Laporan Pendahuluan PKK II CKD
Laporan Pendahuluan PKK II CKD
OLEH :
NIM : 16089014033
2018
A. Konsep Dasar Penyakit
1. DEFINISI
Gagal ginjal kronik merupakan gangguan fungsi renal dimana kemampuan tubuh gagal
untuk mempertahankan metabolisme, keseimbangan cairan dan elektrolit. Pada pasien gagal
ginjal sering mengalami khawatir karena kondisi sakit yang dialaminya hal ini dapat menjadi
stressor fisik yang mampu mengarahkan pasien pada tingkat stress, cemas bahkan depresi. Pada
saat menghadapi keadaan yang penuh stress pasien gagal ginjal harus beradaptasi dengan
stressor. Hal yang dilakukan tersebut merupakan bagian dari koping.
Chronic Kidney Disease (CKD) adalah salah satu masalah kesehatan penduduk di seluruh
dunia. Jumlah penyakit CKD ini bertambah seiring pesatnya laju pertumbuhan penduduk.
Menurut hasil Global Burden of Disease pada tahun 2010, penyakit CKD mendapati peringkat ke
27 di tahun 1990 dan peringkatnya naik menjadi peringkat ke 18 di tahun 2010. Di Indonesia
sendiri penyakit ginjal adalah penyakit no 2 dengan pembiayaan terbesar setelah penyakit
jantung berdasarkan BPJS kesehatan. Menurut data hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas)
pada tahun 2013, populasi umur ≥ 15 tahun yang terdiagnosis CKD sebesar 0,2%. Angka ini
lebih rendah dibandingkan prevalensi CKD di Negara Negara lain, juga hasil penelitian
Perhimpunan Nefrologi Indonesia (Pernefri) tahun 2006, yang mendapatkan prevalensi CKD
sebesar 12,5%. Hal ini karena Riskesdas 2013 hanya menangkap data orang yang terdiagnosis
CKD sedangkan sebagian besar CKD di Indonesia baru terdiagnosis pada tahap lanjut dan akhir
(Kementerian Kesehatan RI, 2017).
2. EPIDEMIOLOGI
Epidemiologi penyakit ginjal kronis (PGK) di Amerika dengan tingkat mortalitas yang
cukup tinggi, di atas 100 orang per 1000 pasien per tahun.
Global
Di Amerika, menurut National Institute of Diabetes and Digestive and Kidney Diseases
(NIDDK) melaporkan 10% orang dewasa di Amerika memiliki PGK
Indonesia
Berdasarkan laporan dari Indonesia Renal Registry dari PERNEFRI tahun 2015, berikut
beberapa epidemiologi PGK di Indonesia:
Terjadi peningkatan pasien baru yang terdata, yaitu sebanyak 21.050 (tidak dapat menunjukkan
data seluruh Indonesia)
Terjadi peningkatan pasien aktif atau pasien yang menjalani hemodialisis, diduga karena faktor
Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)
Proporsi berdasarkan usia tertinggi pada usia 45–54 tahun yaitu 56.72% pasien baru dan 56.77%
pasien aktif.
Mortalitas
Data di Amerika dari United States Renal Data System (USRDS) tahun 2015 menemukan tingkat
mortalitas penyakit ginjal kronis pada laki-laki 120 per 1000 pasien per tahun dan pada wanita
103 per 1000 pasien per tahun.
3. ETIOLOGI
Dibawah ini ada beberapa penyebab CKD menurut Price, dan Wilson (2006)
diantaranya adalah tubula intestinal, penyakit peradangan, penyakit vaskuler hipertensif,
gangguan jaringan ikat, gangguan kongenital dan herediter, penyakit metabolik, nefropati
toksik, nefropati obsruktif. Beberapa contoh dari golongan penyakit tersebut adalah :
1. Penyakit infeksi tubulointerstinal seperti pielo nefritis kronik dan refluks nefropati.
2. Penyakit peradangan seperti glomerulonefritis.
3. Penyakit vaskular seperti hipertensi, nefrosklerosis benigna, nefrosklerosis maligna, dan
stenosis arteria renalis.
4. Gangguan jaringan ikat seperti Lupus eritematosus sistemik, poliarteritis nodosa, dan
seklerosis sistemik progresif.
5. Gangguan kongenital dan herediter seperti penyakit ginjal polikistik, dan asidosis tubulus
ginjal.
