Anda di halaman 1dari 130

Volume 21, No.

1 (June 2019): 1-131

ISSN 1410-8356
E-ISSN 2355-5963

Interaksi Sosial Etnis Cina-Jawa Kota Surakarta


VERBENA AYUNINGSIH PURBASARI, SUHARNO

ASPEK EKONOMI PADA KEHIDUPAN PEREMPUAN LANJUT USIA:


Studi Etnografi di Desa Demuk, Kecamatan Pucanglaban Kabupaten Tulungagung
RICHA MELIZA, BUDIAWATI SUPANGKAT ISKANDAR, RINI S. SOEMARWOTO

Akulturasi Masyarakat Lokal dan Pendatang di Papua Barat


RAISA ANAKOTTA, ALMAN, SOLEHUN

Malang Corruption Watch Sebagai Gerakan Masyarakat Sipil Guna


Membangun Budaya Anti-Korupsi di Daerah
FAHDIAN RAHMANDANI, SAMSURI

Konstruksi Makna Bakupukul Manyapu bagi Masyarakat Mamala Maluku


SULAEMAN, MAHDI MALAWAT, DARMA

LABORATORIUM ANTROPOLOGI
JURUSAN ANTROPOLOGI
FISIP UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
JURNAL ANTROPOLOGI:
Isu-Isu Sosial Budaya
P-ISSN 1410-8356
E-ISSN 2355-5963

Jurnal Antropologi: Isu-Isu Sosial Budaya (JANTRO) telah terdaftar dengan nomor ISSN 1410-
8356 (cetak), ISSN 2355-5963 (online). Jurnal Antropologi: Isu-Isu Sosial Budaya (JANTRO)
adalah jurnal peer review yang diterbitkan oleh Laboratorium Antropologi, Jurusan Antropologi
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Andalas, Sumatera Barat, Indonesia.

Jurnal Antropologi: Isu-Isu Sosial Budaya (JANTRO) diterbitkan dengan tujuan ikut mengem
bangkan kajian Ilmu Antropologi Sosial dan Budaya di Indonesia, dengan terbuka dan
menerima kontribusi dari berbagai disiplin ilmu dan pendekatan yang bertemu di persimpangan
hasil penelitian dan analisis-kritis mengenai isu pembangunan kontemporer. Jurnal ini dikelola
dan di bawah naungan Laboratorium Antropologi Jurusan Antropologi FISIP Universitas
Andalas. Sumbangan artikel meliputi artikel hasil penelitian, kajian kepustakaan dan ulasan
ilmiah lainnya.

Jurnal Antropologi: Isu-Isu Sosial Budaya (JANTRO) terbit secara berkala sebanyak dua kali
dalam rentang waktu bulan Juni hingga bulan Desember. Artikel Jurnal ini dapat ditulis dalam
bahasa Indonesia atau Inggris. Artikel yang diterbitkan telah melalui proses seleksi oleh dewan
redaksi dan mitra bestari. Artikel yang lolos seleksi akan dipungut biaya guna keberlanjutan
jurnal, sedangkan pengiriman naskah tidak dipungut biaya. Informasi lengkap untuk pemuatan
artikel dan petunjuk penulisan artikel tersedia di dalam setiap terbitan

DEWAN EDITORIAL
Pemimpin Redaksi : Lucky Zamzami

Dewan Editor : Semiarto Aji Purwanto (Universitas Indonesia)


Takamasa Osawa (Kyoto University, Jepang
Johan Weintre (Flinders University, Australia)
Yevita Nurti (Universitas Andalas)
Eka Vidya Putra (Universitas Negeri Padang)
Mailinar Indrawati (UIN S. Thaha Syaifudin, Jambi)
Asrinaldi (Universitas Andalas)
Zainal Arifin (Universitas Andalas)

Mitra Bestari : Nursyirwan Effendi (Universitas Andalas)


Silfia Hanani (IAIN Bukittinggi)
Syahrizal (Universitas Andalas)
Asliah Zainal (IAIN Kendari)
Jendrius (Universitas Andalas)
Sri Meiyenti (Universitas Andalas)
Mira Hasti Hasmira (Universitas Negeri Padang)
Alfan Miko (Universitas Andalas)
Bambang Rudito (ITB Bandung)
Yunarti (Universitas Andalas)
Akifumi Iwabuchi (TUMSAT, Jepang)
Dedi Adhuri Supriadi (LIPI)
Maskota Delfi (Universitas Andalas)
Afrizal (Universitas Andalas)

Staf Pendukung : Ase Kasuma Dewi (Universitas Andalas)


Putri Cendana Sari (Universitas Andalas)

ALAMAT REDAKSI PENERBIT


DEWAN REDAKSI
JURNAL ANTROPOLOGI LABORATORIUM ANTROPOLOGI
Isu-isu Sosial dan Budaya JURUSAN ANTROPOLOGI
Gedung Jurusan Lantai II FISIP FISIP UNIVERSITAS ANDALAS
Universitas Andalas Padang PADANG
Kampus Limau Manis 25162 Telp. 0751-71266/081374535378
Online at http://jurnalantropologi.fisip.unand.ac.id/index.php/jantro Email: editor_jantro@soc.unand.ac.id
Website
Jurnal Jurnal: http://jurnalantropologi.fisip.unand.ac.id
Antropologi:Isu-Isu Sosial Budaya telah mendapatkan akreditasi nasional peringkat 2 Ristek Dikti,
dengan nomor SK: 34/E/KPT/2018 Tanggal 10 Desember 2018
JURNAL ANTROPOLOGI: ISU-ISU SOSIAL BUDAYA - VOL. 21 NO. 01 (JUNE 2019)

Available online at : http://jurnalantropologi.fisip.unand.ac.id/

Jurnal Antropologi: Isu-Isu Sosial Budaya


| ISSN (Online) 2355-5963 |

DAFTAR ISI

Halaman

Interaksi Sosial Etnis Cina-Jawa Kota Surakarta


VERBENA AYUNINGSIH PURBASARI, SUHARNO........................................................... 1

Aspek Ekonomi pada Kehidupan Perempuan Lanjut Usia: Studi Etnografi di Desa Demuk
Kecamatan Pucanglaban, Kabupaten Tulungagung
RICHA MELIZA, BUDIAWATI S. ISKANDAR, RINI S. SOEMARWOTO ............................ 11

Antara Moral Ekonomi dan Ekonomi Rasional pada Pola Program Denfarm S.R.I
PANJI ASRYWAN, DAMSAR, BOB ALFIANDI................................................................... 23

Akulturasi Masyarakat Lokal dan Pendatang di Papua Barat


RAISA ANAKOTTA, ALMAN, SOLEHUN............................................................................ 29

Strategi Komunikasi Program Tanam Jajar Legowo pada Masyarakat Petani Padi
NUZUWIR JONI, ASMAWI, ERNITA ARIF .......................................................................... 39

Malang Corruption Watch sebagai Gerakan Masyarakat Sipil dalam Membangun


Budaya Anti Korupsi di Daerah
FAHDIAN RAHMANDANI, SAMSURI .................................................................................. 49

