Anda di halaman 1dari 62

LAPORAN DISKUSI PEMICU 1

MODUL TUMBUH KEMBANG

Disusun Oleh :

Kelompok 7

Latifah Rahmawati Bauw I1011171063


Agus Suwito I1011171068
Ahmad Wildan Alkamil I1011181011
Jonathan Edgar I1011181023
Nurfaidah Sulistiningtyas Sugirah Putri I1011181031
Thessalonica Gabrielliany I1011181039
Trixie Adistia Putri I1011181051
Monika Putri I1011181066
Zulkarnain I1011181084
Deana Ratry I1011181091
Nabilah Nurul Fatinah I1011181093
Nur Atirah I1011181101

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNVERSITAS TANJUNGPURA
PONTIANAK
2019
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Pemicu
Seorang bayi perempuan, berusia 2 hari dibawa oleh ibunya ke rumah
sakit karena lahir dengan bibir sumbing. Bayi lahir pervaginam ditolong bidan
desa pada usia kehamilan 38 minggu. Berat lahir 3.200 gram, panjang lahir 49
cm. Ibu khawatir karena bayinya tidak pandai menyusu dan sering tersedak saat
minum. Berat badan bayi turun menjadi 2.800 gram. Ibu juga merasa malu dan
bersalah karena anaknya cacat karena saat hamil pernah minum jamu.

1.2 Klarifikasi dan Definisi


1. Pervaginam : Melalui vagina.1
2. Bibir Sumbing : Defek lahir yang mengakibatkan terbentuknya permukaan
atau belahan yang tidak wajar pada bibir atau palatum.2

1.3 Kata Kunci


1. Bayi perempuan usia 2 hari
2. Lahir usia 38 minggu
3. Berat lahir 3200 gram
4. Panjang lahir 49 cm
5. Kelahiran pervaginam
6. Bibir sumbing
7. Tidak pandai menyusu
8. Sering tersedak saat minum
9. Berat badan turun
10. Minum jamu saat hamil

1.4 Rumusan Masalah


Bayi perempuan lahir dengan bibir sumbing dengan riwayat ibu minum
jamu saat hamil, mengakibatkan bayi sulit menyusui dan sering tersedak
sehingga berat badannya turun.
1.5 Analisis Masalah

 Lahir usia 38 minggu


Bayi usia 2 hari
 Kelahiran pervaginam

 Berat 3,2 kg
 Panjang 49
cm

Biologi perkembangan

 Gen
Patogenesis daerah Bibir sumbing
 Lingkungan
bibir dan mulut

Sulit menyusu dan


sering tersedak

Penurunan berat badan

1.6 Hipotesis
Riwayat ibu minum jamu saat hamil merupakan faktor lingkungan yang
dapat meningkatkan risiko kelahiran bayi dengan bibir sumbing.

1.7 Pertanyaan Diskusi


1. Pertumbuhan dan perkembangan pada anak
a. Definisi
b. Faktor-faktor
2. Tahapan pertumbuhan dan perkembangan
a. Masa prenatal
b. Masa postnatal
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan janin
a. Faktor internal
b. Faktor eksternal
4. Periode kritis perkembangan
5. Kelainan kongenital
a. Definisi
b. Etiologi
c. Patogenesis
d. Klasifikasi
e. Diagnosis
6. Teratogen
a. Definisi
b. Jenis
c. Mekanisme
d. Faktor-faktor yang mempengaruhi efek teratogen terhadap
perkembangan janin
e. Obat-obat teratogenik pada kehamilan
7. Bibir Sumbing
a. Definisi
b. Etiologi
c. Klasifikasi
d. Patofisiologi
e. Manifestasi klinis
f. Pengobatan dan manajemen
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pertumbuhan dan Perkembangan pada Anak


2.1.1 Definisi
Menurut Whaley dan Wong, pertumbuhan sebagai suatu
peningkatan jumlah dan ukuran, sedangkan perkembangan menitik
beratkan pada perubahan yang terjadi secara bertahap dari tingkat yang
paling rendah ke tingkat yang paling tinggi dan kompleks melalui
proses maturasi dan pembelajaran. Jadi, pertumbuhan berhubungan
dengan perubahan pada kuantitas dengan adanya peningkatan ukuran
dan berat seluruh bagian tubuh. Perkembangan berhubungan dengan
perubahan secara kualitas. Proses tersebut terjadi secara terus-menerus
dan saling berhubungan serta ada kertekaitan antara satu komponen dan
komponen lain. Jadi, jika tubuh anak semakin tinggi dan besar,
kepribadiannya secara simultan juga semakin matang.3
Marlow mengemukakan pertumbuhan sebagai suatu
peningkatan ukuran tubuh yang dapat diukur. Pertumbuhan ini
dihasilkan karena adanya pembelahan sel dan sintesis protein dan setiap
anak mempunyai potensi gen yang berbeda untuk tumbuh.
Perkembangan sebagai peningkatan keterampilan dan kapasitas anak
untuk berfungsi secara bertahap dan terus-menerus. Jadi,
perkembangan adalah suatu proses untuk menghasilkan peningkatan
kemampuan untuk berfungsi pada tingkat tertentu.4
Menurut kedua ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa
pertumbuhan adalah suatu proses alamiah yang terjadi pada individu,
yaitu secara bertahap anak akan semakin berat dan tinggi. Jadi,
pertumbuhan berkaitan dengan kuantitas fisik individu anak.
Sedangkan perkembangan adalah suatu proses yang terjadi secara
simultan dengan pertumbuhan yang menghasilkan kualitas individu
untuk berfungsi, yang dihasilkan melalui proses pematangan dan proses
belajar dari lingkungannya.3,4
Pertumbuhan berkaitan dengan perubahan kuantitatif yaitu
peningkatan ukuran dan struktur. Anak tidak saja menjadi besar secara
fisik, tapi ukuran dan struktur organ dalam tubuh dan otak meningkat.
Akibatnya ada pertumbuhan otak, anak tersebut memiliki kemampuan
yang lebih besar untuk belajar, mengingat dan berpikir.5
Perkembangan berkaitan dengan perubahan kualitatif dan
kuantitatif, yaitu perubahan–perubahan psikofisis yang merupakan
hasil dari proses pematangan fungsi–fungsi yang bersifat psikis dan
fisik pada diri anak secara berkelanjutan, yang ditunjang oleh faktor
keturunan dan faktor lingkungan melalui proses maturation dan proses
learning. Maturation berarti suatu proses penyempurnakan, pematangan
dari unsur-unsur atau alat-alat tubuh yang terjadi secara alami. Proses
learning merupakan proses belajar, melalui pengalaman pada jangka
waktu tertentu untuk menuju kedewasaan.6