6. Penyakit metabolik seperti diabetes militus, gout, dan hiperparatiroidisme, serta amiloidosis.
7. Nefropati toksik seperti penyalah gunaan analgetik, dan nefropati timah.
8. Nefropati obstruktif seperti traktus urinarius bagian atas yang terdiri dari batu, neoplasma,
fibrosis retroperitoneal.
Penyebab tersering terjadinya CKD adalah diabetes dan tekanan darah tinggi,
yaitu sekitar dua pertiga dari seluruh kasus (National Kidney Foundation, 2015). Keadaan lain
yang dapat menyebabkan kerusakan ginjal diantaranya adalah penyakit peradangan seperti
glomerulonefritis, penyakit ginjal polikistik, malformasi saat perkembangan janin dalam
rahim ibu, lupus, obstruksi akibat batu ginjal, tumor atau pembesaran kelenjar prostat, dan
infeksi saluran kemih yang berulang (Wilson, 2005).
4. Klasifikasi
Stadium 1 : penurunan cadangan ginjal, pada stadium kadar kreatinin serum normal dan
penderita asimptomatik.
Stadium 2 : insufisiensi ginjal, dimana lebihb dari 75 % jaringan telah rusak, Blood Urea
Nitrogen ( BUN ) meningkat, dan kreatinin serum meningkat.
Stadium 1 : kelainan ginjal yang ditandai dengan albuminaria persisten dan LFG yang
masih normal ( > 90 ml / menit / 1,73 m2
Stadium 2 : Kelainan ginjal dengan albuminaria persisten dan LFG antara 60-89
mL/menit/1,73 m2
Stadium 5 : kelainan ginjal dengan LFG < 15mL/menit/1,73m2 atau gagal ginjal terminal.
5. Tanda & Gejala
Gagal ginjal kronis sering kali tidak menunjukkan gejala pada tahap awal dan
berkembang secara perlahan-lahan. Namun, umumnya tanda dan gejala tahap akhir dari
penyakit gagal ginjal kronis adalah mual dan muntah, hilangnya nafsu makan, perasaan
lemah, dan lesu, sesak napas, sakit perut, masalah mulut, frekuensi buang air kecil yang
meningkat, terutama di malam hari, mati rasa, kesemutan, terbakar kaki panas dan tangan,
kram otot dan kejang otot, gangguan tidur, kulit gatal, menurunnya ketajaman mental, tekanan
darah tinggi yang sulit dikontrol, nyeri pada dada karena penumpukan cairan di sekitar
jantung, pembengkakan pada pergelangan kaki, kaki, atau tangan.
Selain itu hal yang paling dirasakan adalah sakit kepala, warna kulit dan kuku
pucat, munculnya darah dalam urine, merasakan lelah yang berlebih, dan merasa seperti
buang air kecil tetapi tidak ada urin yang keluar.
6. Patofisiologi
Patofisiologi CKD pada awalnya dilihat dari penyakit yang mendasari, namun
perkembangan proses selanjutnya kurang lebih sama. Penyakit ini menyebabkan
berkurangnya massa ginjal. Sebagai upaya kompensasi, terjadilah hipertrofi struktural dan
fungsional nefron yang masih tersisa yang diperantarai oleh molekul vasoaktif seperti sitokin
dan growth factor. Akibatnya, terjadi hiperfiltrasi yang diikuti peningkatan tekanan kapiler
dan 10 aliran darah glomerulus. Proses adaptasi ini berlangsung singkat, hingga pada akhirnya
terjadi suatu proses maladaptasi berupa sklerosis nefron yang masih tersisa. Sklerosis nefron
ini diikuti dengan penurunan fungsi nefron progresif, walaupun penyakit yang mendasarinya
sudah tidak aktif lagi (Suwitra, 2009).
Diabetes melitus (DM) menyerang struktur dan fungsi ginjal dalam berbagai
bentuk. Nefropati diabetik merupakan istilah yang mencakup semua lesi yang terjadi di ginjal
pada DM (Wilson, 2005). Mekanisme peningkatan GFR yang terjadi pada keadaan ini masih
belum jelas benar, tetapi kemungkinan disebabkan oleh 11 dilatasi arteriol aferen oleh efek
yang tergantung glukosa, yang diperantarai oleh hormon vasoaktif, Insuline-like Growth
Factor(IGF) – 1, nitric oxide, prostaglandin dan glukagon.
