Anda di halaman 1dari 8

4

   Home Pengiriman File

 KIF APS | DONASI | PENGIRIMAN FILE | MAKALAH | FIQH | HUKUM PIDANA | ISLAM | BLOG CONTOH SKTIPSI

Choose A Degree Pathway


Find Out About How To Progress To Study At This
Sponsor
World-Class University. Apply Today.

Durham University ISC OPEN

Home  MAKALAH  PERKEMBANGAN HADIST  SEJARAH  ULUMUL HADIST 

Sejarah Perkembangan Hadist dari Zaman Rasulullah hingga Sahabat, Makalah Ulumul Hadist

Sejarah Perkembangan Hadist dari Zaman


Rasulullah hingga Sahabat, Makalah Ulumul
Hadist
 ariefraihandi
 September 21, 2018  ,MAKALAH ,PERKEMBANGAN HADIST ,SEJARAH ,ULUMUL HADIST

Choose A Degree Pathway


Prepare For Your Bachelor Or Master
Degree At Durham With Our Foundation…
Durham University ISC Open

DOWNLOAD FILE INI DISINI

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
TABUNGAN PENSIUN 1 M
Hadits   telah ada sejak awal perkembangan Islam adalah
sebuah kenyataan yang tidak dapat diragukan lagi. Sesunggunhya
semasa hidup Rasulullah adalah wajar sekali jika kaum muslimin Simulasi Tabungan D
(para sahabat r.a.) memperhatikan apa saja yang dilakukan
maupun yang diucapkan oleh beliau, terutamas sekali yang
berkaitan dengan fatwa-fatwa keagamaan. Orang-orang Arab yang
suka menghafal dan syair-syair dari para penyair mereka,
ramalan-ramalan dari peramal mereka dan pernyataan-
pernyataan dari para hakim, tidak mungkin lengah untuk
mengisahkan kembali perbuatan-perbuatan dan ucapan-ucapan
Tetap Terhubung dengan Kami Dengan cara Menekan Tombol IZINKAN
dari seorang yang mereka akui sebagai seorang Rasul Allah.
Di samping sebagai utusan Allah, Nabi adalah panutan dan tokoh masyarakat. Selanjutnya
dalam kapasitasnya sebagai apa saja (Rasul, pemimpin masyarakat, panglima perang, kepala rumah
tanggal, teman) maka, tingkah laku, ucapan dan petunjuknya disebut sebagai ajaran Islam. Beliau NO IZINKAN
sendiri sadar sepenuhnya bahwa agama yang dibawanya harus disampaikan dan terwujud secara Total Pageviews
kongkret dalam kehidupan nyata sehari-hari. Karena itu, setiap kali ada kesempatan Nabi
memanfaatkannya berdialog dengan para sahabat dengan berbagai media, dan para sahabat juga 2 9 3 6 2
memanfaatkan hak itu untuk lebih mendalami ajaran Islam.
Hadis Nabi yang sudah diterima oleh para sahabat, ada yang dihafal dan ada pula yang dicatat.
Facebook
Sahabat yang banyak mengahafal hadis dapat disebut misalnya Abu Hurairah, sedangkan sahabat
Nabi yang membuat catatan hadis diantaranya ; Abu Bakar Shidiq, Ali bin Abi Thalib, Abdullah bin
Amr bin Ash, dan Abdullah bin Abbas. Arief Raihandi
18 suka
Minat yang besar dari para sahabat Nabi untuk menerima dan menyampaikan hadis
disebabkan oleh beberapa hal, diantaranya : Pertama, Dinyatakan secara tegas oleh Allah dalam al-
Qur’an, bahwa Nabi Muhammad adalah panutan utama (uswah hasanah) yang harus diikuti oleh
Sukai Halaman
orang-orang beriman dan sebagai utusan Allah yang harus ditaati oleh mereka.
Kedua, Allah dan Rasul-Nya memberikan penghargaan yang tinggi kepada mereka yang Jadilah orang pertama yang menyukai ini.
berpengetahuan. Ajaran ini telah mendorong para sahabat untuk berusaha memperoleh
pengetahuan yang banyak, yang pada zaman Nabi, sumber pengetahuan adalah Nabi sendiri.
Ketiga, Nabi memerintahkan para sahabatnya untuk menyampaikan pengajaran kepada
mereka yang tidak hadir. Nabi menyatakan bahwa boleh jadi orang yang tidak hadir akan lebih
paham daripada mereka yang hadir mendengarkan langsung dari Nabi. Perintah ini telah
Cara Mendownload File
mendorong para sahabat untuk menyebarkan apa yang mereka peroleh dari Nabi.

