Anda di halaman 1dari 11

IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

COLLABORATIVE GOVERNANCE
(Studi Deskriptif Proses Pemerintahan Kolaboratif
Dalam Pengendalian Pencemaran Udara
di Kota Surabaya)
Denny Irawan
Mahasiswa Program Studi Ilmu Administrasi Negara, FISIP, Universitas Airlangga

ABSTRACT
This study aims to describe the process of collaborative governance in maintance of air pollution in Surabaya City. The
result shows that the collaborative governance has three stages, there are identifying obstacles and opportunities, debating
strategies for influence, and planning collaborative actions that haven't been effective yet. That shows in the criteria of collaborative
governance which hasn't been fulfilled yet especially in distributive accountability and access to resources criteria in the debating
strategies for influence stage. Those criterias indicate the lack of involvement of other stakeholders in the collaboration forum and
the insufficient financial resources.

Keywords: good governance, collaborative governance, air pollution

Pendahuluan negara berkembang seperti Indonesia, terutama di


Pemerintahan dituntut untuk selalu daerah perkotaan yaitu kemacetan lalu lintas,
menyesuaikan dengan apa yang dibutuhkan oleh permukiman kumuh, kebutuhan akan air bersih,
lingkungannya. Penyesuaian tersebut sebagai upaya maupun kebutuhan akan udara yang sehat.
untuk merespon perkembangan global yang terjadi di Hafis, Hakim, dan Haryono menambahkan
lingkungan internal maupun lingkungan eksternal. Hal bahwa selain permasalahan tersebut, masyarakat global
ini disebabkan karena perkembangan lingkungan yang saat ini juga menghadapi masalah yang salah satunya
semakin global menuntut peran-peran instansi berkaitan dengan transportasi. (Hafis, Abdul, dan
pemerintah bisa mewadahi semua kepentingan dalam Bambang, 2013:171)
kerangka demokrasi. Mendukung pernyataan tersebut, Adisasmita
Berbagai kerja sama antar pemangku menjelaskan bahwa permasalahan yang berkaitan
kepentingan dalam penyelenggaraan pemerintahan juga dengan transportasi terjadi juga di Indonesia yaitu
dilakukan sebagai suatu usaha dan respon pemerintah tentang kemacetan (Ekawati, Mochammad, dan Heru,
dalam kegiatan penanganan masalah publik. Istilah 2014:131)
kerja sama antar pemangku kepentingan yang
melibatkan pemerintah, swasta, dan masyarakat dapat Tabel 1. Daftar Kota Termacet Di Dunia Menurut
diartikan sebagai collaborative governance. Castrol’s Magnatec Stop-Start Index Tahun 2014
Kolaborasi diartikan sebagai bentuk kerja No Nama Kota Nama Negara Kemacetan/Tahun
sama, interaksi, kompromi beberapa elemen terkait 1 Jakarta Indonesia 33.240
2 Istanbul Turki 32.520
baik individu, lembaga atau pihak-pihak yang terlibat 3 Mexico City Mexico 30.840
secara langsung dan tidak langsung yang menerima 4 Surabaya Indonesia 29.880
akibat dan manfaat. (Haryono, N., 2012:48) 5 St. Petersburg Rusia 29.040
Penjelasan tersebut menegaskan bahwa 6 Moskow Rusia 28.680
berbagai bentuk kerja sama, interaksi di pemerintahan, 7 Roma Italia 28.680
8 Bangkok Thailand 27.480
maupun resolusi konflik di berbagai aktor yang terlibat
9 Guadalajara Mexico 24.840
secara langsung maupun tidak langsung akan 10 Buenos Aires Argentina 23.760
menerima dampak dari penyelenggaraan pemerintahan. Sumber: www.tribunnews.com, diakses tanggal 16 Oktober 2016
Dampak dari penyelenggaraan pemerintahan
dapat dioptimalkan melalui perencanaan. Bahkan Berdasarkan tabel 1., diketahui bahwa dua
beberapa ahli seperti Innes dan Booher, Healey, serta kota di Indonesia menempati peringkat lima besar
Gunton dan Day mengemukakan perencanaan sebagai kota termacet di dunia. Dua kota tersebut
kolaboratif sudah berhasil dilaksanakan di beberapa adalah Jakarta yang menempati peringkat pertama dan
negara misalnya untuk mengatasi kasus-kasus Kota Surabaya menempati peringkat ke empat.
lingkungan, keamanan, pengelolaan air yang Hasil survey tersebut sejalan dengan
melibatkan banyak pemangku kepentingan, dan lintas pernyataan dari Rozari dan Wibowo yang menyatakan
daerah administratif. (Sufianty, E., 2014:78) bahwa kemacetan lalu lintas ini sering dijumpai di
Salah satu negara yang menggunakan setiap kota-kota besar seperti Jakarta, dan Surabaya.
pendekatan kolaboratif untuk mengatasi kasus-kasus (Rozari, dan Yudi, 2015:42)
lingkungan yaitu Indonesia. Permasalahan utama

JURNAL COLLABORATIVE GOVERNANCE . . . DENNY IRAWAN


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

Salah satu penyebab tingginya tingkat Tabel 3. Nilai ISPU Kota Surabaya
kemacetan yang tinggi di Kota Surabaya adalah Tahun 2014 dan 2015
semakin tingginya jumlah penduduk yang ada di Bulan ISPU Tahun 2014 ISPU Tahun 2015
Surabaya. Data dari website Dinas Kependudukan dan Januari 63,71 49,90
Februari 63,89 62,71
Catatan Sipil (Dispenduk Capil) Kota Surabaya Maret 64,39 58,58
menyebutkan bahwa jumlah penduduk Surabaya pada April 73,50 68,27
Tahun 2011 dan Tahun 2012 adalah sebesar 3.006.789 Mei 71,52 74,00
jiwa. Angka tersebut dinilai sangat tinggi karena Juni 66,70 77,30
jumlah penduduk Surabaya pada dua tahun sebelumnya Juli 56,68 67,90
Agustus 67,03 73,13
hanya sekitar 2,9 juta jiwa. (Purnomo,
September 81,00 79,20
http://surabaya.tribunnews.com/2011/12/10/penduduk- Oktober 87,61 73,19
surabaya-lewati-3-juta-jiwa. Dipetik pada tanggal 21 November 83,70 64,03
Oktober, 2016) Desember 91,42 53,26
Dengan seiring bertambahnya jumlah Rata-Rata 72,60 66,79
penduduk dalam sebuah kota karena laju pertumbuhan Sumber: Dinas Lingkungan Hidup Kota Surabaya, 2016
penduduk yang relatif tinggi, maka tingkat urbanisasi
akan ikut meningkat. Dengan demikian, akan Berdasarkan tabel 3., dapat diketahui tingkat
menyebabkan bertambahnya jumlah kendaraan pencemaran udara di Kota Surabaya Tahun 2014 dan
bermotor sebagai penunjang aktivitas masyarakat yang Tahun 2015 berada di tingkat sedang. Meskipun
berakibat semakin menumpuknya alat transportasi tingkat pencemaran udara mengalami penurunan nilai
pribadi. (Arifiyananta, 2015:3) ISPU namun kualitas udara yang dimiliki Kota
Surabaya mampu berpotensi memberikan dampak yang
Tabel 2. Pertumbuhan Kendaraan Pribadi Di Kota kurang baik bagi masyarakat dan lingkungan sekitar
Surabaya Tahun 2010-2014 apabila tidak ada pengendalian yang baik dari
Mobil Sepeda pemerintah.
Tahun % %
Pribadi Motor Selanjutnya pada sisi ketersediaan Ruang
524.555 1.213.457 Terbuka Hijau yang dimiliki Kota Surabaya, diketahui
2010
6,25 6,69 bahwa luas Ruang Terbuka Hijau terus mengalami
557.329 1.294.660
2011
7,07 10,62
perkembangan setiap tahunnya. Karena ketersediaan
596.760 1.432.190 Ruang Terbuka Hijau dapat membantu dalam
2012 mengatasi permasalahan lingkungan hidup terkait
7,71 11,29
2013
642.792 1.593.876 dengan pencemaran udara yang ada di Kota Surabaya.
9,49 12,08
2014 703.796 1.786.385
Gambar 1. Perkembangan Luas Ruang Terbuka
Pertumbuhan
7,63 10,17 Hijau Kota Surabaya
Rata-Rata
Sumber: Dinas Pendapatan Daerah, Jawa Timur, 2015