Konstruksi Makna Bakupukul Manyapu bagi Masyarakat Mamala Maluku


SULAEMAN, MAHDI MALAWAT, DARMA ......................................................................... 61

Praktik Sosial Pertambangan: Suatu Studi Penanganan Konflik oleh sebuah Perusahaan
Izin Clear and Clear di Ulayat Penghulu Nan Salapan, Nagari Lunang Utara
ALEN SAPRIKA, AFRIZAL, AZWAR ................................................................................... 73

Identifikasi Faktor Pendorong Anak Perempuan Beraktivitas di Jalanan (Suatu Studi


Terhadap Anak Jalanan Perempuan di Kota Pekanbaru)
BASRI, YOSERIZAL ............................................................................................................. 81

Inequality and Welfare of the Displaced Households due to the Construction of


Koto Panjang DAM
FERY ANDRIANUS, SYAFRUDDIN KARIMI, WERRY DARTA TAIFUR, ENDRIZAL
RIDWAN ................................................................................................................................ 93

The Restoration Effort of Peat Moss Ecosystem Postconflagration of the Forest


and the Land in Lukun Village of Tebing Tinggi Timur Regency
ASHALUDDIN JALIL, YESI, SEGER SUGIYANTO ............................................................ 103

Negotiation between Stakeholders of Commodification: Roles and Impacts as Stakeholders


In Tebing Breksi Prambanan
BAYU PAMUNGKAS, WARTO, MUGIJATNA..................................................................... 111

Komunitas Surabaya Wotagei: Sebuah Kajian Budaya Populer


ANINDITYA ARDHANA RISWARI ....................................................................................... 121

https://doi.org/10.25077/jantro.v21.n1.p1-131.2019 Attribution-ShareAlike 4.0 International.. Some rights reserved


JURNAL ANTROPOLOGI: ISU-ISU SOSIAL BUDAYA - VOL. 21 NO. 01 (JUNE 2019)

Available online at : http://jurnalantropologi.fisip.unand.ac.id/

Jurnal Antropologi: Isu-Isu Sosial Budaya


| ISSN (Online) 2355-5963 |

INTERAKSI SOSIAL ETNIS CINA-JAWA KOTA SURAKARTA


Verbena Ayuningsih Purbasari , Suharno
1* 2

1
Graduate Student of Civic Education,Graduate School, Universitas Negeri Yogyakarta, Indonesia
2
Department of Civic Education, Graduate School, Universitas Negeri Yogyakarta, Indonesia

ARTICLE INFORMATION A B S T R A C T

Surakarta has a multiethnic and multicultural society. There


Submitted : 25 September 2018 have been long conflicts that led to forms of discrimination and
Review : 05 April 2019 violence against ethnic Chinese in Surakarta. This conflict
Accepted : 10 May 2019
resulted in deep trauma for the Surakarta society. Conflict
Available online: June 2019 reconciliation is needed so that there is no gap between the
society. One of the efforts made is to carry out social
interactions. The purpose of this study was to create a scheme
KEYWORDS of forms of social interaction spread across several fields. This
article was prepared using a library study method where the
Social Interaction, Chinese Ethnicity, Javanese data obtained came from various books, journals, and theses.
Ethnicity, Surakarta, Conflict
The results show that the interaction of Chinese and Javanese
in Surakarta can be made into a scheme grouped in 8 fields,
CORRESPONDENCE
such as language, education, economics, religion, community
activities, arts, marriage, and culture
*E-mail: verbenaayu29.2017@student.uny.ac.id

A. PENDAHULUAN penataan kembali sistem-sistem sosial dalam


masyarakat (Lukman, 2018). Dalam kehidungan
masyarakat Indonesia, integrasi nasional

P
asca reformasi tahun 1998, Indonesia
mengalami gejala kuat terkait masalah merupakan bagian dari perekat bangsa. Integrasi
etnis dan sejak itulah muncul beragam isu nasional dibangun di atas kemajemukan bangsa
yang mengarah pada diskriminasi dan konflik Indonesia yang memiliki beragam subduksi kultur
kekerasan di Surakarta. Di Indonesia, orientasi yang bersifat kedaerahan. Pandangan ini ditarik
konsep multikulturalisme ideal pasca reformasi berdasarkan realita bahwa masyarakat Indonesia
ternyata belum mampu sepenuhnya mengako- merupakan masyarakat multietnis yang lahir
modasi etnis keturunan Cina sebagai bagian dalam budaya dan adat yang dilestarikan dalam
integral dari masyarakat Indonesia (Juditha, kelompok etnisnya. Selain itu, latar belakang
2015). Upaya rekonsiliasi terus menerus geografis Indonesia sebagai negara kepulauan
dilakukan untuk mengurangi gejala etnis yang turut pula menjadi sebab mengapa masyarakat
semakin menguat. Hingga akhirnya pada awal Indonesia kini memiliki kultur yang beragam. Dari
abad ke-21 Masehi, terjadi proses demokratisasi perbedaan kultur dan bentangan wilayah yang
yang luar biasa di Indonesia yang memberi sangat luas inilah integrasi bangsa Indonesia
harapan kepada masyarakat dari beragam etnis terbentuk. Kuatnya ikatan sebuah integrasi tidak
memiliki ruang dan kesempatan yang sama hanya terletak dari persamaan kegiatan dan
untuk berupaya dalam mengusahakan kehidu- tujuan hidup, melainkan juga pada kemampuan
pannya terutama dalam bidang politik. mengikat segala bentuk keragaman dan
Selanjutnya, proses tersebut lambat laun perbedaan yang dimiliki masyarakat.
membawa arah kepada tumbuhnya integrasi Konsepsi yang demikian pada akhirnya
nasional yang diwujudkan dalam berbagai melahirkan suatu persoalan tersendiri bagi
kegiatan dan budaya masyarakat (Suwirta, A & bangsa Indonesia. Sebab di tengah-tengah
Adam, 2012). masyarakat Indonesia yang multietnis, akan
Konflik dan integrasi dapat diibaratkan selalu muncul stereotip negatif terhadap etnis
seperti dua sisi mata uang yang tidak mudah yang dikhawatirkan mengganggu jalannya proses
untuk ditiadakan satu sama lain. Pasca konflik, integrasi. Salah satu wilayah di Indonesia yang
akan muncul integrasi yang ditandai dengan memiliki permasalahan demikian adalah Kota
1| P a g e
https://doi.org/10.25077/jantro.v21.n1.p1-9.2019 Attribution-ShareAlike 4.0 International.. Some rights reserved
VERBENA AYUNINGSIH PURBASARI/JURNAL ANTROPOLOGI: ISU-ISU SOSIAL BUDAYA - VOL. 21 NO. 01 (JUNE 2019)

