Anda di halaman 1dari 57

Developmental Delay

Seorang anak berusia 3 tahun dibawa ibunya ke klinik tumbuh kembang


karena hingga saat ini bicaranya belum lancar. Riwayat proses kehamilan,
persalinandan kelahiran diakui ibunya berjalan normal tanpa komplikasi. Dari
tahap tumbuh kembang, sang ibu menyatakan bahwa anak ini tidak melewati fase
merangkak tetapi hanya mengesot di usia 8 bulanan. Sejak usia 15 bulan,anak ini
sering mengalami tantrum ketika keinginannya tidak terpenuhi. Sehari-hari anak
tersebut diasuh oleh neneknya, ibu anak ini seorang wanita karier, dan bapaknya
sering dinas keluar kota.Saat ini, anak sudah masuk play group sejak usia 2,5
tahun, gurunya melaporkan jika anak sering moody dan sulit untuk berbagi
mainan di sekolah.Anak ini juga belum tertarik dengan toilet training,menurut
DDST II, anak ini mengalami keterlambatan beberapa aspek seperti speech dan
delay, serta hambatan interaksisosial. Dokter menyarankan untuk intervensi diri
dan terapi wicara rutin.

Step 1
1. Tantrum: Ledakan emosi yang dikaitkan dengan anak-anak berkaitan dengan
pengaturan emosional ditandai dengan sikap keras kepala, mudah menangis
dikarenakan oleh keinginan yang belum tercapai, biasanya berusia (15 bulan
5 tahun).
2. DDST II: (Derver Development Screening Test) untuk menggunakan
parameter perkembangan anak dengan berdasarkan usia.
3. Tumbuh kembang: Proses perkembangan fisik secara anatomi,bertambah
ukuran danproses bertambahnya kemampuan (Skill dalam struktur dan
fungsi).
4. Moody: Perubahan emosional bergantung pada anak mudah sedih,marah
sesuai dengan suasana hasil tanpa alasan jelas.
5. Intervensi: Kegiatan penanganan secara segera terhadap penyimpanan tumbuh
kembang anak yang disesuaikan dengan keluhan.
6. Development delay: Terganggu/ tertunda proses perkembangan pada anak
Step 2

1. Bagaimana proses tumbuh kembang anak?


2. Apa saja faktor yang mempengaruhi faktor tumbuh kembang dan
perkembangan pada anak?
3. Bagaimana proses pada pola asuh anak yang baik terhadap tumbuh kembang
anak ?
4. Dampak yang terjadi pada pola asuh?
5. Apa yang menyebabkan anak tersebut tidak dapat berbicara?
6. Apa saja kelainan pada kembar 3?

Step 3
1. Proses Tumbuh Kembang
a. 2 masa tumbuh kembang anak
1) Masa neonatus (dimulai sejak lahir): Masa pertorate dan neonate
2) Masa bayi (usia 1 bulan 1 tahun): Insting, refleksi, dan kemampuan
belajar
b. Perkembangan anak
1) Basic trust (Kepercayaan orang tua)
2) Aotonomy
3) Initiative
4) Indostys (mengenal dunia luar)
5) Identify ( Mencari jati diri)
6) Intimacy
7) Procreative
8) Egointegrity
c. Masa perkembangan
Attacment (pertama kali dikaitkan dan pada pola masa neonatus)
Bonding (kasih sayang)
d. 2 masa perkembangan
Masa bayi:
Masa neonatal (0-7 hari)
Pasca neonatal (8 28 hari)
2. Faktor yang mempengaruhi
Genetik : Jenis kelamin,keluarga,dan RAS
Lingkungan :Prenatal dan postnatal
Status sosioekonomi
Nutrisi
Faktor kesehatan
3. Pola asuh yang baik

a. Pola asah (perkembangan cara berfikir) seperti kecerdasan dan


keterampilan
b. Pola asuh (mengasuh anak) seperti kebutuhan pangan,perawatan
dasar,pengobatan dan pola hidup
c. Pola asih (kasih sayang )
4. Dampak pada pola asuhh
a. Gangguan attachment seperti pola asah,asih dan asuh tidak tercapai
b. Gangguan asah yang berbeda
5. Penyebab
a. Pola asah
b. Orang tua
c. Proses perkembangan terhambat
d. Monitoring process
6. Kelainan Pada Kembar 3
a. Gangguan komunikasi
b. Gangguan emosional
c. Gangguan pertumbuhan fisik
d. Gangguan psikomotor
Gangguan akibat faktor psikososial:
a. Gangguan antara hubungan anak dan orang tua
b. Gangguan dalam diri anak
c. Gangguan interaksi sosial diluar perkembangan
DDST (Motorik kasar,motorik halus,sosial,dan bahasa)
Kelainan bawaan (sindrom down dan trisomi 21)
Step 4
1. Masa neonatus: Neonate sudah menjadi individu sendiri dan terjadi
penyesuaian,

perubahan

suhu,

pernafasan,

menghisap

dan

menelan,

perkembangan organ eksresi


Masa bayi: mempertahankan hidup
Insting: kemampuan yang didapat,bersifat psikofisis dan tersenyum diajak
berbicara
Refleks:
a. Tonik refleks yaitu gerakan spontan
b. Rooting refleks yaitu membuka mulut saat menyusui
c. Gerak refleks seperti menggenggam kuat
d. Monorefleks seperti emosional
e. Startle refleks seperti mengejan paksa kekuatan
f. Staping refleks seperti gerakan melangkah
Kemampuan belajar kemampuan bahasa sendiri perkembangan psikososial:
a. 0-12 bulan yaitu tahap oral sensori seperti makan dan menyusui
3

b.
c.
d.
e.

1-3 tahun yaitu tahap oral muskular


3-6 tahun seperti tahap falik
6-12 tahun seperti tahap latensi
13-dewasa seperti tahap genital menstruasi dan masa pubertas

2. Faktor yang mempengaruhi


Faktor genetik seperti pertumbuhan kromosom
Faktor lingkungan seperti : Prenatal diperhatikan gizi ibu, toksin, radiasi, stres,
imunitas dan infeksi. Postnatal seperti biologi adanya RAS, jenis
kelamin,kepekaan terhadap penyakit, fungsi metabolik, hormon, umur, gizi.
Pada fisik terdapat adanya cuaca, keadaan geografis, keadaan rumah dan
sanitasi. Pada keluarga terdapat adanya agama, kepribadian orang tua,
stabilitas rumah tangga, pekerjaan, jumlah saudara, pendapatan orang tua,
pendidikan orang tua
6. Kelainan pada tumbuh kembang anak
a. Gangguan emosional seperti kasih sayang orang tua yang hiperaktif
b. Gangguan komunikasi seperti tanggapan interaksi sosial
c. Gangguan fisik seperti kelainan fisik
d. Gagguan psikomotor
e. DDST
Motorik kasar seperti gerakan
Motorik halus seperti kemampuan menggambar
Sosial interaksi
Bahasa reaksi terhadap suara

Step 5
1. Apa saja faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak ?
2. Apa saja pola kelainan tumbuh kembang anak dari etiologi sampai
penatalaksanaan?
3. Bagaimana cara penilaian tumbuh kembang anak ?
4. Bagaimana pola asuh yang baik pada tumbuh kembang anak ?
5. Bagaimana psikososial menurut erik erikson ?

Step 6

Belajar Mandiri

Bagan
Tahap Tumbuh Kembang

Penilaian DDST

Neonatus
Tumbuh Kembang Anak

Bayi
Anak

Kelainan

Faktor

Pola Asuh Orang Tua


Emosional
Asah
Asuh
Asih

Psikomotor

Lingkungan,Nutrisi dan
Genetik

Bawaan
Psikososial

Dampak

STEP 7
1. Faktor Yang Mempengaruhi Pertumbuhan dan Perkembangan Anak
a. Faktor Genetik
Faktor genetik merupakan modal dasar dan mempunyai peran utama
dalam mencapai hasil akhir proses tumbuh kembang anak. Melalui intruksi
genetik yang terkadung di dalam sel telur yang telah dibuahi, dapat
ditentukan kualitas dan kuantitas pertumbuhan. Pertumbuhan ditandai oleh
intensitas an kecepatan pembelahan, derajat sensivitas jaringan terhadap
rangsangan, umur pubertas, an berentinya pertumbuhan tulang. Yang
termasuk faktor genetik antara lain adalah berbagai faktor bawaan yang
normal dan patologik, jenis kelamin, suku bangsa atau bangsa. Potensi
genetik yang baik, bila berinteraksi dengan lingkungan yang positif, akan

membuahkan hasil akhir yang optimal. Gangguan pertumbuhan di negara


maju lebih sering disebabkan oleh faktor genetik ini, misalnya kelainan
bawaan yang disebabkan oleh kelainan kromosom seperti sindrom Down,
sindrom Turner, dan sebagainya. Sementara itu, di negara berkembang,
gangguan pertumbuhan selain disebabkan oleh faktor genetik, juga
disebabkan oleh faktor lingkungan yang kurang konduktif untuk tumbuh
kembang anak, seperti penyakit infeksi, kurang gizi, penelantaran anak
dan sebagainya, yang juga berdampak terhadap tingginya angka kematian
bayi dan anak. (Soetjiningsih, 2014)
b. Faktor lingkungan
Lingkungan merupakan faktor yang sangat menentukan tercapai tidaknya
potensi genetik. Lingkungan yang baik akan meungkinkan tercapainya
potensi genetik sedangkan yang tidak baik akan menghambatnya.
Lingkungan

ini

merupakan

lingkungan

biofisikopsikososial

yang

mengetahui setiap hari, mulai darai konsepsi sampai akhir hayatnya.


(Soetjiningsih, 2014)
Faktor lingkungan ini secara garis besar di bagi menjadi:
1) Faktor prenatal
a) Gizi
Nutrisi ibu hamil terutama dalam trimester akhir kehamilan akan
mempengaruhi pertumbuhan janin.
b) Toksin atau zat kimia
Beberapa obat-obatan seperti Aminopterin, Thalidomid, dapat
menyebabkan kelainan kongenital seperti palatoskisis.
c) Endokrin
Diabetes melitus dapat menyebabkan makrosomia, kardiomegali,
hiperplasia adrenal.
d) Radiasi
Paparan radium dan sinar Rontgen dapat mengakibatkan kelainan
pada janin seperti mikrosefali, pina bifida, retardasi mental dan
deformitas anggota gerak, kelainan kongnital mata, kelainan
jantung.
e) Psikologi ibu
Keailan yang tidak diinginkan, perlakuan alah atau kekerasan
mental pada ibu hamil dan lain-lain.
(Soetjiningsih, 2014)

2) Faktor persalinan
Komplikasi persalinan pada bayi seperti traua kepala, asfiksia dapat
menyebabkan kerusakan jaringan otak. (Soetjiningsih, 2014)
3) Faktor pascaalin
a) Gizi
Untuk tumbuh kembang bayi, diperlukan zat makanan yang
adekuat.
b) Penyakit kronis atau kelainan kongenital
Tuberkulosis, anemia, kelainan jantung bawaan mengakibatkan
retardasi pertumbuhan jasmani.
c) Lingkungan fisis atau kimia
Tepat anak tersebut hidup yang berfungsi sebagai penyedia
kebutuhan dasar anak (provider). Sanitasi lingkungan yang kurang
baik, kurangnya sinar mataari, paparan sinar radioaktif, zat kimia
tertentu (mercuri, rokok, dll) mempunyai dampak yang negatif
terhadap pertubuhan anak.
d) Psikologis
Ubungan anak engan orang sekitarnya. Seorang anak yang tidak
dikeendaki ole orang tuanya atau anak yang selalu merasa tertekan,
akan mengalai ambatan pertubuhan dan perkembangannya.
(Soetjiningsih, 2014)
c. Faktor nutrisi
Faktor yang berubungan dengan makanan mengatur pertubuhan pada
setiap perkembangan. Selama priode perkembangan prenatal kekurangan
nutrisi akan mempengarui perkembangan pada implantasi ovum hingga
melairkan. Masa pertumbuhan pada anak-anak membutuhkan kalori yang
sangat tinggi, terbukti dengan peningkatan secara cepat tinggi dan berat
badan anak. (Soetjiningsih, 2014)
2. Pola Kelainan Tumbuh Kembang Anak Dari Etiologi Sampai Penatalaksanaan
A. Marasmus
a. Definisi
Marasmus adalah malnutrisi energi protein berat yang
disebabkan oleh defisiensi makanan sumber energi (kalori) dapat
terjadi bersama/ tanpa disertai defisiensi protein. (Betz, 2002)
Marasmus adalah kekurangan kalori dalam diit

yang

berlangsung lama yang akan menimbulkan gejala undernutrition yaitu

pertumbuhan kurang atau terhenti, anak masih menangis walaupun


telah mendapat minum/ susu, sering bangun waktu malam,
konstitipasi/ diare, jaringan bawah kulit menghilang, kulit keriput,
lemak pipi menghilang sehngga seperti wajah orang tua. (Mansjoer,
2000)
Marasmus adalah suatu bentuk malgizi protein energi karena
kelaparan, semua unsur diet kurang. Marasmus terjadi karena masukan
kalori yang tidak adekuat, panyakit usus menahun, kelainan metabolik
atau infeksi menahun seperti tuberkolosis. (Arisman, 2004)
Marasmus adalah suatu pernyakit yang disebabkan oleh
kekurangan kalori protein. (Suriyadi, 2001)
Marasmus adalah bentuk malnutrisi kalori protein yang
terutama akibat kekurangan kalori yang berat dan kronis terutama
terjadi selama tahun pertama kehidupan dan mengurusnya lemak
bawah kulit dan otot. (Dorland, 2013)
Marasmus adalah malnutrisi berat pada bayi sering ada di
daerah dengan makanan tidak cukup atau higiene kurang. Sinonim
marasmus diterapkan pada pola penyakit klinis yang menekankan satu
ayau lebih tanda defisiensi protein dan kalori. (Nelson, 2013)
b. Etiologi
Marasmus ialah suatu bentuk kurangnya kalori-protein yang
berat. Keadaan ini merupakan hasil akhir dari interaksi antara
kekurangan makanan dan penyakit infeksi. Selain faktor lingkungan,
ada beberapa faktor lain pada diri anak sendiri yang dibawa sejak lahir,
diduga berpengaruh terhadap terjadinya marasmus. (Nelson, 2013)
Penyebab utama marasmus adalah kurang kalori protein yang
dapat terjadi karena: diet yang tidak cukup, kebiasaan makan yang
tidak tepat seperti yang hubungan dengan orangtua-anak terganggu,
karena kelainan metabolik, atau malformasi kongenital. (Nelson, 2013)
Marasmus dapat terjadi pada segala umur, akan tetapi yang
sering dijumpai pada bayi yang tidak mendapat cukup ASI dan tidak
diberi makanan penggantinya atau sering diserang diare. Marasmus
juga dapat terjadi akibat berbagai penyakit lain seperti infeksi, kelainan
bawaan saluran pencernaan atau jantung, malabsorpsi, gangguan

metabolik, penyakit ginjal menahun dan juga gangguan pada saraf


pusat. (Solihin, 1990)
Secara garis besar sebab-sebab marasmus ialah sebagai berikut:
1) Masukan makanan yang kurang
Marasmus terjadi akibat masukan kalori yang
sedikit,pemberian makanan yang tidak sesuai dengan yang
dianjurkan akibat dari ketidaktahuan orang tua si anak; misalnya
pemakaian secara luas susu kaleng yang terlalu encer.
2) Infeksi
Infeksi yang berat dan lama menyebabkan marasmus,
terutama

infeksi

enteral

misalnya

infantil

gastroenteritis,

bronkhopneumonia, pielonephritis dan sifilis kongenital.