Berdasarkan tabel 2., terlihat bahwa jumlah


kendaraan pribadi di kota Surabaya sepanjang Tahun
2010 hingga Tahun 2014 terus mengalami peningkatan
yang cukup signifikan di setiap tahunnya. Terdapat dua
jenis kendaraan pribadi yaitu mobil pribadi dan sepeda
motor. Di mana jumlah pertumbuhan rata-rata mobil
pribadi sepanjang Tahun 2010 hingga Tahun 2014
sebesar 7,63%, sedangkan untuk pertumbuhan rata-rata
sepeda motor jauh lebih tinggi dibandingkan mobil
pribadi yaitu sebesar 10,17%. Tingginya pertumbuhan
ini tidak sebanding dengan jumlah prasarana jalan raya
yang tersedia. Sehingga banyaknya kendaraan pribadi
ini akan menyebabkan kemacetan dan berpotensi dapat
menambah pencemaran udara akibat dari kendaraan
yang berlalu lintas di Kota Surabaya.
Kemudian jika dibandingkan dengan tingkat Sumber: Badan Perencanaan Pembangunan Kota Surabaya, 2016
pencemaran udara yang terjadi di Kota Surabaya,
penilaiannya dapat dilihat melalui ISPU atau Indeks Gambar 1., menjelaskan pada Tahun 2014
Standar Pencemaran Udara. Adapun data ISPU Kota mengalami perkembangan paling pesat dan pada Tahun
Surabaya pada Tahun 2014 dan Tahun 2015, yaitu 2015, luas Ruang Terbuka Hijau yang dimiliki Kota
sebagai berikut: Surabaya terus menerus mengalami perkembangan.
Hal ini menunjukkan bahwa Pemerintah Kota Surabaya
memiliki prioritas untuk berupaya memberikan Ruang

JURNAL COLLABORATIVE GOVERNANCE . . . DENNY IRAWAN


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

Terbuka Hijau yang layak bagi masyarakat Kota Bahkan Dinas Perhubungan juga bekerjasama
Surabaya serta memberikan ruang bagi kota untuk dengan Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Organda
mengurangi resiko dari tingkat pencemaran udara. Tanjung Perak Surabaya dalam rangka mengadakan
Selain itu, Dinas Lingkungan Hidup bekerja pelaksanaan pendaftaran uji KIR angkutan barang dan
sama dengan Badan Perencanaan Pembangunan Kota, mengadakan uji KIR secara mandiri atau kolektif.
melalui usulan dan kajian daerah atau titik mana yang Kegiatan ini sekaligus mendukung program pemerintah
bisa menjadi RTH. (Lestari S. H., yaitu Dukung Keselamatan di Jalan Raya. (Dinas
http://surabaya.tribunnews.com/2016/01/15/rth- Perhubungan,http://dishub.surabaya.go.id/index.php/po
terkendala-status-lahan-baru-21-persen-dari-target-30- st/1909/terminalmenanggal.wordpress.com. Dipetik
persen. Dipetik pada tanggal 26 Februari, 2017) pada tanggal 18 Mei, 2017)
Bertambahnya luas Ruang Terbuka Hijau Selain kerjasama yang dilakukan oleh
merupakan bagian dari perencanaan Pemerintah Kota pemerintah dan LSM. Terdapat juga kerjasama yang
Surabaya dalam mengatasi permasalahan pencemaran dilakukan oleh pemerintah dengan kelompok
udara. Selain itu, pemerintah juga berupaya melalui masyarakat melalui uji emisi. Dalam hal ini, Himpunan
Peraturan Menteri Nomor 5 Tahun 2006 dan Nomor 23 Mahasiswa Teknik Lingkungan FTSP ITS Surabaya
Tahun 2012 sebagai peraturan penguji emisi gas buang bekerjasama dengan Dinas Perhubungan Provinsi Jatim
kendaraan bermotor. Sehingga kendaraan yang melalui acara yang bertema Environation 17.
memiliki gas buang melebihi ambang baku mutu yang (Beritajatim,http://beritajatim.com/pendidikan/kesehata
telah ditetapkan dalam peraturan tersebut tidak n/295998/peringatan hari bumi,hmtl ftsp its gelar uji
diberikan ijin untuk beroperasi di jalan raya atau emisi gratis.html. Dipetik pada tanggal 20 Mei, 2017)
dipergunakan sebagai sarana transportasi. Adapun hasil Melalui berbagai penyampaian mengenai
uji emisi gas buang kendaraan bermotor di Kota kerjasama yang dilakukan pemerintah dengan pihak
Surabaya pada Tahun 2015, yaitu: swasta maupun masyarakat. Dapat diartikan bahwa
ketiga aktor pemerintahan memiliki peranan penting
Tabel 4. Hasil Uji Emisi Gas Buang Kendaraan Di dalam mewujudkan kualitas udara yang bersih di Kota
Kota Surabaya Tahun 2015 Surabaya.
Namun, salah satu kendala dalam
mewujudkannya yaitu masih minimnya anggaran
dalam penanganan masalah lingkungan hidup seperti
pencemaran udara yang tertuang di draft RAPBD Kota
Surabaya Tahun 2014. Para legislator menilai PemKot
Surabaya mulai tidak peduli dengan permasalahan
lingkungan hidup. Bahkan berdasarkan alokasi
anggaran yang di postkan ke Dinas Lingkungan Hidup
(DLH), tim anggaran PemKot Surabaya hanya
mengusulkan dana sekitar Rp.14 milliar dalam setahun
untuk menangani permasalahan lingkungan hidup. Jika
Sumber: Dinas Perhubungan, Kota Surabaya, 2016
diprosentase, anggaran tersebut terbilang sangat rendah
yaitu hanya sekitar 0,2 persen dari total APBD 2014
Berdasarkan tabel tersebut, membuktikan yang mencapai Rp6,3 trilliun. (Kesra,http://d-
bahwa pemerintah Kota Surabaya juga berupaya dalam onenews.com/dewan-kecewa-anggaran-untuk-
mengurangi tingkat pencemaran udara dari sumber lingkungan-minim. Dipetik pada tanggal 5 April, 2017)
bergerak yaitu kendaraan bermotor melalui uji emisi Dengan penjelasan tersebut, dapat diartikan
gas buang kendaraan bermotor. bahwa komitmen Pemerintah Kota Surabaya dalam
Uji emisi juga dilakukan dalam memperingati pengendalian pencemaran udara belum sepenuhnya
hari Jadi Kota Surabaya (HJKS) ke 721, Dinas berjalan dengan baik. Hal ini dikarenakan kurangnya
Perhubungan (Dishub) Surabaya mengadakan Uji penyediaan anggaran yang diatur dalam RAPBD Kota
Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor Simpatik dan Surabaya untuk penanganan masalah lingkungan
Layanan Perbaikan Ringan secara cuma-cuma di seperti pencemaran udara.
halaman Taman Surya. Pada uji emisi simpatik ini, Organisasi Pengusaha Angkutan Darat
Dishub Surabaya bekerja sama dengan Dinas Surabaya juga menilai program pengendalian
Lingkungan Hidup (DLH), Oto Point Surabaya, Astra pencemaran udara seperti Car Free Day belum berjalan
Grup, Polrestabes Surabaya, Gartab III Surabaya, dengan baik. Menurut Wastomi Suheri selaku Ketua
Dinas Komunikasi dan Informatika (DinKominfo), dan Organda Surabaya menyampaikan bahwa Car Free Day
beberapa instansi lainnya. (Dinas Perhubungan, dinilai lebih berbau bisnis daripada mengedepankan
http://sits.dishub.surabaya.go.id/ver2/berita- misi lingkungan karena banyak perusahaan yang
PERINGATI%20HJKS%20KE721,%20DISHUB%20 memanfaatkan CFD untuk promosi produk atau jasa
SURABAYA%20GELAR%20UJI%20EMISI%20SIM dan itu difasilitasi oleh PemKot. (Faizal,
PATIK. Dipetik pada tanggal 26 Februari, 2017) http://tekno.kompas.com/read/2012/03/01/00022893/~
Regional~Jawa. Dipetik pada tanggal 5 April, 2017)

