BEKERJASAMA DENGAN
UDAYANA UNIVERSITY PRESS
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadapan Tuhan yang Maha Esa karena atas berkat dan
rahmat-Nya lah buku prosiding PIT dan MUNAS HISFARSI dengan nomor ISBN : 978-602-
294-364-8 dapat diterbitkan. Buku prosiding ini memuat sejumlah artikel hasil penelitian
apoteker klinis rumah sakit di seluruh Indonesia dengan tema “It’s All About Medication
Safety” yang telah dipresentasikan pada Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) Himpunan Seminat
Farmasi Rumah Sakit (HISFARSI) Indonesia.
Apoteker yang bekerja di rumah sakit merupakan salah satu bagian atau unit yang
menyelenggarakan kegiatan kefarmasian di rumah sakit yang dipimpin dan dimotori oleh
farmasis. Kegiatan tersebut meliputi kegiatan farmasi non klinik (perencanaan, penetapan
spesifikasi produk dan pemasok, pengadaan, pembelian, produksi, penyimpanan, pengemasan,
distribusi perbekalan kesehatan lainnya yang beredar di rumah sakit) maupun kegiatan klinik
(pemantauan dan evaluasi penggunaan obat, pelayanan farmasi di bangsal, pelayanan
informasi obat, penelitian dan pengembangan dll), sehingga apoteker rumah sakit menjadi
suatu bentuk organisasi produksi, pengembangan dan pelayanan jasa.
Dalam dekade terakhir, telah terjadi proses perubahan paradigma farmasi yang mendasar
yaitu perubahan dari paradigma yang hanya berorientasi pada produk (product oriented)
menjadi paradigma yang tidak hanya berorientasi terhadap produk tetapi juga berorientasi
pada pasien (patient oriented). Dalam terminologi patient oriented, peningkatan kualitas
hidup pasien menjadi konsen bagi seorang farmasis, untuk itu farmasis dituntut juga untuk
dapat memahami kompleksitas kesehatan masyarakat agar dapat berkontribusi positif dalam
meningkatkan kesehatan masyarakat. Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi khususnya di bidang kesehatan sejalan dengan adanya ledakan terapeutik, penyakit,
informasi dan kemajuan ilmu pengetahuan di bidang farmasi. Kemajuan di bidang kedokteran
dan farmasi telah banyak mengubah paradigma lama dan juga telah banyak ditemukan inovasi
mengenai diagnosis maupun pengobatan terbaru. Dalam konteks farmasi rumah sakit,
kompetensi farmasis rumah sakit di luar negeri menjadi acuan, dimana tersedianya SDM yang
memiliki kemampuan farmasi klinik dan non klinik yang memadai untuk melakukan kegiatan
kefarmasian di rumah sakit.
Melalui pertemuan ilmiah farmasi rumah sakit ini, diharapkan dapat menjadi salah satu
upaya dalam meningkatkan kemampuan apoteker yang berpraktik di rumah sakit. Rangkaian
kegiatan PIT dan Munas Hisfarsi telah terlaksana di Nusa Dua Bali selama 3 hari, yang
dimulai dari tanggal 10-12 Juli 2019, dengan rangkaian kegiatan simposium, workshop,
presentasi oral, presentasi poster, lomba olimpiade farmasi klinis, dan musyawarah nasional.
Akhir kata, jika ada yang kurang berkenan selama penyelenggaraan kegiatan PIT dan
Munas Hisfarsi maupun dalam penerbitan buku prosiding ini mohon dimaklumi. Semoga apa
yang telah kita lakukan ini bermanfaat bagi kemajuan Apoteker Indonesia.
ii
Udayana University Press
ISBN : 978-602-294-364-8
PROSIDING PIT & MUNAS HISFARSI 2019, BALI
EDITORIAL BOARD
Penanggung Jawab : Drs. Amrizal Marzuki, M.Kes., MARS., Apt. (Ketua HISFARSI
PP IAI)
Pembina : Drs. Cok Rai Bagus, Apt, M.M. (Ketua HISFARSI PD IAI Bali)
iii
Udayana University Press
ISBN : 978-602-294-364-8
PROSIDING PIT & MUNAS HISFARSI 2019, BALI
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ............................................................................................................. i
iv
Udayana University Press
ISBN : 978-602-294-364-8
PROSIDING PIT & MUNAS HISFARSI 2019, BALI
ABSTRAK
Latar Belakang: Saat ini prioritas pelayanan farmasi adalah keselamatan pasien, karena tidak
dapat dipungkiri bahwa DRPs kerap terjadi di rumah sakit. DRPs berpotensi fatal bila terjadi
di ruang perawatan intensif disebabkan karena kondisi pasien yang kritis, banyak komplikasi
dan polifarmasi. Salah satu upaya pencegahan terjadinya DRPs adalah dengan adanya
kolaborasi antar profesi yaitu antara dokter dengan apoteker. Tujuan: Tujuan dari penelitian
ini adalah untuk mengetahui pengaruh kolaborasi antara apoteker dengan dokter saat visite
dokter terhadap Drug Related Problems di ruang perawatan intensif. Metode: Penelitian ini
dilakukan di ruang intensif pasien pediatric (PICU) di RSUD KRMT Wongsonegoro
Semarang selama bulan April 2019. Rancangan penelitian ini menggunakan 1 kelompok
sampel yaitu rekam medis yang ditulis dokter saat melakukan visite di ruang perawatan
intensif. Pengambilan data dilakukan secara prospektif terhadap 70 sampel rekam medis. Tiga
puluh lima rekam medis dikaji sebelum dilakukan kolaborasi dan 35 sampel dikaji setelah
dilakukan kolaborasi. Hasil: Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa adanya perbedaan
antara DRPs sebelum dan sesudah kolaborasi dengan apoteker. Kegiatan kolaborasi apoteker
dan dokter perlu ditingkatkan sebagai awalan implemetasi farmasi klinik. Hal ini tentu saja
membutuhkan dukungan sistem manajemen rumah sakit agar komunikasi interpersonal
diantara profesi lebih mudah terwujud.
1
Udayana University Press
ISBN : 978-602-294-364-8
PROSIDING PIT & MUNAS HISFARSI 2019, BALI
penggunaan obat, (5) interaksi obat, (6) medis dikaji sebelum dilakukan kolaborasi
masalah lainnya.8 dan 35 sampel dikaji setelah dilakukan
Di Amerika Serikat diantara 90.000 kolaborasi.
kasus klaim asuransi, DRPs termasuk
masalah kedua yang paling sering terjadi Tabel 1. Karakteristik Pasien
dan paling mahal biaya klaimnya.5 Dalam Karakteristik Pasien N Persentase
hal ini, bidang pediatric termasuk 6 (%)
Berdasarkan Jenis Kelamin
terbesar diantara 16 spesialis yang
Laki – Laki 40 57,1
seringkali mengalami DRPs. Pasien Perempuan 30 42,9
pediatric harus diprioritaskan dalam Total 70 100
penanganan DRPs karena kondisi Berdasarkan Usia
fisioligisnya masih belum sempurna 1 Bln - 6 Thn 45 64,3
sehingga faktor –faktor metabolism dan 7 Thn – 17 Thn 25 35,7
absorpsi obat tidak dapat disamakan Total 70 100
Berdasarkan Penyakit Penyerta
dengan pasien dewasa. Kejadian
Status Penyakit Penyerta
kesalahana dalam pengobatan serta resiko
Tanpa Penyakit Penyerta 28 40
kesalahan yang serius pada pasien
Dengan Penyakit Penyerta 42 60
pediatric lebih sering terjadi dibandingkan
Total 70 100
dengan pasien dewasa. Hal tersebut Jenis Penyakit Penyerta
mungkin terkait dengan perhitungan dosis Demam Berdarah Dengue 12 14,8
bagi pasien pediatric, tidak terdapat bentuk Febris 19 23,5
sediaan dan formulasi yang sesuai serta ISPA 5 6,2
penggunaan indikasi maupun dosis obat Kejang Demam Kompleks 16 19,8
secara ‘off-license’.3 Bronchopneumonia 9 11,1
Sepsis 7 8,6
Terdapat beberapa penelitian di
Lainnya 13 16
Indonesia terkait dengan drug related
Total 81 100
problems pada pasien pediatrik. Penelitian- Keterangan Lainnya: Asma, Diare, PJB, Epilepsi,
penelitian tersebut menunjukkan masih Dispepsia
tingginya kejadian DRPs yang terjadi pada
pasien pediatrik di bangsal rawat inap. Hasil identifikasi DRPs dicatat
Kejadian DRPs yang biasa terjadi adalah pada lembar observasi. Apoteker yang
obat tanpa indikasi, obat tidak tepat, melakukan kolaborasi membuat suatu
indikasi tidak tepat, dosis lebih, tidak tepat dokumentas. Dokumen tersebut mencatat
pasien, frekuensi pemberian obat tidak rekomendasi yang telah diberikan dan
tepat, waktu minum obat tidak tepat, persetujuan dokter terhadap rekomendasi
adverse drug reaction, gagal menerima tersebut. Selanjutnya data dianalisis
obat, dan pemilihan sediaan obat yang menggunakan analisis deskripti. Analisis
tidak tepat, dan interaksi obat.1-2,5 deskriptif untuk mendapatkan gambaran
mengenai DRPs di ruang perawatan
2. METODE intensif pada pasien pediatric dan
Penelitian ini dilakukan di ruang neonatus, jenis DRPs dan hasil
intensif pasien pediatric ( PICU) di RSUD pendampingan apoteker.
KRMT Wongsonegoro Semarang selama
bulan April 2019. Rancangan penelitian ini
menggunakan 1 kelompok sampel yaitu
rekam medis yang ditulis dokter saat
melakukan visite di ruang perawatan
intensif. Pengambilan data dilakukan
secara prospektif terhadap 70 sampel
rekam medis. Tiga puluh lima rekam
2
Udayana University Press
ISBN : 978-602-294-364-8
PROSIDING PIT & MUNAS HISFARSI 2019, BALI
5
Udayana University Press
ISBN : 978-602-294-364-8
PROSIDING PIT & MUNAS HISFARSI 2019, BALI
ABSTRAK
Latar Belakang: Hand rub adalah sediaan antiseptik yang digunakan untuk membersihkan
tangan tanpa menggunakan air. Rumah sakit, sebagaimana yang dicanangkan oleh WHO,
wajib berperan dalam mencegah terjadinya infeksi silang antar pasien, dalam hal ini akibat
kontak antara sumber infeksi kepada recipient yang diakibatkan oleh tenaga kesehatan.
Tujuan: menciptakan sediaan hand rub alcohol base yang bermutu dan terjangkau (efisien)
dibandingkan dengan produk pabrikan yang ada di Indonesia. Metode: hand rub dibuat
dalam prosedur bersih, dalam sediaan akhir 500 mL. kadar akhir kandungan alcohol sediaan
hand rub harus minimal >80%. Untuk mengetahui mutu sediaan handrub dilakukan dengan
uji percentage kill, dengan menggunakan sampel bakteri : Escherichia Coli; Staphylococcus
epidermidis; Pseudomonas aeruginosa; Methicillin resistance staphylococcus aureus
(MRSA). Uji percentage kill yang baik adalah jika hasil uji untuk tiap waktu kontak ≥90%.