3) Kelainan struktur bawaan
Misalnya:
penyakit
jantung
bawaan,
penyakit
Hirschprung,deformitas

palatum,

palatoschizis,

micrognathia,

stenosispilorus, hiatus hernia, hidrosefalus, cystic fibrosis pancreas.


4) Prematuritas dan penyakit pada masa neonatus
Pada keadaan-keadaan tersebut pemberian ASI yang
kurang.
5) Pemberian ASI
Pemberian ASI yang terlalu lama tanpa pemberian makanan
tambahan yang cukup.
6) Gangguan metabolik
Misalnya: renal

asidosis,

idiopathic

hypercalcemia,

galactosemia, lactose intolerance.


7) Tumor hypothalamus
Jarang dijumpai dan baru ditegakkan bila penyebab
marasmus yang lain telah disingkirkan.
8) Penyapihan
Penyapihan yang terlalu dini disertai dengan pemberian
makanan yang kurang akan menimbulkan marasmus.
9) Urbanisasi
Urbanisasi mempengaruhi dan merupakan predisposisi
untuk timbulnya marasmus; meningkatnya arus urbanisasi diikuti
pula perubahan kebiasaan penyapihan dini dan kemudi-an diikuti
dengan pemberian susu manis dan susu yang terlaluencer akibat
dari tidak mampu membeli susu; dan bila disertaidengan infeksi

berulang, terutama gastro enteritis akanmenyebabkan anak jatuh


dalam marasmus. (Soetjiningsih, 2013)
c. Patofisiologi
Kurang kalori protein akan terjadi manakala kebutuhan tubuh
akan kalori, protein, atau keduanya tidak tercukupi oleh diet.
(Arisman, 2004)
Dalam keadaan kekurangan makanan, tubuh selalu berusaha
untuk mempertahankan hidup dengan memenuhi kebutuhan pokok
atau energi. Kemampuan tubuh untuk mempergunakan karbohidrat,
protein dan lemak merupakan hal yang sangat penting untuk
mempertahankan kehidupan, karbohidrat (glukosa) dapat dipakai oleh
seluruh jaringan tubuh sebagai bahan bakar, sayangnya kemampuan
tubuh untuk menyimpan karbohidrat sangat sedikit, sehingga setelah
25 jam sudah dapat terjadi kekurangan. Akibatnya katabolisme protein
terjadi setelah beberapa jam dengan menghasilkan asam amino yang
segera diubah jadi karbohidrat di hepar dan ginjal. Selam puasa
jaringan lemak dipecah menjadi asam lemak, gliserol dan keton
bodies. Otot dapat mempergunakan asam lemak dan keton bodies
sebagai sumber energi kalau kekurangan makanan ini berjalan
menahun. Tubuh akan mempertahankan diri jangan sampai memecah
protein lagi seteah kira-kira kehilangan separuh dari tubuh.
(Nuuhchsan Lubis an Arlina Mursada, 2002)

10

d. Manifestasi Klinik

11

Pada mulanya ada kegagalan menaikkan berat badan, disertai


dengan kehilangan berat badan sampai berakibat kurus,dengan
kehilangan turgor pada kulit sehingga menjadi berkerut dan longgar
karena lemak subkutan hilang dari bantalan pipi, muka bayi dapat tetap
tampak relatif normal selama beberaba waktu sebelum menjadi
menyusut dan berkeriput. Abdomen dapat kembung dan datar. Terjadi
atropi otot dengan akibat hipotoni. Suhu biasanya normal, nadi
mungkin melambat, mula-mula bayi mungkin rewe, tetapi kemudian
lesu dan nafsu makan hilang. Bayi biasanya konstipasi, tetapi dapat
muncul apa yang disebut diare tipe kelaparan, dengan buang air besar
sering, tinja berisi mukus dan sedikit. (Nelson, 2013)
Selain itu manifestasi marasmus adalah sebagai berikut:
1)
2)
3)
4)
5)
6)
7)

Badan kurus kering tampak seperti orangtua


Lethargi
Irritable
Kulit keriput (turgor kulit jelek)
Ubun-ubun cekung pada bayi
Jaringan subkutan hilang
Malaise
12

8) Kelaparan
9) Apatis
10) Perubahan psikis, anak menjadi cengeng, cerewet walaupun
mendapat minum.
11) Pertumbuhan berkurang atau terhenti.
12) Berat badan anak menurun, jaringan subkutan menghilang, turgor

jelek dan

kulit keriput.

13) Vena superfisialis kepala lebih nyata, frontal sekung, tulang pipi

dan dagu terlihat menonjol, mata lebih besar dan cekung.


14) Hipotoni akibat atrofi otot.
15) Perut buncit.
16) Kadang-kadang terdapat edem ringan pada tungkai.
17) Ujung tangan dan kaki terasa dingin dan tampak sianosis.
Berikut adalah gejala pada marasmus adalah (Depkes RI,
2000):
1) Anak tampak sangat kurus karena hilangnya sebagian besar lemak
2)
3)
4)
5)

dan otot-ototnya, tinggal tulang terbungkus kulit


Wajah seperti orang tua
Iga gambang dan perut cekung
Otot paha mengendor (baggy pant)
Cengeng dan rewel, setelah mendapat makan anak masih terasa
lapar

e. Pencegahan
Tindakan pencegahan terhadap marasmus dapat dilaksanakan
dengan

baik

bila

penyebab

diketahui.

Usaha-usaha

tersebut

memerlukan sarana dan prasarana kesehatan yang baik untuk


pelayanan kesehatan dan penyuluhan gizi.
1) Pemberian air susu ibu (ASI) sampai umur 2 tahun merupakan
sumber energi yang paling baik untuk bayi.
2) Ditambah dengan pemberian makanan tambahan yang bergizi pada
umur 6 tahun ke atas.
3) Pencegahan penyakit infeksi, dengan meningkatkan kebersihan
lingkungan dan kebersihan perorangan.
4) Pemberian imunisasi.
5) Mengikuti program keluarga berencana untuk mencegah kehamilan
terlalu kerap.

13

6) Penyuluhan/ pendidikan gizi tentang pemberian makanan yang


adekuat merupakan usaha pencegahan jangka panjang.
7) Pemantauan (surveyllance) yang teratur pada anak balita di daerah
yang endemis kurang gizi, dengan cara penimbangan berat badan
tiap bulan.
f. Pengobatan
1) Keadaan ini memerlukan diet yang berisi jumlah cukup protein
yang kualitas biologiknya baik. Diit tinggi kalori, protein, mineral
dan vitamin.
2) Pemberian terapi cairan dan elektrolit.
3) Penatalaksanaan segera setiap masalah akut seperti masalah diare
berat.
4) Pengkajian riwayat status sosial ekonomi, kaji riwayat pola makan,
pengkajian antropometri, kaji manifestasi klinis, monitor hasil
laboratorium, timbang berat badan, kaji tanda-tanda vital. (Nelson,
2013)

B. Autisme
a. Konsep Dasar/ Pengertian Autime
Autisme berasal dari istilah dalam bahasa Yunani; aut = diri
sendiri, isme orientation/ state= orientasi/keadaan. Maka autisme
dapat diartikan sebagai kondisi seseorang yang secara tidak wajar
terpusat pada dirinya sendiri; kondisi seseorang yang senantiasa berada
di

dalam

dunianya

sendiri.

Istilah

autisme

pertama

kali

diperkenalkan oleh Leo Kanner pada tahun 1943, selanjutnya ia juga


memakai istilah Early Infantile Autism, atau dalam bahasa
Indonesianya diterjemahkan sebagai Autisme masa kanak-kanak.
Hal ini untuk membedakan dari orang dewasa yang menunjukkan
gejala autisme seperti ini. (Soetjiningsih, 2014)
Autisme merupakan suatu gangguan perkembangan pada anak
yang sifatnya komplek dan berat, biasanya telah terlihat sebelum
berumur

tahun,

tidak

mampu

untuk

berkomunikasi

dan

mengekspresikan perasaan maupun keinginannya. Akibatnya perilaku

14

dan hubungannya dengan orang lain menjadi terganggu, sehingga


keadaan

ini

akan

sangat

mempengaruhi

perkembangan

anak

selanjutnya. (Soetjiningsih, 2014)


Autisme dapat mengenai siapa saja tidak tergantung pada etnik,
tingkat pendidikan, sosial dan ekonomi. Autisme bukanlah masalah
baru, dari berbagai bukti yang ada, diketahui kelainan ini sudah ada
sejak berabad-abad yang lampau. Hanya saja istilahnya relatif masih
baru. Diperkirakan kira-kira sampai 15 tahun yang lalu, autisme
merupakan suatu gangguan yang masih jarang ditemukan, diperkirakan
hanya 2-4 penyandang autisme. (Soetjiningsih, 2014)
Tetapi sekarang terjdi peningkatan jumlah penyandang autisme
sampai lebih kurang 15-20 per 10.000 anak. Jika angka kelahiran
pertahun di Indonesia 4,6 juta anak, maka jumlah penyandang autisme
pertahun

akan

bertambah

dengan

0,15%

yaitu

6900

anak.

(Soetjiningsih, 2014)
b. Penyebab Autisme
Beberapa tahun yang lalu, penyebab autisme masih merupkan
suatu misteri, oleh karena itu banyak hipotesis yang berkembang
mengenai penyebab autisme. Salahsatu hipotesis yang kemudian
mendapat tanggapan yang luas adalah teori ibu yang dingin.
Menurut teori ini dikatakan bahwa anak masuk ke dalam dunianya
sendiri oleh karena merasa ditolak oleh ibu yang dingin. Teori ini
banyak yang menentang banyak ibu yang bersifat hangat tetap
mempunyai anak yang menunjukkan ciri-ciri autisme. Teori tersebut
tidak memberi gambaran secara pasti, sehingga hal ini mengakibatkan
penanganan yang diberikan kurang tepat bahkan tidak jarang
berlawanan dan berakibat kurang menguntungan bagi pekembangan
individu autisme. (Soetjiningsih, 2014)
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi terutama di bidang
kedokteran akhir-akhir ini telah menginformasikan individu dengan
gangguan autisme mengalami kelainan neurobiologis pada susunan

15

saraf pusat. Kelainan ini berupa pertumbuhan sel otak yang tidak
sempurna pada beberapa bagian otak. Gangguan pertumbuhan sel otak
ini, terjadi selama kehamilan, terutama kemahilan muda dimana sel-sel
otak sedang dibentuk. (Soetjiningsih, 2014)
Pemeriksaan dengan alat khusus yang disebut Magnetic
Resonance Imaging (MRI) pada otak ditemukan adanya kerusakan
yang khas di dalam otak pada daerah apa yang disebut dengan limbik
sistem (pusat emosi). Pada umumnya individu autisme tidak dapat
mengendalikan emosinya, sering agresif terhadap orang lain dan diri
sendiri, atau sangat pasif seolah-olah tidak mempunyai emosi. Selain
itu muncul pula perilaku yang berulang-ulang (stereotipik) dan
hiperaktivitas. Kedua perilaku tersebut erat kaitannya dengan adanya
gangguan pada daerah limbik sistem di otak. Terdapat beberapa dugaan
yang menyebabkan terjadinya kerusakan pada otak yang menimbulkan
gangguan autisme di antaranya adanya pertumbuhan jamur Candida
yang berlebihan di dalam usus. Akibat terlalu banyak jamur, maka
sekresi enzim ke dalam usus berkurang. Kekurangan enzim
menyebabkan makanan tak dapat dicerna dengan sempurna. Beberapa
protein jika tidak dicerna secara sempurna akan menjadi racun bagi
tubuh. Protein biasanya suatu rantai yang terdiri dari 20 asam amino.
(Soetjiningsih, 2014)
Bila pencernaan baik, maka rantai tersebut seluruhnya dapat
diputus dan ke- 20 asam amino tersebut akan diserap oleh tubuh.
Namun bila pencernaan kurang baik, maka masih ada beberapa asam
amino yang rantainya belum terputus. Rangkaian yang terdiri dari
beberapa asam amino disebut peptida. Oleh karena adanya kebocoran
usus, maka peptida tersebut diserap melalui dinding usus, masuk ke
dalam aliran darah, menembus ke dalam otak. Di dalam otak peptida
tersebut ditangkap oleh reseptor oploid, dan ia berfungsi seperti opium
atau morfin. Melimpahnya zat-zat yang bekerja seperti opium ini ke
dalam otak menyebabkan terganggunya kerja susunan saraf pusat.
Yang terganggu biasanya seperti persepsi, kognisi (kecerdasan), emosi,