B. Rumusan masalah CARA DOWNLOAD M


a)      Sejarah Perkembangan Hadits
b)      Periode Pertama: Perkembangan Hadis pada Masa Rasulutlah SAW.
c)      Periode Kedua: Perkembangan Hadis pada Masa Khulafa' Ar-Rasyidin (11 H-40 H)
d)     Periode Ketiga: Perkembangan pada Masa Sahabat Kecil dan Tabiin
e)      Periode Keempat: Perkembangan Hadis pada Abad II dan III Hijriah
f)       Fase Pengumpulan dan Penulisan Hadits

C.        Tujuan dan Kegunaan


            Dalam setiap penelitian apapun bentuknya senantiasa di barengi dengan tujuan tertentu,oleh
karena itu sebagai kelengkapan penjelasan penulis mengenai tujuan dan kegunaan penelitian yaitu
untuk mengetahui Sejarah Hadist baik dari zaman Rasulullah hingga zaman Sahabat dan Tabi'in.
Recent Post
            Adapun kegunaan dari penelitian ini adalah di harapkan agar para pelajar mampu mengkaji
tentang periwayatan hadist, baik pada masa Rasulullah SAW hingga pada masa sahabat.    S e j a r a h P e r ke m b a n g a n H a d i s t d
Rasulullah hingga Sahabat, Mak
Ulumul Hadist

M a k a l a h P e n g e r t i a n Ta l a k , K h u
I l a ’, L i ’ a n d a n S y i q a q D a l a m F i q
Munakahat
BAB II   
M a k a l a h L e m b a g a Ke u a n g a n S y
Pembahasan
M a k a l a h Te o r i Ko n s u m s i d a n Fu
Ko n s u m s i
1.        Sejarah Perkembangan Hadits
M A KA L A H S U M B E R D AYA M A N U
Sejarah perkembangan hadis merupakan masa atau periode yang telah dilalui oleh hadis dari PENILAIAN KINERJA
masa lahirnya dan tumbuh dalam pengenalan, penghayatan, dan pengamalan umat dari generasi ke
generasi.[1]  Dengan memerhatikan masa yang telah dilalui hadis sejak masa timbulnya/lahirnya di
RECENT POPULAR
zaman Nabi SAW meneliti dan membina hadis, serta segala hal yang memengaruhi hadis tersebut.
Para ulama Muhaditsin membagi sejarah hadis dalam beberapa periode. Adapun para`ulama
penulis sejarah hadis berbeda-beda dalam membagi periode sejarah hadis. Ada yan membagi dalam
tiga periode, lima periode, dan tujuh periode.[2]

2.         Periode Pertama: Perkembangan Hadis pada Masa Rasulutlah SAW.

            Periode ini disebut `Ashr Al-Wahyi wa At-Taqwin' (masa turunnya wahyu dan pembentukan


masyarakat Islam). Pada periode inilah, hadis lahir berupa sabda (aqwal), af’al, dan taqrir Nabi yang
berfungsi menerangkan AI-Quran untukmenegakkansyariat. 

            Para sahabat
Tetap menerima
Terhubung denganhadis secara langsung
Kami Dengan danTombol
cara Menekan tidak langsung.
IZINKAN Penerimaan secara
langsung misalnya saat Nabi SAW. mennheri ceramah, pengajian, khotbah, atau penjelasan terhadap
pertanyaan para sahabat. Adapun penerimaan secara tidak langsung adalah mendengar dari sahabat
yang lain atau dari utusan-utusan, baik dari utusan yang dikirim oleh nabi ke daerah daerah atau
Categories
NO IZINKAN
utusan daerah yang datang kepada nabi.
            Pada masa Nabi SAW, kepandaian baca tulis di kalangan para sahabat sudah bermunculan,
A D AT AL-QURAN DOWNLOA
hanya saja terbatas sekali. Karena kecakapan baca tulis di kalangan sahabat masih kurang, Nabi
F I L S A FAT F I L S A FAT U M U M
mene¬kankan untuk menghapal, memahami, memelihara, mematerikan, dan memantapkan hadis
dalam amalan sehari- hari, serta mentablighkannya kepada orang lain.  F I Q H M U N A KA H AT HUKUM

            Nabi Muhammad SAW menjadi pusat perhatian para sahabat apa pun yang di datangkan oleh H U K U M A D AT HUKUM KELUAR
Nabi Muhammad SAW baik berupa ucapan, perbuatan maupun ketetapan merupakan referensi yang
H U K U M P E R D ATA HUKUM PID
di buat pedoman dalam kehidupan sahabat.
M A KA L A H
                      Setiap sahabat mempunyai kedudukan tersendiri dihadapan Rasulullah SAW adakalanya
disebut dengan “al-sabiqun al-awwalin” yakni para sahabat yang pertama masuk islam, seperti
khulafaur rasyidin dan Abdullah Bin Mas’ud.Ada juga sahabat yang sungguh- sungguh menghafal
hadist misalnya Abu Hurairah. Dan ada juga yang usianya lebih panjang dari sahabat yang lain yang
mana mereka lebih banyak menghafalkannya seperti annas bin malik. Demikian juga ada sahabat
yang dekat sama rasulullah seperti Aisyah, Ummu Salamah, dan khulafaur rasidin semakin erat dan
lama bergaul semakin banyak pula hadist yang diriwayatkan dan validitasnya tidak diragukan.
            Namun demikian sahabat juga adalah manusia biasa, harus mengurus rumah tangga, bekerja
untuk memenuhi kebuthan keluarganya, maka tidak setiap kali lahir sebuah hadist di skasikan
langsung oleh seluruh sahabat, sehingga sahabat mendegar sebagian hadist dari mendengar kepada
sahabat yang lainnya atau langssung dari rasulullah SAW. Apalagi Sahabat nabi yang berdomisili di
daerah yang jauh dari madinah seringkali hanya memperoleh hadist dari sesama sahabat.[3]
                      Rasul membina umatnya selama 23 Tahun. Masa ini merupakan kurun waktu turunnya
wahyu dan sekaligus di wurudkannya hadist. Untuk lebih memahami kondisi/ keadaan hadist pada
zaman nabi SAW berikut ini penulis akan diuraikan beberapa hal yang berkaitan:

