Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN STUDI KASUS GURU TENDANG MURID DI DEPOK

BOOK REPORT
Di susun untuk memenuhi tugas mata kuliah Etika Profesi Guru

TEORI DAN
DosenIMPLEMENTASI TEKNOLOGI
Pengampu : Dr. Hj. Astuti PENDIDIKAN
Darmiyanti, MA.Ed.

Era Belajar Abad 21 dan Revolusi Industri 4.0


Karangan : Henry Praherdhiono, Punaji Setyosari, I Nyoman Sudana Degeng
Di susun untuk memenuhi tugas mata kuliah Teknologi Pendidikan
Dosen Pengampu : Dr. H. Akil, M.Pd.

Disusun Oleh : Kelompok 7 / PAI 5 C

Mohammad Rifky 1710631110089


Disusun
Mulyanah Oleh : PAI
Cantika 3D
1710631110099
N Fitria Nuraeni 1710631110100
SitiRatri
Nur Rizqyana
Widiastuti 1710631110144
1710631110117

FAKULTAS
FAKULTASAGAMA
AGAMAISLAM
ISLAM
PROGRAM
PROGRAMSTUDI
STUDIPENDIDIKAN
PENDIDIKANAGAMA
AGAMAISLAM
ISLAM
UNIVERSITAS
UNIVERSITASSINGAPERBANGSA
SINGAPERBANGSAKARAWANG
KARAWANG
2018/2019
2019
KATA PENGANTAR

‫الر ِحيم‬
َّ ‫الرحْ َم ِن‬
َّ ِ‫ــــــــــــــــم اﷲ‬
ِ ‫س‬
ْ ‫ِب‬

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT. pemimpin segala berkah,
pejuang segala rahmat dan karena nikmatNya jualah kita dapat hidup rukun dan damai
sebagaimana keadaan kita pada saat sekarang ini. Salawat beriring salam tidak lupa kita
kirimkan kepada arwah junjungan nabi besar Muhammad SAW. yang telah bersusah
payah membimbing umatnya dari lembah kebodohan menuju alam berpendidikan
seperti saat sekarang ini dan beliau jugalah pemimpin besar revolusi islam selaku
penegak kebenaran.

Selanjutnya dalam penulisan laporan buku ini, : “ Teori dan Implementasi


Teknologi Pendidikan Era Belajar Abad 21 dan Revolusi Industri 4.0” penulis
mengakui banyak sekali kekurangan dalam penulisan laporan ini, Oleh karena itu
penulis mengharapkan tegur sapa dari dosen pengampu mata kuliah “Teknologi
Pendidikan” dan para pembaca yang bersifat membangun untuk kesempurnaan
laporan kami selanjutnya.

Demikian, terima kasih yang tak terhingga penulis tujukan kepada keluarga
yang mendorong dan terus mendoakan untuk meneruskan pendidikan sampai saat ini.
Akhirul kalam penulis ucapkan selamat membaca semoga laporan ini akan membawa
manfaat bagi penulis, dan pembaca sekalian pada umumnya.

Karawang, November 2019

Kelompok 7

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ................................................................................................... i
DAFTAR ISI.................................................................................................................ii
BAGIAN KESATU ...................................................................................................... 1
A. ISI BUKU ................................................................................................................. 1
BAB I ......................................................................................................................... 1
BELAJAR ABAD 21 DAN REVOLUSI INDUSTRI 4.0 ...... Error! Bookmark not
defined.
BAB II........................................................................................................................ 1
PARADIGMA PENELITIAN ATI........................... Error! Bookmark not defined.
BAB III ...................................................................................................................... 4
KONSTRUKSI BELAJAR BERBASIS KEHIDUPAN PADA MOOCs .... Error!
Bookmark not defined.
BAB IV ...................................................................................................................... 6
KAPABILITAS PEBELAJAR DALAM TRANSDISIPLIN Error! Bookmark not
defined.
BAB V ........................................................................................................................ 8
GAMIFIKASI DAN PENGEMBANGAN KOMPETENSI TPACK CALON
GURU .......................................................................... Error! Bookmark not defined.
BAB VI .................................................................................................................... 14
MICROLEARNING, EPISTIMOLOGI BELAJAR DI ERA DIGITAL ... Error!
Bookmark not defined.
BAB VII ....................................................................... Error! Bookmark not defined.
MENGKONSTRUKSI MEDIA ON DEMAND DALAM PERSPEKTIF
KOMUNIKASI MASSA PADA CLOUD COMPUTING .... Error! Bookmark not
defined.
BAB VIII ..................................................................... Error! Bookmark not defined.
REVOLUSI LANDASAN TEORITIK-KONSEPTUAL TEKNOLOGI
PENDIDIKAN .......................................................... Error! Bookmark not defined.
BAGIAN KEDUA ...................................................................................................... 22
A. KOMENTAR ......................................................................................................... 22
BAGIAN KETIGA..................................................................................................... 25

A. KESIMPULAN...................................................................................................... 25

ii
BAGIAN KESATU

A. ISI BUKU

BAB I

BELAJAR ABAD KE-21 DAN ERA REVOLUSI INDUSTRI 4.0

A. Era Revolusi Industri 4.0

Revolusi industri 4.0 menyebabkan perubahan yang ada di sekeliling kita,


yang ditandai oleh adanya inteligensi buatan (artificial intelligence , AI), robotika
(robotics), data yang besar (big data) dan jaringan terkoneksi melalui internet (the
internet of things, IoT), yang semuanya akan berkombinasi untuk mempengaruhi
pekerjaan dan industri. Kemajuan teknologi telah benar-benar membuat
kemungkinan akses jumlah data yang sangat besar atau banyak, kemampuan untuk
meningkatkan potensi yang mendasari data tersebut, yang sangat tergantung pada
struktur dan budaya organisasi perusahaan. Visi baru belajar adalah meningkatkan
para pemelajar (learners) untuk belajar yang bukan hanya keterampilan dan
pengetahuan yang diperlukan tetapi juga agar mereka mampu mengidentifikasi
sumber untuk mempelajari keterampilan dan pengetahuan tersebut.

Ada sembilan kecenderungan terkait dengan Education 4.0, yang meliputi:

(1) Waktu dan tempat yang berbeda,


(2) Personalisasi belajar,
(3) Pilihan bebas,
(4) Berbasis proyek,
(5) Pengalaman lapangan,
(6) Interpretasi data,
(7) Ujian akan berubah sepenuhnya,
(8) Milik pemelajar, dan
(9) Pendampingan menjadi lebih penting

Di samping itu, munculnya kecerdasan buatan (artificial intelligence) dan belajar


berbasis mesin (machine learning) telah memacu perkembangan masyarakat.
Teknologi-teknologi digital, misalnya piranti keras, piranti lunak dan jaringan
bukanlah hal baru, tetapi menjadi bagian dari revolusi industri ketiga. Revolusi
keempat, ditandai oleh atau dengan adanya teknologi yang lebih canggih dan

1
terpadu, ini telah mampu mentransformasi masyarakat dan ekonomi secara global.
Pada era ini terjadi lompatan-lompatan kemajuan yang belum pernah terjadi di era
sebelumnya. Sebagaimana munculnya teknologi-teknologi di atas, menuntut kita
untuk bergerak cepat pula. Jika tidak, maka kita akan tertinggal dengan kecepatan
dan lompatan kehidupan masyarakat yang telah mengikutinya.