16

dan perilaku. Dimana gejalanya mirip dengan gejala yang ada pada
individu autisme. (Soetjiningsih, 2014)
Tentu masih terdapat dugaan-dugaan lain yang menimbulkan
keruskan pada otak seperti adanya timbal, mercury atau zat beracun
lainnya yang termakan bersama makanan yang dikonsumsi ibu hamil,
yang selanjutnya mempengaruhi pertumbuhan otak janin yang
dikandungnya. Apapun yang melatarbelakangi penyebab gangguan
pada individu autisme, yang jelas bukan karena ibu yang frigit (ibu
yang tidak memberi kehangatan kasih sayang), seperti yang dianut
dahulu, akan tetapi gangguan pada autisme terjadi erat kaitannya
dengan gangguan pada otak. (Soetjiningsih, 2014)
c. Karakteristik autisme
Karakteristik gangguan autisme pada sebagian individu sudah
mulai muncul sejak bayi. Ciri yang sangat menonjol adalah tidak ada
kontak mata dan reaksi yang sangat minim terhadap ibunya atau
pengasuhnya.Ciri ini semakin jelas dengan bertambahnya umur. Pada
sebagian

kecil

lainnya

dari

individu

penyandang

autisme,

perkembangannya sudah terjadi secara relatif normal. Pada saat bayi


sudah menatap, mengoceh, dan cukup menunjukkan reaksi pada orang
lain, tetapi kemudian pada suatu saat sebelum usia 3 tahun ia berhenti
berkembang dan terjadi kemunduran. Ia mulai menolak tatap mata,
berhenti

mengoceh,

dan

tidak

bereaksi

terhdap

orang

lain.

(Soetjiningsih, 2014)
Oleh karena itu kemudian diketahui bahwa seseorang baru
dikatakan mengalami gangguan autisme, jika ia memiliki gangguan
perkembangan dalam tiga aspek yaitu kualitas kemampuan interaksi
sosial dan emosional, kualitas yang kurang dalam kemampuan
komunikasi timbal balik, dan minat yang terbatas disertai gerakangerakan berulang tanpa tujuan Ciri-ciri tersebut harus sudah terlihat
sebelum anak berumur 3 tahun. Mengingat bahwa tiga aspek gangguan
perkembangan di atas terwujud dalam berbagai bentuk yang berbeda,

17

dapat disimpulkan bahwa autisme sesungguhnya adalah sekumpulan


gejala/ ciri yang melatar-belakangi berbagai faktor yang sangat
bervariasi, berkaitan satu sama lain dan unik karena tidak sama untuk
masing-masing anak. (Soetjiningsih, 2014)
Dengan demikian, maka sering ditemukan ciri-ciri yang
tumpang tindih dengan beberapa gangguan perkembangan lain.
Gradasi manifestasi gangguan juga sangat lebar antara yang berat
hingga yang ringan. Di satu sisi ada individu yang memiliki semua
gejala, dan di sisi lain ada individu yang memiliki sedikit gejala.
Adapun ciri gangguan pada autisme tersebut adalah sebagai berikut:
1) Gangguan dalam komunikasi-terlambat bicara, tidak ada usaha
untuk berkomunikasi dengan gerak dan mimik-meracau dengan
bahasa yang tidak dapat dimengerti orang lain-sering mengulang
apa yang dikatakan orang lain-meniru kalimat-kalimat iklan atau
nyanyian tanpa mengerti-bicara tidak dipakai untuk komunikasibila kata-kata telah diucapkan, ia tidak mengerti artinya-tidak
memahami pembicaraa orang lain-menarik tangan orang lain bila
menginginkan sesuatu. (Soetjiningsih, 2014)
2) Gangguan dalam interaksi sosial-menghindari atau menolak kontak
mata-tidak mau menengok bila dipanggil-lebih asik main sendiribila diajak main malah menjauh-tidak dapat merasakan empati.
(Soetjiningsih, 2014)
3) Gangguan dalam tingkah laku-asyik main sendiri-tidak acuh
terhadap lingkungan-tidak mau diatur, semaunya-menyakiti dirimelamun, bengong dengan tatapan mata kosong-kelekatan pada
benda tertentu-tingkah laku tidak terarah, mondar mandir tanpa
tujuan, lari-lari, manjat-manjat, berputar-putar, melompat-lompat,
mengepak-ngepak tangan, berteriak-teriak, berjalan berjinjit-jinjit.
(Soetjiningsih, 2014)
4) Gangguan dalam emosi-rasa takut terhadap objek yang sebenarnya
tidak menakutkan-tertawa, menangis, marah-marah sendiri tanpa
sebab-tidak dapat mengendalikan emosi; ngamuk bila tidak
mendapatkan keinginannya. (Soetjiningsih, 2014)

18

5) Gangguan dalam sensoris atau penginderaan-menjilat-jilat bendamencium benda-benda atau makanan-menutup telinga bila
mendengar suara keras dengan nada tertentu-tidak suka memakai
baju dengan bahan yang kasar. (Soetjiningsih, 2014)
Karakteristik tersebut di atas sering juga disertai dengan adanya
ketidak mampuan untuk bermain, seperti; tidak menggunakan mainan
sesuai dengan fungsinya,kurang mampu bermain spontan dan
imjinatif, tidak mampu meniru orang lain, dan sulit bermain pura-pura.
Gangguan makan seperti; sangat pemilih dalam hal menu makanannya,
cenderung ada maslah dalam pecernaan atau sangat terbatas
asupannya, dan gangguan tidur seperti; sulit tidur atau terbangun
tengah malam dan berbagai permasalahan lainnya. (Soetjiningsih,
2014)
d. Penanganan
Penanganan pada anak autisme ditujukan terutama untuk
mengurangi atau menghilangkan masalah gangguan tingkah laku,
meningkatkan kemampuan belajar dan perkembangannya terutama
dalam penguasaan bahasa dan keterampilan menolong diri. Supaya
tujuan tercapai dengan baik diperlukan suatu program penanganan
menyeluruh dan terpadu dalam suatu tim yang terdiri dari; tenaga
medis antara lain dokter saraf dan dokter anak, tenaga pendidik, tenaga
terapis seperti ahli terapi wicara dan ahli terapi okupasi. Beberapa
penanganan yang telah dikembangan untuk membantu anak autism
antara lain;
1) Terapi Tingkah laku
Berbagai jenis terapi tingkahlaku telah dikembangkan untuk
mendidik penyandang autisme, mengurangi tingkahlaku yang tidak
lazim dan menggantinya dengan tingkah laku yang bisa diterima
dslsm masyarakat. Terapi ini sangat penting untuk membantu
penyandang autisme untuk lebih bisa menyesuaikan diri dalam
masyarakat. (Soetjiningsih, 2014)
19

2) Terapi wicara
Terapi

wicara

seringkali

masih

tetap

dibutuhkan

untuk

memperlancar bahasa anak. Menerapkan terapi wicara pasda anak


autisme berbeda daripada anak lain. Oleh karena itu diperlukan
pengetahuan yang cukup mendalam tentang gangguan bicara pada
anak autisme. (Soetjiningsih, 2014)
3) Pendidikan kebutuhan khusus
Pendidikan pada tahap awal diterapkan satu guru untuk satu anak.
Cara ini paling efektif karena anak sulit memusatkan perhatiannya
dalam suatu kelas yang besar. Secara bertahap anak dimasukan
dalam kelompok kelas untuk dapat mengikuti pembelajaran secara
klasikal. Penggunaan guru pendamping sebaiknya tidak terlalu
dominan, yang diharapkan adalah anak dengan gangguan autisme
dapat secara terus menerus belajar dengan anak-anak lainnya
dalam satu pembelajaran bersama. Pola pendidikan yang
terstruktur baik di sekolah maupun di rumah sangat diperlukan
bagi anak ini. Mereka harus dilatih untuk mandiri, terutama soal
bantu diri. Maka seluruh keluarga di rumah harus memakai pola
yang sama Agar tidak membingungkan anak. (Soetjiningsih, 2014)
4) Terapi okupasi
Sebagian

individu

dengan

gangguan

autisme

mempunyai

perkembangan motorik terutama motorik halus yang kurang baik.


Terapi

okupasi

diberikan

untuk

membantu

menguatkan,

memperbaiki koordinasi dan keterampilan otot halus seperti


tangan. Otot jari tangan penting dilatih terutama untuk persiapan
menulis dan melakukan segala pekerjaan yang membutuhkan
keterampilan motorik halus. (Soetjiningsih, 2014)
5) Terapi medikamentosa (obat)
Pada keadaan tertentu individu dengan gangguan autisme
mempunyai beberapa gejala yang menyertai gangguan autisme,
seperti perilakuagresif atau hiperaktivitas. Pada individu dengan
keadaan demikian dianjurkan untuk menggunakan pemberian obat-

20

obatan secara tepat. Penggunaaan obat-obat yang digunkan


biasanya dilakukan dengan cermat agar memperoleh pengaruh
positif terhadap perkembangan anak. (Soetjiningsih, 2014)

C. Gangguan ADHD
a. Pengertian ADHD
ADHD

merupkan

kependekan

dari

attention

deficit

hyperactivity disorder, (Attention = perhatian, Deficit = berkurang,


Hyperactivity = hiperaktif, dan Disorder = gangguan). Atau dalam
bahasa Indonesia, ADHD berarti gangguan pemusatan perhatian
disertai hiperaktif. Sebelumnya, pernah ada istilah ADD, kependekan
dari attention deficit disorder yang berarti gangguan pemusatan
perhatian. Pada saat ditambahkan 'hiperactivity/ hiper-aktif penulisan
istilahnya menjadi beragam. Ada yang ditulis ADHD, AD-HD, ada
pula yang menulis ADD/H.
Tetapi, sebenarnya dari tiga jenis penulisan istilah itu,
maksudnya sama. Istilah ini merupakan istilah yang sering muncul
pada dunia medis yang belakangan ini gencar pula diperbincangkan
dalam dunia pendidikan dan psikologi. Lstilah ini memberikan
gambaran tentang suatu kondisi medis yang disahkan secara
internasional mencakup disfungsi otak, di mana individu mengalami
kesulitan dalam mengendalikan impuls, menghambat perilaku, dan
tidak mendukung rentang perhatian atau rentang perhatian mudah
teralihkan. Jika hal ini terjadi pada seorang anak dapat menyebabkan
berbagai kesulitan belajar, kesulitan berperilaku, kesulitan sosial, dan
kesulitan-kesulitan lain yang kaitmengait. Jadi, jika didefinisikan,
secara

umum

ADHD

menjelaskan

kondisi

anak-anak

yang

memperlihatkan simtom-simtom (ciri atau gejala) kurang konsentrasi,


hiperaktif,dan impulsif yang dapat menyebabkan ketidakseimbangan
sebagian besar aktivitas hidup mereka.

21

Kenyataannya, ADHD ini tidak selalu disertai dengan


gangguan hiperaktif. Oleh karena itu, makna istilah ADHD di
Indonesia, lazimnya diterjemahkan menjadi Gangguan Pemusatan
Perhatian dengan/tanpa Hiperaktif (GPP/H). Anak yang mengalami
ADHD atau GPP/H kerap kali tumpang tindih dengan kondisi-kondisi
lainnya, seperti disleksia (dyslexia), dispraksia (dyspraxsia), gangguan
menentang

dan

melawan

(oppositional

defiant

disorderlodd).

Selanjutnya pada tulisan ini akan digunakan istilah ADHD.


