Anda di halaman 1dari 25

KARYA TULIS ILMIAH MAHASISWA BERPRESTASI PKN STAN 2018

OPTIMALISASI PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN VOKASI UNTUK


MENINGKATKAN KUALITAS TENAGA KERJA DALAM RANGKA
PENCAPAIAN SDGs 2030

Disusun oleh:

NUR ASHILAH RAIHANAH HERMAN


4301170247

D III KEBENDAHARAAN NEGARA


POLITEKNIK KEUANGAN NEGARA STAN
2018
SURAT PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Nur Ashilah Raihanah Herman

Tempat/Tanggal lahir : Makassar, 4 Februari 2002

Program Studi : D III Kebendaharaan Negara

Jurusan : Manajemen Keuangan

Judul Karya Tulis : Optimalisasi Penyelenggaraan Pendiidkan Vokasi untuk


Meningkatkan Kualitas Tenaga Kerja dalam rangka
Pencapaian SDGs 2030

Dengan ini menyatakan bahwa Karya Tulis Ilmiah yang saya sampaikan pada
Pilmapres ini adalah benar karya saya sendiri tanpa tindakan plagiarisme dan
belum pernah diikutsertakan dalam lomba karya tulis.

Apabila di kemudian hari ternyata pernyataan saya tersebut tidak benar, saya
bersedia menerima sanksi dalam bentuk pembatalan predikat Mahasiswa
Berprestasi.

Tangerang Selatan, 10 September 2018

Mengetahui,

Dosen Pembimbing Yang menyatakan

Achwin Hendra Saputra Nur Ashilah R. Herman

NIP 198311212006021001 NPM 4301170247

i
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
dengan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan karya tulis yang berjudul
“Optimalisasi Penyelenggaraan Pendiidkan Vokasi untuk Meningkatkan Kualitas
Tenaga Kerja dalam rangka Pencapaian SDGs 2030” untuk diajukan sebagai salah
satu syarat dalam proses Pemilihan Mahasiswa Berprestasi PKN STAN tahun
2018.

Penulis mengucapkan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya atas semua


bantuan yang telah diberikan, baik secara langsung maupun tidak langsung
selama penyusunan karya tulis. Secara khusus, rasa terima kasih tersebut penulis
sampaikan kepada pihak-pihak berikut.

1. Kedua orang tua penulis, Bapak Herman Mustafa Antara dan Ibu Marsiah
Amir yang selalu mendukung segala aktivitas penulis.
2. Bapak Achwin Hendra Saputra, selaku dosen pembimbing yang memberikan
kepercayaan kepada penulis serta senantiasa memberikan arahan dan motivasi
dalam pembuatan karya tulis ini.
3. Para dosen Manajemen Keuangan PKN STAN atas ilmu yang telah diajarkan.
4. Himpunan Mahasiswa Manajemen Keuangan yang membantu proses
administrasi selama proses seleksi Mahasiswa Berprestasi PKN STAN.
5. Sahabat dan kerabat penulis yang tiada henti memberikan dukungan dan
menaruh kepercaayaan kepada penulis.
6. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah memberikan
dukungan dalam penyusunan karya tulis ini.

Penulis berharap, semoga karya tulis ini dapat memberikan hal yang bermanfaat dan
menambah wawasan bagi pembaca serta ke depannya dapat diterapkan dalam rangka
meningkatkan kualitas tenaga kerja untuk pencapaian SDGs 2030 di Indonesia.

Tangerang Selatan, 10 September 2018

Nur Ashilah R. Herman

ii
DAFTAR ISI
Surat Pernyataan ................................................................................................... i
Kata Pengantar .................................................................................................... .ii
Daftar Isi.............................................................................................................. iii
Abstraksi ............................................................................................................ iv
Bab I (Pendahuluan) ............................................................................................ 1
Latar Belakang ........................................................................................... 1
Rumusan Masalah ...................................................................................... 4
Tujuan Penelitian ........................................................................................ 4
Manfaat Penelitian ...................................................................................... 4
Bab II (Telaah Pustaka) ........................................................................................ 5
Landasan Konseptual ................................................................................. 5
Revolusi Industri Keempat .................................................................. 5
Sustainable Development Goals .......................................................... 5
Pendidikan Vokasi .............................................................................. 6
Usaha Pemecahan Masalah yang Pernah Dilakukan ................................... 8
Bab III Metode Penelitian .................................................................................. 10
Bab IV (Analisis dan Pembahasan) ................................................................... 12
Evaluasi Tenaga Kerja Indonesia ............................................................. 12
Pendidikan sebagai jembatan utama untuk mencapai SDGs .................... 14
Bab IV (Simpulan dan Rekomendasi) ................................................................ 17
Simpulan ................................................................................................. 17
Rekomendasi ........................................................................................... 18
Daftar Pustaka.................................................................................................... 19