B. Belajar Abad Ke 21

Revolusi industri 4.0 ini telah memberikan dampak pada berbagai bidang
kehidupan termasuk bidang pendidikan dan pembelajaran. Hal ini seiring dengan
penggunaan teknologi komunikasi dan informasi dalam praktik pembelajaran di
kelas, mulai dari yang paling sederhana hingga yang paling canggih. Kemajuan
bidang pendidikan juga didorong oleh teknologi teknologi yang diciptakan dan
digunakan untuk membantu serta memudahkan belajar manusia. Pendidikan 4.0
atau Education 4.0, merupakan respon terhadap revolusi industri 4.0, dalam hal ini
manusia dan teknologi perlu ada keselarasan untuk menyongsong berbagai
kemungkinan baru. Respon pendidikan, utamanya pendidikan tinggi, terhadap
revolusi industri 4.0 ini menuntut adanya restrukturisasi kurikulum bahkan mungkin
secara kelembagaan, untuk mendirikan program-program dan jurusan baru, atau
mungkin dalam bentuk bidang interdisipliner yang relevan atau sesuai dengan
kebutuhan masyarakat pada era ini.

Fisk (2017) menjelaskan bahwa visi baru belajar adalah meningkatkan para
pemelajar (learners) untuk belajar yang bukan hanya keterampilan dan pengetahuan
yang diperlukan tetapi juga agar mereka mampu mengidentifikasi sumber untuk
mempelajari keterampilan dan pengetahuan tersebut. Belajar dibangun dari sekitar
lingkungan mereka (para pemelajar) tentang dimana dan bagaimana belajar serta
melacak unjuk kerja yang telah dilakukan.

Tujuan reformasi sistem pendidikan seharusnya diarahkan untuk mendidik para


lulusan yang dapat dengan mudah mengarahkan diri mereka dalam kondisi dan
peluang yang terus berubah. Atau, mereka bahkan mampu menciptakan peluang
peluang tersebut. Namun, suara-suara kritis memperlihatkan bahwa sekolah yang
ada saat ini hanya untuk menjejali pengetahuan kepada anak-anak dengan latihan-
latihan kognitif, latihan otak, dan kurang memberikan bekal keterampilan untuk
keperluan menyongsong era industri 4.0. Para pemelajar dipacu menguasai
pengetahuan, keterampilan dan sikap yang telah ditentukan oleh kurikulum sekolah,
dan tanpa tahu dan menyadari untuk apa itu semuanya. Lembaga pendidikan yang
bernama sekolah mulai pendidikan dasar hingga perguruan tinggi belum atau tidak
menyediakan pilihan-pilihan menu untuk belajar. Ini artinya, sekolah-sekolah belum

2
menyesuaikan dengan kebutuhan dan bakat para pemelajar. Akibatnya, setelah lulus
mereka tidak mengetahu ke arah mana mereka dan apa yang seharusnya dikerjakan.
Tujuan pendidikan atau belajar seharusnya diarahkan pada pengembangan diri atau
kepribadian (personality development), bukan hanya sekedar penyiapan pekerja
untuk memaksimalkan eksploitasi mereka. Pendidikan seharusnya menjadi barang
publik, bukan suatu barang dagangan atau komoditas seperti yang sering terjadi.

Berkaitan dengan inovasi dan perubahan-perubahan secara umum dalam dunia


pembelajaran, dari anak sekolah menuju kepelaksana bisnis, ada sembilan
kecenderungan yang menonjol, yang meliputi:
(1) Waktu dan tempat yang berbeda,
(2) Personalisasi belajar,
(3) Pilihan bebas,
(4) Berbasis proyek,
(5) Pengalaman lapangan,
(6) Interpretasi data,
(7) Ujian akan berubah sepenuhnya,
(8) Milik pemelajar, dan
(9) Pendampingan menjadi lebih penting.

3
BAB II

PARADIGMA PENELITIAN ATI

A. Paradigma Ilmu Pembelajaran

llmu pembelajaran (instructional science) sebagai disiplin menaruh perhatian


pada upaya untuk meningkatkan pemahaman dan memperbaiki proses
pembelajaran. Sasaran utamanya adalah mempreskripsikan strategi pembelajaran
yang optimal untuk mendorong prakarsa dan memudahkan belajar siswa. Ilmu ini
lebih tepat dipandang sebagai ilmu terapan yang menjembatani teori belajar dan
praktik pembelajaran Ilmu Pembelajaran menaruh perhatian pada upaya untuk
meningkatkan pemahaman dan memperbaiki proses pembelajaran.

Ilmu pembelajaran, sama halnya semua ilmu preskriptif, melibatkan tiga jenis
profesi yang saling berkaitan, yaitu:

1. Ilmuwan pembelajaran, yang berurusan dengan pengembangan prinsip-


prinsip dan/atau teori-teori pembelajaran.
2. Teknolog pembelajaran, yang menjalankan kegiatannya untuk
mengembangkan prosedur-prosedur pembelajaran yang dapat memudahkan
belajar siswa, berdasarkan prinsip dan/atau teori yang telah dikembangkan
oleh ilmuwan pembelajaran.
3. Teknisi pembelajaran, yang berurusan dengan pembuatan produk-produk
pembelajaran, sejalan dengan prosedur yang telah dibuat oleh teknolog
pembelajaran.

Variabel-variabel pembelajaran secara umum dapat diklasifikasi menjadi tiga


(Degeng, 1889, 2013), yaitu:

(1) Kondisi Pembelajaran,


(2) Metode Pembelajaran,
(3) Hasil Pembelajaran.

B. Penelitian Ati (Aptitute Treatment Interaction) Dalam Ilmu Pembelajaran


Teori pembelajaran

Asumsi yang paling dasar, yang harus diletakkan pertama kali, dalam kajian
mengenai paradigma penelitian ATI untuk memperbaiki pembelajaran adalah
bahwa strategi pembelajaran yang berbeda memiliki pengaruh yang berbeda dan
konsisten pada hasil pembelajaran. Ini tidak berarti bahwa semua komponen

4
strategi memiliki pengaruh yang berbeda dan konsisten terhadap hasil pembelajaran.
Yang perlu dilakukan adalah mengidentifikasi dan mendefinisikan secara jelas
komponen strategi mana yang memiliki pengaruh yang konsisten pada hasil
pembelajaran, dan mana yang tidak. Komponen strategi yang tidak memiliki
pengaruh yang konsisten tidak bermanfaat untuk mempreskripsikan landasan
konseptual dan teoretis upaya perbaikan kualitas pembelajaran.

Untuk menjawab kebutuhan ini muncullah paradigma penelitian dalam


bidang pembelajaran yang mengungkapkan hubungan sebab-akibat variabel
metode dan hasil pembelajaran dan pada saat bersamaan berupaya mengungkapkan
variabeL variabel yang diduga dapat memodifikasi hubungan tersebut. Variabel-
variabel yang diduga dapat memodifikasi hubungan sebab-akibat variabel bebas
dan variabel tergantung dalam penelitian ATI diposisikan sebagai variabel
moderator. Hubungan interaktif antara variabel bebas dan moderator inilah yang
diuji pengaruhnya terhadap variabel tergantung. Jika ditemukan ada interaksi
berarti keunggulan suatu metode tergantung pada kondisi pembelajarannya,
sedangkan jika tidak ditemukan ada interaksi berarti metode tersebut memang
unggul lepas dari bagaimanapun kondisi pembelajarannya.

Dalam penelitian ATI kondisi pembelajaran yang biasanya diposisikan


sebagai variabel moderator adalah variabel-variabel yang bersumber dari
karakteristik siswa (aptitude) seperti: Bakat, minat, tingkat kecerdasan, gaya belajar,
gaya kognitif, motivasi berprestasi, atau variabel yang tidak dimanipulasi dan
diduga berinteraksi dengan variabel metode dalam mempengaruhi hasil
pembelajaran.