ADHD merupakan suatu kelainan perkembangan yang terjadi
pada masa anak dan dapat berlangsung sampai masa remaja. Gangguan
perkembangan tersebut berbentuk suatu spectrum, sehingga tingkat
kesulitannya akan berbeda dari satu anak dengan anak yang lainnya.
Dalam kaitannya dengan pengertian ADHD ini, sekilas dapat dilihat
dari perjalanan ditemukannya gangguan ini. Istilah ADHD cenderung
belum dikenal secara luas dan mungkin merupakan istilah baru, tetapi
anak yang memperlihatkan perilaku over aktif dan tidak terkendali
telah terjadi sejak lama.
Pada 1845, Heinrich Hoffman, seorang neurolog,untuk pertama
kalinya menulis mengenai perilaku yang kemudian dikenal dengan
hiperaktif dalam buku 'cerita anak' karangannya.150 tahun berikutnya,
kejadian perilaku serupa diperlihatkan oleh seorang anak di Chicago,
namanya Dusty. Meskipun terpisah waktu selama 150 tahun, simtom
atau ciri yang mereka perlihatkan adalah serupa, yaitu simtom primer
ADHD. Ada tiga jenis simtom, yaitu anak tidak konsentrasi dengan ciri
tidak fokus terhadap ajakan; hiperaktif dengan ciri tidak pernah mau
diam alias terus bergerak; dan impulsif dengan ciri bertindak tanpa
berpikir.
Dalam literatur lain dijelaskan, ADHD pertama kali ditemukan
pada 1902 oleh seorang dokter Inggris, Profesor George F. Still, di
dalam penelitiannya terhadap sekelompok anak yang menunjukkan
suatu "ketidakmampuan abnormal untuk memusatkan perhatian,

22

gelisah, dan resah'." la menemukan, bahwa anak-anak tersebut


memiliki kekurangan yang serius 'dalam hal kemauan' yang berasal
dari bawaan biologis. Anggapannya, bahwa gangguan tersebut
disebabkan oleh sesuatu 'di dalam' diri anak dan bukan karena faktorfaktor lingkungan.
Pendapat lain menyatakan, bahwa ADHD disebabkan oleh
epidemi encephalitis (peradangan otak) yang menyebar ke seluruh
dunia yang terjadi sejak 1917-1926. Bagi banyak anak yang bertahan
hidup, hal itu dapat menimbulkan berbagai masalah perilaku, termasuk
mudah marah, perhatian yang lemah,dan hiperaktif. Anak-anak yang
mengalami trauma kelahiran, luka di bagian otak, atau mengalami
keracunan memperlihatkan masalah tingkah lakua yang diberi nama
'brain injured child syndrome' yang terkadang dikaitkan dengan
terbelakang mental. Tahun 40 dan 50-an, label ini diterapkan untuk
anak-anak yang memperlihatkan perilaku serupa, tetapi pada diri
mereka tidak ditemukan kerusakan otak,dan memunculkan istilah
'minimal brain damage' disingkat MBD atau 'kerusakan otak minimal'
dan'minimal brain dysfunction' atau 'disfungsi minimal otak' disingkat
DMO (Strauss dan Lehtinen, 1986). Istilah-istilah ini membuka jalan
bagi orang-orang untuk menandai masalah tingkah laku yang
disebabkan oleh kerusakan fisik (Schachar, 1986).Meskipun luka otak
tertentu dapat menjelaskan beberapa kasus ADHD, teori kerusakan
otak ternyata tidak banyak diterima karena hanya dapat menjelaskan
sedikit kasus. (Rie, 1980)
Anggapan ini mendapat dukungan lebih jauh dari penemuan
yang dilakukan oleh Bradley pada 1937, bahwa psycho stimulan
amphetamine dapat mengurangi tingkat hiperaktivitas dan masalah
perilaku. Akibatnya, istilah 'kerusakan otak minimal' atau 'disfungsi
otak minimal (minimal brain dysfunction) hanya digunakan sampai
akhir tahun 50-an. Dalam hal ini, tekanan bergeser dari etiologi
menuju ungkapan perilaku, dan hiperaktivitas menjadi ciri yang

23

menentukan. Proses menganalisis gejala-gejalanya sebagai cara


menjelaskan sindrom tersebut diperkuat oleh sejumlah peneliti yang
berpengaruh. Mereka menganggap bahwa 'perhatian' menjadi ciri
kunci kondisi ADHD tersebut, bukan hiperaktivitas. Akibatnya,
'perhatian' menjadi kata kuncinya.
Di akhir tahun 50-an itulah, ADHD disebut hiperkinesis yang
biasanya ditujukan terhadap lemahnya penyaringan stimuli (rangsang)
yang masuk ke dalam otak (Laufer, Denhoff, dan Solomons, 1957).
Pandangan ini membawa pada definisi sindrom anak hiperaktif,
dimana gerak yang berlebih digambarkan sebagai ciri utama ADHD.
(Chess, 1960)
Namun, tidak lama berselang, bahwa hiperaktif bukanlah
satusatunya masalah, yaitu kegagalan anak mengatur aktivitas gerak
yang selaras dengan situasi. Tahun 70-an, ada pendapat bahwa selain
hiperaktif, rendahnya perhatian dan kontrol gerak juga merupakan
simtom utama ADHD. (Douglas, 1972)
Teori ini banyak diterima dan mempunyai pengaruh yang kuat
terhadap

Diagnostic

menggunakan

definisi

and

Statistical

ADHD.

Manual

Belakangan,

(DSM)

dalam

simtom-simtom

pengaturan diri yang lemah dan mengalami kesulitan karena perilaku


yang terhambat menjadi fokus kajian sebagai penyebab utama yang
memperparah kerusakan otak. (Barkley, 1997a; Douglas,1999; dan
Nigg, 2001)
Meskipun ada kesepakatan yang semakin kuat mengenai sifat
ADHD, namun beberapa pandangan terus berusaha mendapatkan
penemuan-penemuan dan melakukan penelitian terbaru. (Barkley,
dkk., 2002 dan Nigg, 2003) Dalam perkembangannya, setelah
dilakukan usaha untuk merumuskan kembali ADHD yang berulangulang sampai menghasilkan klasifikasi ragam gangguan, sekarang
dapat dibaca pada edisi keempat (edisi terakhir) dari American

24

psychiatricassociation (DSM IV) yang terbit pada 1994 dan revisi


terakhir pada tahun 2005.
Uraian tentang kajian ADHD tersebut di atas, menunjukkan
bahwa nampak sejak awal ditemukan sampai pada rumusan akhir,
menurut penulis tidak terdapat perbedaan yang mencolok terutama di
dalam menghubungan istilah ADHD dengan ciri-ciri yang muncul
berupa adanya gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktif. Namun
kenyataannya saat ini banyak para ahli dari berbagai disiplin ilmu yang
mempunyi perhatian terhadap ADHD, terutama medis, psikologi,
maupun pendidikan yang mengalami kesulitan untuk menentukan
bahwa seseorang dikatakan sebagai penyandang ADHD.
Sebagai contoh tidak mudah untuk membedakan penyandang
ADHD ringan dengan anak normal yang sedikit lebih aktif dibanding
anak yang lainnya. Beberapa tampilan dari gangguan lain dapat
mengaburkan ciri ADHD dan beberapa simtom ADHD dapat terjadi
pada diagnosa gangguan lainnya (misalnya gangguan spectrum autistik
dan obsessive compulsive). ADHD biasanya mulai timbul pada usia 3
tahun, namun pada umumnya baru terdeteksi setelah anak duduk di
sekolah dasar, dimana situasi belajar yang formal menuntut pola
perilaku

yang

terkendali

termasuk

pemusatan

perhatian

dan

konsentrasi yang baik. Ciri utama adanya kecenderungan untuk


berpindah dari satu kegiatan kepada kegiatan lain tanpa dapat
menyelesaikan tugas yang diberikan, tidak dapat konsentrasi dengan
baik bila mengerjakan suatu tugas yang menuntut keterlibatan kognitif,
serta tampak adanya aktivitas yang tidak beraturan, berlebihan, dan
mengacau. ADHD memiliki suatu pola yang menetap dari kurangnya
perhatian dan atau hiperaktivitas, yang lebih sering dan lebih berat bila
dibandingkan dengan anak lain pada taraf perkembangan yang sama.
Biasanya kondisi ini menetap selama masa bersekolah dan bahkan
sampai usia dewasa, walaupun sekitar 30-40% dari kelainan ini lambat
laun menunjukkan perbaikan dalam perhatian dan kegiatannnya.

25

Biasanya didapatkan ciri-ciri ADHD ini pada dua atau lebih


situasi yang berbeda seperti di rumah, di sekolah, dan di tempat kerja.
Kondisi ini bila dibiarkan akan berdampak pada prestasinya di sekolah.
Anak tidak dapat mencapai hasil yang optimal sesuai dengan
kemampuannya, ataupun mengalami kesulitan belajar. Akibat lain anak
dapat tidak naik kelas dan cukup besar kemungkinan untuk drop out
dari sekolah dengan segala permasalahan yang akan timbul.
Diperkirakan sekitar 2-20% anak usia sekolah di Amerika Serikat
mengalami ADHD dan rasio anak laki-laki: perempuan berkisar antara
3-5 berbanding 1.
Sedangkan menurut penelitian Breton tahun 1999, (dalam MIF
Baihaqi & M. Sugiarmin) ADHD lebih banyak dialami oleh anak lakilaki daripada anak perempuan dengan estimasi 2-4 % untuk anak
perempuan dan 6-9 % untuk anak lakilaki. Di kalangan usia remaja,
angka kejadian ADHD menjadi menurun, baik pada perempuan
maupun laki-laki, tetapi jumlah anak laki-laki tetap lebih banyak
daripada perempuan dengan rasio perbandingan 3:1. Rasio ini bahkan
lebih tinggi lagi dalam sampel klinis dimana perbandingannya
mencapai 6:1 atau bahkan lebih. Kebanyakan dari mereka yang
mengalami gangguan ini mulai membutuhkan bantuan pada usia 6-9
tahun, walaupun banyak orangtua yang mengatakan bahwa masalah
pada anaknya sebenarnya telah muncul sejak masa anak-anak ini
duduk di Taman Kanak-kanak. Namun demikian anak ADHD selalu
memiliki tiga komponen ciri utama yang sama yaitu inattention,
impulsivitas, dan hyperaktif.

b. Penyebab ADHD
Penyebab ADHD telah banyak diteliti dan dipelajari tetapi
belum ada satu pun penyebab pasti yang tampak berlaku bagi semua
gangguan yang ada. Berbagai virus, zat-zat kimia berbahaya yang

26

banyak dijumpai di lingkungan sekitar, faktor genetika, masalah


selama kehamilan atau kelahiran, atau apa saja yang dapat
menimbulkan kerusakan perkembangan otak, berperan penting sebagai
faktor penyebab ADHD ini. Terdapat beberapa hal yang diduga
menjadi

penyebab

terjadinya

ADHD,

secara

umum

karena

ketidakseimbangan kimiawi atau kekurangan zat kimia tertentu di otak


yang berfungsi untuk mengatur perhatian dan aktivitas .
Beberapa penelitian menunjukan adanya kecenderungan faktor
keturunan (herediter) tetapi banyak pula penelitian yang menyebutkan
bahwa faktor-faktor sosial dan lingkunganlah yang lebih berperan. Ada
dugaan kuat bahwa televisi, komputer, dan videogame mempunyai
andil dalam memunculkan atau memperberat gejala ini. Anak dengan
ciri ADHD tetapi tidak ditemukan adanya kelainan neurologis,
penyebabnya diduga ada kaitan dengan faktor emosi dan pola
pengasuhan.

Namun

untuk

bahan

kajian

lebih

lanjut

akan

dikemukakan hasil penelitian Faron dkk, 2000, Kuntsi dkk, 2000,


Barkley, 20003 (dalam MIF Baihaqi & Sugiarmin, 2006), yang
mengatakan bahwa terdapat faktor yang berpengaruh terhadap
munculnya ADHD, yaitu:
1) Faktor genetika
Bukti penelitian menyatakan bahwa faktor genetika merupakan
faktor penting dalam memunculkan tingkah laku ADHD. Satu
pertiga dari anggota keluarga ADHD memiliki gangguan, yaitu jik
orang tua mengalami ADHD, maka anaknya beresiko ADHD
sebesar 60 %. Pada anak kembar, jika salah satu mengalami.
ADHD, maka saudaranya 70-80 % juga beresiko mengalami
ADHD. Pada studi gen khusus beberapa penemuan menunjukkan
bahwa molekul genetika gen-gen tertentu dapat menyebabkan
munculnya ADHD.Dengan demikian temuan-temun dari aspek
keluarga, anak kembar, dan gen-gen tertentu menyatakan bahwa
ADHD ada kaitannya dengan keturunan.

27

2) Faktor neurobiologis
Beberapa dugaan dari penemuan tentang neurobiologis diantaranya
bahwa terdapat persamaan antara ciri-ciri yang muncul pada
ADHD dengan yang muncul pada kerusakan fungsi lobus
prefrontl. Demikian juga penurunan kemampuan pada anak ADHD
pada tes neuropsikologis yang dihubungkan dengan fungsi lobus
prefrontal. Temuan melalui MRI (pemeriksaan otak dengan
teknologi tinggi)menunjukan ada ketidaknormalan pada bagian
otak depan. Bagian ini meliputi korteks prefrontal yang saling
berhubungan dengan bagian dalam bawah korteks serebral secara
kolektif

dikenal

sebagai

basal

ganglia.

Bagian

otak

ini

berhubungan dengan atensi, fungsi eksekutif, penundaan respons,


dan

organisasi

respons.

Kerusakan-kerusakan

daerah

ini

memunculkan ciriciri yang serupa dengan ciri-ciri pada ADHD.


Informasi lain bahwa anak ADHD mempunyai korteks prefrontal
lebih kecil dibanding anak yang tidak ADHD.

c. Pengobatan dan penanganan adhd


Walaupun kondisi ini tidak bisa disembuhkan, terdapat
beberapa

tindakan

atau

penanganan

bagi

penderita

adhd.

Pengobatan di sini berarti tindakan atau strategi untuk membantu


mengontrol gejala-gejala adhd. Tujuannya adalah membantu
penderitanya meningkatkan kemampuan sosial, meningkatkan
kemampuan dalam belajar/ bekerja, meningkatkan rasa percaya
diri anak, dan menjaga penderitanya dari tingkah laku yang dapat
membahayakan diri sendiri.
Pengobatan bagi penderita adhd bisa berupa obat-obatan
ataupun terapi. Obat-obatan yang sering diberikan oleh dokter
biasanya berupa stimulan, yang digunakan untuk membantu

28

mengontrol sikap hiperaktif dan impulsif pada anak, serta


membantu meningkatkan fokus atau perhatian.
Penanganan

berupa

terapi

(psikoterapi)

juga

umum

diberikan pada penderita adhd. Terapi yang diberikan bisa berupa


pelatihan kemampuan sosial, modifikasi tingkah laku (behavior),
dan juga terapi kognitif. Orang tua dan keluarga juga biasanya
akan diberikan pelatihan berupa pengenalan terhadap adhd, cara
menghadapi gejala adhd pada anak, pendekatan-pendekatan yang
digunakan, ataupun berupa support bagi orang tua yang memiliki
anak penderita adhd.

D. Kwasiokhor
a. Pengertian
Definisi kwashiorkor adalah satu bentuk malnutrisi yang
disebabkan oleh defisiensi protein yang berat bisa dengan konsumsi
energi dan kalori tubuh yang tidak mencukupi kebutuhan. Kwashiorkor
atau busung lapar adalah salah satu bentuk sindroma dari gangguan
yang dikenali sebagai Malnutrisi Energi Protein (MEP) Dengan
beberapa karakteristik berupa edema dan kegagalan pertumbuhan,
depigmentasi,

hyperkeratosis.