iii
ABSTRAKSI
Nur Ashilah Raihanah Herman
Politeknik Keuangan Negara STAN

Hari ini kita berada di era SDGs (Sustainable Development Goals) dan Revolusi
Industri Keempat. Revolusi Industri Keempat akan mengubah industri di antara
negara-negara dan kehidupan masyarakat dengan membawa otomatisasi dan
digitalisasi ke pekerjaan. Banyak pekerjaan yang akan segera tergantikan oleh
mesin dan robot. Namun, sebelum hal tersebut trejadi, bahkan tenaga kerja
Indonesia akan segera tergeser oleh Tenaga Kerja Asing.
Dengan demikian, SDGs dan Revolusi Industri Keempat membutuhkan generasi
yang lebih berkualitas dan berkompeten. Era saat ini membutuhkan orang yang
invoatif, kreatif, dan adaptif untuk dapat bertahan dari arus perubahan zaman.
Keahlian/skill juga merupakan aspek yang sangat penting dalam mendukung
tantangan ini. Para ahli percaya bahwa pendidikan, khususnya pendidikan vokasi
dapat mendukung peningkatan kualitas manusia. Oleh karena itu, pendidikan
dianggap sebagai cara paling efektif untuk mengatasi masalah ini.
Penting untuk lebih lanjut meneliti pendidikan bagi generasi muda, terutama
karena pikiran dan kemampuan untuk berpikir dalam jangka panjang dibentuk di
usia tersebut. Namun, pendidikan di Indonesia, terutama pendidikan vokasi belum
memadai dalam memenuhi permintaan tenaga kerja.
Meskipun Pendidikan Vokasi untuk sekolah menengah dirancang untuk
mempersiapkan siswa Indonesia untuk globalisasi dan tantangan masa depan
lainnya, beberapa penyesuaian dirasa perlu dilakukan. Penyesuaian dapat
dilakukan mulai dari kurikulum, peningkatan kapasitas dan kredibilitas tenaga
pengajar, hingga pengembangan kompetensi mahasiswa agar sesuai dengan
kebutuhan industri saat ini.
Menjadikan pendidikan sebagai proses pembelajaran yang sebenarnya dan
platform untuk benar-benar mempersiapkan generasi masa depan bagi pencapaian
SDGs adalah penting, terutama untuk negara berkembang pada abad ke dua puluh
satu.
Perbaikan dalam pendidikan, terkhusus pendidikan vokasi adalah cara paling
efektif untuk mempersiapkan generasi masa depan sehingga mereka akan mampu
menjadi jembatan tercapainya Sustainable Development Goals 2030.
Kata kunci : SDGs 2030, Tenaga Kerja, Pendidikan Vokasi

iv
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Hingga akhir abad ke-20, kemiskinan masih menjadi tantangan tersendiri oleh
setiap Negara di dunia. Dunia meresponnya dengan menyepakati suatu pertemuan
pada September 2000 yang diikuti oleh 189 negara dengan mengeluarkan
deklarasi yang dikenal dengan The Millenium Development Goals (MDG’s)
dengan tujuan utama yaitu mengurangi angka kemiskinan di dunia (hingga 50%)
pada tahun 2015 (World Economic Forum, 2015).
Setelah berakhirnya era MDGs yang sukses mengurangi jumlah masyarakat
dunia yang hidup dalam kemiskinan ekstrim hingga 50%, menjadi 836 juta pada
2015, kemudian dilanjutkan dengan program SDGs (Sustainable Development
Goals). Diawali dengan pertemuan yang dilaksanakan pada 25-27 September
2015 di markas besar PBB (Perserikatan Bangsa Bangsa) di New York, Amerika
Serikat. Kegiatan ini berupa pengesahan dokumen SDGs yang dihadiri perwakilan
dari 193 negara di dunia. SDGs sebagai program lanjutan MDGs hadir dengan
tujuan dan target yang lebih luas dan lebih maju (World Economic Forum, 2015).
Terdapat 17 tujuan dengan 163 target yang diharapkan dapat menjadi kunci untuk
memberikan kualitas kehidupan yang lebih baik untuk generasi saat ini maupun
yang akan datang (UNDP, 2018). Era baru SDGs yang ingin dicapai pada tahun
2030, tentu melibatkan lebih banyak pihak yang terlibat selain pemerintah,
diantaranya sektor swasta, filantropi dan juga akademik (Tri Hanggono, 2018).
Ambisi SDGs ini tentu menjadi tantangan yang besar terutama bagi negara-
negara berkembang yang secara bersamaan sedang menghadapi Revolusi Industri
keempat. Revolusi industri keempat ditandai dengan berbagai teknologi baru yang
menggabungkan dunia fisik, digital dan biologis, mempengaruhi semua disiplin
ilmu, ekonomi dan industri, dan bahkan ide-ide yang menantang tentang apa
artinya menjadi manusia. Revolusi Industri Keempat memiliki potensi untuk
meningkatkan tingkat pendapatan global dan meningkatkan kualitas hidup
penduduk di seluruh dunia (Schwab, 2016). Pada saat yang sama, Erik
Brynjolfsson (2016) menyatakan bahwa Revolusi Industri Keempat juga dapat

1
menghasilkan ketimpangan yang lebih besar, terutama dalam potensinya untuk
mengganggu pasar tenaga kerja. Sebagai pengganti otomasi tenaga kerja di
seluruh ekonomi, perpindahan bersih pekerja oleh mesin dan robot tidak dapat
dihindari. Di sisi lain, juga mungkin bahwa perpindahan pekerja oleh teknologi
akan menghasilkan peningkatan bersih dalam pekerjaan yang aman dan
bermanfaat (World Economic Forum, 2016).
Automasi dan digitalisasi pun harus dihadapi oleh Indonesia. Oleh karena itu,
harus segera dipersiapkan strategi dan solusi agar dapat bertahan di tengah
Revolusi Industri keempat dan tantangan SDGs ini. SDGs dan Revolusi Industri
Keempat membutuhkan tenaga kerja yang lebih berkualitas dengan
kompetensi/skill dengan kualifikasi tinggi. Menristekdikti Indonesia (2018)
menyatakan untuk meningkatkan daya saing bangsa, diperlukan Ilmu Pengetahuan
dan Teknologi yang inovatif, adaptif, dan kompetitif (Ristekdikti, 2018). Oleh
karena itu, dibutuhkan generasi yang berpendidikan untuk mendukung lahirnya
inovasi yang merupakan aspek penting untuk menghadapi Revolus Industri
Keempat (World Bank, 2017). Moh. Nasir (2018) mengatakan bahwa mahasiswa
dan lulusan harus mulai menguasai literasi baru di era ini, baik berupa literasi data,
literasi teknologi, maupun literasi manusia yang akan mendorong terciptanya
lifelong learner atau pembelajar sepanjang hayat. Indonesia harus segera
berinvestasi pada pendidikan terutama generasi muda sebagai pengisi pasar tenaga
kerja kedepannya (World Economic Forum, 2016).
Data dari Bank Dunia (2017) menunjukkan bahwa tingkat pengangguran di
Indonesia berada pada tingkat 5,6%, meningkat dari 2,59% pada tahun 1991.
Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (2013) menyebutkan bahwa dari
jumlah tersebut, 71,3% dari angka tersebut merupakan generasi muda usia
produktif.
Data dari Kemenaker, hingga 2017 terdapat 85.974 tenaga kerja asing di
Indonesia. Jumlah ini meningkat pesat dari 4.301 pada tahun 2007 lalu. Menteri
Ketenagakerjaan, Hanif Dhakiri (2018) mengatakan masyarakat Indonesia tidak
perlu khawatir karena jumlah ini masih proporsional yaitu hanya 0,01% dari
penduduk Indonesia. Apabila dibandingkan dengan Tenaga Kerja Indonesia yang
bekerja di Luar Negeri jumlahnya mencapai 9 juta (Kemenaker, 2018). Persebaran

