Anda di halaman 1dari 25

PROPOSAL PENELITIAN

PENGARUH KOMPETENSI DAN INDEPENDENSI AUDITOR TERHADAP


KUALITAS AUDIT

Disusun oleh:

Hastuti (2009 30 169)

SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI MAKASSAR

STIEM BONGAYA

2012
BAB I

PENDAHULUAN

2.1 Latar Belakang Penelitian

Laporan keuangan menyediakan berbagai informasi keungan yang bersifat


kuantitatif dan diperlukan sebagai sarana pengambilan keputusan baik oleh pihak
internal maupun pihak eksternal perusahaan. Menurut FSAB, ada dua
karakteristik terpenting yang harus ada dalam laporan keuangan yakni relevan dan
dapat diandalkan. Kedua karakteristik tersebut sangatla sulit untuk diukur,
sehingga para pemakai informasi membutuhkan jasa pihak ketiga yaitu auditor
independen untuk memberi jaminan bahwa laporan keuangan tersebut memang
relevan dan dapat diandalkan serta dapat menigkatkan kepercayaan semua pihak
yang berkepentingan dngan perusahaan tersebut (Singgih dan Bawono, 2010).
Auditor juga sering disebut Akuntan public.

Profesi akuntan publik merupakan profesi kepercayaan masyarakat.Dari


profesi akuntan publik, pengguna laporan keuangan mengharapkan penilaian
yang bebas dan tidak memihak terhadap informasi yang disajikan oleh
manajemen perusahaan dalam laporan keuangan (Mulyadi dan Puradiredja,
1998:3).Profesi akuntan publik bertanggung jawab untuk menaikkan tingkat
keandalan laporan keuangan perusahaan, sehingga para pengguna laporan
keuangan memperoleh informasi keuangan yang andal sebagai dasar pengambilan
keputusan.

Namun pada saat ini profesi auditor menjadi sorotan masyarakat dalam
beberapa tahun terakhir ini.Pada era globalisasi saat ini terjadi kasus-kasus hukum
yang melibatkan manipulasi akuntansi.Skandal manipulasi ini melibatkan banyak
perusahaan-perusaan besar di dunia termasuk di Indonesia.Kasus-kasus seperti ini
melibatkan banyak pihak dan berdampak cukup luas. Keterlibatab CEO,
komisaris, komite audit, internal auditor sampai kepada eksternal auditor.
Terungkapnya kasus seperti ini menyebabkan kepercayaan masyarakat khususnya
masyarakat keuangan terhadap kualitas audit itu menurun, yang salah satunya
ditandai dengan turunnya harga saham secara drastis dari perusahaan yang
terkena kasus (Leonard J. brooks dan Paul Dunn,2008)

Kualitas audit ini penting karena dengan kualitas audit yang tinggi maka
akan dihasilkan laporan keuangan yang dapat dipercaya sebagai dasar
pengambilan keputusan. Selain itu adanya kekhawatiran akan merebaknya
skandal keuangan, dapat mengikis kepercayaan publik terhadap laporan keuangan
auditan dan profesi akuntan public. Seorang auditor dalam memberikan pendapat
kewajaran laporan keuangan klien yang diauditnya, harus mempunyai kompetensi
tinggi dan harus bersikap independensi terhadap tujuan kepentingan klien dan
para pemakai laporan keuangan. Oleh karena itu auditor dituntut untuk dapat
mempertahankan kepercayaan yang telah mereka dapatkan dari klien dan pihak
ketiga yaitu dengan cara memiliki kompetensi yang tinggi dan mempertahankan
independensinya dalam menghasilkan kualitas audit yang bermutu.

Ketika melakukan tugasnya, auditor memerlukan kepercayaan terhadap


kualitas jasa yang diberikan kepada pengguna. Para pemakai laporan keuangan
atau yang sering disebut pihak ketiga hendaknya memberikan kepercayaan yang
penuh terhadap KAP sebagai pihak yang independen dan kompeten karena hal
tersebut akan membuat nilai audit atau kualitas audit juga meningkat sehingga
KAP dituntut bertindak dengan profesionalisme tinggi.