Hasil dan Kesimpulan: Berdasarkan hasil uji percentage kill diketahui bahwa pada menit
kontak ke 1;2 dan 5, untuk bakteri Escherichia Coli diketahui mengalami eradikasi 99,90%.
Begitu juga untuk Staphylococcus epidermidis, diketahui untuk waktu kontak pada menit ke
1;2 dan 5, nilai percentage kill adalah 99,90%. Untuk bakteri Pseudomonas aeruginosa
diketahui pada waktu kontak menit ke 1;2 dan 5, nilai percentage kill adalah 99,90%. Sama
halnya dengan bakteri MRSA, diketahui pada waktu kontak menit ke 1;2 dan 5, nilai
percentage kill adalah 99,90%. Hal ini menunjukkan bahwa hasil kualitas produk hand rub
adalah baik, karena berdasarkan hasil Uji percentage kill diperoleh nilai untuk tiap waktu
kontak ≥90%.
Menurut laporan dari WHO’s new tersebut dan uji mikroorganisme. Sebagai
Global Antimicrobial Surveillance System contoh, isopropanol memiliki sifat lebih
(GLASS) mengungkapkan terjadinya lipofil dibandingkan etanol dan memiliki
resistensi antibiotik secara luas diantara aktifitas yang kecil terhadap virus hidrofil
500.000 orang yang diduga terinfeksi (contoh polivirus).4
bakteri di 22 negara. Bakteri resisten yang Sejumlah penelitian telah
paling sering dilaporkan adalah mendokumentasikan aktivitas antimikroba
Escherichia coli, Klebsiella pneumoniae, alkohol secara in vivo. Studi kuantitatif
Staphylococcus aureus, dan Streptococcus awal dari efek antiseptik handrub
pneumoniae. Kemudian diantara pasien menetapkan bahwa alkohol secara efektif
dengan dugaan infeksi aliran darah, mengurangi jumlah bakteri di tangan.
proporsi bakteri yang resisten terhadap Biasanya, pengurangan log pelepasan
paling sedikit satu antibiotik yang paling bakteri uji dari tangan terkontaminasi
banyak digunakan di berbagai negara yaitu secara artifisial rata-rata 3.5 log10 setelah
0-82%.3 30 menit aplikasi, dan 4.0-5.0 log10 setelah
Antiseptik tangan dengan basis 1 menit aplikasi.2
alkohol paling sering mengandung etanol,
isopropanol atau n-propanol, atau 2. METODE PENELITIAN
kombinasi dua dari jenis tersebut 1. Standarisasi Formula Handrub
(CH3CH2OH).2 Pada umumnya, Perbandingan standar formula handrub
isopropanol memiliki efikasi terhadap yang dikeluarkan oleh WHO (2009),
bakteri lebih besar (Coulthard dan dengan modifikasi formula untuk volume
Skyes,1936) dan etanol lebih poten total 10 liter, dengan perbandingan sebagai
terhadap virus, namun hal tersebut juga berikut,:
tergantung dari konsentrasi kedua zat aktif
Tabel 1. Perbadingan Formula WHO dan Modifikasi Formula Handrub dalam volume
total 10 mL
Handrub Formula WHO Handrub Modifikasi Formula
Etanol 96% = 8333 ml Etanol 96% = 8780 ml
H2O2 3% = 417 ml H2O2 3% = 100 ml
Gliserol 98% = 145 ml Gliserol 98% = 5 ml
Aquades steril atau air dingin Aquades steril atau air dingin
yang telah didihkan ad 10 liter yang telah didihkan ad 10 liter
Handrub dapat mengatasi hambatan pada sabun biasa atau apakah formulasi
dan kepatuhan kebersihan karena dengan zat tambahan yang ditambahkan
membutuhkan waktu yang sedikit dalam untuk meningkatkan toleransi terhadap
mencuci tangan yang ekeftif, lebih kurang kulit tidak mempengaruhi afek antimikroba
merusak kulit daripada sabun dan air dan dari handrub.2,8-10
lebih efektif dalam membunuh banyak
mikroorganisme. Pada formulasi 4. PEMBAHASAN
pembuatan handrub jenis alkohol yang Harga produk hand rub alcohol base
digunakan adalah etanol, isopropanol atau dengan kadar akhir alcohol >80%. Di e-
n-propanol, atau kombinasi keduannya. catalogue LKPP tahun 2018 sebesar
Adapun zat tambahan yang digunakan Rp.78.750/botol 500 mL. Diketahui untuk
adalah antara lain pengental (seperti asam biaya yang dihabiskan dalam pembuatan
poliakrilik untuk gel), humektan (seperti sediaan hand rub inovasi produk ini
gliserin untuk cairan handrub) atau sebesar Rp.30.500/botol 500 mL. Untuk
propilen glikol dan minyak esensial dari selama periode tahun 2018, hand rub yang
tanaman. Setiap formulasi dari handrub digunakan di RSUP Fatmawati sebanyak
tersebut harus dilakukan uji mutu terhadap 15.600 botol 500 mL, dengan rata-rata
antimikroba. Hal ini bertujuan agar penggunaan tiap bulan adalah 1.300/botol
memastikan apakah efikasinya lebih dari 500 mL. Sehingga dengan
9
Udayana University Press
ISBN : 978-602-294-364-8
PROSIDING PIT & MUNAS HISFARSI 2019, BALI
diimplementasikannya produk ini di RSUP preservation, 3rd ed. Lea & Febiger,
Fatmawati Jakarta maka nilai efisiensi Philadelphia, Pa.
yang diperoleh selama tahun 2018 adalah 6. Larson, E. L., and H. E. Morton.,
Rp.752.700.000 (tujuh ratus lima puluh 1991. Alcohols, p. 191±203. In S. S.
dua juta tujuh ratus ribu rupiah). Block (ed.), Disinfection,
sterilization, and preservation, 4th
5. KESIMPULAN ed. Lea & Febiger, Philadelphia, Pa.
Dengan mengupayakan pembuatan 7. Oladosu, P., Isu, N.R., Ibrahim, K.,
handrub berbasis alcohol di rumah sakit Okolo, P., Oladepo, D.K., 2013.
maka rumah sakit akan dapat 1memenuhi Time kill-kinetics antibacterial study
seluruh kebutuhan penggunaan handrub of Acacia nilotica. African Journal
dalam upaya pencegahan infeksi dirumah of Microbiology Research, 7(46):
sakit, 2 meningkatkan efisiensi dalam 5248-5252.
pengelolaan sediaan farmasi,alat kesehatan 8. Nester, E.W., Anderson, D.G.,
dan bahan medis habis pakai di rumah Roberts, C.E. and Nester, M.T.,
sakit. 2009. Microbiology: a Human
Perspective, 6th edition. The
6. DAFTAR PUSTAKA McGraw-Hill Companies, Inc., New
1. Kemenkes RI., 2011, Pedoman York. pp 480-481.
Pencegahan dan Pengendalian 9. Osma S, Kahveci SF, Kaya FN,
Infeksi di Rumah Sakit dan Fasilitas Akalin H, Ozakin C, Yilmaz E, et
Pelayanan Kesehatan Lainnya, al., 2006. Efficacy of antiseptic-
Cetakan ketiga, Kemenkes RI., impregnated catheters on catheter
Jakarta. colonization and catheter-related
2. World Health Organisation., 2009. bloodstream infections in patients in
WHO guidelines in hand hygiene in an intensive care unit. J Hosp Infect
health care. 2006;62:156–62.
WHO/IER/PSP/2009.07, World http://dx.doi.org/10.1016/j.jhin.2005
Health Organisation, Geneva , .06.030
Switzerland. 2009 10. Quinn PJ, Markey BK, Carter ME,
3. World Health Organization., 2018. Donelly WJ, Leonard FC., 2002.
High Levels of Antibiotic Resistance Veterinary Microbiology and
Found Worldwide, New Data Microbial Disease. Iowa: Blackwell
Shows. Media Centre : News Publishing.
Release. Diakses dari
http://www.who.int/mediacentre/ne
ws/releases/2018/antibiotic-
resistance-found/en/ pada tanggal
18 Maret 2018 pukul 19.00 WIB.
4. Coulthard, C. E., and G. Skyes.,
1936. Germicidal effect of alcohol.
Pharm. J. 137:79-81
5. Klein, M., and A.
Deforest., 1983. Principles
of viral inactivation, p.
422±434. In S. S. Block (ed.),
Disinfection, sterilization and
10
Udayana University Press
ISBN : 978-602-294-364-8
PROSIDING PIT & MUNAS HISFARSI 2019, BALI
ABSTRAK
Latar Belakang : Trauma kapitis merupakan salah satu penyebab kematian utama dikalangan
usia produktif yang terjadi di negara berkembang, hal ini diakibatkan karena mobilitas yang
tinggi, kesadaran untuk menjaga keselamatan di jalan rendah, dan penanganan yang terlambat
dari petugas kesehatan. Trauma kapitis juga menjadi salah satu penyakit yang memiliki
persentasi cukup banyak terjadi khususnya di Kota Palu. Tujuan : Penelitian ini bertujuan
untuk memperoleh data penggunaan obat pada pasien trauma kapitis di Kota Palu. Metode :
Penelitian ini bersifat deskriptif retrospektif dengan menggunakan data sekunder yaitu catatan
rekam medik dan resep elektronik pada pasien rawat inap trauma kapitis. Subjek penelitian
adalah pasien rawat inap trauma kapitis usia produktif. Berdasarkan data yang diperoleh
periode Bulan Januari sampai Bulan Maret Tahun 2016 ada sebanyak 135 pasien trauma
kapitis yang menjadi populasi penelitian, kemudian diambil 57 pasien trauma kapitis untuk
menjadi sampel penelitian. Hasil : Dari hasil penelitian berdasarkan jenis kelamin pasien
terbanyak laki – laki (64,92%), berdasarkan usia pasien terbanyak adalah kelompok usia 17 –
25 tahun (49,12%), berdasarkan status trauma kapitis terbanyak adalah status trauma kapitis
ringan (92,98%), berdasarkan pola pengobatan ada dua jenis bentuk sediaan obat yang
digunakan yaitu sediaan injeksi dan sediaan oral. Untuk sediaan injeksi yang paling banyak
digunakan adalah obat ketorolak golongan NSAID (91,22%) sedangkan sediaan oral yang
banyak digunakan adalah obat piracetam golongan neurotropik (52,63%). Kesimpulan :
Penggunaan obat diberikan dalam dua jenis bentuk sediaan obat yang banyak digunakan
yaitu sediaan injeksi adalah obat ketorolak (91,22%) dan sediaan oral yang banyak digunakan
adalah obat piracetam (52,63%).
Kata kunci: Trauma kapitis, Penggunaan Obat, Kota Palu, Ketorolak, Piracetam.
