DOSEN PENGAMPU
Dra. Hj. IKE HANANIK, M.Pd /
ZAIN AHMAD FAUZI, M.Pd
DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 17
KELAS 7E PGSD
i
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT. Tuhan semesta alam. Shalawat serta salam tidak lupa
kami ucapkan untuk junjungan kita Nabi Besar Muhammad SAW. Kami bersyukur kepada
Allah SWT atas segala berkat, rahmat, taufik, serta hidayah-Nya yang tidak terkira besarnya,
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan lancar.
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Kapita Selekta Pembelajaran
dengan judul “Pendekatan STEAM dan TPACK”. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa
begitu banyak pihak yang telah turut membantu dalam penyusunan makalah ini. Melalui
kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Ibu
Dr.Hj. Ike Hananik, M.Pd/ Zain Ahmad Fauzi,M.Pd selaku dosen pengampu mata kuliah
Kapita Selekta Pembelajaran yang telah membimbing penulis sehingga mampu
menyelesaikan makalah ini dengan baik.
Kami sebagai penulis juga menyadari bahwa masih banyak terdapat kesalahan dalam
penyusunan makalah ini. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang
membangun agar yang kami buat dimasa akan datang akan lebih baik lagi.
Demikianlah makalah ini kami susun, kami berharap agar makalah ini bermanfaat
bagi semua yang membaca. Terima kasih.
Penulis
i
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI..............................................................................................................................ii
C. Tujuan ............................................................................................................................. 3
F. Hal yang perlu diperhatikan dalam Pelaksanaan Pembelajaran Luring, Daring dan
Blanded Learning menggunakan Sistem STEAM dan TPACK .......................................... 18
ii
1. Pelaksanaan Pembelajaran Luring, Daring dan Blanded Learning dengan Sistem
STEAM ............................................................................................................................. 18
A. Kesimpulan ................................................................................................................... 21
B. Saran ............................................................................................................................. 22
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Abad 21 merupakan abad globalisasi dimana terjadi perubahan-perubahan
pada semua aspek kehidupan, baik dalam bidang ekonomi, sosial, ilmu pengetahuan
dan teknologi (Hidayat & Patras, 2013). Begitu juga dalam bidang pendidikan,
menurut Daryanto & Karim (2017) pendidikan abad 21 telah diadaptasi oleh
Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia untuk mengembangkan
kurikulum Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP, dan Sekolah
Menengah Atas (SMA) agar memiliki 21st century skill, scientific approach, dan
authentic learning. Selanjutnya, tiga konsep tersebut diadaptasi untuk
mengembangkan pendidikan menuju Indonesia Kreatif tahun 2045. Indonesia Kreatif
ini didukung oleh hasil penelitian yang menunjukkan adanya pergeseran pekerjaan di
masa datang. Piramid pekerjaan di masa datang menunjukkan bahwa jenis pekerjaan
tertinggi adalah pekerjaan kreatif (creative work). Pekerjaan kreatif membutuhkan
intelegensia dan kreativitas manusia untuk menghasilkan produk-produk kreatif dan
inovatif.Selain itu, sesuai dengan yang dikemukakan oleh United States Department
of Labor yang mengharapkan agar institusi pendidikan memberikan kesempatan
kepada siswa untuk mengkontruksi pengetahuan mereka melalui aktivitas pemecahan
masalah kreatif terkait masalah nyata (Prakoso, 2016). Teknologi yang semakin pesat
dikalangan kita tentu mengharuskan semua kalangan siap terutama dalam pendidikan
yang menciptakan pendidik atau guru harus mampu berdaya saing.
Perkembangan teknologi menuntut guru tidak hanya dapat menguasai
bagaimana cara membelajarkan peserta didik dan menguasai materi pembelajaran,
namun guru juga harus menguasai teknologi guna mempermudah pemahaman peserta
didik dalam pembelajaran. Pemerintah Indonesia telah banyak memberikan bantuan
berupa penyediaan sarana prasarana kepada guru maupun sekolah dalam upaya
peningkatan kualitas pendidikan guna menyediakan sumber daya manusia yang
handal. Namun pada kenyataannya, masih banyak guru dan sekolah yang belum
memanfaatkan sarana prasarana tersebut. Oleh karena itu diperlukan cara untuk
mengukur kemampuan guru seiring dengan perkembangan teknologi informasi dan
komunikasi yang sangat pesat melalui analisis kemampuan TPACK dan STEAM.
1
STEAM merupakan sebuah akronim dari Science, Technology, Engineering,
Arts, dan Mathematics. STEAM adalah pendekatan pembelajaran yang
mengintegrasikan ilmu Science, Technology, Engineering, Mathematics, dan Arts
dalam suatu pembelajaran.