Surakarta. Kota yang terletak di Provinsi Jawa C. HASIL DAN PEMBAHASAN


Tengah ini merupakan kota multikultur dan telah

K
lama menjadi tempat huni bagi berbagai macam onsep zoon politicon nampaknya telah
etnis dan suku, salah satunya adalah etnis Cina mendarah daging menjadi sebuah prinsip
yang memiliki jumlah penduduk cukup banyak dalam kehidupan manusia. Tidak ada
untuk ukuran etnis minoritas. Kota Surakarta satupun individu yang dengan kekuatannya
memiliki sejarah panjang terkait konflik etnis mampu hidup sendiri tanpa bergantung kepada
Cina-Jawa terutama sejak terjadinya peristiwa orang lain. Kehidupan sosial dibangun melalui
Geger Pecinan pada tahun 1740-an yang interaksi dan kerjasama individu maupun
menewaskan kurang lebih 10.000 orang kelompok untuk mewujudkan tujuan bersama.
Tionghoa dan tragedi kerusuhan bulan Mei 1998 Interaksi dalam satu sisi merupakan jalan bagi
di mana orang Tionghoa mengalami kerugian masyarakat untuk membentuk sistem sosial dan
besar baik secara fisik, moral, dan materi. Konflik di sisi lain memberi kewajiban kepada individu
tersebut kemudian menyisakan stereotip negatif dan kelompok untuk memelihara dan
terhadap etnis Cina sebagai akibat dari perilaku mempertahankan bentuk komunikasi dan relasi
dan gagasan yang cenderung kontradiktif antara yang telah dijalani.
etnis Cina dan Jawa di Surakarta (Baidhawy, Pada dasarnya masyarakat memiliki dua
2019). pengertian besar. Pertama, masyarakat adalah
Beberapa tahun setelah peristiwa itu berlalu, sebuah realitas yang dapat muncul dengan
muncullah upaya menyusun solusi-solusi sendirinya. Kedua, masyarakat sebagai sebuah
alternatif bagi etnis Cina-Jawa untuk meredam realitas yang terbentuk terlebih dahulu karena
segala akibat dari konflik yang berkepanjangan. adanya interaksi dan komunikasi antar individu
Dengan semangat Bhinneka Tunggal Ika, kini (Plummer, 2011). Dikotomi pengertian ini
bangsa Indonesia telah bangkit dan tumbuh di mendorong lahirnya dua aliran pemikiran yang
tengah ancaman dan tantangan yang lebih kuat berbeda mengenai hakikat dan asal muasal
dibandingkan masa sebelumnya (Ahimsa-Putra, masyarakat. Namun apabila dicermati secara
2014). Solusi dituangkan dalam bentuk interaksi mendalam, kedua pengertian tersebut
sosial yang meliputi berbagai bidang. Interaksi merupakan satu kesatuan yang kebenarannya
sosial sebuah proses sosial yang dilakukan oleh dapat ditarik dari kedua sisi, baik dari pengertian
setiap individu sebagai anggota dari suatu pertama maupun pengertian kedua.
masyarakat (Suseno, 2017). Hal yang dapat dimengerti dari pengertian
Etnis Cina di Surakarta telah lama hidup pertama ialah, masyarakat dapat terbentuk
berdampingan dengan penduduk pribumi Jawa dengan sendirinya tanpa melalui suatu proses
dalam waktu yang lama. Tentu akan dijumpai dan sebab. Pengertian ini memberi indikasi
beragam bentuk interaksi sosial dalam bahwa masyarakat secara serta merta terbentuk
lingkungan masyarakat tersebut. Interaksi sosial dari kumpulan individu yang memiliki
masyarakat akan sulit untuk dipahami dan homogenitas dalam berbagai hal, kegiatan,
dimaknai apabila tidak dikelompokkan dengan bahkan tujuan. Sehingga mereka tidak perlu lagi
menggunakan skema tertentu. Oleh karena itu, mengambil waktu yang lama untuk
tujuan penulisan artikel ini adalah untuk menyesuaikan diri karena telah menemukan
mengetahui bagaimana interaksi yang terbentuk kecocokan satu sama lain. Pengertian kedua,
antara etnis Cina dan Jawa di Surakarta yang merujuk pada hakikat masyarakat yang terbentuk
dilihat melalui bidang pendidikan, bahasa, sebagai hasil interaksi dan komunikasi yang telah
ekonomi, agama, kegiatan masyarakat, ada terlebih dahulu. Dalam komunitas, setiap
kesenian, perkawinan, dan kebudayaan. individu memiliki kepentingan yang akan
bersinggungan dengan kepentingan individu lain.
Agar perbedaan itu terorganisir dengan baik dan
B. METODE PENELITIAN setiap individu mendapat hak pemenuhan
kepentingannya, maka individu satu sama lain

M
etode yang digunakan dalam penulisan saling berinteraksi dan melakukan komunikasi.
artikel ini adalah studi kepustakaan Dalam proses interaksi dan komunikasi itulah
(library research) yaitu metode individu saling memiliki rasa ketergantungan
pengumpulan data melalui telaah terhadap dengan yang lain hingga pada akhirnya
sumber-sumber kepustakaan(Mahmud, terbentuklah masyarakat.
2011)yang dilakukan dengan cara mengolah data Sebagai sebuah komunitas resmi,
yang berasal dari buku, jurnal, skripsi, maupun masyarakat Indonesia tidak lepas dari ciri
tesis yang berhubungan dengan interaksi sosial kemajemukan dan pluralisme budaya. Jenis
etnis Arab dan Jawa di Surakarta. Setelah diolah, budaya terbentuk berdasarkan interaksi-interaksi
kemudian data dianalisis, dirangkum, dan anggota masyarakat dalam kehidupan sehari-
digeneralisasikan dengan menggunakan kajian hari. Setiap daerah di Indonesia memiliki ciri khas
teori yang relevan sehingga menjadi satu budaya masing-masing. Budaya daerah dapat
kesatuan artikel yang utuh. berasal dari nilai-nilai lokal yang ada di daerah

2|P a g e
VERBENA AYUNINGSIH PURBASARI https://doi.org/10.25077/ jantro.v21.n1.p1-9.2019
VERBENA AYUNINGSIH PURBASARI/JURNAL ANTROPOLOGI: ISU-ISU SOSIAL BUDAYA - VOL. 21 NO. 01 (JUNE 2019)