SKRT (Survei Kesehatan Rumah Tangga) (RE) pasien rawat inap dengan diagnosa
menunjukkan kontribusi kematian, bahwa trauma kapitis usia produktif pada periode
pada tahun 1986 kematian karena Bulan Januari sampai Bulan Maret Tahun
kecelakaan 4,7%, meningkat menjadi 5,3% 2016 sebanyak 135 kemudian dihitung
pada tahun 19925. dengan menggunakan rumus Slovin
Trauma adalah penyebab kematian sehingga total sampel adalah sebanyak 57.
nomor empat, tetapi kalau dijabarkan Kritetria Inklusi pada penelitian ini adalah
menurut kelompok umur, angka kematian Rekam medik dan resep elektronik pada
akibat trauma pada golongan usia pasien rawat inap trauma kapitis usia
produktif sangat tinggi, yaitu dalam produktif antara 15 - 55 tahun, sedangkan
peringkat penyebab kematian yang kriteria inklusi adalah Rekam medik dan
berkisar antara peringkat 1 sampai dengan resep elektronik yang tidak lengkap,
36. Trauma kapitis merupakan salah satu Rekam medik dan resep elektronik yang
penyebab kematian utama dikalangan usia belum pasti, Pasien usia non produktif.
produktif yang terjadi di negara
berkembang, hal ini diakibatkan karena 2.2 Data Penelitian
mobilitas yang tinggi, kesadaran untuk Data yang digunakan dalam penelitian
menjaga keselamatan di jalan rendah, dan ini adalah data sekunder yaitu data yang
penanganan yang terlambat dari petugas diambil tidak langsung dari sumber
kesehatan. Trauma kapitis juga menjadi aslinya. Penelitian ini menggunakan data
salah satu penyakit yang memiliki sekunder karena sampel penelitian yang
persentasi cukup banyak terjadi khususnya digunakan yaitu rekam medik dan resep
di Kota Palu, dimana rata-rata pasien kasus elektronik pasien rawat inap trauma kapitis
trauma kapitis di rumah sakit disebabkan usia produktif pada periode Bulan Januari
karena benturan pada kepala akibat dari sampai Bulan Maret Tahun 2016 di salah
kecelakaan lalu lintas atau terjatuh akibat satu rumah sakit di Kota Palu, Provinsi
korban kekerasan dijalanan. Sulawesi Tengah, Indonesia.
Berdasarkan hal tersebut, maka
dilakukan penelitian tentang penggunaan 2.3 Tekhnik Analisis Data
obat pada pasien trauma kapitis di Kota Teknik analisis data yang digunakan
Palu, Provinsi Sulawesi Tengah, Indonesia. dalam pengelolaan pengobatan trauma
kapitis yaitu mengumpulkan data dalam
2. METODE PENELITIAN rekam medik dan resep elektronik yaitu
Metode penelitian ini bersifat identitas pasien, status trauma kapitis, dan
deskriptif retrospektif dengan pengobatan trauma kapitis meliputi (nama
menggunakan data sekunder yaitu catatan obat, bentuk sediaan obat). kemudian
rekam medik dan resep elektronik pada dilakukan pengolahan data, analisis data,
pasien rawat inap trauma kapitis. dan penyajian data.
2.1 Subjek Penelitian
Populasi penelitian ini adalah 3. HASIL
keseluruhan objek atau objek yang diteliti, Hasil penelitian tentang penggunaan
populasi yang dimaksud dalam penelitian obat pada pasien trauma kapitis di Kota
ini adalah himpunan yang lengkap dari Palu periode Bulan Januari sampai Bulan
rekam medik dan resep elektronik pada Maret Tahun 2016, diperoleh sampel
pasien rawat inap pada salah satu rumah berdasarkan jenis kelamin sebanyak 20
sakit di Kota Palu dengan diagnosa trauma RM berjenis kelamin perempuan dan
kapitis. Sampel pada penelitian ini adalah sebanyak 37 RM berjenis kelamin laki-
rekam medik (RM) dan resep elektronik laki:
12
Udayana University Press
ISBN : 978-602-294-364-8
PROSIDING PIT & MUNAS HISFARSI 2019, BALI
49,12%
28 RM
22,80%
13 RM 14,04% 14,04%
8 RM 8 RM
92,98%
53 RM
7,02% 0%
4 RM 0 RM
14
Udayana University Press
ISBN : 978-602-294-364-8
PROSIDING PIT & MUNAS HISFARSI 2019, BALI
15
Udayana University Press
ISBN : 978-602-294-364-8
PROSIDING PIT & MUNAS HISFARSI 2019, BALI
dokter kepada pasien dengan diagnosa persepsi, daya ingat, serta memiliki peran
trauma kapitis, adapun sediaan yang dalam fumgsi motorik (gerakan),
diberikan ada dua jenis yaitu sediaan kemampuan sosial, bahasa, dan
injeksi dan sediaan oral dengan data penyelesaian masalah. Obat ini juga dapat
distribusi yang berbeda-beda pada setiap mengatasi sakit kepala, vertigo12.
pasien. Sediaan injeksi diberikan sebagai Sediaan oral biasanya diberikan
pengobatan pertama disaat pasien dalam kepada pasien dengan tingkat keparahan
kondisi gawat atau emergency sedangkan rendah dan kesadaran tinggi, utamanya
sediaan oral diberikan sebagai pengobatan diberikan ketika sudah berada didalam
pemulihan pada pasien7. Pada sediaan ruang perawatan atau saat sudah berstatus
injeksi terdapat 13 jenis obat dengan pasien rawat inap. Pada data penelitian ini
berbagai golongan dan indikasi. sediaan pasien juga diberikan sediaan oral
injeksi yang paling banyak digunakan sebanyak 9 jenis obat dengan distribusi
yaitu obat ketorolak (91,22%), golongan yang berbeda-beda pada setiap pasien.
NSAID diberikan ketorolak untuk Sediaan oral terbanyak yang diberikan
penatalaksanaan nyeri jangka pendek, yaitu obat piracetam (52,63%), ranitidin
mengobati nyeri yang hebat pada pasien, (36,82%) dan golongan vitamin mineral
obat ini bekerja menghambat sintesis yaitu obat neurodex (42,10%) merupakan
prostaglandin (menghambat kerja vitamin neurotropik yang berfungsi
prostaglandin), memediasi produksi membantu memperbaiki gangguan atau
analgetik perifer, juga sebagai kerusakan saraf (neuropati) yang terjadi
antiinflamasi11. Sediaan injeksi selanjutnya pada pasien trauma kapitis. Neurodex
golongan H2 bloker yaitu obat ranitidin (42,10%) yang mengandung vitamin B
(89,47%) digunakan obat ranitidin karena kompleks (vitamin larut air) yang
hilangnya nafsu makan pada pasien ekskresinya melalui urin. Sisa metabolisme
sehingga menyebabkan timbulnya tukak akan dikeluarkan melalui ginjal setiap hari
lambung. Obat ini menjadi pilihan untuk sehingga tidak terjadi penumpukan dalam
gangguan tukak lambung ringan hingga tubuh sehingga obat ini aman untuk
menengah. Ranitidin termasuk golongan dikonsumsi setiap hari dalam jangka
H2 bloker yang bekerja dengan menekan panjang. Vitamin neurotopik ini sangat
sekresi asam lambung atau mengurangi penting bagi tubuh karena berperan besar
produksi asam lambung. Obat ini juga dalam menjaga fungsi saraf, terutama saraf
dapat mengatasi efek samping dari tepi agar tetap sehat1.
pemberian antibiotik berupa gangguan
pencernaan seperti gangguan lambung, 5. KESIMPULAN
mual, muntah. Trauma kapitis dapat Berdasarkan hasil penelitian yang
menyebabkan pasien mengalami telah dilakukan, maka dapat disimpulkan
penurunan kesadaran, gangguan bahwa Hasil penelitian tentang
metabolisme otak, sehingga digunakan penggunaan obat pada pasien trauma
sediaan injeksi golongan neurotropik (zat - kapitis di Kota Palu periode Bulan Januari
zat yang dapat memperbaiki akal budi) sampai Bulan Maret Tahun 2016,
yaitu obat pirasetam (87,7%) diberikan penggunaan obat diberikan dalam dua jenis
obat piracetam karena pirasetam bentuk sediaan obat yang digunakan yaitu
merupakan senyawa mirip GABA suatu sediaan injeksi dan sediaan oral. Untuk
neurotransmitter yang penting di otak. sediaan injeksi yang banyak digunakan
Obat ini mempengaruhi otak dan sistem adalah obat ketorolak golongan NSAID
saraf, melindungi bagian otak yang (91,22%) sedangkan sediaan oral yang
bernama korteks serebri agar tidak banyak digunakan adalah obat piracetam
kekurangan oksigen. Korteks serebri golongan neurotropik (52,63%).
bertanggung jawab dalam proses berpikir,
16
Udayana University Press
ISBN : 978-602-294-364-8
PROSIDING PIT & MUNAS HISFARSI 2019, BALI
17
Udayana University Press
ISBN : 978-602-294-364-8
PROSIDING PIT & MUNAS HISFARSI 2019, BALI
ABSTRAK
Latar Belakang: Resistensi antibiotik saat ini menjadi isu terbesar bagi dunia kesehatan
karena dapat mempengaruhi peningkatan Length of Stay (LOS), peningkatan biaya
pengobatan, dan angka morbiditas dan mortalitas. Penggunaan antibiotik yang kurang tepat
dapat memicu masalah terbesar bagi kesehatan manusia. Salah satu penyakit dengan
penggunaan antibiotik yang tinggi adalah penyakit diare. Diare merupakan salah satu
penyebab terbesar dari kematian balita dan anak di Indonesia. Tujuan : Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui profil kuantitas penggunaan antibiotik serta rasionalitas
penggunaan antibiotik pada pasien pediatrik yang terdiagnosa diare infeksi. Metode :
Penelitian dilakukan di bangsal pediatrik Rumah Sakit Swasta X Bali, dibagi menjadi dua
studi yaitu profil kuantitas penggunaan antibiotik dan rasionalitas penggunaannya secara
restrospektif. Penelitian ini bersifat non-eksperimental dan analisa dilakukan secara deskriptif.
Profil kuantitas penggunaan antibiotik berdasarkan sistem Anatomical Therapeutic Chemical
(ATC) dengan metode pengukuran Defined Daily Dose (DDD) dan satuan DDD/100 hari-
pasien dan rasionalitas penggunaan antibiotik berdasarkan metode Gyessens. Hasil: Hasil
evaluasi didapatkan profil antibiotik ATC DDD/100 hari-pasien terbanyak berturut-turut
adalah ceftriaxone (27,07), cefotaxim (1,18), metronidazole injeksi (1,03). Hasil evaluasi
antibiotik berdasarkan Gyssens yaitu ditemukan kategori IIIB (durasi pemberian singkat)
sebesar 16%, kategori IIA (dosis) sebesar 3%, kategori IVA (alternatif lebih efektif) sebesar
1,5% dan kategori Nol (rasional) sebesar 78%. Pembahasan: Maka dapat dikatakan bahwa
penggunaan antibiotik pada pasien pediatrik yang menderita diare sebagian besar rasional
dengan penggunaan tertinggi yaitu sefalosporin generasi 3 (ceftriaxone).
18
Udayana University Press
ISBN : 978-602-294-364-8
PROSIDING PIT & MUNAS HISFARSI 2019, BALI
Provinsi Nusa Tenggara Barat (96,94%), menurunkan angka kematian pada bayi dan
Kalimantan Utara (63,43%) dan anak yang mengalami infeksi diare.