3
JURNAL COLLABORATIVE GOVERNANCE . . . DENNY IRAWAN
IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

Kemudian berdasarkan serangkaian upaya dan pemerintahan yang efektif. Pemahaman perspektif
permasalahan dalam pelaksanaannya, pada dasarnya good governance bagi setiap orang berbeda-beda,
seluruh peraturan yang ditetapkan oleh pemerintah namun bagi sebagian besar masyarakat membayangkan
memiliki nilai korelasi yang tinggi untuk mereka akan mendapatkan pemerintahan yang baik,
mengendalikan pencemaran udara di Kota Surabaya. maka kualitas kebijakan publik dan pelayanan publik
Namun masing-masing pemangku kepentingan semakin lebih baik, dan pemerintah akan semakin
kebijakan tidak dapat berjalan sendiri-sendiri, karena peduli dengan kepentingan masyarakat. Kemudian
adanya keterbatasan kapasitas pemerintah dalam akan mempercayai kualitas kinerja dari pemerintah.
penyelenggaraan pemerintahan. Sehingga diperlukan (Tumengkol, A. R., 2015:107-108)
dukungan semua pihak seperti pihak non-pemerintah Perubahan tata kelola pemerintahan yang
yaitu swasta dan masyarakat karena peran mereka juga menuju pada desentralisasi atau pelimpahan wewenang
dibutuhkan dalam penyelengaraan pemerintahan dan tanggungjawab pusat kepada daerahnya masing-
seperti penyelengaraan kebijakan publik. masing merupakan bentuk reformasi birokrasi dalam
Oleh karena itu, ketika seluruh pemangku rangka mewujudkan good governance. Mahfud M.D
kebijakan yaitu pemerintah, swasta, maupun menjelaskan bahwa untuk mencapai cita-cita atau
masyarakat dapat menjalankan peranannya masing- tujuan nasional perlu disepakati dasar-dasar organisasi
masing serta dapat tercipta suatu kolaborasi yang baik, dan penyelenggaraan negara. (Tome, A. H., 2012:132)
maka pengendalian pencemaran udara di Kota Kesepakatan itulah yang menjadi pilar dari
Surabaya tidak hanya sekedar wacana saja, melainkan konstitusi sebagaimana yang dinyatakan oleh Andrew
benar-benar dapat terwujud dengan baik dan W. G. bahwa terdapat tiga elemen kesepakatan dalam
berkelanjutan. Hal ini dapat diartikan bahwa akan konstitusi. (Tome, A. H., 2012: 132) Adapun ketiga
tercipta tata kelola pemerintahan yang baik melalui elemen kesepakatan dalam konstitusi, yaitu:
proses kolaborasi yang melibatkan seluruh pemangku 1. Tentang tujuan dan nilai bersama dalam
kepentingan kebijakan. kehidupan berbangsa (the general goals of
Perspektif collaborative governance juga society or general acceptance of the same
telah banyak digunakan untuk pemecahan masalah philosophy of government).
daerah lokal karena adanya keterbatasan pemerintah 2. Tentang aturan dasar sebagai landasan
lokal dalam menjalankan pemerintahan di daerahnya. penyelenggaraan negara dan pemerintahan
Karena perspektif collaborative governance (the basis of government).
merupakan proses yang melibatkan banyak aktor 3. Tentang institusi dan prosedur
kebijakan untuk dapat dikatakan sebagai tata kelola penyelenggaraan negara (the form of
pemerintahan yang baik atau good governance. institutions and procedure).
Berdasarkan hasil penelitian terdahulu, juga Menurut Tome, melalui ketiga elemen
terlihat masih ada banyak kendala dalam penerapan kesepakatan tersebut. Pemerintah Indonesia membuat
collaborative governance seperti kendala kewenangan perundang-undangan tentang pelaksanaan reformasi
dalam hirarki organisasi, kurangnya komitmen birokrasi sebagaimana yang ditetapkan melalui
pemerintah, kurangnya kepercayaan masyarakat, Peraturan Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara dan
keterbatasan informasi, kurangnya melibatkan Reformasi Birokrasi No. 20 Tahun 2010. Namun,
stakeholders lain, serta keterbatasan kapasitas secara umum belum mencapai hasil yang sangat
pemerintah lokal. memuaskan. Asas/prinsip good governance belum
Melalui berbagai penjelasan tersebut, maka diterapkan dengan baik pada indikator keberhasilan
tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan reformasi birokrasi. (Tome, A. H., 2012:143)
proses pemerintahan kolaboratif dalam pengendalian Kemudian jika dilihat dari segi fungsi
pencemaran udara di Kota Surabaya. governance dapat dinilai telah berfungsi efektif dan
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif efisien apabila telah mencapai tujuan yang seharusnya.
kualitatif. Penentuan sumber data dilakukan secara Kemudian UNDP memberikan definisi “the exercise of
Purposive dan Snow Ball. Kemudian teknik political, economic, and administrative authority to
pengumpulan data yang digunakan adalah studi manage a nation’s affair at all levels.” (Lembaga
dokumen dan wawancara. Untuk uji validitas data, Administrasi Negara dan Badan Pengawasan
peneliti menggunakan teknik triangulasi sumber. Keuangan dan Pembangunan, 2000:5)
Analisis data dalam penelitian ini dilakukan dengan Melalui berbagai tujuan dan fungsi good
mereduksi, dan mengorganisasikan data, serta governance dalam penyelenggaraan pemerintahan
penarikan kesimpulan. sebagai wujud pemerintahan agar menjadi lebih baik.
Hanapiah menjelaskan good governance memiliki
Good Governance empat makna utama. (Hanapiah, P., 2007:2) Yaitu
Perspektif good governance muncul karena sebagai berikut:
tidak efektifnya kinerja pemerintah sebagai 1. Berorientasi pada kepentingan masyarakat,
penyelenggara urusan publik. Munculnya perspektif bangsa, dan negara.
good governance diartikan sebagai salah satu 2. Keberdayaan masyarakat dan swasta.
pandangan baru berdasarkan nilai penyelenggaraan