Pembelajaran berbasis STEAM bertujuan untuk meningkatkan minat,
kreatifitas, berpikir kritis, dan komunikasi peserta didik dalam bidang ilmu sains dan
matematika dengan cara yang lebih menarik dan menyenangkan melalui penggunaan
teknologi, teknik dan seni. Pembelajaran ini juga bertujuan untuk meningkatkan
kepercayaan diri peserta didik terhadap kemampuan yang dimiliki dan minat di
bidang sains dan matematika, memfasilitasi pemahaman peserta didik terhadap
STEAM (Science, Technology, Engineering, Arts, and Mathematics) yang
diintegrasikan, serta memelihara kreativitas dan bakat konvergen yang diperlukan
dalam memecahkan masalah di dunia nyata (Kim & Chae, 2016:1926). Selain itu juga
ada TPACK yang saling berkaitan dimana Technological pedagogical content
knowledge (TPACK) merupakan salah suatu jenis pengetahuan baru yang harus
dikuasi guru untuk dapat mengintegrasikan teknologi dengan baik dalam
pembelajaran (Mishra & Koehler, 2006). Pada perkembangannya, TPACK telah
menjadi kerangka kerja atau framework yang dapat digunakan untuk menganalisis
pengetahuan guru terkait dengan integrasi teknologi dalam pembelajaran (Koehler &
Mishra, 2009: 62; Cox & Graham, 2009; Koehler, Mishra, & Cain, 2013: 14).
Technological knowledge (TK) atau pengetahuan teknologi merupakan pengetahuan
tentang berbagai jenis teknologi sebagai alat, proses, maupun sumber.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang ada maka didapatlah suatu rumusan masalah
yaitu :
1. Apa yang dimaksud dengan STEAM ?
2. Apa yang dimaksud dengan TPACK ?
3. Apa yang dimaksud dengan pembelajaran luring, daring dan blanded learning ?
4. Bagaimana upaya penerapan pembelajaran luring, daring dan blanded learning ?
5. Bagaimana kendala penerapan pembelajaran luring, daring dan blanded learning ?
6. Hal-hal yang harus disiapkan ketika melaksanakan pembelajaran luring, daring
maupun blanded menggunakan sistem STEAM dan TPACK ?
2
C. Tujuan
Berdasarkan latar belakang yang ada maka didapatlah suatu rumusan masalah
yaitu :
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan STEAM.
2. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan TPACK.
3. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan pembelajaran luring, daring dan
blanded learning.
4. Untuk mengetahui bagaimana upaya penerapan pembelajaran luring, daring dan
blanded learning.
5. Untuk mengetahui bagaimana kendala penerapan pembelajaran luring, daring dan
blanded learning.
6. Untuk mengetahui hal-hal yang harus disiapkan ketika melaksanakan
pembelajaran luring, daring maupun blanded menggunakan sistem STEAM dan
TPACK.
3
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian STEAM
Bybee (2013) menyatakan mengenai pengajaran Sains di Abad 21 bahwa
pengajaran membutuhkan komitmen untuk berinovasi dan dibutuhkan pemenang
untuk masa depan melalui pemimpin-pemimpin dalam bidang bisnis, sains,
engineering, dan pembuat kebijaksanaan. Tantangan yang disebutkan tersebut begitu
besar dan spesifik. Sebagai salah satu contoh inovasi yang dinyatakan oleh mantan
presiden Amerika Serikan Barack Obama yaitu sistem keamanan nasional yang lebih
kuat, stabilitas ekonomi, sumber daya nasional, dan perbaikan perawatan kesehatan.
Inovasi-inovasi yang telah disebutkan sangat berhubungan dengan pembelajaran
berbasis STEM (science, technology, engineering, dan mathematics).
Istilah pembelajaran berbasis STEM muncul sebagai salah satu bentuk
reformasi pendidikan yang dilakukan oleh Amerika Serikat sebagai jawaban atas
kekhawatiran mereka yang kemajuan teknologinya merasa terkalahkan oleh negara-
negara Asia. STEM dipercaya dapat menjadi salah satu solusi yang mungkin
digunakan untuk meningkatkan berbagai keterampilan yang dibutuhkan untuk
menghadapi tantangan abad ke-21. Tujuan pembelajaran STEM bukan hanya untuk
meningkatkan pemahaman siswa tentang sains, teknologi, engineering, dan
matematika saja, akan tetapi agar siswa mampu menerapkan pengetahuan tersebut
untuk memecahkan masalah-masalah yang kompleks yang mungkin akan mereka
hadapi diluar ruang kelas (Bybee, 2013). Istilah STEM pertama kali digunakan dan
dikenalkan oleh National Science Foundation (NSF) untuk meningkatkan kualitas
program yang berkaitan dengan ilmu pengetahuan, teknologi, rekayasa, dan
Matematika (Asmuniv, 2016). STEM merupakan sebuah meta-disiplin dimana semua
guru khususnya guru science,technology, engineering, dan mathematics mengajar
dengan menggunakan pendekatan yang terintegrasi antar masing-masing disiplin.
Pembelajaran STEM disediakan untuk mendukung serta menguatkan masing-masing
disiplin baik tingkat sekolah dasar, sekolah menengah, sarjana, dan seterusnya
termasuk pendidikan untuk orang dewasa. Dari definisi tersebut, dapat diketahui
bahwa terjadi kolaborasi antara science,technology, engineering, dan mathematics,
sehingga masing-masing disiplin tidak terbagi-bagi, akan tetapi terintegrasi sebagai
satu kesatuan yang dinamik (Brown, 2012).
4
STEAM adalah sebuah singkatan untuk Sains (science), Teknologi
(technology), Teknik (engineering), Seni (art) dan Matematika (mathematic).
