Anda di halaman 1dari 7

JADILAH DIRI KITA SENDIRI

Ada sebuah film yang dulu sangat saya sukai, pemainnya Lindsay Lohan
ketika masih kecil. Judulnya PARENT TRAP (1998). Kurang lebih
ceritanya seperti ini. Ada dua sejoli menikah di kapal pesiar, mereka
berdansa dan kemudian foto berdua. Cerita berlanjut 11 tahun 9 bulan
kemudian, di sebuah perkemahan musim panas di Amerika. Ada anak
perempuan bernama Halley Parker dari California yang urakan dan selalu
riang gembira, rambutnya terurai se bahu. Ada juga peserta dari London
anak orang kaya yang anggun, rambutnya disanggul, bernama Annie
James. Dua anak ini sifatnya sangat berbeda. Di setiap kesempatan selama
perkemahan ini keduanya sering bentrok dan bertengkar. Apa yang benar
menurut Halley, akan dianggap salah oleh Annie, begitu juga sebaliknya.
Kemiripan wajah mereka tertutup oleh sifat yang berlawanan itu. Sampai
para pembimbing kuwalahan dan menghukum mereka dalam sebuah
pondok hukuman yang jauh dari pondok pondok lain. Disinipun mereka
masih terus bertengkar. Yang satu senang tidur dengan lampu mati, yang
satu takut jika lampu dimatikan. Jadilah sepanjang malam lampu di
pondok hukuman berkedap kedip hidup mati. Kemudian sesuatu
mengharuskan mereka bekerja sama, yaitu menutup jendela yang berat
disaat hujan. Mereka mulai akur dan menemukan kesamaan, sama sama
allergi pada sesuatu, sama sama berasal dari keluarga broken home. Annie
tidak punya ayah, Halley tidak punya ibu. Kemudian mereka menyadari

Jadilah diri sendiri – dr Sigit Setyawadi SpOG Page 1


persamaan tanggal dan tahun kelahiran. Ketika Annie mengeluarkan foto
ayah yang tidak dimilikinya dan Halley mengeluarkan foto ibunya,
ternyata kedua foto itu adalah sobekan dari satu foto disaat pernikahan.
Barulah mereka tahu kalau mereka saudara kembar. Mereka kemudian
saling mempelajari kebiasaan masing masing dan bertukar tempat dengan
rencana besar mempertemukan kembali orang tuanya. Akhirnya mereka
berhasil.
Inti yang ingin saya sampaikan adalah mereka anak kembar, dipisah sejak
bayi dan mendapat didikan yang berbeda. Keduanya menjelma menjadi
dua individu yang berbeda dan selalu bertengkar.
Saat saya masih kecil, tetapi sudah cukup besar untuk bisa mengingat,
saya diajak almarhum bapak saya ke rumah pakde Sujoto, kakak bapak
nomor 2 yang tinggal di desa Krai, kec Yosowilangun Lumajang. Bapak
adalah anak ke 6 dari 9 bersaudara. Seperti biasa, bapak bicara kromo
inggil (bahasa jawa halus) ke kakaknya. Begitu juga adik adik bapak
bicara kromo inggil ke bapak. Saat itu pakde memberi “kuliah” ke bapak
untuk mencari jati diri kita ini sebenarnya siapa ?. Beliau bicara tentang
“sopo ingsun”, atau siapa kita ini ?. tentunya dari sudut pandang beliau
yang islam kejawen. Saya sudah lupa karena disitu ada dunia besar dunia
kecil dan sebagainya yang saya juga tidak mengerti artinya. Yang saya
tangkap hanyalah carilah sopo ingsun atau siapa diri kita ini sebenarnya.
Selama bertahun tahun, ternyata diri kita ini berubah rubah. Awalnya saya
menganggap saya ya saya, tidak bisa berubah lagi. Saya tumbuh menjadi
orang yang selalu ingin meluruskan orang lain yang saya anggap bengkok.
Sampai sampai waktu saya dokter muda (DM), yaitu mahasiswa klinik di
kedokteran, ayah saya menyebut gelar DM di belakang nama saya itu
sebagai Dokter Maido, atau dokter yang selalu mencela. Saya terus
berusaha mengoreksi kebiasaan hidup di rumah yang menurut saya kurang
sehat, mengoreksi perilaku adik adik dan sebagainya.
Waktu menjadi dokter puskesmas di Kerek - Tuban, seluruh gaji bulanan,
saya gunakan untuk membiayai puskesmas. Membeli meja, kursi, mesin
tik, membayar tenaga honorer dan sebagai nya. Saat itu tidak ada uang
yang turun ke puskesmas, dan puskesmas saya kosong melompong tanpa
perabotan selama bertahun tahun. Karena praktek saya sangat ramai,
akhirnya gaji bulanan sebagai pegawai golongan IIIA saya berikan pak
perawat untuk dikelola. Itu berlangsung selama 2 tahun, kemudian mulai
ada uang yang langsung masuk ke Puskesmas untuk biaya operasional.