2.1.2 Faktor-faktor
Pada umumnya, pertumbuhan dan perkembangan pada anak
berlangsung secara normal dengan banyak faktor yang dapat
mempengaruhinya. Secara garis besar, faktor-faktor yang
mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tersebut dibagi dalam
2 golongan, yaitu :7
1. Faktor internal7
1.1 Perbedaan ras/etnik atau bangsa
Bila seseorang yang dilahirkan sebagai ras orang Eropa maka
tidak mungkin ia memiliki faktor herediter ras orang Indonesia
ataupun sebaliknya. Tinggi badan tiap bangsa berlainan, seperti
ras orang kulit putih pada umumnya mempunyai tungkai yang
lebih panjang dari pada ras orang mongol.
1.2 Keluarga
Ada kecenderungan faktor keluarga yang semuanya memiliki
postur tubuh tinggi-tinggi atau memiliki badan yang gemuk-
gemuk.
1.3 Umur
Kecepatan pertumbuhan yang pesat adalah pada masa prenatal
tahun pertama sampai kedua dari kehidupan.
1.4 Jenis kelamin
Perempuan lebih cepat dewasa dibanding laki-laki. Pada masa
pubertas wanita umumnya tumbuh lebih cepat daripada laki-laki
dan kemudian setelah melewati masa pubertas laki-laki akan
lebih cepat.
1.5 Kelainan genetik
Sebagai contoh : Achondroplasia yang menyebabkan dwarfisme
(tumbuh kerdil, kecil), sedangkan sindroma Marfan sebaliknya,
yaitu terdapat pertumbuhan tinggi badan yang berlebihan dari
tinggi biasanya.
1.6 Kelainan kromosom
Kelainan kromosom umumnya disertai dengan kegagalan
pertumbuhan seperti pada sindrom Down dan sindrom Turner.
2. Faktor eksternal/lingkungan 7
2.1 Faktor Pranatal :
a. Gizi
Nutrisi ibu hamil terutama dalam trimester akhir kehamilan
akan mempengaruhi pertumbuhan janin.
b. Mekanis
Posisi fetus yang tidak normal dapat menyebabkan kelainan
kongenital seperti club foot.
c. Toksin/zat kimia
Aminopterin dan obat kontrasepsi dapat menyebabkan
kelainan kongenital seperti palatoskisis.
d. Endokrin
Diabetes mellitus dapat menyebabkan makrosomia,
kardiomegali, dan hiperplasia adrenal.
e. Radiasi
Paparan radium dan sinar rontgen dapat mengakibatkan
kelainan pada janin seperti mikrosefali, sfina bifida,
retardasi mental dan deformitas anggota gerak, kelainan
kongenital mata dan kelainan jantung.
f. Infeksi
Infeksi pada trimester pertama dan kedua oleh TORCH
(Toksoplasma, Rubella, Sitomegalo virus, Herpes
simpleks), PMS (Penyakit Menular Seksual) serta penyakt
virus lainnya dapat mengakibatkan kelainan pada janin
seperti katarak, bisu tuli, mikrosefali, retardasi mental dan
kelainan jantung kongenital.
g. Kelainan imunologi
Eritroblastosis fetalis timbul atas dasar perbedaan
golongan darah antara janin dan ibu sehngga ibu
membentuk antibodi terhadap sel darah merah milik janin;
kemudian melalui plasenta masuk ke dalam peredaran
darah janin dan akan menyebabkan hemolisis yang
selanjutnya mengakibatkan hiperbilirubinemia dan
kernicterus yang akan menyebabkan kerusakan jaringan
otak.
h. Anoksia embrio
Anoksia embrio yang disebabkan oleh gangguan fungsi
plasenta menyebabkan pertumbuhan terganggu.
i. Psikologis ibu
Kehamilan yang tidak diinginkan, perlakuan
salah/kekerasan mental apada ibu hamil dan lain-lain.
2.2 Faktor Persalinan7
Komplikasi yang terjadi pada persalinan seperti trauma
kepala dan asfiksia dapat menyebabkan kerusakan pada jaringan
otak.
2.3 Faktor Pasca natal7
a. Gizi untuk tumbuh kembang bayi, diperlukan zat makanan
yang adekuat.
b. Penyakit kronis/kelainan kongenital Tuberkulosis, anemia,
kelainan jantung bawaan mengakibatkan retardasi
pertumbuhan jasmani.
c. Lingkungan fisis dan kimia Sanitasi lingkungan yang
kurang baik, kurangnya sinar matahari, paparan sinar
radioaktif, zat kimia tertentu (Pb, Mercuri, rokok, dan lain-
lain) mempunyai dampak yang negatif terhadap
pertumbuhan anak.
d. Psikologis Hubungan anak dengan orang sekitarnya.
Seorang anak yang tidak dikehendaki oleh orang tuanya
atau anak yang selalu merasa tertekan akan mengalami
hambatan pada pertumbuhan dan perkembangannya.
e. Endokrin Gangguan hormon misalnya pada penyakit
hipotiroid akan menyebabkan anak mengalami hambatan
pertumbuhan. Defisiensi hormon pertumbuhan akan
menyebabkan anak tumbuh kerdil.
f. Sosio-ekonomi Kemiskinan selalu berkaitan dengan
kekurangan makanan, kesehatan lingkungan yang jelek dan
ketidaktahuan, akan menghambat pertumbuhan anak.
g. Lingkungan pengasuhan Interaksi ibu dan anak sangat
mempengaruhi tumbuh kembang anak yang baik.
h. Stimulasi Perkembangan memerlukan
rangsangan/stimulasi khususnya dalam keluarga, misalnya
penyediaan mainan, sosialisasi anak, keterlibatan ibu dan
anggota keluarga lain terhadap kegiatan anak, dan
perlakuan ibu terhadap perilaku anak.
Pertumbuhan dan perkembangan merupakan proses yang terjadi
secara bersama-sama secara utuh, seorang anak tidak mungkin tumbuh
kembangnya sempurna bila hanya bertambah besarnya saja tanpa
disertai bertambahnya kepandaian dan ketrampilan begitupula
sebaliknya kepandaian dan ketrampilan seorang anak tidak mungkin
tercapai tanpa disertai oleh bertambah besarnya organ sampai optimal.
Tumbuh kembang dipengaruhi oleh dua faktor pokok yaitu keturunan
(genetik) dan lingkungan (biopsikososial).7
1. Genetik7
Pengaruh genetik bersifat heredo-konstitusional yang
berarti bahwa bentuk untuk konstitusi seseorang ditentukan oleh
faktor keturunan. Contoh mudahnya seorang anak akan besar dan
tinggi perawakannya dengan kedua orang tuanya yang juga besar
dan tinggi. Faktor hereditir akan berpengaruh pada kecepatan
pertumbuhan, kematangan penulangan, gizi, alat seksual dan saraf.
Faktor lingkungan dan perbedaan ras cukup mempengaruhi
tumbuh kembang seseorang. Anak-anak Negro di Afrika dan
Amerika Serikat pada umur 3 tahun pertama kecepatan tumbuh
kembangnya melampaui anak kulit putih, tetapi setelah umur diatas
3 tahun tumbuh kembangnya dilampaui oleh anak kulit putih.
Faktor nutrisi menjadi kemungkinan penyebab hal tersebut, karena
nutrisi yang tidak memadai sehingga menghapuskan potensi
genetik ras yang menguntungkan itu.
2. Saraf7
Terdapat pusat pertumbuhan (growth centre) di otak yang
terletak di hipotalamus dan berfungsi sebagai pengatur dan
pengendali pertumbuhan yang sesuai dengan kurva pertumbuhan
berdasar faktor genetik. Pusat pertumbuhan di hipotalamus itu
berhubungan dengan lobus anterior kelenjar pituitari yang dapat
mengeluarkan hormon untuk ikut berperan melakukan pengawasan
terhadap tumbuh kembang.
Pengaruh sistem saraf perifer pada tumbuh kembang
misalnya bila jaringan otot tidak mendapat inervasi akan
mengalami atrofi, juga bila aliran saraf rasa di kulit tidak mendapat
inervasi akan mengalami degenerasi.
3. Hormon7
Pengaruh hormon dimulai sejak intrauterin, sejak janin
berumur 4 bulan, yaitu saat percepatan pertumbuhan panjang janin
mencapai maksimum dan saat inilah kelenjar pituitri dan tiroid
mulai bekerja. Lobus anterior kelenjar pituitri antara lain
mengeluarkan hormon perkembangan somatropin.
Hormon lain yang dikeluarkan kelenjar pituitri adalah
hormon tirotropik yang menstimulasi kelenjar tiroid untuk
bersekresi. Kelenjar tiroid menghasilkan hormon tiroksin yang
keduanya menstimulasi metabolisme dan maturasi tulang, gigi, dan
otak. Bila terjadi defisiensi hormon tiroid pada anak, maka
pertumbuhan seluruh tubuh terganggu dan anak mengalami
kelambatan mental dan bertubuh pendek (kretin).
Hormon adrenokortikotropik juga dikeluarkan oleh
kelenjar pituitri yang berperan melakukan kontrol pada korteks
supraren untuk menghasilkan kortison da aldosteron. Hipotalamus
menstimulasi kelenjar pituitri untuk menghasilkan hormon
gonadotropin yang selanjutnya menstimulasi sel-sel interstisiil
testis atau ovarium untuk bersekresi. Hormon lain pada tumbuh
kembang ialah hormon paratiroid dan calcitonin yang berhubungan
dengan proses penulangan dan pertumbuhan tulang.
4. Gizi7
Kebutuhan dan kecukupan akan gizi yang esensial secara
kualitas dan kuantitas menjadi faktor yang sangat penting untuk
pertumbuhan normal. Pengamatan yang dilakukan setelah perang
Jerman waktu terjadi kelaparan, anak-anak mengalami
keterlambatan pertumbuhan 10-20 bula dibandingkan dengan
anak-anak yang tumbuh normal.
Malnutrisi protein kalori yang berat (kwashiorkor atau
maramus kwashiorkor) terjadi kelambatan pertumbuhan tulang dan
maturasi; kelambatan penyatuan epifisis sekitar 1 tahun
dibandingkan dengan anak gizi cukup, dan proses pubertas juga
terlambat. Pada maramus terjadi pengurusan otot dan jaringan
lemak subkutan yang menyolok sehingga berat badan anak sangat
menurun.
Zat atau unsur penting yang berperan penting untuk
pertumbuhan, antara lain adalah yodium, kalsium, fosfor,
magnesium, besi, fluor, dan sebagainya. Vitamin yang dapat
mempengaruhi yaitu vitamin A, B12, C dan D.
5. Kecenderungan sekular7
Secular trend merupakan fenomena yang menunjukkan
bahwa anak-anak pada saat ini pertumbuhannya lebih cepat
dibandingkan dengan pertumbuhan anak-anak beberapa puluh
tahun yang lalu. Beberapa pendapat menyatakan kecenderungan
sekuler berhubungan dengan perbaikan gizi.
Dari beberapa penelitian yang dilakukan, ditemukan bahwa
pada masa prasekolah rata-rata pertambahan berat badan sekular
0,5 kg tiap dekade; untuk masa remaja penambahan tinggi sekular
2,5 cm dan penambahan berat sekular 2,3 kg tiap dekade.
6. Sosio-Ekonomi7
Penelitian di Eropa menunjukkan bahwa anak kelompok
sosial ekonomi baik, mempunyai ukuran tinggi tubuh lebih panjang
dibandingkan dengan anak keluarga buruh rendah; perbedaan itu
lebih kurang 2,5 cm pada usia 3 tahun dan lebih kurang 4,5 cm
pada usia remaja. Perbedaan dalam berat badan juga berperan
sama, namun kecenderungan perbedaan tidak begitu besar.
7. Musim dan Iklim7
Anak di negara-negara yang mempunyai empat musim
dalam setahun, dapat diamati bahwa pertumbuhan tinggi tubuh
lebih cepat pada musim semi dibandingkan dengan pertumbuhan
pada musim gugur; perbedaan tersebut dapat mencapai 2-2,5 kali.
Sebaliknya pertumbuhan berat badan dapat mencapai 4-5 kali lebih
cepat pada musim gugur dibandingkan musim semi.
8. Latihan7
Dengan melakukan latihan dan berolahraga seseorang
mempunyai kesempatan tumbuh lebih baik, karena otot-ototnya
bertambah besar. Pada masa anak dan remaja juga diperlukan
aktivitas gerakan-gerakan tubuh supaya pertumbuhannya berjalan
baik. Latihan yang terus menerus diperlukan untuk mengurangi
lapisan lemak dalam tubuh, sebaliknya jika kurang latihan dapat
menyebabkan gemuk.
9. Penyakit7
Pengaruh penyakit kronis seperti TBC, penyakit ginjal dan
sebagainya dapat menghambat pertumbuhan. Dalam hal penyakit
ternyata perempuan mempunyai ketahanan terhadap pertumbuhan
dibandingkan dengan laki-laki. Pada percobaan binatang dapat
dibuktikan bahwa binatang betina yang mengalami operasi akan
lebih cepat mengalami maturasi dan tidak terjadi kelambatan
pertumbuhan, keadaan ini mungkin berlaku pula pada manusia.
Sebab-sebab terjadinya kelambatan pertumbuhan pada seorang
sakit karena kekurangannya hormon somatotropin, sebagai akibat
meningkatnya sekresi kortison dari korteks supraren.
10. Emosi7
Faktor emosi dapat berpengaruh pada pertumbuhan,
misalnya karena adanya tekanan batin atau “stress”. Keadaan ini
dibuktikan pada penelitian di Jerman sehabis perang. Bahwa
diberlakukan dua buah rumah perawatan anak-anak yatim piatu,
yang pertama untuk anak-anaknya diberi makanan tambahan dan
yang kedua tidak. Setelah beberapa waktu dilakukan evaluasi
pertumbuhan anakk, pada rumah perawatan pertama yang
mendapat makanan tambahan tidak ditemukan perbedaan
pertumbuhan bila dibandingkan dengan anak yang tidak mendapat
makanan tambahan. Akhirnya diungkapkan bahwa rumah
perawatan pertama dengan makanan tambahan kepala perawatnya
bertindak keras, makan dengan jadwal ketat sehingga anak-anak
merasa menderita “stres”. Setelah kepala perawat tersebut
dipindahkan terlihat bahwa anak-anak yang mendapat makanan
tambahan pertumbuhannya lebih baik.
2.2 Tahapan pertumbuhan dan perkembangan
2.2.1 Masa Prenatal
Gambar 1 Perkembangan Embrio dalam Hari8
1. Fertilisasi
Fertilisasi adalah proses penyatuan gamet pria dan wanita,
yang terjadi di daerah ampulla tuba fallopii. Spermatozoa bergerak
dengan cepat dari vagina ke rahim dan selanjutnya masuk kedalam
saluran telur. Pergerakan naik ini disebabkan oleh kontraksi otot-
otot uterus dan tuba. Sebelum spermatozoa dapat membuahi oosit,
mereka harus mengalami proses kapasitasi dan reaksi akrosom.8
Kapasitasi adalah suatu masa penyesuaian di dalam saluran
reproduksi wanita, yang pada manusia berlangsung kira-kira 7
jam. Selama waktu ini, suatu selubung dari glikoprotein dari
protein-protein plasma segmen dibuang dari selaput plasma, yang
membungkus daerah akrosom spermatozoa. Hanya sperma yang
menjalani kapasitasi yang dapat melewati sel korona dan
mengalami reaksi akrosom.8
Reaksi akrosom terjadi setelah penempelan ke zona
pelusida dan diinduksi oleh protein-protein zona. Reaksi ini
berpuncak pada pelepasan enzim-enzim yang diperlukan untuk
menembus zona pelusida, antara lain akrosin dan zat-zat serupa
tripsin. Fase fertilisasi mencakup fase 3 fase :8
1. Penembusan korona radiata
Spermatozoa-spermatozoa yang mengalami kapasitasi
tidak akan sulit untuk menembusnya.
2. Penembusan zona pelusida
Zona pelusida adalah sebuah perisai glikoprotein yang
mempertahankan pengikatan sperma dan menginduksi reaksi
kromosom. Hanya 1 spermatozoa diantara 200-300 juta
spermatozoa yang ada di saluran kelamin yang berhasil
menembus zona pelusida. Saat spermatozoa masuk ke dalam
membrane oosit, spermatozoa lain tidak akan bisa masuk lagi
karena aktifasi dari enzim oosit sendiri.
3. Fusi oosit dan membran plasma
Spermatozoa bergerak masuk ke membrane oosit dan
mencapai inti oosit. Perlu diketahui bahwa spermatozoa dan
oosit masing-masing memiliki 23 kromosom (haploid), selama
masa penyatuan masingmasing pronukleus melakukan sintesis
DNA. Segera setelah sintesis DNA, kromosom tersusun dalam
gelendong untuk melakukan pembelahan secara mitosis yang
normal. Dua puluh tiga kromosom dari ibu dan dua puluh tiga
kromosom dari ayah membelah sepanjang sentromer, dan
kromatid-kromatid yang berpasangan tersebut saling bergerak
ke kutub yang berlawanan, sehingga menyiapkan sel zigot
yang masing-masing mempunyai jumlah kromosom yang
normal.
2. Pembelahan
Kira-kira 24 jam setelah fertilisasi, oosit yang telah dibuahi
mulai pembelahan pertamanya. Setelah zigot mencapai tingkat dua
sel, ia menjalani serangkaian pembelahan mitosis yang
mengakibatkan bertambahnya jumlah sel dengan cepat. Sel ini
dikenal sebagai blastomer yang akan berbentuk seperti gumpalan
yang padat.8
Kira-kira setelah 3 hari setelah pembuahan, sel-sel embrio
yang termampatkan tersebut, membelah lagi membentuk morula.
Sel-sel bagian dari morula merupakan massa sel dalam, sedangkan
sel-sel di sekitar membentuk massa sel luar. Massa sel dalam akan
membentuk jaringanjaringan embrio yang sebenarnya, sementara
massa sel luar akan membentuk trofoblastt, yang kemudian ikut
membentuk plasenta.8
3. Pembentukan blastokista, embrioblast, dan rongga amnion
Pada hari ke-4 setelah inseminasi, sel terluar dari morula
yang masih diselubungi dengan zona pelucida mulai berkumpul
membentuk suatu pemadatan. Sebuah rongga terbentuk pada di
interior blastokista dan Kirakira pada waktu morula memasuki
rongga rahim, cairan mulai menembus zona pelusida masuk ke
dalam ruang antar sel yang ada di massa sel dalam (inner cell
mass). Sel-sel embrio berkembang dari inner cell mass yang
sekarang disebut embrioblastt. Sedangkan sel-sel di massa sel luar
atau trofoblast, menipis dan membentuk dinding epitel untuk
blastokista. Zona pelusida kini sekarang sudah menghilang,
sehingga implantasi bisa dimulai.8
Pada akhir hari ke-5 embrio melepaskan diri dari zona
pelusida yang membungkusnya. Melalui serangkaian siklus
pengembangan-kontraksi embrio menembus selimut pelusida. Hal
ini didukung oleh enzim yang dapat melarutkan zona pelusida pada
kutub embrionik. Pelepasan embrio ini dinamakan hatching.
Polaritas dari embrio dapat terlihat pada waktu pembentukan kutub
embrionik dan kutub abemrioalik. Hal ini jelas terlihat ketika
meneliti blastokista dimana inner cell mass sudah terbentuk.
Polaritas lebih terfokus pada satu kutub dari interior belahan
blastokista yang terdiri dari blastomer.8
Pada perkembangan hari ke-8, blastokista sebagian
terbenam di dalam stroma endometrium.Pada daerah di atas
embrioblast, trofoblast berdiferensiasi menjadi 2 lapisan: (a)
sitotrofoblast ,(b) sinsitiotrofoblast. Trofoblast mempunyai
kemampuan untuk menghancurkan dan mencairkan jaringan
permukaan endometrium dalam masa sekresi, yaitu sel-sel
decidua.9
Sel-sel dari embrioblast juga berdiferensiasi menjadi dua
lapisan, yaitu lapisan hipoblast dan epiblast. Sel-sel dari masing-
masing lapisan mudigah membentuk sebuah cakram datar dan
keduanya dikenal sebagai cakram mudigah bilaminer. Pada saat
yang sama terdapat rongga kecil muncul di dalam epiblast, dan
rongga ini membesar menjadi rongga amnion. Pada hari ke-9,
blastokista semakin terbenam di dalam endometrium, dan luka
berkas penembusan pada permukaan epitel ditutup dengan fibrin,
pada masa ini terlihat proses lakunaris, dimana vakuola-vakuola
apa sinsitium trofoblast menyatu membentuk lakuna-lakuna yang
besar. Sementara pada kutub anembrional, sel-sel gepeng bersama
dengan hipoblast membentuk lapisan eksoselom (kantung kuning
telur primitif).8
Pada hari ke-11 dan 12, blastokista telah tertanam
sepenuhnya di dalam stroma endometrium. Trofoblast yang
ditandai dengan lacuna dan sinsitium akan membentuk sebuah
jalinan yang saling berhubungan, Sel-sel sinsitiotrofoblast
menembus lebih dalam ke stroma dan merusak lapisan endotel
pembuluhpembuluh kapiler ibu.Pembuluh-pembuluh rambut ini
tersumbat dan melebar dan dikenal sebagai sinusoid. Lakuna
sinsitium kemudian berhubungan dengan sinusoid, dan darah ibu
mulai mengalir melalui system trofoblast, sehingga terjadilah
sirkulasi utero-plasenta.8
Semetara itu, sekelompok sel baru muncul di antara
permukaan dalam sitotrofoblast dan permukaan luar rongga
eksoselom. Sel-sel ini berasal dari kantong kuning telur dan akan
membentuk suatu jaringan penyambung yang disebut mesoderm
ekstraembrional; di mana pada akhirnya akan mengisi semua ruang
antara trofoblastt di sebelah luar dan amnion beserta selaput
eksoselom di sebelah dalam.8
4. Cakram mudigah trilaminer
Cakram mudigah bilaminer sendiri berdiferensiasi menjadi
embrio trilaminer, terjadi proses epithelio-mesenchymal layer
(gastrulasi pada vertebrata kelas bawah). Gastrulasi dimulai
dengan pembentukan primitive streak (garis primitive) pada
permukaan epiblast.8
Sel-sel epiblast berpindah mengikuti garis primitive untuk
membentuk mesoderm dan entoderm intraembrional. Setelah tiba
di daerah garis tersebut, selsel ini menjadi bentuk seperti botol,
memisahkan diri dari epiblast dan endoderm yang baru saja
terbentuk untuk membentuk mesoderm. Sel-sel yang tetap berada
di epiblast kemudian membentuk ectoderm. Dengan demikian
epiblast, walaupun terjadi proses gastrulasi, merupakan sumber
dari semua lapisan germinal pada embrio (yaitu, ektoderm,
mesoderm, dan endoderm).8
Sel-sel prenotokord yang bergerak masuk ke dalam lubang
primitif, bergerak ke depan hingga mencapai lempeng prekordal.
Mereka menempatkan diri dalam endoderm sebagai lempeng
notokord. Pada perkembangan selanjutnya, lempeng ini
mengelupas dari endoderm, dan terbentuklah sebuah tali padat,
notokord. Notokord akan menentukan Sumbu tengah dari embrio
yang akan menentukan situasi ke depan mengenai dasar tulang
belakang dan dapat menyebabkan diferensiasi dari ektoblast untuk
membetuk neural plate. Karena itu, pada akhir minggu ke-3,
terbentuklah 3 lapisan mudigah—yang terdiri dari ectoderm,
mesoderm, dan endoderm—,dan berdiferensiasi menjadi jaringan
dan organ-organ.8
5. Masa embrionik
Selama perkembangan minggu ke-3 sampai minggu ke-8,
suatu massa yang dikenal sebagai massa embrionik atau masa
organogenesis, masing-masing lapisan dari ketiga lapisan mudigah
ini membentuk banyak jaringan dan organ yang spesifik.
Menjelang masa akhir embrionik ini, sistem-sistem organ telah
terbentuk. Karena pembentukan organ ini, bentuk mudigah banyak
berubah dan ciri-ciri utama bentuk tubuh bagian luar sudah dapat
dikenali menjelang bulan kedua.8
Masa mudigah berlangsung dari perkembangan minggu
keempat hingga kedelapan dan merupakan masa terbentuk jaringan
dan sistem organ dari masingmasing lapisan mudigah. Sebagai
akibat pembentukan organ, ciri-ciri utama bentuk tubuh mulai
jelas.8
Lapisan Mudigah ektoderm membentuk organ dan struktur-
struktur yang memelihara hubungan dengan dunia luar: (a) susunan
saraf pusat; (b) sistem saraf tepi; (c) epitel sensorik telinga, hidung
dan mata; (d) kulit, termasuk rambut dan kuku; dan (e) kelenjar
hipofisis, kelenjar mammae, dan kelenjar keringat serta email gigi.8
Bagian yang paling penting dari lapisan mudigah
mesoderm adalah mesoderm para aksial, intermediat, dan lempeng
lateral. Mesoderm para aksial membentuk somitomer; yang
membentuk mesenkim di kepala dan tersusun sebagai somit-somit
di segmen oksipital dan kaudal. Somit membentuk miotom
(jaringan otot), skeletom (tulang rawan dan sejati), dan dermatom
(jaringan subkutan kulit), yang semuanya merupakan jaringan
penunjang tubuh. Mesoderm juga membentuk sistem pembuluh,
yaitu jantung, pembuluh nadi, pembuluh getah bening, dan semua
sel darah dan sel getah bening. Di samping itu, ia membentuk
sistem kemih-kelamin; ginjal, gonad, dan saluran-salurannya
(tetapi tidak termasuk kandung kemih). Akhirnya limpa dan
korteks adrenal juga merupakan turunan dari mesoderm.8
Lapisan mudigah endoderm menghasilkan lapisan epitel
saluran pencernaan, saluran pernafasan, dan kandung kemih.
Lapisan ini juga membentuk parenkim tiroid, paratiroid, hati dan
kelenjar pankreas. Akhirnya, lapisan epitel kavum timpani dan tuba
eustachius juga berasal dari endoderm.8
Sebagai akibat dari pembentukan sistem-sistem organ dan
pertumbuhan sistem-sistem organ dan pertumbuhan sistem saraf
pusat yang cepat, cakram mudigah yang mula-mula datar melipat
kearah sefalokaudal, sehingga terbentuklah lipatan kepala dan
ekor. Cakram ini juga melipat dengan arah lintang, sehingga
terdapat bentuk tubuh yang bulat. Hubungan dengan kantung
kuning telur dan plasenta dipertahankan masing-masing melalui
duktus vitellinus dan tali pusat.8