Pelaksanaan audit yang berkualitas sudah merupakan tuntutan umum


seorang akuntan public yang profesional. Hal ini dibuktikan dalam Standar
Profesional Akuntan Publik, disaat dimuat standar pelaksanaan audit yaitu standar
umum, Standar Pekerjaan Lapangan, Standar Pelaporan, dan juga Standar
Pengendalian Mutu. Dengan mempertahankan semua standar tersebut maka
laporan keuangan hasil auditan akan mempunyai nilai tambah yaitu dapat lebih
dipercaya oleh masyarakat atau pihak-pihak yang membutuhkan informasi
tersebut.

Penelitian mengenai kualitas audit penting bagi KAP dan auditor agar
mereka dapat mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas audit dan
selanjutnya dapat meningkatkannya kualitas audit yang dihasilkannya.
Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti merumuskan judul penelitian sebagai
berikut: “PENGARUH KOMPETENSI DAN INDEPENDENSI AUDITOR
TERHADAP KUALITAS AUDIT”

2.2 Rumusan Masalah

Dari latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka permasalahan
yang akan dibahas dalam penelitian ini antara lain:

2.2.1 Apakah kompetensi auditor berpengaruh terhadap kualitas audit?


2.2.2 Apakah independensi auditor berpengaruh terhadap kualitas audit?

2.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh
kompetensi dan independensi auditor terhadap kualitas audit berdasarkan gender.

2.4 kegunaan penelitian


2.4.1 melalui penelitian ini, peneliti mencoba memberikan bukti tentang pengaruh
kompetensi dan independensi terhadap kualitas audit berdasarkan gender.
2.4.2 Dapat digunakan sebagai masukan bagi pimpinan Kantor Akuntan Publik
dalam rangka menjaga dan meningkatkan kualitas kerjanya.
2.4.3 Sebagai bahan evaluasi bagi para auditor sehingga dapat meningkatkan
kualitas auditnya.
BAB II

KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS

2.1 Kajian Pustaka


2.1.1 Pegertian Audit
A. Pengaruh Kompetensi Auditor terhadap Kualitas Audit

Berbagai perubahan yang terjadi beberapa tahun terakhir ini memberikan


pengaruh yang signifikan terhadap profesi auditor. Perkembangan teknologi,
masyarakat pemakai jasa yang semakin sadar akan kepentingannya, serta
peraturan pemerintah yang memberikan konsekuensi terhadap akuntabilitas
public telah banyak merubah tujuan, focus serta pendekatan audit, tetapi juga
memberikan kepastian/penjamin dan kegiatan konsultasi untuk penyelesaian
masalah, dan dari sekedar berfokus pada pendekatan transaksi menjadi lebih
berfokus pada pendekatan berbasis resiko. Perubahan ini memberikan pengaruh
hanya pada auditor eksternal tetapi juga auditor internal.

Audit internal membantu suatu organisasi dalam mencapai tujuannya


melalui pendekatan sistematis dan disiplin untuk mengevaluasi dan memperbaiki
efektivftas proses data kelola organisasi, pengendalian, dan manajemen resiko.
Auditor selain bertanggung jawab kepada pimpinan instansi pengawasan yang
bersangkutan sesuai dengan peraturan perundang-undangan, juga memiliki
tanggung jawab profesi dan kewajiban moral kepada masyarakat pemakai jasa
sesuai standar yang berlaku umum.Untuk menghasilkan produk jasa yang sesuai
dengan standar yang berlaku umum tersebut, auditor harus senantiasa
menggunakan seluruh kompetnsi yang dimilikinya dalam semua pelaksanaan
tugasnya.