STEAM adalah sebuah pendekatan pembelajaran terpadu yang mendorong siswa
untuk berpikir lebih luas tentang masalah di dunia nyata. STEAM juga mendukung
pengalaman belajar yang berarti dan pemecahan masalah, dan berpendapat bahwa
sains, teknologi, teknik, seni dan matematika saling terkait. Dalam STEAM, sains dan
teknologi dapat diartikan melalui seni dan teknik, termasuk juga komponen
matematika.
STEAM merupakan salah satu metode pembelajaran yang menggunakan
kelima elemen ilmu ( pengetahuan, teknologi, teknik rekayasa / cara, seni dan
matematika ) dimana semua aspek ini merupakan cara berpikir yang sistematis untuk
dapat memahami suatu ilmu pengetahuan dan mengaplikasikannya dalam kehidupan
sehari – hari sebagai pola pemecahan masalah, pemikiran kreatif dan analitis.
Bybee (dalam Kim & Kim, 2016:1911) mengemukakan bahwa pendidikan
STEAM terdiri dari pengalaman belajar yang membantu siswa menyadari caranya
belajar dan fokus melalui penekanan berpikir logis, matematis, ekperimental, dan 2
ilmiah, meningkatkan motivasi belajar peserta didik dan membangkitkan rasa ingin
tahu peserta didik tentang pembelajaran matematika dan sains yang berhubungan
dengan kehidupan dunia nyata. Dengan demikian, pembelajaran berbasis STEAM
dapat meningkatkan minat siswa dalam menyelesaikan permasalahan dunia nyata.
Penerapan pembelajaran berbasis STEAM dapat berpusat pada aktifitas hands-on,
group discussions, dan reality-based. Pembelajaran berbasis pendekatan STEAM telah
didesain dengan framework yang dapat disesuaikan untuk semua level, tipe dan gaya
mengajar (Yakman & Lee, 2012:1073).
Adapun framework tersebut terdiri dari tiga komponen utama, yaitu present a
situation (membiarkan peserta didik mengenali masalah sebagai sesuatu yang
terhubung dengan kehidupan mereka dan berhubungan dengan dunia nyata), creative
design (mendorong peserta didik untuk bertindak secara kreatif dalam perancangan
produk), dan emotional touch (membantu peserta didik untuk mengembangkan cara
pandang dalam menanggapi sesuatu, mengungkapkan ekspresi, dan simpati) (Kim &
Chae, 2016: 1928). Berdasarkan penelitian Park, dkk (2016:1745-1751) mengenai
persepsi guru terhadap pembelajaran berbasis STEAM ini, yaitu mayoritas dari
mereka menyetujui bahwa pembelajaran berbasis STEAM memberikan dampak
positif pada pembelajaran peserta didik, seperti meningkatkan minat peserta didik
5
dalam sains dan matematika, meningkatkan kemampuan berpikir konvergen dan
kreatif peserta didik, meningkatkan pemahaman peserta didik terkait materi yang
dipelajari, serta membangun karakter peserta didik. Namun, kebanyakan dari guru itu
melaporkan bahwa mereka kekurangan waktu untuk menyiapkan bahan ajar 3
berbasis STEAM ini, selain itu mereka juga kesulitan menggunakan media
pembelajaran baru dan peralatan eksperimen/ praktik.
Science, Technology, Engineering, Art dan Mathematics (STEAM)
sebenarnya ada dalam kehidupan kita sehari-hari. Namun seringkali kita memberikan
arti yang terlalu jauh sehingga tampak rumit untuk dipelajari. Mengapa STEAM perlu
dikenalkan pada anak – anak usia dini ? STEAM mengajarkan ketrampilan anak –
anak, seperti bekerjasama, ketekunan, kreativitas dan kecerdasan. STEAM sangat
penting, karena kehadirannya tidak bisa terlepas dari kehidupan kita sehari – hari dan
anak – anak yang “melek” STEAM, akan menjadi seorang inovator dan pemikir
kritis.
Hasil akhir dari model pembelajaran STEAM adalah anak – anak terlibat
dalam pembelajaran, memiliki pengalaman, bertahan dalam pemecahan
masalah, dapat melakukan kolaborasi dan bekerja melalui proses kreatif (4C/
Pembelajaran abad 21), sehingga STEAM ini diyakini bisa menjadi jalan keluar
dalam mengahapi era revolusi industri 4.0.
B. Pengertian TPACK
Technological pedagogical content knowledge (TPACK) merupakan salah
suatu jenis pengetahuan baru yang harus dikuasi guru untuk dapat mengintegrasikan
teknologi dengan baik dalam pembelajaran (Mishra & Koehler, 2006). Pada
perkembangannya, TPACK telah menjadi kerangka kerja atau framework yang dapat
digunakan untuk menganalisis pengetahuan guru terkait dengan integrasi teknologi
dalam pembelajaran (Koehler & Mishra, 2009: 62; Cox & Graham, 2009; Koehler,
Mishra, & Cain, 2013: 14).
6
Technological knowledge (TK) atau pengetahuan teknologi merupakan
pengetahuan tentang berbagai jenis teknologi sebagai alat, proses, maupun sumber.