1.      Cara Rasulullah menyampaikan hadist

Rasulullah dan para sahabat hidup bersama tanpa penghalang apapun, mereka selalu
berkumpul untuk belajar kepada Nabi Saw. di masjid, pasar, rumah,dalam perjalanan dan di majelis
ta’lim. Ucapan dan perilaku beliau    selalu direkam dan dijadikan  uswah  (suri tauladan) bagi para
sahabat dalam urusan agama dan dunia. Selain para sahabat yang tidak berkumpul dalam majelis
Nabi Saw. untuk memperoleh patuah-patuah Rasulullah, karena tempat tingal mereka berjauhan,
ada di kota dan di desa begitu juga profesi mereka berbeda, sebagai pedagang, buruh dll. Kecuali
mereka berkumpul bersama Nabi Saw. pada saat-saat tertentu seperti hari jumat dan hari raya. Cara
rasulullah menyampaikan tausiahnya kepada sahabat kemudian sahabat menyampaikan tausiah
tersebut kepada sahabat lain yang tidak bisa hadir (ikhadz) 

2.      Keadaan para sahabat dalam menerima dan menguasai hadist 

            Kebiasaan para sahabat dalam menerima hadits  bertanya langsung kepada Nabi Saw. dalam
problematika yang dihadapi oleh mereka, Seperti masalah hukum syara’ dan teologi. Diriwayatkan
oleh imam Bukhari dalam kitabnya dari ‘Uqbah bin al-Harits tentang masalah pernikahan satu
saudara karena    radla’ (sepersusuan). Tapi perlu diketahui, tidak selamanya para sahabat bertanya
langsung. Apa bila masalah biologis dan rumah tangga, mereka bertanya kepada istri-istri beliau
melalui utusan istri mereka, seperti masalah suami mencium istrinya dalam keadaan puasa.

            Telah kita ketahui, bahwa kebanyakan sahabat untuk menguasai hadist Nabi Saw., melalui
hafalan tidak melalui tulisan, karena difokuskan untuk mengumpulkan al-Quran dan dikhawatirkan
apabila hadist ditulis maka timbul kesamaran dengan al-Quran. [4]

3.      Larangan menulis hadis dimasa nabi Muhammad SAW

Hadis pada zaman nabi Muhammad saw belum ditulis secara umum sebagaimana al-Quran. Hal ini
disebabkan oleh dua factor ;

para sahabat mengandalkan kekuatan hafalan dan kecerdasan otaknya, disamping alat-alat tulis
masih kuarang. karena adanya larangan menulis hadis nabi.

Abu sa’id al-khudri berkata bahwa rosululloh saw bersabda:


Janganlah menulis sesuatu dariku selain al-Qua’an, dan barang siapa yang menulis dariku hendaklah
ia menghapusnya.
Tetap( Terhubung
H.R Muslim )
dengan Kami Dengan cara Menekan Tombol IZINKAN
Larangan tersebut disebabkan karena adanya kekawatiran bercampur aduknya hadis dengan
al-Qur’an, atau mereka bisa melalaikan al-Qua’an, atau larangan khusus bagi orang yang dipercaya
hafalannya. Tetapi bagi orang yang tidak lagi dikawatirkan, seperti yang pandai baca tulis, atau
NO IZINKAN
mereka kawatir akan lupa, maka penulisan hadis bagi sahabat tertentu diperbolehkan.
4.      Aktifitas menulis hadist.
Bahwasanya sebagian sahabat telah menulis hadist pada masa Rasulullah, ada yang
mendapatkan izin khusus dari Nabi Saw.,hanya saja kebanyakan dari mereka yang senang dan
kompeten menulis hadist menjelang akhir kehidupan Rasulullah. [5]
Keadaan Sunnah pada masa Nabi SAW belum ditulis (dibukukan) secara resmi, walaupun ada
beberapa sahabat yang menulisnya. Hal ini dikarenakan ada larangan penulisan hadist dari Nabi
Saw. penulis akan mengutip satu hadist hadist yang lebih shahih dari hadist tentang larangan
menulis. Rasulullah Saw. bersabda:
‫ﻋﻨﻰ ﺷﻴﺌﺎ ﻏﻴﺮ اﻟﻘﺮ ان ﻓﻠﻴﻤﺤﻪ‬
ّ ‫ﻻﺗﻜﺘﺒﻮ اﻋﻨّﻰ ﺷﻴﺌﺎ ﻏﻴﺮ اﻟﻘﺮان ﻓﻤﻦ ﻛﺘﺐ‬.
” jangan menulis apa-apa selain Al-Qur’an dari saya, barang siapa yang menulis dari saya selain Al-
Qur’an hendaklah menghapusnya”.(HR. Muslim dari Abu Sa;id Al-Khudry)
Tetapi disamping ada hadist yang melarang penulisan ada juga hadist yang membolehkan penulisan
hadist, hadist yang diceritakan oleh Abdullah bin Amr, Nabi Saw. bersabda
‫اﻛﺘﺐ ﻓﻮ اﻟﺬى ﻧﻔﺴﻰ ﺑﻴﺪه ﻣﺎ ﺧﺮج ﻣﻨﻪ اﻻاﻟﺤﻖ‬
” tulislah!, demi Dzat yang diriku didalam kekuasaan-Nya, tidak  keluar dariku kecuali  yang hak”.
(Sunan al-Darimi)