Jadilah diri sendiri – dr Sigit Setyawadi SpOG Page 2


Membiayai puskesmas secara pribadi membuat saya merasa berhak
mengatur orang lain untuk tidak memakan uang dinas. Saya menjadi
“trouble maker” bagi kepala dinas karena saya tidak mau menandatangani
SPJ penerimaan barang yang barangnya tidak ada. Padahal praktek itu
sudah umum terjadi. Dokter puskesmas menanda tangani SPJ seolah olah
menerima ban untuk mobil ambulans, padahal tidak.
Begitulah saya tumbuh sebagai pemrotes yang berusaha meluruskan
segala hal. Ternyata tidak ada satupun yang bisa lurus. Semakin dicoba
meluruskan justru semakin kukuh untuk “tetap bengkok”. Di Network 21
saya belajar dari Dale Carnegie dan Allan Pease bahwa SEMUA ORANG
MERASA DIRINYA SUDAH LURUS DALAM SEGALA HAL.
Percobaan orang lain untuk “meluruskan” justru dianggap sebagai
percobaan untuk membengkokkan, sehingga dia semakin menguatkan
kelurusannya tadi, yang menurut orang lain kebengkokannya itu.
Saya belajar banyak dari buku buku dan pembicara seminar Network
TwentyOne. Kemudian setelah saya pensiun dan berhenti praktek tanggal
17 Agustus 2005, saya mulai bisa menggunakan waktu saya untuk belajar
banyak tentang pikiran. Seminar apapun yang ada hubungannya dengan
cara berpikir saya hadiri. Buku buku tentang berpikir saya beli dan baca.
Disanalah saya bisa mulai merasa tahu sopo ingsun iki sebenarnya. Paling
tidak menurut saya karena sayapun belum tentu benar.
“Manusia adalah pikirannya”, begitu kata nabi Sulaiman AS sekitar 3000
tahun lalu. “Pikiran adalah pelopor dari segala sesuatu, pikiran adalah
pemimpin, pikiran adalah pembentuk”, begitulah kata guru besar Buddha
Gautama 2600 tahun lalu.
Kesimpulannya kita adalah pikiran kita. Kemudian pikiran kita itu
sebenarnya apa ?, itulah pertanyaan berikutnya. Kita perlu belajar
bagaimana pikiran kita itu terbentuk atau lebih tepatnya lagi dibentuk.