5
BAB III

KONTRUKSI BELAJAR BERBASIS KEHIDUPAN PADA MOOC

A. Kontruksi Belajar Berbasis Kehidupan pada MOOC

Teknologi Pendidikan merupakan perwujudan nyata dari berbagai kegiatan belajar.


Penggunaan, pengembangan dan pengelolaan telah mengarah pada lignkungan belajar
digital. Mompetensi sebagai tujuan akhir dari pembelajaran belum dianggap cukup utk
mengantisipasi perkembangan kehidupan. Massive Open Online Courses menjadi
fasilitas dan lingkungan belajar berbasis kehidupan.

1. Heutagogy Membantu Pebelajar Memilih Sendiri Jalan Hidupnya.

Individu merupakan pemilik hidupnya. Penyesuaian terhadap kepemilikan hidup


sangat tergantung peran penting. Hetaugogy merupakan keilmuan yang ramah
terhadap pemberdayaan individu, pendekatan hetaugogy bukan pendekatan yang baru
dalam pembelajaran, pendekatan ini dimaksudkan untuk menumbuhkan kemampuan
pebelajar dalam memperluas batas pengetahuan, sikap dan keterampilan. Tiap individu
akan belajar jika lingkungan belajar memberikan dukungan., pada konsep belajar dan
pembelajaran yang telah diimplementasikan pada pendidikan dan pembelajaran
mengakui perlu adanya difusi dan inovasi. Penggunaan sumber belajar digital dalam
wujud digital harus menjadi faktor utama dalam kualitas pembelajaran di era sekarang,
selain itu yang paling utama adalah penggunaan media dan teknologi pembelajaran
secara efektif dan efisien. Sumber belajar yang ditayangkan melalui sumber belajar
digital merupakan tantangan dan peluang bagia pendidik atau pengajar. Jika
efekktivitas dan efesiensi tidak dihiraukan, maka hukum dasar yang berlaku utuk
penerapan media dan teknologi utk belajar dan pembelajaran yaitu media dan
teknologi pembelajaran tidak mengurangi biaya pengembangan megingkatkan hasil
belajar. MOOC digunakan hanya untuk memenuhi semua kebutuhan pebelajar, juga
berpusat pada pebelajar, dengan mengkontruksi sumber belajar secara mandiri.
Pendekatan belajar berbasis kehidupan mempersyaratkan adanya pemenuhan hak
dasar dari pebelajar dan menciptakan lingkungan belajar yang sesuai.

2. Implementasi Heutagogy dalam Kehidupan Pengembangan MOOC untuk


Asosiasi Program Studi

Massive Open Online Courses merupakan dokumen terhadap konsep,teori hingga


empirisyang mengkontruksikan keilmuan dan keteknologian pendidikan yang secara

6
masif dikembangakan oleh ilmuwan dan praktisi dilingkungan Teknologi Pendidikan
di Indonesia. MOOC digagas merupakan sarana mengkontruksi berbagai keilmuan dan
teknologi menjadi harmonis dalam tatanan system. Sehingga kontruksi dalam
membangun monodisiplin, interdisiplin, hingga transdisiplinkan menjadi mudah.
System yang dibangun memberikan makna yang sigifikan dalam pengembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi pendidikan di Indonesia. Membangun kepercayaan
masyarakat terhadap teknologi pendidikan di Indonesia melalui pengembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi tidak cukup dengan memberi informasi, namum
memerlukan etalase portofolio ilmu pengetahuan dan teknologi yang operasional.

3. Membangun Dengan Sepenuh Hati

Kesadaran yang perlu kita tanamkan pada diri kita adalah pebelajar diera informasi,
yang didominasi oleh generasi Z, meiliki akses lebih cepat terhadap teknologi dan
konten daripada generasi sebelumnya. Pengembangan MOOCs adalah salahsatu upaya
kita dalam memfasilitasidan megembangkan performa belajar mereka, pengembangan
pembelajaran berbasis kehidupan mengisyaratkan adanya perubahan yang dinamis
pada laur waktu dalam kehidupan masyarakat. Kondisi tersebut harus terproyeksikan
dalam belajar dan pembelajaran. Pengembangan MOOCs diharapkan mampu
memfasilitasi bagaimana pebelajar belajar dalam lingkungan belajar digital. Setiap
pebelajar perlu diberikan jalan untuk mengkontruksi budaya pebelajar dengan keunikan
masing-masing. Demokrasi belajar dalam lingkungan belajar digital akan menjadi
demokasi pebelajaran yang mengglobal dalam layanan sepenuh hati terhadap budaya
belajar dinamis dari pelajar.

7
BAB IV

KAPABILITAS PEBELAJAR DALAM TRANSDISIPLIN

Perubahan era kompetensi mejadi era kapabilitas pada lulusan merupakan


perubahan mendasar dalam paradigm tujuan belajar. Kondisi umum dalam tiap lembaga
pendidikan adalah penggunaan kurikulum dengan basis kompetensi. Kondisi saat ini
memang masih didominasi kebutuhan terhadap pekerja-pekerja yang handal dengan
segenap kompetensi. Pembelajaran berbasis kehuidupan memiliki focus yang berbeda
dari belajar sepanjang hayat. Perbedaan adalah tentang sumber belajar dalam Belajar
Berbasis Kehidupan.
Model mengakui kontribusi pembelajaran seseorang dan mengenali cara-cara yang
berbeda dalam memecahkan masalah, belajar memiliki focus hanya untuk individu-
individu. Pembelajaran berbasis kehidupan memungkinkan seluruh orang untuk hadir
dan terlibat dalam belajar dan bekerja serta mempengaruhi kapabilitas individu.
Kegiatan pengembangan kapasitas mengacu pada perkumpulan informasi dan analisis
diluar konsepsi profesi pada setiap keilmuan.
Pengembangan kapabilitas pada ranah pendidikan dan pembelajaran berkembang
dari kompetensi menuju kapabilitas. Model pengembangan kapabilitas setiap keilmuan
memerlukan landasan kompetensi berbagai profesi sebagai pijakan praktis. Pijakan
praktis kompetensi umumnya merupakan praktik belajar yang didukung oleh kode etik
profesi keilmuan masing-masing.
Asosiasi Komite Etik tiap-tiap keilmuan telah akitf dalam mendefinisikan standar
etika bidang dan dalam memberikan contoh-contoh kasus yang membahas dan
memahami implikasi dari berbagai praktek kehidupan. Secara umum, landasan
pengembangan kapabilitas yang menunjang kehidupan pebelajar adalah wujud
kapabilitas kehidupan yang berakar pada 1) Komitmen terhadap individu dan sesame
individu 2)Komitmen pada profesi yang akan dijalani oleh pebelajar.
A. Pengembangan Model

Model pembelajaran juga merupakan respon terhadap konteks perubahan profesi

8
keilmuan. Beberapa pengembangan model telah mengidentifikasi kebutuhan untuk;
 Pendekatan peningkatan kapasitas daripada kepatuhan pendekatan dalam
Kelompok Bidang Keahlian
 Pemenuhan sifat perubahan dan kebutuhan dunia kerja
 Kelahiran pendekatan pedagogis baru untuk belajar, mengajar dan inovas
 Emenuhan strategi yang akan memecahkan banyak hambatan pada pembelajar,
dan
 Meningkatkan integrase antara bekerja dan belajar