Kalimantan Timur (56,91%), Provinsi Bali
34,96% sedangkan provinsi terendah yaitu 2. METODE PENELITIAN
Nusa Tenggara Timur (17,78%), Sumatera 2.1 Jenis dan Rancangan Penelitian
Utara (15,40%) dan Papua Barat (4,06%). Penelitian ini merupakan penelitian
Salah satu terapi diare diare akut yang bersifat non eksperimental dengan
adalah antibiotik namun pemberiannya mengumpulkan data secara retrospektif
harus berdasarkan adanya indikasi seperti yang dianalisis secara deskriptif. Penelitian
diare berdarah yang biasa disebut dengan ini dilakukan di salah satu rumah sakit
disentri (Ikatan Dokter Anak indonesia, swasta tipe B di Bali. Populasi dalam
2009). Pemberian antibiotik berguna pada penelitian ini adalah seluruh data rekam
diare inflamasi dan infeksi yang medik pasien diare anak (0-13 tahun) yang
disebabkan oleh parasit maupun patogen menjalani rawat inap di periode Januari-
yang biasanya ditandai dengan adanya Desember 2018.
darah, leukosit dan yeast cell pada tinja.4,5,6
Tingginya penggunaan antibiotik pada 2.2 Prosedur Penelitian
anak akan berkorelasi dengan resistensi Peneliti sebelumnya mengajukan ijin
antibiotik.1,2,28 Hal ini mengkuatirkan penelitian kepada rumah sakit dan telah
karena organ tubuh anak-anak belum mendapatkan persetujuan dari komite etik
memiliki aktifitas yang optimal sehingga pada salah satu RS X Bali dengan nomor :
jika penggunaan antibiotik yang tidak 172/PT.SIH/MED-SHBL/VIII/2018 pada
rasional akan menyebabkan dampak yang tanggal 2 Agustus 2018. Adapun proses
lebih besar di kemudian hari. Dampak pengumpulan data yaitu dengan
terbesar adalah terjadinya resistensi bakteri menggunakan data sekunder dan bersifat
terhadap antibiotik, yang berdampak pada retrospektif, yaitu data yang diperoleh
morbiditas dan mortalitas.7,8 Dampak lain peneliti dari sumber rekam medis yang
dari pemakaian antibiotik yang tidak tepat sudah ada. Pengambilan sampel
dapat menyebabkan layanan pengobatan menggunakan total sampling, yaitu semua
tidak efektif, biaya perawatan meningkat rekam medik pasien yang memenuhi
dan length of stay yang lebih lama.9,24,28 kriteria inklusi dan eksklusi diambil
Penelitian sebelumnya mengenai sebagai penelitian.
evaluasi penggunaan antibiotik penyakit Kriteria inklusi (1) pasien Anak usia
diare pada pasien anak telah dilakukan 0-13 tahun dengan tegak diagnosa utama
oleh Utami tahun 2012 yang infeksi diare, (2) pasien diare yang
menyimpulkan bahwa ketepatan menjalani rawat inap, (3) penulisan rekam
penggunaan antibiotik dilihat dari tepat medis lengkap. Kriteria eklusi : (1) Pasien
pasien adalah 100%, tepat dosis 20%, dan dengan rekam medis tidak lengkap, (2)
tepat frekuensi pemberian 56%.10 Namun pasien yang dirawat inap di HCU/ICU, (3)
penelitian tersebut tidak meneliti profil pasien anak dengan autoimun dan
antibiotik serta ketepatan indikasi, pengobatan rutin (OAT).
ketepatan obat dan ketepatan durasi
pemberian (Gyssens algoritme).11,12 Oleh 2.3 Metode Analisa
karena itu penelitian ini diadakan agar Analisa data untuk mengetahui profil
mengetahui profil antibiotik dalam penggunaan antibiotik yaitu menggunakan
penalatalaksaan diare secara rasional sistem Anatomical Therapeutic Chemical
sehingga dapat memberikan dampak (ATC) dengan metode pengukuran Defined
positif, antara lain menurunkan kerugian Daily Dose (DDD) dan satuan DDD/100
ekonomi, mengurangi kejadian resistensi hari-pasien dan evaluasi ketepatan
bakteri terhadap antibiotik dan penggunaan antibiotik berdasarkan metode
19
Udayana University Press
ISBN : 978-602-294-364-8
PROSIDING PIT & MUNAS HISFARSI 2019, BALI
Tabel 1. Karakteristik Pasien Anak Diare di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit X Periode
Januari – Desember 2018
No Karakteristik Jumlah Pasien (N=73) Persentase (%)
1 Jenis Kelamin
Perempuan 30 41%
Laki-laki 43 59%
2 Usia
0 - < 1 tahun 20 28%
1 – < 5 tahun 35 48%
5 - < 6 tahun 1 1%
6- < 10 tahun 11 15%
10 - < 13 tahun 5 7%
1 1%
13 - < 18 tahun
Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa kondisi fisik tubuh cepat mengalami
prevalensi pasien anak diare yang berjenis penurunan termasuk penurunan sistem
kelamin laki-laki lebih banyak (43 pasien) kekebalan tubuh, sehingga lebih beresiko
dibandingkan dengan pasien anak terkena penyakit termasuk diare akut.14
perempuan (30 pasien) yang menjalani Berdasarkan Noerasidet et al, penyakit
rawat inap. Umumnya, diare tidak diare tidak dipengaruhi oleh perbedaan
terpengaruh pada jenis kelamin. Diare pada jenis kelamin, akan tetapi penyakit ini
anak kebanyakan disebabkan oleh sistem lebih oleh sistem kekebalan tubuh, pola
kekebalan tubuh, pola makan, status gizi, makan dan status gizi, serta higienitas
higienitas, dan aktivitas fisik. Risiko diare dan sanitasi lingkungan.15 Akan tetapi
lebih banyak terjadi pada laki-laki pendapat ini bertolak belakang dengan data
dipengaruhi oleh aktivitas.13 Aktifitas fisik yang dilakukan oleh RISKEDAS 2017
yang banyak pada laki-laki dapat membuat yang menyatakan bahwa kejadian diare
20
Udayana University Press
ISBN : 978-602-294-364-8
PROSIDING PIT & MUNAS HISFARSI 2019, BALI
21
Udayana University Press
ISBN : 978-602-294-364-8
PROSIDING PIT & MUNAS HISFARSI 2019, BALI
Tabel 2. Profil Kuantitas Penggunaan Antibiotik pada Pasien Pediatrik Diare di Rawat Inap
pada RS X Periode Januari-Desember 2018
Golongan Kode Nama generik Total DDD/100 Total Persentase
ATC DDD patient- Penggunaan
day
Sefalosporin J01DD08 Cefixime 1,4 0.66 1,94%
generasi 3 J01DD01 Cefotaxime 2,51 1,18 3,48%
J01DD04 Ceftriaxone 57,67 27,07 79,93%
Macrolida J01FA10 Azithromicin 3,04 1,43 4,21%
J01FA09 parenteral 3 1,41 4,16%
Clarithromicin
oral
Aminoglikosida J01CA01 Amikasin 1,2 0,56 1,66%
Parenteral
Turunan P01AB01 Metronidazol oral 1,125 0,53 1,56%
Imidazol J01XD01 Metronidazol 2,20 1,03 3,05%
Parenteral
TOTAL 72,14 33,87 100%
3.3. Evaluasi Penggunaan Antibiotik terapi antibiotika dari injeksi ke oral adalah
berdasarkan Gyssens. apabila setelah 24-48 jam kondisi klinis
Penelitian ini didapatkan bahwa ada pasien membaik, tidak ada gangguan
66 penilaian antibiotik pada 62 pasien yang fungsi pencernaan (muntah, malabsorpsi,
menggunakan terapi antibiotik. Hal ini gangguan menelan, dan diare berat),
dikarenakan ada 2 pasien yang kesadaran baik, dan tidak demam (suhu >
menggunakan 2 jenis antibiotik selama 360 C dan < 380 C).8,21,22,23
rawat inap. Masalah terbanyak yaitu pada Ketidaktepatan dosis merupakan dosis
kategori IIIB (pemberian antibiotik terlalu yang diberikan terlalu tinggi atau terlalu
singkat) 16%, kategori IIA (pemberian rendah dari dosis yang dianjurkan.
antibiotik tidak tepat dosis) 3%, kategori Pemberian dosis yang terlalu tinggi, akan
IVA(pemilihan alternative antibiotik lebih sangat beresiko timbulnya efek samping
efektif) 1,5% dan kategori Nol (pemberian dan efek toksisitas. Selain itu dapat
antibiotik rasional) sebanyak 78%. menyebabkan timbulnya resistensi
Rasionalitas penggunaan antibiotik antibiotika. Sebaliknya, dosis yang terlalu
memiliki hubungan positif dengan output rendah tidak akan menjamin tercapainya
terapi. Ada banyak faktor yang kadar terapi yang diharapkan, sehingga
menyebabkan resistensi terhadap antibiotik dapat pula menyebabkan bakteri akan
; antara lain dosis, interval, durasi,rute berkembang dan menyebabkan resistensi.
2,21,28
pemberian dan jenis pemilihan antibiotik.
Jika antibiotik diberikan terlalu singkat Kategori rasionalitas penggunaan
maka akan mengakibatkan resiko resistensi antibiotik menurut kategori Gyssens
dikemudian hari. Kriteria penggantian ditunjukkan pada Tabel 3.
.
22
Udayana University Press
ISBN : 978-602-294-364-8
PROSIDING PIT & MUNAS HISFARSI 2019, BALI
Tabel 3. Hasil Evaluasi Ketepatan Penggunaan Antibiotika Pada Pasien Anak Diare dengan
Metode Gyssens di Instalasi Rawat Inap RS X Bali Periode Januari-Desember 2018
KATEGORI
NO ANTIBIOTIK TOTAL
0 1 II II II III III IV IV IV IV V VI
A B C A B A B C D
1 Azithromicin 1 1
injeksi
2 Amikasin 1 1
injeksi
3 Cefixime 2 1 3
syrup
4 Ceftriaxone 41 1 7 49
5 Cefotaxime 3 1 1 5
6 Clarithromicin 1 1
oral
7 Metronidazol 2 2
oral
8 Metronidazol 2 2 4
injeksi
Gambar 1. Hasil Evaluasi Ketepatan Penggunaan Antibiotika Pada Pasien Anak Diare Infeksi
dengan Metode Gyssens di Instalasi Rawat Inap Pediatric RS X BAli Periode
Januari-Desember 2018
23
Udayana University Press
ISBN : 978-602-294-364-8
PROSIDING PIT & MUNAS HISFARSI 2019, BALI
3.4 Profil Length of Stay (LOS) LOS lebih kecil pada kelompok pasien
Profil LOS pasien diare infeksi pada yang mendapatkan terapi antibiotika (2,7
studi retrospektif dari bulan Januari- hari) dibandingkan dengan kelompok
Desember 2018 terdiri dari dua kelompok, pasien yang tidak mendapatkan antibiotika
kelompok yang mendapatkan antibiotik (2,9 hari). Profil LOS dapat dilihat pada
dan tidak mendapatkan antibiotik. Nilai Tabel 4.