Hiperglikemia kronik dapat menyebabkan terjadinya glikasi nonenzimatik asam
amino dan protein. Proses ini terus berlanjut sampai terjadi ekspansi mesangium dan
pembentukan nodul serta fibrosis tubulointerstisialis (Hendromartono, 2009). Hipertensi juga
memiliki kaitan yang erat dengan gagal ginjal. Hipertensi yang berlangsung lama dapat
mengakibatkan perubahan-perubahan struktur pada arteriol di seluruh tubuh, di tandai dengan
fibrosis dan hialinisasi (sklerosis) dinding pembuluh darah. Salah satu organ sasaran dari
keadaan ini adalah ginjal (Wilson, 2005). Ketika terjadi tekanan darah tinggi, maka sebagai
kompensasi, pembuluh darah akan melebar. Namun di sisi lain, pelebaran ini juga
menyebabkan pembuluh darah menjadi lemah dan akhirnya tidak dapat bekerja dengan baik
untuk membuang kelebihan air serta zat sisa dari dalam tubuh. Kelebihan cairan yang terjadi
di dalam tubuh kemudian dapat menyebabkan tekanan darah menjadi lebih meningkat,
sehingga keadaan ini membentuk suatu siklus yang berbahaya (National Institute of Diabetes
and Digestive and Kidney Disease, 2014).
7. Web Of Caution (WOC).
Fokus utama dokter biasanya mencari adanya kenaikan tekanan darah maupun
ada/tidaknya kerusakan target organ seperti pada mata dan jantung. Disamping itu dokter juga
akan memeriksa tanda lainnya berupa :
1.Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit : edema (bengkak akibat akumulasi cairan
padabagian tubuh).
3.Gangguan saluran cerna : anoreksia, mual,muntah, nafas bau urin (uremic fetor), disgeusia
(metallic taste) ,
9. Pemeriksaan Diagnostik/Penunjang
1.Pemeriksaan Laboratorium : darah perifer lengkap , penurunan LFG, serum ureum dan
kreatinin, tes clearance kreatinin ukur, asam urat , elektrolit, gula darah, profil lipid, analisa
gas darah, serologis hepatitis, serum iron, feritin serum, hormon paratiroid,
albumin,globulin, pemeriksaan imunologi, hemostasis lengkap dan urinalisa.
3.Biopsi ginjal.
10. Penatalaksanaan
A. Konservatif
B. Dialysis
1. Peritoneal dialysis
Biasanya dilakukan pada kasus-kasus emergency. Sedangkan dialysis
yang bisa dilakukan dimana saja yang tidak bersifat akut adalah CAPD (
Continues Ambulatori Peritonial Dialysis).
2. Hemodialisis
Yaitu dialysis yang dilakukan melalui tindakan infasif di vena dengan
menggunakan mesin. Pada awal hemodialisis dilakukan melalui daerah
femoralis namun untuk mempermudah maka di lakukan :
AV fistule : Menggabungkan vena dan arteri
Double Lumen : langsung pada daerah jantung (vaskularisasi ke jantung)
Tujuannya yaitu untuk menggantikan fungsi ginjal dalam tubuh fungsi
ekskresi yaitu membuang sisa –sisa metabolisme dalam tubuh, seperti
kreatinin dan sisa metabolisme yang lain.
C. Operasi
1. Pengambilan Batu
2. Transplantasi Ginjal
11. Komplikasi
Seperti penyakit kronis dan lama lainnya, penderita CKD akan mengalami
beberapa komplikasi. Komplikasi dari CKD menurut Smeltzer dan Bare (2001) serta
Suwitra (2006) antara lain adalah :
1. Hiper kalemi akibat penurunan sekresi asidosis metabolik, kata bolisme, dan masukan
diit berlebih
2. Prikarditis, efusi perikardial, dan tamponad jantung akibat retensi produk sampah
uremik dan dialisis yang tidak adekuat.
3. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi sistem renin angiotensin
aldosteron
5. Penyakit tulang serta klasifikasi metabolik akibat retensi fosfat, kadar kalsium serum
yang rendah, metabolisme vitamin D yang abnormal dan peningkatan kadar
alumunium akibat peningkatan nitrogen dan ion anorganik.
1. Pengkajian Keperawatan.
Pengkajian focus keperawatan yang perlu diperhatikan pada penderita gagal ginjal
kronik menurut Doeges (1999), Le Mone & Burke (2000) dan Smeltzer dan Bare (2001) ada
berbagai macam, meliputi :
a. Demografi Lingkungan yang tercemar oleh timah, cadmium, merkuri, kromium dan sumber
air tinggi kalsium beresiko untuk gagal ginjal kronik, kebanyakan menyerang umur 20-50
tahun, jenis kelamin lebih banyak perempuan, kebanyakan ras kulit hitam.
b. Riwayat penyakit dahulu Riwayat infeksi saluran kemih, penyakit peradangan, vaskuler
hipertensif, gangguan saluran penyambung, gangguan kongenital dan herediter, penyakit
metabolik, nefropati toksik dan neropati obstruktif.
c. Riwayat kesehatan keluarga Riwayat penyakit vaskuler hipertensif, penyakit metabolik,
riwayat menderita penyakit gagal ginjal kronik.