Agar dapat melaksanakan tugas dan tanggung jawab secara professional


maka diperlukan kualifikasi kompetensi auditor untuk melaksanakan tugas
pengawasan sesuai dengan jenjang jabatannya.Kualifikasi kompetensi auditor
tersebut diatur dalam suatu standar kompetensi auditor. Badan Pengawasan
Keuangan dan Pembangunan (BPKP) sebagai Pembina aparat pengawasan intern
pemerintah telah menerbitkan peraturan kepala BPKP nomor:PER-211/K/JF/2010
tentang Standar Kompetensi Auditor. Peraturan ini diterbitkan sebagai bentuk
pelaksanaan dari ketentuan pasal 5 ayat (2) huruf c Peraturan Menteri
Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor: PER/220/M.PAN /7/2008 tentang
jabatan Fungsional Kreditor dan Angka Kreditnya.

Dalam Peraturan Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan


yang mengatur tentang standar kompetensi auditor ini terdiri atas 8 pasal yang
memuat pengertian auditor, kompetensi, APIP,Standar Kompetensi Auditor,
Kompetensi Umum, Kompetensi Teknis Pengawasan, Prinsip-prinsip dasar
Standar Kompetensi Auditor, Standar Kompetensi Auditor Terampil, dan Standar
Kompetensi Auditor Ahli dibahas di pasal 1.Pada pasal 2 memuat pembagian-
pembagian Standar Kompetensi Auditor, selanjutnya di pasal 3 memuat tentang
kewajiban auditor dalam memenuhi standar kompetensi yang disyaratkan dan
senantiasa memepertahankan kompetensi mereka. Pada pasal 4 diatur mengenai
kewajiban APIP, pasal 5 mengatur ukuran kemampuan minimal yang harus
dimiliki seorang auditor, persyartan seorang PNS untuk menjadi seorang auditor,
dan teknis kompetensi pengawasan. Pasal 6 memuat aturan-aturan dalam
pelaksanaa penugasan auditor.Pasal 7, mengenai keberlakuan Standar
Kompetensi Auditor.Terakhir pasal 8 menjelaskan tentang jenjang waktu
berlakunya peraturan BPKB ini.

Pengertian kompetensi menurut peraturan BPKN adalah kemampuan dan


karakteristik yang dimiliki oleh seorang Pegawai Negeri Sipil berupa
pengetahuan, keahlian, dan sikap perilaku yang diperlukan dalam pelaksanaan
tugas jabatannya. Jadi semakin tinggi kemampuan yang dimiliki oleh auditor
maka akan semakin tinggi pula kualitas audit yang dihasilkan oleh auditor. Maka
dari itu kompetensi merupakan kewajiban yang wajib dimiliki oleh seorang
auditor.
B. Pengaruh Independensi Auditor terhadap Kualitas Audit

Dalam melaksanakan prosesh audit, akuntan public memperoleh


kepercayaan dari klien dan para pemakai laporan keuangan untuk
membuktikan kewajaran laporan keuangan yang disusun dan disajikan oleh
klien. Oleh karena itu, dalam memberikan pendapat mengenai kewajaran
laporan keuangan yang diperiksa, auditor harus bersikap independen terhadap
kepentingan klien, para pemakai laporan keuangan, maupun terhadap
kepentingan akuntan public itu sendiri.
Penilaian masyarakat atas indenpendensi auditor indenpenden bukan
pada diri auditor secara keseluruhan.Oleh karena itu, apabila seorang auditor
indenpenden atau suatu Kantor Akuntan Publik lalai atau gagal
mempertahankan sikap independensinya, maka kemungkinan besar anggapan
masyarakat bahwa semua akuntan publikm tidak independen. Kecurigaan
tersebut dapat berakibat berkurang atau hilangnya kredibilitas masyarakat
terhadap jasa audit profesi auditor independen.
Supriyono(1988) membuat kesimpulan mengenai pentingnya
independensi akuntan public sebagai berikut:
1. Independensi merupakan syarat yang sangat penting bagi profesi
akuntan public untuk memulai kewajaran informasi yang disajikan
oleh manajemen kepada pemakai informasi.
2. Independensi diperlukan oleh akuntan public untuk memperoleh
kepercayaan klien dan masyarakat, khususnya para pemakai
laporan keuangan.
3. Independensi diperoleh agar dapat menambah kredibilitas laporan
keuangan yang disajikan oleh manajemen
4. Jka akuntan public tidak independen maka pendapat yang ia
berikan tidak mempunyai arti atau tidak mempunyai nilai.
5. Independensi merupakan martabat penting akuntan publik yang
secara berkesinambungan perlu dipertahankan.