Dua hadist diatas tampaknya bertentangan, maka para ulama mengkompromikannya sebagai
berikut:

    Bahwa larangan menulis hadist itu terjadi pada awal-awal Islam untuk memelihara agar hadist tidak
tercampur dengan al-Quran. Tetapi setelah itu jumlah kaum muslimin semakin banyak dan telah
banyak yang mengenal Al-Quran, maka hukum larangan menulisnya telah dinaskhkan dengan
perintah yang membolehkannya.

      Bahwa larangan menulis hadist itu bersifat umum, sedang perizinan menulisnya bersifat khusus
bagi orang yang memiliki keahlian tulis menulis. Hingga terjaga dari kekeliruan dalam menulisnya,
dan tidak akan dikhawatirkan salah seperti Abdullah bin Amr bin Ash.

      Bahwa larangan menulis hadist ditujukan pada orang yang kuat hafalannya dari pada menulis,
sedangkan perizinan menulisnya diberikan kepada orang yang tidak kuat hafalannya. 
3.      Periode Kedua: Perkembangan Hadis pada Masa Khulafa' Ar-Rasyidin (11 H-40 H)
                      Periode ini disebut ‘Ashr-At-Tatsabbut wa Al-Iqlal min Al-Riwayah’ (masa membatasi dan
menyedikitkan riwayat). Nabi SAW wafat pada tahun 11 H. Kepada umatnya, beliau meninggalkan
dua pegangan sebagai dasar bagi pedoman hidup, yaitu Al-Quran dan hadis (As-Sunnah yang harus
dipegangi dalam seluruh aspek kehidupan umat.
                      Pada masa Khalifah Abu Bakar dan Umar, periwayatan hadis tersebar secara terbatas.
Penulisan hadis pun masih terbatas dan belum dilakukan secara resmi. Bahkan, pada masa itu, Umar
melarang para sahabat untuk memperbanyak meriwayatkan hadis,dan    sebaliknya, Umar
menekankan agar para sahabat mengerahkan perhatiannya untuk menyebarluaskan Al-Quran.
Dalam praktiknya, ada dua sahabat yang meriwayatkan hadis, yakni:
1.          Dengan lafazh asli, yakni menurut lafazh yang mereka terima dari Nabi SAW yang mereka
hapal benar lafazh dari Nabi.
2.          Dengan maknanya saja; yakni mereka merivttayatkan maknanya karena tidak hapal lafazh
asli dari Nabi SAW.

4.      Periode Ketiga: Perkembangan pada Masa Sahabat Kecil dan Tabiin


            Periode ini disebut ‘Ashr Intisyar al-Riwayah ila Al-Amslaar’ (masa berkembang dan meluasnya
periwayatan hadis).[6] Pada masa ini, daerah Islam sudah meluas, yakni ke negeri Syam, Irak, Mesir,
Samarkand, bahkan pada tahun 93 H, meluas sampai ke Spanyol. Hal ini bersamaan dengan
berangkatnya para sahabat ke daerah-daerah tersebut, terutama dalam rangka tugas memangku
jabatan pemerintahan dan penyebaran ilmu hadis.
Tetap Terhubung dengan Kami Dengan cara Menekan Tombol IZINKAN
                      Para sahabat kecil dan tabiin yang ingin mengetahui hadis-hadis Nabi SAW diharuskan
berangkat ke seluruh pelosok wilayah Daulah Islamiyah untuk menanyakan hadis kepada sahabat-
sahabat besar yang sudah tersebar di wilayah tersebut. Dengan demikiari, pada masa ini, di samping
tersebarnya periwayatan hadis ke pelosok-pelosok daerah Jazirah Arab, perlawatan untuk mencari NO IZINKAN
hadis pun menjadi ramai.
Karena meningkatnya periwayatan hadis, muncullah bendaharawan dan lembaga-lembaga
(Centrum Perkembangan) hadis di berbagai daerah di seluruh negeri.

Adapun lembaga-lembaga hadis yang menjadi pusat bagi usaha penggalian,


pendidikan,dan  pengembangan hadis terdapat di:
1.        Madinah,
2.        Mekah,
3.        Bashrah,
4.        Syam,
5.        Mesir,

            Pada periode ketiga ini mulai muncul usaha pemalsuan oleh orang-orang yang tidak
bertanggung jawab. Hal ini terjadi setelah wafatnya Ali r.a. Pada masa ini, umat Islam mulai
terpecah-pecah menjadi beberapa golongan:  Pertama,  golongan ‘Ali Ibn Abi Thalib, yang kemudian
dinamakan golongan Syi'ah.  Kedua,  golongan khawarij, yang menentang ‘Ali, dan golongan
Mu'awiyah, dan ketiga; golongan jumhur (golongan pemerintah pada masa itu).