Tabel 4. Profil Length of Stay (LOS) Penderita Diare Selama Januari – Desember 2018
Kelompok yang Kelompok yang tidak Total LOS
mendapatkan terapi mendapatkan terapi Lama (a dan b)
antibiotik (a) antibiotik (b) Rawat
Total Total LOS Total Total LOS Inap
Pasien Lama Pasien Lama (a dan b)
Rawat Rawat
Inap Inap
62 172 2,7 11 32.5 2,9 204,5 5,6
ABSTRAK
Latar Belakang : Di Indonesia jumlah kasus HIV/AIDS sejak tahun 2005 terus mengalami
peningkatan. Pada pasien HIV positif diperlukan terapi ARV terus menerus seumur hidup,
sehingga diperlukan monitoring efek samping dari ARV yang digunakan. Pada pasien HIV
sering terjadi infeksi tuberkulosis dan mendapatkan terapi OAT. Pada penggunaan OAT efek
samping yang perlu diperhatikan adalah toksisitas pada hepar. Pada penggunaan obat ARV
bersamaan dengan obat lain rentan terjadi Interaksi Obat. Sehingga penggunaan ARV yang
disertai dengan OAT diperlukan monitoring munculnya efek samping pada hepar. Tujuan :
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi efek samping yang muncul setelah
penggunaan ARV dan OAT. Metode : Penelitian dilakukan secara observasional retrospektif
terhadap rekam medis pasien rawat inap dengan HIV/AIDS dan TB, yang menerima regimen
terapi ARV dan OAT. Penelitian dilakukan secara cross sectional pada periode 1 Januari
tahun 2017 hingga 31 Mei 2019. Efek samping yang dimonitor adalah toksisitas pada liver
yang ditandai dengan peningkatan SGOT dan SGPT berdasarkan hasil laboratorium pada
pasien. Kriteria Inklusi dari penelitian ini adalah semua pasien rawat inap dengan HIV/AIDS
dan Tuberkulosis yang mendapatkan terapi ARV dan OAT. Hasil : Dari hasil pengamatan
didapatkan 49 pasien rawat inap dengan diagnosa HIV/AIDS dan Tuberkulosis, dan 16
diantaranya mendapatkan terapi ARV dan OAT. Dari hasil monitoring didapatkan 8 pasien
yang mendapat ARV dan OAT yang mengalami peningkatan SGOT dan SGPT. Kesimpulan
: Berdasarkan penelitian didapatkan kesimpulan bahwa efek samping toksisitas hepar yang
ditandai peningkatan SGOT dan SGPT terjadi pada pasien yang menggunakan ARV dan
OAT. Diperlukan kolaborasi antar profesi kesehatan dalam memonitor efek samping pada
pemberian ARV dan OAT secara bersamaan. Sehingga dapat dilakukan identifikasi dan
penatalaksanaan dari efek samping yang terjadi.
27
Udayana University Press
ISBN : 978-602-294-364-8
PROSIDING PIT & MUNAS HISFARSI 2019, BALI
jumlah kasus HIV dari tahun ke tahun. MDR1, breast cancer resistance protein
Jumlah kumulatif kasus HIV yang [BCRP], dan multidrug resistance protein 2
dilaporkan mulai tahun 2005 sampai [MRP2] di usus dan hati) dan dapat
dengan 2012 sebanyak 98.390 kasus. menunjukan perubahan absorsi, distribusi,
Sedangkan kasus AIDS juga mengalami atau ekskresi ketika digunakan bersama
peningkatan. Jumlah kumulatif kasus dengan obat yang mempengaruhi protein
AIDS dari tahun 2005 sampai dengan tersebut.8 Mungkin interaksi
tahun 2012 sebanyak 42.887.7 farmakokinetik yang paling penting
HIV dapat ditekan dengan terapi disebabkan oleh metabolism agen NNRTI
antiretroviral (ARV). Penggunaan terapi (nevirapine, dan efavirenz) oleh enzim
tiga kombinasi antiretroviral menurunkan CYP450, khususnya isoform 3A4. Karena
angka morbiditas dan mortalitas karena banyak dari obat tersebut merupakan
HIV. Pada pemakaian ARV kemungkinan penginduksi, penghambat, atau substrat
terdapat problem terkait penggunaan obat untuk isoform 3A4.6
baik yang aktual terjadi maupun potensial Pada pasien HIV rentan terjadi
terjadi. Problem ini misalnya interaksi obat infeksi oportunistik, seperti tuberculosis.
dan efek samping.3 Pada pasien HIV dan tuberkulosis selain
ARV golongan NRTI seperti mendapat terapi ARV juga mendapat
Zidovudine Stavudine Lamivudine OAT. Telah diketahui bahwa drug induce
Tenofovir bekerja melalui inhibisi liver injury dapat disebabkan oleh terapi
kompetitif reverse transcriptase HIV-1 OAT dan ARV. OAT lini pertama yang
dan juga tergabung dengan rantai DNA menyebabkan hepatotoksisitas adalah
virus yang sedang bertumbuh untuk isoniazid, rifampicin, dan pyrazinamid.5
menyebabkan terminasinya.4 ARV NNRTI Mekanisme hepatotoksisitas adalah
seperti Nevirapine, dan efavirenz bekerja akibat dari toksisitas langsung dari primary
dengan menginduksi perubahan compound, metabolit atau dari respon
konformasi pada struktur 3 dimensi dari imunologi yang menyebabkan hepatosit,
enzim sehingga dapat mengurangi sel epitel bilier dan vasculature liver.
aktivitasnya dalam jumlah besar.4 Rifampicin secara bergantung-dosis dapat
Penggunaan NNRTI perlu dibatasi karena menggangu re-uptake bilirubin,
metabolismenya oleh CYP450 yang menyebabkan hiperbilirubinemia
menimbulkan potensi interaksi antarobat. unconjugated atau jaundice tanpa
Semua agen NNRTI merupakan substrat kerusakan hepatocelular. Pirazinamid
CYP3A4 dan dapat berpotensi sebagai secara bergantung dosis dan idiosinkrasi
penginduksi, penghambat, atau campuran dapat menyebabkan hepatotoksisitas.
pengiduksi-penghambat. Pirazinamid dapat menyebabkan kerusakan
Antiretroviral cenderung hepar pada beberapa kasus. Isoniazid
berinteraksi dengan obat-obatan dan dimetabolisme di liver utamanya
makanan yang menyebabkan konsentrasi diasetiliasi oleh N-acetyltransferase,
subterapetik dan supraterapetik. Interaksi mono-acetyl hydrazineadalah metabolit
obat biasa terjadi karena efek metabolism utama, metabolit yang reaktif ini
terhadap cytochrome P450 (CYP450) dan kemungkinan toksik untuk jaringan hepar
enzim uridine diphosphate melalui pembentukan radikal besar.
glucoronsyltransferase (UGT) dan transpor Hepatotoksisitas isoniazid dapat terjadi
oleh membrane protein (p-glycoprotein, dalam waktu minggu hingga bulan.
organic anion-transporting polypeptide).8 Hepatotoksisitas karena terapi ARV
Banyak dari ARV yang merupakan kemungkinan dapat disebabkan oleh
substrat dari protein transpor (organic restorasi imun dan perkembangan
anion-transporting polypeptide [OATP], kerusakan liver yang berhubungan dengan
organic cation protein 1 [OCT1] di hati, respon imun pada TB. Penggunaan ARV
28
Udayana University Press
ISBN : 978-602-294-364-8
PROSIDING PIT & MUNAS HISFARSI 2019, BALI
30
Udayana University Press
ISBN : 978-602-294-364-8
PROSIDING PIT & MUNAS HISFARSI 2019, BALI
Tabel 4. Regimen terapi ARV dan OAT dan peningkatan nilai SGOT/SGPT
Regimen ARV dan OAT SGOT/SGPT diatas nilai rujukan
Tenofovir (300mg) + Lamivudin (150mg) + Efavirenz 3
(600mg) dan
rifampicin 450 + INH 300 + Pyrazinamide 500 +
etambutol 250
Zidovudin (300mg) + Lamivudin (150mg) + Efavirenz 1
(600mg) dan rifampicin 450mg + INH 300mg +
Pyrazinamide 500mg + etambutol 250mg
Efavirenz (600mg) dan INH 300mg 1
Tenofovir (300mg) + Lamivudin (150mg) + Efavirenz 2
(600mg) dan Rifampicin 600 mg
Tenofovir (300mg) + Lamivudin (150mg) + Efavirenz 1
(600mg) dan
INH 300 + Rifampicin 600 mg
lamivudin) seperti yang diberikan pada ini seperti yang ditunjukan dari hasil
pasien nomor 4 dan 7 dapat menyebabkan pengamatan bahwa 2 pasien yang
toksisitas pada mitokondria sel hepar, dan mendapat terapi OAT dengan dosis yang
ARV NNRTI (efavirenz) juga lebih rendah tidak mengalami peningkatan
berhubungan dengan hepatotoksisitas, SGOT dan SGPT.
sedangkan penggunaan OAT seperti
rifampicin, pirazinamid dan isoniazid juga 5. KESIMPULAN
dapat menyebabkan hepatotoksisitas. Berdasarkan hasil pemantauan pada
Beberapa mekanisme pasien HIV dan TB setelah pemberian
diduga berperan dalam efek hepatotoksik terapi ARV dan OAT didapatkan
dari pirazinamid seperti peran peningkatan nilai SGOT dan SGPT yang
Mitochondrial Permeability Transition ringan, namun ada 2 sampel yang nilai
(MPT) dalam hepatotoksisitas serta stress SGOT dan SGPT meningkat drastis.
oksidatif telah diteliti Peningkatan SGOT dan SGPT merupakan
sebagai faktor penting dalam patogenisitas salah satu tanda hepatotoksisitas.
hepatotoksisitas (Chhabra, 2012). Terjadinya hepatotoksisitas pada pasien
Pirazinamid menunjukkan hepatotoksisitas merupak hal yang perlu diwaspadai oleh
yang tergantung dosis dan genetik. tenaga kesehatan, sehingga diperlukan
Pirazinamid mengubah kadar nicotinamide kerja sama antar profesi kesehatan dalam
acetyl dehidrogenase yang menyebabkan memonitor efek samping pada pemberian
pembentukan spesies radikal bebas yang ARV dan OAT secara bersamaan.
bisa mengaktifkan jalur apoptosis.2 Sehingga dapat dilakukan identifikasi dan
Sehingga penggunaan terapi ARV penatalaksanaan dari efek samping yang
dan OAT yang sama sama memiliki efek terjadi.
samping pada hepar yang diberikan
bersamaan dapat semakin meningkatkan 6. DAFTAR PUSTAKA
efek samping pada hepar. 1. Baratawidjaja, K. G., & Rengganis,
ARV golongan NNRTI seperti I. (2010). Imunologi Dasar. Edisi
efavirenz, merupakan CYP3A4 sehingga ke-9. Jakarta: Fakultas Kedokteran
berpotensi berinteraksi dengan obat lain Universitas Indonesia.
yang di metabolisme oleh CYP3A4, seperti 2. Chhabra, N. e. (2012).
isoniazid. Efavirenz menghambat Pharmacotherapy for multidrug
metabolisme isoniazid, sehingga kadar resistent tuberculosis. Journal of
isoniazid dalam darah meningkat karena Pharmacology and
metabolismenya tertunda, akibatnya akan Pharmacotherapeutics Volume 3,
meningkatkan efek sampingnya salah 98-104.
satunya pada hepar. 3. Eluwa, G. I., Badru, T., &
Pada 2 pasien yang mendapatkan Akpoigbe, K. J. (2012). Eluwa,
terapi Tenofovir (300mg) + Lamivudin George I., Badru, Titilope.Adverse
(150mg) + Efavirenz (600mg) rifampicin drug reactions to antiretroviral
150 + INH 75 + Pyrazinamide 400 + therapy (ARVs): incidence, type,
ethambutol 275 tidak mengalami and risk factors in Nigeria. Eluwa,
peningkatan nilai SGOT dan SGPT dari George I., Badru, Titilope.,
nilai rujukan. Hal ini kemungkinan terkait Akpoigbe, Kesiena J., 2012.
dosis pemberian OAT yang lebih rendah Adverse drug reactions to
dibandingkan dengan dosis pemberian antiretroviBMC Clinical
OAT pada sampel yang lain. Telah Pharmacology, Eluwa, George I.,
diketahui bahwa sifat hepatotoksisitas obat Badru, Titilope., Akpoigbe,
anti tuberkulosis seperti rifampicin dan Kesiena J., 2012. Adverse drug
pirazinamid adalah bergantung dosis. Hal reactions to antiretro12:7.