Penyakit

ini

merupakan

bentuk

malnutrisi paling banyak didapatkan di dunia ini, pada dewasa


ini,terutama sekali pada wilayah-wilayah yang masih terkebelakangan
bidang industrinya.
Istilah ini pertama kali diperkenalkan oleh Cicely D. Williams
pada rangkaian saintifik internasional melalui artikelnya Lancet 1935
(1,9). Beliau pada tahun 1933 melukiskan suatu sindrom tersebut
berhubungan dengan defisiensi dari nutrien apa. Akhirnya baru
diketahui defisiensi protein menjadi penyebabnya.
Walaupun sebab utama penyakit ini ialah defisiensi protein,
tetapi karena biasanya bahan makanan yang dimakan itu juga kurang
29

mengandung nutrien lainnya, maka defisiensi protein disertai defisiensi


kalori sehingga sering penderita menunjukkan baik gejala kwashiorkor
maupun marasmus.
b. Etiologi
Kwashiorkor paling seringnya terjadi pada usia antara 1-4
tahun ,namun dapat pula terjadi pada bayi .Kwashiorkor yang mungkin
terjadi pada orang dewasa adalah sebagai komplikasi dari parasit atau
infeksi lain.
Banyak hal yang menjadi penyebab kwashiorkor, namun faktor
paling mayor adalah menyusui, yaitu ketika ASI digantikan oleh
asupan yang tidak adekuat atau tidak seimbang. Setelah usia 1 tahun
atau lebih ,kwashiorkor dapat muncul bahkan ketika kekurangan bahan
pangan bukanlah menjadi masalahnya, tetapi kebiasaan adat atau
ketidak

tahuan

(kurang

nya

edukasi)

yang

menyebabkan

penyimpangan keseimbangan nutrisi yang baik.


Walaupun kekurangan kalori dan bahan-bahan makanan yang
lain memepersulit pola-pola klinik dan kimiawinya, gejala-gejala
utama malnutrisi protein disebabkan oleh kekurangan pemasukan
protein yang mempunyai nilai biologik yang baik. Bisa juga terdapat
gangguan penyerapan protein,misalnya yang dijumpai pada keadaan
diare kronik, kehilangan protein secara tidak normal pada proteinuria
(nefrosis), infeksi, perdarahan atau luka-luka bakar serta kegagalan
melakukan sintesis protein, seperti yanga didapatkan pula pada
penyakit hati yang kronis. (Robert & Kliegman, 2000)
c. Insidens dan Epidemiologi
Kwashiorkor dijumpai terutama pada golongan umur tertentu
yaitu bayi pada masa menyusui dan pada anak prasekolah, 1 hingga 3
tahun yang merupakan golongan umur yang relatif memerlukan lebih
banyak protein untuk tumbuh sebaik-baiknya. Sindrom demikian
kemudian dilaporkan oleh berbagai negeri terutama negeri yang

30

sedang berkembang seperti Afrika, Asia, Amerika Tengah, Amerika


Selatan, dan bagian-bagian termiskin di Eropa (1,2). Penyakit ini
banyak terdapat anak dari golongan penduduk yang berpenghasilan
rendah. Ini dapat dimengerti karena protein yang bermutu baik
terutama pada bahan makanan yang berasal dari hewan seperti protein,
susu, keju, telur, daging, dan ikan (3). Bahan makanan tersebut cukup
mahal, sehingga tidak terjangkau oleh mereka yang berpenghasilan
rendah.
Akan tetapi faktor ekonomi bukan merupakan satu-satunya
penyebab penyakit ini. Ada berbagai protein nabati yang bernilai
cukup baik, misalnya kacang kedele, kacang hijau, dan sebagainya,
akan tetapi karena tidak diketahui atau tidak disadari, bahan makanan
tersebut tidak digunakan sebagaimana mestinya (2). Pengetahuan yang
kurang tentang nilai bahan makanan, cara pemeliharaan anak,
disamping ketakhyulan merupakan faktor tambahan dari timbulnya
penyakit kwashiorkor. Keadaan higiene yang buruk, sehingga mereka
mudah dihinggapi infeksi dan infestasi parasit dan timbulnya diare
mempercepat atau merupakan trigger mechanisme dari penyakit ini.
d. Patogenesis
Pada kwashiorkor yang klasik, terjadi edema dan perlemakan
hati disebabkan gangguan metabolik dan perubahan sel. Kelainan ini
merupakan gejala yang menyolok. Pada penderita defisiensi protein,
tidak terjadi katabolisme jaringan yang berlebihan, karena persediaan
energi dapat dipenuhi oleh jumlah kalori yang cukup dalam dietnya.
Namun, kekurangan protein dalam dietnya akan menimbulkan
kekurangan berbagai asam amino esensial yang dibutuhkan untuk
sintesis.
Oleh karena dalam diet terdapat cukup karbohidrat, maka
produksi insulin akan meningkat dan sebagian asam amino dalam
serum yang jumlahnya sudah kurang tersebut akan disalurkan ke otot.
Berkurangnya asam amino dalam serum merupakan penyebabnya

31

kurang pembentukan albumin oleh hepar, sehingga kemudian timbul


edema.
Perlemakan

hati

disebabkan

gangguan

pembentukan

lipoproteinbeta sehingga transportasi lemak dari hati ke depot lemak


juga terganggu dan akibatnya terjadi akumulasi lemak dalam hepar.
(Robert & Kliegman, 2000)
e. Manifestasi Klinis
Manifestasi dini pada kwashiorkor cukup samar-samar
mencakup letargi,apati, dan iritabilitas. Manifestasi lanjut yang
berkembang dapat berupa pertumbuhan yang tidak memadai,
kurangnya stamina, hilangnya jaringan otot, menjadi lebih peka
terhadap serangan infeksi dan edema. Nafsu makan berkurang
,jaringan bawah kulit mengendor dan lembek serta ketegangan otot
menghilang. Pembesaran hati dapat terjadi secra dini atau kalau sudah
lanjut, infiltrasi lemak lazim ditemukan. Edema biasanya terjadi secara
dini,kegagalan mencapai penambahan BB ini dapat terselubungi oleh
edema yang terjadi ,yang kerap kali telah terdapat pada organ-organ
dalam,sebelum ia dapat terlihat pada muka dan anggota gerak.
1) Wujud Umum
Secara umumnya penderita kwashiorkor tampak pucat, kurus,
atrofi pada ekstremitas, adanya edema pedis dan pretibial serta
asites. Muka penderita ada tanda moon face dari akibat terjadinya
edema.
2) Retardasi Pertumbuhan
Gejala penting ialah pertumbuhan yang terganggu. Selain berat
badan, tinggi badan juga kurang dibandingkan dengan anak sehat.
3) Perubahan Mental
Biasanya penderita cengeng, hilang nafsu makan dan rewel. Pada
stadium lanjut bisa menjadi apatis. Kesadarannya juga bisa
menurun, dan anak menjadi pasif.
4) Edema

32

Pada sebagian besar penderita ditemukan edema baik ringan


maupun berat. Edemanya bersifat pitting. Edema terjadi bisa
disebabkan hipoalbuminemia, gangguan dinding kapiler, dan
hormonal akibat dari gangguan eliminasi ADH.
5) Kelainan Rambut
Perubahan rambut sering dijumpai, baik mengenai bangunnya
(texture), maupun warnanya. Sangat khas untuk penderita
kwashiorkor ialah rambut kepala yang mudah tercabut tanpa rasa
sakit. Pada penderita kwashiorkor lanjut, rambut akan tampak
kusam, halus, kering, jarang dan berubah warna menjadi putih.
Sering bulu mata menjadi panjang.

6) Kelainan Kulit
Kulit penderita biasanya kering dengan menunjukkan garis-garis
kulit yang lebih mendalam dan lebar. Sering ditemukan
hiperpigmentasi dan persisikan kulit. Pada sebagian besar penderita
dtemukan perubahan kulit yang khas untuk penyakit kwashiorkor,
yaitu crazy pavement dermatosis yang merupakan bercak-bercak
putih atau merah muda dengan tepi hitam ditemukan pada bagian
tubuh yang sering mendapat tekanan. Terutama bila tekanan itu
terus-menerus dan disertai kelembapan oleh keringat atau ekskreta,
seperti pada bokong, fosa politea, lutut, buku kaki, paha, lipat paha,
dan sebagainya. Perubahan kulit demikian dimulai dengan bercakbercak kecil merah yang dalam waktu singkat bertambah dan
berpadu untuk menjadi hitam. Pada suatu saat mengelupas dan
memperlihatkan bagian-bagian yang tidak mengandung pigmen,
dibatasi oleh tepi yang masih hitam oleh hiperpigmentasi.
7) Kelainan Gigi dan Tulang
Pada tulang penderita kwashiorkor didapatkan dekalsifikasi,
osteoporosis, dan hambatan pertumbuhan. Sering juga ditemukan
caries pada gigi penderita.
8) Kelainan Hati

33

Pada biopsi hati ditemukan perlemakan, bisa juga ditemukan biopsi


hati yang hampir semua sela hati mengandung vakuol lemak besar.
Sering juga ditemukan tanda fibrosis, nekrosis, da infiltrasi sel
mononukleus. Perlemakan hati terjadi akibat defisiensi faktor
lipotropik.
9) Kelainan Darah dan Sumsum Tulang
Anemia ringan selalu ditemukan pada penderita kwashiorkor. Bila
disertai penyakit lain, terutama infestasi parasit (ankilostomiasis,
amoebiasis) maka dapat dijumpai anemia berat. Anemia juga
terjadi disebabkan kurangnya nutrien yang penting untuk
pembentukan darah seperti Ferum, vitamin B kompleks (B12,
folat, B6). Kelainan dari pembentukan darah dari hipoplasia atau
aplasia sumsum tulang disebabkan defisiensi protein dan infeksi
menahun.

Defisiensi

protein

juga

menyebabkan

gangguan

pembentukan sistem kekebalan tubuh. Akibatnya terjadi defek


umunitas seluler, dan gangguan sistem komplimen.
10) Kelainan Gastrointestinal
Gejala gastrointestinal merupakan gejala yang penting. Anoreksia
kadang-kadang demikian hebatnya, sehingga segala pemberian
makanan ditolak dan makanan hanya dapat diberikan dengan sonde
lambung. Diare terdapat pada sebagian besar penderita (5,6). Hal
ini terjadi karena 3 masalah utama yaitu berupa infeksi atau
infestasi usus, intoleransi laktosa, dan malabsorbsi lemak.
Intoleransi laktosa disebabkan defisiensi laktase. Malabsorbsi
lemak terjadi akibat defisiensi garam empedu, konyugasi hati,
defisiensi lipase pankreas, dan atrofi villi mukosa usus halus.
Dermatitis juga lazim ditemukan.Penggelapan kulit terjadi pada
tempat-tempat yang mengalami iritasi,namun tidak pada daerahdaerah yang terkena sinar matahari.. Rambutnya biasanya jarang
dan halu-halus serta kehilangan elastisitasnya. Pada anak-anak
yang berambut gelap dapat terlihat jalur-jalur rambut berwarna
merah atau abu-abu.Otot-otonya tampak lemah dan atrofi,tetapi

34

sesekali dapat ditemukan lemak dibawah kulit yang berlebihan.


(Robert & Kliegman, 2000)
f. Diagnosis
Untuk menegakkan diagnosis kwashiorkor ini bias kita lihat
melalui pemeriksaan fisis dan pemeriksaan laboratorium. Dari
pemeriksaan fisis yang pertama adalah inspeksi, dapat kita lihat fisik
penderita secara umum seperti yang telah dijelaskan diatas antara lain
edema dan kurus, pucat, moon face, kelainan kulit misalnya
hiperpigmentasi, crazy pavement dermatosis. Pada palpasi ditemukan
hepatomegali. (Robert & Kliegman, 2000)
g. Pencegahan
Pencegahannya dapat berupa diet adekuat dengan jumlahjumlah yang tepat dari karbohidrat, lemak (minimal 10% dari total
kalori), dan protein (12 % dari total kalori). Sentiasa mengamalkan
konsumsi diet yang seimbang dengan cukup karbohidrat, cukup lemak
dan

protein

bisa

mencegah

terjadinya

kwashiorkor.

Protein

terutamanya harus disediakan dalam makanan. Untuk mendapatkan


sumber protein yang bernilai tinggi bisa didapatkan dari protein hewan
seperti susu, keju, daging, telur dan ikan. Bisa juga mendapatkan
protein dari protein nabati seperti kacang ijo dan kacang kedelei.
(Robert & Kliegman, 2000)

3. Cara Penilaian Tumbuh Kembang Anak


a. DDST (Denver Development Screening Test)
1) Definisi
Salah satu dari metode skrining terhadap kelainan perkembangan anak.
Test ini bukan test diagnostic atau test IQ. (Soetjiningsih, 2014)
2) Tujuan
a) Untuk mengetahui dan mengikuti proses perkembangan anak.
b) Untuk mengatasi secara dini bila ditemukan kelainan
perkembangan.
c) Untuk mengetahui tahap perkembangan yang telah dicapai anak.

35

d) Untuk menemukan adanya keterlambatan perkembangan anak


sedini
mungkin.
e) Untuk meningkatkan kesadaran orang tua atau pengasuh anak
untuk berusaha menciptakan kondisi yang menguntungkan bagi
perkembangan.
(Soetjiningsih, 2014)
3) Dilakukan
1) Tahap pertama: dilakukan pada usia 0 6 tahun
a) 3 6 bulan
b) 9 12 bulan
c) 18 24 bulan
d) 3 tahun
e) 4 tahun
f) 5 tahun
(Soetjiningsih, 2014)
2) Tahap kedua
Dilakukan pada mereka yang dicurigai adanya hambatan
perkembangan pada tahap pertama, kemudian dilanjutkan dengan
evaluasi diagnostic yang lengkap. (Soetjiningsih, 2014)
4) Aspek yang dinilai
Ada 125 tugas perkembangan yang dinilai, yang dikelompokkan
menjadi 4 sektor, yaitu:
a) Sektor personal social. Yaitu aspek yang berhubungan dengan
kemampuan mandiri bersosialisasi dan berinteraksi dengan
lingkungan.
b) Sektor gerakan motorik halus. Yaitu aspek yang berhubungan
dengan kemampuan anak untuk mengamati sesuatu, melakukan
kegiatan yang melibatkan gerakan-gerakan tubuh tertentu yang
dilakukan otot-otot kecil tetapi memerlukan koordinasi yang
cermat.