2
Tenaga Kerja Asing tersebut (2013) 40% sebagai professional, 19% sebagai
konsultan, 16% sebagai manajer . Sedangkan, Persebaran Tenaga Kerja Indonesia
yang bekerja di Luar Negeri (Agustus 2018) 31% sebagai TKI, 11% sebagai
pengasuh, 11% sebagai tukang kebun.
Persentase besar pengangguran serta persebaran Tenaga Kerja Indonesia dan
Tenaga Kerja Asing disebabkan oleh rendahnya kualitas Sumber Daya Manusia,
khususnya generasi muda. Peningkatan kualitas sumber daya manusia menjadi
sangat penting terutama karena Indonesia masih kurang dalam tenaga kerja ahli
yang dapat benar benar memanfaatkan teknologi terbaru. Hal ini disampaikan
panelis dalam 2017 Indonesia Economic Forum, yang dilansir oleh Jakarta Globe
(2017). Moh. Nasir mengatakan besarnya peran pendidikan, khususnya di
Perguruan Tinggi dalam rangka peningkatan Sumber Daya Manusia untuk
menghadapi Revolusi Industri Keempat dan Pencapaian SDGs (Ristekdikti, 2018).
Namun, kualitas pendidikan di Indonesia masih berada pada peringkat ke-64
dari 120 negara diseluruh dunia berdasarkan laporan tahunan UNESCO Education
For All Global Monitoring Report 2012. Sedangkan berdasarkan Indeks
Perkembangan Pendidikan untuk Semua (Education for All Development Index,
EDI) Indonesia berada pada peringkat ke-57 dari 115 negara pada tahun 2015.
Dalam laporan terbaru program pembangunan PBB tahun 2015, Indonesia
menempati posisi 110 dari 187 negara dalam Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
dengan angka 0,684. Dengan angka itu Indonesia masih tertinggal dari dua negara
tetangga ASEAN yaitu Malaysia (peringkat 62) dan Singapura (peringkat 11). Hal
ini menunjukkan masih kurangnya kualitas pendidikan dan keterampilan di
Indonesia.
Sesungguhnya, Pemerintah telah menggalakkan berbagai solusi, salah satunya
yaitu dengan melakukan revitalisasi Politeknik. Kenenristekdikti dan Kemenperin,
telah bekerja sama dengan Pemerintahan Swiss untuk mengembangkan
pendidikan vokasi dan training melalui program Skill for Competitiveness (S4C)
yang melingkupi beberapa politeknik di bidang logam, metal, furniture dan
makanan (Ristekdikti, 2018). Hal ini sejalan dengan upaya untuk peningkatan
kualitas Tenaga Kerja dalam rangka pencapaian SDGs 2030.

3
Atas dasar paparan di atas, maka perlu dicari jalan keluar untuk meningkatkan
kualitas tenaga kerja dalam rangka pencapaian SDGs melalui optimalisasi
pendidikan vokasi di Politeknik maupun di Perguruan Tinggi.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan permasalahan yang telah dijabarkan, karya tulis ilmiah ini akan
mengajukan salah satu solusi bagi pemerintah Indonesia dalam memperbaiki dan
meningkatkan kualitas tenaga kerja Indonesia, khususnya melalui
penyelenggaraan pendidikan bertema vokasi. Sasaran rekomendasi kebijakan
yang ditawarkan oleh karya tulis ilmiah ini adalah Optimalisasi Pendidikan
Vokasi guna Menunjang terciptanya tenaga kerja kompten dan siap kerja dalam
rangka pencapaian SDGs.

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari karya tulis ilmiah ini adalah untuk membahas salah satu alternatif
bagi pengembangan tenaga kerja berkompeten dan siap pakai melalui skema
pendidikan vokasi.

1.4 Manfaat Penelitian

Karya tulis ini diharapkan mampu memberikan kontribusi berupa saran-saran


perbaikan dan pengembangan implementasi penyediaan tenaga kerja melalui
model pendidikan vokasi yang merupakan model Pendidikan berorientasi link and
match antara institusi pendidikan dengan institusi bisnis/industry.

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1.1. Landasan Konspetual

1.1.1. Revolusi Industri Keempat

Klaus Schwab (2016) mendefinisikan Revolusi Industri Keempat sebagai


proses revolusi dalam industri di tengah masyarakat dimana dunia fisik, digital,
dan biologis tergabung. Disebut Revolusi Industri “Keempat” karena telah
berakhirnya era tiga Revolusi Industri sebelumnya. Revolusi Industri Pertama
menggunakan air dan tenaga uap untuk mekanisasi produksi. Yang Kedua
menggunakan tenaga listrik untuk menciptakan produksi massal. Ketiga
menggunakan elektronik dan teknologi informasi untuk mengotomatisasi produksi.