Oleh karena itu, dalam menjalankan tugas auditnya, seorang auditor


tidak hanya dituntut untuk memiliki keahlian saja, tetapi juga dituntut untuk
bersikap independen.Walaupun seorang auditor mempunyai keahlian tinggi,
tetapi dia tidak independen, maka pengguna laporan keuangan tidak yakin
bahwa informasi yang disajikan itu kredibel.

Independensi secara esensial merupakan sikap pikiran seseorang yang


dicirikan oleh pendekatan integritas dan obyektivitas tugas profesionalnya.
Hal ini senada dengan America Institute of Certified Public Accountant
(AICPA) dalam Meutia(2004) menyatakan bahwa independensi adalah suatu
kemampuan untuk bertindak berdasarkan integritas dan obyektivitas.
Meskipun integritas dan obyektivitas tidak dapat diukur dengan pasti, tetapi
keduanya merupakan hal yang mendasar bagi profesi akuntan public.
Integritas merupakan prinsipi moral yang tidak memihak, jujur, memandang
dan mengemukakan fakta seperti apa adanya. Di lain pihak, obyektivitas
merupakan sikap tidak memihak dalam mempertimbangkan fakta,
kepentingan pribadi tidak terdapat dalam fakta yang dihadapi (Mulyadi,
2002). Selain itu AICPA dalam Meutia (2004) juga memberikan prinsip-
prinsip berikut sebagai panduan yang berkaitan dengan independensi, yaitu
sebagai berikut:

1. Auditor dan perusahaan tidak boleh tergantung dalam hal


keuangan terhadap klien.
2. Auditor dan perusahaan seharusnya tidak terlibat dalam konflik
kepentingan yang akan mengganggu obyrkyivitas mereka
berkenaan dengan cara-cara yang mempengaruhi laporan
keuangan.
3. Auditor dan perusahaan seharusnya tidak memiliki hubungan
dengan klien yang akan mengganggu obyektivitas auditor.

Dalam aturan Etika Kompartemen Akuntan Publik disebutkan bahwa


dalam menjalankan tugasnya, anggota KAP harus selalu mempertahankan sikap
mental independen di dalam memberikan jasa professional sebagaimana diatur
dalam Standar Profesional Akuntan Publik yang ditetapkan oleh IAI. Sikap
mental independen tersebut harus meliputi independen dalam fakta (in fact)
maupun dalam penampilan ( in appearance) (Amani dan Sulardi, 2005)

C. Pengaruh Gender dan Status Perkawinan Terhadap Kualitas Audit

Sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa, manusia dibedakan menurut jenis
kelaminnya yaitu wanita dan pria.

Robbins (2003) menyatakan bahwa, “Tidak ada perbedaan yang konsisten


antara pria dan wanita dalam kemampuan memecahkan masalah, keterampilan
analisis, dorongan kompetetif, motivasi, sosiabilitas, atau kemampuan
belajar.Namun studi-studi psikologi telah menemukan bahwa wanita lebih
bersedia untuk mematuhi wewenang dan pria lebih agresif dan lebih besar
kemungkinannya daripada wanita dalam memiliki pengharapan untuk
sukses.Bukti yang konsisten juga menyatakan bahwa wanita mempunyai tingkat
kemangkiran yang lebih tinggi dari pada pria.