Contohnya

koordinasi

mata,

tangan,

memainkan,

menggunakan benda-benda kecil.


c) Sektor bahasa. Yaitu kemampuan untuk memberikan reflek
terhadap suara, mengikuti perintah dan berbicara spontan.
d) Sektor gerakan motorik kasar. Yaitu aspek yang berhubungan
dengan pergerakan dan sikap tubuh dan biasanya memerlukan
tenaga karena dilakukan otot-otot besar. Contohnya duduk,
melompat, berjalan, dll.
(Soetjiningsih, 2014)

36

5) Persiapan
a) Usahakan test perkembangan dilakukan pada tempat yang tenang/
tidak bising, dan bersih.
b) Sediakan meja tulis dengan kursinya dan matras.
c) Formulir Denver.
(1) Deteksi dini penyimpangan perkembangan anak umur < 6
tahun, berisi 125 gugus tugas yang disusun dalam formulir
menjadi 4 sektor untuk menjaring fungsi.
(2) Skala umur tertera pada bagian atas formulir yang terbagi dari
umur dalam bulan dan tahun, sejak lahir sampai berusia 6
tahun.
(3) Setiap ruang antara tanda umur mewakili 1 bulan, sampai anak
berumur 24 bulan. Kemudian mewakili 3 bulan, sampai anak
berusia 6 tahun.
(4) Pada setiap tugas perkembangan yang berjumlah 125, terdapat
batas kemampuan perkembangan yaitu 25%, 50% dan 90%
dari populasi anak lulus pada tugas perkembangan tersebut.

(5) Pada beberapa tugas perkembangan terdapat huruf dan angka


pada ujung kotak sebelah kiri, contohnya R singakatan dari
report, artinya tugas perkembangan tersebut dapat lulus
berdasarkan laporan dari orang tua/ pengasuh anak, tetapi
apabila memungkinkan maka penilai dapat memperhatikan apa
yang biasa dilakukan oleh anak.
(6) Angka kecil menunjukkan tugas yang harus dikerjakan sesuai
dengan nomor yang ada pada formulir.

d)
e)
f)
g)

Mengkaji kegiatan anak yang meliputi 4 sektor yang dinilai.


Dekat dengan anak.
Menjelaskan pada orang tua bahwa DDST bukan test IQ.
Lingkungan diatur supaya anak merasa nyaman dan aman selama
dilakukan test.

37

(Soetjiningsih, 2014)
6) Alat
a) Gulungan benang wol merah (diameter 10 cm)
b) Kismis/ manik-manik
c) 10 buah kubus warna merah, kuning, hijau, biru 2,5 cm x 2,5 cm
d) Kerincing dengan gagang yang kecil
e) Botol kaca kecil dengan diameter lubang 1,5 cm
f) Bel/ lonceng kecil
g) Bola tennis
h) Pensil merah
i) Boneka kecil dengan botol susu
j) Cangkir plastic dengan gagang/ pegangan
k) Kertas kosong
(Soetjiningsih, 2014)
7) Prosedur
a) Sapa orang tua/ pengasuh anak dengan ramah.
b) Jelaskan maksud dan tujuan test DDST pada orang tua.
c) Buat komunikasi yang baik dengan anak.
d) Hitung umur anak dan buat garis umur.
(1) Instruksi umum: catat nama anak, tanggal lahir, dan tanggal
pemeriksaan pada formulir.
(2) Umur anak dihitung dengan cara tanggal pemeriksaan
dikurangi tanggal lahir.
e) Bila anak lahir prematur, koreksi factor prematuritas. Untuk anak
yang lahir lebih dari 2 minggu sebelum tanggal perkiraan dan
berumur kurang dari 2 tahun, maka harus dilakukan koreksi.
f) Tarik garis umur dari atas ke bawah dan cantumkan tanggal
pemeriksaan pada ujung atas garis umur. Formulir Denver dapat
digunakan untuk beberapa kali, gunakan garis umur dengan warna
yang berbeda.
g) Siapkan alat yang dapat dijangkau anak, beri anak beberapa
mainan dari kit sesuai dengan apa yang ingin ditestkan.
h) Lakukan tugas perkembangan untuk tiap sektor perkembangan
dimulai dari sektor yang paling mudah dan dimulai dengan tugas
perkembangan yang terletak disebelah kiri garis umur, kemudian
dilanjutkan sampai ke kanan garis umur.
(1) Pada tiap sektor dilakukan minimal 3 tugas perkembangan
yang paling dekat disebelah kiri garis umur serta tiap tugas
perkembanagan yang ditembus garis umur
(2) Bila anak tidak mampu untuk melakukan salah satu uji coba
pada langkah i (gagal/ menolak/ tidak ada kesempatan),

38

lakukan uji coba tambahan kesebelah kiri garis umur pada


sektor

yang

sama

sampai

anak

dapat

lulus

tugas

perkembangan.
(3) Bila anak mampu melakukan salah satu tugas perkambangan
pada

langkah,

lakukan

tugas

perkembangan

tambahan

kesebelah kanan garis umur pada sektor yang sama sampai


anak: gagal pada 3 tugas perkembangan.
i) Beri skor penilaian dan catat pada formulir DDST.
(Soetjiningsih, 2014)
8) Hal-hal yang perlu diperhatikan
a) Selama test berlangsung, amati perilaku anak. Apakah ada perilaku
yang khas, dibandingkan anak lainnya. Bila ada perilaku yang khas
tanyakan kepada orang tua/ pengasuh anak, apakah perilaku
tersebut merupakan perilaku sehari-hari yang dimiliki anak
tersebut.
b) bila test dilakukan sewaktu anak sakit, merasa lapar dll, dapat
c)

memberikan perilaku yang mengahambat test.


Mulai dengan menyuruh anak melakukan yang mudah untuk

memberi rasa percaya diri dan kepuasan orang tua.


d) Memberikan pujian walaupun gagal melakukan.
e) Jangan bertanya yang mengarah ke jawaban.
f) Intepretasi harus dipertimbangkan sebelum memberitahu orang tua
bahwa test hasil normal atau abnormal.
g) Tidak perlu membahas setiap item pada orang tua.
h) Pada akhir test, tanyalah orang tua apakah penampilan anak
merupakan kemampuan atau perilaku pada waktu lain.
(Soetjiningsih, 2014)
9) Skoring
a) Passed atau lulus (P/ L). Anak melakukan uji coba dengan baik,
atau ibu/ pengasuh anak memberi laporan (tepat/ dapat dipercaya
bahwa anak dapat melakukannya).
b) Failure atau gagal (F/ G). Anak tidak dapat melakukan uji coba
dengan baik atau ibu/ pengasuh anak memberi laporan (tepat)
bahwa anak tidak dapat melakukannya dengan baik.
c) Refuse atau menolak (R/ M). Anak menolak untuk melakukan uji
coba. Penolakan dapat dikurangi dengan mengatakan kepada anak
apa yang harus dilakukan, jika tidak menanyakan kepada anak

39

apakah dapat melakukannya (uji coba yang dilaporkan oleh ibu/


pengasuh anak tidak diskor sebagai penolakan).
d) By report berarti no opportunity (tidak ada kesempatan). Anak
tidak mempunyai kesempatan untuk melakukan uji coba karena
ada hambatan. Skor ini hanya boleh dipakai pada uji coba dengan
tanda R.
(Soetjiningsih, 2014)
10) Intrerpretasi
a) Lebih (advanced). Bilamana seorang anak lewat pada uji coba yang
terletak di kanan garis umur, dinyatakan perkembangan anak lebih
pada uji coba tersebut.

b) Normal. Bila seorang anak gagal atau menolak melakukan tugas


perkembangan disebelah kanan garis umur dikategorikan sebagai
normal.

Demikian juga bila anak lulus (P), gagal (F) atau menolak (R) pada
tugas perkembangan dimana garis umur terletak antara persentil 25
dan 75, maka dikategorokan sebagai normal.

c) Caution/ peringatanl Bila seorang anak gagal (F) atau menolak R


tugas perkembangan, dimana garis umur terletak pada atau anatara
persentil 75 dan 90.

40

d) Delay/ keterlambatan
Bila seorang anak gagal (F) atau menolak (R) melakukan uji coba
yang terletak lengkap disebelah kiri garis umur.

e) No opportunity/ tidak ada kesempatan.


Pada tugas perkembangan yang berdasarkan laporan, orang tua
melaporkan
melakukan

bahwa
tugas

anaknya

tidak

perkembangan

ada

kesempatan

tersebut.

Hasil

ini

untuk
tidak

dimasukkan dalam mengambil kesimpulan.

(Soetjiningsih, 2014)
11) Langkah mengambil kesimpulan
a) Normal
(1) Bila tidak ada keterlambatan dan atau paling banyak satu
caution
(2) Lakukan ulangan pada kontrol berikutnya.
b) Suspect/ di duga
(1) Bila didapatkan 2 caution dan/ atau 1 keterlambatan.
(2) Lakukan uji ulang dalam 1 2 minggu untuk menghilangkan
factor sesaat seperti rasa takut, keadaan sakit atau kelelahan.
c) Untestable/ tidak dapat diuji
(1) Bila ada skor menolak pada 1 uji coba tertelak disebelah kiri
garis umur atau menolak pada > 1 uji coba yang ditembus garis
umur pada daerah 7590%.
(2) Lakukan uji ulang dalam 1 2 minggu.
(Soetjiningsih, 2014)

41

b. Program Stimulasi, Deteksi dan Intervensi Dini Tumbuh Kembang


(SDIDTK)
1) Pengertian
Program SDIDTK merupakan program pembinaan tumbuh
kembang anak secara komprehensif dan berkualitas melalui kegiatan
stimulasi, deteksi dan intervensi dini penyimpangan tumbuh kembang
pada masa lima tahun pertama kehidupan, diselenggarakan dalam
bentuk kemitraan antara keluarga (orang tua, pengasuh anak dan
anggota keluarga lainnya), masyarakat (kader, tokoh masyarakat,
organisasi profesi, lembaga swadaya masyarakat) dengan tenaga
professional (kesehatan, pendidikan dan sosial). (Depkes, 2006)
Stimulasi adalah kegiatan merangsang kemampuan dasar anak
umur 0-6 tahun agar anak tumbuh dan berkembang secara optimal.
Setiap anak perlu mendapat stimulasi rutin sedini mungkin dan terus
menerus pada setiap kesempatan. Stimulasi tumbuh kembang anak
dilakukan oleh ibu dan ayah yang merupakan orang terdekat dengan
anak, pengganti ibu/pengasuh anak, anggota keluarga lain dan
kelompok masyarakat di lingkungan rumah tangga masing-masing dan
dalam kehidupan sehari-hari. Kurangnya stimulasi dapat menyebabkan
penyimpangan tumbuh kembang anak bahkan gangguan yang
menetap. (Depkes, 2006)
Kemampuan dasar anak yang dirangsang dengan stimulasi
terarah adalah kemampuan gerak kasar, kemampuan gerak halus,
kemampuan bicara dan bahasa serta kemapuan sosialisasi dan
kemandirian. (Depkes, 2006)
Deteksi dini tumbuh

kembang

anak

adalah

kegiatan/

pemeriksaan untuk menemukan secara dini adanya penyimpangan


tumbuh kembang pada balita dan anak pra sekolah. Dengan ditemukan
secara dini penyimpangan/ masalah tumbuh kembang anak, maka
intervensi akan lebih mudah dilakukan, tenaga kesehatan juga
mempunyai waktu dalam membuat rencana tindakan/ intervensi
yang tepat, terutama ketika harus melibatkan ibu/ keluarga. Bila
penyimpangan terlambat diketahui, maka intervensinya akan lebih sulit
dan hal ini akan berpengaruh pada tumbuh kembang anak. 1,27

42

Intervensi dini penyimpangan perkembangan adalah tindakan tertentu


pada anak yang perkembangan kemampuannya menyimpang karena
tidak sesuai dengan umurnya. Penyimpangan perkembangan bisa
terjadi pada salah satu atau lebih kemampuan anak yaitu kemampuan
gerak kasar, gerak halus, bicara dan bahasa, serta sosialisasi dan
kemandirian anak. (Depkes, 2006)
2) Sasaran
a) Sasaran Langsung
Semua anak umur 0 sampai 6 tahun yang ada di wilayah
kerja Puskesmas
b) Sasaran tidak Langsung
(1) Tenaga kesehatan yang bekerja di lini terdepan (dokter, bidan
perawat, ahli gizi, penyuluh kesehatan masyarakat, dan
sebagainya).
(2) Tenaga pendidik, petugas lapangan KB, petugas sosial yang
terkait dengan pembinaan tumbuh kembang anak
(3) Petugas sector swasta dan profesi lainnya.
(Depkes, 2006)
3) Tujuan
a) Tujuan Umum
Agar semua balita umur 05 tahun dan anak pra sekolah
umur 5-6 tahun tumbuh dan berkembang secara optimal sesuai
dengan
potensi genetiknya sehingga berguna bagi nusa dan bangsa serta
mampu bersaing di era global melalui kegiatan stimulasi, deteksi
dan intervensi dini. (Depkes, 2006)
b) Tujuan Khusus
(1) Terselenggaranya kegiatan stimulasi tumbuh kembang pada
semua balita dan anak pra sekolah di wilayah kerja
Puskesmas.
(2) Terselenggaranya kegiatan deteksi dini penyimpangan tumbuh
kembang pada semua balita dan anak pra sekolah di wilayah
kerja Puskesmas.
(3) Terselenggaranya intervensi dini pada semua balita dan anak
pra sekolah dengan penyimpangan tumbuh kembang.
(4) Terselenggaranya rujukan terhadap kasus-kasus yang tidak
bisa ditangani di Puskesmas.
(Depkes, 2006)