1.1.2. Sustainable Development Goals (SDGs) 2030

Sustainable Development Goals (SDGs) merupakan keberlanjutan dari


Millennium Development Goals (MDGs). SDGs menjadi sejarah baru dalam
pembangunan global,. Menurut Panuluh (2016) SDGs membawa 5 prinsip-prinsip
mendasar yang menyeimbangkan dimensi ekonomi, sosial dan lingkungan, yaitu 1)
People, 2) Planet, 3) Prosperty, 4) Peace, dan 5) Partnership.
Penerapan SDGs di Indonesia telah diatur dalam Peraturan Presiden
Nomor 59 Tahun 2017. Dalam Perpres tersebut menguraikan 17 tujuan dari
implementasi SDGs yang mana termasuk dalam sasaran nasional Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2015-2019 di
Indonesia. Penerapan Sustainable Development Goals dalam Perpres Nomor 59
tahun 2017 memuat antara lain:
1. Mengakhiri segala bentuk kemiskinan di mana pun.
2. Menghilangkan kelaparan, mencapai ketahanan pangan dan gizi yang baik,
serta meningkatkan pertanian berkelanjutan.
3. Menjamin kehidupan yang sehat dan meningkatkan kesejahteraan seluruh
penduduk semua usia.

5
4. Menjamin kualitas pendidikan yang inklusif dan merata serta meningkatkan
kesempatan belajar sepanjang hayat untuk semua.
5. Mencapai kesetaraan gender dan memberdayakan kaum perempuan.
6. Menjamin ketersediaan serta pengelolaan air bersih dan sanitasi yang
berkelanjutan untuk semua.
7. Menjamin akses energi yang terjangkau, andal, berkelanjutan, dan modern
untuk semua.
8. Meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan,
kesempatan kerja yang produktif dan menyeluruh, serta pekerjaan yang layak
untuk semua.
9. Membangun infrastruktur yang tangguh, meningkatkan industri inklusif dan
berkelanjutan, serta mendorong inovasi.
10. Mengurangi kesenjangan intra dan antarnegara.
11. Menjadikan kota dan permukiman inklusif, aman, tangguh, dan berkelanjutan.
12. Menjamin pola produksi dan konsumsi yang berkelanjutan.
13. Mengambil tindakan cepat untuk mengatasi perubahan iklim dan dampaknya.
14. Melestarikan dan memanfaatkan secara berkelanjutan sumber daya kelautan
dan samudera untuk pembangunan berkelanjutan.
15. Melindungi, merestorasi, dan meningkatkan pemanfaatan berkelanjutan
ekosistem daratan, mengelola hutan secara lestari, menghentikan penggurunan,
memulihkan degradasi lahan, serta menghenti-kan kehilangan
keanekaragaman hayati.
16. Menguatkan masyarakat yang inklusif dan damai untuk pembangunan
berkelanjutan, menyediakan akses keadilan untuk semua, dan membangun
kelembagaan yang efektif, akuntabel, dan inklusif di semua tingkatan.
17. Menguatkan sarana pelaksanaan dan merevitalisasi kemitraan global untuk
pembangunan berkelanjutan (Humas Setkab, 2017).

1.1.3 Pendidikan Vokasi di Indonesia

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana


belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan
potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,

6
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa dan negara (UU Sistem Pendidikan Nasional, 2003).

Jenis pendidikan mencakup pendidikan umum, kejuruan, akademik,


profesi, vokasi, keagamaan, dan khusus (UU Sistem Pendidikan Nasional, 2003).
Pendidikan vokasi merupakan pendidikan yang mempersiapkan peserta didik
terutama untuk bekerja dalam bidang tertentu. Tujuan akhir kurikulum pendidikan
vokasi tidak hanya diukur melalui pencapaian prestasi berupa nilai tetapi melalui
hasil dari pencapaian tersebut, yaitu hasil dalam bentuk outcome.

Mobley (Barlow dkk, 1988) mengemukakan tentang filosofi pendidikan


vokasi (career and technical / C&T) yang seharusnya diikuti oleh pihak yang
terlibat yaitu: (1) C& T education must be a part of the total education program,
(2) C&T education must be available to all people, (3) C&T education must be
everyone’s concern, (4) Professionalization of C&T must continue, dan (5)
Student organizations must be considered part of the total C&T program.

Sebelumnya, Prosser mengemukakan enam belas teorema


tentang pendidikan vokasi. Teorema yang pertama dan kedua berhubungan
langsung dengan proses pembelajaran di pendidikan vokasi, yaitu :

(1) Vocational education will be efficient in proportion as the environment


in which the learner is trained is replica of the environment in which he
must subsequently work, dan (2) Effective vocational training can only be
given where the training jobs are carried on in the same way, with the same
operations, the same tools, and the same machines as in the occupation it
self (Camp dan Johnson, 2005: 37).

Berdasarkan dua pendapat tersebut dapat difahami bahwa pendidikan


vokasi harus dikelola dengan sungguh-sungguh agar lulusan (output) dan
outcomenya sesuai dengan kompetensi kerja yang diminta oleh dunia kerja.