JURNAL COLLABORATIVE GOVERNANCE . . . DENNY IRAWAN


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

3. Pemerintahan yang bekerja sesuai dengan pemerintah lokal dalam penyelenggaraan


hukum-positif negara. pemerintahannya. Oleh karena itu, keterlibatan pihak
4. Pemerintahan yang produktif, efektif, dan swasta dan masyarakat juga dibutuhkan untuk
efisien. mewujudkan good governance dalam pembuatan
Dengan demikian, good governance maupun pelaksanaan kebijakan publik.
merupakan perspektif yang bertujuan untuk
kepentingan publik melalui pemberdayaan, penegakan Collaborative Governance
kebijakan, maupun penyelenggaraan kegiatan Ansell and Gash menjelaskan strategi baru
pemerintahan. Pada penerapan perspektif good dari pemerintahan disebut sebagai pemerintahan
governance melibatkan berbagai aktor publik seperti kolaboratif atau collaborative governance. Bentuk dari
masyarakat dan swasta. Karena untuk mewujudkan governance yang melibatkan berbagai stakeholders
pemerintahan yang produktif, efektif, dan efisien atau pemangku kepentingan secara bersamaan di dalam
membutuhkan peran serta berbagai aktor pemerintahan. sebuah forum dengan aparatur pemerintah untuk
Perspektif governance pada dasarnya membuat keputusan bersama. (Ansell dan Alison,
merupakan sebuah proses pembuatan kebijakan, 2007:543)
dimana kebijakan tersebut pada pelaksanaannya O’Flynn dan Wanna mengartikan kolaborasi
melibatkan berbagai unsur pemerintahan seperti negara sebagai bekerja bersama atau bekerja sama dengan
(pemerintah), sektor privat (swasta), maupun orang lain. Hal tersebut menyiratkan bahwa seorang
masyarakat. aktor atau seorang individu, kelompok atau organisasi
Kesemuanya merupakan aktor yang memiliki melakukan kerjasama dalam beberapa usaha. Setiap
peran sama penting dalam sebuah penyelenggaraan orang yang melakukan kerjasama dengan yang lainnya
pemerintahan. Negara (pemerintah) berperan dalam memiliki ketentuan syarat dan kondisi tertentu, dimana
menciptakan situasi politik dan hukum yang kondusif, hal tersebut sangat bervariasi. Kata “collaboration”
sektor privat berperan dalam menciptakan lapangan pada awalnya digunakan pada abad kesembilan belas
pekerjaan dan pendapatan, dan masyarakat madani dalam perkembangan industrialisasi, munculnya
berperan dalam memfasilitasi interaksi secara sosial organisasi yang lebih kompleks, dan pembagian kerja
dan politik yang memadai bagi mobilisasi individu atau dan tugas yang meningkat. Kondisi tersebut merupakan
kelompok-kelompok masyarakat untuk berpartisipasi norma dasar utilitarianisme, liberalisme sosial,
dalam aktivitas, ekonomi, politik, dan sosial. kolektivisme, saling membantu dan kemudin
(Kurniawan, T., 2007:17) manajemen ilmiah dan teori organisasi hubungan
Menurut Salomo, birokrasi dituntut agar manusia. (O’Flynn dan John, 2008:3)
mempunyai karakter bersih, terbuka, akuntabel Ansell dan Gash menjelaskan collaborative
responsif, berorientasi pada kepentingan masyarakat, governance adalah suatu pengaturan pemerintahan
dan mendorong partisipasi masyarakat bagi dimana satu atau lebih lembaga publik secara langsung
keterlibatan dalam proses pembuatan, pelaksanaan, dan melibatkan para pemangku kepentingan non-
kontrol kebijakan. Dunia usaha dituntut adanya pemerintah dalam proses pengambilan keputusan
keterbukaan, akuntabilitas, moralitas tinggi, social kolektif yang bersifat formal, berorientasi pada
responsibility, dan patuh pada perundang-undangan konsensus, deliberatif yang bertujuan untuk membuat
yang berlaku, serta masyarakat dituntut agar kuat, dan menerapkan kebijakan publik serta mengelola
selalu menyatakan pendapatnya, berkualitas tinggi, program ataupun aset publik. (Afful-Koomson dan
serta partisipatif terhadap berbagai proses yang Kwabena, 2013:13)
dilakukan baik oleh birokrasi maupun oleh dunia Donahue dan Zeckhauser mengartikan
usaha. Setiap aktor tersebut memiliki kelemahan dan “collaborative governance can be thought of a form of
kelebihan masing-masing. Karenanya melalui good agency relationship between government as principal,
governance diharapkan terciptanya interaksi yang and private players as agent.” (Donahue dan Richard,
konstruktif dan memadai diantara aktor tersebut. 2011:30) Artinya bahwa pemerintahan kolaboratif
(Kurniawan, T., 2007:17) dapat dianggap sebagai suatu bentuk hubungan kerja
Upaya pemberdayaan masyarakat dan dunia sama antara pemerintah sebagai regulator dan pihak
usaha swasta melalui peningkatan partisipasi dan swasta sebagai pelaksana.
kemitraan juga dilakukan pemerintah dengan berbagai Mengacu dari berbagai pengertian yang
pendekatan. Seperti pendekatan kolaborasi, dimana dijelaskan mengenai collaborative governance, dapat
pendekatan ini merupakan pendekatan yang melibatkan diterangkan bahwa pada dasarnya kebutuhan untuk
tiga aktor utama governance yaitu pemerintah, swasta, berkolaborasi muncul dari hubungan saling
dan masyarakat. ketergantungan yang terjalin antar pihak atau antar
Pendekatan kolaborasi tidak hanya digunakan stakeholders. Collaborative governance dapat
dalam pelayanan publik dan pembangunan dunia diterangkan sebagai sebuah proses yang melibatkan
usaha, akan tetapi juga digunakan dalam kebijakan norma bersama dan interaksi saling menguntungkan
publik. Karena selama ini kebijakan publik yang antar aktor governance. Melalui perspektif
diimplementasikan belum sepenuhnya berjalan dengan collaborative governance, tujuan-tujuan positif dari
baik, dan masih adanya keterbatasan kapasitas masing-masing pihak dapat tercapai.

5
JURNAL COLLABORATIVE GOVERNANCE . . . DENNY IRAWAN
IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

Selanjutnya menurut Ratner, di dalam 2. Debating Strategies For Influence (Fase


collaborative governance terdapat tiga fokus fase atau Dialog)
tiga tahapan yang merupakan proses kolaborasi dalam Pada tahap ini, stakeholders atau pemangku
tata kelola pemerintahan. (Ratner, 2012:5) dapat dilihat kebijakan yang terlibat dalam tata kelola pemerintahan
pada gambar berikut ini: melakukan dialog ataupun diskusi mengenai hambatan
yang telah diterangkan pada fase pertama. Diskusi
Gambar 2. Tiga Tahap Proses Collaborative yang dilakukan oleh masing-masing stakeholders yang
Governance dan Action Planning terlibat meliputi diskusi mengenai langkah yang dipilih
sebagai langkah yang paling efektif untuk memecahkan
permasalahan. Kemudian mendiskusikan mengenai
pihak-pihak yang mampu mendukung penyelesaian
permasalahan dalam tata kelola pemerintahan yang
telah diterangkan.