Kapabilitas tidak dapat dipisahkan dengan karakteristik mahasiswa, dan gaya belajar
mahasiswa sehingga model awal pembelajaran adalah sebagai berikut:
1) Mengidentifikasi Tujuan Pembelajaran
2) Melakukan Analisis Pembelajaran
3) Menganalisis Pembelajar dan Konteks
B. Prosedur Kerja Pengembangan Model

Observasi dan diskusi dilakukan sebagai tahap awal untuk melihat model acuan alam
pembelajaran yang dapat digunakan dalam memfasilitasi pengembangan kapabilitas
mahasiswa. Taksonomi kapabilitas sebagai acuan memiliki karakteristik sebagai
berikut:
1. Kapabilitas Mahasiswa Sebagai Inovator
2. Kapabilitas Mahasiswa Sebagai Pekerja
3. Kapabilitas Mahasiswa Sebagai Peniru/Pemodifikasi
4. Kapabilitas Mahasiswa Sebagai ahli/improvikator

C. Belajar Berbasis Kehidupan (BBK) Dalam Kurikulum


1. BBK Mengakomodasi Era Pengetahuan Sebagai Kelompok Profesi

Profesi dalam konteks tertenu dipandang dalam bidang pendidikan dan pembelajaran
diidentifikasi sebagai kemampuan genetic, namun sebenarnya bentuk profesi untuk saat
ini dianggap tidak linear dan tidak rutin, lebih intuitif, oportunistis, dan selalu

9
memerlukan inovasi, profesi yang dipandang dari bidang kependidikan adalah lulusan
yang siap menerima tantangan bekerja dan belajar dlam lingkungan modern untuk
membangun dan mempertahankan pergeseran lingkungan, meliputi;
 Kapasitas utk berkolaborasi
 Menerapkan langsung pengembangan professional
 Bertujuan dalam konteks dan konsep lingkungan perusahaan
2. Ekologi Belajar LBL Merupakan Metafora Profesi Setiap Keilmuan

Ekologi belajar merupaka kondisi dinamis, adaptof dan beragam. Dari eksplorasi
dimensi-dimensi metafora profesi, pengembangan model Belajar Berbasis Kehidupan
menawarkan pengembangan kemampuan dalam kebebasan mencari cara untuk
mendapatkan yang benar atau hingga memperoleh solusi. Lebih penting lagi, ekologi
belajar merupakan metafora menarik perhatian kita ke cara memandang dunia yg
intuitif, peduli dan bertanggung jawab.
3. Kekuata Kurikulum Berdasarkan Filosifo Berbagai Paradigma

Pada dasarnya, Belajar Berbasis Kehidupan berfokus pada kolaborasi, mengidentifikasi


dan mewujudkan etos kerja dengan baik dan kemudian berinvestasi dalam memecahkan
masalah. Penguatan Belajar Berbasis Kehidupan dalam keilmuan bidang kependidikan
mengidentifikasi psikolgi positif sebagai kunci disiplin teoritis yang mendukung
kekuatan pembelajar serta orientasi berbasis pengembangan kapasitas pebelajar.
Gagasan kunci dari psikologi positif adalah kebahagiaan otentik, konsep evolusi
dengan kehidupan seperti yang dijelaskan dalam psikologi positif sangat kompatibell
dengan memiliki keterhubungan dalamekologi pembelajaran metafora.
4. Kondisi Pembelajaran Secara Umum

Mahasiswa memaparkan berkenaan dengan kapabilitas inovasi, bahwa memunculkan


gagasan bagaimana belajar dari kesalahan seseorang dalam dunia profesi cukup mudah
dipahami dan dilaksanakan. Namun, kesulitan mahasiswa justru belajar mewujudkan
ide yang berkelanjutan dan bahkan lebih sulit lagi menerapkannya pada tugas seperti
membangun kontruksi bersama.
D. Pengembangan Kurikulum Kapabilitas abad 21

10
System ekologi pembelajaran yang dibangun harus memungkinkan bahwa semua
pembelajaran salingterkait sehingga tidak mudah untuk memisahkan belajar dalam
kompetensi dibidangnya dengan pengetahuan-pengetahuan lain layaknya oang dewasa
dalam belajar, model pembelajaran yang saat ini berkembang dalam rangka
pengembangan kapabilitas adalah belajar berbasis kedifupan. Belajar berbabsis
kehidupan merupakan model pembeajaran modern utk pengembangan kemampuan
dalam pendidikan kejuruan dan bersifat tekniss. Belajar berbasis kehidupan
mengusulkn bahwa belajar untuk bekerja tidak hanya terbatas utk belajar ditempat
pelatihannya sekarang saja, tetapi semua pembelajaran terkait sehingga tidak mudah
utk memisahan belajar ditempat latihan kerjanya saat ini dengan pelatihan-pelatihan
lainnya seperti perilaku orang dewasa belajar dalam kehidupannya.
5. Melayani pembelajar dengan Kurikulum Transdisipliner

Sebuah pendekatan transdisipliner mengacu pada pembelajaran yang otentik dan


relevan dengan dunia nyata. Pembelajaran bukan hanya oleh pebelajar atau pengajar,
tetapi juga didukung dan diperkaya oleh siapapun mereka yang terlibat dalam system
pembelajaran. Setiap tema transdisipliner mencangkup sebuah petak luas pemahaman
yang universal umum untuk semua umat manusia dan cukup terbuka utk meragkul
berbagai bidang konten.

11
BAB V

GAMIFIKASI DAN PENGEMBANGAN KOMPETENSI TPACK CALON


GURU

A. Pengertian
Gamifikasi adalah pendekatan penting dan urgen dalam pembelajaran saat ini,
teknik tersebut memfasilitasi belajar dan meningkatkan motivasi dengan menggunakan
elemen permainan, mekanisme, dan berpikir dalam permainan (Kapp, 2012).
Gamifikasi telah memacu banyak stakeholder, seperti marketers, human resources
professionals, dan pihak korporasi untuk mengimplementasi hal tersebut

Gamifikasi pada awal perkembangannya digunakan untuk kepentingan bisnis dan


marketing, namun melihat potensi yang sudah ditunjukkan metode ini, beberapa
peneliti mulai mencoba untuk mengintegrasikan metode ini untuk kepentingan belajar
secara formal.

B. Potensi dan Tantangan Gamifikasi dalam Pembelajaran

Pendekatan game dalam pembelajaran sudah terbukti memiliki dampak yang


signifikan terhadap dimensi kognitif, motivasi, dan penentuan keputusan (Gee, 2003).
Game memicu beragam dinamika emosi dari seorang individu, seperti ketertarikan,
kepuasan, rasa pencapaian, kebahagiaan, frustrasi, dan lainnya (Lazzaro, 2004).
Melalui mekanika dan dinamika game, gamifikasi (evolusi terbaru dari pendekatan
game) memotivasi individu untuk mencapai tujuan belajar (Lee & Hammer, 2011).
Dengan fokus pada kesenangan, penghargaan, dan waktu, gamifikasi menjadi kekuatan
yang kuat untuk merubah manusia (Zichermann & Cunningham, 2011).

C. Transformasi Perilaku dalam Gamifikasi

Permainan adalah bagian dari hidup, menghibur pengguna, tapi dalam waktu yang
sama membentuk karakter seseorang. Dengan menggunakan mekanisme permainan,
tugas dinamis, dan proses e-learning, perancang dapat meningkatkan keterlibatan
pengguna dalam aplikasi e-learning dan tugas spesifiknya (Muntean, 2011). Permainan
dapat memotivasi berdasarkan pendapat Lee dan Hammer (2011) dikarenakan
pengaruhnya terhadap kondisi kognitif, emosional, dan area sosial dari pemainnya
(DomíNguez et. al., 2013). Formulasi dari ketiga prinsip tadi, pada intinya adalah
membuat interaksi pengguna (peserta didik) berlangsung penuh makna dengan cara
yang menyenangkan dan tanpa disadari mereka sudah mencapai pengetahuan atau
kompetensi spesifik tertentu.