Dyne dan Graham (2005) menyatakan bahwa “Pada umumnya


wanitamenghadapi tantangan lebih besar dalam mencapai karirnya,
sehinggakomitmennya lebih tinggi.Hal ini disebabkan pegawai wanita merasa
bahwatanggung jawab rumah tangganya ada di tangan suami mereka, sehingga
gajiatau upah yang diberikan oleh organisasi bukanlah sesuatu yang
sangatpenting bagi dirinya”.
Mowday (1982) menyatakan bahwa, .Wanita sebagai kelompok
cenderungmemiliki komitmen terhadap organisasi lebih tinggi dibandingkan
dengan pria.Wanita pada umumnya harus mengatasi lebih banyak rintangan
dalammencapai posisi mereka dalam organisasi sehingga keanggotaan
dalamorganisasi menjadi lebih penting bagi mereka”.
Greenberg dan Baron (2003) menyatakan bahwa “Jenis kelamin
wanitamemiliki komitmen yang lebih rendah dari pada pria yang disebabkan
adanya diskriminasi di tempat kerja yang menganggap kemampuan wanita tidak
samadengan pria sehingga kebanyakan wanita memperoleh kedudukan atau
posisiyang lebih rendah dan kurang terlibat dalam masalah-masalah organisasi”.
Lembaga Demografi FE UI (2000) menyatakan bahwa, “Status perkawinan
adalah ikatan lahir batin antara pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan
tujuan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang
Maha Esa”.

Soekanto (2000) menyatakan bahwa “Perkawinan adalah ikatan yang sah


antara seorang pria dan wanita yang menimbulkan hak-hak dan kewajiban-
kewajiban antara mereka maupun turunannya”.

Robbins (2003) menyatakan bahwa “Pernikahan memaksakan peningkatan


tanggung jawab yang dapat membuat suatu pekerjaan tetap menjadi lebih
berharga dan penting”.

Berkaitan dengan komitmen pekerja terhadap pekerjaannya, ada pengaruh


positif antara status perkawinan seseorang dengan komitmennya terhadap
pekerjaannya.

Dyne dan Graham (2005) menyatakan bahwa “Seseorang yang telah menikah
cenderung memiliki prestasi kerja yang baik karena akan menerima berbagai
bentuk imbalan, baik financial maupun non financial yang semuanya
menunjukkan adanya tanggung jawab yang lebih besar kepada
keluarganya.Mereka yang menikah lebih terikat dengan organisasi, sehingga
dapat membentuk suatu komitmen yang kuat terhadap organisasi tempat mereka
berada.

Mengenai gender tidak berpengaruh besar dalam mempengaruhi kualitas


audit. Hal ini sehubungan dengan makin pesatnya perkembangan individualisme
manusia baik wanita maupun pria. Di mana mereka berkompetensi dalam karir
bekerja.

Mengenai status pernikahan seorang auditor pun mempunyai andil yang


cukup besar yang dapat mempengaruhi independensi seorang auditor. Dengan
adanya keterikatan dan tanggung jawab yang semakin tinggi, seorang auditor
akan dihadapkan pada dua kemungkinan. Mengingat seorang yang telah menikah
cenderung memiliki prestasi kerja yang baik karena akan menerima berbagai
bentuk imbalan. Dalam hal menerima imbalan ini yang bisa berbentuk financial
maupun non financial. Imbalan yang berupa financial akan sangat mempengaruhi
independensi auditor, mengingat dalam menjalankan tugasnya auditor dihadapkan
dengan banyak pihak yang berkepentingan. Sehingga timbulnya fraud sangat
besar kemungkinan akibat manipulasi uang dari pihak yang berkepentingan
terhadap hasil audit yang dibuat.

D. Pengaruh Kompetensi dan Independensi auditor terhadap Kualitas Audit


Berdasarkan Gender danStatus Pernikahan

Kompetensi adalah kemampuan yang dimiliki auditor untuk menjalankan


tugasnya. Semakin tingginya kemampuan yang dimiliki oleh auditor maka akan
semakin tinggi juga kualitas audit yang dihasilkan oleh auditor. Maka dari itu
kompetensi merupakan kemampuan yang wajib dimiliki oleh auditor.Sedangkan
independensi adalah suatu sikap yang harus dimiliki oleh para auditor dalam
mengerjakan pekerjaan audit. Agar kualitas audit yang dihasilkan berkualitas
auditor harus dapat bersikap independen atau tidak memihak salah satu pihak.
Karena pentingnya independensi dalam menghasilkan kualitas audit maka para
auditor harus memiliki sikap ini dalam melakukan tugasnya.