3. Planning Collaborative Actions (Fase Pilihan)


Setelah melalui tahap mendengarkan
mengenai permasalahan yang akan dihadapi dalam
proses tata kelola pemerintahan dan melakukan diskusi
mengenai penentuan strategi yang efektif untuk
mengantisipasi permasalahan, pada tahap ini
stakeholders atau pemangku kebijakan yang terlibat
akan mulai melakukan perencanaan mengenai
implementasi dari setiap strategi yang telah
didiskusikan pada tahap sebelumnya, seperti langkah
awal yang akan dilakukan dalam proses kolaborasi
antar stakeholders yaitu pemerintah, pihak swasta dan
masyarakat. Kemudian mengidentifikasi pengukuran
setiap proses yang dilakukan dan menentukan langkah
Sumber: Ratner. Collaborative Governance Assessment. Malaysia:
CGIAR. untuk menjaga proses kolaborasi agar terus
berlangsung dalam jangka panjang.
Berdasarkan gambar 2., maka dapat diketahui
tiga tahap tersebut meliputi: Kriteria Keberhasilan Collaborative Governance
Goldsmith dan Kettl menyebutkan bahwa
1. Identifying Obstacles and Opportunities (Fase terdapat hal penting yang bisa dijadikan kriteria
Mendengarkan) keberhasilan sebuah network atau kolaborasi dalam
Pada tahap ini pemerintah dan stakeholders governance, yaitu: Networked Structure, Commitment
atau pemangku kebijakan yang melakukan kolaborasi to a Common Purpose, Trust Among The Participants,
yaitu pihak swasta dan masyarakat, akan melakukan Governance, Access to Authority, Distributive
identifikasi mengenai berbagai jenis hambatan yang Accountability / Responsibility, Information Sharing,
akan dihadapi selama proses tata kelola pemerintahan. Access to Resources. (Goldsmith dan Donald,
Pada tahap ini setiap stakeholders saling menerangkan 2009:135-136)
mengenai permasalahan dan stakeholders lain saling Networked Structure merupakan suatu
mendengarkan setiap permasalahan yang diterangkan keterkaitan antara satu elemen dengan elemen yang
oleh setiap stakeholders yang terlibat. Kemudian lain dan secara bersama-sama mencerminkan unsur-
memperhitungkan mengenai peluang dalam unsur fisik dari jaringan yang ditangani. Kemudian,
penyelesaian setiap permasalahan yang telah dalam pemerintahan kolaboratif, unsur jaringan tidak
diidentifikasi, seperti solusi dari permasalahan yang boleh membentuk hirarki yakni adanya kekuasaan dari
akan terjadi. Setiap stakeholders memiliki salah satu pihak. Sehingga dalam pemerintahan
kewenangan yang sama dalam menentukan kebijakan kolaboratif, jaringan harus bersifat organis dengan
pada setiap permasalahan yang telah diidentifikasi dan struktur jaringan yang terlibat yakni tidak ada hirarki
memperhitungkan peluang berupa achievment yang kekuasaan, dominasi, dan monopoli. Jadi, semua pihak
dapat diperoleh dari masing-masing pihak yang memiliki kesetaraan hak, kewajiban, tanggung jawab,
terlibat. Pada dasarnya, fase ini merupakan fase saling otoritas, dan kesempatan untuk aksesibilitas dalam
mendengarkan mengenai permasalahan dan mencapai tujuan bersama.
kesempatan untuk dapat memanfaatkan dari setiap Commitment to a Common Purpose
permasalahan yang diterangkan oleh masing-masing merupakan alasan mengapa sebuah network atau
stakeholders. jaringan harus ada yaitu karena perhatian dan
komitmen untuk mencapai tujuan-tujuan positif yang
dilakukan secara bersama-sama. Tujuan-tujuan ini
biasanya terdapat pada misi umum suatu organisasi

JURNAL COLLABORATIVE GOVERNANCE . . . DENNY IRAWAN


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

pemerintah. Selain itu, komitmen yang terjalin tidak Proses Pemerintahan Kolaboratif Dalam
boleh memihak salah satu stakeholders atau pemangku Pengendalian Pencemaran Udara Kota Surabaya
kepentingan kebijakan. Karena ini mengartikan bahwa Berbagai peraturan kebijakan dibuat untuk
kolaborasi yang terjalin hanya menguntungkan salah mendukung terselenggaranya pengendalian
satu pihak. Sehingga komitmen yang terjalin dalam pencemaran udara di Kota Surabaya.
pemerintahan kolaboratif harus untuk kepentingan
bersama melalui pencarian solusi bersama. Gambar 3. Kolaborasi Peraturan Pemerintah
Trust Among The Participants merupakan Dalam Pengendalian Pencemaran Udara
hubungan professional atau sosial, dan keyakinan Kota Surabaya
bahwa para partisipasi mempercayakan pada
informasi-informasi atau usaha-usaha dari stakeholders
atau pemangku kepentingan lainnya dalam suatu
jaringan untuk mencapai tujuan bersama. Sehingga
dalam hal ini, setiap stakeholders harus saling percaya
karena sebagai wujud dari hubungan professional yang
terjalin untuk mencapai keberhasilan pelaksanaan
pemerintahan kolaboratif.
Governance merupakan hubungan saling
percaya diantara para aktor governance atau
pemerintahan. Selain itu, ada aturan yang disepakati
bersama dari setiap pemangku kepentingan, serta ada
kebebasan menentukan bagaimana kolaborasi
dijalankan. Dalam hal ini, tata kelola pemerintahan
dapat dikatakan governance apabila ada kejelasan siapa
yang menjadi anggota dan siapa yang bukan termasuk
anggota.
Access to Authority merupakan ketersediaan
ukuran-ukuran atau ketentuan prosedur-prosedur yang Sumber: Hasil data diolah
jelas dan diterima secara luas. Jadi, sudah ada aturan
kewenangan yang jelas dan diterima oleh masing- Pada gambar 3., diketahui bahwa
masing stakeholders untuk menjalankan peran sesuai pengendalian pencemaran udara di Kota Surabaya
kewenangannya. perlu mendapat dukungan dari berbagai pihak karena
Distributive Accountability / Responsibility pada dasarnya penyelenggaraan pemerintahan
merupakan penataan, pengelolaan, manajemen secara membutuhkan aktor-aktor pelaksana kebijakan. Namun
bersama-sama dengan stakeholders dan berbagi penyelenggaraannya harus berdasarkan pada peraturan
sejumlah pembuatan keputusan kepada seluruh anggota yang berlaku seperti Permen No 23 Tahun 2012 dan
jaringan serta berbagi tanggung jawab untuk mencapai Permen LH No 5 Tahun 2006 yang mengatur mengenai
hasil yang diinginkan. Jadi, dalam pemerintahan uji emisi gas pada kendaraan bermotor, kemudian pada
kolaboratif harus ada pembagian tanggung jawab yang Perwali No 26 Tahun 2009 dan UU No 22 Tahun 2009
jelas, dan masing-masing stakeholders (termasuk mengatur mengenai ijin trayek, kelayakan angkutan
masyarakat) harus terlibat dalam pembuatan keputusan umum, serta lalu lintas jalan. Selanjutnya, Surat
kebijakan. Keputusan WaliKota No. 188.45/63/436.1.2/2011
Information Sharing merupakan kemudahan mengatur mengenai susunan tim pengawas dan
akses bagi para anggota, perlindungan privacy, dan operasional tugas dan tanggung jawab, Perda No 3
keterbatasan akses bagi yang bukan anggota selama Tahun 2008 mengatur fungsi alat kontrol udara,
bisa diterima oleh semua pihak. Sehingga dalam aparatur pemerintah, serta tugas dan fungsinya.
pemerintahan kolaboratif harus ada pembagian Terakhir yaitu Perda Kota Surabaya No 7 Tahun 2002
informasi yang jelas, dan kemudahan akses informasi mengatur mengenai pengelolaan ruang terbuka hijau di
bisa di dapat bagi masing-masing stakeholders. Kota Surabaya.
Access to Resources merupakan ketersediaan Alasan mendasar pengendalian pencemaran
sumber keuangan, teknis, manusia, dan sumber daya udara merupakan wujud dari pemerintahan kolaboratif
lainnya yang diperlukan untuk mencapai tujuan adalah karena pengendalian ini melibatkan pemerintah
network. Jadi, harus ada kejelasan dan ketersediaan dan non-pemerintah pada prosesnya. Khususnya proses
sumber daya bagi masing-masing stakeholders yang pengambilan keputusan dan pelaksanaan kegiatan. Para
terlibat. pihak yang dilibatkan dalam pengendalian pencemaran
udara Kota Surabaya telah di atur dalam Peraturan
Perundang-Undangan maupun RPJMD atau Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Daerah. Hal ini
dilakukan agar kerja sama antara Pemerintah Kota