43

4) Jenis Kegiatan SDIDTK


a) Deteksi Dini Penyimpangan Pertumbuhan
(1) Pengukuran Berat Badan Terhadap Tinggi Badan (BB/ TB)
(2) Tujuan pengukuran BB/ TB adalah untuk menentukan status
gizi anak, normal, kurus, kurus sekali atau gemuk
(3) Jadwal pengukuran BB/ TB disesuaikan dengan jadwal DDTK.
Pengukuran dan penilaian BB/ TB dilakukan olehenaga
kesehatan terlatih, yaitu tenaga kesehatan yang telah
mengikuti pelatihan SDIDTK.
(4) Peng kuran Lingkar Kepala

Anak

(LKA)

Tujuan

pengukuran LKA adalah untuk mengetahui lingkaran


kepala anak dalam batas normal atau diluar batas
normal

Deteksi

dini

penyimpangan

pertumbuhan

dilakukan di semua tingkat pelayanan. (Depkes, 2006)

44

45

4. Pola Asuh Yang Baik Pada Tumbuh Kembang Anak


Kebutuhan dasar anak untuk tumbuh kembang, secara umum
digolongkan menjadi 3 kebutuhan dasar (Titi 1993):
a. Kebutuhan fisik-biomedis (ASUH)
Kebutuhan fisik-biomedis meliputi pangan/ gizi (kebutuhan terpenting),
perawatan kesehatan dasar (antara lain imunisasi, pemberian ASI,
penimbangan bayi/ anak yang teratur, pengobatan kalau sakit), papan/
pemukiman yang layak, kebersihan perorangan, sanitasi lingkungan,
sandang, kebugaran jasmani, rekreasi, dan lain-lain.
b. Kebutuhan emosi/kasih sayang (ASIH)
Pada tahun pertama kehidupan, hubungan yang penuh kasih sayang, erat,
mesra, dan selaras antara ibu/ pengasuh dan anak merupakan syarat mutlak
untuk menjamin tumbuh kembang yang optimal, baik fisik, mental,
maupun psikososial. Peran dan kehadiran ibu/ pengasuh sedini dan
selanggeng mungkin akan menjalin rasa aman bagi bayi. Hubungan ini
diwujudkan dengan kontak fisik (kulit/ tatap mata) dan psikis sedini
mungin, misalnya dengan menyusui bayi secepat mungkin segera setelah
lahir (inisiasi dini). Peran ayah dalam memberikan kasih sayang dan
menjaga keharmonisan keluarga juga merupakan media yang bagus untuk
tumbuh kembang anak. Kekurangan kasih sayang ibu pada tahun-tahun
pertama kehidupan mempunyai dampak negatif pada tumbuh kembang
anak secara fisik, mental, sosial, emosi, yang disebut sindrom deprivasi
maternal. Kasih sayang dari orangtuanya (ayah-ibu) akan menciptakan
ikatan yang erat dan kepercayaan dasar (basic trust).
c. Kebutuhan akan stimulasi mental (ASAH)
Stimulasi mental merupakan cikal bakal untuk proses belajar (pendidikan
dan pelatihan) pada anak. Stimulasi mental (ASAH) ini merangsang
perkembangan mental psikososial: kecerdasan, keterampilan, kemandirian,
kreativitas, agama, kepribadian, moral-etika, prduktivitas, dan sebagainya.

5. Psikososial Menurut Erik Erikson


Stadium dari siklus kehidupan
46

Erikson menggambarkan delapan stadium siklus kehidupan. Stadium


ditandai oleh satu atau lebih krisis internal, yang didefinisikan sebagai titik
balik (turning point), suatu periode dimana seseorang berada di dalam
kerentanan yang meningkat. Idealnya, suatu krisis diatasi secara berhasil, dan
orang mendapatkan kekuatan dan mampu untuk pindah ke stadium
selanjutnya. (Kaplan, 2010)
Stadium Erikson tidak terpaku dengan waktu. Perkembangan adalah
berkesinambungan; kendatipun stadium tertentu menguasai suatu waktu
tertentu, orang mungkin mempunyai masalah sisa yang dibawa dari satu
stadium ke stadium selanjutnya atau mungkin didalam stres berat dan
beregresi ke stadium yang lebih awal secara keseluruhan atau sebagian.
Batasan waktu yang dituliskan di bawah ini mencerminkan suatu perkiraan
yang disetujui oleh sebagian besar peneliti dalam bidang ini. (Kaplan, 2010)
Stadium 1. Kepercayaan dasar lawan ketidakpercayaan dasar (basic
trust vs basic mistrust). (sejak lahir sampai kira-kira usia 1 tahun) kepercayaan
lawan ketidakpercayaan adalah krisis pertama yang harus dihadapi oleh
seorang bayi. Erikson menulis di dalam Growth and Crisis of the Healthy
Personaity: Untuk komponen utama dari kepribadian yang sehat saya
menunjuk rasa kepercayaan dasar yang saya pikir merupakan suatu sikap pada
seseorang dan dunia yang didapatkan dari pengalaman dalam tahun pertama
kehidupan. Kepercayaan adalah harapan bahwa kebutuhan seseorang akan
diperhatikan dan dunia atau pengasuhnya dapat dipercaya. (Kaplan, 2010)
Periode ini bertepatan dengan stadium perkembangan oral dari Freud,
di mana mulut merupakan zona tubuh yang paling sensitif. Menemukan puting
payudara, menghisap, dan memasukkan makanan memenuhi kebutuhan
primer bayi. Perhatian yang penuh dari ibu terhadap kebutuhan tersebut yang
menimbulkan kepercayaan, selanjutnya meletakkan dasar untuk harapan
positif bayi di masa mendatang terhadap dunia. Erikson menambahkan istilah
sensorik pada stadium oral dari Freud (disebutnya sebagai oral-sensorik)
karena orang tua juga mengikuti indra bayi, seperti pengelihatan, pengecapan,
pembauan, raba, dan pendengaran. Melalui interaksi tersebut, bayi

47

mengembangkan perasaan kepercayaan bahwa keinginannya akan dipuaskan,


atau, jika ibunya tidak memperhatikan, bayi mengembangkan rasa
ketidakpercayaan bahwa mereka tidak akan mendapatkan apa yang mereka
inginkan. (Kaplan, 2010)
Krisis oral. Pada setengah bagian kedua tahun pertama, terjadi krisis
oral. Pada saat tersebut gigi bayi tumbuh, dan dorongan untuk menggigit
terjadi. Bayi berkembang dari semata-mata pasif menjadi semakin aktif.
Tetapi, jika bayi menggigit terlalu aktif, puting payudara dilepaskan. Respons
ibu sebagian adalah dipengaruhi oleh perilaku anak, dan bayi belajar bahwa ia
harus mengontrol dorongan untuk menggigit. Sebagai akibatnya, bayi belajar
bahwa mereka dapat mempengaruhi lingkungan, dan mereka mulai
mengembangkan rasa dalam dirinya sendiri sebagai individu yang terpisah
dari lingkungan. Di dalam kultur sekarang ini, penyapihan dari payudara atau
botol dimulai pada akhir fase ini. Erikson percaya bahwa perpisahan adalah
dasar dari rasa sedih, nostalgia, atau kerinduan. Tetapi, jika kepercayaan dasar
adalah kuat, anak mengembangkan pengertian harapan, optimisme dan
kepercayaan diri. (Kaplan, 2010)
Seorang ibu atau pengganti ibu yang mencintai dan penuh kasih
sayang yang memberikan perawatan yang konsisten dan dengan kualitas yang
baik memberikan dasar untuk perkembangan kepercayaan. Menurut Erikson,
pencapaian sosial dari bayi adalah kemauannya untuk membiarkan ibunya di
luar jangkauan penglihatannya tanpa kecemasan atau kemarahan yang tidak
semestinya. Hal tersebut terjadi karena ibu menjadi suatu kepastian inti (inner
certainty) di dalam gambaran mental bayi. Konsep yang sejalan adalah konsep
dari Jean Piaget mengenai keabadian objek (object permanence), dimana
kemampuan anak untuk mempertahankan citra mental seseorang atau objek
tersebut tidak terlihat, dan dengan konsep Margaret Mahler tentang keteguhan
objek (object constancy), dimana anak mempunyai gambaran mental tentang
ibunya sebagai yang dapat dipercaya dan stabil. (fase perkembangan tersebut
terjadi pada usia 24 sampai 36 bulan, menurut mahler). (Kaplan, 2010)

48

Stadium 2. Otonomi lawan rasa malu dan ragu-ragu (autonomy versus


shame and doubt). (kira-kira usia satu tahun sampai 3 tahun) otonomi
merupakan rasa penguasaan anak terhadap dirinya sendiri dan terhadap
dorongan dan desakannya. Anak yang baru belajar berjalan mendapatkan rasa
bahwa mereka terpisah dari yang lainnya. saya, kamu, dan milikku
adalah kata-kata yang sering digunakan oleh anak-anak selama periode ini.
Anak memiliki pilihan mempertahankan atau melepaskan, bekerja sama atau
keras kepala. Periode ini bertepatan dengan stadium perkembangan anal dari
Freud. Bagi Erikson, periode ini adalah waktu untuk anak menahan fesesnya
(holding in) atau mengeluarkan feses (letting go); kedua perilaku tersebut
mempunyai pengaruh pada ibu. (Kaplan, 2010)
Anak-anak dalam tahun kedua dan ketiga kehidupannya belajar untuk
berjalan sendirian, makan sendiri, mengontrol sfingter anal, dan untuk
berbicara.

Maturasi

muskular

tersebut

menentukan

sifat

stadium

perkembangan ini. Jika orang tua mengizinkan anak untuk berfungsi secara
otonom dan bersikap membantu tanpa bersikap overprotektif, anak
mendapatkan kepercayaan diri dan merasa bahwa mereka dapat mengontrol
dirinya sendiri dan dunianya. Tetapi, jika anak dihukum karena bersikap
otonom atau dikontrol secara berlebihan, mereka merasa marah dan
dipermalukan. Jika orang tua menunjukkan persetujuan tentang kontrol diri
sendiri, harga diri anak meningkat, dan rasa kebanggaan berkembang. Kontrol
yang berlebihan dari orang tua atau anak yang kehilangan kontrol diri, disebut
juga impotensi muskular dan anal oleh Erikson, menyebabkan rasa ragu-ragu
dan malu. Rasa malu menyatakan secara tidak langsung bahwa seseorang
dipandang benci oleh dunia luar. Hal ini menggali perasaan anak yang merasa
kecil saat berdiri tegak untuk pertama kalinya. Karena merasa kecil, anak
mudah merasa malu oleh pengalaman pengasuhan orang tua yang kurang.
(Kaplan, 2010)
Stadium 3. Inisiatif lawan rasa bersalah (initiative versus guilt). (usia 3
tahun sampai 5 tahun) stadium ini berhubungan dengan fase falik-oedipal dari
Freud. Selama periode ini, anak mengembangkan rasa ingin tahu tentang

49

seksual

yang dimanifestasikan dengan terlibat dalam permainan seks

kelompok atau menyentuh genitalianya sendiri atau teman sebayanya. Jika


orang tua tidak membuat masalah tentang dorongan masa anak-anak tersebut
(Erikson memberi contoh ini: jika kamu memegangnya, nanti dipotong oleh
dokter), dorongan akhirnya ditekan dan tampak kembali selama masa remaja
sebagai

bagian

dari

pubertas.

Jika

orang

tua

terlalu

banyak

mempermasalahkan dorongan tersebut, anak dapat menjadi terhambat secara


seksual. (Kaplan, 2010)
Saat anak mendekati akhir tahun ketiga, mereka mampu untuk
memulai aktivitas motorik maupun intelektual. Apakah inisiatif diperkuat
adalah tergantung pada berapa banyak kebebasan yang diberikan pada anak
dan bagaimana baiknya keingintahuan intelektual mereka puaskan. Jika anak
dibuat untuk merasa tidak mampu tentang perilaku atau minatnya, mereka
mungkin keluar dari periode ini dengan rasa bersalah tentang aktivitas yang
berasal dari inisiatif diri sendiri. Konflik di sekitar inisiatif dapat menghalangi
anak yang sedang berkembang untuk mengalami potensi sepenuhnya dan
dapat mengganggu perasaan ambisi mereka, yang berkembang selama stadium
ini. (Kaplan, 2010)
Anak mampu bergerak secara mandiri dan aktif pada akhir stadium ini.
Bermain dengan teman sebayanya, anak belajar bagaimana untuk berinteraksi
dengan orang lain. Jika fantasi yang agresif telah ditangani dengan tepat (tidak
dihukum maupun didorong), anak mengembangkan rasa inisiatif dan ambisi.
(Kaplan, 2010)
Pada akhir stadium inisiatif lawan bersalah, kesadaran anak (superego
dari Freud) ditegakkan. Anak belajar tidak hanya bahwa terdapat batas-batas
terhadap perilaku sandiwara seseorang (sebagai contoh, bahwa anak laki-laki
tidak dapat tidur dengan ibunya atau tidak dapat membunuh ayahnya) tetapi
juga dorongan agresif dapat diekspresikan dalam cara yang konstruktif, seperti
persaingan yang sehat, permainan, dan menggunakan mainan. Perkembangan
suatu kesadaran menentukan sifat perasaan moral tentang benar dan salah.
Tetapi, hukuma yang berlebihan dapat membatasi imajinasi dan inisiatif anak.