2.2.2 Masa Postnatal


Tumbuh kembang anak berlangsung secara teratur, saling
berkaitan, dan berkesinambungan dimulai sejak pembuahan sampai
dewasa. Walaupun terdapat variasi, namun setiap anak akan melewati
suatu pola tertentu. Tanuwijaya (2003) memaparkan tentang tahapan
tumbuh kembang anak yang terbagi menjadi dua, yaitu masa pranatal
dan masa postnatal. Setiap masa tersebut memiliki ciri khas dan
perbedaan dalam anatomi, fisiologi, biokimia, dan karakternya.10
Proses pertumbuhan dan perkembangan pasca kelahiran (post
natal) terbagi menjadi beberapa periode, yaitu :11
1. Periode neonatal (0 - 28 hari)
2. Periode infancy / bayi
 Periode bayi awal (1 - 12 bulan)
 Periode bayi akhir (1 - 2 tahun)
3. Preschool / balita (2 - 6 tahun)
4. School Age / pre-puberty / usia sekolah
 Perempuan pada usia 6 - 10 tahun
 Laki-laki pada usia 8 - 12 tahun
5. Adolescence / masa remaja
 Perempuan pada usia 10 - 18 tahun
 Laki-laki pada usia 12 - 20 tahun
Periode pertama adalah masa neonatal dimana bayi berusia 0 -
28 hari dilanjutkan masa bayi yaitu sampai usia 2 tahun. Masa
prasekolah adalah masa anak berusia 2 – 6 tahun. Sampai dengan masa
ini, anak laki-laki dan perempuan belum terdapat perbedaan, namun
ketika masuk dalam masa selanjutnya yaitu masa sekolah atau masa
pubertas, perempuan berusia 6 – 10 tahun, sedangkan laki-laki berusia
8 - 12 tahun. Anak perempuan memasuki masa adolensensi atau masa
remaja lebih awal dibanding anak laki-laki, yaitu pada usia 10 tahun
dan berakhir lebih cepat pada usia 18 tahun. Anak laki-laki memulai
masa pubertasa pada usia 12 tahun dan berakhir pada usia 20 tahun.10

2.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan dan Perkembangan


Janin
2.3.1 Faktor Internal
Faktor genetik merupakan modal dasar dalam mencapai hasil
akhir proses tumbuh kembang anak. Melalui instruksi genetik yang
tergandung di dalam sel telur yang telah dibuahi, dapat ditentukan
kualitas dan kuantits pertumbuhan. Ditandai dengan intensitas dan
kecepatan pembelahan, derajat sensitivitas jaringan terhadap
ransangan, umur pubertas dan berhentinya pertumbuhan tulang.
Termasuk faktor genetik antara lain berbagai faktor bawaan yang
normal dan patologik, jenis kelamin, suku bangsa. Gangguan
pertumbuhan di negara maju lebih sering diakibatkan oleh faktor
genetik, sedangkan di negara berkembang selain diakibatkan oleh
factor genetik, juga faktor lingkungan yang kurang memadai untuk
tumbuh kembang anak yang optimal. Disamping itu, banyak penyakit
keturunan yang disebabkan oleh kelainan kromosom, seperti sindrom
Down, sindrom Turner, dll.12

