang jarang meliputi sakit
kepala, hipotensi, mual dan kesemutan. (Katzung, 1997)
Magnesium
Biasanya digunakan untuk pasien aritmia yang disebabkan oleh digitalis yang
mengalami hipomagnesemia, infuse magnesium telah ditemukan mempunyai efek
antiaritmia pada beberapa pasien yang mempunyai kadar magnesium normal.dosis yang
biasa diberikan adalah 1 g(sebagai sulfat) secara intravena selama 20 menit dan diulang
sekali lagi jika diperlukan. Pemahaman yang lengkap mengenai kerja dan
indikasimagnesium sebagai obat antiaritmia sedang menunggu penelitian lebih lanjut
(Katzung, 1997)
Kalium
b. Olahraga teratur
c. Istirahat cukup
d. Hindari merokok
(Tambayong, 2001).
Terapi Mekanis
1. Kardioversi : mencakup pemakaian arus listrik unutk menghentikan disritmia yang memiliki
kompleks GRS, biasanya merupaka prosedur elektif.
3. Defibrilator Kardioverter Implantable : suatu alat untuk mendeteksi dan mengakhiri episode
takikardi ventrikel yang mengancam jiwa atau pada pasien yang resiko mengalami fibrilasi
vantrikel.
4. Terapi Pace maker : alat listrik yang mampu menghasilkan stimulus listrik berulang ke otot
jantung untuk mengontrol frekuensi jantung
(Tambayong, 2001)
Daftar Pustaka
Anonim. 2007. Farmakologi dan Terapi. Departemen Farmakologi dan terapeutik fakultas
kedokteran universitas indonesia edisi 5. Jakarta:Universitas Indonesia.
Futhuri. 2009. Skripsi : Gambaran Penderita Aitmia yang Menggunakan Pacemaker di Rumah
Sakit Binawaluya Cardiac Center Tahun 2008 – 2009. UIN . Jakarta
Gilman AG. 1996. Pharmacological Basis of Teurapetics. New York: Mc Graw Hill.
H.V, Huikuri, et all. 2007. The New England Journal of Medicine : Sudden Death Due to
Cardiac Arrhythmias.http://content.nejm.org/cgi/content/full/345/20/1473.html.
Diakses tanggal 22 Maret 2014
Katzung, Betram G.1997. Farmakologi dasar dan klinik. Jakarta:EGC
Nafrialdi ; Setawati, A., 2007. Farmakologi dan Terapi Edisi 5. Departemen Farmakologi dan
Terapeutik Fakultas Kedokteran UI, Jakarta.
Price, S.A, Wilson, L.M. 1995. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi
4. Jakarta : EGC.
Sekrini, dr. Suci. 2011. Aritia Jantung RS Mitra Keluarga Kelapa Gading Jakarta.
http://www.mitrakeluarga.com/gading/aritmia-jantung. Diakses tanggal 22 Maret 2014
Stewart, R.B., Bardy, G.H., and Greene, H.L. 1986. Wide complex tachycardia: misdiagnosis
and outcome after emergent therapy. Ann. Intern. Med., 104:766-771
Weiss, J.N., Nademanee, K., Stevenson, W.G., and Singh, B. 1991. Ventricular arrhythmias
in ischemic heart disease. Ann. Intern. Med.,114:784-797