Gamifikasi didasarkan pada teori psikologi yang dinamakan self-determination


dimana dua jenis motivasi teridentifikasi (Gene et. al., 2014). Secara spesifik, “extrinsic
motivation” didasarkan pada aspek seperti uang, skor, kegagalan, dan keberhasilan.

12
Dan dilain pihak “instrinsic motivation” dihubungkan dengan autonomi diri,
mempertahankan keyakinan dan pendirian, dan ketertarikan pada subjek. Teori ini
memperkenalkan kebutuhan psikologi pada diri manusia, yang mana akan
menghasilkan kebahagiaan dan motivasi ketika mereka digabungkan.

D. Kerangka Octalysis dalam Pengembangan Gamifikasi

Master plan gamifikasi belajar untuk pendidikan tinggi dapat didasarkan pada
kerangka gamifikasi bernama Octalysis (Octagonal Analysis) Framework. Kerangka ini
banyak diimplementasikan pada desain dan mekanika banyak permainan serius (serious
game) pada platform konsol game (game console). Pada perkembangannya, walaupun
digunakan pada mekanika serious game pertama kali, kerangka ini dicobakan pada
kegiatan belajar dilingkungan industri untuk peningkatan kapasitas organisasi
(perusahaan). Keberhasilan yang didapat dari implementasi kerangka ini pada konteks
pembelajaran industri dilanjutkan pada konteks pembelajaran dilingkungan pendidikan
tinggi. Banyak peneliti dari bidang ilmu komputer dan psikologi mengujicobakan
kerangka ini untuk diaplikasikan pada gamifikasi belajar karena melihat potensi yang
muncul pada implementasi dilingkungan industri. Pada beberapa penelitian yang
dilakukan, ada beberapa kesimpulan yang didapat dari penelitian-penelitian tersebut
yaitu: 1) lebih mengarah pada melakukan permainan (gameful) daripada bermain
(playful), 2) bukan permainan yang lengkap, 3) rangkaian alat (tools) pada kerangka
gamifikasi, 4) utamanya tidak untuk hiburan, dan 5) bukan permainan adiktif.

Ahli gamifikasi, Chou (2014) mengungkapkan kerangka gamifikasi secara esensial


merupakan penerapan dari teori tingkah laku manusia, yang mana sudah banyak
digunakan para pengembang aplikasi dan serious game dalam implementasinya.
Kerangka ini sendiri memiliki delapan komponen ini yang memandu membuat suatu
sistem menjadi sistem gamifikasi. Delapan komponen tersebut adalah: 1) meaning, 2)
empowerment, 3) social influence, 4) unpredictability, 5) avoidance, 6) scarcity, 7)
ownership, & 8) accomplishment.

13
BAB VI

MICROLEARNING, EPISTIMOLOGI BELAJAR ERA DIGITAL

A. Mengenal Microlearning
Microlearning adalah metode atau cara baru belajar era digital yang
memungkinkan pembelajaran sepanjang hayat, secara pribadi, pembelajaran
berbasis kerja, serta (Omer Jomah, 2016). Pembelajaran mikro telah menjadi lebih
populer karena fitur fiturnya seperti pembelajar centric, terjangkau, interaktif, dan
baik.
Microlearning merupakan terminologi baru dari learning (belajar).
Microlearning dapat dimaknai sebagai terminologi belajar dalam unit yang spesifik
dan terintegrasi dengan lingkungan belajar yang dirancang. Microlearning muncul
atas dasar pemikiran bahwa proses belajar tidak harus selalu dalam bentuk yang
kompleks, namun dapat dilakukan dengan sajian yang singkat, padat namun jelas,
sehingga tujuan pembelajaran dapat dicapai secara efektif dan efisien.
B. Rasionalisasi Perkembangan Microlearning
Microlearning merupakan produk perubahan paradigma epistemologi ilmu dan
pengetahuan umat manusia. Microlearning menginginkan proses konstruksi ilmu
pengetahuan dan pengalaman pada diri pebelajar dapat dilakukan secara singkat,
padat, jelas, sederhana, dan memudahkan. Sebagaimana pendapatnya (Giurgiu,
2017) hampir semua materi dalam e learning disajikan berupa bagian-bagian. Hasil
penelitiannya menunjukkan bahwa konten belajar yang berupa irisan-irisan materi
terbukti membatu pebelajar untuk mengingat materi lebih baik (Giurgiu, 2017).
Perubahan paradigma tersebut dipengaruhi oleh perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi dalam bidang pendidikan. Teknologi informasi yang
semakin cepat memudahkan pebelajar untuk mengakses informasi yang tanpa batas
dalam hitungan waktu yang sangat cepat. Proses belajar tidak lagi merupakan
proses yang dipandang beban, melainkan proses yang mudah, singkat, dan nyaman.
C. Komponen Mirco-learning
Tidak ada perbedaan yang signifikan antara learning dengan Microlearning
kecuali pada kesederhanaan dan spesifikasi learning pada Microlearning itu sendiri.
Artinya ruang lingkup Microlearning secara umum sama dengan ruang lingkup
learning, hanya pada Microlearning jelas terasa proses penyederhanaan, dan
pembagian komponen belajar yang biasa dilakukan.
Secara umum ada 7 komponen dari Microlearning sama dengan komponen
learning yakni tujuan mikro, materi mikro, metode atau strategi mikro, alat mikro,
media atau bahan ajar
D. Mengembangkan Microlearning

14
(Salvador Sánchez-Alonso, 2006) berpendapat bahwa Pembelajaran mikro
telah dianggap sebagai pendekatan pedagogis spesifik yang berfokus pada
penggunaan microcontent sebagai akun khusus, kecil dan subjektif dari konsep
"sumber belajar". Hal ini menunjukkan bahwa paradigma objek belajar berupa
metadata.

(Geng Sun, 2015) pernah melakukan penelitian tentang implementasi sistem


awan untuk Microlearning bergerak dalam bentuk Massive Open Online Courses
(MOOC). Menurutnya Microlearning merupakan strategi penyediaan konten
belajar dalam konteks pembelajaran online yang dalam dikembangkan secara
cerdas dengan kemampuannya memahami perilaku dan mengenali fitur sumber
belajar yang digunakan.

15
BAB VII

MENGKONSTRUKSIKAN MEDIA ON DEMAND DALAM PERSPEKTIF


KOMUNIKASI MASSA PADA CLOUD COMPUTING SEBAGAI
PENGUATAN OTONOMI PEMBELAJART

A. Metode Pengembangan Media On Demand


1. Pemilihan Media

Pemilihan media merupakan tahap kunci dalam proses pembelajaran yang


digunakan oleh pendidik dan pengajar. Dalam era di mana inovasi dalam media
elektronik, kini media pembelajaran hadir menjadi sebab kebingungan pilihan
bagi praktisi pendidikan, pemilihan media dan faktor-faktor yang
mempengaruhi pilihan perlu dipahami sepenuhnya jika pilihan yang tepat harus
dibuat. Teknologi pendidikan telah melihat pergeseran secara bertahap tapi
signifikan dari paradigma perilaku paradigma kognitif, menjadi perspektif
konstruktivis pada desain pembelajaran. Paradigma ini memiliki pandangan
eksplisit dan implisit pengetahuan, pelajar dan media. Hal ini jelas ditunjukkan
dalam pembangunan model yang berbeda dari desain pembelajaran dan lebih
khusus pada pemilihan media.