2.3.2 Faktor Eksternal


Faktor eksternal atau peranan lingkungan adalah faktor prenatal
ibu yang termasuk status gizi ibu pada saat hamil, posisi fetus normal
atau tidak, salah satu kelainan kongenital yang bisa disebabkan oleh
abnormalitas posisi fetus adalah club foot. Toksin atau obat-obatan
yang bisa menyebabkan kelainan kongenital seperti thalidomide.
Kelainan gejala endokrin seperti yang dialami oleh ibu hamil yang
menderita gestational diabetes mellitus, (GDM), bayinya bisa
mengalami makrosomia atau kardiomegali atau hiperplasia adrenal.
Paparan terhadap sinar radiasi seperti X-ray dapat mengakibatkan
kelainan pada janin seperti mikrosefali, spina bifida, retardasi mental
dan deformitas anggota gerak, kelainan kongenital mata dan jantung.
Ibu yang mengalami infeksi pada trimester pertama dan kedua oleh
TORCH (Toksoplasma, Rubella, Sitomegalo virus, Herpes simpleks)
dan penyakit menular seksual dapat mengakibatkan kelainan pada janin
seperti katarak, bisu, tuli, mikrosefali, retardasi mental dan kelainan
jantung congenital. Jika sang ibu memiliki golongan darah yang
berbeda antara dirinya dan janin maka ada kemungkinan terjadi
Eritroblastosis fetalis, dimana tubuh sang ibu akan membentuk antibodi
terhadap darah sel darah merah janin, dan akan mengalir ke dalam
peredaran darah janin dan akan menyebabkan hemolisis yang akan
mengakibatkan hiperbilirubinemia dan kern ikterus, yang akan
menyebabkan kerusakan jaringan otak janin. Gangguan fungsi plasenta
seperti anoksia embrio juga dapat mengganggu pertumbuhan janin.
Psikologis ibu juga berperan penting dalam perkembangan janin.13
Faktor eksternal yang lainnya adalah faktor pasca natal, yaitu
bila gizi yang diperlukan bayi untuk bertumbuh dan berkembang
mencukupi. Jika sang anak atau bayi mengalami penyakit kronis atau
kelainan congenital, serta lingkungan fisik dan kimia, contohnya adalah
tempat tinggal anak sanitasinya baik atau tidak, kecukupan terpapar
dengan sinar matahari untuk membentuk vitamin D, terpapar terhadap
rokok, merkuri dan biji timah hitam, yang memberikan dampak negatif
pada anak. Psikologis sang anak, caranya berhubungan dan berinteraksi
dengan orang sekitarnya, apakah sang anak tidak dikehendaki oleh
orang tuanya dan merasa tertekan. Gangguan hormon tiroid anak dapat
mengakibatkan anak mengalami dwarfnism (hypothyroid) atau
gigantism (hyperthyroid) dan juga retardasi mental pada hypothyroid.
Sosioekonomi keluarga sang anak, apakah kebutuhannya ditemui, serta
apakah ia tumbuh pada lingkungan yang mendukung atau tidak.13
2.4 Periode kritis perkembangan

Gambar 2. Periode kritis perkembangan14


Perkembangan janin atau fetus pada masa intrauterin sangat
dipengaruhi oleh faktor sosial dan lingkungan, termasuk status nutrisi dari
sang ibu, kandungan obat yang digunakan dan trauma psikologis. 14

1. Perkembangan Somatik
a. Masa embrionik
Tabel 1. Milestone Perkembangan Prenatal
Minggu Tahap Perkembangan
1 Fertilisasi dan implantasi, permulaan masa embrionik
2 Muncul lapisan endoderm dan ektoderm (bilaminar
embrio)
3 Hilang masa menstruasi pertama,; lapisan mesoderm
muncul (trilaminar embrio); somit mulai terbentuk
4 Pelipatan saraf sekering; pelipatan dari embrio ke
bentuk-mirip-manusia; tunas tangan dan kaki terbentuk;
panjang kepala-pantat 4-5 mm
5 Penempatan lensa; mulut primitif; sinar digital berada di
tangan
6 Hidung primitif, filtrum, palatum primer
7 Kelopak mata muncul; panjang kepala-pantat 2 cm
8 Ovarium dan testis dapat dibedakan
9 Permulaan periode fetal; panjang kepala-pantat 5 cm;
berat 8 g
12 Organ genital eksternal dapat dibedakan
20 Batas viabilitas yang lebih rendah; berat 460 g; panjang
19 cm
25 Permulaan trimester ke-3, berat 900 g; panjang 24 cm
28 Mata terbuka; janin menunduk; berat 1000-1300 g
38 Matur
Pada 6 hari pasca konsepsi saat implantasi dimulai, embrio
terdiri dari massa sel berbentuk bola dengan rongga sentral
(blastokista). Pada usia 2 minggu, implantasi telah lengkap dan
sirkulasi uteroplasenta telah dimulai; embrio memiliki dua lapisan,
endodermis dan ektodermis, amnion juga sudah mulai terbentuk.14
Pada usia 3 minggu, lapisan germinalis ke 3 (mesodermis)
telah muncul, bersama dengan tabung saraf primitif dan pembuluh
darah. Tabung jantung berpasangan telah mulai memompa. Selama
minggu 4-8, pelipatan lateral lempeng embriologis, diikuti oleh
pertumbuhan pada tengkorak, ujung kaudalis dan tunas tangan dan
kaki, menghasilkan bentuk seperti manusia. Prekursor otot rangka dan
vertebra (somit) muncul, bersama dengan lengkung cabang yang akan
membentuk mandibula, rahang atas, langit-langit, telinga luar, dan
struktur kepala dan leher lainnya. Penempatan lensa muncul,
menandakan situs bagian mata masa depan; otak tumbuh dengan
cepat. Pada akhir minggu ke-8, saat periode embrionik menutup, dasar
dari semua sistem organ utama telah berkembang; panjang puncak
kepala adalah 3 cm.14
b. Masa fetus (janin)
Periode janin dimulai sejak minggu ke-9, perubahan somatik
terdiri dari pertumbuhan tubuh yang cepat serta diferensiasi jaringan,
organ, dan sistem organ. Pada minggu ke-10, wajah dapat dikenali
sebagai manusia. Midgut kembali ke perut dan tali pusat, berputar
berlawanan arah jarum jam untuk membawa perut, usus kecil, dan
usus besar ke posisi normal mereka.14
Pada minggu ke-12, jenis kelamin alat kelamin eksternal
menjadi jelas dapat dibedakan. Perkembangan paru berlangsung,
dengan tunas bronkus, bronkiolus dan divisi yang lebih kecil berturut-
turut.14
Pada minggu ke 20-24, alveoli primitif telah terbentuk dan
produksi surfaktan telah dimulai; sebelum waktu itu, tidak adanya
alveoli menjadikan paru-paru tidak berguna sebagai pertukaran gas.
Selama trimester ke-3, berat badan bertambah tiga kali lipat dan
panjangnya berlipat ganda ketika simpanan protein, lemak, besi, dan
kalsium tubuh meningkat.14

Gambar 3. Perubahan proporsi tubuh14


2. Perkembangan Neurologik
Selama minggu ke-3, lempengan saraf muncul di permukaan
ektodermal embrio trilaminar. Infolding menghasilkan tabung saraf yang
akan menjadi sistem saraf pusat dan krista neuralis (puncak saraf) akan
menjadi sistem saraf perifer. Sel neuroektodermal berdiferensiasi menjadi
saraf-saraf, astrosit, oligodendrosit, dan sel ependim, sedangkan sel
mikroglial berasal dari mesoderm.14
Pada minggu ke-5, 3 subdivisi utama otak depan, otak tengah, dan
otak belakang sudah jelas. Kornu dorsalis dan ventralis dari sumsum
tulang belakang sudah mulai terbentuk, bersamaan dengan motorik perifer
dan saraf sensorik.14
Mielinisasi dimulai pada midgestasi dan berlanjut selama
bertahun-tahun. Pada akhir periode embrionik (minggu 8), struktur kasar
sistem saraf telah terbentuk. Pada tingkat sel, neuron bermigrasi keluar
untuk membentuk 6 lapisan kortikal. Migrasi selesai pada bulan ke-6,
tetapi diferensiasi berlanjut. Akson dan dendrit membentuk koneksi
sinaptik pada sistem yang rentan terhadap pengaruh teratogenik atau
hipoksia mempengaruhi seluruh gestasi.14
Pada saat lahir, struktur otak sudah lengkap, sinapsis akan
dipangkas kembali secara substansial dan koneksi baru dibuat, sebagian
besar diperoleh melalui pengalaman (perkembangan setelah lahir).14
3. Perkembangan Perilaku
Respons refleksif terhadap stimulasi taktil berkembang dalam
urutan kraniokaudal. Pada minggu ke 13-14, gerakan bernafas dan
menelan muncul. Refleks pegang muncul pada minggu ke-17 dan
berkembang dengan baik pada minggu-27. Pembukaan mata terjadi sekita
26-28 minggu. Dengan midgestasi, berbagai gerakan neonatal dapat
diamati.14
Selama trimester ketiga, janin merespons rangsangan eksternal
dengan peningkatan denyut jantung, dan gerakan tubuh. Seperti halnya
bayi pada postnatal, rangsangan terhadap pendengaran (vibroakustik) dan
visual (cahaya terang) bervariasi tergantung pada keadaan perilaku bayi
didalam rahim, yang dapat ditandai sebagai tidur nyenyak, tidur aktif,
perbedaan individu pada tingkat aktivitas janin biasanya.14
Setelah kelahiran, pertumbuhan neonatus berlangsung teratur
sebagai adaptasi pertama kehidupan dan pematangan fungsi organ terjadi.
Pada umumnya pertumbuhan bagian-bagian tubuh mengikuti pola
pertumbuhan tinggi badan terutama tulang dan otot. Beberapa organ tubuh
tertentu tidak mengikuti pola pertumbuhan umum tetapi memiliki pola
pertumbuhan tersendiri, hal ini menandakan bahwa ada proses di
dalamnya yang pada masa waktu tertentu belum mencapai maturasi dan
berfungsi sebagaimana mestinya. Organ-organ tubuh yang dimaksud ialah
otak dan tulang tengkorak, organ reproduksi dan jaringan limfoid.15
Perbedaan keempat pola pertumbuhan tersebut di atas terlihat pada
gambar 3 dibawah ini :15

Gambar 4. Kurva pertumbuhan jaringan dan organ tubuh

1. Pola pertumbuhan umum


Pola khas pada pertumbuhan secara umum yang terlihat ialah
pertumbuhan tinggi badan. Sampai usia 2 tahun pertambahan tinggi
badan berlangsung cepat setelah itu pertumbuhan berlangsung stabil
di bawah pengaruh hormon pertumbuhan sampai pubertas. Mulai
masa pubertas, hormon kelamin berpengaruh sehingga pertumbuhan
berlangsung dengan cepat sampai berhenti pada masa pubertas.
Umumnya pertumbuhan organ tubuh mengikuti pola pertumbuhan ini,
kecuali organ-organ yang disebutkan di atas.
2. Pola pertumbuhan organ limfoid
Pertumbuhan organ limfoid pada usia sekitar 12 tahun
mencapai 200% dan berangsur menurun lagi sampai usia dewasa
menjadi 100%. Dengan keadaan ini anak-anak pada masa pubertas
relatif lebih kuat daya tahan tubuhnya.
3. Pola pertumbuhan otak dan kepala
Pertumbuhan otak dan kepala terjadi paling cepat dibanding
bagian tubuh lain sejak kehidupan intrauterin, bahkan berlanjut
sampai tahun-tahun pertama kehidupan sehingga pada usia 6 tahun
pertumbuhannya telah mencapai hampir 90 % otak orang dewasa.
4. Pola dasar pertumbuhan organ reproduksi
Selama masa anak, pertumbuhan dan perkembangan organ
kelamin sangat lambat, baru pada masa pubertas terjadi percepatan
yang luar biasa mengejar ketinggalannya di masa anak, sehingga
dalam waktu singkat menjadi matang. Pertumbuhan organ reproduksi
ini sejalan pula dengan perkembangan kemampuan seksual seseorang.
Manusia merupakan makhluk yang paling lama mencapai kematangan
seksualnya dibanding jenis hewan termasuk primata.