tertentu di Indonesia. Tetapi ada juga budaya dimiliki oleh setiap etnis tidak hanya satu,
yang dibawa oleh etnis-etnis pendatang dari luar sedangkan etnis yang bermukim di Surakarta
negara Indonesia yang tinggal menetap dan ada beberapa jumlahnya. Dengan jumlah etnis
berinteraksi di Indonesia kemudian membentuk dan budaya-budaya yang dimiliki oleh masing-
budaya campuran dengan penduduk pribumi. masing etnis maka akan diperoleh akumulasi
kebudayaan yang banyak jumlahnya. Hal inilah
1. Surakarta sebagai Kota Multietnis dan
yang melatarbelakangi mengapa Kota Surakarta
Multikultur disebut sebagai kota multikultur.
Sebagai kota multikultur, Surakarta tentu
Masyarakat Kota Surakarta adalah kental sekali dengan ciri multikulturalisme..
masyarakat multietnis. Selain dihuni oleh Multikulturalisme ditandai dengan adanya
mayoritas etnis Jawa, Kota Surakarta selebihnya integrasi dalam masyarakat dimana pemerintah
juga dihuni oleh etnis minoritas seperti etnis Arab setempat tidak hanya berupaya untuk
dan Cina.Etnis-etnis tersebut ditempatkan di mendorong penyatuan masyarakat akan tetapi
wilayah secara tersendiri di Surakarta. Sebagai juga memfasilitasi para imigran atau kaum
contoh, Kampung Pecinan merupakan daerah minoritas dalam hal jaminan terhadap bahasa
untuk menempatkan orang Cina beserta dan tradisi kebudayaan aslinya (Richards, 2014).
keturunannya,begitu juga Kampung Arab sebagai Surakarta merupakan kota yang terbuka dengan
daerah tempat tinggal tinggal bagi orang-orang etnis-etnis pendatang. Maka tidak heran apabila
Arab dan keturunannya. Kedua etnis ini tinggal berkunjung di kota ini akan banyak sekali
secara berkelompok dan ditempatkan dalam dijumpai kebudayaan-kebudayaan yang bera-
wilayah khusus di Surakarta agar lebih mudah gam. Sebagai masyarakat yang memiliki keraga-
bagi kedua etnis tersebut berkomunikasi dalam man sosial, kelompok etnis, budaya, agama,
kelompok etnisnya. Walaupun demikian, dalam aspirasi politik, dan lain-lain, masyarakat kota
kehidupan sehari-hari etnis-etnis ini tetap Surakarta secara sederhana dapat disebut
berinteraksi dengan penduduk pribumi yang sebagai masyarakat multikultural. Multikultura-
mayoritas merupakan orang Jawa. Keberadaan lisme di sini tidak hanya dipahami dengan
etnis-etnis ini juga membawa pengaruh penting persamaan konsep keanekaragaman etnis atau
dan positif bagi masyarakat asli Kota Surakarta kebudayaan yang menjadi ciri masyarakat
dan sekitarnya, sebab banyak sekali kontribusi majemuk. Akan tetapi, penekanan multikulturalis-
yang diberikan antara lain mencakup segi me terletak pada keanekaragaman budaya
agama, ekonomi, pendidikan, budaya, politik dalam kesederajatan(Dewantara, 2015).
maupun organisasi sosial. Gunawan & Rante (2011)menjelaskan
Pada dasarnya, etnis ialah sebuah kata bahwa konsep masyarakat multikultural memiliki
yang berasal dari bahasa Yunani Kuno yaitu beberapa pengertian. Pertama, adanya penga-
etnos yang mengarah pada sebuah konsep kuan terhadap perbedaan dan kompleksitas
manusia yang beradab. Sedangkan dalam kehidupan dalam bermasyarakat. Pengertian
Kamus Besar Bahasa Indonesia (Balai pertama ini sangat jelas karena masyarakat kota
Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, 2016) Surakarta sangat terbuka dan menghargai
etnis merujuk pada komunitas sosial dalam adanya perbedaan dan keanekaragaman dalam
sistem sosial/kebudayaan yang memiliki arti struktur masyarakatnya. Tidak dapat dipungkiri
maupun kedudukan tertentu karena adanya bahwa dalam hidup bermasyarakat sering
keturunan, adat, agama, bahasa, dan lain-lain. ditemui kepentingan-kepentingan individu yang
Pengertian ini secara tidak langsung berbeda-beda dan terkadang saling
mengidentifikasikan faktor keberagaman yang berseberangan. Selain itu, hidup bermasyarakat
dimiliki oleh suatu etnis. Oleh karena itu, antara memberi kesadaran bahwa ada banyak
etnis satu dengan yang lain dapat dibedakan kepentingan yang harus dilindungi dan dihormati.
dengan jelas berdasarkan pada faktor keturunan, Kedua, perlakuan sama terhadap berbagai
adat yang dimiliki, agama atau kepercayaan yang komunitas dan budaya (minoritas dan mayoritas.
dianut, maupun bahasa yang digunakan dalam Dalam suatu kelompok sosial atau masyarakat
berkomunikasi sehari-hari. kota Surakarta, anggota-anggotanya berasal dari
Selain sebagai kota multietnis, Surakarta berbagai komunitas yang membawa budayanya
juga merupakan kota multikultur. Disebut masing-masing. Dalam konsep masyarakat
demikian sebab keanekaragaman budaya yang multikultural, mereka saling berinteraksi dengan
dimiliki oleh suatu masyarakat dapat terbentuk memberi perlakuan yang sama walaupun
karena komposisi masyarakat tersebut terdiri dari memiliki budaya yang berbeda-beda. Masyarakat
beberapa etnis yang berbeda. Sebagai sebuah hidup membaur dalam lingkungan dimana
perkumpulan hidup manusia, anggota-anggota mereka merasa sebagai satu kesatuan
dalam masyarakat multikultur di Surakarta masyarakat Surakarta.Ketiga, adanya kesedera-
memiliki karakteristik yang sama dalam segi jatan kedudukan dalam keanekaragaman dan
budaya dan mereka bertindak berdasarkan pada perbedaan. Masyarakat multikultural kota
pola-pola yang sama. Terkadang budaya yang Surakarta menjunjung tinggi kesederajatan
3|P a g e
https://doi.org/10.25077/ jantro.v21.n1.p1-9.2019 VERBENA AYUNINGSIH PURBASARI
VERBENA AYUNINGSIH PURBASARI/JURNAL ANTROPOLOGI: ISU-ISU SOSIAL BUDAYA - VOL. 21 NO. 01 (JUNE 2019)