Media pembelajaran perlu diseleksi dan dilakukan pendekatan berbagi


pandangan umum dari pemilihan media sebagai tahap penting dalam desain
suatu peristiwa pembelajaran. Romiszowski secara komprehensif bagaimana
pengguna dapat memilih media pembelajaran melalui serangkaian pertanyaan
yang dirancang untuk membantu seleksi bagi kelompok yang melakukan
penolakan terhadap varian media.

2. Bagaimana Memanfaatkan Media on Demand

Salah satu presenter baru-baru ini mengatakan, pemanfaatan media yang


berarti lebih dari satu perjalanan ke tujuan. Tren riset media pembelajaran
sejauh ini tampaknya mengarah pada kesimpulan bahwa pembelajaran
dipengaruhi oleh kualitas presentasi hanya sebatas bahwa kualitas
mempengaruhi kejelasan pesan. Selama bertahun tahun domain pemanfaatan
berpusat di sekitar kegiatan pendidik dan pengajar. Pengajaran dan
pembelajaran model dan teori-teori saat ini fokus pada perspektif pengguna.
Tidak ada satu media yang juga memiliki teknologi semua atribut yang
idealnya diperlukan dalam tugas pembelajaran.

16
The ASSURE model yang disajikan dalam teks dengan Seels dan Richey
(1995: 43) telah menjadi panduan yang diterima secara luas untuk membantu
pendidik merencanakan dan menerapkan penggunaan media dalam situasi
mengajar. Langkah-langkah dalam model ini adalah
1. Analisis pebelajar
2. tujuan
3. Pilih media dan bahan
4. Memanfaatkan media dan bahan
5. Membutuhkan partisipasi pelajar
6. Mengevaluasi dan merevisi

Untuk meningkatkan prestasi pelajar, media dan teknologi harus digunakan


secara efektif dalam proses pembelajaran daripada sebelumnya. Teknologi baru
menyajikan prospek menciptakan rangsangan yang semakin realistis,
menyediakan tor akses cepat dalam jumlah besar informasi, cepat
menghubungkan informasi dan media, menghilangkan hambatan jarak antara
instruktur dan pebelajar dan di antara pebelajar itu sendiri.

B. Implementasi Cloud Computing


Beberapa penyelenggara pendidikan bahkan Perguruan Tinggi yang telah
menggunakan layanan belajar dan pembelajaran on-line, belum menggunakan
sistem “cloud computing” secara optimal. Beberapa perguruan tinggi bahkan
telah salah mengasumsikan terhadap sistem “cloud computing”. Asumsi
terhadap sistem “cloud computing” adalah sebuah sistem dalam Internet yang
tidak banyak memberikan dukungan terhadap proses belajar dan pembelajaran
dan hanya memfasilitasi kegiatan yang tidak diselenggarakan oleh Perguruan
Tinggi (Nistor et al.,2015).

Langkah menuju sistem “cloud computing” pada perguruan tinggi dimulai


dengan memanfaatkan penyediaan email mahasiswa (Bora & Ahmed, 2013).
Gmail, Ymail, Hotmail dll dalam kenyataannya telah menawarkan layanan
email gratis baik perorangan maupun kelembagaan untuk sektor pendidikan di
seluruh negara. Tendensi berbagai perusahaan menyediakan email adalah
sebagai bagian dari pendukung aplikasi yang lebih besar. Misalnya untuk
mendaftarkan akun sebuah aplikasi yang ditawarkan. Perusahaan Internasional
yang peduli sangat konsisten dalam dunia pendidikan adalah perusahaan google
dengan Google Apps for Education dan Perusahaan Microsoft melalui microsoft
Live @ edu.

Secara umum, sistem yang ditawarkan adalah alat komunikasi seperti

17
teknologi pesan yang dibuat secara instan beserta pengelolaan sistem dan
software aplikasi lainnya. Ada juga aplikasi dokumen berupa pengolah kata,
pengolah angka hingga presentasi dilengkapi dengan fasilitas dari
penyimpanan,pemrosesan hingga bagaimana penyampaiannya, Ruang
penyimpanan sangat signifikan untuk seluruh dokumen dan dari semua jenis.
Layanan tersebut ditawarkan kepada pengguna dan Cloud Computing Pada
Sistem Pembelajaran. Berbagai versi aplikasi e-learning telah dimanfaatkan
sebagai sarana dalam sistem pembelajaran.

Salah satu bidang yang sangat penting bagi pendidik dan pengajar adalah
kemampuan untuk secara kritis mengevaluasi teknologi media on demand
dalam pembelajaran yang ada dan yang baru. Kita perlu pendidik dan pengajar
yang dapat berpikir tentang kemungkinan efek samping, konsekuensi dan
dampak dari teknologi media on demand dalam pembelajaran yang telah
dikembangkan. Pendidik dan pengajar perlu mengembangkan media on demand
pembelajaran yang tidak hanya bisa menjadi mediator. Namun bisa
menghubungkan sumber belajar dengan pebelajar sehingga pebelajar mampu
mengelola secara mandiri melalui otonomi pebelajar sehingga menjadi aset
pendidikan dan pembelajaran di dunia.

18
BAB VIII

REVOLUSI LANDASAN TEORETIK-KONSEPTUAL TEKNOLOGI


PENDIDIKAN

A. Sumber Belajar dan Pusat Sumber Belajar

Dalam dunia pembelajaran terjadi perubahan mendasar dalam hal orientasi


teoretik-konseptual keputusan-keputusan dan tindakan-tindakan pembelajaran,
yaitu dari behavioristik konstruktivistik-transformatif. Teori behavioristik sangat
percaya pada kekuatan lingkungan untuk mengkondisi perilaku pebelajar,
sedangkan konstrukstivistik, sebaliknya, meyakini bahwa individu mempunyai
kekuatan untuk mengubah dirinya sendiri. Tugas pembelajaran yang terpenting
adalah menggali kekuatan atau daya itu serta memberi peluang untuk berkembang.
Teori behavioristik tampak telah lama melandasi sikap dan perilaku pembelajar,
siapa pun ia dan dimanapun pembelajaran itu dilaksanakan. Dalam pembelajaran,
individu yang belajar menempati posisi yang semakin penting karena pebelajar
yang sesungguhnya menentukan peristiwa belajar itu akan terjadi atau tidak terjadi
dalam dirinya.

Perubahan landasan teoritik-konseptual ini membawa dampak pada perlunya


melakukan perubahan pada tujuan, strategi, pengemasan lingkungan, sampai pada
evaluasi proses dan hasil belajar-pembelajaran. Memasuki abad belajar,
pembelajaran tidak lagi dilihat sebagai upaya untuk menyiapkan pebelajar untuk
memasuki masa depan, tetapi sebagai suatu proses agar seseorang bisa “hidup”
kapan pun, di manapun, dan dalam situasi apa pun. Oleh karena itu, tujuan yang
terpenting dari pembelajaran adalah mengembangkan kemampuan mental yang
memungkinkan seseorang dapat belajar. Jadi, belajar itu sendirilah yang menjadi
tujuan pembelajaran, bukan semata-mata pada hasil belajarnya. Pengetahuan,
Belajar, dan Pembelajaran.