Pedagogical knowledge (PK) atau pengetahuan pedagogik yaitu pengetahuan tentang
teori dan praktik dalam perencanaan, proses, dan evaluasi pembelajaran. Content
knowledge (CK) atau pengetahuan konten adalah pengetahuan tentang konten atau
materi pelajaran yang harus dipelajari oleh guru dan diajarkan kepada siswa.
Pedagogical content knowledge (PCK) atau pengetahuan pedagogik konten
merupakan pengetahuan pedagogik yang berhubungan dengan konten khusus
(Shulman, 1986). Technological content knowledge (TCK) atau pengetahuan
teknologi konten adalah pengetahuan tentang timbal balik antara teknologi dengan
konten. Technological pedagogical knowledge (TPK) atau pengetahuan teknologi
pedagogik adalah pengetahuan tentang berbagai teknologi dapat digunakan untuk
memfasilitasi belajar dan pembelajaran.
7
Technological Knowledge (TK), Pedagogical Knowledge (PK), Content Knowledge
(CK). Hasil perpaduan 3 pengetahuan dasar tersebut, menghasilkan 4 pengetahuan
baru, meliputi Pedagogical Content Knowledge (PCK), Technological Content
Knowledge (TCK), Technological Pedagogical Knowledge (TPK), dan Technological
Pedagogical Content Knowledge (TPACK).
8
untuk mengetahui bagaimana mengorganisasikan aktivitas di kelas agar kontruksi
pengetahuan siswa (pembelajaran) kondusif.
4. Pedagogical Content Knowledge (PCK)
Pedagogical Content Knowledge mengacu pada pernyataan Shulman
(1986) yaitu pengajaran yang efektif memerlukan lebih dari sekedar pemisahan
pemahaman konten dan pedagogi. Pedagogical Content Knowledge juga
mengakui kenyataan bahwa konten yang berbeda akan cocok dengan metode
mengajar yang berbeda pula. Contohnya pembelajaran keterampilan speaking
dalam bahasa Inggris lebih tepat dengan pendekatan student-centered agar
pembelajaran lebih bermakna. Berbeda dengan perkuliahan seminar apresiasi seni
yang lebih tepat menggunakan teacher-centerd. Pedagogical Content Knowledge
memiliki makna melampaui lebih sekedar ahli konten atau tahu pedoman umum
pedagogis, tetapi lebih kepada pemahaman kekhasan saling mempengaruhinya
konten dan pedagogi.
5. Technological Content Knowledge (TCK)
Technological Content Knowledge mendeskripsikan pengetahuan dari
hubungan timbal balik antara teknologi dan konten (materi). Teknologi
berdampak pada apa yang kita ketahui dan pengenalan terhadap hal-hal baru
mengenai bagaimana kita bisa menggambarkan konten (materi) dengan cara yang
berbeda yang sebelumnya tidak mungkin dilakukan. Sebagai contoh, saat ini
siswa bisa mempelajari hubungan antara bentuk-bentuk geometri dan sudut
dengan menyentuh dan memainkan konsep tersebut pada layar monitor dengan
tangan pada peralatan portabel mereka. Hal serupa juga terjadi pada software
pemrograman visual yang memungkinkan siswa mendesain dan mengkreasi
pemrograman pada permainan digital mereka. Teknologi memungkinkan
penemuan konten baru atau gambaran dari konten.
6. Technological Pedagogical Knowledge (TPK)
Technological Pedagogical Knowledge menidentifikasi hubungan timbal
balik antara teknologi dan pedagogi. Pengetahuan ini memungkinkan untuk
memahami penggunaan teknologi apa yang tepat untuk mencapai tujuan
pedagogis, serta memungkinkan guru untuk memilih peralatan apa yang paling
tepat berdasarkan kelayakannya untuk pendekatan pedagogis tertentu. Teknologi
juga bisa memberi metode baru untuk mengajar yang memudahkan untuk
9
diterapkan di kelas. Sebagai contoh munculnya online learning memerlukan guru
untuk mengembangkan pendekatan pedagogis baru yang tepat.
7. Technological Pedagogical Content Knowledge (TPACK)
Technological Pedagogical Content Knowledgemendeskripsikan
pengetahuan yang disintesis dari setiap bidang pengetahuan yang telah diuraikan
sebelumnya (Technological Knowledge, Content Knowledge, Pedagogical
Knowledge,Pedagogical Content Knowledge, Technological Content Knowledge,
danTechnological Pedagogical Knowledge), dengan fokus kepada bagaimana
teknologi bisa dibuat dengan khas untuk dihadapkan pada kebutuhan pedagogis
untuk mengajar konten yang tepat dalam konteks tertentu. Setiap unsur dari
bidang pengetahuan tersebut menggambarkan sebuah kebutuhan dan pentingnya
aspek tersebut dalam mengajar. Tetapi untuk pengajaran yang efektif
membutuhkan lebih dari setiap bagian tersebut. Untuk guru dengan Technological
Pedagogical Content Knowledge (TPACK), pengetahuan teknologi, pedagogi,
dan konten disintesis dan digunakan untuk desain pengalaman belajar siswa.