            Terpecahnya umat Islam tersebut, memacu orang-orang yang tidak bertanggung jawab untuk
mendatangkan keterangan-keterangan yang berasal dari Rasulullah SAW. untuk mendukung
golongan mereka. Oleh sebab itulah, mereka membuat hadis palsu dan      menyebarkannya kepada
masyarakat.
5.        Periode Keempat: Perkembangan Hadis pada Abad II dan III Hijriah
                      Periode ini disebut  Ashr Al-Kitabah wa Al-Tadwin  (masa penulisan dan pembukuan).
Maksudnya, penulisandan    pembukuan secara resmi, yakni yang diselenggarakan oleh atau atas
inisiatif pemerintah. Adapun kalau secara perseorangan, sebelum abad II H hadis sudah banyak
ditulis, baik pada masa tabiin, sahabat kecil, sahabat besar, bahkan masa Nabi SAW
            Masa pembukuan secara resmi dimulai pada awal abad II H, yakni pada masa pemerintahan
Khalifah Umar Ibn Abdul Azis tahun 101 H,[7]  Sebagai khalifah, Umar Ibn Aziz sadar bahwa para
perawi yang menghimpun hadis dalam hapalannya semakin banyak yang meninggal. Beliau
khawatir apabila tidak membukukandan  mengumpulkan dalam buku-buku hadis dari para
perawinya, ada kemungkinan hadis-hadis tersebut akan lenyap dari permukaan bumi bersamaan
dengan kepergian para penghapalnya ke alam barzakh.
            Untuk mewujudkan maksud tersebut, pada tahun 100 H, Khalifah meminta kepada Gubernur
Madinah, Abu Bakr Ibn Muhammad Ibn Amr Ibn Hazmin (120 H) yang menjadi guru Ma'mar- Al-
Laits, Al-Auza'i, Malik, Ibnu Ishaq, dan Ibnu Abi Dzi'bin untuk membukukan hadis Rasul yang
terdapat pada penghapal wanita yang terkenal, yaitu Amrah binti Abdir Rahman Ibn Sa'ad Ibn
Zurarah Ibn `Ades, seorang ahli fiqh, murid `Aisyah r.a. (20 H/642 M-98 H/716 M atau 106 H/ 724 M),
dan hadis-hadis yang ada pada Al-Qasim Ibn Muhammad Ibn Abi Bakr Ash-Shiddieq (107 H/725 M),
seorang pemuka tabiin dan salah seorang fuqaha Madinah yang tujuh.
                      Di samping itu, Umar mengirimkan surat-surat kepada gubernur yang ada di bawah
kekuasaannya untuk membukukan hadis yang ada pada ulama yang tinggal di wilayah mereka
masing-masing. Di antara ulama besar yang membukukan hadis atas kemauan Khalifah adalah Abu
Bakr Muhammad Ibn Muslim ibn Ubaidillah Ibn Syihab Az-Zuhri, seorang tabiin yang ahli dalam
urusan fiqh dan hadits. Mereka inilah ulama yang mula-mula membukukan hadis atas anjuran
Khalifah.
                      Pembukuan seluruh hadist yang ada di Madinah dilakukan oleh Imam Muhammad Ibn
Muslim Ibn Syihab Az-Zuhri, yang memang terkenal sebagai seorang ulama besar dari ulama-ulama
hadist pada masanya.
Setelah itu, para ulama besar berlomba-lomba membukulcan hadist atas anjuran Abu `Abbas As-
Saffah dan anak-anaknya dari khalifah-khalifah ‘Abbasiyah.
            Berikut tempat dan nama-nama tokoh dalam pengumpulan hadits :
1.        Pengumpul pertama di kota Mekah, Ibnu Juraij (80-150 H)
2.        Pengumpul pertama di kota Madinah, Ibnu Ishaq (w. 150 H)
3.        Pengumpul pertama di kota Bashrah, Al-Rabi' Ibrl Shabih (w. 160 H)
Tetap
4.        Pengumpul Terhubung
pertama denganSufyan
di Kuffah, Kami Dengan cara Menekan
Ats-Tsaury Tombol IZINKAN
(w. 161 H.)
5.        Pengumpul pertama di Syam, Al-Auza'i (w. 95 H)
6.        Pengumpul pertama di Wasith, Husyain Al-Wasithy (104-188 H)
7.        Pengumpul pertama diYaman, Ma'mar al-Azdy (95-153 H) NO IZINKAN
8.        Pengumpul pertama di Rei, Jarir Adh-Dhabby (110-188 H)
9.        Pengumpul pertama di Khurasan, Ibn Mubarak (11 -181 H)
10.    Pengumpul pertama di Mesir, Al-Laits Ibn Sa'ad (w. 175 H).
Semua ulama yang membukukan hadis ini terdiri dari ahli-ahli pada abad kedua Hijriah.
Kitab-kitab hadis yang telah dibukukan dan dikumpulkan dalam abad kedua ini, jumlahnya cukup
banyak. Akan tetapi, yang rnasyhur di kalangan ahli hadis adalah:
1.        Al-Muwaththa', susurran Imam Malik (95 H-179 H);
2.        Al-Maghazi wal Siyar, susunan Muhammad ibn Ishaq (150 H)
3.        Al-jami', susunan Abdul Razzaq As-San'any (211 H)