2.5 Kelainan kongenital


2.5.1 Definisi

Kelainan kongenital adalah suatu kelainan pada struktur, fungsi


maupun metabolisme tubuh yang ditemukan pada neonatus. Kelainan
kongenital merupakan kelainan dalam pertumbuhan struktur bayi yang
timbul semenjak kehidupan hasil konsepsi sel telur.16
Menurut Depkes RI, kelainan kongenital adalah kelainan yang
terlihat pada saat lahir, bukan akibat proses persalinan17 Kelainan
kongenital dapat disebabkan oleh kelainan gen tunggal, kelainan
kromosom, multifaktorial, lingkungan, dan kekurangan nutrisi. Ibu
yang terinfeksi sifilis atau rubella merupakan penyebab kelainan
kongenital di negara berkembang. Penyakit seperti diabetes mellitus
(DM), ibu yang kekurangan iodin dan asam folat, dan paparan obat-
obatan serta narkoba termasuk alkohol dan tembakau, bahan kimia, dan
radiasi dosis tinggi merupakan faktor lain yang menyebabkan kelainan
kongenital. Masalah sosial, hipoksia, hipotermia, atau hipertermia
diduga dapat menjadi faktor penyebabnya. Namun seringkali penyebab
kelainan kongenital tidak diketahui.18

2.5.2 Etiologi
Secara kolektif, cacat lahir terjadi dalam satu dari 33 kelahiran,
2 yang pada tahun 2006 diterjemahkan menjadi sekitar 7,9 juta bayi di
seluruh dunia.19 Biaya perawatan untuk catat lahir cukup tinggi
sehingga banyak cacat lahir yang kritis menjadi sangat mempengaruhi
kelangsungan hidup karena tidak adanya perawatan. Di AS, cacat lahir
adalah penyebab utama kematian bayi20 dan pada 2013 dikaitkan
dengan 4.778 kematian, satu dari setiap lima kematian pada tahun
pertama kehidupan.21
Untuk sistematis presentasi klinis dan etiologi dalam kelompok
studi, sesuai penerapkan klasifikasi multidimensi dengan tiga sumbu:
etiologi (diketahui, tidak diketahui), morfologi (isolated, multiple
majors, minors only), dan patogenesis (sequence, developmental field,
or pattern).
Etiologi yang diketahui ditetapkan berdasarkan kriteria spesifik
dan konservatif dan dapat berupa genetik, lingkungan (teratogenik).
a. Genetik — kasus diklasifikasikan sebagai memiliki etiologi
genetik yang diketahui jika ada dokumentasi nomor kromosom
abnormal (trisomi) atau struktur (penyisipan, penghapusan) atau
gen tunggal (seperti sindrom Noonan).22
b. Lingkungan — dokumentasi yang diperlukan untuk paparan
teratogen manusia terutama pada wanita hamil22 (misalnya, obat-
obatan, seperti asam valproat, atau diabetes pragestasional dengan
konsentrasi hemoglobin A1c yang abnormal selama periode
perikonsepsi atau kehamilan awal). Di antara ibu yang tercatat
menderita diabetes (pregestasional atau gestasional), dimana waktu
diagnosis mereka sebelum atau selama kehamilan, penggunaan
obat untuk mengendalikan gula darah, dan jika terdaftar, tanggal
dan konsentrasi pengujian hemoglobin A1c. Wanita yang terdaftar
memiliki diabetes gestasional dengan diagnosis pada trimester
pertama direklasifikasi memiliki diabetes pregestasional jika
hemoglobin A1c mereka20,23. Untuk menetapkan diabetes sebagai
penyebabnya, ibu harus memiliki bukti diabetes pregestasional
yang tidak terkontrol dengan baik dan bayi dengan cacat lahir
memiliki merupakan indikasi diabetes.

2.5.3 Patogenesis
1. Malformasi
Malformasi adalah suatu proses kelainan yang disebabkan
oleh kegagalan atau ketidaksempurnaan dari satu atau lebih proses
embriogenesis. Perkembangan awal dari suatu jaringan atau organ
tersebut berhenti, melambat atau menyimpang sehingga
menyebabkan terjadinya suatu kelainan struktur yang menetap.
Kelainan ini mungkin terbatas hanya pada satu daerah anatomi,
mengenai seluruh organ, atau mengenai berbagai sistem tubuh
yang berbeda.24
2. Deformasi
Deformasi terbentuk akibat adanya tekanan mekanik yang
abnormal sehingga mengubah bentuk, ukuran atau posisi sebagian
dari tubuh yang semula berkembang normal, misalnya kaki
bengkok atau mikrognatia (mandibula yang kecil). Tekanan ini
dapat disebabkan oleh keterbatasan ruang dalam uterus ataupun
faktor ibu seperti primigravida, panggul sempit, abnormalitas
uterus seperti uterus bikornus, kehamilan kembar.24
3. Disruption
Disruption (gangguan) terjadi akibat destruksi sekunder
suatu organ atau bagian tubuh yang sebelumnya berkembang
normal; oleh karena itu, berbeda dengan malformasi, disruption
timbul akibat gangguan ekstrinsik pada morfogenesis. Amniotic
band, yang menandakan ruptur amnion disertai pembentukan
"pita" yang mengelilingi, menekan, atau melekat ke suatu bagian
janin yang sedang tumbuh, adalah contoh klasik disruption.
Berbagai agen lingkungan dapat menyebabkan disruption.
Gangguan tidak diwariskan sehingga tidak disertai risiko rekurensi
pada kehamilan berikutnya.25
Disruption terjadi pada organ atau struktur yang
berkembang normal karena suatu kelainan ekstrinsik yang
mengganggu morfogenesis normal. Pita amniotik merupakan
penyebab disrupsi yang sering terjadi. Pita amniotik dapat terlepas
dan melekat ke berbagai bagian tubuh, seperti ekstrimitas,
jari-jari tangan, tengkorak, serta wajah sehingga menyebabkan
gangguan perkembangan pada bagian tubuh ditempeli.25
4. Displasia
Patogenesis lain yang penting dalam terjadinya kelainan
kongenital adalah displasia. Istilah displasia dimaksudkan dengan
kerusakan (kelainan struktur) akibat fungsi atau organisasi sel
abnormal, mengenai satu macam jaringan di seluruh tubuh.
Sebagian kecil dari kelainan ini terdapat penyimpangan biokimia
di dalam sel, biasanya mengenai kelainan produksi enzim atau
sintesis protein. Sebagian besar disebabkan oleh mutasi gen.
Karena jaringan itu sendiri abnormal secara intrinsik, efek
klinisnya menetap atau semakin buruk. Ini berbeda dengan ketiga
patogenesis terdahulu. Malformasi, deformasi, dan disrupsi
menyebabkan efek dalam kurun waktu yang jelas, meskipun
kelainan yang ditimbulkannya mungkin berlangsung lama, tetapi
penyebabnya relatif berlangsung singkat. Displasia dapat terus
menerus menimbulkan perubahan kelainan seumur hidup.24

2.5.4 Diagnosis
Kelainan bawaan sering kali bisa langsung diketahui melalui
pemeriksaan fisik ketika bayi dilahirkan. Namun pada kondisi tertentu,
misalnya kelainan jantung bawaan, dokter akan menjalankan
pemeriksaan penunjang, seperti foto Rontgen, MRI, echo jantung, atau
EKG.26
Pada beberapa kasus, kelainan bawaan pada bayi dapat
terdeteksi sejak masa kehamilan. Misalnya, untuk mendeteksi spina
bilfida, dokter akan melakukan tes darah, USG kehamilan, dan
pemeriksaan sampel cairan ketuban pada ibu hamil.26
Deteksi dini terhadap kelainan bawaan dapat dilakukan saat
sebelum kehamilan, saat masa kehamilan dan ketika bayi lahir.26
1) Deteksi pada masa sebelum kehamilan
Pada masa ini dilakukan deteksi melalui riwayat kesehatan
keluarga, apakah ada risiko penyakit tertentu dalam keluarga atau
apakah salah satu dari orangtua merupakan pembawa (carrier)
terhadap penyakit tertentu. Deteksi ini penting dilakukan di daerah
yang banyak kejadian perkawinan antar-keluarga.
2) Deteksi pada masa kehamilan
Kondisi kesehatan ibu hamil menjadi salah satu risiko yang
dapat meningkatkan terjadinya kelainan bawaan, seperti usia ibu
hamil, perilaku konsumsi alkohol, perilaku merokok, dan lainnya.
USG dapat mendeteksi kelainan struktur organ dan Sindrom Down
pada trimester pertama dan kelainan organ yang lebih berat tingkat
keparahannya pada trimester berikutnya.
3) Deteksi pada saat kelahiran
Beberapa kelainan bawaan seperti Anensefali, Celah bibir,
dan Talipes/Club foot dapat dideteksi secara langsung. Sedangkan
kelainan bawaan lain seperti gangguan pendengaran dan kelainan.

Dokter perinatalogi mempunyai beberapa pendekatan untuk


menilai pertumbuhan dan perkembangan janin di dalam uterus (in
utero), mencakup ultrasonografi, pemeriksaan penapisan serum ibu,
amniocentesis, dan pengambilan sampel vilus korion. Secara bersama,
teknik-teknik ini dirancang untuk mendeteksi malformasi, abnormalitas
genetik, pertumbuhan janin secara keseluruhan, dan komplikasi
kehamilan, seperti abnormalitas plasenta dan uterus.8
1. Ultrasonografi8
Ultrasonografi adalah teknik yang relative noninvansif
yang menggunakan gelombang suara berfrekuensi tinggi yang
dipantulkan dari jaringan untuk menciptakan bayangan.
Pendekatannya dapat melalui transabdomen atau transvagina. USG
transvagina menghasilkan citra dengan resolusi lebih tinggi. Pada
kenyataannya, teknik ini yang pertama kali dikembangkan pada
tahun 1950an, telah berkembang ke tahap yang dapat mendeteksi
aliran darah di pembuluh besar, mengetahui gerakan katup jantung,
dan aliran cairan di trakea dan bronkus. Teknik ini aman dan sering
digunakan sekitar 80% wanita hamil di Amerika Serikat menjalani
paling sedikit satu kali pemindaian. Parameter-parameter penting
yang terungkap dengan ultrasonografi antara lain adalah
karakteristik usia dan pertumbuhan janin, ada atau tidaknya
kelainan congenital; status lingkungan uterus, termasuk jumlah
cairan amnion; letak plasenta dan aliran darah umbilicus; dan ada
tidaknya kehamilan multiple. Semua faktor ini kemudian
digunakan untuk menentukan pendekatan yang tepat untuk
menangani kehamilan yang bersangkutan.
2. Pemeriksaan Penyaring Serum Ibu8
Penelitian untuk mencari penanda-penanda biokimiawi
status janin menyebabkan dikembangkannya uji penyaring serum
ibu. Salah satu dari pemeriksaan pertama yang digunakan adalah
penilaian konsentrasi α-fetoprotein (AFP) serum. AFP secara
normal dihasilkan oleh hati janin, memuncak kadarnya pada sekitar
minggu ke 14, dan “bocor” ke dalam sirkulasi ibu melalui plasenta.
Karena itu, konsentrasi AFP dalam serum ibu terus meningkat
selama trimester kedua dan kemudian mulai terus turun setelah usia
kehamilan 30 minggu.
3. Amniosentesis8
Pada amniosentesis, sebuah jarum dimasukkan melalui
dinding abdomen ke dalam rongga amnion yang diidentifikasi
dengan ultrasonografi dan dilakukan penyedotan 20 sampai 30 mL
cairan. Karena cairan yang dibutuhkan tersebut, tindakan ini
biasanya tidak dilakukan sebelum kehamilan 14 minggu, saat
tersedia cairan dalam jumlah memadai tanpa membahayakan janin
akibat tindakan ini adalah 1% tetapi lebih kecil jika dilakukan di
pusat pelayanan yang terampil dalam teknik ini.
4. Pengambilan Sampel Villus Korion8
Pengambilan sampel villus korion (chorionic villus
sampling, CVS) dilakukan dengan memasukkan sebuah arum
secara transabdomen atau transvagina ke dalam massa plasenta dan
mengaspirasi sekitar 5 sampai 30 mg jaringan vilus. Sel-sel dapat
segera dianalisis, tetapi keakuratan teknik ini dipermasalahkan
karena tingginya kesalah kromosom pada plasenta normal. Karena
itu, sel-sel dari inti mesenkim diisolasi dengan tripsinisasi trofoblas
eksternal dan dibiakkan. Karena banyaknya sel yang diperoleh,
diperlukan hanya 2-3 hari pembiakan untuk memungkinkan
dilakukannya analisis genetik.