Kerangka Technological
Pedagogical Content Knowledge (TPACK) juga berfungsi sebagai sebuah
teori dan konsep untuk peneliti dan pendidik dalam mengukur kesiapan calon
guru dan guru dalam mengajar secara efektif dengan teknologi. Technological
Pedagogical Content Knowledge (TPACK) berdampak pada guru. Hal tersebut
mengingat hubungan antara teknologi, pedagogi, dan konten yang melekat. Oleh
karena itu guru menghadapi tantangan besar dalam pergeseran perubahan
teknologi, pedagogi, materi pelajaran dan konteks kelas saat ini. Sudah
seharusnya guru menjadi lebih aktif menjadi desainer kurikulum. Selain
berdampak pada guru,
Technological Pedagogical Content Knowledge (TPACK) juga
berdampak kepada pendidik guru. Diantara berbagai pendekatan pembelajaran,
seorang pendidik guru seharusnya lebih menekankan kepada bagaimana guru
mengintegrasikan teknologi dalam praktek pengajaran mereka daripada
menekankan kepada apa yang guru integrasikan dalam praktek pengajaran
mereka. Pendekatan yang bisa dilakukan diantaranya learning technology by
design danlearningtechnology by activity types. Pengembangan Technological
Pedagogical Content Knowledge (TPACK) seharusnya dimulai dengan berbagai
teknologi sederhana yang dikenal kemudian secara berangsur-angsur ditingkatkan
10
kepada yang lebih canggih. Penelitian mengenai Technological Pedagogical
Content Knowledge (TPACK) telah dilakukan oleh Chai, Koh, & Tsai (2013).
Penelitian tersebut menelaah sekitar 74 literatur meliputi jurnal dan artikel yang
terkait dengan Technological Pedagogical Content Knowledge (TPACK). Hasil
penelitian tersebut secara tidak langsung menyatakan bahwa guru memerlukan
Technological Pedagogical Content Knowledge (TPACK) untuk pembelajaran
efektif di kelas meskipun penelitian lebih mendalam mengenai Technological
Pedagogical Content Knowledge (TPACK) masih perlu dilakukan. Kerangka
Technological Pedagogical Content Knowledge (TPACK) memiliki dampak yang
signifikan terhadap guru dan pendidik guru.
Kerangka Technological Pedagogical Content Knowledge (TPACK)
mendeskripsikan berbagai jenis pengetahuan yang guru butuhkan untuk mengajar
secara efektif dengan bantuan teknologi dan berbagai prsedur yang kompleks
dalam bidang interaksi pengetahuannya.
1. Pembelajaran Luring
Istilah luring adalah kepanjangan dari “luar jaringan” sebagai pengganti
kata offline. Kata “luring” merupakan lawan kata dari “daring”. Dengan
demikian, pembelajaran luring dapat diartikan sebagai bentuk pembelajaran yang
sama sekali tidak dalam kondisi terhubung jaringan internet maupun intranet.
Sistem pembelajaran luring (luar jaringan) artinya pembelajaran dengan memakai
media, seperti televisi dan radio. Jika peserta didik menulis artikel atau
mengerjakan tugas di Microsoft Word dan tidak menyambungkannya dengan
jaringan internet, maka itu adalah contoh aktivitas luring dan Jika siswa
melakukan offline conference dengan bertemu secara langsung tanpa menggunakan
internet, hal itu adalah contoh aktivitas luring.
2. Pembelajaran Daring
Belajar daring adalah metode belajar yang menggunakan model interaktif
berbasis internet dan Learning Manajemen System (LMS). Seperti menggunakan
Zoom, Google Meet, dan lainnya. Daring merupakan singkatan dari “dalam
jaringan” sebagai pengganti kata online yang sering kita gunakan dalam kaitannya
dengan teknologi internet. Daring adalah terjemahan dari istilah online yang
bermakna tersambung ke dalam jaringan internet.Pembelajaran daring artinya
11
adalah pembelajaran yang dilakukan secara online, menggunakan aplikasi
pembelajaran maupun jejaring sosial.
12
sekolah dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Kasihan juga orang
tua. Mereka sudah terbebani karena di-PHK oleh perusahaan, ditimpal lagi
oleh beban keharusan membeli kuota internet.
c. KBM tidak efektif. Sistem pembelajaran daring dan luring tentu tidak
seefektif pembelajaran di sekolah. Hal ini terjadi karena beberapa faktor.
Misalnya pengurangan jam mengajar. Guru-guru yang biasanya mengajar 4
jam di sekolah, terpaksa hanya mengajar selama satu jam. Dampak lanjutnya,
peserta didik akan kesulitan memahami materi yang banyak dalam waktu
yang relatif singkat. Apalagi berhadapan dengan mata pelajaran program
MIPA: Matematika, Fisika dan Kimia dan Biologi. Keempat pelajaran ini
tentunya membutuhkan waktu yang cukup lama karena banyak penurunan
rumus. Itu artinya, waktu satu jam sangat tidak cukup.
Kesulitan diatas harus segera dicarikan solusinya agar mutu pendidikan
tidak menurun, berikut ini upaya yang mungkin dapat diterapkan untuk
mengurangi tiga kesulitan di atas:
a. Bantuan pemerintah dan sekolah
Terkaitnya dengan orang tua yang kesulitan mendapatkan kuota internet,
saya kira pemerintah perlu hadir dan bahkan memberikan suntikan dana.