Teori Behavioristik memandang bahwa pengetahuan adalah objektif, pasti,


tetap, dan tidak berubah. Pengetahuan telah terstruktur dengan rapi, sedangkan
teori konstruktivistik memandang bahwa pengetahuan adalah non-objektif, bersifat
temporer, selalu berubah, dan tidak menentu. Belajar dilihat oleh teori behavioristik
sebagai perolehan pengetahuan dan mengajar adalah memindahkan pengetahuan
ke orang yang belajar. Itulah sebabnya, pebelajar oleh teori behavioristik
diharapkan memiliki pemahaman yang sama dengan pembelajar terhadap
pengetahuan yang diajarkan. Artinya, apa yang dipahami oleh pembelajar itulah

19
yang harus dipahami oleh pebelajar. Belajar merupakan proses penyusunan
pengetahuan dari pengalaman konkret, aktivitas kolaboratif, dan refleksi serta
interpretasi, sedangkan mengajar adalah menata lingkungan agar pebelajar
termotivasi dalam menggali makna. Dengan cara seperti ini, pebelajar dapat
memiliki pemahaman yang berbeda terhadap pengetahuan tergantung pada
pengalamannya, dan perspektif yang dipakai dalam menginterpretasikannya.

B. Sumber Daya Manusia Yang Bisa “Hidup” Di Era Kesemrawutan Global.

Sumber daya manusia yang bisa “hidup” di era kesemrawutan global adalah
manusia yang benar-benar unggul. Manusia unggul yang dimaksud adalah manusia
yang memilikikompetensi yang dibutuhkan untuk memasuki kehidupan, khususnya
dunia kerja. Kompetensi yang dimiliki oleh manusia yang disebut unggul adalah:
berpikir kreatif-produktif, pengambilan keputusan, pemecahan masalah, belajar
bagaimana belajar, kolaborasi, dan pengelolaan diri. Oleh karena itu, tujuan
pembelajaran dan sekaligus strateginya harus mengarah ke pembentukan
kompetensi tersebut. Strategi pembelajaran untuk menghasilkan manusia yang bisa
“hidup” di era kekinian adalah yang berangkat dari landasan teoritis yang cocok,
yaitu yang lebih memberi peluang setiap pebelajar dapat mengalami growth in
learning. Satu unsur penting yang berkaitan dengan strategi pembelajaran ini adalah
bagaimana menata lingkungan agar belajar benar-benar merupakan aktivitas yang
menggairahkan bagi pebelajar.

Suatu pemikiran yang kelihatannya mudah dan gampang untuk dibicarakan,


tetapi sangat sulit untuk dioperasionalkan. Agar terjadi perubahan pada tingkat
operasional, maka perlu adaperubahan persepsi yang memadai dari semua pihak
yang menaruh perhatian pada upaya ini. Perubahan persepsi tentang arah dan pola
tujuan pembelajaran menuju ke penumbuhan dan pengembangan pribadi yang
mampu "hidup" di era yang sangat berbeda dengan era yang kita jalani sekarang ini.
Perubahan persepsi tentang bagaimana menata lingkungan agar belajar bukan lagi
dilihat sebagai aktivitas yang membosankan dan menyakitkan, tetapi aktivitas yang
menggairahkan dan menyenangkan. Dengan demikian, aktivitas belajar akan
dirindukan setiap orang karena aktivitas ini akan memberikan rasa nyaman, betah,
dan sekaligus suka cita.
C. Halangan Sistemik Revolusi Mental

Mudah sekali mengidentifikasi beberapa virus yang ada di berbagai


lingkungan pembelajaran yang bersumber dari paradigma keteraturan, seperti
penggunaan kurikulum yang seragam (kurikulum nasional), penggunaan strategi
pembelajaran yang seragam, penggunaan buku sumber yang seragam, dan

20
penggunaan strategi evaluasi yang seragam. Penyeragaman ini sudah pasti
memberi kontribusi pada pemberangusan penghargaanpada keragaman. Semua
bentuk penyeragaman ini, ternyata telah berhasil membentuk pebelajar Indonesia
sangat menghargai kesamaan, dan tanpa sadar ternyata juga telah berhasil
membentuk pebelajar yang mengabaikan penghargaan pada keragaman.

Pebelajar sangat sulit menghargai perbedaan. Perilaku yang berbeda lebih


dilihat sebagai kesalahan yang harus dihukum. Kita perlu melakukan kaji ulang,
atau dengan ungkapan yang lebih memasyarakat, kita perlu melakukan revolusi
mental landasan teoretik dan konseptual belajar, pembelajaran, dan kurikulum yang
lebih mampu menumbuhkembangkan anak-anak bangsa lebih menghargai
keragaman. Revolusi mental Teknologi Pembelajaran Mengikuti perubahan arah
konsep belajar, mengajar, pembelajaran seperti deskripsi sebelumnya, perlu
dilakukan perubahan sasaran dan kiprah penggelut bidang Teknologi Pembelajaran.
Kehadiran teknologi pembelajaran pada mulanya dimaksudkan untuk memecahkan
masalah-masalah belajar yang begitu kompleks dengan cara mengembangkan
berbagai sumber belajar yang dapat memudahkan belajar (to facilitate learning).
Jadi, sentuhan yang diberikannya hanya ketika pebelajar mengalami masalah. Itu
sebabnya, di awal kehadirannya, teknologi pembelajaran membawa bahasa-bahasa
khas, seperti alat bantu mengajar, alat peraga, terus berkembang dan berubah
menjadi media pembelajaran. Semua itu dimaksudkan untuk membantu pembelajar
agar tujuan pembelajaran dapat dicapai dengan efektif.

Perkembangan tahap kedua, kehadiran teknologi pembelajaran dimaksudkan


untuk merekayasa agar terjadi belajar dalam diri pebelajar (to make learning).
Teknolog lebih banyak memusatkan perhatiannya untuk mengembangkan berbagai
sumber belajar yang dapat meningkatkan gairah dan semangat untuk belajar.
Muncul perubahan bahasa yang sangat khas produk bidang ini, yaitu istilah
pengajaran berubah menjadi pembelajaran, untuk menunjukkan bahwa teknologi
pembelajaran bukan untuk memudahkan pembelajar untuk mengajar tetapi untuk
membuat pebelajar belajar. Orientasi pembelajaran berubah dari pembelajar ke
pebelajar. Pebelajar bukan lagi sebagai objek tetapi subjek yang belajar. Itu
sebabnya, produk-produk teknologi pembelajaran yang dikembangkan diarahkan
untuk memotivasi pebelajar agar mau belajar.

21
BAGIAN KEDUA

A. KOMENTAR

BAB I BELAJAR ABAD KE-21 DAN ERA REVOLUSI INDUSTRI 4.0


Keunggulan: Dalam pembahasan bab I sudah bagus dan cukup jelas dalam
memaparkan penjelasan mengenai Revolusi Industri 4.0 sehingga buku ini dapat di
jadikan pengetahuan dalam menghadapi tantangan di dunia pendidikan, khusus nya
para guru dalam mengahadapi berbagai macam karakter peserta didik.
Kekurangan: Dalam bab ini ada beberapa kekurangan diantaranya tidak semua kata
dan kalimat dalam bab ini mudah di pahami oleh pembaca, karena ada kata atau kalimat
yang sulit untuk di pahami sehingga perlu dibaca berulang-ulang.

BAB II PARADIGMA PENELITIAN ATI

Keunggulan: Pembahasan dalam bab ini sudah cukup bagus mengenai paradigma
penelitian ATI.
Kekurangan: Pembahasan yang tidak terlalu banyak membua para pembaca tidak
sepenuhnya paham. Dan tidak semua kata dan kalimat dalam bab ini mudah di pahami
oleh pembaca, karena ada kata atau kalimat yang sulit untuk di pahami sehingga perlu
dibaca berulang-ulang.