dalam berbagai perbedaan kebudayaan dalam e. Memiliki ciri kelompok sendiri yang dapat
lingkungan hidupnya. Tidak ada individu maupun diterima dan dibedakan dengan ciri yang
golongan yang dianggap lebih tinggi maupun dimiliki olehkelompok lain.
lebih rendah meskipun mereka terdiri dari
beragam etnis berbeda. Masyarakat Jawa Etnis dan budaya memiliki keterkaitan yang
sebagai etnis pribumi memiliki rasa toleransi erat. Budaya terbentuk sebagai hasil dari
tinggi sehingga etnis-etnis lain yang berada di interaksi yang dilakukan oleh masyarakat
Surakarta merasa dihargai bukan sebagai tnis maupun komunitas sosial dalam suatu etnis.
pendatang lagi melainkan sebagai bagian dari Adakalanya budaya yang terbentuk menjadi ciri
kesatuan masyarakat Surakarta. Sejalan dengan khas dari keberadaan etnis tertentu. Masyarakat
karakteristik yang keempat bahwa kesederajatan maupun kebudayaan memiliki sifat yang koheren
diikuti dengan adanya penghormatan terhadap satu sama lain. Hal ini dikarenakan kebudayaan
perbedaan yang ada serta penghargaan yang selalu mengikuti di mana masyarakat berada.
tinggi terhadap hak-hak asasi manusia. Kebudayaan merupakan hasil ciptaan masyara-
Karakteristik ini diwujudkan oleh masyarakat kota kat melalui pergaulan dan interaksi dengan
Surakarta dengan saling menunjukkan rasa menggunakan sarana dan prasarana serta
penghormatan dan toleransi saat perayaan hari- potensi-potensi yang dimiliki (Wattimena, 2010).
hari besar agama tertentu dan mereka Keberadaan berbagai macam etnis di
menjunjung tinggi etnis lain dalam menjalankan Surakarta merupakan kajian yang menarik untuk
ibadah maupun kegiatan yang berkaitan dengan dibahas. Terlepas dari sejarah panjang
tradisi budaya yang dimiliki oleh etnis-etnis di perjalanan etnis-etnis tersebut ke Indonesia,
sana.Kelima, masyarakat multikultural identik yang harus menjadi perhatian ialah pada bentuk
dengan beberapa unsur, seperti: rasa interaksi dan komunikasi yang digunakan etnis-
kebersamaan, kerja sama, dan hidup damai etnis tersebut dalam membangun relasi dengan
berdampingan walaupun memiliki perbedaan. penduduk pribumi. Komunikasi merupakan
Interaksi masyarakat kota Surakarta dalam kegiatan saling mengirim dan menerima
kehidupan sehari-hari tentu akan memunculkan pesan/informasi antara dua orang atau lebih
rasa kebersamaan yang tinggi yang kemudian sehingga dapat dipahami maksud dan tujuan
menumbuhkan rasa keterikatan satu sama lain. yang ingin dicapai. Komunikasi dapat dijumpai
Keterikatan ini diwujudkan oleh masyarakat dalam segala jenis aktifitas pada lintas waktu,
Surakarta dengan melakukan kerjasama dalam tempat, dan kesempatan. Dalam kehidupan
berbagai bidang kehidupan. sehari-hari, komunikasi diperlukan oleh masyara-
Masyarakat multikultural Surakarta didukung kat dalam membangun relasi antar individu
oleh beraneka ragam kebudayaan yang berasal maupun kelompok sosial. Komunikasi sangat
dari berbagai etnis yang menempati kota penting untuk mengeliminir segala jenis stereotip
tersebut. Dilihat dari asalnya, maka etnis-etnis buruk dalam menyikapi perbedaan yang
yang terdapat di Surakarta dapat dibagi menjadi dilatarbelakangi oleh beragamnya budaya, ciri
dua jenis, yakni etnis yang berasal dari dalam fisik, agama, bahasa, dan lain sebagainya yang
wilayah Indonesia dan luar wilayah Indonesia. dimiliki oleh masyarakat.
Etnis yang berasal dari dalam wilayah Indonesia Persoalan komunikasi kerap muncul pada
pada umumnya memiliki kebudayaan yang masyarakat multietnis dan multikultur. Untuk
mengandung nilai-nilai ke-Indonesiaan, sedang- mewujudkan sebuah harmoni sosial, komunikasi
kan etnis yang berasal dari luar wilayah perlu dibangun untuk menjaga agar masyarakat
Indonesia sangat memungkinkan masih menjaga memiliki relasi yang kuat dan seimbang. Sebab,
budaya asli yang dibawa dari negara asal. suatu relasi bergantung pada cara-cara yang
Sebagai etnis yang berasal dari luar wilayah digunakan oleh anggota masyarakat dalam
Indonesia, etnis Arab dan Cina di Surakarta berkomunikasi dan tingkat keberhasilan
dapat hidup berdampingan dengan etnis Jawa komunikasi akan menentukan seperti apa bentuk
dengan cara membentuk suatu komunitas etnis relasi yang akan dijalani.
secara tersendiri. Sebuah kelompok sosial dapat Komunikasi dalam masyarakat multikultural
dikatakan sebagai komunitas etnis apabila setidaknya memiliki dua aspek. Pertama,
kelompok tersebut memiliki beberapa ciri sebagai menyinggung cara yang digunakan budaya
berikut (Liliweri, 2018): dalam berkomunkasi dengan penggunaan cara-
a. Mampu berkembang biak secara biologis cara tertentu sehingga makna dan tujuan dalam
dan bertahan komunikasi dapat ditemukan di waktu tertentu,
b. Adanya kesamaan nilai-nilai budaya tempat, dan lingkungan sosial. Hal ini berarti
c. Memiliki kesadaran terhadap rasa kebersa- komunikasi budaya merupakan perilaku
maan dalam bentuk budaya komunikatif yang ditanamkan oleh budaya
d. Memiliki jaringan komunikasi dan cara tertentu. Kedua, komunikasi berperan dalam
interaksi sendiri menunjukkan budaya beserta fungsi dan cara
kerjanya dalam menyusun kehidupan komunal
dari masyarakat dan dalam memberikan individu

4|P a g e
VERBENA AYUNINGSIH PURBASARI https://doi.org/10.25077/ jantro.v21.n1.p1-9.2019
VERBENA AYUNINGSIH PURBASARI/JURNAL ANTROPOLOGI: ISU-ISU SOSIAL BUDAYA - VOL. 21 NO. 01 (JUNE 2019)

kesempatan untuk berpartisipasi, mengindentifi- kesukuan, agama atau keyakinan maupun ciri
kasi, dan menegosiasikan kehidupan tersebut. fisik. Fenomena dapat mengarah kepada indikasi
Jadi, dapat dikatakan bahwa komunikasi budaya disintegrasi apabila proses interaksi masyarakat
merupakan kegiatan yang dilakukan oleh individu terjalin dengan buruk. Namun, juga dapat
maupun kelompok sosial sebagai bentuk adanya memperkuat integrasi apabila proses interaksi
tuntutan berkomunikasi dalam kehidupan mereka masyarakat berlangsung dengan baik. Oleh
di dunia. karena itu, bentuk interaksi masyarakat etnis
Cina dan Jawa menjadi titik tumpu bagi
2. Interaksi Etnis Cina dan Jawa di Surakarta masyarakat Surakarta dalam merekonsiliasi
akibat konflik masa lalu sekaligus menyaring
Etnis Cina dan keturunannya di Kota berbagai fenomena yang terjadi sekaligus
Surakarta mayoritas tinggal menetap secara menjadi ciri khusus yang membedakan
berkelompok di sekitaran Pasar Gede dan masyarakat tersebut dengan masyarakat lain.
Kampung Balong, Kelurahan Sudiroprajan, Interaksi diperlukan untuk mengurangi
Kecamatan Jebres. Namun semenjak tahun kesenjangan dalam masyarakat sekaligus untuk
1919, etnis Cina mulai tinggal secara menyebar mencapai kesepemahaman dan pengakuan
di seluruh wilayah Surakarta dan menempati terhadap keberadaan suatu budaya (Muslim,
wilayah-wilayah strategis untuk memudahkan 2013).
dalam berdagang. Selama ratusan tahun, etnis Interaksi sosial mengharuskan manusia
Cina bermukim di Surakarta dengan penduduk sebagai bagian dari masyarakat untuk bekerja
pribumi yang didominasi oleh orang Jawa. sama mengatur tingkah laku mereka (Misyak,
Berbagai sentimen dan konflik etnisitas muncul di Melkonyan, Zeitoun & Chater, 2014). Aturan
permukaan, namun pada masa sekarang sudah tingkah laku dapat bersumber dari peraturan
jarang ditemukan permasalahan dalam relasi tertulis maupun peraturan tidak tertulis yang
etnis tersebut. Upaya rekonsiliasi dan integrasi biasanya berbentuk norma sosial yang nilai-
terus menerus dilakukan demi menjaga nilainya telah disepakati bersama. Melalui aturan
kedamaian hubungan yang telah terbentuk atau norma sosial tersebut, masyarakat dapat
antara etnis Cina dan Jawa di Surakarta. Upaya mengetahui apa yang seharusnya mereka
tersebut diwujudkan dengan melakukan interaksi lakukan, apa yang mereka butuhkan, apa yang
yang mencakup berbagai aspek kehidupan akan mereka dapatkan, dan lain-lain. Interaksi
masyarakat. sosial merupakan serapan dari multikulturalisme
Interaksi sosial merupakan hubungan yang yang mencakup berbagai segi kehidupan sosial
bersifat timbal balik yang terjalin antara individu masyarakat.
dengan individu, individu dengan kelompok, dan Interaksi sosial yang terbentuk antara etnis
kelompok dengan kelompok (Soekanto, 2010). Cina dan Jawa kota Surakarta sangatlah
Interaksi tergantung pada cara yang digunakan beragam. Oleh karena itu, interaksi perlu untuk
oleh individu maupun kelompok dalam menyikapi dipetakan dalam sebuah skema agar mudah
berbagai fenomena yang terdapat di dalam untuk dipahami. Interaksi sosial etnis Cina dan
masyarakat. Sering kali, fenomena-fenomena Jawa kota Surakarta dapat dilihat dalam skema
lahir sebagai akibat pengaruh sosial budaya yang berikut ini.
terurai berdasarkan letak geografis, etnis atau