Gender dan status pernikahan memiliki andil dalam menentukan kompetensi


dan independensi seorang auditor. Seorang auditor yang berusia lebih tua akan
memilikik kompetensi yang lebih tinggi dibanding dengan auditor yang masih
muda dalam hal ini auditor yang lebih tua dan telah menangani banyak kasus
audit. Hal ini ditunjang oleh pengalaman audit yang lebih banyak. Pengalaman
merupakan atribut penting yang dimiliki auditor, terbukti dengan tingkat
kesalahan yang dibuat auditor, auditor yang yang sudah berpengalaman biasanya
lebih dapat mengingat kesalahan atau kekeliruan yang tidak lazim/wajar dan lebih
selektif terhadap informasi-informasi yang relevan dibandingkan dengan auditor
yang kurang berpengalaman (Meidawati, 2001).Sebagaimana yang disebutkan
dalam Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) bahwa persyaratan yang
dituntut dari auditor independen adalah orang yang memiliki pendidikan dan
pengalaman yang memadai yang biasanya diperoleh dari praktik-praktik dalam
bidang auditing sebagai auditor independen. Dalam aturan BPKP seorang PNS
bisa diangkat menjadi auditor ahli dengan pendidikan minimal Diploma III dan
usia paling tinggi 50 tahun. Sedangkan jenjang utama usia pensiunnya sampai
dengan 60 tahun sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 41 Tahun 2012 (Desk
Informasi 2012).

Banyak kalangan masyarakat yang beranggapan bahwa status perkawinan


seseorang tidak berpengaruh pada profesionalisme kerjanya, namun sebaliknya
banyak pula perusahaan yang menjadikan status perkawinan sebagai salah satu
pertimbangan tersendiri dalam merekrut karyawan. Ada beberapa perusahaan
yang merekrut karyawan dengan perjanjian ikatan kerja yang mengharuskan tidak
menikah/memiliki anak selama beberapa waktu, terutama bagi karyawan
wanita.Pertimbangannya adalah karyawan wanita yang masih single “dianggap”
memepunyai tingkat reliability yang lebih tinggi dalam menyelesaikan suatu
pekerjaan di luar jam kerja normal, dibandingkan dengan karyawan yang sudah
menikah dan memiliki prioritas dalam berkeluarga. Namun berbeda lagi jika kita
mengkaji masalah karyawan atau pekerja pria. Pria yang telah menikah tentunya
mempunyai ikatan dan bertambahnya rasa tanggung jawab atas keluarganya
sehingga ia akan selalu berupaya meningkatkan kinerja dan profesionalismenya
dalam bekerja. Hal ini pun berkaitan dengan auditor wanita atau pria yang telah
berstatus menikah. Pada dasarnya status pernikahan tidak seharusnya menjadi
penghalang bagi seorang auditor untuk tetap menjaga kompetensi dan
independesinya dalam menghasilkan hasil audit yang berkualitas. Namun, tak
dapat pula dipungkiri jika status perkawinan dapat memberikan pengaruh
terhadap pola pikir seorang manusia temasuk auditor.Hal ini tak terpisahkan pula
dari norma-norma masyarakat dan budaya yang memisahkan peran seorang
wanita sebagai istri dan pria sebagai suami. Dalam norma masyarakat dan budaya
memberikan peran istri untuk mengurus rumah tangga dan suaminya, sedang
suami berperan dalam memenuhi kebutuhan rumah tangga tersebut. Namun,
dengan berkembangnya zaman, banyak pula wanita yang bekerja dan ikut
memberikan sumbangsi dalam pemenuhan kebutuhan rumah tangga mereka
disamping tugas pokoknya sebagai seorang istri. Jadi seorang wanita yang bekerja
dan telah berkeluarga tentunya harus mengeluarkan proporsi tenaga lebih dan
manajemen waktu yang lebih tertata dibandingkan pria yang telah berkeluarga.
Jadi, bisa saja auditor wanita yang telah menikah tidak begitu focus ketika
melakukan audit, apalagi ketika pengauditan membutuhkan waktu yang cukup
padat dan singkat tentunya manajemen waktu sangat dibutuhkan dimana auditor
harus mengurus rumah dan pekerjaannya.Namun, semua kembali pada prioritas
wanita keluarga atau pekerjaan.
Berbeda halnya dengan auditor pria yang telah menikah akan lebih focus
dalam menigkatkan kommpetensi dan independensinya dalam menghasilkan hasil
audit yang berkualitas. Hal ini karena auditor merasa ada tanggung jawab lebih
pada keluarga sehingga pekerjaan menjadi hal yang penting baginya. Hasil
penelitian Yuniar Rosmalina dan Dewi Permaesih tentang “Aktifitas Fisik dan
Energi Pekerja Laki-laki dengan jenis Pekerjaan Berbeda” tahun 2008
menunjukkan pekerja pria yang telah menikah memberikan presentasi 98%
dibanding yang belum menikah ataupun duda. Jadi seorang auditor pria yang
telah menikah akan senantiasa bekerja keras untuk menghasilkan hasil audit yang
berkualitas. Di samping itu, pria yang telah menikah pun tak akan memiliki
masalah manajemen waktu yang cukup berarti. Karena dengan hasil kerja yang
baik akan memberikan kepuasan tersendiri pula bagi pihak keluarga yang
bersangkutan.