2.6 Teratogen
2.6.1 Definisi
Teratogen adalah agen eksogenus yang memiliki kemampuan
mengganggu perkembangan fetus dalam rahim. Teratogen dapat
mengakibatkan terjadinya malformasi kongenital, gangguan
pertumbuhan, dan perubahan tingkah laku pada neonatus, bahkan jika
paparan terjadi secara masif dapat mengakibatkan keguguran.
Teratologi merupakan cabang ilmu yang mempelajari dan menyelidiki
cacat bawaan lahir atau defek dan penyebab terjadinya defek dan
kelainannya.27

2.6.2 Jenis28
1. Agen fisik
Agen fisik termasuk radiasi pengion atau agen lain yang
berkontribusi terhadap hipertermia, atau peningkatan tubuh suhu.
Radiasi pengion adalah radiasi terdiri dari partikel, sinar-X, atau
sinar gamma yang membawa energi yang cukup untuk
membebaskan sebuah elektron dari atom atau molekul,
menghasilkan ion bermuatan listrik dalam materi. Pada 1920-an
muncul laporan kelainan pada anak-anak perempuan yang
dirontgen saat hamil. Anomali yang umum adalah kepala kecil
lingkar, atau mikrosefali
2. Kondisi metabolic
Kondisi metabolisme yang mempengaruhi wanita hamil
seperti malnutrisi, diabetes, dan gangguan tiroid adalah kategori
kedua teratogen. Kondisi metabolik adalah kelainan dalam proses
kimia menghasilkan energi dari makanan, dan dengan demikian
mempengaruhi perkembangan dan fungsi tubuh. Jika seorang
wanita hamil mengalami kekurangan gizi, maka janinnya
kemungkinan kurang nutrisi penting untuk pengembangannya.
Dalam kasus diabetes, gula darah rendah, atau hipoglikemia, dapat
menyebabkan malformasi janin. Hipoglikemia mengganggu
beberapa protein dalam jantung janin yang sedang berkembang
dengan meningkatkan ekspresi protein yang diatur oleh glukosa.
Gula darah yang berlebihan, juga terlihat pada diabetes, dapat
menyebabkan tabung saraf cacat, atau cacat lahir otak dan
sumsum tulang belakang, dan juga dapat menginduksi pelepasan
radikal bebas, atau sel-sel yang rusak yang kehilangan molekul
esensial, yang mengganggu perkembangan janin.
3. Infeksi
Infeksi seperti yang disebabkan oleh virus rubella, virus
herpes simpleks, dan sifilis, adalah jenis teratogen ketiga. Pada
tahun 1941, dokter mata Norman McAlister Gregg di Rumah Sakit
Royal Alexandra untuk Anak-anak di Sydney, Australia
menyaksikan katarak pada tujuh puluh delapan anak-anak yang
ibunya terinfeksi virus rubella selama bulan-bulan pertama atau
kedua kehamilan. Koneksi yang dibuat Gregg antara virus dan
kelainan bawaan berkontribusi pada salah satu penemuan pertama
a teratogen yang bukan bahan kimia yang diproduksi. Selain
rubella, virus herpes simpleks, dan cytomegalovirus — salah
satunya virus herpes yang melewati kontak langsung dengan cairan
tubuh, kelainan bawaan dapat disebabkan oleh infeksi Toxoplasma
gondii, parasit yang sering diperoleh dengan makan daging yang
terkontaminasi, minum air yang terkontaminasi, atau masuk ke
dalamnya kontak dengan kotoran kucing yang terinfeksi, dan
Treponema pallidum, bakteri yang menyebabkan sifilis
4. Obat dan bahan kimia
Jenis keempat teratogen termasuk obat-obatan dan bahan
kimia yang dikonsumsi oleh wanita hamil seperti alkohol, kokain,
thalidomide, Agen Oranye, dan vitamin A dan turunannya, disebut
retionid. Pada 1933, Fred Hale di Texas Agricultural Experiment
Station di College Station, Texas, memberi makan babi betina
hamil dengan kekurangan vitamin A dan menemukan bahwa anak-
anaknya memiliki berbagai kelainan bawaan seperti anophthalmia,
yaitu tidak adanya satu atau kedua mata, dan langit-langit mulut
sumbing. Selanjutnya empat tahun, Hale bereksperimen dengan
babi dan defisiensi vitamin A dan menemukan cacat lain seperti
bibir sumbing dan kulit yang cacat. kaki. Eksperimen Hale
menetapkan bahwa tidak adanya atau kekurangan nutrisi dapat
menghasilkan malformasi kongenital yang parah dalam embrio
mamalia.

2.6.3 Mekanisme
Mekanisme kerja teratogen adalah sebagai berikut.29
a. Mengganggu kerja asam nukleat
Zat-zat seperti anti metabolit, intercalating agent, dan zat
perngalkil dapat mengganggu proses replikasi dan transkripsi DNA
ataupun translasi DNA.
b. Mengurangi pasokan energy dan osmolaritas
Teratogen dapat mengurangi pasoan energy untuk metabolisme
daengan cara menurang persediaan substrat secara langsung
ataupun bertindk sebagai antagonis vitamin, asam amini esensial,
dan zat lainnya. Hipoksia yang disebabkan zat teratogen juga
dapat mengakibatkan tidak seimbangya osmolaritas pada tubuh.
c. Mengahmbat kerja enzim
Zat seperti 5-fluororasil dapat menimbulkan efek teratogen dengan
cara mengganggu diferensiasi dan pertumbuhan sel melalui
penghambatan timidilat sintetase.
2.6.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Efek Teratogen terhadap
Perkembangan Janin25
1. Waktu Rangsangan Teratogen Prenatal
Mempunyai dampak penting pada terjadinya dan jenis
anomali yang dihasilkan. Perkembangan intrauterin dari manusia
dapat dibagi menjadi dua fase: (1) masa embrio, meliputi 9 minggu
pertama kehamilan, dan (2) masa fetus, yang berakhir pada saat
kelahiran.
Pada masa dini embrio (3 minggu pertama setelah
fertilisasi), zat yang mencederakan merusak baik sejumlah sel yang
cukup untuk menyebabkan kematian maupun abortus atau hanya
beberapa sel, yang dianggap memberi peluanh bagi embrio untuk
pulih tanpa mengalami cacat. Di antara minggu ketiga dan
kesembilan embrio sangat rentan terhadap teratogenesis, dan
puncak kerentanan selama masa ini terjadi antara minggu keempat
dan kelima. Selama masa ini organ dikeluarkan dari lapisan benih
Masa fetus yang mengikuti organogenesis ditandai
terutama oleh pertumbuhan dan maturasi lebih lanjut dari organ,
dengan pengurangan banyak dari kerentanan terhadap faktor
teratogenesis. Bila tidak, fetus peka terhadap keterlambatan
pertumbuhan atau jejas terhadap organ yang telah terbentuk. Oleh
karena itu, memungkinkan faktor tertentu menyebabkan anomali
yang berbeda apabila pemajanan terjadi pada waktu yang berbeda
dari gestasi.
2. Manifestasi perkembangan janin yang abnormal tergantung pada
dosis dan lamanya paparan terhadap suatu teratogen selama masa
kehamilan.
3. Jenis teratogen
Teratogen bekerja dengan cara (mekanisme) yang spesifik pada
sel-sel atau jaringan-jaringan yang sedang berkembang untuk
memulai proses embriogenesis yang abnormal.
2.6.5 Obat-obat Teratogenik pada Kehamilan
Dalam upaya mencegah terjadinya efek yang tidak diharapkan
dari obatobatan yang diberikan selama kehamilan, maka Australian
Drug Evaluation Commitee maupun Food and Drug Administration
(FDA-USA), telah menyiapkan klasifikasi resiko obat-obatan
dikategorikan menjadi 5 yaitu kategori A, kategori B, kategori C,
kategori D, kategori X. Kategori-kategori ini menjelaskan tentang boleh
dan tidak boleh diberikan obat selama kehamilan, dimana uraian
tersebut sampai saat ini masih dipakai sebagai rujukan atau acuan di
penjuru dunia, termasuk Indonesia. Australian Drug Evaluation
Commitee maupun Food and Drug Administration (FDA-USA)
membuat kategori obat menurut tingkat bahayanya terhadap janin
sebagai berikut:30

a. Kategori A Studi terkontrol pada wanita tidak memperlihatkan


adanya resiko bagi janin pada trimester pertama kehamilan dan
tidak ada bukti mengenai resiko pada trimester kedua dan
ketiga.Contohnya asam folat, nystatin vagina, pyridoxine,
thyroxine Na (Thyrax®)
b. Kategori B Studi pada reproduksi hewan percobaan tidak
menunjukkan bukti bahwa obat berbahaya pada janin, tetapi belum
ada studi terkontrol pada ibu hamil atau sistem reproduksi hewan
percobaan yang menunjukkan efek samping, dimana tidak ada
penegasan dengan studi kontrol pada wanita saat trimester pertama
dan tidak ada bukti resiko janin pada trimester berikutnya.
Contohnya beberapa Universitas Sumatera Utara 13 antibiotika
seperti amoksisilin, eritromisin, bisacodyl (Dulcolax®),
paracetamol (Sanmol®), Terbutaline (Bricasma®).
c. Kategori C Studi pada hewan percobaan menunjukkan adanya efek
samping pada janin (teratogenik) dan tidak ada studi terkontrol
pada wanita hamil.Obat kategori ini hanya boleh diberikan kepada
ibu hamil jika manfaat yang diperoleh lebih besar dari resiko yang
mungkin terjadi pada janin. Contohnya asam mefenamat, aspirin,
salbutamol (Ventolin® ), ketotifen (Zaditen® ), clonidin
(Catapres® ).
d. Kategori D Terbukti adanya resiko terhadap janin manusia, tapi
manfaat penggunaan obat pada wanita hamil dapat
dipertimbangkan (misalnya terjadi situasi yang dapat mengancam
jiwa ibu hamil, dimana obat lain tidak dapat digunakan atau tidak
efektif). Contohnya karbamazepin (Tegretol®), propylthiouracil,
dan phenitoin serta beberapa anti kanker (Doxorubicin, cisplatin,)
atau kemoterapi
e. Kategori X Studi pada hewan percobaan atau manusia telah
menunjukkan adanya kelainan janin (abnormalitas) atau terbukti
beresiko terhadap janin.Resiko penggunaan obat pada wanita hamil
jelas lebih besar dari manfaat yang diperoleh.Obat kategori X
merupakan kontraindikasi bagi wanita hamil. Contohnya danazol
(Azol®), simvastatin (Esvat®), warfarin Na (Simarc-2®),
methotrexate (Emthexate Combipar®), ribavirin (Rebetol®).
Berikut ini tabel kategori berbagai obat terhadap kehamilan.