5|P a g e
https://doi.org/10.25077/ jantro.v21.n1.p1-9.2019 VERBENA AYUNINGSIH PURBASARI
VERBENA AYUNINGSIH PURBASARI/JURNAL ANTROPOLOGI: ISU-ISU SOSIAL BUDAYA - VOL. 21 NO. 01 (JUNE 2019)

Skema 1. Interaksi Sosial Etnis Cina-Jawa Surakarta

Etnis Cina & Jawa menggunakan bahasa daerah


Bahasa
dan bahasa Indonesia dalam kehidupan sehari-hari

Institusi pendidikan bersifat terbuka dan


Pendidikan diperuntukkan bagi seluruh lapisan masyarakat
(tanpa membedakan etnis Cina atau Jawa)

Etnis Cina pada umumnya berdagang dengan


membuka berbagai toko dan etnis Jawa bekerja di
Ekonomi
toko milik etnis Cina sebagai buruh tenaga. Selain
itu mengembangkan usaha batik dengan motif
kultur Tionghoa

Agama Beberapa WNI keturunan Cina telah berubah agama


dan keyakinan mengikuti masyarakat sekitar
Interaksi
Sosial

Kegiatan Etnis Cina dan Jawa bekerja sama dalam


Masyarakat membantu persiapan perayaan hari besar agama
masing-masing, lomba 17 Agustus, arisan ibu-ibu,
ikut serta dalam acara selamatan pernikahan, duka
cita, kelahiran anak, pindah rumah, dan mendirikan
organisasi PMS

Seni Bekerja sama dalam membesarkan paguyuban


kesenian dan pertunjukkan Barongsai

Perkawinan Perkawinan campuran antara etnis Cina dan Jawa

Kebudayaan Grebeg Sudiro

Sumber: diolah dari berbagai sumber (Aksan & Rochayanti, 2009; Mardhan, 2014; Wahyuni & Pelu, 2016).

Bentuk interaksi etnis Cina dan Jawa di merupakan bahasa yang sering dipakai untuk
Surakarta dapat dikelompokkan ke dalam berkomunikasi dengan teman sebaya,
delapan aspek/bidang, yakni: bahasa, pendidi- sedangkan pemakaian bahasa Krama (Alus)
kan, ekonomi, keagamaan, kegiatan masyarakat, adalah saat berbicara dengan orang yang
kesenian, perkawinan, dan kebudayaan. Adapun usianya lebih tua maupun dengan orang asing
uraiannya adalah sebagai berikut. yang belum dikenal. Etnis Cina sudah jarang
menggunakan bahasa Mandarin dalam
a. Bahasa percakapan sehari-hari. Mereka lebih memilih
Bahasa merupakan bentuk dari komunikasi menggunakan bahasa daerah atau bahasa
verbal yang digunakan untuk menyampaikan Indonesia supaya mudah untuk menyatu dengan
keinginan dan tujuan memelihara budaya, orang Jawa sebagai penduduk pribumi.
memenuhi kebutuhan individu, maupun
kebutuhan sosial (Lubis, 2012). Dalam kehidupan b. Pendidikan
sehari-hari, masyarakat etnis Cina dan Jawa Lembaga pendidikan yang ada di kawasan
melakukan komunikasi dengan menggunakan Pecinan Surakarta, seperti Taman Kanak-kanak
bahasa daerah dan bahasa Indonesia. Bahasa dan sekolah dasar bersifat terbuka dan
daerah yang digunakan adalah bahasa Jawa diperuntukkan bagi seluruh lapisan masyarakat
Ngoko dan Krama. Bahasa Ngoko (Lugu) secara umum. Anak yang memiliki latar belakang
6|P a g e
VERBENA AYUNINGSIH PURBASARI https://doi.org/10.25077/ jantro.v21.n1.p1-9.2019
VERBENA AYUNINGSIH PURBASARI/JURNAL ANTROPOLOGI: ISU-ISU SOSIAL BUDAYA - VOL. 21 NO. 01 (JUNE 2019)