Menurut Kepmendiknas No. 045/U/2002 yang dimaksud dengan


kompetensi ialah seperangkat tindakan cerdas, penuh tanggung jawab yang
dimiliki seseorang sebagai syarat untuk dianggap mampu oleh masyarakat dalam

7
melaksanakan tugas- tugas di bidang pekerjaan tertentu. Sesuai dengan Keputusan
Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. 229 tahun 2003 yang dimaksud
kompetensi kerja adalah kemampuan kerja setiap individu yang mencakup aspek
pengetahuan, keterampilan, dan sikap kerja yang sesuai dengan standar yang
ditetapkan. Sedang menurut PDRI dan Aguirre International (2005: 4): “A
competency is the capability to apply or use a set of related knowledge, skills, and
abilities required to successfully perform “critical work functions” or tasks in a
defined work setting.” Senada dengan pendapat tersebut Ennis (2008: 4)
mengemukakan: “A competency is the capability of applying or using knowledge,
skills, abilities, behaviors, and personal characteristics to successfully perform
critical work tasks, specific functions, or operate in a given role or position.”
Berdasarkan keempat definisi tersebut dapat diketahui bahwa kompetensi meliputi
aspek pengetahuan (knowledge), keterampilan (skill), dan sikap (attitude) dalam
mengerjakan tugas dalam bidang tertentu.
Pendidikan vokasi di Indonesia telah mengimplementasikan kurikulum
berbasis kompetensi sesuai dengan Kepmendiknas no. 232/U/2000. Lulusan
dengan menggunakan kurikulum berbasis kompetensi di pendidikan vokasi
sampai saat ini belum memuaskan hasilnya karena pada saat pelaksanaan
pengembangan kurikulum menggunakan asumsi bahwa kompetensi yang
direncanakan tidak berubah selama peserta didik mengikuti pendidikan. Pada
kenyataannya standar kompetensi yang diterapkan oleh dunia kerja sebagai
pengguna lulusan pendidikan vokasi, selalu berubah mengikuti perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi. Di lain pihak, ada beberapa bidang keahlian yang
belum memiliki standar kompetensi yang jelas, sehingga kurikulum yang
dikembangkan hanya berdasarkan masukan dari para pakar melalui focus group
discussion. Konsekuensi dari ketidak sesuaian kompetensi (outcome) pendidikan
vokasi dengan kompetensi yang dibutuhkan merupakan salah satu faktor
terjadinya pengangguran.

1.2. Upaya pemecahan masalah yang pernah dilakukan

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, pernah dilakukan beberapa usaha

8
untuk menjawab persoalan yang ada terkait dengan mempersiapkan generasi muda
untuk memenuhi kualitas tenaga kerja dalam rangka pencapaian SDGs. Salah satu
usaha tersebut melalui Pendidikan Vokasi, seperti yang disampaikan oleh Menteri
Pendidikan Indonesia (Ristekdikti, 2016). Bertujuan untuk mencetak sumber daya
manusia yang berkualitas dan terampil, Pendidikan Vokasi berorientasi pada
kompetensi. Hal ini sejalan dengan kebutuhan Indonesia dalam menghadapi
tantangan SDGs dengan fakta bahwa sumber daya manusia Indonesia masih
belum terlengkapi dengan keterampilan yang cukup. Oleh karena itu, maka
perbaikan pada pendidikan vokasi menjadi sangat penting terutama dalam usaha
untuk menciptakan generasi muda usia produktif yang dapat mengisi pasar tenaga
kerja saat ini maupun yang akan datang.

9
BAB III

METODE PENELITIAN

Metode yang digunakan dalam skripsi ini adalah metode kualitatif - naratif
(analisis non-hipotesis) yang dimulai dengan asumsi dan penafsiran/teoretis yang
membentuk atau mempengaruhi studi tentang permasalahan riset yang terkait
dengan makna yang dikenakan oleh individu atau kelompok pada suatu
permasalahan sosial atau manusia (Creswell, 2014). Metode kualitatif dalam
skripsi ini merupakan metode kualitatif non studi kasus karena penelitian ini tidak
menggunakan kasus spesifik tetapi lebih kepada peristiwa secara umum. Penulis
menggunakan metode kualitatif karena dalam penelitian yang dilakukan lebih
memenuhi karakteristik penelitian kualitatif.
Karakteristik kualitatif tersebut menurut Bogdan dan Biklen (1982) dalam
Sugiyono (2014) adalah bersifat deskriptif dan data yang terkumpul berbentuk
kata-kata atau gambar, sehingga tidak menekankan pada angka serta lebih
menekankan makna atau data dibalik yang teramati.Penelitian kualitatif ini lebih
menekankan istilah transferability dibandingkan generalizability. Artinya, sejauh
mana temuan dari suatu penelitian tertentu dapat ditransfer ke setting (situasi) lain.
Pendekatan yang digunakan adalah dengan pendekatan deskriptif naratif.

Sumber Data Penelitian

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini berupa dokumen-


dokumen terkait dengan pendidikan vokasi dan SDGS. Dokumen yang digunakan
berupa jurnal, literatur, laporan, peraturan-peraturan, pemberitaan resmi di media,
dan publikasi resmi lainnya yang terkait dengan pendidikan vokasi dan SDGS.
Sumber data berupa dokumen tersebut digunakan sebagai sumber data utama.

Teknik Pengumpulan Data


Dalam penelitian ini penulis menggunakan data sekunder. Data sekunder
berupa jurnal, buku, peraturan, dan literature lain yang terkait dengan objek
penelitian. Untuk mendukung data tersebut, dalam penelitian ini juga dilakukan

10
wawancara kepada pihak-pihak terkait. Teknik pengumpulan data dilakukan
dengan teknik dokumentasi berupa pengumpulan datamelalui intrepretasi
dokumen-dokumen tertulis.
Intrepretasi ini dilakukan dengan membaca dan menganalisis informasi
pelaksanaan implementasipendidikan vokasi dan SDGSberupalaporan-laporan
yang telah diterbitkan, data-data fisik maupun elektronik yang tersedia, artikel-
artikel, peraturan perundang-undangan, dan berbagai sumber lain. Dari dokumen-
dokumen yang diterbitkan diidentifikasi berdasarkan sumber perolehan data.