32
Udayana University Press
ISBN : 978-602-294-364-8
PROSIDING PIT & MUNAS HISFARSI 2019, BALI
33
Udayana University Press
ISBN : 978-602-294-364-8
PROSIDING PIT & MUNAS HISFARSI 2019, BALI
ABSTRAK
Latar Belakang: Medication safety adalah upaya yang dilaksanakan untuk mencegah
terjadinya medication error, yang jika terjadi dapat menimbulkan kerugian bagi pasien.
Medication safety senantiasa dihubungkan dengan kegiatan pelayanan kefarmasian yang
dilakukan oleh apoteker yang bekerja di puskesmas, rumah sakit maupun di apotek. Untuk
mencegah terjadinya medication error, apoteker dalam melakukan pelayanan kefarmasian
diwajibkan untuk memastikan terlaksananya 4T dan 1W yang selanjutnya berkembang
menjadi 8T dan 1W. Tujuan: Penelitian ini dibuat dengan tujuan untuk menjelaskan bahwa
medication safety bukan hanya tanggung jawab apoteker yang bekerja di pelayanan
kefarmasian saja, melainkan juga menjadi tanggung jawab dari apoteker yang bekerja di
industri dan distribusi obat. Metode: Penelitian ini adalah penelitian yang mempergunakan
metode deskrisptif analitis dengan pendekatan kualitatif. Data yang dipergunakan adalah data
sekunder. Data sekunder ini diperoleh dari hasil penelusuran literatur dalam rangka
memperoleh pemahaman utuh tentang medication safety, medication error dan peran apoteker
dalam pengertian yang luas. Dikatakan deskriptif karena penelitian ini menguraikan tentang
makna medication safety dan medication error; dan selanjutnya diikuti dengan analisis untuk
menjelaskan kaitannya dengan peran dan tanggung jawab apoteker untuk menciptakan
medication safety. Hasil: Hasil penelitian menunjukkan bahwa untuk mencapai medication
safety tidak hanya memerlukan kegiatan pelayanan kefarmasian yang serba tepat dan
waspada. Upaya medication safety sudah dimulai sejak proses pengadaan bahan baku yang
tepat serta pelaksanaan produksi yang juga tepat, penyimpanan dan proses pendistribusian
yang tepat hingga sampai pada tempat yang tepat di mana apoteker pada pelayanan
kefarmasian memulai kegiatannya sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Peraturan
Menteri Kesehatan tentang pelayanan kefarmasian, baik di puskesmas, rumah sakit maupun
apotek. Kesimpulan: Pada prinsipnya apoteker bertanggung jawab penuh untuk menciptakan
dan menjamin medication safety bagi pasien, walaupun apoteker tersebut tidak melakukan
pelayanan kefarmasian yang berhubungan langsung dengan pasien.
obat itu diproduksi, bahkan sejak suatu understanding, right questions being
senyawa obat ditemukan dan dinyatakan asked, right advice dan right response or
layak untuk dikonsumsi oleh manusia yang outcome5.
diharapkan dapat memberikan efek Bahwa medication error banyak
menyembuhkan suatu penyakit tertentu terjadi pada proses administrasi juga telah
dengan dosis yang tepat. dijelaskan oleh Committee on Patient
National Coordinating Council for Safety and Quality Infprovement The
Mediation Error Reporting and Prevention American College of Obstetricians and
(NCCMERP) mengartikan medication Gynecologies. Dalam temuannya tersebut
error sebagai setiap kejadian yang dapat Committe juga telah menjelaskan bahwa
dicegah yang dapat menyebabkan atau keberadaan obat baru dengan penamaan,
mengarah kepada penggunaan obat yang pengemasan, pelabelan yang menimbulkan
tidak benar atau menimbulkan kerugian persamaan juga menjadi masalah baru
kepada pasien pada saat pengobatan berada dalam medication error6. Untuk itu, WHO
di bawah pengawasan profesional pemberi dalam salah satu terbitannya mengatakan
layanan kesehatan, pasien, atau konsumen. bahwa setiap negara wajib memiliki
Kejadian tersebut dapat dihubungkan kebijakan obat nasional. Kebijakan obat
kepada praktik profesi, produk kesehatan, tersebut meliputi tiga hal, yaitu akses, yang
prosedur, dan sistem, termasuk peresepan, memungkinan seiap orang memperoleh
penyampaian komunikasi, pelabelan pengobatan yang tidak dipengaruhi oleh
produk, pengemasan, dan nomenklatur, ketersediaan dan kemampuannya; kualitas
peracikan, penyerahan, distribusi, yang meliputi juga keamanan/ keselamatan
administrasi, pendidikan, monitoring dan penggunaan dan kemanjuran obat; serta
penggunaan4. Dalam “The Ten ‘R’s of Safe penggunaan obat yang rasional termasuk
Multidiciplinary Drug Administration”, promosi dan cost effective penggunaan
Edwards dan Axe menyatakan bahwa salah obat7. Hal tersebut telah dituangkan dalam
satu masalah utama dalam medication Keputusan Menteri Kesehatan Republik
error adalah kesalahan dalam administrasi. Indonesia No.189/Menkes/SK/III/2006
Sebagai upaya untuk mencegah terjadinya tentang Kebijakan Obat Nasional
kesalahan dalam administrasi (KONAS). Dalam isi KONAS yang
diperkenalkanlah “five ‘R’s of drug menjadi lampiran Keputusan tersebut
administration” yang terdiri dari right dikatakan bahwa tujuan KONAS adalah
patient, right drug, right dosage, right time menjamin:
dan right route. Edwards dan Axe 1. Ketersediaan, pemerataan, dan
selanjutnya menghubungkan keterkaitan keterjangkauan obat, terutama obat
antara medication error yang terjadi esensial.
selama proses pembuatan dan penamaan 2. Keamanan, khasiat dan mutu semua
obat, pengemasan, peresepan dan obat yang beredar serta melindungi
penjelasan, penyimpanan dan penyiapan, masyarakat dari penggunaan yang
penyerahan, dan administrasi, dosis, salah dan penyalahgunaan obat.
jangka waktu pemberian, pemberian 3. Penggunaan obat yang rasional.
informasi obat, monitoring hasil dan reaksi Dalam terbitan selanjutnya WHO
dengan 5 R. Dalam penilaiannya ke 5 R menganjurkan pengaturan obat yang
tersebut tidak cukup mencakup masalah efektif di tiap-tiap negara untuk
medication error seluruhnya. Terkait memastikan keselamatan, kemanjuran dan
dengan hal tersebut maka untuk kualitas obat. Pengaturan tersebut
meningkatkan keamanan/ keselamatan diperlukan dalam rangka kegiatan yang
penggunaan obat dan mengurangi error, dimulai dari pembuatan, impor, ekspor,
maka ditambahkanlah 5 R yang lain, yaitu distribusi, promosi dan pengiklanan obat,
right to refuse, right knowledge and termasuk larangan terkait dengan obat
36
Udayana University Press
ISBN : 978-602-294-364-8
PROSIDING PIT & MUNAS HISFARSI 2019, BALI
6. DAFTAR PUSTAKA
1. Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia. Modul Penggunaan Obat
Rasional. Jakarta: Departemen
Kesehatan RI; 2011.
2. Aronson, JK. Medication Errors:
Definitions and Classification. BJCP.
2009; 76(6): 599-604.
3. Institute of Medicine. Preventing
Medication Errors. Washington DC:
National Academies Press; 2007.
4. National Coordinating Council for
Medication Error Reporting and
Prevention. Two Decades of
Coordinating Medication Safety Efforts.
N.P.: NCCMERP; 2015.
5. Edwards, Sharon dan Sue Axe. The Ten
‘R’s of Safe Multidiciplinary Drug
Administration. N.P.: MA Healthcare
Ltd.; 2015.
6. Committee on Patient Safety and
Quality Improvement The American
College of Obstetricians and
Gynecologies. “Improving Medication
Safety”. Committee Opinion. 2012;
531.
7. World Health Organization. 6. How to
Develop and Implement a National
Drug Policy. N.P., n.p.; 2013.
8. World Health Organization (b). 7.
Effective Medicines, Regulation:
Ensuring Safety, Efficacy and Quality.
N.P., n.p.; 2013.
9. World Health Organization. 9.
Pharmacovigilance: Ensuring the Safe
Use of Medicine. N.P., n.p.; 2014.
38
Udayana University Press
ISBN : 978-602-294-364-8
PROSIDING PIT & MUNAS HISFARSI 2019, BALI
ABSTRAK
Latar Belakang: Kepatuhan penggunaan obat pada pasien anak adalah salah satu isu penting
yang harus menjadi fokus perhatian pada pelayanan di rumah sakit. Ketidakpatuhan adalah
problem yang besar di seluruh dunia khususnya di negara berkembang. Setidaknya satu dari
tiga pasien gagal menyelesaikan pengobatannya secara keseluruhan untuk regimen
pengobatan yang relatif jangka pendek. Hasil review penelitian lainnya menunjukkan
kepatuhan pengobatan pada pasien anak adalah 11-93 %. Problem ini banyak menimbulkan
implikasi yang perlu menjadi perhatian, khususnya pada pasien anak. PP 51 Tahun 2009
tentang Pekerjaan Kefarmasian menyatakan bahwasannya dalam menjalankan pekerjaan
kefarmasian, apoteker dapat dibantu oleh TTK. Perubahan paradigma pelayanan kefarmasian
saat ini yang berorientasi pasien, juga berdampak signifikan terhadap perubahan peran TTK
dalam peningkatan pelayanan penggunaan obat seiring dengan peran apoteker secara klinik.