Tak dapat dipungkiri pula jika auditor yang telah menikah akan berhadapan
dengan banyak tawaran yang bersifat finanasial dari pihak yang berkepentingan
dengan hasil laporan audit yang tentu akan dapat menggoyahkan independensinya
dalam mengaudit. Pria yang telah menikah tentunya akan bekerja keras untuk
mendapatkan penghasilan lebih, dan tak dapat dipungkiri lagi jika di Negara
Indonesia ini banyak kegiatan-kegiatan yang berpeluang dalam tindakan KKN
termasuk suap-menyuap yang mungkin akan ditemukan dalam bidang audit ini.
Untuk itu sangat diperlukan untuk seorang auditor untuk selalu menjaga
independesinya terutama ketika mengaudit. Karena independensi dan kompensi
auditor sangat diperlukan untuk mendapatkan hasil audit yang berkualitas dan
menjaga kelangsungan eksistensi auditor.

E. Hipotesis

1. Berdasarkan hasil regresi menunjukkan bahwa kompetensi berpengaruh


secara signifikan terhadap kualitas audityang dihasilkan oleh auditor, hal ini
dibuktikan dari analisis uji t diperoleh ( t = 3,610, sig.t = 0,001 < 0,05) maka
H0 ditolak pada tingkat signifikan 5 persen.
Hasil ini mendukung penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Zulfi Ainur
Rachman (2011) dan Eunike Christina (2007) yang menyatakan bahwa
kompetensi auditor yang bekerja di Kantor Akuntan Publik berpengaruh
siginifikan terhadap kualitas audit yang dilaporkan oleh auditor kepada klien.
Selain itu hasil penelitian ini sejalan pula dengan hasil penelitian yang
dilakukan oleh Harhinto (2004) dan Kartika Widhi (2006) bahwa kompetensi
auditor berhubungan positif terhadap kualitas audit