Tionghoa maupun Jawa masing-masing e. Kegiatan masyarakat


mendapat perlakuan yang sama di sekolah. Banyak sekali kegiatan masyarakat yang
Mereka dapat bekerja sama dalam melaksa- dilakukan oleh etnis Cina dan Jawa dalam
nakan piket kelas, kegiatan pramuka, kehidupan sehari-sehari. Kegiatan-kegiatan yang
ekstrakurikuler, dan lain-lain. Tujuan dari institusi mencerminkan bentuk interaksi kedua etnis
pendidikan tersebut adalah untuk mengarahkan terlihat pada saat melakukan persiapan perayaan
pergaulan antar anak ke arah yang baik, baik hari besar keagamaan yang dianut oleh masing-
etnis Cina maupun Jawa. Di sekolah, anak-anak masing etnis. Etnis Cina yang tinggal di kompleks
diajarkan pendidikan multikultural supaya mereka Pecinan Surakarta tidak segan-segan untuk turut
memiliki pengertian bahwa perbedaan merupa- serta dalam acara selamatan bagi orang yang
kan kekayaan bangsa Indonesia yang patut telah meninggal, kelahiran anak, maupun pindah
dihormati dan dijaga eksistensinya. Pendidikan rumah. Etnis Cina dan Jawa juga bekerja sama
multikultural menekankan berorientasi pada dalam melakukan beberapa kegiatan kemasyara-
kegiatan dan perilaku peserta didik yang katan seperti mempersiapkan acara lomba dalam
dipengaruhi oleh budayanya. Oleh karena itu rangka memperingati Hari Kemerdekaan 17
setelah mendapat pendidikan multikultural, Agustus 1945, arisan ibu-ibu, kerja bakti dan
peserta didik dapat mengembangkan seluruh ronda malam yang dilakukan menurut jadwal
potensi dan kemampuan yang dimiliki sebagai yang telah ditetapkan. Selain itu, terdapat
pelajar dan anggota masyarakat (Wihardit, 2010). organisasi Perkumpulan Masyarakat Surakarta
(PMS) yang didirikan oleh etnis Cina untuk
c. Ekonomi mengakomodasi etnis Cina di Surakarta.
Dalam aspek ekonomi, etnis Cina memiliki Pembentukan organisasi ini juga tidak lepas dari
prinsip untuk menekankan pentingnya status dukungan etnis Jawa dalam melaksanakan
ekonomi mereka di tanah rantauan. Oleh karena programnya sebagai sponsor dalam berbagai
itu, mereka merasa harus memiliki kekuatan kegiatan sosial di masyarakat.
ekonomi yang besar (Hanggara, 2016). Di
Kampung Pecinan Surakarta, mayoritas etnis f. Kesenian
Cina dan keturunannya memiliki mata “Santi Swara Laras Madya” merupakan
pencahariaan sebagai pedagang. Mereka banyak nama sebuah paguyuban yang dibentuk oleh
membuka toko-toko yang menjual barang etnis Cina dan Jawa dalam bidang kesenian
kebutuhan sehari-hari, seperti toko swalayan, musik gamelan. Pada masa ini banyak sekali
toko grosirataupun membuka warung makan. orang Cina di Surakarta yang menyukai irama
Toko-toko ini biasanya menjadi tujuan bagi orang musik gamelan khas Jawa. Di samping itu,
Jawa yang menjadi pedagang-pedagang kecil interaksi dalam bidang kesenian dapat dilihat
untuk mengambil barang dan dijual kembali. melalui pertunjukkan Barongsai, di mana
Biasanya etnis Cina yang memiliki toko besar pertujukkan ini rata-rata melibatkan orang Jawa
akan mempekerjakan orang Jawa sebagai buruh sebagai pemain. Pertunjukkan seni Barongsai
tenaga untuk membantu mengurus tokonya. dibesarkan dan diurus oleh etnis Cina dan Jawa
Selain itu, bentuk lain dari interaksi etnis Cina secara bersama-sama. Dalam interaksi di bidang
dan Jawa dalam bidang ekonomi adalah kesenian ini terlihat bahwa etnis Cina dan Jawa
dikembangkannya usaha batik yang mencirikan saling berupaya untuk menghargai bentuk
kultur Tionghoa di daerah Balong, Surakarta. keragaman dengan sama-sama melibatkan diri
melalui kegiatan seni etnis masing-masing.
d. Keagamaan
Dalam kebudayaan, agama menjadi sumber g. Perkawinan
pokok bagi nilai namun masih bersifat pasif untuk Untuk mempererat proses interaksi, etnis
diwujudkan dalam praktek kehidupan sehari-hari. Cina dan Jawa Surakarta banyak yang
Agama memiliki ajaran-ajaran yang berperan melakukan perkawinan campuran. Dari
untuk membantu proses interanalisasi nilai-nilai perkawinan-perkawinan ini lahir keturunan etnis
(BM, 2014). Agama atau keyakinan asli etnis Cina dan Jawa yang disebut dengan “Ampyang”.
Cina ialah Konghucu. Namun, ada beberapa WNI Kini, keturunan-keturunan Cina di Surakarta tidak
Cina keturunan yang memiliki kecenderungan lagi mau disebut “kowe Cina” tetapi sebagai
untuk berpindah agama atau keyakinan “wong Solo”. Dalam prakteknya, seringkali
mengikuti agama atau keyakinan penduduk perkawinan campuran ini sering menimbulkan
sekitar, yaitu agama Islam, Kristen, Katholik, dan konflik dalam masyarakat, baik menyangkut
Budha. Dengan berpindah agama atau kepercayaan/agama dan perbedaan budaya
keyakinan, secara tidak langsung mereka pada masing-masing etnis. Hal ini dikarenakan
mengurangi orientasi terhadap agama negeri adanya culture shock percampuran dua
leluhur Cina dan mulai beralih kepada kultur kebudayaan yang berbeda.
Indonesia. Walaupun demikian, orang Cina dan
keturunan di Surakarta masih melangsungkan
budaya-budaya Tionghoa, seperti Imlek, Cap Go
Meh, dan lain-lain.
7|P a g e
https://doi.org/10.25077/ jantro.v21.n1.p1-9.2019 VERBENA AYUNINGSIH PURBASARI
VERBENA AYUNINGSIH PURBASARI/JURNAL ANTROPOLOGI: ISU-ISU SOSIAL BUDAYA - VOL. 21 NO. 01 (JUNE 2019)

h. Kebudayaan maupun bahasa Indonesia untuk berkomunikasi


Kebudayaan merupakan segala sesuatu dengan orang lain, terutama dengan orang Jawa.
yang meliputi kegiatan dan perbuatan Hal ini dikarenakan orang keturunan Cina sudah
manusiadalam upaya mencari penyesuaian dan tidak fasih dalam menggunakan bahasa aslinya
kesempurnaan hidup di dunia (Hun, 2011). sendiri, yakni bahasa Cina. Lembaga pendidikan
Budaya kontemporer yang terbentuk dari yang ada di Surakarta, terutama disekitar
interaksi etnis Cina dan Jawa di Surakarta yang kawasan Kampung Pecinan, bersifat terbuka dan
menjadi magnet bagi masyarakat sekitar adalah tidak memilih-milih dalam menerima peserta
Grebeg Sudiro. Budaya ini melambangkan didik, baik dari anak keturunan Cina maupun
perpaduan etnis Cina dan Jawa dalam rangka orang Jawa. Etnis Cina di Surakarta memiliki
menyambut hari-hari khusus seperti Mulud, peranan dan status ekonomi yang kuat. Hal ini
Syawal, Idhul Adha, dan Suro. Perayaan ini terbukti dengan banyaknya pertokoan yang
menyajikan berbagai macam hasil bumi dan dimiliki oleh orang Cina. Dalam kehidupan
makanan yang kemudian diperebutkan oleh sehari-hari, dapat dijumpai WNI keturunan Cina
masyarakat sekitar yang menyaksikan perayaan beberapa telah berpindah agama mengikuti
tersebut. agama masyarakat sekitar. Kegiatan yang sering
dilakukan bersama-sama oleh etnis Cina dan
D. KESIMPULAN Jawa ialah terlibat langsung dalam membantu
persiapan perayaan hari besar agama, lomba 17

E
ksistensi etnis Cina di Surakarta turut Agustus, dan kegiatan masyarakat seperti arisan,
berkontribusi dalam memperkaya keane- ronda malam, gotong royong, takziyah, dan lain-
karagam masyarakat sekaligus menjadi lain. Bahkan di Surakarta didirikan sebuah
bukti adanya sikap keterbukaan yang ditunjukkan organisasi PMS yang berfungsi untuk
oleh pemerintah setempat dalam memandang mengakomodasi seluruh kegiatan dan masya-
realitas multikultural masyarakat kota Surakarta. rakat khususnya etnis Cina di Surakarta. Dalam
Luka trauma akibat konflik etnisitas yang bidang seni, orang Cina dan Jawa mendirikan
melibatkan etnis Cina di masa lalu menjadi paguyuban kesenian “Santi Swara Laras Madya”
pelajaran berharga bahwa segala bentuk dan terlibat dalam kesenian pertunjukkan
perbedaan sejatinya merupakan kekayaan Barongsai. Untuk mempererat interaksi antara
bangsa yang patut untuk dijaga dan diberi etnis Cina dan Jawa di Surakarta, banyak dari
proporsi yang tepat. Dengan semangat mereka yang melakukan perkawinan campuran.
semboyan Bhinneka Tunggal Ika, masyarakat Meskipun dari perkawinan tersebut memiliki
Surakarta bangkit membangun upaya untuk kendala karena culture shock, etnis Cina dan
mengatasi kesenjangan dan bibit konflik yang Jawa di Surakarta tetap dapat hidup
sangat mungkin sekali dapat tumbuh di antara berdampingand engan damai. Sebagai puncak
masyarakat. Upaya yang dapat dilakukan salah dari bentuk interaksi budaya, masyarakat etnis
satunya ialah dengan melakukan interaksi sosial. Cina dan Jawa di Surakarta memiliki budaya
Upaya ini merupakan langkah yang tepat karena kontemporer yang disebut dengan Grebeg
etnis Cina dan Jawa di Surakarta dalam Sudiro.
kehidupan sehari-hari selalu hidup berdampingan
dan terlibat dalam interaksi sosial. E. UCAPAN TERIMAKASIH
Etnis Cina datang dan telah ratusan tahun
tinggal menetap di kota Surakarta. Oleh karena