50

Anak yang mengembangkan superego yang terlalu kuat, anak dengan kualitas
semua atau tidak sama sekali, dapat menuntut sebagai orang dewasa bahwa
orang lain harus mematuhi peraturan moral mereka dan dengan demikian,
dapat menjadi berbahaya bagi dirinya sendiri dan orang lain. Jika krisis
inisiatif diselesaikan dengan berhasil, rasa tanggung jawab, dapat diandalkan,
dan disiplin diri berembang. (Kaplan, 2010)
Stadium 4. Industri lawan inferioritas (industry vs inferiority). (usia 6
tahun sampai 11 tahun). Stadium ini adalah periode usia sekolah, selama mana
anak mulai berperan serta di dalam program belajar yang tersusun. Stadium ini
adalah ekuivalen dengan periode latensi dari Freud, dimana dorongan biologis
adalah terhenti dan interaksi dengan teman sebaya adalah kuat. Di dalam
semua kultural, anak mendapatkan instruksi formal pada kira-kira 6 tahun; di
dalam kultur Barat, anak beljar untuk menjadi terpelajar dan teknis. Pada
masyarakat lain, belajar dapat termasuk menjadi akrab dengan perkakas dan
senjata. (Kaplan, 2010)
Industri,

yaitu

kemampuan

untuk

bekerja

dan

mendapatkan

keterampilan dewasa, adalah kunci dari stadium ini. Anak-anak belajar bahwa
mereka mampu untuk berbuat sesuatu dan, yang paling penting, mampu untuk
menguasai dan menyelesaikan tugasnya. Jika ditekankan terlalu besar pada
aturan-aturan,

kaidah-kaidah,

seharusnya,

dan

semestinya,

anak

mengembangkan perasaan kewajiban secara berlebihan terhadap dorongan


kerja yang alamiah. Anak yang produktif belajar kenikmatan kompetisi kerja
dan kebanggaan dalam melakukan sesuatu yang baik. (Kaplan, 2010)
Perasaan ketidakmampuan dan inferioritas, suatu hasil negatif yang
potensial dari stadium ini, disebabkan oleh beberapa sumber: anak-anak
mungkin dibedakan dalam sekolah; anak-anak mungkin dikatakan bahwa
mereka kurang cerdas; anak-anak mungkin dilindungi secara berlebihan di
rumah atau sangat tergantung pada bantuan emosional keluarganya; anak-anak
mungkin membandingkan dirinya sendiri tidak baik dengan orang tuanya yang
bejenis kelamin sama. Guru yang baik dan orang tua yang baik yang
mendorong anak ke nilai-nilai ketekunan dan produktivitas dan gigih dalam

51

usaha yang sulit adalah benteng terhadap rasa inferioritas. Apabila Freud
menempatkan sebagian besar kesalahan atau pujian untuk perkembangan anak
dalam tanggungan orang tua, Erikson menekankan situasi sosial yang sensitif
dapat menetralkan sikap orang tua yang tidak mendukung. Sebaliknya,
lingkungan sekolah yang mencemarkan atau tidak menguntungkan anak dapat
menghilangkan harga diri anak, bahkan jika orangtuanya menghargai sikap
ketekunan anak-anaknnya di rumah. (Kaplan, 2010)
Stadium 5. Identitas lawan difusi peran (identity vs role diffusion).
(usia 11 tahun sampai akhir masa remaja) mengembangkan rasa iddentitas
adalah tugas utama dari periode ini, yang bertepatan dengan masa pubertas
dan masa remaja. Identitas didefinisikan sebagai karakteristik yang
membentuk seseorang dan kemana tujuan mereka. Identitas yang sehat
dibangun pada keberhasilan mereka melewati stadium yang lebih awal.
Bagaimana keberhasilan mereka mendapatkan kepercayaan, otonomi, inisiatif,
dan industri mempunyai banyak pengaruh dengan perkembangan rasa
identitas. Identifikasi dengan orangtua atau pengganti orangtua yang sehat
mempermudah proses. (Kaplan, 2010)
Identitas berarti suatu rasa kekompakan inti dengan ide dan nilai-nilai
kelompok sosial. Seseorang remaja adalah suatu penundaan psikososial antara
masa anak-anak dan masa remaja; selama penundaan tersebut, berbagai
peranan diuji. Remaja mungkin melakukan beberapa kesalahan awal sebelum
memutuskan suatu pekerjaan atau dapat keluar dari sekolah dan kembali di
kemudian hari untuk menyelesaikan pendidikannya. Nilai moral mungkin
berubah, tetapi akhirnya suatu sistem etika digabungkan ke dalam kerangka
kerja organisasi yang logis. (Kaplan, 2010)
Krisis identitas. Suatu krisis identitas terjadi pada akhir masa remaja.
Erikson menyebutnya sebagai suatu krisis normatif, karena merupakan suatu
peristiwa yang normal. Kegagalan untuk mengatasi stadium ini meninggalkan
anak remaja tanpa identitas yang kokoh; orang menderita difusi identitas atau
kebingungan peran, yang ditandai dangan tidak memiliki rasa diri dan oleh
kebingungan tentang posisinya di dunia. Kebingungan peran (role confusion)

52

dapat bermanifestasi dalam kelainan perilaku tertentu seperti melarikan diri,


kriminalitas, dan psikologis yang jelas. Masalah dalam identitas jenis kelamin
(gender identity) dan peranan seksual menjadi tampak pada saat ini. Anak
remaja mungkin bertahan terhadap kebingungan peran dengan bergabung
dalam kelompok kecil atau pemujaan atau dengan mengidentifikasi dengan
pahlawan-pahlawan rakyat. (Kaplan, 2010)
Stadium 6. Keintiman lawan absorpsi-diri atau isolasi (intimacy versus
self-absorption or isolation). (usia 21 tahun sampai 40 tahun) periode ini
dimulai dari masa remaja akhir sampai masa usia pertengahan awal. Erikson
menyatakan bahwa konflik psikososial yang penting dapat timbul selama
stadium ini dan, seperti pada stadium sebelumnya, keberhasilan atau
kegagalan tergantung pada bagaimana baiknya dasar telah diletakkan dalam
periode yang lebih awal dan bagaimana dewasa muda berinteraksi dengan
lingkungan. Keintiman hubungan seksual, persahabatan dan semua pergaulan
yang dalam adalah tidak menakutkan orang dengan krisis identitas yang telah
terpecahkan. Sebaliknya, orang mencapai tahun dewasa dalam keadaan
kebingungan peran yang masih terjadi adalah tidak mampu untuk menjadi
terlibat dalam hubungan yang kuat dan lama. Tanpa seorang teman atau
pasangan perkawinan, seseorang dapat menjadi terabsorpsi dengan dirinya
sendiri dan menuruti kata hatinya sendiri; sebagai akibatnya, suatu perasaan
teisolasi dapat tumbuh sampai proporsi yang berbahaya. (Kaplan, 2010)
Di dalam keintiman yang sesungguhnya terdapat hubungan satu sama
lain. Kata tersebut mengingatkan stadium pertama dalam kehidupan. Jika anak
mencapai inisiatif dalam genitalitas, kenikmatan sensual pada masa anak-anak
bergabung dengan ide orgasme genital, dan dewasa muda adalah mampu
untuk bercinta dan membagi cinta dengan orang lain. Melalui krisis keintiman
lawan isolasi, seseorang lebih mementingkan eksklusivitas ketergantungan
yang lebih awal dan mendapatkan hubungan yang saling menguntungkan
dengan kelompok sosial yang lebih luas dan bermacam-macam. (Kaplan,
2010)

53

Erikson mengutip pandangan Freud bahwa seseorang yang normal


harus mampu mencintai dan bekerja (lieben un arbeiten). Demikian juga,
Erikson percaya bahwa pekerjaan yang berarti, pemanfaatan waktu luang, dan
rekreasi di dalam yang penuh kasih sayang adalah suatu impian. (Kaplan,
2010)
Stadium 7. Generalitas lawan stagnasi (generativity versus stagnation).
(usia 40 tahun sampai 65 tahun) selama dasawarsa yang terentang dalam
tahun-tahun paruh baya, orang dewasa memilih antara generativitas dan
stagnasi. Generativitas bukan hanya mempermasalahkan seseorang memiliki
atau membesarkan anak-anak tetapi juga termasuk minat yang vital terhadap
lingkungan di luar rumah dalam membentuk dan memimpin generasi yang
akan datang atau memperbaiki masyarakat. Orang yang tanpa anak dapat
bersifat generatif jika mereka mengembangkan rasa alturisme (mementingkan
kepentingan orang lain) dan kreativitas. Tetapi sebagian besar orang, jika
mampu, ingin melanjutkan kepribadian dan energinya dalam menghasikan dan
perawatan keturunannya. Tetapi, menginginkan atau memiliki anak, tidak
memastikan generativitas. Orang tua harus mencapai identitasnya sendiri
secara berhasil untuk dapat benar-benar generatif. (Kaplan, 2010)
Orang dewasa yang tidak mempunyai minat atau memimpin atau
membentuk generasi yang mendatang kemungkinan mencari secara obsesif
keintiman yang tidak benar-benar intim. Orang tersebut kemungkinan
menikah dan bahkan mengahsilkan anak-anak tetapi semuanya dalam suatu
kepompong masalah diri sendiri dan isolasi. Orang tersebut memanjakan
dirinya sediri seakan-akan mereka adalah anak-anak dan menjadi asyik dengan
dirinya sendiri. Sebenarnya, orangtua yang tidak benar-benar yakin bahwa
kehidupan di dalam lingkungan tertentu adalah bermanfaat mungkin
menemukan bahwa anak-anak mereka menyerap pesan tersebut hanya terlalu
baik, hasilnya adalah tidak mempunyai cucu-cucu. (Kaplan, 2010)
Stagnasi adalah suatu keadaan mandul. Ketidakmampuan untuk
mengatasi tidak adanya kreativitas adalah berbahaya karena orang tidak
mampu untuk menerima pada akhirnya tidak ada dan ide bahwa kematian

54

adalah merupakan bagian yang tidak dapat dilepaskan dari kehidupan.


(Kaplan, 2010)
Stadium 8. Integritas lawan keputusasaan dan isolasi (integrity versus
despair and isolation). (lebih dari usia 65 tahun) usia tua adalah stadium
kedelapan dari siklus kehidupan Erikson. Stadium digambarkan sebagai
konflik antara integritas (rasa kepuasan yang dirasakan seseorang sebagai
pencerminan kehidupan yang produktif) dan keputusasaan (rasa bahwa
kehidupan mempunyai sedikit tujuan dan arti). Masa dewasa akhir dapat
merupakan suatu periode kesenangan, suatu waktu untuk bersenang-senang
dengan cucu-cucu, untuk mengingat usaha besar seseorang, dan kemungkinan
untuk melihat buah yang dihasilkan seseorang digunakan secara baik oleh
generasi yang lebih muda. Integritas memungkinkan penerimaan tempat di
dalam siklus kehidupan dan pengetahuan bahwa kehidupan seseorang adalah
tanggung jawabnya sendiri. Terdapat suatu penerimaan tentang siapa dan di
mana orangtua seseorang dan pengertian bagaimana mereka menjalani
kehidupannya. (Kaplan, 2010)
Tanpa keyakinan bahwa kehidupan seseorang telah berarti dan
seseorang telah memberikan sumbangan, baik dengan menghasilkan anakanak yang senang atau dengan memberi pada generasi selanjutnya, orang
lanjut usia akan merasa takut akan kematian dan mempunyai rasa putus asa
atau muak. Orang yang membenci orang lain atau orang yang merendahkan
orang lain berada dalam keadaan putus asa. (Kaplan, 2010)
Beberapa waktu yang lalu, Erikson menulis tentang masalah orang
yang berusia di atas 85 tahun yang harus menyeimbangkan otonomi dengan
kebutuhan nyata untuk pertolongan (sebagai contoh, bantuan fisik dan
ekonomi). Setiap orang harus mengenali bahwa menjadi tua memerlukan
persiapan yang aktif, yang harus dimulai pada stadium kehidupan yang lebih
awal. Karena masyarakat belum disiapkan untuk memenuhi kebutuhan orang
yang sangat lanjut usia, tanggung jawab terbesar tetap di tangan individu.
(Kaplan, 2010)

55

Di dalam kata-kata kesimpulan tentang stadium ini dalam Childhood


and Society, Erikson menulis hal berikut ini: anak-anak yang sehat tidak
akan merasa takut akan kehidupan jika orangtuanya mempunyai integritas
yang cukup untuk tidak merasa takut mati. (Kaplan, 2010)

DAFTAR PUSTAKA

56

Departemen kesehatan. 2006. Stimulasi, Deteksi dan Intervensi Dini Tumbuh


Kembang (SDIDTK). Jakarta: Depkes
Kaplan, Sadock, & Grebb. 2010. Kaplan-Sadock Sinopsis Psikiatri Ilmu
Pengetahuan Perilaku Psikiatri Klinis. Tangerang: Binarupa Aksara
Publisher
MIF Baihaqi & M.Sugiarmin (2006). Memahami dan Membantu Anak ADHD.
Bandung
Refika Aditama M. Sugiarmin (2005). Terapi Psikoedukatif bagi anak GPPH dan
Kesulitan Belajar. Makalah Seminar, Bandung
Robert M. Kliegman MD, Hal B. Jenson MD. Nelson Essential of Pediatrics 5th
Edition. Elsevier Saunders, 2000
Serfontein,

G.

(1990).

The

Hidden

Handicap.

Australia:

Paramount

Communications Company.
Sidhi. (2006). Peranan Parent Support Group dalam Penanganan Anak GPPH.
Jakarta: Konferensi Nasional Neurodevelopmental. Taylor, E. (1988).
Anak yang Hiperaktif. Jakarta: Gramedia
Soetjiningsih, dkk. 2014. Tumbuh kembang anak, Edisi 2. Jakarta. EGC

57

Anda mungkin juga menyukai