11
BAB IV

ANALISIS DAN PEMBAHASAN

4.1. Evaluasi tenaga kerja Indonesia

ILO (2012) yang diprakarsai oleh negara-negara maju G20 menyatakan


bahwa: “it is no longer sufficient to train workers to meet their specific current
needs; we should ensure access to training programs that support lifelong skills
development and focus on future market needs”. Dengan demikian sangat penting
untuk mengantisipasi keterampilan yang diperlukan dan menyelaraskan
pelaksanaan pelatihan dengan kebutuhan yang selalu berubah di pasar kerja.
Perubahan tersebut diterapkan pada jenis dan level kualifikasi kerja yang
diperlukan di lapangan pekerjaan maupun teknik. Secara keseluruhan permintaan
yang berkembang untuk keterampilan analitik non rutin meliputi: kreativitas,
memecahkan masalah, komunikasi, bekerja dalam tim dan kewirausahaan.
Keterampilan-keterampilan tersebut dapat membantu pekerja untuk
mempertahankan kemampuan kerjanya dan menimbulkan kemampuan bertahan
apabila menghadapi perubahan. Di lain pihak permintaan menurun untuk
keterampilan rutin karena penerapan otomatisasi, digitalisasi dan oursourcing.

Berangkat dari permasalahan rendahnya kualitas tenaga kerja Indonesia,


maka penulis ingin merekomendasikan peningkatan kualitas tenaga kerja dengan
mengoptimalkan pendidikan vokasi di Indonesia. Masalah lain yaitu terkait cara
pandang masyarakat terhadap politeknik. Cara pandang ini harus segera dirubah.
Selama ini politeknik seolah seperti perguruan tinggi kelas dua. Dapat dilihat
dengan masih kurangnya jumlah Politeknik di Indonesia, sedangkan di Luar
Negeri jumlah politeknik bahkan hampir sama dengan jumlah Universitas.
Padahal, lulusan politeknik saat ini sangat kompeten dan dibutuhkan pasar kerja.

Penulis sangat mendukung program revitalisasi politeknik yang telah


dilakukan oleh pemerintah pada beberapa politeknik. Tujuan lain dari revitalisasi
ini agar tenaga kerja yang tersedia sesuai dengan kebutuhan industri saat ini. Moh.
Nasir (2018) berharap agar lulusan politeknik dapat menjadi ‘pemain tengah’

12
dalam peningkatan kualitas dan mutu sumber daya manusia dalam memenuhi
kebutuhan tenaga kerja.

Revitalisasi yang dilakukan mulai dari kurikulum, penguatan kapasitas dan


kapabilitas dosen, hingga kompetensi mahasiswa sebagai bentuk usaha
peningkatan pendidikan vokasi. Salah satu dukungan untuk meningkatkan kualitas
dosen politeknik, pihak Kemenristekdikti telah menyiapkan Program Beasiswa
'Retooling' Kompetensi Vokasi Dosen Pendidikan Tinggi Vokasi. Beasiswa
tersebut berupa bantuan pembiayaan bagi dosen politeknik untuk mendapatkan
sertifikasi kompetensi baik dalam maupun luar negeri.

Untuk revitalisasi kurikulum, dilakukan pendalaman materi sesuai dnegan


bidang keterampilan yang dipilih oleh mahasiswa. Mahasiswa pun harus selalu
didukung untuk melanjutkan pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi sehingga
dapat tercipta tenaga ahli/professional/teknisi sesuai kebutuhan industry saat ini.
Salah satu bentuk dukungan yang dilakukan yaitu dengan memberikan beasiswa
untuk melanjutkan pendidikan, baik di dalam maupun luar negeri. Bentuk
dukungan lain yaitu dengan menjadikan tenaga ahli/professional dari luar sebagai
pembimbing mahasiswa selama proses pelatihan. Hal ini dilakukan karena
dibutuhkan lulusan yang memiliki karakteristik sebagai tenaga kerja berkualitas.

Karakteristik lulusan pendidikan vokasi agar bisa bertahan di era global


yang selalu berubah adalah memiliki keterampilan pada bidangnya yang meliputi
pengetahuan, ketrampilan, dan aplikasi pengetahuan dan ketrampilan, serta
memiliki keterampilan generik yang berlaku untuk semua level kualifikasi, yaitu:
(1) keterampilan- keterampilan dasar, misalnya membaca dan berhitung sesuai
dengan level dan tipe kualifikasinya, (2) keterampilan sosial seperti bekerja sama
dan kemampuan berkomunikasi, (3) keterampilan berpikir seperti belajar
bagaimana belajar (learning to learn), kemampuan mengambil keputusan dan
kemampuan memecahkan masalah; dan (4) keterampilan personal seperti mandiri
dan integritas

13
4.2. Pendidikan sebagai jembatan utama untuk mencapai SDGs
Perbaikan kualitas teanga kerja melalui perbaikan pendidikan, tentulah
akan mencapai SDGs 8 yaitu meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang inklusif
dan berkelanjutan, kesempatan kerja yang produktif dan menyeluruh, serta
pekerjaan yang layak untuk semua. Selain itu, perbaikan kualitas pendidikan pun
secara tidak langsung akan mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan yang
lainnya. Pendidikan dapat menjadi tiang untuk mewujudkan Tujuan Pembangunan
Nasional (World Economic Forum). Ban Ki-Moon, Sekretaris Jenderal ke-8 PBB
pernah berkata :

Pendidikan adalah hak fundamental dan landasan bagi


kemajuan di setiap bidang negara. Orang tua membutuhkan
informasi tentang kesehatan dan gizi jika mereka mau memberi
mereka anak-anak awal dalam hidup mereka layak. Negara yang
makmur bergantung pada keahlian dan pekerja terdidik. Tantangan
menaklukkan kemiskinan, memerangi perubahan iklim dan
mencapai pembangunan yang benar-benar berkelanjutan dalam
dekade- dekade mendatang memaksa kami untuk bekerja sama.
Dengan kemitraan, kepemimpinan dan investasi bijaksana dalam
pendidikan, kita dapat mengubah kehidupan individu, ekonomi
nasional, dan dunia kita (UNESCO, 2014).