4.        Al-Mushannaf, susunan Sy'bah Ibn Hajjaj (160 H)
5.        Al-Mushannaf, susunan Sufyan ibn 'Uyainah (198 H)
6.        Al-Mushannaf, susunan Al-Laits Ibn Sa'ad (175 H)
7.        Al-Mushannaf, susnan Al-Auza'i (150 H)
8.        Al-Mushannaf, susunan Al-Humaidy (219 H)
9.        Al-Maghazin Nabawiyah, susunan Muhammad Ibn Waqid Al¬Aslamy.
10.    A1-Musnad, susunan Abu Hanifah (150 H).
11.    Al-Musnad, susunan Zaid Ibn Ali.
12.    Al-Musnad, susunan Al-Imam Asy-Syafi'i (204 H).
13.    Mukhtalif Al-Hadis, susunan Al-Imam Asy-Syafi'i.
Tokoh-tokoh yang masyhur pada abad kedua hijriah adalah Malik,Yahya ibn Sa'id AI-Qaththan, Waki
Ibn Al-Jarrah, Sufyan Ats-Tsauri, Ibnu Uyainah, Syu'bah Ibnu Hajjaj, Abdul Ar-Rahman ibn Mahdi, Al-
Auza'i, Al-Laits, Abu Hanifah, dan Asy-Syafi'i.
6.    Fase Pengumpulan dan Penulisan Hadits
a.      Pengumpulan Hadis
            Pada abad pertama Hijriah, yakni masa Rasulullah SAW., Khulafaar Rasyidin,dan  sebagian
besar masa Bani Umayyah hingga akhir abad pertama Hijrah, hadis-hadis itu berpindah-
pindahdan  disampaikan dari mulut ke mulut. Masing-masing perawi pada waktu itu meriwayatkan
hadis berdasarkan kekuatan hapalannya. Hapalan mereka terkenal kuat sehingga mampu
mengeluarkan kembali hadis-hadis yang pernah direkam dalam ingatannya. Ide penghimpunan
hadis Nabi secara tertulis untuk pertama kalinya dikemukakan oleh Khalifah Umar bin Khaththab
(w. 23 H/644 M). Namun, ide tersebut tidak dilaksanakan oleh Umar karena khawatir bila umat Islam
terganggu perhatiannya dalam mempelajari Al-Quran.
            Pada masa pemerintahan Khalifah Umar bin.Abdul Aziz yang dinobatkan akhir abad pertama
Hijriah, yakni tahun 99 Hijriah, datanglah angin segar yang mendukung kelestarian hadist. Umar bin
Abdul Azis terkenal sebagai seorang khalifah dari Bani Umayyah yang terkenal adil dan wara'
sehingga dipandang sebagai khalifah Rasyidin yang kelima.
                      Beliau sangat waspada dan    sadar bahwa para perawi yang mengumpulkan hadist dalam
ingatannya semakin sedikit jumlahnya karena meninggal dunia. Beliau khawatir apabila tidak segera
dikumpulkan dan  dibukukan dalam buku-buku hadis dari para perawinya, mungkin hadis-hadis itu
akan lenyap bersama lenyapnya para penghapalnya. Tergeraklah hatinya untuk mengumpulkan
hadis-hadis Nabi dari para penghapal yang masih hidup. Pada tahun 100 H, Khalifah Umar bin Abdul
Azis memerintahkah kepada Gubernur Madinah, Abu Bakar bin Muhammad bin Amer bin Hazm
untuk membukukan hadis-hadis Nabi dari para penghapal.
                      Umar bin Abdul Azis menulis surat kepada Abu Bakar bin Hazm, yaitu,"Perhatikanlah apa
yang dapat diperoleh dari hadis Rasul lalu tulislah karena aku takut akan lenyap ilmu disebabkan
menin,;galnya ulama, dan jangan diterima selain hadis Rasul SAW., dan hercdaklah disebarluaskan
ilmu dan diadakan majelis-majelis ilmu supaya orzng yang tidak mengetahuinya dapat mengetahuinya,
maka sesungguhnya ilmu itu dirahasiakan."
             Selain kepada Gubernur Madinah, khalifah juga menulis surat kepada Gubernur lain agar
mengusahakan pembukuan hadis. Khalifah juga secara khusus menulis surat kepada Abu Bakar
Muhammad bin Muslim bin Ubaidillah bin Syihab Az-Zuhri. Kemudian, Syihab Az-Zuhri mulai
melaksanakan perintah khalifah tersebut sehingga menjadi salah satu ulama yang pertama kali
membukukan hadis.
            Setelah generasi Az-Zuhri, pembukuan hadis dilanjutkan oleh Ibn Juraij (w. 150 H.), Ar-Rabi'
bin Shabih (w. 160 H), dan masih banyak lagi ulama lainnya. Sebagaimana telah disebutkan bahwa
pembukuan hadis dimulai sejak akhir masa pemerintahan Bani Umayyah, tetapi belum begitu
Tetap
sempurna. Pada Terhubung
masa dengan Kami
pemerintahan Bani Dengan cara yaitu
Abbasiyah, Menekan Tombol
pada IZINKAN abad II H, dilakukan
pertengahan
upaya penyempunaan. Sejak saat itu, tampak gerakan secara aktif untuk membukukan ilmu