PEMROGRAMAN DIRI.
Pada saat manusia lahir, pikirannya benar benar masih kosong, putih
bersih. Kita hanya dibekali reflek reflek untuk bertahan hidup. Jika
telapak tangan disentuh, otomatis kita akan menggenggamnya dengan
kuat. Jika bibir kita disentuh, otomatis mulut akan terbuka dan mulai
menghisap apapun yang masuk ke mulut. Apakah itu puting susu ibu kita,
atau mainan kakak kita, semua akan kita hisap dengan gerakan yang sudah
Jadilah diri sendiri – dr Sigit Setyawadi SpOG Page 3
di programkan. Kita tumbuh sebagai sosok yang kuat dan selalu berusaha
secara maksimal untuk belajar segala sesuatu dan menirukan apapun yang
terjadi di sekitar kita.
Kita melihat ibu kita, kakak kita atau siapapun tengkurap kalau sedang
mengudang kita supaya bisa berhadapan muka, maka secara otomatis kita
belajar tengkurap. Upaya pertama gagal, kedua gagal, ke tiga juga gagal,
hampir berhasil dan jatuh sehingga kepala kebentur lantai. Kita menangis
tetapi mencoba lagi dan mencoba lagi sampai berhasil. Tidak satupun bayi
punya pemikiran seperti kebanyakan kita sekarang :”Iyaaa, ibu besar,
kakak besar, mereka bisa tengkurap. Saya ini kecil, lemah, pasti nggak
bisa tengkurap. Buktinya, saya sudah mencoba berulangkali, kepala
kebentur lantai, sakit tahuuu .... Sudahlah saya tidak akan mencoba lagi.
Saya sudah ditakdirkan untuk telentang terus”. Kalau saja si bayi itu
seperti kita yang sekarang, pastilah lebih enak telentang daripada mencoba
tengkurap yang sering gagal. Belum lagi setelah tengkurap nanti harus
bisa duduk, kemudian bisa merangkak . . . nggak habis habis masalahnya.
Lebih enak seumur hidup telentang.
Kemudian mulailah pemrograman pikiran oleh orang sekitar kita. Oleh
pembantu kita diajak mengunjungi temannya. Disana mereka bergunjing
tentang sulitnya cari uang, bekerja keras dengan hasil sedikit, majikan
yang jahat. Kemudian kita diajak ibu untuk pinjam uang ke tetangga.
Ketika ditolak, ibu marah marah dan ngomel sepanjang jalan :”Orang
kaya pelit, uang nggak dibawa mati saja”. Guru ngaji kita cerita tentang
nabi Muhammad SAW. Kesukaannya cerita tentang bagian bagian ketika
nabi miskin. Karena gurunya belum kaya, tentu mencari contoh contoh
yang sesuai dengan kondisi dirinya. Mereka cerita perut nabi diganjal batu
bata karena lapar. Padahal nabi miskin itu hanya sebentar, ketika baru
hijrah ke Madinah dan meninggalkan ibu Khadijah (+ kekayaannya) di
Makkah. Mereka tidak berani cerita bahwa nabi itu kaya tetapi hidup
sederhana. Akhirnya kita berpikir bahwa lebih mulia menjadi miskin
dibanding menjadi menjadi kaya. Di agama kristen juga ada tuntunan
yang mengatakan “lebih mudah memasukkan onta ke lubang jarum
dibanding memasukkan orang kaya ke surga”. Di Islam juga di takut
takuti bahwa orang kaya akan dihisap lebih lama. Mereka lupa bahwa
Allah itu maha cerdas. Untuk apa Dia tanya tanya kepada kita apa yang
kita lakukan di dunia ?. Dia pastinya sudah memasang chip canggih di
kita dan tinggal melihat apa yang tercatat di chip itu.