Berkaitan dengan tujuan pertama, yaitu mengurangi kemiskinan.


Pendidikan membuat mereka yang bekerja untuk memperoleh gaji yang lebih
tinggi dikarenakan kreatifitas dan produktifitas yang dihasilkan. Rata-rata,
pendidikan yang dikenyam selama setahun meningkatkan gaji sebesar 10%.
Sebagai contoh di Ethiopia, di antara tahun 1994 dan 2009, di mana kepala
keluarga yang mengenyam pendidikan dasar mengurangi kemiskinan hingga 16%
(UNESCO, 2014). Terlebih lagi jika mampu mengenyam pendidikan di perguruan
tinggi dengan sistem yang baik, kemiskinan akan dapat semakin dikurangi.
Berkurangnya tingkat kemiskinan juga mendukung tercapainya tujuan ke-2, yaitu
peniadaan kelaparan.
Pendidikan juga membantu mewujudkan tujuan ke-3, yaitu dengan

14
memperoleh pendapatan tinggi akibat pendidikan, akan menurunkan tingkat
obesitas. Sebagai contoh di Australia, Canada, dan Republik Korea menunjukkan
bahwa pendidikan berkontribusi menurunkan tingkat kegemukan. Memahami
nasihat tentang makanan sehat dan mengontrol berat badan lebih efektif dengan
orang yang teredukasi (UNESCO, 2014).
Tujuan ke-5 yaitu kesetaraan gender. Pendidikan menjadi paspor bagi
perempuan untuk memasuki angkatan kerja. Ketika masyarakat menerima
pekerjaan perempuan, perempuan dengan pendidikan yang lebih tinggi berada
dalam posisi yang lebih kuat untuk mendapatkan pekerjaan berbayar. Di Meksiko,
39% perempuan dengan pendidikan dasar bekerja, proporsinya meningkat
menjadi 48% dari mereka yang berpendidikan menengah (OECD, 2016).
Pendidikan perguruan tinggi yang dikenyam dengan memprioritaskan
kekreatifitasan semakin mendukung pemahaman tentang pentingnya kesetaraan
gender.
Meningkatkan kesadaran dan kepedulian akan pendidikan dapat
mendorong orang mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan dengan
mengambil tindakan seperti menggunakan energi dan air secara lebih efisien. Di
Belanda, individu dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi cenderung
menggunakan lebih sedikit energi di rumah. Sebuah studi rumah tangga di 10
negara OECD menemukan bahwa mereka yang berpendidikan lebih tinggi
cenderung menghemat air, dan ada temuan serupa di Spanyol (UNESCO, 2014)
Kaitannya dengan pertumbuhan ekonomi, Anna Valero menganalisa data
di tingkat regional, contohnya di Amerika Serikat, yang menunjukkan bahwa
peningkatan jumlah universitas secara signifikan meningkatkan Produk Domestik
Bruto (PDB) per kapita di masa depan: melipatgandakan jumlah universitas di
suatu wilayah meningkatkan PDB per kapita masa depannya sekitar 4%. Di
tingkat nasional, modal manusia secara umum dianggap penting untuk
pengembangan dan pertumbuhan, dan akhirnya mendukung petumbuhan ekonomi
(Valero, 2016).
Untuk mendukung tujuan ke-10, yaitu mengurangi kesenjangan antar
negara, yang mana akan tercapai apabila semua aspek pembangunan sudah
mampu dicapai. Kesenjangan antar negara menjadi efek spillover yang akhirnya

15
memperkecil kesenjangan antar masyarakat dan menciptakan hubungan yang
lebih inklusif.
Konsentrasi populasi terdidik di daerah perkotaan mendorong
pengembangan ekonomi lokal dan inovasi. Analisis manufaktur dari Amerika
Serikat menunjukkan bahwa peningkatan 1% dalam proporsi lulusan pendidikan
tinggi yang tinggal di sebuah kota dikaitkan dengan peningkatan 0,5 poin
persentase dalam output. Limpahan produktivitas ini lebih tinggi antara industri
yang dekat dalam hal teknologi yang digunakan dan karena itu lebih terkait
dengan keterampilan khusus yang diperoleh dalam pendidikan (UNESCO, 2014).
Hal ini menunjukkan bahwa konsentrasi sumber daya manusia di daerah
perkotaan semakin mendukung perkembangan ekonomi.
Berkaitan dengan tujuan ke 12, 13, 14, dan 15. Di 47 negara yang dicakup
oleh World Values Survey 2005–2008, semakin tinggi tingkat pendidikan
seseorang, semakin besar kemungkinan dia menyatakan keprihatinan terhadap
lingkungan (World Values Survey Association, 2014). Selanjutnya dalam World
Values Survey 2010-2012, ketika diminta untuk memilih antara melindungi
lingkungan versus meningkatkan ekonomi, responden dengan pendidikan
menengah lebih menyukai lingkungan daripada mereka yang berpendidikan
rendah (World Values Survey Association, 2012). Selanjutnya, pendidikan
mempererat pengambilan keputusan yang inklusif, partisipatif, dan representatif.
Analisis survey opini publik di 36 negara di Afrika, Asia dan Amerika Latin
menunjukkan bahwa pendidikan dikaitkan dengan tingkat voting yang lebih tinggi.
Hal ini khususnya terjadi di negara dengan pendidikan rata-rata lebih rendah,
sebagai contoh di El Salvador, Guatemala atau Paraguay, daripada di negara-
negara dengan tingkat pendidikan rata-rata yang lebih tinggi seperti Argentina
atau Cile (UNESCO, 2014). Dengan demikian, pendidikan berperan menciptakan
efek domino di banyak sektor pembangunan.

