Anda di halaman 1dari 2

Politik Kepala Suku

Oleh : Faqih Saepurohman

Politik berasal dari bahasa Yunani yaitu polis yang berarti kota/negara dan teta yang berarti
urusan. Haikikat politik sendiri itu adalah merupakan sebuah usaha untuk mengelola dan
menata sistem pemerintahan untuk mewujudkan kepentingan atau cita cita dari suatu negara.
Menurut Aristoteles politik ialah usaha yang ditempuh oleh warga negara untuk mewujudkan
kebaikan bersama. Politik adalah pengambilan keputusan kolektif atau pembutan
kebijaksanaan umum untuk masyarakat seluruhnya (Joice Mitchael). Menurut Hans Kelsen
politik mempunyai 2 arti yaitu politik sebagai etik dan politik sebagai teknik. Politik sebagai
etik yaitu berkenaan dengan tujuan manusia atau individu agar tetap hidup sempurna.
Sedangkan politik sebagai teknik yakni berkenaan dengan cara (teknik) manusia atau
individu untuk mencapai tujuan.

Kampus berasal dari bahasa latin campus yang berarti “lapangan luas. Menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia (KBBI) daerah lingkungan banguna utama perguruan tinggi ( universitas,
akademi ) tempat semua kegiatan belajar mengajar dan administrasi berlangsung. Kampus
adalah tempat kaderisasi calon calon pemimpin bangsa dimasa depan, maka kampus dikenal
sebagai miniatur masyarakat dan miniatur pemerintahan, hal itu dirasa memang tepat. Di
kampus berkumpul berbagai orang dengan latar belakang, ras, suku, agama, bahasa,
pemikiran dan ideologi yang berbeda dan bermacam-macam sama seperti di masyarakat.
Dikampus pun sudah tertata sistem pemerintahan dari mulai eksekutif, legislatif dan yudikatif
sama halnya dengan pemerintahan walaupun cakupannya lebih kecil.

Politik Kampus

Seperti telah disinggung sebelumnya bahwa kampus sebuah miniatur pemerintahan dimana
terjadi proses-proses perpolitikan yang berlangsung sama halnya dengan di pemerintahan.
Kampus adalah sebagai awal bagi para pemuda/i dalam hal ini adalah mahasiswa untuk
memulai belajar berpolitik. Karena kampus merupakan sebuah miniatur negara atau
pemerintahan maka kampus pun bisa dikatakan sebagai salahsatu miniatur arena perpolitikan
di tingkat negara. Walaupun demikian ada hal yang membedakan antara politik kampus
dengan politik negara, yakni kampus harus menjadi lemabaga yang independen yang bersih
dan jujur, dimana mahasiswa harus bebas berekspresi dan mengaktualisasikan diri secara
bebas. Namun pada kenyataan kondisi politik kampus dipengaruhi oleh kepentingan
kepentingan suatu organisasi tertentu yang berada di luar kampus.

Begitupun kondisi perpolitikan yang terjadi di kampus saya Fakultas Teknik Untirta,
meskipun hanya di tataran fakultas. Banyak organisasi ektra kampus yang sama-sama ikut
berkecimpung di dunia perpolitikan kampus. Walaupun secara aturan yang di terapkan di
Kampus bahwa organisasi eksternal dilarang masuk kampus namun pada kenyataannya
banyak organisasi eksternal yang bergerak secara tertutup dan masif di dalam kampus saya.
Beberapa organisasi eksternal seperti KAMMI, HMI, PMII, SAPMA, FAM, cukup memiliki
masa yang banyak walaupun ada larangan untuk bergerak di dalam kampus. Hal ini
menyebabkan semakin panasnya persaingan antar organisasi khusus ketika penerimaan
Mahasiswa baru untuk saling berebut kader dan ketika pesta demokrasi tahunan mahasiswa
yaitu Pemira dalam memperebutkan jabatan sebagai ketu BEM Fakultas.

Namun begitu tetap saja karena kultur kampus yang merupakan kampus teknik dengan
budaya kekeluargaan dan senioritas yang cukup dibilang kental, menyebabkan organisasi-
organisasi eksternal tidak bisa dengan serta merta mendeklarasikan calon yang di usung dari
kubu mereka. Maka dengan cara-cara yang mereka lakukan yaitu dengan memasukan kader-
kadernya untuk menguasai Himpunan Jurusan (HMJ) dan UKM.

Kultur dan budaya teknik yang masih di bilang senioritas menjadikan politik di kampus saya
belum dewasa dan belum cukup demokratis. Dimana demokratis menjungjung tinggi
keadilan, dan kebebasan. Namun nyatanya politik yang terasa lebih seperti politik dengan
intruksi “kepala suku”, dimana yang berperan sebagai kepala suku adalah senior tertua di
masing masing jurusan. Terkadang lucu orang yang tidak punya kapabilitas yang cukup
untuk memimpin bisa saja menjadi seorang pemimpin hanya cukup „berbisik‟ kepada senior-
senior yang berpengaruh. Hal ini menyebabkan kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan penuh
dengan kepentingan kepentingan senior, sama halnya seperti wayang yang didalangi oleh
para senior.

Namun demikian politik di kampus ini masih saja ramai, beberapa organisasi yang sering
tampil biasanya ada 2 kubu yaitu dari basis mesjid dan basis Senior. Dari Basis Mesjid yang
biasa disebut LDK, politik yang mereka gunakan lebih dengan pendekatan personal
menawarkan langsung kepada tiap personal. Dan dari kalangan basis senior biasa nya mereka
dengan cara intruksi dimana sasaran utama nya adalah mahasiswa baru yang jelas-jelas
mereka tidak tahu apa-apa dan menganggap intruksi senior seperti perintah „dewa‟. Secara
statistik suara mahasiswa baru adalah suara yang menentukan dibandingkan dengan suara
mahasiswa lama. Mahasiswa lama cenderung sudah apatis dan ada rasa ketidakpercayaan dan
bosan dengan politik yang terjadi di kampus. Siapa yang bisa menguasai mahasiswa baru
dialah yang akan memenangkan pertarungan di kancah politk BEM Fakultas, khusnya Teknik
Untirta.

Anda mungkin juga menyukai