pengetahuan, termasuk pembukuandan  penulisan hadis-hadis Rasul SAW Kitab-kitab yang terkenal
pada waktu itu yang ada hingga sekarang dan sampai kepada kita, antara lain Al-Muwatha' oleh NO IZINKAN
Imam Malikdan    Al-Musnad  oleh Imam Asy-Syafi'i (w. 204 H). Pembukuan hadis itu kemudian
dilanjutkan secara lebih teliti oleh imam-imam ahli hadis, seperti Bukhari, Muslim, Tirmizi, Nasai,
Abu Dawud, Ibnu Majah, dan lain-lain.
            Dari mereka itu, kita kenal Kutubus Sittah (kitab-kitab) enam, yaitu Sahih Al-Bukhari, Sahih
Muslim, Sunan An-Nasal, dan At-Tirmizi.  Tidak sedikit pada masa berikutnya dari para ulama yang
menaruh perhatian besar pada  Kutubus Sittah  tersebut beserta kitab  Muwatha'  dengan cara
mensyarahinya dan memberi catatan kaki, meringkas atau meneliti sanad dan matan-matannya.[8]
b.      Penulisan Hadis
                      Sebelum agama Islam datang, bangsa Arab tidak mengenal kemampuan membaca dan
menulis. Mereka lebih dikenal sebagai bangsa yang ummi (tidak bisa membaca dan menulis).
Namun, ini tidak berarti bahwa tidak ada seorang pun yang bisa menulisdan  membaca. Keadaan ini
hanyalah sebagai ciri kebanyakan mereka. Sejarah telah mencatat sejumlah orang yang mampu
membaca dan menulis. Adiy bin Zaid Al-Adi (w. 35 H) misalnya, sudah belajar menulis hingga
menguasainya, dan merupakan orang pertama yang menulis dengan bahasa Arab dalam surat yang
ditujukan kepada Kisra. Sebagian orangYahudi juga mengajari anak-anak di Madinah untuk menulis
Arab. Kota Mekah dengan pusat perdagangannya sebelum kenabian, menjadi saksi adanya para
penulis dan orang yang mampu membaca. Sebagaimana dinyatakan bahwa orang yang mampu
membaca dan menulis di kota Mekah hanya sekitar 10 orang. Inilah yang dimaksud bahwa orang
Arab adalah bangsa yang ummi.[9]
                      Banyak  akhbar  yang menunjukkan bahwa para penulis lebih banyak terdapat di Mekah
daripada di Madinah. Hal ini dibuktikan dengan adanya izin Rasulullah kepada para tawanan dalam
Perang Badar dari Mekah yang mampu menulis untuk mengajarkan menuiis dan membaca kepada
10 anak Madinah sebagai tebusan diri mereka.
            Pada masa Nabi, tulis-menulis sudah tersebar luas. Apalagi Al-Quran menganjurkan untuk
belajardan  membaca. Rasulullah pun menga-lgkat para penulis wahyu hingga jumlahnya mencapai
40 orang. Nama-nama mereka disebut dalam kitab  At-Taratib Al-Idariyyah. Baladzuri dalam
kitab  Futuhul Buldan  menyebutkan sejumlah penulis wanita, di antaranya Ummul Mu'minin
Hafshah, Ummu Kultsum binti Uqbah, Asy-Syifa' binti Abdullah Al¬Qurasyiyah, `Aisyah binti Sa'ad,
dan Karimah binti AI-Miqdad.
            Para penulis semakin banyak di Madinah setelah hijrah setelah Perang Badar. Nabi menyuruh
Abdullah bin Sa'id bin ‘Ash agar mengajar menulis di Madiah, sebagaimana disebutkan Ibnu Abdil
Barr dalam  Al-Isti'ab. Ibnu Hajar menyebutkan bahwa nama asli `Abdullah bin Sa'id bin Al-'Ash
adalah Al-Hakam, lalu Rasulullah memberinya nama `Abdullah,dan    menyuruhnya agar mengajar
menulis di Madinah.
                      Para penulis sejarah Rasul, ulama hadis, dan umat Islam sependapat bahwa Al-Quran Al-
Karim telah memperoleh perhatian yang penuh dari Rasul dan    para sahabatnya. Rasul
mengharapkan para sahabat untuk menghapalkan Al-Quran dan  menuliskannya di tempat-tempat
tertentu, seperti keping-keping tulang, pelepah kurma, batu, dan  sebagainya.
            Oleh karena itu, ketika Rasulullah SAW wafat, Al-Quran telah dihapalkan dengan sempurna
oleh para sahabat. Seluruh ayat suci Al-Quran pun telah lengkap ditulis, tetapi belum terkumpul
dalam bentuk sebuah  mushaf. Adapun hadis atau sunnah dalam penulisannya ketika itu kurang
memperoleh perhatian seperti halnya Al-Quran. Penulisan hadis dilakukan oleh beberapa sahabat
secara tidak resmi karena tidak diperintahkan oleh Rasul. Diriwayatkan bahwa beberapa sahabat
memiliki catatan hadis-hadis Rasulullah SAW. Mereka mencatat sebagian hadis yang pernah mereka
dengar dari Rasulullah SAW.