7
JURNAL COLLABORATIVE GOVERNANCE . . . DENNY IRAWAN
IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

Surabaya, maupun pihak-pihak non-pemerintah dapat Kemudian mengidentifikasi mengenai


saling mendukung sehingga akan tercipta suatu tata penyebab pencemaran udara, yang hasilnya
kelola pemerintahan yang baik. menunjukkan bahwa kendaraan bermotor menjadi
Disamping itu, isu-isu seperti komitmen, penyebab utama pencemaran udara, dan ada beberapa
kepemimpinan, kelembagaan, sumber daya, serta sebab lainnya seperti industri serta pola pikir
perencanaan ada pada pengendalian pencemaran udara masyarakat yang tidak bisa diajak hidup sehat. Melalui
Kota Surabaya. Ini mencirikan sebuah praktek berbagai penyebab tersebut, pemerintah juga
kolaboratif. Jadi, aktivitas pemerintahan kolaboratif melakukan berbagai upaya dalam pengendalian
ada dalam pengendalian pencemaran udara Kota pencemaran udara. Diantaranya yaitu Car Free Day,
Surabaya. Kebijakan ini diinisiasi oleh Dinas pengujian emisi sumber bergerak dan tidak bergerak,
Lingkungan Hidup, dan Dinas Perhubungan Kota perizinan UKL-UPL, SPPL, perizinan usaha angkutan
Surabaya. Karena kedua dinas ini merupakan sentral umum, pembinaan bengkel, manajemen SITS,
dalam pengendalian pencemaran udara dari sumber pengelolaan taman kota dan hutan kota, serta
bergerak maupun dari sumber tidak bergerak. Untuk penyusunan RPJMD yang menjadi pedoman bagi
selanjutnya di dukung oleh Badan Perencanaan semua program atau upaya tersebut.
Pembangunan Kota Surabaya sebagai regulator Selain berbagai upaya yang telah dilakukan
anggaran dan perencanaan, sehingga anggaran untuk pemerintah, juga ditemukan sejumlah hambatan dalam
pengendalian pencemaran udara dapat di atur dalam pelaksanaan pengendalian pencemaran udara.
RPJMD. Kemudian Instansi Pemerintah Kota Surabaya Diantaranya yaitu kurangnya partisipasi dan sosialiasi
seperti Dinas Kebersihan dan Ruang Terbuka Hijau masyarakat mengenai program Car Free Day maupun
maupun Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian Kota SITS pada awal-awal operasi, serta kebijakan yang ada
Surabaya juga ikut memberikan kontribusi dalam masih bertolak belakang seperti kebijakan untuk
pelaksanaannya. membeli kendaraan murah. Kemudian masih terdapat
Dalam kolaborasinya, pihak non-pemerintah hambatan lainnya dalam pengelolaan RTH di Kota
seperti Organisasi Pengusaha Angkutan Darat, Oto Surabaya terutama terkait status lahan, dan masih
Point Surabaya, dan Astra Grup juga ikut banyaknya alih fungsi lahan.
berkontribusi. Seperti kontribusinya untuk Selanjutnya yaitu mengidentifikasi mengenai
mensukseskan program uji emisi kendaraan bermotor peluang untuk melakukan kolaborasi dengan melihat
di Kota Surabaya. Bahkan, kelompok masyarakat pada berbagai macam upaya dan hambatan
seperti Himpunan Mahasiswa Teknik Lingkungan ITS pelaksanaan. Selain itu, peluang kolaborasi juga dilihat
Surabaya juga ikut dilibatkan untuk mensukseskan dari keterlibatan berbagai pihak yang telah diatur
program tersebut. Karena tanpa dukungan masyarakat, dalam RPJMD Tahun 2016-2021. Dalam RPJMD
kebijakan pengendalian pencemaran udara tidak dapat tersebut, menjelaskan bahwa kolaborasi pengendalian
berjalan secara efektif. pencemaran udara melibatkan berbagai aktor
Kemudian langkah selanjutnya yaitu governance yaitu pemerintah, swasta, dan masyarakat.
menganalisis mengenai ketiga tahapan proses Pada tahap pertama proses pemerintahan
pemerintahan kolaboratif dalam pengendalian kolaboratif ada beberapa kriteria yang telah terpenuhi
pencemaran udara di Kota Surabaya. Tujuannya untuk yaitu Trust Among The Participants dan Access to
melihat kriteria apa saja yang telah terpenuhi dari Authority. Hal ini terlihat dari mulai adanya
masing-masing tahapan, yaitu sebagai berikut: kepercayaan antara pemerintah dan masyarakat yang
Tahap pertama proses pemerintahan turut berpartisipasi pada pelaksanaan program-program
kolaboratif adalah melakukan identifikasi mengenai pengendalian pencemaran udara. Pada aspek
permasalahan pencemaran udara dan melihat peluang kewenangan juga menunjukkan adanya aturan yang
dari adanya pengendalian pencemaran udara di Kota jelas dan diterima oleh masing-masing stakeholders
Surabaya. Langkah pertama dimulai dengan untuk menjalankan peran sesuai kewenangannya.
mengidentifikasi kondisi stasiun pemantau kualitas Sedangkan keenam kriteria lainnya belum
udara, yang hasilnya menunjukkan bahwa ada tiga terpenuhi karena masih adanya hirarki kekuasaan
stasiun yang berfungsi dengan baik sedangkan empat dalam pelaksanaan program-program pengendalian
stasiun lainnya tidak dapat berfungsi atau rusak. Hal ini pencemaran udara, komitmen yang terjalin
disebabkan oleh sparepart untuk memperbaiki mengutamakan pihak-pihak yang menawarkan
stasiunnya sudah tidak produksi lagi dan harus bantuannya, adanya dominasi keterlibatan dari
membeli stasiun baru. Selanjutnya kondisi pencemaran pemerintah, arah kebijakan menggunakan pendekatan
udara, yang menunjukkan bahwa kualitas udara di Kota top-down, pembuatan keputusannya kurang melibatkan
Surabaya masih berada pada kondisi baik namun dapat stakeholders lain, belum ada kejelasan dan kemudahan
berpotensi menjadi pencemaran udara apabila tidak ada akses informasi bagi masing-masing stakeholders, serta
tindakan lebih lanjut. Hal ini disebabkan oleh ketersediaan sumber keuangan masih belum
bertambahnya jumlah kendaraan bermotor setiap mencukupi.
tahunnya. Tahap kedua proses pemerintahan kolaboratif
adalah melakukan dialog antar aktor untuk
penyelesaian masalah dari adanya pengendalian