Tabel 1. Antibiotik31,32,33,34

Tabel 2. Antiepileptic Drugs (AEDs)31,32,33,34


Tabel 3. Cough and Cold31,32,33,34

Tabel 4. Diabetes Mellitus31,32,33,34


Tabel 5. Analgesics31,32,33,34

Tabel 6. Immunization31,32,33,34
2.7 Bibir Sumbing
2.7.1 Definisi
Bibir sumbing adalah suatu kondisi dimana terdapatnya celah
pada bibir atas diantara mulut dan hidung. Kelainan ini dapat berupa
takik kecil pada bagian bibir yang berwarna sampai pada pemisahan
komplit satu atau dua sisi bibir memanjang dari bibir ke hidung. Celah
pada satu sisi disebut labioschisis unilateral, dan jika celah terdapat
pada kedua sisi disebut labioschisis bilateral.Labioschisis (bibir
sumbing) adalah suatu kelainan bawaan yang terjadi pada bibir yang
dapat sampai pada langit – langit. Bibir sumbing merupakan suatu
gangguan pada pertumbuhan wajah sejak embrio umur minggu ke
empat.35
Celah pada bibir disebabkan oleh kegagalan perkembangan dan
penyatuan processus frontonasal dan processus maxilaris. Bibir
sumbing bisa terdapat pada satu sisi atau kedua sisi dari garis tengah.
Biasanya sumbing bibir sisi kiri lebih sering ditemukan dari pada sisi
kanan. Karena vaskularisasi sisi kanan lebih baik, sehingga sumbing
sisi kanan lebih dahulu mencapai bagian medial. Pria lebih sering
terjadi sumbing dari pada wanita. Karena wanita memiliki vaskularisasi
yg lebih baik, sehingga wanita lebih cepat terjadi penutupan dari pada
pria.35

2.7.2 Etiologi
Etiologi bibir sumbing atau Labioschisis dan sumbing palatum
Palatoschisis telah diketahui, tetapi sepertinya merupakan kombinasi
multifaktor antara faktor genetik dan faktor lingkungan.35
1) Genetik 22%
Dengan munculnya era genomik dan kemajuan dalam teknik
analisis kuantitatif dan molekuler, di sana telah banyak perbaikan
dalam identifikasi penyebab mutasi dan asosiasi genetik yang
mendasari bentuk sindrom CL / P. Di sisi lain, saat ini ada sedikit
kemajuan dalam mengidentifikasi dan memahami etiologi genetik
yang terisolasi (non- syndromic) Kasus CL / P. Berbagai
polimorfisme genetik telah dipelajari di studi asosiasi berdasarkan
populasi dan studi gen kandidat. Hasilnya menunjukkan peran gen
yang bertanggung jawab atas faktor pertumbuhan (mis. TGFα,
TGFβ3), faktor transkripsi (mis. MSX1, IRF6, TBX22), faktor yang
memengaruhi metabolisme xenobiotik (mis. CYP1A1, GSTM1,
NAT2), metabolisme nutrisi (mis. MTHFR, RARA), dan kekebalan
tubuh respon (mis. PVRL1, IRF6). Gen TGFα dan MTHFR telah di
antara varian yang paling banyak diselidiki selama bertahun-tahun.
Sebuah survei komprehensif penghapusan dan duplikasi kromosom
dilakukan untuk mengidentifikasi fenotipe yang secara signifikan
terkait dengan tertentu aneuploidies parsial. Wilayah yang secara
signifikan terkait dengan celah diidentifikasi pada 1q25, 3p21, 4p15,
4q32 dan 10p15.36
Faktor ini biasanya diturunkan secara genetik dari riwayat
keluarga yang mengalami mutasi genetik. Oleh karena itu penting
sekali saat proses anamnesa dengan pasien untuk menanyakan soal
apakah ada riwayat keturunan dari keluarga soal kelainan ini.35
2) Lingkungan 78%
Faktor faktor yang dapat mempengaruhi proses kehamilan,
lebih karena faktor obat-obatan yang bersifat teratogen semasa
kehamilan, misalnya; asetosal atau aspirin. Beberapa faktor yang
mempengaruhi bibir sumbing dan langit-langit seperti geografi, ras,
jenis kelamin, budaya, dan juga sosial ekonomi. Pertumbuhan latar
belakang ekonomi dan industri, dan budaya adalah faktor dominan
pada proses penyakit atau anomali selama fase embryologik.
Anomaly dalam fase embrionik dan fase janin latar belakang dan
masalah bibir sumbing langit-langit.35

2.7.3 Klasifikasi
Terdapat perbedaan klasifikasi celah bibir (cleft lip) diantara
para peneliti. Berikut dua klasifikasi celah bibir menurut Veau dan
klasifikasi menurut Kernahan dan Stark. Klasifikasi cleft lip yang
diajukan oleh Veau dibagi dalam 4 golongan yaitu :37

Golongan I : Celah pada palatum mole, atau langit-langit lunak (gambar


A)

Golongan II : Celah pada palatum mole dan palatum durum tetapi tidak
melebihi foramen insisivus (gambar B)

Golongan III : Celah palatum unilateral pada palatum dan prepalatum,


mengenai tulang alveolar dan bibir pada satu sisi. Vomer melekat pada
maksila disisi yang tidak bercelah (gambar C).

Golongan IV : Celah palatum bilateral, mengenai kedua sisi pada bibir,


lengkap pada palatum dan prepalatum, mengenai tulang alveolar
(gambar D).

Gambar 5. Klasifikasi cleft lip Veau37


Klasifikasi cleft lip menurut Kernahan dan Stark (1958) :37

Golongan I : Celah inkomplit unilateral kiri dari palatum primer. Celah


terdapat dimuka foramen insisivum (gambar A).

Golongan II : Celah komplit kiri palatum primer hingga mencapai


foramen insisivum. Celah yang terdapat dibelakang foramen insisivum
(gambar B).

Golongan III : Celah komplit bilateral dari palatum primer. Kombinasi


golongan I dan golongan II (gambar C).

Golongan IV : Celah inkomplit dari palatum sekunder (gambar D).

Golongan V : Celah komplit dari palatum sekunder (gambar E).

Golongan VI : Celah komplit kiri dari palatum primer dan palatum


sekunder (gambar F).

Golongan VII : Celah komplit bilateral dari palatum primer dan palatum
sekunder (gambar G).

Golongan VIII : Celah inkomplit kiri dari palatum primer dan inkomplit
kiri dari palatum sekunder (gambar H).

Gambar 6. Klasifikasi cleft lip Kernahan dan Stark (1958)37

2.7.4 Patofisiologi
Cleft Lip atau Celah Bibir adalah penyakit yang disebabkan oleh
kontribusi dari faktor lingkungan serta faktor genetik. Penyebab dari
sebagian besar kejadian celah bibir masih belum diketahui hingga
sekarang. Beberapa anak mengalami celah bibir karena adanya
perubahan genetik. Kasus celah bibir merupakan hal yang diturunkan
secara genetik. 1 dari 5 kasus celah bibir merupakan kasus yang terjadi
akibat adanya penurunan secara genetic.38
Pada morfogenesis wajah, sel neural crest bermigrasi ke daerah
wajah dimana mereka akan membentuk jaringan tulang, jaringan ikat,
serta seluruh jaringan pada gigi kecuali enamel. Bibir atas merupakan
turunan dari prosesus medial nasal dan maxillary. Kegagalan
penggabungan prosesus medial nasal dan maksila pada minggu kelima
kehamilan, baik pada satu atau kedua sisinya, berakibat cleft lip. Cleft
lip biasanya terjadi pada pertemuan antara bagian sentral dan lateral
dari bibir atas. Cleft dapat memengaruhi bibir atas saja atau bisa juga
melebar lebih jauh ke maksila dan palatum primer. Jika terjadi
kegagalan pengabungan palatal shelves juga, terjadi cleft lip dengan
cleft palatum, yang membentuk kelainan Cleft Lip and Palate.
Normalnya, perkembangan palatum sekunder dimulai dari prosesus
palatal kanan dan kiri. Fusi palatal shelve dimulai pada minggu ke-8
kehamilan dan berlanjut sampai minggu ke-12 kehamilan. Cleft palate
terjadi karena kegagalan fusi total atau sebagian dari palatal shelve. Hal
ini dapat terjadi dengan beberapa cara, yaitu ada kelainan pada gen yang
mengatur diferensiasi sel, pertumbuhan, apoptosis, adhesi antar sel, dan
pensinyalan sel, serta adanya gangguan pada fungsi sel yang
disebabkan lingkungan yang teratogenik, atau gabungan keduanya.
Faktor lingukungan dan genetik saling memengaruhi dan berperan
penting dalam patogenesis dari Cleft Lip and Palate (CLP). Ibu yang
merokok selama kehamilan berisiko melahirkan anak yang mengalami
CLP karena bisa terjadi mutasi gen TGF α. Merokok saat kehamilan
juga memengaruhi pertumbuhan embrionik dengan menghasilkan
hipoksia jaringan yang mengganggu pertumbuhan 5 jaringan,
khususnya pertumbuhan palatum. Selain itu juga, serum folat juga
dapat menurun pada ibu hamil tersebut yang dapat terbentuknya celah
atau cleft yang sering diasosiasikan dengan defisiensi folat. Konsumsi
alkohol pada kehamilan sering dikaitkan dengan pola abnormalitas
pada keturunannya yang disebut Fetal Alcohol Syndrome (FAS). Hal
ini dikarenakan konsumsi alkohol oleh ibu hamil dapat memberikan
efek teratogenik seperti retardasi mental, gangguan kardiovaskuler, dan
terkadang juga terjadi clefting atau terbentuknya celah pada ronggal
mulut bayinya. Beberapa obat dapat menginduksi terjadinya CLP.
Obat-obatan kemoterapi seperti aminopterin, methotrexate,
cyclophospamide, procarbazine, dan turunan asam hydroxamic
mengganggu sintesis DNA yang menghasilkan malformasi pada fetus.
Penggunaan obat-obatan anti kejang, contohnya phenytoin, dapat
menghambat pertumbuhan embrio secara keseluruhan, termasuk facial
prominences, yang ditandai dengan menurunnya laju proliferasi sel
mesenkimal pada facial prominences sekitar 50%.38
Terdapat komplikasi lain yang mungkin terkait dengan celah
bibir dan celah langit-langit, termasuk yang berikut :38
• Kesulitan makan terjadi lebih banyak dengan kelainan langit-langit
celah. Bayi mungkin tidak dapat mengisap dengan baik karena langit-
langit mulut tidak terbentuk sepenuhnya.
• Infeksi telinga sering disebabkan oleh disfungsi tuba yang
menghubungkan telinga tengah dan tenggorokan. Infeksi berulang
dapat menyebabkan gangguan pendengaran.
• Karena pembukaan atap mulut dan bibir, fungsi otot dapat menurun,
yang dapat menyebabkan keterlambatan bicara atau bicara abnormal.
Rujukan ke ahli terapi bicara harus didiskusikan dengan dokter anak
Anda.
• Sebagai akibat dari ketidaknormalan, gigi mungkin tidak meletus
secara normal dan perawatan ortodontik biasanya diperlukan.
Pada umumnya, prognosis buat celah bibir dan celah langit-
langit adalah bagus kalau pasien di beri perawatan. Perawatan yang
terbaik buat pasien celah bibir dan celah langit-langit ialah
pembedahan.Pembedahan untuk membaiki bibir celah biasanya berlaku
dalam beberapa bulan pertama kehidupan dan disyorkan dalam tempoh
12 bulan pertama kehidupan. Pembedahan untuk membaiki kelenjar
celah disarankan dalam tempoh 18 bulan pertama atau lebih awal jika
mungkin. Ramai kanak-kanak memerlukan prosedur pembedahan
tambahan apabila mereka sudah besar. Pembedahan boleh membaikan
rupa muka kanak-kanak dan mungkin juga meningkatkan kadar
pernafasan, fungsi pendengaran, dan perkembangan dalam komunikasi
lisan. Kanak-kanak yang dilahirkan dengan celah orofacial mungkin
memerlukan jenis rawatan dan perkhidmatan yang lain, seperti
penjagaan gigi atau ortodontik khas atau terapi pertuturan. Dengan
rawatan, kebanyakan kanak-kanak dengan celah bibir dan celah langit-
langit dapat menjalani kehidupan yang baik. Sesetengah kanak-kanak
dengan kecacatan orofacial mungkin mempunyai masalah dengan
harga diri jika mereka bimbang dengan perbezaan yang kelihatan antara
dirinya dan anak-anak lain. Sokongan moral dari ibu bapa boleh adalah
penting dalam memelihara keadaan psikologis kanak-kanak supaya
tidak mengalami depresi dan sebagainya. Kesimpulannya, walaupun
rawatan mungkin melangkaui beberapa tahun dan memerlukan
beberapa pembedahan bergantung kepada penglibatan, kebanyakan
kanak-kanak yang terjejas oleh keadaan ini boleh mencapai
penampilan, ucapan, dan makan yang biasa.38

2.7.5 Manifestasi Klinis


Bibir sumbing atau yang juga dikenal dengan cleft lip with or
without palate merupakan tipe orofacial cleft yang bias diklasifikasikan
berdasarkan lateralitas, jangkauan, dan keparahannya. Lateralitas (kiri,
kanan, asimetris/simetris bilateral) dicatat lebih sering dengan
deformitas unilateral dibandingkan dengan bilateral. Jangkauan dari
cleft lip bervariasi dan dapat diikuti oleh cleft alveolus, bisa berupa
komplit atau lekukan (notched). Pada jenis bibir sumbing, celah langit-
langit digambarkan sebagai unilateral (satu palatal shelf melekat pada
septum nasal) atau bilateral. Jangkauan dari bibir sumbing biasa
diklasifikasikan sebagai bibir sumbing yang lengkap (Gambar 7), tidak
tidak lengkap (Gambar 8), atau bentuk mikro (Gambar 9). Pada jenis
bibir sumbing yang lengkap, ada gangguan pada mukosa bibir hingga
ke dasar hidung dengan deformitas nasal terkait. Bibir sumbing bilateral
yang tidak lengkap bisa sangat asimetris (Gambar 10).39