BAB III
PENUTUP

A.     Kesimpulan

Jadi pada masa Nabi SAW. Ada beberapa cara yang ditempuh oleh Rasulullah SAW. Dalam
menyampaikan suatu hadits yaitu :
.  Melalui majelis al-‘ilm, yaitu pusat atau tempat pengajian yang diadakan oleh Nabi untuk membina
para jemaah. Tetap Terhubung dengan Kami Dengan cara Menekan Tombol IZINKAN
.  Dalam suatu kesempatan Rasulullah juga biasa menyampaikan haditsnya kebeberapa sahabat yang
sempat hadir dan bertemu pada beliau, yang kemudian hadits yang didapat itu kemudian sahabat
menyampaikannya lagi kepada sahabat lain yang belum sempat atau yang pada saat itu tidak hadir NO IZINKAN
dihadapan Rasulullah.
.    Untuk hal-hal yang sensitif, seperti hal-hal yang berkaitan dengan soal keluarga dan biologis, dan
yang terutama soal yang menyangkut hubungan suami istri, Rasulullah menyampaikan melalui istri-
istrinya, jadi pada hal-hal yang sensitif Nabi SAW. Dibantu untuk menyelesaikan masalah tersebut
oleh istri-istri beliau.
.  Melalui hadits yang telah Rasulullah sampaikan kepada para sahabat,kemudian para sahabat yang di
percaya di sebarkan lagi kepada masyarakat sehingga hadits-hadits tersebut cepat tersebar di kalang
masyarakat pada saat itu.

B.    Saran

Diakhir tulisan ini penulis ingin menyampaikan beberapa saran kepada pembaca:
.    Dalam memahami Islam hendaknya kita bersifat inklusif terhadap beberapa hasanah pemikiran
tentang segala hal. Sehingga ajaran Islam dapat menjadi dinamis dan dapat menjawab berbagai
tuntunan perubahan zaman.
.    Hendaknya setiap orang tetap bersifat terbuka terhadap berbagai pendekatan dan system
pendidikan yang ada. Karena hal itu akan menambah kekayaan khasanah intelektual dan wawasan
kependidikan bagi semua.
.  Semoga hasil penelitian ini bermanfaat bagi segenap pembaca terutama kepada penulis . Amin yaa
Rabbal Alamiin.

DAFTAR PUSTAKA

Endang soetari,ilmu hadist: kajian riwayahdan dirayah. Bandung ;Mimbar Pustaka.2005


Ahmad, Muhammad, dkk. Ulumul Hadits. Bandung: Pustaka Setia. 2005
Manna’ Al- Qattan Tarkh al tashyri al islami  kairo: Maktabah wahbah 1989
Ulum al hadist wal mustalahu, Beirut. Dar al-ilmi li Al Malayin,1997
Al-Qaththan.  Mabahits fi `Ulum Al-Hadits. Terj. Mifdhol Abdurrahman. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar.
2005

[1] Endang soetari,ilmu hadist: kajian riwayahdan dirayah. Bandung ;Mimbar Pustaka.2005, halaman 29
[2] Ibid, halaman 30
[3] Muh.Zuhri, hadist nabi telaah historis dan metodologis (cet 11 yogyakarta tiara yogya 2009) hal 29
[4]  Manna’ Al- Qattan Tarkh al tashyri al islami  kairo: Maktabah wahbah 1989, hlm 106
[5] Ulum al hadist wal mustalahu, Beirut. Dar al-ilmi li Al Malayin,1997 hlm 23
[6] Ketujuh Fuqaha Madinah adalah AI-Qasim, `Urwah Ibn Zubair, Abu Bakr Ibn Abdir Rahman, Sa'id Ibn Musavyab,
Abdillah Ibn Abdullah Ibn `Utbah Ibn Mas'ud, Kharijah Ibn Zaid IbnTsabit, dan Sulaiman IbnYassar. LihatAsh-Shidieqy.
hlm. 79.
[7] Az-Zuhri menerima hadits dari Ibnu ‘Umar, Sahel ibn Sa’ad, Anas ibn Malik, Mahmud Ibn al-Rabi’, Said Ibn

Musaiyab, dan Abu Umamah ibn Sahel


[8] Muhammad Ahmad, dkk. Ulumul Hadits. Bandung: Pustaka Setia. 2005. Hlm. 29-31.

[9] Al-Qaththan. Mabahits fi `Ulum Al-Hadits. Terj. Mifdhol Abdurrahman. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar. 2005.

Tetap Terhubung dengan Kami Dengan cara Menekan Tombol IZINKAN


Tags MAKALAH# PERKEMBANGAN HADIST# SEJARAH# ULUMUL HADIST#

Share This 

https://knowledgeisfreee.blogspot.com/2015/11/makalah-sejarah-perkembangan-hadist.html NO IZINKAN

Anda mungkin juga menyukai