Bila apoteker dan TTK bekerja bersama dalam konteks lingkungan lokal mereka, dengan
fokus perkembangan pelayanan pasien maka pelayanan kefarmasian yang optimal dapat
diwujudkan. Tujuan: Untuk mengetahui hasil kolaborasi apoteker dan TTK dalam
peningkatan kepatuhan penggunaan obat pasien di ruang anak RSUD Ulin Banjarmasin.
Metode: Penelitian ini merupakan penelitian quasi experimental, dengan pengumpulan data
dilakukan secara prospektif dan non random sampling. Data diambil selama bulan Nopember-
Desember 2018 meliputi data laporan kegiatan farmasi dan data dari rekam medik pasien.
Sampel penelitian yang digunakan sebanyak 162 pasien yang memenuhi kriteria inklusi yaitu
: dirawat lebih dari 2 hari dan mendapat obat oral selama perawatan. Hasil: Hasil penelitian
menunjukkan bahwa karakteristik sampel yaitu 57.4% sampel laki-laki, 30.9% berusia 6-12
tahun, dan 43.2% pendidikan orang tua adalah SMA/SMK. Sebanyak 28.3% sampel dirawat
di ruang subbagian infeksi dan 67.3% sampel mendapatkan 1-2 jenis obat oral. Faktor
kesulitan minum obat yang terbanyak adalah rasa obat yang tidak enak sebesar 41.2%. Hasil
kepatuhan penggunaan obat awal diperoleh 68.5% meningkat menjadi 97.5% setelah
dilakukan kolaborasi TTK dan apoteker, dengan jumlah rekomendasi sebesar 86,4% pada
tataran pasien dan 13,6% pada logistik farmasi. Kesimpulan: Kepatuhan penggunaan obat di
Ruang Anak RSUD Ulin Banjarmasin meningkat dari 68.5% menjadi 97.5% dengan adanya
kolaborasi dari apoteker dan TTK.
Kata Kunci: Kolaborasi, Apoteker, Tenaga Teknis Kefarmasian, Kepatuhan, RSUD Ulin
Banjarmasin
41
Udayana University Press
ISBN : 978-602-294-364-8
PROSIDING PIT & MUNAS HISFARSI 2019, BALI
3.9%
Rasa Obat Tidak Enak
25.5% 41.2% Tidak Paham Aturan Pakai
97.5%
68.5% 74.1%
3.4 Evaluasi Jenis Obat, Bentuk Sediaan tataran obat atau logistik farmasi. Data
dan Jumlah Rekomendasi Apoteker jumlah jenis obat, bentuk sediaan dan hasil
Pada klasifikasi PCNE, rekomendasi rekomendasi yang dilakukan apoteker
apoteker dibagi menjadi lima tataran dapat dilihat pada tabel 2, 3 dan 4.
intervensi. Rekomendasi apoteker terkait
kepatuhan penggunakan obat selama
penelitian hanya diperoleh pada dua
tataran, yaitu: pada tataran pasien dan
42
Udayana University Press
ISBN : 978-602-294-364-8
PROSIDING PIT & MUNAS HISFARSI 2019, BALI
Tabel 2. Jumlah dan Jenis Obat yang Digunakan Tidak Sesuai Petunjuk
Nama Obat (n=32) Jumlah Persentase (%)
Ambroksol puyer 5 6,2
Antasida sirup 2 2,5
Asam Folat puyer/tablet 7 8,6
Diasepam puyer 4 4,9
Fenitoin puyer 3 3,7
Fenobarbital puyer/tablet 3 3,7
Laktobasilus sp.serbuk 6 7,4
OMZ kapsul 2 2,5
Parasetamol drops/sirup/tablet 8 9,9
Prednison puyer/tablet 3 3,7
Propranolol puyer 3 3,7
Salbutamol puyer 4 4,9
Sefiksim sirup 4 4,9
Vitamin D sirup 6 7,4
Zink sirup/tablet 4 4,9
Lain-lain 17 21,1
Jumlah 81 100,0
43
Udayana University Press
ISBN : 978-602-294-364-8
PROSIDING PIT & MUNAS HISFARSI 2019, BALI
46
Udayana University Press
ISBN : 978-602-294-364-8
PROSIDING PIT & MUNAS HISFARSI 2019, BALI
Email: reniyustiati@gmail.com
ABSTRAK
Latar Belakang: Osteoartritis (OA) merupakan penyakit degeneratif yang menyerang
kartilago sendi. OA paling sering menyerang bagian lutut. Hampir 80% pasien mengalami
keterbatasan gerak dan 25% dari mereka tidak dapat melakukan kegiatan sehari-hari. Injeksi
Intraartikular Asam Hialuronat (IIAH) sering digunakan dalam praktik klinis untuk
meredakan nyeri dan peradangan lutut, yang merupakan manifestasi klinis dari OA lutut.
IIAH merupakan pilihan terapi bila pemberian NSAID tidak memberikan respon yang cukup.
Era JKN saat ini RSUD Ulin Banjarmasin sebagai salah satu rumah sakit rujukan untuk
pasien rematologi di Provinsi Kalimantan Selatan, maka dirasakan perlu untuk melakukan
analisis biaya dan mengkaji efektivitas penggunaan IIAH. Tujuan: Mengetahui hasil analisis
biaya dan efektivitas terapi IIAH pada pasien osteoartritis. Metode: Penelitian ini
merupakan studi analisis retrospektif non eksperimental. Data diambil selama tahun 2017
meliputi data laporan dari poli rematologi, laporan farmasi, laporan klaim JKN dan rekam
medik pasien. Sampel penelitian yang digunakan sebanyak 100 pasien yang memenuhi
kriteria inklusi. Hasil: Hasil penelitian menunjukkan bahwa karakteristik sampel adalah 45%
sampel berusia 55-64 tahun, 80% sampel berjenis kelamin perempuan, diagnosis OA tunggal
sebanyak 52%, grade penyakit OA 51% adalah grade-3. Hasil analisis biaya terapi OA
menggunakan IIAH menunjukkan nilai sebesar Rp. 404.436 112.481 dengan biaya terbesar
adalah injeksi Asam Hialorunat sebesar 58%. Biaya yang dihitung meliputi biaya langsung,
yaitu: biaya aministrasi, konsultasi/tindakan, pemeriksaan radiologi/laboratorium dan obat-
obatan. Efektivitas IIAH terhadap penurunan nyeri dengan nilai VAS adalah sebesar 72,8%
dari 6,46 1,584 menjadi 1,76 1,201. Uji t-test menunjukkan adanya perbedaan signifikan
pada pemberian IIAH pada grade 1 (CI 95%) dengan nilai p=0,00043. Kesimpulan:
Pengobatan OA menggunakan Injeksi Intraartikular Asam Hialuronat memiliki efektivitas
terapi dengan menurunkan nilai VAS sebesar 72,8%. Penurunan nyeri hanya berbeda nyata
pada pasien dengan OA grade 1. Jumlah rata-rata biaya langsung per kunjungan masih lebih
rendah dibandingkan dengan tarif INA-CBGs selama dan 3 bulan setelah pemberian IIAH.
Kata Kunci: osteoartritis, asam hialuronat, analisis biaya, efektivitas, RSUD Ulin
Banjarmasin
terjadi pada sendi tangan, lutut, panggul, rekam medik pasien di poli remautologi
tulang belakang, dan juga bisa terjadi lebih RSUD Ulin Banjarmasin dengan diagnosis
dari satu sendi.5 utama Osteoarthritis (OA) lutut yang
OA merupakan penyakit sendi yang memenuhi kriteria inklusi selama tahun
paling sering terjadi.6 Di Indonesia 2017. Data biaya diambil dari laporan
prevalensi penyakit sendi yang didiagnosis klaim JKN dan laporan biaya rawat jalan
oleh tenaga kesehatan mengalami untuk mengetahui biaya yang dikeluarkan,
peningkatan seiring dengan bertambahnya serta laporan biaya dari instalasi farmasi
usia. Prevalensi tertinggi terjadi pada usia untuk mengetahui rincian penggunaan obat
≤75 tahun.7 Angka kejadian osteoartritis di oleh pasien. Analisis efektivitas terapi
Indonesia sejak tahun 1990 hingga 2010 Injeksi Intraartikular Asam Hyaluronat
telah mengalami peningkatan yang (IIAH) dilihat dari catatan rekam medik
menyebabkan peningkatan beban pasien di poli Rematologi RSUD Ulin
kesehatan yang di ukur dengan DALY Banjarmasin berupa data pengukuran skala
(Disability Adjust Lost Years) sebanyak nyeri dengan Visual Analog Scale (VAS).
44,2%. Tahun-tahun kehilangan kualitas Kriteria inklusi: pasien dengan
hidup pada OA yang diukur berdasarkan diagnosis utama OA yang mendapatkan
DALY per 100.000 laki-laki dan terapi IIAH, memiliki catatan rekam medik
perempuan mencapai puncak pada usia 80 yang lengkap. Kriteria ekslusi: Pasien yang
tahun.8 menjalani fisioterapi, pasien yang
Injeksi Intraartikular Asam Hialuronat menderita penyakit lain yang
(IIAH) sering digunakan dalam praktik menggunakan analgetik, dan pasien yang
klinis untuk meredakan nyeri dan tidak melanjutkan terapi IIAH (5 siklus).
peradangan lutut, yang merupakan Analisis biaya dilakukan dengan
manifestasi klinis dari OA lutut. Onsetnya pendekatan payers perspektif yaitu Rumah
lambat, namun berefek jangka panjang, Sakit (RS). Komponen biaya yang diukur
dan dapat mengendalikan gejala klinis adalah biaya medik langsung (direct
lebih lama bila dibandingkan dengan medical cost) yang meliputi biaya
pemberian injeksi kortikosteroid administrasi, konsultasi/tindakan, biaya
intraartikular.9 obat, biaya radiologi dan laboratorium.
IIAH merupakan pilihan terapi bila Biaya medik langsung yang dihitung
pemberian NSAID tidak memberikan dalam penelitian ini adalah total biaya
respon yang cukup. Obat-obatan umumnya pengobatan 3 bulan sebelum, selama dan 3
untuk grade yang ringan yaitu grade 1 dan bulan setelah pasien menjalani terapi IIAH
2, sedangkan grade 3 selain nyeri juga untuk 1 siklus (5 kali selama 5 minggu).
telah ada kekakuan sendi dan grade 4 atau Biaya tersebut kemudian dibandingkan
berat dapat diobati dengan operasi dengan klaim JKN per rata-rata kunjungan
pergantian sendi. sehingga dapat diketahui kesesuaian biaya
Era JKN saat ini RSUD Ulin terapi yang ditanggung oleh rumah sakit.