Maksudnya, pemerintah tidak hanya membuat regulasi dan kebijakan
pembelajaran melalui sistem Daring dan Luring di setiap sekolah. Akan
tetapi, pemerintah mau tidak mau harus menyediakan anggaran khusus untuk
pembelian kuota internet bagi peserta didik yang orang tuanya tidak mampu.
Demikian juga sekolah. Perlu ada bantuan khusus bagi orang tua yang secara
ekonomi tidak mampu. Terlebih lagi untuk peserta didik yang orang tuanya
terkena dampak corona. Semisal di-PHK oleh perusahaan, tempat di mana
mereka mencari nahkah.
b. Masalah KBM yang kurang efektif.
Sekolah dan para staffnya perlu menemukan cara tersendiri agar materi yang
dipelajari sebisa mungkin dapat dipahami oleh peserta didik. Tidak harus
memaksa peserta didik untuk memami materi pembelajaran secara 100 %,
50-70 % saja sudah cukup. Setidaknya mereka tetap memahami materi yang
sedang dipelajari.
13
2. Upaya Penerapan Kegiatan Daring
Pembelajaran daring merupakan pembelajaran yang dilakukan tanpa
melakukan tatap muka, tetapi melalui platform yang telah tersedia. Segala bentuk
materi pelajaran didistribusikan secara online, komunikasi juga dilakukan
secara online, dan tes juga dilaksanakan secara online. Sistem pembelajaran
melalui daring ini dibantu dengan beberapa aplikasi, seperti Google Classroom,
Google Meet, Edmudo dan Zoom.
Sebuah kondisi dikatakan daring apabila memenuhi beberapa persyaratan
sebagai berikut:
a. Di bawah pengendalian langsung dari alat yang lainnya.
b. Di bawah pengendalian langsung dari sebuah sistem.
c. Tersedia untuk penggunaan segera atau real time.
d. Tersambung pada suatu sistem dalam pengoperasiannya,
e. Bersifat fungsional dan siap melayani
Selama pelaksanaan model daring, peserta didik memiliki keleluasaan
waktu untuk belajar. Peserta didik dapat belajar kapan pun dan di mana pun,
tanpa dibatasi oleh ruang dan waktu. Peserta didik juga dapat berinteraksi dengan
guru pada waktu yang bersamaan, seperti menggunakan video call atau live
chat. Pembelajaran daring dapat disediakan secara elektronik menggunakan
forum atau message.
Belajar secara daring tentu memiliki tantangannya sendiri. Siswa tidak
hanya membutuhkan suasana di rumah yang mendukung untuk belajar, tetapi
juga koneksi internet yang memadai. Namun, proses pembelajaran yang efektif
juga tak kalah penting. Berikut ini adalah upaya penerapan kegiatan daring agar
siswa dapat bejalar daring dengan efektif:
a. Komunikasi antar tenaga pengajar dan siswa harus berjalan dengan baik pada
saat melakukan video call.
b. Aktif dalam berdiskusi baik dengan tenaga pengajar atau teman-teman.
c. Managemen waktu bagi para siswa sangat penting. Meski belajar di rumah,
pastikan siswa membuat catatan mana saja tugas yang sudah dikerjakan, dan
mana tugas yang harus segera kamu selesaikan.
d. Jangan lupa untuk tetap bersosialisasi dengan orang lain, termasuk anggota
keluarga di rumah, serta teman-teman sekelas di luar sesi video call untuk
mengasah kemampuan bersosialisasi.
14
3. Upaya Penerapan Kegiatan Blanded Learning
Belajar dalam kelas dan e-learning masing-masing memiliki kelebihan
dan kekurangan, hal itulah yang mendasari terbentuknya metode Blended
Learning ini. Seperti contoh, kekurangan belajar dalam kelas cenderung terbatas
dengan tempat dan waktu , tetapi kelebihannya dengan bertemu guru, para pelajar
dapat langsung mendapat feedback dari guru tersebut atas pencapaian yang sudah
mereka lakukan. Begitupun sebaliknya, belajar menggunakan internet memang
tidak terbatas tempat dan waktu, tetapi tidak adanya guru yang mendampingi ,
peserta tidak langsung mendapat feedback dan cendrung mengalami salah
pengertian. Maka dengan dipadukannya kedua metode tersebut, Blended learning
dapat menjadi jawaban untuk metode belajar yang menjadi trend di masa depan.
Berikut beberapa upayapenerapan kegiatan Blanded Learning agar pembelajaran
dapat berjalan dengan efektif.
a. Lakukan analisis
Dalam merencanakan kegiatan blended learning, mulailah dengan
menganalisis karakteristik peserta didik, materi, dan langkah-langkah yang
akan dilakukan saat pembelajaran tatap muka dan daring.
b. Buatlah rancangan model blended learning
Tahap ini lebih kepada membuat rencana pembelajaran, sistem sosial
antara guru dan peserta didik, gambaran reaksi cara guru mengajar dan
respons terhadap peserta didik, sistem pendukung untuk memaksimalkan
pelaksanaan blended learning, serta evaluasi hasil belajar.
c. Merancang materi pembelajaran
Langkah selanjutnya adalah merancang materi pembelajaran. Saat
merancang materi, konten harus berisi tentang profil guru, deskripsi mata
pelajaran, capaian pembelajaran, cara belajar, penilaian, dan sumber atau
referensi materi.
d. Panduan blended learning untuk guru dan peserta didik
Dalam panduan ini, Anda bisa membuat penjelasan peran guru dalam
merespons peserta didik, dan peran peserta didik dalam melaksanakan
kewajiban dan tugas pembelajaran.