Gambar 7. Bayi dengan bibir sumbing dan celah palatum


unilateral lengkap. (A) Pra operasi. (B) Ilustrasi yang menggambarkan
alveolus premaxilla, otot perioral, dan deformitas nasal sumbing khas.
Panah menunjukkan ketinggian vermilion, yang harus dibuat simetris
dan garis merah dari Noordhoff (wet-dry junction) dari bibir. (C)
Pandangan pasca operasi anak yang sama setelah modifikasi perbaikan
rotasi Mohler dan rhinoplasti primer.40

Gambar 8. Bayi dengan bibir sumbing yang tidak lengkap. (A)


Pra operasi. (B) Pascaoperasi setelah perbaikan Fisher Subunit.39
Gambar 9. Bayi dengan bibir sumbing mikroform
menunjukkan (1) peningkatan puncak Cupid, (2) pengerakan philtrum,
(3) defisiensi vermilion kering medial, (4) maloksi alar dasar, (5)
mukosa berlubang, dan (6) defisiensi otot orbicula-ris oris.39

Gambar 10. (A) Bayi berusia dua minggu dengan bibir


sumbing bilateral asimetris dan palatum (tidak lengkap di kanan dan
lengkap di kiri). (B) Enam bulan pasca operasi.39

Keparahan lebar bibir sumbing dapat membuat perbaikan lebih


sulit karena ketegangan luka. Penatalaksanaan bibir sumbing yang lebih
parah sering membutuhkan periode persiapan pra-operasi yang lebih
lama (misalnya, ortopedi bayi pra-bedah [PSIO]). Pada bibir sumbing
unilateral lengkap, terdapat rotasi eksternal dan ke atas dari segmen
medial premaxilla dan rotasi internal dan lateral segmen lateral.16 Serat
orbikularis oris menempel secara medial ke dasar columella dan lateral
ke basis alar. Septum hidung mengalami dislokasi dari alur vomerian
dengan pemendekan columella. Tulang rawan alar dari sisi sumbing
mengalami deformasi sedemikian rupa sehingga crus medial bergeser
ke posterior dan crus lateral diratakan di atas sumbing.40
Pada deformitas celah bibir bilateral lengkap, premaxilla dan
prolabium sepenuhnya terpisah dari bibir lateral dan segmen maksila.
Akibatnya, premaksila menjorok melewati segmen lateral. Prolabium
dapat bervariasi dalam ukuran dan tidak memiliki struktur philtral
normal dari alur tengah dan punggungan philtral. Persimpangan
vermilion dan gulungan kulit (putih) sering kurang. Pada bibir sumbing
bilateral yang lengkap, proklamium tidak mengandung otot orbicularis
oris. Deformitas hidung yang terkait dengan bibir sumbing bilateral
adalah columella yang diperpendek, ujung hidung pipih, dan alar
hooding. Pembakaran dari basis alar ini sama dengan perbaikan base
alar yang tidak memadai.40

2.7.6 Pengobatan dan Manajemen


Penderita dengan celah bibir dan langit-langit memerlukan
perawatan yang ektensif dan rutin. Perawatan dilakukan dalam 4 tahap
yaitu sebelum pembedahan awal untuk memperbaiki bentuk bibir,
selama masa gigi geligi sulung, masa gigi geligi bercampur, dan awal
masa gigi geligi tetap.41
Untuk menangani masalah penelanan yaitu masuknya bahan
makanan untuk kepentingan pertumbuhan dan perkembangan, maka
dibuatkanlah suatu obturator yang disesuaikan dengan pertumbuhan
tulang maksila untuk membantu fungsi penelanan penderita dan
diharapkan penderita akan mendapatkan bentuk palatum yang seperti
normal agar lidah terbiasa pada posisi fisiologis.42
Pembedahan melibatkan beberapa prosedur primer dan
sekunder. Prosedur pembedahan dan waktu pelaksanaannya bervariasi,
tergantung pada tingkat keparahan. Penutupan bibir awal dilakuakn
selama beberapa bulan pertama lalu dianjurkan dengan perbaikan
langitan.43 Tujuannya adalah untuk mendapatkan penampilan yang
lebih baik, mengurangi insiden penyakit saluran pernapasan. Prosedur
perbaikan sekunder jaringan lunak dan prosedur ortognatik dapat
dilakukan untuk meningkatkan fungsi dan tampilan estetik.43 Berikut
adalah tabel penatalaksanaan celah bibir dan langit - langit:

Tabel 8. Penatalaksanaan celah bibir dan langit – langit.43


BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Riwayat ibu minum jamu saat hamil merupakan faktor lingkungan yang
dapat mengganggu proses embriogenesis sehingga meningkatkan risiko
kelahiran bayi dengan bibir sumbing.
DAFTAR PUSTAKA

1. Dorland WA, Newman. Kamus Kedokteran Dorland edisi 31. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC. 2010.
2. Prasetya, Mia A. Cleft Lip and Palate. Universitas Udayana. 2018.
3. Whaley dan Wong. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik, edisi 2. Jakarta : EGC;
2000.
4. Marlow, D.R. & Redding, B.A. Textbook of Pediatric Nursing (6 thed.)
.Philadelphia, PA: W.B. Saunders; 1988.
5. Elizabeth B. Hurlock, Perkembangan Anak Jilid 2, Erlangga, Jakarta. 2006.
6. Drs. J. Agoes Achir. Perkembangan Anak dan Remaja, Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Proyek
Normalisasi Kehidupan Kampus. 1979.
7. Narendra, Moersintowarti B. et al. Buku Ajar 1 Tumbuh Kembang Anak dan
Remaja. Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2002.
8. Salder, T. W., Langman’s Medical Embryology, 12th Edition. Philadelphia:
Lippincott Williams & Wilkins. 2012.
9. Prawiharjo, Sarwono. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Bina Pustaka. 2014.
10. Tanuwijaya, S. Konsep Umum Tumbuh dan Kembang. Jakarta: EGC. 2003.
11. Sadler, T.W. Langman Embriologi Kedokteran. Edisi 10. Jakarta : EGC. 2010.
12. Soetjiningsih. Tumbuh Kembang Anak. Denpasar: Penerbit Buku
Kedokteran;1995. p. 1-4, 129-132
13. Tanuwidjaya, S. Konsep Umum Tumbuh dan Kembang. In: Narendra, Sularyo,
Soetjiningsih, Suyitno, Ranuh. 1st ed Tumbuh Kembang Anak dan Remaja.
Jakarta, Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2002.
14. Kliegman, Robert M. et al. Nelson Textbook of Pediatrics. 20th edition.
Elsevier; 2015.
15. Narendra, Moersintowarti B. et al. Buku Ajar 1 Tumbuh Kembang Anak dan
Remaja. Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2002.
16. Maryanto dwi , Kusumawati diah dwi . The Risk Factor Influence Kongenital
Anomal .JKA .2015 ; 7(1).
17. Depkes RI. 2010. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Neonatal Esensial. Jakarta.
18. WHO. 2010. Birth Defects. Geneva. http://apps.who.int/gb/ebwha/pdf_f
iles/WH A63/A63_10-en.pdf eingold D. “Pediatric Endocrinology” In Atlas of
Pediatric Physical Diagnosis. 2nd ed. Philadelphia: W.B. Sanders. 1992.p.916-
19.
19. Christianson A, Howson CP, Modell B. March of Dimes Global Report on
Birth Defects.The Hidden Toll of Dying and Disabled Children. March of
Dimes Birth Defects Foundation, 2006. [Google Scholar]
20. Mathews TJ, MacDorman MF, Thoma ME. Infant mortality statistics from the
2013 period linked birth/infant death data set. National vital statistics reports;
National Center for Health Statistics; 2015;64(9). [PubMed] [Google Scholar]
21. Russo CA, Elixhauser A. Hospitalizations for Birth Defects, 2004. HCUP
Statistical Brief #24.U.S. Agency for Healthcare Research and Quality,
2007. [Google Scholar]
22. Stevenson DA, Carey JC, Byrne JLB, Srisukhumbowornchai S, Feldkamp M
L. Analysis of skeletal dysplasias in the Utah population. Am J Med Genet
A 2012;158A:1046-54. 10.1002/ajmg.a.35327 pmid:22461456. [PubMed]
[CrossRef] [Google Scholar]
23. Feldkamp M, Macleod L, Young L, Lecheminant K, Carey JC. The
methodology of the Utah Birth Defect Network: congenital heart defects as an
illustration. Birth Defects Res A Clin Mol Teratol2005;73:693-9.
10.1002/bdra.20212 pmid:16240379. [PubMed] [CrossRef] [Google Scholar]
24. Aminullah A. Sepsis Pada Bayi Baru Lahir. Dalam: M. Sholeh Kosim, Ari
Yunanto. dkk (editor). Buku Ajar Neonatologi. Jakarta: Ikatan Dokter Anak
Indonesia. 2008.
25. Abbas, A.K., Aster, J.C., dan Kumar, V. Buku Ajar Patologi Robbins. Edisi. 9.
Singapura: Elsevier Saunders. 2015.
26. INFODATIN. Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI
27. Haroun, Heshmat SW. Teratogenicity and Teratogenic Factors. MOJ Anatomy
& Physiology ; 2017.
28. Tantibanchachai, Chanapa, "Teratogens". Embryo Project Encyclopedia
(2014-01-22). ISSN: 1940-5030 http://embryo.asu.edu/handle/10776/7510.
29. Lu FC. Lu's Basic Toxicology: Fundamentals, Target Organs, and Risk
Assessment. In: Nugroho E. translator. Toksikologi dasar : asas, organ sasaran,
dan penilaian risiko. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press), 2006.
30. Lacy, C.F., Armstrong, L.L., Goldman, M.P., dan Lance, L.L. Drug
Infromation Hand Book. Ohio: Lexi-Compo. Halaman 79-80. 2008.
31. Briggs GG, Freeman RK, Yaffe A. Drugs in Pregnancy and Lactation: 7th
Edition. Philadelphia: Lipppincott Williams & Wilkins; 2005.
32. Micromedex Healthcare Series, (electronic version). Thomas Micromedex,
Greenwood Village, Colorado, USA. Available at http://www.thomsonhc.com
33. Grabenstein JD, Immunfacts 2008 Vaccines and Immunologic Drugs,
Baltimore, MD: Williams & Wilkins, 2007.
34. Centers for Disease Control website. Available at: http://www.cdc.gov/.
Accessed on March 3, 2008.
35. Loho, Jilly Natalia. Prevalensi Labioschisis di RSUP. Prof. Dr. R. D. Kandou
Manado Periode Januari 2011 – Oktober 2012. Bagian Bedah Fakultas
Kedokteran Universitas Sam Ratulangi Manado. Jurnal e-Biomek (eBM), vol.
1 (1), hal 396-401. 2013.
36. Allam E, Stone C Cleft Lip and Palate: Etiology, Epidemiology, Preventive
and Intervention Strategies. Anat Physiol 4: 150. 2014.
37. Cholid, Z. Celah Palatum (Palatoscizis). Stomatognatic (J.K.G Unej) vol. 10.
No.2 2013 : 99-104.
38. Drg. Mia Ayustina Prasetya, Sp. Kga. Cleft Lip And Palate. Fakultas
Kedokteran Universitas Udayana Denpasar Bali. 2018.
39. Shaye D, Liu C, Tollefson T. Cleft Lip and Palate. Facial Plastic Surgery
Clinics of North America. 2015;23(3):357-372.

40. Tollefson TT, Sykes JM. Unilateral cleft lip. In: 
 Goudy SG, Tollefson TT,

editors. Complete cleft 
 care. New York: Thieme; 2014. p. 37–59.

41. Orthodontic Therapy of Clefts of the Lips, Jaw, and Palate. Quintessence
International : 1/1981:27-33.
42. Profit WR. Contemporary Orthodonties. The CV Mosby Company : 1986;08.
43. Erwin S. Perawatan Ortodontik Pada Pasien Celah Bibir dan Langit- langit.
Jurnal Kedokteran Gigi Universitas Indonesia. 2000; 7 ; 607-613.

Anda mungkin juga menyukai