Jadilah diri sendiri – dr Sigit Setyawadi SpOG Page 4


Ayah kita yang pekerja keras selalu mengatakan bahwa orang nganggur
itu hina. Orang harus bekerja keras mencari nafkah, pensiun itu berarti
akhir dari segalanya, begitu kata embah kita yang baru pensiun.
Kalau ada orang bertanya ke kita :”Besok kalau besar akan jadi apa ?”,
hampir pasti kita diwajibkan menjawab jadi dokter, tentara, hakim,
pengusaha dan lain lain. Kalau ada anak yang menjawab dengan benar
yaitu menjadi kaya supaya bisa membantu banyak orang, pasti dilanjutkan
dengan pertanyaan :”Iya . . . untuk menjadi kaya itu kamu menjadi apa ?”.
Begitulah masukan masukan salah tentang uang dan kaya masuk ke
pikiran kita. Kita diprogram untuk sekolah yang pintar supaya besok
mendapat pekerjaan dengan gaji tinggi dan menjadi kaya. Padahal tidak
ada orang bisa kaya dengan cara itu. Semakin besar penghasilan (aktif)
kita, semakin besar pula masalah keuangannya. Itu sudah terbukti.
Begitulah kita sejak lahir diprogram oleh lingkungan kita. Sampai usia 7
tahun, kita menyerap semuanya tanpa filter. Kemudian pola pikir yang
sudah masuk tadi akan membentuk filter sampai usia 13 tahun. Filternya
adalah pemikiran yang sama, sedangkan pemikiran yang berbeda dilarang
masuk. Usia 13 -18 filter tambah sempurna dan sejak usia 18 tahun kita
sudah sulit untuk berubah.
Di bidang yang lain kita juga mendapat masukan tergantung lingkungan
kita. Baik di bidang keluarga, sosial, kesehatan fisik, kesehatan mental,
agama maupun yang lain. Tidak ada satupun yang ada di pemikiran kita
ini yang asli dari kita. Semua hasil pemrograman dari orang lain.

Kalau ada yang bertanya sopo ingsun ? atau siapa diri kita ?
Jawabannya adalah :”Kita ini makhluk ciptaan Allah yang paling
sempurna, selalu berhasil mencapai apa yang kita inginkan, disukai
semua orang dan menyukai semua orang, tidak memiliki musuh, semua
adalah saudara dan teman . . . . kemudian pikiran kita diisi dengan
pikiran pikiran milik orang lain dan jadilah kita seperti sekarang”.
Jika kita lebih senang bekerja mencari uang dibanding bekerja
membangun aset, itu disebabkan karena kita lahir, besar dan dewasa di
lingkungan seperti itu. Akibatnya kita menjadi yang 95% orang berebut
5% kekayaan dunia. Disisi lain ada 5% orang yang sejak kecil atau
ditengah kehidupannya menemukan mentor yang tepat, yang bekerja

Jadilah diri sendiri – dr Sigit Setyawadi SpOG Page 5


membangun aset, dan mereka memiliki 95% kekayaan dunia. Yang satu
harus bekerja sampai tua/mati, yang satu bisa santai dan menikmati hidup.
Sekarang kita sudah bisa memilih mau menjadi yang mana ?
Jika kita menjadi predator anak, maka pasti ada pengalaman kita dengan
predator anak di masa kecil kita. Jika kita senang menyiksa isteri, pasti
dulu kita pernah bergaul dengan penyiksa isteri, atau kita pernah disiksa
sehingga ada perasaan harus membalas dendam kepada sesuatu.
Jika kita memusuhi orang Yahudi, atau orang Arab, atau orang Jepang,
atau orang Rusia, atau orang Korea, atau orang Malaysia, atau orang Cina,
atau orang Padang, atau orang Sunda. Maka hampir pasti dalam
perjalanan hidup kita, kita pernah berkumpul atau berguru kepada orang
yang membenci orang Yahudi, atau orang Arab atau orang Cina, atau
orang Jepang, atau orang Rusia, atau orang Korea, atau orang Malaysia,
atau orang Padang, atau orang Sunda yang memperkuatnya dengan dalil
dalil adat, patriotisme, kebangsaan atau agama. Itulah yang kemudian kita
anggap sebagai kebenaran. Kalau yang berhubungan dengan agama,
dianggap sebagai iman yang tidak perlu dipertanyakan lagi. Di ajaran
agama manapun memang ada bagian bagian ajaran yang tidak suka
dengan etnis tertentu. Penyebabnya mungkin karena ada satu dua orang
dari etnis itu yang dulu berbuat kurang baik pada tokoh atau masyarakat
saat itu. Padahal hampir semua etnis selalu ada orang baik dan orang yang
buruk. Di tahun 1942 - 1945, semua orang Jepang di Amerika mengalami
perlakuan buruk. Semua orang Jepang dianggap tidak bisa dipercaya,
karena tentara Jepang menyerang Pearl Harbour tanpa peringatan. Strategi
perang membuat semua bangsa Jepang dianggap sama yaitu curang dan
tidak bisa dipercaya.
Selama ratusan tahun, Jawa dan Sunda secara kultural bermusuhan karena
efek perang Bubat di jaman Mojopahit. Sampai saat ini Anda tidak akan
menjumpai jalan Gajahmada atau Majapahit di Bandung. Begitu juga
gadis Sunda dan jejaka Jawa masih sering dihambat oleh keluarganya
untuk menikah. Perang ratusan tahun lalu mempengaruhi pola pikir kita
sampai sekarang, karena terus dipertahankan lewat kidung kidung, rontal
dan kitab kitab.
Seperti yang pernah saya katakan sebelumnya, ada 4 bidang kehidupan
yang kita sepenuhnya dikendalikan oleh bawah sadar kita. Yaitu sex,
agama, politik dan keuangan. Tidak ada logika disini. Kalaupun ada dan
berlawanan dengan program bawah sadarnya, tidak akan bertahan lama