Banjarmasin sebagai salah satu rumah Analisis efektifitas terapi IIAH dilihat
sakit rujukan untuk pasien rematologi di dari penurunan nilai VAS pada sebelum,
Provinsi Kalimantan Selatan, maka selama dan sesudah terapi IIAH secara
dirasakan perlu untuk melakukan analisis lengkap. Outcome dari terapi yang dilihat
biaya dan mengkaji efektivitas penggunaan adalah % penurunan nilai VAS. Nilai
IIAH. penurunan tersebut kemudian dianalisis
menggunakan paired t test dengan
2. METODE cofidence interval (CI) pada 95.
Penelitian ini merupakan studi analisis
retrospektif non eksperimental. Data
diambil secara retrospektif dari catatan
48
Udayana University Press
ISBN : 978-602-294-364-8
PROSIDING PIT & MUNAS HISFARSI 2019, BALI
3. HASIL
Tabel 1. Karakteristik Sampel
Sampel Penelitian Jumlah
Jumlah Sampel 129
Data Tidak Lengkap 16
Kontraindikasi Diagnosa 13
Jumlah Sampel Sesuai Kriteria 100
49
Udayana University Press
ISBN : 978-602-294-364-8
PROSIDING PIT & MUNAS HISFARSI 2019, BALI
53
Udayana University Press
ISBN : 978-602-294-364-8
PROSIDING PIT & MUNAS HISFARSI 2019, BALI
email: silviakm49@gmail.com
ABSTRAK
Latar Belakang: Kejadian medication error merupakan masalah serius dan dapat menjadi
sumber yang signifikan terhadap morbiditas dan mortalitas dalam sistem pelayanan
kesehatan. Berdasarkan proses pengobatan, medication error dapat terjadi pada tahap
prescribing, transcribing, dispensing, dan administration Dispensing error menjadi salah satu
insiden kesalahan pengobatan yang paling umum dilaporkan di rumah sakit. Identifikasi tipe
dispensing eror dan faktor-faktor penyebabnya merupakan langkah awal untuk mengurangi
kejadian eror tersebut. Tujuan: Penelitian ini bertujuan mengetahui faktor yang
mempengaruhi dispensing error pada pelayanan kefarmasian rawat inap RSUD K.R.M.T.
Wongsonegoro Semarang (RSWN). Metode: Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif
dengan teknik pengambilan data secara prospektif melalui kuisioner kepada tenaga
kefarmasian yang bertugas di Depo Farmasi Rawat Inap RSWN. Data dianalisis
menggunakan analisis univariat. Hasil: Hasil penelitian menunjukkan faktor penyebab
dispensing error meliputi kondisi lingkungan, interupsi bekerja, beban kerja, jumlah tenaga
kerja, pengalaman kerja dan komunikasi antar tenaga kefarmasian. Kesimpulan: Faktor
paling berpengaruh pada terjadinya dispensing error di Depo Farmasi Rawat Inap RSWN
adalah kondisi lingkungan yaitu rancangan ruang Depo Farmasi Rawat Inap yang belum
efisien untuk melakukan penyiapan obat.
Kata Kunci : medication error, faktor dispensing error, farmasi rawat inap
56
Udayana University Press
ISBN : 978-602-294-364-8
PROSIDING PIT & MUNAS HISFARSI 2019, BALI
58
Udayana University Press
ISBN : 978-602-294-364-8
PROSIDING PIT & MUNAS HISFARSI 2019, BALI
59
Udayana University Press
ISBN : 978-602-294-364-8
PROSIDING PIT & MUNAS HISFARSI 2019, BALI
ABSTRAK
Latar belakang: Obat penekan asam lambung banyak digunakan untuk berbagai indikasi,
namun penelitian menunjukkan bahwa penggunaan obat tersebut cenderung berlebihan
(overuse). Tujuan: Oleh sebab itu, perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui pola
penggunaan, mengkaji Drug Related Problems (DRPs), serta mengevaluasi luaran klinik dari
obat penekan asam lambung pada pasien rawat inap di rumah sakit. Metode: Penelitian ini
merupakan penelitian deskriptif analitik dengan rancangan kohort. Pengambilan data secara
prospektif pada pasien rawat inap di RSUD Kabupaten Temanggung periode Januari – Maret
2016. Analisis data secara deskriptif untuk mendapatkan gambaran pola penggunaan dan
mengkaji DRPs, sedangkan analisis statistik menggunakan uji Chi Square untuk melihat
hubungan antara DRP dengan luaran klinik, serta analisis multivariat untuk mengetahui faktor
yang paling berpengaruh terhadap kejadian DRPs dan luaran klinik. Hasil: Subyek penelitian
sebanyak 204 pasien. Pola penggunaan obat penekan asam lambung terbanyak adalah
golongan H2RA 84,3%; golongan PPI 4,4%; sedangkan kombinasi H2RA dan PPI 11,3%.
Indikasi penggunaan obat penekan asam lambung terbesar adalah untuk mengatasi dispepsia,
sebagai profilaksis stress ulcer dan NSAID-induced ulcer. Dari hasil kajian DRPs, diketahui
bahwa DRPs terjadi pada 152 pasien (74,5% dari total 204 pasien), sebanyak 199 kejadian,
berupa terapi obat tidak diperlukan 45,2%; obat tidak efektif 17,6%; dosis obat terlalu tinggi
13,1%; dan timbulnya reaksi merugikan 24,1%. Dari evaluasi luaran klinik, diperoleh hasil
76,5% subyek dinyatakan membaik, 4,4% tidak membaik, dan 19,1% tidak dapat dievaluasi.
Dari hasil uji Chi-Square tidak ada hubungan antara DRPs dengan luaran klinik (p>0,05).
Kesimpulan: Hasil analisis multivariat terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi luaran
klinik, menunjukkan bahwa faktor yang paling berpengaruh terhadap luaran klinik adalah
tingkat keparahan penyakit yang dialami oleh pasien.
Kata kunci : penekan asam lambung, Drug Related Problems, luaran klinik.
Pola peresepan obat penekan asam sebagai profilaksis stress ulcer dan
lambung tersaji dalam Tabel 2. Obat NSAID-induced ulcer.
penekan asam lambung yang tersedia di Selain menggunakan obat penekan
RSUD Kabupaten Temanggung adalah asam lambung, 52,9% subyek juga
golongan H2RA (ranitidin) dan PPI mendapat terapi obat-obat lain yang
(omeprazol dan pantoprazol). Indikasi mempengaruhi luaran klinik, yaitu obat
penggunaan obat penekan asam lambung penetral asam (antasida), sitoproteksif
terbesar adalah untuk mengatasi dispepsia, (sukralfat), dan obat antimual-muntah
(ondansetron, dimenhidrinat) (Tabel 3).
62
Udayana University Press
ISBN : 978-602-294-364-8
PROSIDING PIT & MUNAS HISFARSI 2019, BALI
63
Udayana University Press
ISBN : 978-602-294-364-8
PROSIDING PIT & MUNAS HISFARSI 2019, BALI
4.5. Hubungan DRPs dengan luaran Confidence Interval (CI) dengan taraf
klinik kepercayaan 95%, nilai CI antara 0,103 –
Dari hasil analisis, diperoleh nilai p 4,107 (melewati angka 1), hal ini
sebesar 0,500 (p>0,05) yang berarti tidak menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan
terdapat hubungan antara kejadian DRPs proporsi luaran klinik antara kelompok
dengan luaran klinik. Dilihat dari nilai DRPs dan non DRPs.
65
Udayana University Press
ISBN : 978-602-294-364-8
PROSIDING PIT & MUNAS HISFARSI 2019, BALI
66
Udayana University Press
ISBN : 978-602-294-364-8
PROSIDING PIT & MUNAS HISFARSI 2019, BALI
UDD, dilakukan secara otomatis oleh apoteker. Pada penelitian ini, waktu
mesin ATDPS. Hasilnya, kemudian di penyiapan obat baik pada ATDPS dan
periksa oleh apoteker yang bertanggung manual, dicatat mulai dari awal proses
jawab sebelum diserahkan kepada dokter penyiapan hingga obat yang sudah pada
atau perawat yang berwenang. Sedangkan, kemasan UDD, siap untuk diperiksa oleh
penyiapan UDD dengan Non ATDPS apoteker. Sampel penelitian yang diambil
(manual) dimulai saat penulisan etiket adalah R/ rawat inap, yang berupa obat
pada kemasan UDD berdasarkan KIO, dengan bentuk sediaan tablet atau kapsul,
yang selanjutnya obat dimasukan kedalam dan bukan merupakan R/ obat injeksi atau
kemasan UDD dan diperiksa oleh racikan.
Tabel 1. Rerata Waktu Penyiapan Obat dengan Mesin ATDPS dan Non-ATDPS (Manual)
ATDPS Non ATDPS (Manual)
Waktu
Hari Waktu Waktu Waktu
Jumlah Jumlah Penyiapan
Penyiapan Penyiapan Obat Penyiapan
R/ R/ Obat per
Obat (detik) per R/ (detik) Obat (detik)
R/ (detik)
1 126 4691 37.2 16 652 40.8
2 95 2204 23.2 11 412 37.5
3 29 1045 36.0 14 545 38.9
4 80 1213 15.2 35 1583 45.2
5 139 2999 21.6 19 1079 56.8
6 63 1451 23.0 34 1775 52.5
7 426 5238 12.3 99 3088 31.2
8 73 1929 26.4 16 707 44.2
9 90 1489 16.5 23 846 36.8
10 231 2349 10.2 111 4275 38.5
11 55 1137 20.7 21 1174 55.9
12 77 1519 19.7 19 752 39.6
13 204 2924 14.3 81 2271 28.0
14 71 2597 36.6 18 855 47.5
Total R/ 1759 517
Rerata Waktu
Penyiapan
22.36 42.36
Obat per R/
(detik)
68
Udayana University Press
ISBN : 978-602-294-364-8
PROSIDING PIT & MUNAS HISFARSI 2019, BALI
Tabel 2. Presentasi Jumlah Medication Error pada Penyiapan Obat dengan ATDPS dan Non
ATDPS (Manual)
ATDPS Non ATDPS (Manual)
Hari Jumlah Medication Jumlah Medication
Jumlah R/ Jumlah R/
Error Error
1 126 6 16 0
2 95 0 11 0
3 29 0 14 1
4 80 1 35 2
5 139 1 19 6
6 63 2 34 3
7 426 6 99 9
8 73 1 16 2
9 90 0 23 0
10 231 1 111 3
11 55 1 21 1
12 77 2 19 0
13 204 0 81 0
14 71 2 18 1
Total R/ 1759 517
Presentasi Jumlah
1.31% 5.42%
Medication Error
Tabel 3. Jenis Medication Error pada Penyiapan Obat dengan ATDPS dan Non ATDPS
(Manual)
Medication Error
Jenis Medication Error ATDPS Non ATDPS
Salah petunjuk di label 4 13
Salah bentuk sediaan 0 0
Salah kekuatan obat 2 0
Salah nama obat terdispensi 0 5
Salah jumlah obat terdispensi 9 4
Salah nama pasien 0 1
Kesalahan lain 8 5
Total Medication Error 23 28
69
Udayana University Press
ISBN : 978-602-294-364-8
PROSIDING PIT & MUNAS HISFARSI 2019, BALI
71
Udayana University Press
ISBN : 978-602-294-364-8
PROSIDING PIT & MUNAS HISFARSI 2019, BALI
8. LAMPIRAN
72
Udayana University Press
ISBN : 978-602-294-364-8
PROSIDING PIT & MUNAS HISFARSI 2019, BALI
73
Udayana University Press
ISBN : 978-602-294-364-8