2. Berdasarkan hasil analisis regresi menunjukkan bahwa independensi auditor


berpengaruh secara signifikan terhadap kualitas audit yang dihasilkan oleh
auditor, hal ini dibuktikan dari analisis uji t diperoleh (t = -2.199, sig.t = 0.032
< 0.05) maka H0 ditolak pada signifikan 5 persen. Hasil ini mendukung
penelitian yang dilakukan oleh Zulfi Ainur Rchman (2011) dan Eunike
Christina (2007) yang menyatakan bahwa independensi auditor yang bekerja
di Kantor Akuntan Publik berpengaruh signifikan terhadap kualitas audit yang
dilaporkan kepada klien. Arti hasil analisis tersebut menunjukkan bahwa para
auditor akan melaporkan salah saji tergantung pada kualitas independensi
auditor.
3. Gender adalah perbedaan jenis kelamin auditor yang melakukan pekerjaan
audit. Dalam menghasilkan kualitas audit yang berkualitas, perbedaan gender
auditor tidak dapat berpengaruh secara signifikan. Hasil ini didukung dari
hasil analisis regresi dengan uji t yang diperoleh (t = 1.19, sig.t = 0.239 >
0.05). maka H0 diterima pada nilai signifikansi 5 persen. Dan dari hasil
regresi ini, dapat diketahui bahwa kualitas audit yang dihasilkan oleh auditor
laki-laki lebih tinggi sebesar β = 0,560 atau 56 persen daripada kualitas audit
yang dihasilkan oleh auditor perempuan.
4. Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan Yuniar Rosmalina dan Dewi
Permaesih (2008) dengan menggunakan uji t dua variable diperolah pekerja
yang telah menikah terhadap penggunaan fisik dalam bekerja 90% (p>0.05).
Belum ada penelitian sebelumnya yang meneliti pengaruh status pernikahan
auditor terhadap kualitas auditnya. Namun secara fakta status pernikahan akan
sangat berpengaruh terhadap kinerja seseorang termasuk auditor.

BAB III
METODE PENELETIAN
A. Metode Penelitian
Berdasarkan jenis data yang diteliti, penelitian ini termasuk peneletian
opini (opinion research), merupakan penelitian terhadap fakta berupa opini
atau pendapat (Indrianto, 1999).Data yang diteliti dapat berupa pendapat
responden secara individual. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh
kompetensi dan independensi auditor terhadap kualitas auditnya berdasarkan
gender dan status pernikahannya. Sesuai dengan jenis data yang diuji,
penelitian ini menggunakan metode survey, teknik pengumpulan data analisis
data berupa opini dari subjek yang diteliti melalui penyebaran
kuesioner.Sumber data dalam penelitian ini merupakan data primer (primary
data)yang merupakan sumber data penelitian yang diperoleh secara langsung
dari sumber melalui pengisian kuesioner.
a. Cara Pengumpulan Data:
Data primer dikumpulkan melalui kuesioner bagi responden
b. Analisis Data
Melakukan analisis deskriptif, uji regresi linear, analisis uji t, uji
hipotesis, pembahasan.

B. Alat Analisis
Alat analisis dalam penelitian ini berupa artikel-artikel, jurnal, aturan-
aturan, kuesioner dan pendapat, hasil penelitian sebelumnya yang
menggunakan data dengan membandingkan dua variable, serta ketentuan-
ketentuan yang dibuat oleh organisasi-organisasi yang berhubungan dengan
bidang audit.
DAFTAR PUSTAKA

AR,Zulfi.2011.Pengaruh Kompetensi dan Independensi Auditor terhadap Kualitas


Audit berdasarkan Gender pada Kantor Akuntan Publik. Rangkuman skipsi.STIE
PERBANAS.Surabaya.

BPKP.Peraturan Kepala BPKP Tentang Pelaksanaan Pengangkatan, Kenaikan


Jabatan/Pangkat,Pembebasan Sementara, Pengangkatan Kembali, dan
Pemberhentian Dalam dan Dari Jabatan Fungsional Auditor. Nomor :PER-
709/K/JF/2009.

Rosmalina ,Yuniar. Permaesih, Dewi. 2008. Aktifitas Fisik dan penggunaan Energi
Pekerja Laki-laki dengan Jenis Pekerjaan Berbeda.Makalah.Puslitbang Gizi dan
Makanan Depkes RI.Bogor.
Subyantoro,A.Karakteristik Individu. Artikel.Fakultas Ekonomi UPN
Veteran.Yogyakarta.

Tjun tjun,Law.2012.Pengaruh Kompetensi dan Independensi Auditor Terhadap


Kualitas Audit.tesis.Universitas Kristen Maranatha.Bandung.

Anda mungkin juga menyukai