Jadilah diri sendiri – dr Sigit Setyawadi SpOG Page 6


karena pasti tidak tahan menghadapi penolakan penolakan di bawah sadar.
Kecuali bawah sadar Anda yang dirubah untuk menyesuaikan dengan
kebutuhan Anda sekarang. Khususnya di bidang keuangan.

Jadi, kalau kita bertanya lagi :”Siapakah aku ?”, jawabnya :”Aku ini
makhluk ciptaan Allah yang paling sempurna, selalu berhasil mencapai
apa yang aku inginkan, disukai semua orang dan menyukai semua orang,
tidak memiliki musuh, semua adalah saudara dan teman . . . . kemudian
pikiranku diisi dengan pikiran pikiran milik orang lain dan jadilah aku
seperti yang sekarang ini. Seandainya pikiranku diisi oleh orang yang
berbeda, akupun akan memiliki pemikiran yang berbeda pula”.
Di dunia ini sebenarnya tidak ada kejadian yang benar atau salah, tidak
ada hal baik atau buruk. Semua kejadian itu netral. Kita hanya
menafsirkan kejadian kejadian itu berdasarkan masukan dari pancaindra
kita yang kemudian dinilai oleh norma norma di pikiran bawah sadar kita.
Kita anggap benar atau baik jika cocok dengan program di bawah sadar
kita yang diisi oleh orang lain. Kita anggap salah atau buruk jika tidak
cocok dengan program bawah sadar kita yang diisi oleh orang lain juga.
Apapun yang kita katakan benar, selalu ada orang di luar kita yang
mengatakannya salah. Belum pernah ada satupun hal benar atau hal salah
yang disepakati seluruh orang di dunia. Kalau toh ada, itupun belum tentu
benar dan belum tentu salah. Hanya Allah yang mengetahui nya.
Sebagai penutup, jadilah diri Anda sendiri sebagaimana ANDA
DICIPTAKAN ALLAH, bukan Anda yang diprogram oleh sesama
manusia. Anda adalah makhluk ciptaan Allah yang paling sempurna,
selalu berhasil mencapai apa yang Anda inginkan, disukai semua orang
dan menyukai semua orang, tidak memiliki musuh, semua adalah saudara
dan teman Anda. Stop sampai disitu, karena kelanjutannya hanyalah
pemrograman orang lain.
Ada pepatah cina yang mengatakan bahwa seribu teman itu masih
kurang, satu musuh sudah kebanyakan.
Surabaya, 16 November 2017
Salam sukses,

Sigit dan Wati


Jadilah diri sendiri – dr Sigit Setyawadi SpOG Page 7

Anda mungkin juga menyukai