BAB III KONTRUKSI BELAJAR BERBASIS KEHIDUPAN PADA MOOC

Keunggulan: Dalam Bab III ini penulis menuliskan pembahasan dengan rinci dan
jelas sehingga pembaca dapat mengetahui tentang kontruksi belajar berbasis
kehidupan pada MOOCs.

Kekurangan: Dalam bab III ini tidak semua kata dan kalimat dalam bab ini mudah
dipahami oleh pembaca, karena ada kata atau kalimat yang perlu dibaca berulang- ulang
agar pembaca benar- benar paham.

BAB IV KAPABILITAS PEBELAJAR DALAM TRANSDISIPLIN

Keunggulan: Pada bab IV pembaca dapat mengetahui beberapa macam cara dan

22
strategi pembelajaran sehingga mudah untuk memecahkan masalah-masalah belajar-
mengajar yang begitu kompleks(sulit) dengan cara mengembangkan berbagai Metode
belajar-mengajar yang dapat memudahkan belajar (to facilitate learning).
Kekurangan: : Tidak semua kata dan kalimat dalam bab ini mudah dipahami oleh
pembaca, karena ada kata atau kalimat yang perlu dibaca berulang- ulang agar pembaca
benar- benar paham.

BAB V GAMIFIKASI DAN PENGEMBANGAN KOMPETENSI TPACK


CALON GURU

Keunggulan: Dalam bab ini penulis menuliskan pembahasan dengan rinci dan jelas
sehingga pembaca dapat mengetahui teori-teori secara umum dan dapat digunakan
dalam strategi pembelajaran.
Kekurangan: Dalam bab ini penulis tidak terlalu banyak memberi contoh
pengaplikasian Gamifikasi dalam KBM.
BAB VI MICROLEARNING, EPISTIMOLOGI BELAJAR ERA DIGITAL
Keunggulan: Dalam bab ini sudah sangt bagus karena penulis sudah memberikan salah
satu contoh pengimplementasian dari teknologi pendidikan yang dapat dipergunakan
dalam pembelajaran, sehingga menarik untuk dibaca dan dipelajari para pembaca.
Kekurangan: : Tidak semua kalimat dalam bab ini mudah dipahami oleh pembaca,
karena ada kalimat yang perlu dibaca berulang agar pembaca benar-benar paham untuk
mempraktiaknnya.

BAB VII MENGKONSTRUKSIKAN MEDIA ON DEMAND DALAM


PERSPEKTIF KOMUNIKASI MASSA PADA CLOUD COMPUTING
SEBAGAI PENGUATAN OTONOMI PEMBELAJAR

Keunggulan: Dalam bab ini penulis menuliskan pembahasan dengan rinci dan jelas
sehingga pembaca dapat mengetahui berbagai macam contoh system pembelajaran
berbasis Cloud Computing.

23
Kekurangan: Tidak semua kalimat dalam bab ini dapat di pahami karena bahasa yang
di pergunakan cukup sulit sehingga pembaca harus mengulang-ulang dalam
membacanya agar dapat di pahami.

BAB VIII REVOLUSI LANDASAN TEORETIK-KONSEPTUAL TEKNOLOGI


PENDIDIKAN
Keunggulan: Dalam bab ini penulis mengajak para pembaca untuk mampu menjadi
manusia unggul agar tak hanya jadi penonton di zaman yang serba canggih dan cepat
ini.
Kekurangan: Tidak semua kata dan kalimat dalam bab ini mudah dipahami oleh
pembaca, karena ada kata atau kalimat yang perlu dibaca berulang- ulang agar pembaca
benar- benar paham.

24
BAGIAN KETIGA

A. KESIMPULAN

Revolusi industri 4.0 ini telah memberikan dampak pada berbagai bidang
kehidupan termasuk bidang pendidikan dan pembelajaran. Hal ini seiring dengan
penggunaan teknologi komunikasi dan informasi dalam praktik pembelajaran di
kelas, mulai dari yang paling sederhana hingga yang paling canggih. Kemajuan
bidang pendidikan juga didorong oleh teknologi teknologi yang diciptakan dan
digunakan untuk membantu serta memudahkan belajar manusia. Pendidikan 4.0
atau Education 4.0, merupakan respon terhadap revolusi industri 4.0, dalam hal ini
manusia dan teknologi perlu ada keselarasan untuk menyongsong berbagai
kemungkinan baru. Respon pendidikan, utamanya pendidikan tinggi, terhadap
revolusi industri 4.0 ini menuntut adanya restrukturisasi kurikulum bahkan mungkin
secara kelembagaan, untuk mendirikan program-program dan jurusan baru, atau
mungkin dalam bentuk bidang interdisipliner yang relevan atau sesuai dengan
kebutuhan masyarakat pada era ini.

Menghadapi hal ini tentu Indonesia harus melakukan revitalisasi didalam


tubuh pendidikan. Salah satunya dapa dilakukan dengan penelitian ATI. Asumsi
yang paling dasar, yang harus diletakkan pertama kali, dalam kajian mengenai
paradigma penelitian ATI untuk memperbaiki pembelajaran adalah bahwa strategi
pembelajaran yang berbeda memiliki pengaruh yang berbeda dan konsisten pada
hasil pembelajaran. Ini tidak berarti bahwa semua komponen strategi memiliki
pengaruh yang berbeda dan konsisten terhadap hasil pembelajaran. Yang perlu
dilakukan adalah mengidentifikasi dan mendefinisikan secara jelas komponen
strategi mana yang memiliki pengaruh yang konsisten pada hasil pembelajaran, dan
mana yang tidak. Komponen strategi yang tidak memiliki pengaruh yang konsisten
tidak bermanfaat untuk mempreskripsikan landasan konseptual dan teoretis upaya
perbaikan kualitas pembelajaran.

Beberapa contoh pengimplementasian teknologi pendidikan antara lain:

1. Gamifikasi
2. System Pembelajaran Cloud Computing
3. Penggunaan Education Apps

Teknologi Pendidikan merupakan perwujudan nyata dari berbagai kegiatan


belajar. Penggunaan, pengembangan dan pengelolaan telah mengarah pada

25
lignkungan belajar digital. Kompetensi sebagai tujuan akhir dari pembelajaran
belum dianggap cukup utk mengantisipasi perkembangan kehidupan. Massive
Open Online Courses menjadi fasilitas dan lingkungan belajar berbasis kehidupan.

Sebab, sumber daya manusia yang bisa “hidup” di era kesemrawutan global
adalah manusia yang benar-benar unggul. Manusia unggul yang dimaksud adalah
manusia yang memiliki kompetensi yang dibutuhkan untuk memasuki kehidupan,
khususnya dunia kerja. Kompetensi yang dimiliki oleh manusia yang disebut
unggul adalah: berpikir kreatif-produktif, pengambilan keputusan, pemecahan
masalah, belajar bagaimana belajar, kolaborasi, dan pengelolaan diri. Oleh karena
itu, tujuan pembelajaran dan sekaligus strateginya harus mengarah ke pembentukan
kompetensi tersebut. Strategi pembelajaran untuk menghasilkan manusia yang bisa
“hidup” di era kekinian adalah yang berangkat dari landasan teoritis yang cocok,
yaitu yang lebih memberi peluang setiap pebelajar dapat mengalami growth in
learning.

26

Anda mungkin juga menyukai