15
E. Kendala Pembelajaran Luring, Daring dan Blanded Learning
1. Kendala Kegiatan Luring
Pamekasan Akhmad Zaini menyebutkan ada dua hal yang menjadi
kendala pada pembelajaran Luring. Namun kendati demikian pihaknya
memastikan hal itu bisa diantisipasi dengan baik. “Pertama, terkadang anak-anak
tidak datang semua karena terkendala orang tuanya yang tidak mengantarkan ke
tempat kegiatan itu dilaksanakan,” terang mantan Kabag Kesra itu, Jumat
(4/9/2020). Dalam pembelajaran Luring, kata dia pihaknya mengumpulkan siswa-
siswi di satu tempat. Untuk meminimalisir terjadinya kerumunan pihaknya
membatasi dalam satu tempat hanya ada lima orang siswa. “Jadi misalnya ada
siswa yang tidak hadir kita berikan modul untuk dipelajari kemudian ada tugas
yang harus diselaikan dan disetor,” imbuhnya. Selain itu, lanjut pria yang akrab di
sapa Zaini itu, kendala kedua ketika rumah guru jauh dari tempat kegiatan Luring
sehingga harus mengeluarkan uang lebih banyak untuk biaya tranportasi.
Pihaknya memastikan kendala yang ada pada saat kegiatan belajar Luring
tersebut bisa teratasi dengan baik.
16
muka langsung. Pembelajaran secara daring ini kurang efektif karena ada saja
alasan dari siswa yang tidak ada jaringan, tidak ada perangkat seperti handphone
ataupun laptop. Maka dari itu guru jadi kesulitan dalam melakukan proses
pembelajaran daring ini. Setiap siswa memang menginginkan belajar dengan
tenang serta mudah dipahami pada proses pembelajaran daring. Namun guru juga
nmenjadi bingung bagaimana pembelajaran daring bisa dilaksanakan tanpa ada
hambatan apapun serta tidak menjadi beban untuk siswa.
Belajar daring sebagai sembarang pengajaran dan pembelajaran yang
menggunakan rangkaian elektronik (LAN, WAN, atau internet) untuk
menyampaikan isi pembelajaran, interaksi, atau bimbingan. (Koran, 2002). Perlu
disadari bahwa ketidaksiapan guru dan siswa terhadap pembelajaran daring juga
menjadi masalah. Perpindahan sistem belajar tatap muka langsung ke sistem
daring amat mendadak tanpa persiapan yang matang. Tetapi semua ini harus tetap
dilaksanakan agar proses pembelajaran dapat berjalan lancar dan siswa aktif
mengikuti walaupun dalam kondisi pandemi ini.
Penelitian yang dilakukan oleh Fieka Nurul Arifa dengan judul
“Tantangan Pelaksanaan Kebijakan Belajar Dari Rumah Dalam Masa Darurat
Covid-19” . Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat berbagai hambatan,
baik dari sisi sumber daya manusia, pengaturan penyelenggaraan, kurikulum,
maupun sarana belajar. Komisi X DPR RI perlu mendorong sinergitas berbagai
sektor terkait serta melakukan pengawasan agar pelaksanaan kebijakan belajar
dari rumah dapat berjalan secara optimal. (Fieka, 2020).
Terdapat kendala dalam pembeajaran daring bisa menyebabkan
pembelajaran menjadi kurang efektif. Walaupun demikian pembelajaran daring
harus di jalankan disituasi pandemi ini.Kegagalan pembelajaran daring memang
nampak terlihat, tidak satu atau dua sekolah saja melainkan menyeluruh
dibeberapa daerah di Indonesia. Hal-hal yang penting dari proses pembelajaran
daring (online) perlu ditingkatkan dan diperbaiki. Pertama dan terpenting adalah
jaringan internet yang stabil, kemudian gawai atau komputer yang mumpuni, dan
sosialisasi daring yang bersifat efektif dan efisien. Jadi, dalam hal ini
pembelajaran daring harus terus di tingkatkan untuk berusaha mengatasikendala-
kendala yang terjadi agar pembelajaran yang dilakukan secara daring menjadi
lebih efektif dan efisien.
17
3. Kendala Kegiatan Blanded Learning
Tentunya, pembelajaran dengan konsep kombinasi/pembauran selain
memiliki kelebihan-kelebihan di atas juga memiliki kekurangan-kekurangan,
antara lain:
19
k. Pengetahuan terhadap cara memadukan antara materi pembelajaran dengan
pedagogik untuk mengembangkan proses pembelajaran yang lebih baik
l. Pengetahuan tentang penggunaan strategi pembelajaran dalam membelajarkan
materi pelajaran yang berbeda
m. Pengetahuan terhadap pembelajaran, kurikulum, penilaian, dan pelaporan serta
kaitan antara kurikulum, penilaian, dan pedagogik
20
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. STEAM adalah sebuah singkatan untuk Sains (science), Teknologi (technology),
Teknik (engineering), Seni (art) dan Matematika (mathematic). STEAM adalah
sebuah pendekatan pembelajaran terpadu yang mendorong siswa untuk berpikir
lebih luas tentang masalah di dunia nyata. STEAM juga mendukung pengalaman
belajar yang berarti dan pemecahan masalah, dan berpendapat bahwa sains,
teknologi, teknik, seni dan matematika saling terkait.