JURNAL COLLABORATIVE GOVERNANCE . . . DENNY IRAWAN


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

pencemaran udara di Kota Surabaya. Langkah pertama Langkah selanjutnya yaitu mengidentifikasi
dimulai dengan mengidentifikasi mengenai proses mengenai penilaian keberhasilan pemerintahan
dialog antar aktor. Hasilnya menunjukkan bahwa kolaboratif dalam pengendalian pencemaran udara di
proses dialog antar aktor dilakukan sebelum Kota Surabaya. Berdasarkan penyampaian seluruh
pelaksanaan kegiatan atau program, dengan tujuan agar informan menyatakan bahwa kolaborasi yang selama
tidak terjadi tumpang tindih tugas bagi masing-masing ini terjalin sudah berhasil karena masing-masing
stakeholders. Namun pada proses dialog antar aktor, stakeholders bekerja sama dengan baik dan setiap
terlihat bahwa kewenangan keputusan untuk stakeholders saling mendukung. Akan tetapi, ada
penyelenggaraan kebijakan pengendalian pencemaran kriteria-kriteria yang digunakan untuk menilai
udara lebih didominasi oleh pemerintah. kolaborasi tersebut berhasil atau tidak.
Kemudian langkah selanjutnya adalah Pada tahap ketiga pemerintahan kolaboratif
mengidentifikasi mengenai hambatan dialog antar. ada beberapa kriteria yang telah terpenuhi yaitu
Secara keseluruhan, hambatannya yaitu karena aktor Commitment to a Common Purpose, Trust Among The
yang terlibat tidak bisa menghadiri rapat atau forum. Participants. Hal ini terlihat dari adanya komitmen dan
Selain itu, koordinasi yang cenderung ditentukan pusat kepercayaan dari masing-masing stakeholders untuk
berakibat pada lamanya pengambilan keputusan menghasilkan program-program pengendalian
kebijakan, serta dinamika yang ada menuntut untuk pencemaran udara yang berkelanjutan.
segera mengambil keputusan dan tindakan kebijakan. Sedangkan keenam kriteria lainnya belum
Dengan hambatan tersebut, maka langkah terpenuhi karena masih adanya hirarki kekuasaan yang
selanjutnya adalah solusi untuk mengatasi hambatan ditentukan oleh pusat pada perencanaan kolaboratifnya,
dialog antar aktor dalam pengendalian pencemaran arah kebijakan menggunakan pendekatan top-down,
udara di Kota Surabaya. Mengacu pada berbagai sumber daya yang diperoleh hanya menguntungkan
penyampaian informan, solusinya yaitu harus ada pihak-pihak tertentu, masih adanya kecenderungan
kesadaran bagi masing-masing stakeholders untuk kewenangan yang ditentukan oleh salah satu pihak,
menghadiri rapat, dan setiap stakeholders diharuskan pembuatan keputusannya kurang melibatkan
untuk bekerja sama dengan baik agar pengambilan stakeholders lain, belum ada kejelasan pembagian
keputusan dapat segera ditindaklanjuti. Karena informasi dan adanya keterbatasan akses bagi yang
ketepatan pengambilan keputusan akan mempengaruhi bukan anggota, serta ketersediaan sumber keuangan
keberhasilan pelaksanaan program-program masih belum mencukupi.
pengendalian pencemaran udara.
Pada tahap kedua pemerintahan kolaboratif Kesimpulan
ada satu kriteria yang telah terpenuhi yaitu Trust Berdasarkan hasil temuan data di lapangan
Among The Participants. Hal ini terlihat dari yang telah disajikan dan dianalisis sebelumnya, dapat
stakeholders yang mempercayakan tugasnya kepada disimpulkan bahwa proses pemerintahan kolaboratif
pihak-pihak yang dilibatkan dalam forum. dalam pengendalian pencemaran udara di Kota
Sedangkan ketujuh kriteria lainnya belum Surabaya yang dilakukan melalui tiga tahapan yaitu
terpenuhi karena masih adanya hirarki kekuasaan Identifying Obstacles and Opportunities, Debating
dalam pengambilan keputusan kebijakan, komitmen Strategies for Influence, dan Planning Collaborative
yang terjalin mengutamakan pihak-pihak yang Actions belum berjalan secara efektif. Hal ini terlihat
menawarkan bantuannya, tata kelolanya di dominasi dari kriteria pemerintahan kolaboratif yang masih
oleh Pemerintah Kota, masih adanya kecenderungan belum terpenuhi terutama kriteria Distributive
kewenangan yang ditentukan oleh salah satu pihak, Accountability dan Access to Resources pada tahap
pembuatan keputusannya kurang melibatkan Debating Strategies for Influence.
stakeholders lain, belum ada kejelasan pembagian Kriteria tersebut menunjukkan kurangnya
informasi dan adanya keterbatasan akses bagi yang keterlibatan stakeholders lain di dalam forum
bukan anggota, serta ketersediaan sumber keuangan kolaborasi, dan ketersediaan sumber keuangan yang
masih belum mencukupi. masih belum mencukupi. Pada kriteria ketersediaan
Tahap ketiga proses pemerintahan kolaboratif sumber daya keuangan masih menjadi kendala utama
adalah merencanakan tindakan kolaboratif dari adanya karena minimnya penyediaan anggaran yang diatur
pengendalian pencemaran udara di Kota Surabaya. dalam RAPBD untuk penanganan masalah pencemaran
Langkah awalnya dimulai dengan mengidentifikasi udara di Kota Surabaya. Hal ini menunjukkan masih
mengenai perencanaan kolaboratif. Berdasarkan hasil kurangnya komitmen dari pemerintah.
informasi dari masing-masing informan, perencanaan Secara keseluruhan, pada ketiga tahapan dari
kolaboratifnya yaitu berupa perencanaan pembaruan proses pemerintahan kolaboratif dalam pengendalian
program yang disesuaikan dengan kondisi saat ini, dan pencemaran udara di Kota Surabaya hanya satu kriteria
perencanaan pembangunan yang berkelanjutan. yang telah terpenuhi yaitu Trust Among The
Perencanaan-perencanaan tersebut, berpedoman pada Participants. Hal ini menunjukkan bahwa proses
anggaran Pemerintah Kota Surabaya. pemerintahan kolaboratif belum sepenuhnya berjalan
secara efektif.

9
JURNAL COLLABORATIVE GOVERNANCE . . . DENNY IRAWAN
IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

Maka dari itu, untuk mewujudkan Dinas Perhubungan Kota Surabaya. 2015. Peringati
keberhasilan pada proses pemerintahan kolaboratif Hari Jadi Kota Surabaya (HJKS) Ke-721,
dalam pengendalian pencemaran udara di Kota Dishub Surabaya Gelar Uji Emisi Simpatik.
Surabaya juga dibutuhkan perspektif good governance. http://sits.dishub.surabaya.go.id/ver2/beritaPE
Alasan perlunya perspektif good governance adalah RINGATI%20HJKS%20KE721,%20DISHU
karena tidak efektifnya kinerja pemerintah sebagai B%20SURABAYA%20GELAR%20UJI%20
penyelenggara urusan publik. EMISI%20SIMPATIK. Februari 26, 2017.
Perspektif good governance juga merupakan Donahue, J., Richard Z. 2011. Collaborative
sebuah proses pembuatan kebijakan yang pada Governance (Private Roles For Public Goals
pelaksanaannya melibatkan berbagai aktor governance in Turbulent Times). Princeton University
seperti pemerintah, swasta, maupun masyarakat. Press: Princeton and Oxford.
Karenanya melalui perspektif good governance akan Dwidjowijoto, R. N. 2006. Kebijakan Publik Untuk
tercipta interaksi yang konstruktif dan memadai Negara-Negara Berkembang. Jakarta: Elex
diantara ketiga aktor tersebut. Media Komputindo.
Ekawati, N. N., Mochammad S. S., dan Heru R. 2014.
Daftar Pustaka Kajian Dampak Pengembangan
Abror, M. D. 2014. Governance Systems Analysis Pembangunan Kota Malang Terhadap
(GSA) Kerangka kerja untuk Mereformasi Kemacetan Lalu Lintas (Studi Pada Dinas
Sistem Pemerintahan. Jurnal Universitas Perhubungan Kota Malang). Jurnal
Yudharta Pasuruan. Administrasi Publik (JAP). Vol. 2, No.1.
Afful-Koomson, T., dan Kwabena O. A. 2013. Faizal, A. 2012. Organda Surabaya Protes “Car Free
Collaborative Governance in Extractive Day”.
Industries in Africa. Africa: Pixedit Limited. http://tekno.kompas.com/read/2012/03/01/000
Ansell, C. dan Alison G. 2007. Collaborative 22893/~Regional~Jawa. April 5, 2017.
Governance In Theory And Practice. Journal Fardiaz, S. 2006. Polusi Air dan Udara. Yogyakarta:
Of Public Administration Research And Kanisius.
Theory. University of California: Berkeley. Gobel, E. Z., dan Yosef P. K. 2016. Pengelolaan
Arifiyananta, R. D. 2015. Strategi Dinas Perhubungan Danau Limboto Dalam Perspektif Kebijakan
Kota Surabaya Untuk Mengurangi Kemacetan Publik. Yogyakarta: Deepublish.
Jalan Raya Kota Surabaya. Artikel Ilmiah Goldsmith, S., dan Donald F. K. 2009. Unlocking The
Ilmu Administrasi Negara UNESA. Power Of Networks: Keys To High-
Beritajatim.com. 2017. Peringatan Hari Bumi, HMTL Performance Government. Brookings
FTSP ITS Gelar Uji Emisi Gratis. Institution Press: Wachington, D.C.
http://beritajatim.com/pendidikan Hafis, R. I., Abdul H., dan Bambang S. H. 2013. Aktor
kesehatan/295998/peringatan hari bumi, hmtl Pelaksanaan Pengelolaan Transportasi
ftsp its gelar uji emisi gratis.html. Mei 20, Publik Perkotaan Studi Kasus Bus Trans
2017. Metro Di Kota Pekanbaru. Jurnal Wacana,
Bungin, B. 2007. Penelitian Kualitatif: Komunikasi, Vol. 16, No. 4.
Ekonomi, Kebijakan Publik, dan Ilmu Sosial Hanapiah, P. 2007. Good Governance: Membangun
Lainnya. Jakarta: Kencana, Prenada Media Masyarakat Yang Demokratis Dan
Group. Nasionalis. Artikel Ilmiah FISIP UNPAD.
Chandra, B. 2006. Pengantar Kesehatan Lingkungan. Haryono, N. 2012. Jejaring Untuk Membangun
Jakarta: EGC. Kolaborasi Sektor Publik. Jurnal Jejaring
Creswell, J. W. 2014. Research Design Qualitative, Administrasi Publik, Th IV. No. 1.
Quantitative, and Mixed Methods Approaches Irianti, A. I. P. 2015. Co-Creating Innovation (Studi
(Fourth Edition). SAGE Publication, Inc. Deskriptif Proses Co-Creating Inovasi Di UPT
Dewi, R. T. 2012. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Pelayanan Perizinan Terpadu (P2T) Jawa
Collaborative Governance Dalam Timur). Skripsi Universitas Airlangga.
Pengembangan Industri Kecil (Studi Kasus Jalaluddin., Asri G., dan Darmadi. 2013. Analisis
Tentang Kerajinan Reyog dan Pertunjukan Karakteristik Emisi Gas Buang Pada Sarana
Reyog Di Kabupaten Ponorogo). Tesis Transportasi Roda Dua Kota Banda Aceh.
Universitas Sebelas Maret Surakarta. Jurnal Teknik Mesin Unsyiah, Vol. 1, No. 4.
Dinas Perhubungan Kota Surabaya. 2015. Dishub Junaidi. 2016. Collaborative Governance Dalam
Surabaya dan DPC Organda Tanjung Perak Upaya Menyelesaikan Krisis Listrik Di Kota
Kerjasama Gelar Uji KIR Kendaraan Tanjungpinang. Jurnal FISIP UMRAH.
Angkutan Barang. Kesra. 2013. Dewan Kecewa, Anggaran Untuk
http://dishub.surabaya.go.id/index.php/post/19 Lingkungan Minim.
09/terminalmenanggal.wordpress.com. Mei http://d-onenews.com/dewan-kecewa-
18, 2017. anggaran-untuk-lingkungan-minim. April 5,
2017.