16
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Sustainable Development Goals merupakan sederetan pencapaian yang


optimis dan mencakup semua aspek kehidupan masyarakat, baik sosial, ekonomi,
maupun politik. Ambisi ini juga menjadi tantangan, terlebih kepada negara
berkembang yang secara bersamaan sedang menjalankan Revolusi Industri
Keempat. Revolusi Industri Keempat menyebabkan semakin berkurangnya
lapangan pekerjaan karena automasi dan digitalisasi sehingga tenaga kerja akan
segera tergantikan oleh mesin dan robot. Namun, sebelum hal ini terjadi, bahkan
tenaga kerja Indonesia dapat segera tergantikan oleh masuknya Tenaga Kerja
Asing. Data dari Kemenperin, menunjukkan persebaran tenaga kerja Asing di
Indonesia dominan menduduki profesi sebagia tenaga ahli/professional.
Persebaran ini berbanding terbalik dengan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri
yang dominan bekerja sebagai tukang kebun dan pengasuh. Fakta tersebut
disebabkan oleh rendahnya kualitas Sumber Daya Manusia di Indonesia,
khususnya generasi muda.

Karya tulis ilmiah ini telah menyajikan solusi untuk meningkatkan kualitas
Sumber Daya Manusia, yaitu melalui optimalisasi pendidikan vokasi di Indonesia.
Hal tersebut dimanifestasikan mulai dari pengembangan kurikulum, peningkatan
kapasitas dan kredibilitas tenaga pengajar, hingga pengembangan kemampuan
dan kompetensi mahasiswa agar menghasilkan keterampilan sesuai kebutuhan
industri saat ini. Kurikulum vokasi akan dioptimalkan dengan basis kompetensi
serta penguatan karakter dan moral mahasiswa. Dengan peningkatan kualitas
pendidikan, maka secara tidak langsung akan meningkatkan lapangan kerja,
mengurangi tingkat kemiskinan, meningkatkan kualitas hidup masyarakat yang
akan mendorong tercapainya SGDs. Vokasi yang berfokus pada pembekalan
kemampuan untuk generasi muda dipandang sebagai solusi tepat pada karya tulis
ilmiah ini.

17
5.2. Rekomendasi

Rekomendasi bagi pemerintah untuk merealisasikan gagasan yang


ditawarkan oleh Karya Tulis Ilmiah ini dijabarkan sebagai berikut:

1. Pemerintah perlu melakukan evaluasi implementasi pendidikan vokasi


dalam mepersiapkan generasi muda dalam rangka pencapaian SDGs 2030.
2. Pemerintah perlu menimbang kembali, bagaimana gagasan kreatif yang
ditawarkan oleh karya tulis ilmiah ini dapat diimplementasikan secara
menyeluruh pada sistem pendidikan vokasi di Indonesia.
Karya tulis ini berpandangan bahwa diperlukan petunjuk teknis tambahan
mengenai implementasi lebih lanjut terkait kerja sama antara Perguruan Tinggi
dengan industri dalam negeri maupun luar negeri. Karya tulis ini menimbang
bahwa pengembangan kualitas tenaga kerja dan SDM dapat menjadi jembatan
tercapainya tujuan Sustainable Development Goals 2030.

18
DAFTAR PUSTAKA

SCHWAB, KLAUS (2016). The Forth Industrial Revolution, World Economic


Forum, Switzerland.

KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI. (2017).


UID akan didik lulusan yang diperlukan indutri. Available from:
http://kelembagaan.ristekdikti.go.id/index.php/2017/01/05/uid-akan-didik-
lulusan-yang-diperlukan-industri/

KOMPAS. (2018). Antisipasi Revolusi Industri 4.0, Pemerintah Benahi


Pendidikan Vokasi. [Online] Kompas. Available from:
https://ekonomi.kompas.com/read/2018/02/21/201000326/antisipasi-
revolusi- industri-4.0-pemerintah-benahi-pendidikan-vokasi.
WORLD ECONOMIC FORUM. (2015). What are the Sustainable Development
Goals. [Online] World Economic Forum. Available from:
https://www.weforum.org/agenda/2015/09/what-are-the-sustainable-
development-goals/
WORLD ECONOMIC FORUM. (2017). Jobs and the Fourth Industrial
Revolution. [Online] World Economic Forum. Available from:
https://www.weforum.org/about/jobs-and-the-fourth-industrial-revolution.
WORLD ECONOMIC FORUM. (2017). How can ASEAN nations unlock the
benefits of the Fourth Industrial Revolution? [Online] World Economic
Forum. Available from: https://www.weforum.org/agenda/2017/05/how-
can- asean-nations-unlock-the-benefits-of-the-fourth-industrial-revolution.
WORLD ECONOMIC FORUM. (2016). The Way to Succeed in the Fourth
Industrial Revolution? Early Childhood Education. [Online] World
Economic Forum. Available from:
https://www.weforum.org/press/2016/06/the-way-to- succeed-in-the-fourth-
industrial-revolution-early-childhood-education.
WORLD ECONOMIC FORUM. (2016). What kind of education do we need in
the future? [Online] World Economic Forum. Available from: https:
//www.weforum.org/ agenda/ 2016/ 01/amplifying-our-human-

19
potential-a- new-context-for-the-fourth-industrial-revolution.
WORLD ECONOMIC FORUM. (2016). Shaping the future Digital Economy
and Society. [Online] World Economic Forum. Available from:
https://www.weforum.org/system-initiatives/the-digital-economy-and-
society.

20

Anda mungkin juga menyukai