2. Technological pedagogical content knowledge (TPACK) merupakan salah suatu
jenis pengetahuan baru yang harus dikuasi guru untuk dapat mengintegrasikan
teknologi dengan baik dalam pembelajaran (Mishra & Koehler, 2006). Pada
perkembangannya, TPACK telah menjadi kerangka kerja atau framework yang
dapat digunakan untuk menganalisis pengetahuan guru terkait dengan integrasi
teknologi dalam pembelajaran.
3. Istilah luring adalah kepanjangan dari “luar jaringan” sebagai pengganti
kata offline. Kata “luring” merupakan lawan kata dari “daring”. Dengan
demikian, pembelajaran luring dapat diartikan sebagai bentuk pembelajaran yang
sama sekali tidak dalam kondisi terhubung jaringan internet maupun intranet.
Sistem pembelajaran luring (luar jaringan) artinya pembelajaran dengan memakai
media, seperti televisi dan radio. Belajar daring adalah metode belajar yang
menggunakan model interaktif berbasis internet dan Learning Manajemen System
(LMS). Seperti menggunakan Zoom, Google Meet, dan lainnya. Blended
Learning adalah kombinasi keuntungan-keuntungan yang diperoleh dari
lingkungan pembelajaran tatap muka dan pembelajaran online yang didalamnya
melibatkan penggabungan dari media dan metode pembelajaran dalam rangka
memeberikan pengalaman pembelajaran yang berbeda dan bermakna.
4. Pembelajaran daring merupakan pembelajaran yang dilakukan tanpa melakukan
tatap muka, tetapi melalui platform yang telah tersedia. Segala bentuk materi
pelajaran didistribusikan secara online, komunikasi juga dilakukan secara online,
dan tes juga dilaksanakan secara online. Sistem pembelajaran melalui daring ini
dibantu dengan beberapa aplikasi, seperti Google Classroom, Google Meet,
Edmudo dan Zoom.
21
5. Tentu karena tidak semua pendidik siswa serta orang tua siap dalam pembelajaran
daring seperti saat ini.Ada persoalan disparitas teknologi antar rumah tangga,
disparitas jaringan internet antar daerah, serta literasi teknologi guru dan orang
tua yang bervariasi juga masih banyak ditemukan
B. Saran
Dari makalah kami ini, kami berharap para pembaca mampu
memanfaatkannya sebagai sumber belajar untuk menambah wawasan dan
pengetahuan. Dan tak lupa kritik, masukan, saran dalam bentuk apapun sangat kami
hargai agar kedepannya penulisan makalah kami menjadi lebih baik.
22
DAFTAR PUSTAKA
Arifa, Fieka Nurul. 2020. Tantangan Pelaksanaan Kebijakan Belajar Dari Rumah Dalam
Masa Darurat Covid-19. Jurnal Masalah-Masalah Sosial 12 (7), 1- 17.
Guzman, A., & Nussbaum, M. (2009). Teaching competencies for technology integration
in the classroom: Technology integration in the classroom. Journal of Computer
Assisted Learning, 25(5), 453–469. https://doi.org/10.1111/j.1365-
2729.2009.00322.x
Hasamah . 2014. Pembelajaran Bauran (Blended Learning). Hal 11. Jakarta : Prestasi
Pustaka
Koehler, M. J., Mishra, P., Bouck, E. C., DeSchryver, M., Kereluik, K., Shin, T. S., &
Wolf, L. G. (2011). Deep-play: Developing TPACK for 21st century teachers.
International Journal of Learning Technology, 6(2), 146–163.
Koehler, M., & Mishra, P. (2009). What is technological pedagogical content knowledge
(TPACK)?. Contemporary issues in technology and teacher education, 9(1), 60-70.
Lestari, Selvy Windy. 2020. Kendala Pelaksanaan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) Dalam
Masa Pandemi Ditinjau Dari Media Pembelajaran. Jurnal Ilmu Pendidikan. Volume
2 No. 3.
Sari, A.R. (2013). Strategi Blended Learning untuk Peningkatan Kemandirian Belajar dan
Kemampuan Critical Thinking Mahasiswa di Era Digital. Jurnal Pendidikan Akuntasi
Indonesia vol XI (2) : 32.
Suhery, Trimardi Jaya Putra, dkk. 2020. Sosialisasi Penggunaan Aplikasi Zoom Meeting
dan Google Classroom Pada Guru di SDN 17 Mata Air Padang Selatan. Jurnal
Inovasi Pendidikan. 1 (3)
Yohana, Muzakir, dkk. Evektivitas Pembelajaran Daring Pada Program Studi Pendidikan
Ekonomi Koperasi Fakultas Keuruan Dan Ilmu Pendidikan Universitas Qamarul
Huda Badaruddin. Jurnal Tirai Edukasi. 1 (4). 2020. h. 2.
23