10

JURNAL COLLABORATIVE GOVERNANCE . . . DENNY IRAWAN


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

Khori, A. M. 2015. Menhut Siti: Bandung dan Ratner. 2012. Collaborative Governance Assessment.
Surabaya Jadi Kota dengan Kualitas Udara Malaysia: CGIAR.
Terbaik.https://m.detik.com/news/berita/3098 Rozari, A. D., dan Yudi H. W. 2015. Faktor-Faktor
962/menhut-siti-bandung-dan-surabaya-jadi- Yang Menyebabkan Kemacetan Lalu Lintas
kota-dengan-kualitas-udara-terbaik. Maret 1, Di Jalan Utama Kota Surabaya (Studi Kasus
2017. Di Jalan Ahmad Yani Dan Raya Darmo
Kurniawan, T. 2007. Pergeseran Paradigma Surabaya). Jurnal Penelitian Administrasi
Administrasi Publik: Dari Perilaku Model Publik, Vol. 1. No. 1.
Klasik dan NPM ke Good Governance. Jurnal Semiawan, P. D. 2010. Metode Penelitian Kualitatif
Ilmu Administrasi Negara, Vol. 7. Jenis, Karakteristik, dan Keunggulannya.
Laporan Evaluasi Kementerian Lingkungan Hidup dan Jakarta: Grafindo.
Kehutanan (KLHK). 2012. Bidang Sengkey, S. L., Freddy J., dan Steenie W. 2011.
Lingkungan Hidup. Tingkat Pencemaran Udara CO Akibat Lalu
Laporan Kinerja Kementerian Lingkungan Hidup dan Lintas Dengan Model Prediksi Polusi Udara
Kehutanan (KLHK). 2014. Bidang Skala Mikro. Jurnal Ilmiah Media
Lingkungan Hidup. Engineering, Vol. 1, No. 2.
Laporan Pemantauan Kualitas Udara Ambien Kontinyu Sufianti, E. 2014. Kepemimpinan dan Perencanaan
(AQMS). 2011. Bidang Pemantauan Dan Kolaboratif pada Masyarakat Non-
Kajian Kualitas Lingkungn Hidup Pusat Kolaboratif, Jurnal Perencanaan Wilayah dan
Sarana Pengendalian Dampak Lingkungan Kota Vol. 25, No. 1.
Deputi Bidang Pembinaan Sarana Teknis dan Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Kualitatif dan R
Peningkatan Kapasitas Kementerian dan D. Bandung: Alfabeta.
Lingkungan Hidup. Syaprillah, A. 2016. Buku Ajar Mata Kuliah Hukum
Lembaga Administrasi Negara dan Badan Pengawasan Lingkungan. Yogyakarta: Deepublish.
Keuangan dan Pembangunan. (2000). Tome, A. H. 2012. Reformasi Birokrasi Dalam Rangka
Akuntabilitas Dan Good Governance. Modul Mewujudkan Good Governance Ditinjau Dari
Sosialisasi Sistem Akuntabilitas Kinerja Peraturan Menteri Pemberdayaan Aparatur
Instansi Pemerintah (AKIP). Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 20
Lestari S. H. 2016. RTH Terkendala Status Lahan, Tahun 2010. Jurnal UNSRAT, Vol. XX No. 3.
Baru 21 Persen dari Target 30 Persen. Tumengkol, A.R. 2015. Kebijakan Pemerintah Dan
http://surabaya.tribunnews.com/2016/01/15/rt Pertanggungjawabannya Dalam Rangka
h-terkendala-status-lahan-baru-21-persen- Good Governance. Jurnal UNSRAT, Vol. III.
dari-target-30-persen. Februari 26, 2017. No. 1.
Moleong, Lexy J. 2012. Metodologi Penelitian Wahyudiantik, Y. 2013. Collaborative Governance
Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Pengolahan Limbah Sapi (Studi: Kolaborasi
Muis, B. A. 2005. Analisis Kebutuhan Ruang Terbuka Stakeholders Dalam Pengolahan Limbah Sapi
Hijau Berdasarkan Kebutuhan Oksigen Dan Menjadi Biogas Di Kabupaten Ngawi).
Air Di Kota Depok Propinsi Jawa Barat. Skripsi Universitas Sebelas Maret.
Tesis Institut Pertanian Bogor. Winarno, B. 2007. Kebijakan Publik: Teori dan
Nurcholis, H. 2005. Teori dan Praktik Pemerintahan Proses. Jakarta: PT. Buku Kita.
Otonom Daerah. Jakarta: Grasindo. Zaenuri, M. et al. 2015. Tourism Affairs Management
O'Flynn, J., dan John W. 2008. Collaborative With Collaborative Governance Approach:
Governance: A New Era Of Public Policy In Tourism Affairs Management Studies In
Australia. Australia: E Press. Sleman Regency, Yogyakarta. International
Purnomo, H. 2011. Penduduk Surabaya Lewati 3 Juta Journal of Management and Administrative
Jiwa.http://surabaya.tribunnews.com/2011/12/ Sciences. (IJMAS), Vol. 02, No. 06.
10/penduduk-surabaya-lewati-3-juta-jiwa.
Oktober 21, 2016.
Puspitasari, R. 2015. Evaluasi Kebijakan
Penyelenggaraan Angkutan Umum Di
Surabaya (Studi Tentang Izin Trayek
Angkutan Kota Di Surabaya). Tesis
Universitas Airlangga Surabaya.
Putri, C. D., Lely I. M., dan Farida N. 2013. Peran
Pemerintah Daerah Dalam Mengelola Ruang
Terbuka Hijau Dengan Perspektif Good
Environmental Governance (Studi Di Kota
Madiun). Jurnal Administrasi Publik (JAP),
Vol. 1. No. 3.

11
JURNAL COLLABORATIVE GOVERNANCE . . . DENNY IRAWAN

Anda mungkin juga menyukai