1) Pemeliharaan kesehatan Penggunaan obat laksatif, diamox, vitamin D, antacid, aspirin dosis
tinggi, personal hygiene kurang, konsumsi toxik, konsumsi makanan tinggi kalsium, purin,
oksalat, fosfat, protein, kebiasaan minum suplemen, control tekanan darah dan gula darah
tidak teratur pada penderita tekanan darah tinggi dan diabetes mellitus.
2) Pola nutrisi dan metabolik Perlu dikaji adanya mual, muntah, anoreksia, intake cairan
inadekuat, peningkatan berat badan cepat (edema), penurunan berat badan (malnutrisi), nyeri
ulu hati, rasa metalik tidak sedap pada mulut (pernafasan amonia), penggunanan diuretic,
demam karena sepsis dan dehidrasi.
3) Pola eliminasi Penurunan frekuensi urine, oliguria, anuria (gagal tahap lanjut), abdomen
kembung, diare konstipasi, perubahan warna urin.
4) Pola aktivitas dan latihan Kelemahan ekstrim, kelemahan, malaise, keterbatsan gerak sendi.
5) Pola istirahat dan tidur Gangguan tidur (insomnia/gelisah atau somnolen)
6) Pola persepsi sensori dan kognitif Rasa panas pada telapak kaki, perubahan tingkah laku,
kedutan otot, perubahan tingkat kesadaran, nyeri panggul, sakit kepala, kram/nyeri kaki
(memburuk pada malam hari), perilaku berhati-hati/distraksi, gelisah, penglihatan kabur,
kejang, sindrom “kaki gelisah”, rasa kebas pada telapak kaki, kelemahan khusussnya
ekstremitas bawah (neuropati perifer), 30 gangguan status mental, contoh penurunan lapang
perhatian, ketidakmampuan berkonsentrasi, kehilangan memori, kacau.
7) Persepsi diri dan konsep diri Perasaan tidak berdaya, tak ada harapan, tak ada kekuatan,
menolak, ansietas, takut, marah, mudah terangsang, perubahan kepribadian, kesulitan
menentukan kondisi, contoh tak mampu bekerja, mempertahankan fungsi peran.
8) Pola reproduksi dan seksual Penurunan libido, amenorea, infertilitas, impotensi dan atropi
testikuler.
Pengkajian fisik
4) Tanda vital : tekanan darah meningkat, suhu meningkat, nadi lemah, disritmia, pernapasan
kusmaul, tidak teratur.
5) Kepala a) Mata: konjungtiva anemis, mata merah, berair, penglihatan kabur, edema
periorbital.
7) Dada dab toraks : penggunaan otot bantu pernafasan, pernafasan dangkal dan kusmaul serta
krekels, nafas dangkal, pneumonitis, edema pulmoner, friction rub pericardial.
8) Abdomen : nyeri area pinggang, asites.
10) Ekstremitas : capirally refill time > 3 detik,kuku rapuh dan kusam serta tipis, kelemahan
pada tungkai, rasa panas pada telapak kaki, foot drop, kekuatan otot.
11) Kulit : ecimosis, kulit kering, bersisik, warnakulit abu-abu, mengkilat atau hiperpigmentasi,
gatal (pruritas), kuku tipis dan rapuh, memar (purpura), edema.
Nyeri akut b.d cidera Setelah dilakukan O : Monitor tanda- -Untuk mengetahui
biologis tindakan keperawatan tanda nyeridan kaji tanda-tanda nyeri dan
selama 1x4 jam N : Berikan posisi yang skala nyeri
diharapkan nyeri nyaman -Agar pasien lebih
berkurang dengan E : Ajarkan pasien merasa nyaman
criteria hasil : untuk mengetahui -Agar pasien
- Mampu skala nyeri mengetahui adanya
mengontrol C : Kolaborasi dengan nyeri
nyeri dokter dalam -Untuk mengurangi
- Nyeri pemberian analgetik nyeri
berkurang
- Mampu
mengenali
nyeri
DAFTAR PUSTAKA
https://media.neliti.com/media/publications/137795-ID-none.pdf
https://www.alomedika.com/penyakit/nefrologi/penyakit-ginjal-kronis/epidemiologi