P
enulis ingin mengucapkan terimakasih
itu, banyak sekali interaksi sosial yang terbentuk kepada Dr. Suharno, M. Si selaku dosen
di antara kedua etnis tersebut. Interaksi sosial pembimbing yang telah senantiasa
etnis Cina dan Jawa di Surakarta yang dapat membimbing dan mengarahkan penulis dalam
penulis identifikasi dari berbagai sumber pustaka menyusun artikel ini hingga terbit. Terimakasih
antara lain dapat dikelompokkan ke dalam skema juga penulis sampaikan kepada Program
yang terdiri dari 8 bidang, yakni: bahasa, Pascasarjana Universitas Negeri Yogyakarta
pendidikan, ekonomi, agama, kegiatan masyara- yang telah memberi dukungan untuk penerbitan
kat, kesenian, perkawinan, dan kebudayaan. artikel.
Dalam kehidupan sehari-hari, orang Cina dan
keturunannya menggunakan bahasa daerah

DAFTAR PUSTAKA

Ahimsa-Putra, H. S. (2014). Kebhinnekaan budaya sebagai modal merespons globalisasi. Literasi:


Indonesian Journal of Humanities, 4(2), 167–175. Retrieved from
https://jurnal.unej.ac.id/index.php/LIT/article/download/6268/4640
Aksan, E. E. & Rochayanti, C. (2009). Komunikasi antarbudaya etnik jawa dan etnik keturunan Cina.
Jurnal Ilmu Komunikasi, 7(1), 1–15. Retrieved from
http://jurnal.upnyk.ac.id/index.php/komunikasi/article/view/6/34
8|P a g e
VERBENA AYUNINGSIH PURBASARI https://doi.org/10.25077/ jantro.v21.n1.p1-9.2019
VERBENA AYUNINGSIH PURBASARI/JURNAL ANTROPOLOGI: ISU-ISU SOSIAL BUDAYA - VOL. 21 NO. 01 (JUNE 2019)

Baidhawy, Z. (2019). Dinamika radikalisme dan konflik bersentimen keagamaan di Surakarta. Journal
of Social and Religious, 3(2), 43–68. https://doi.org/10.1234510/ri’ayah.v3i02.1319
Balai Pengembangan dan Pembinaan Bahasa. (2016). Kamus Besar Bahasa Indonesia (Edisi keli).
Jakarta: Balai Pustaka.
BM, S. A. (2014). Konflik sosial dalam hubungan antar umat beragama. Jurnal Dakwah Tabligh, 15(2),
189–208.
Dewantara, A. . (2015). Pancasila dan multikulturalisme Indonesia. Studia Philosophica Et Theologica,
15(2), 109–126. Retrieved from
http://ejournal.stftws.ac.id/studia/index.php/studia/VOL15/NO2/1
Gunawan, K. & Rante, Y. (2011). Manajemen konflik atasi dampak masyarakat multikultural di
Indonesia. Jurnal Mitra Ekonomi Dan Manajemen Bisnis, 2(2), 212–224.
Hanggara, A. (2016). Nasionalisme etnis tionghoa di Indonesia. Equilibrium: Jurnal Penelitian
Pendidikan Dan Ekonomi, 14(2), 56–71. https://doi.org/10.25134/equi.v14i02.1129
Hun, K. Y. (2011). Pramoedya menggugat: melacak jejak Indonesia. Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama.
Juditha, C. (2015). Stereotip dan prasangka dalam konflik etnis tionghoa dan bugis makassar. Jurnal
Ilmu Komunikasi, 12(1), 87–104. https://doi.org/10.24002/jik.v12i1.445
Liliweri, A. (2018). Prasangka, konflik, dan komunikasi antarbudaya. Jakarta: Kencana.
Lubis, L. A. (2012). Komunikasi antarbudaya tionghoa dan pribumi dalam penggunaan bahasa. Jurnal
Ilmu Komunikasi, 10(3), 285–294. Retrieved from
http://jurnal.upnyk.ac.id/index.php/komunikasi/article/view/46/50
Lukman. (2018). Disintegrasi sosial budaya. Risalah: Jurnal Pendidikan Dan Studi Islam, 4(2), 64–73.
https://doi.org/10.5281/zenodo.1311553
Mahmud. (2011). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Pustaka Setia.
Mardhan, R. (2014). Akulturasi Antar Budaya Masyarakat Etnis Tionghoa dan Jawa. Universitas
Sebelas Maret.
Misyak, J.B., Melkonyan, T., Zeitoun, H., & Chater, N. (2014). Unwritten rules: virtual bargaining
underpins social interaction, culture, and society. Trends in Cognitive Sciences, 18(10), 512–
519. https://doi.org/10.1016/j.tics.2014.05.010
Muslim, A. (2013). Interaksi sosial dalam masyarakat multietnis. Jurnal Diskursus Islam, 1(3), 484–
494. Retrieved from http://journal.uin-
alauddin.ac.id/index.php/diskursus_islam/article/view/6642/5402
Plummer, K. (2011). Sosiologi: the basic. Jakarta: Rajawali Press.
Richards, D. P. (2014). National identity in multicultural societies: the political use of national identity in
Australia (Universiteit Leiden). Retrieved from
https://openaccess.leidenuniv.nl/handle/1887/26187
Soekanto, S. (2010). Sosiologi suatu pengantar. Jakarta: Rajawali Press.
Suseno, D. (2017). Komunikasi kesukubangsaan. Jurnal Antropologi: Isu-Isu Sosial Budaya, 19(1),
27–31. https://doi.org/10.25077/jantro.v19.n1.p27-31.2017
Suwirta, A & Adam, A. (2012). Membincang kembali masalah etnisitas, nasionalitas, dan integrasi
nasional di Indonesia. Atikan: Jurnal Kajian Pendidikan, 2(2), 253–272. Retrieved from
http://www.journals.mindamas.com/index.php/atikan/article/view/ 135/134
Wahyuni, S. & Pelu, M. (2016). Pasang-surut relasi tionghoa-jawa di Surakarta. Hasil Penelitian
Desentralisasi Penelitian Unggulan Perguruan Tinggi.
Wattimena, L. (2010). Migrasi: etnisitas budaya sebagai identitas bangsa Indonesia. Jurnal Arkeologi
Papua, 2(2), 25–35. Retrieved from
https://jurnalarkeologipapua.kemdikbud.go.id/index.php/jpap/article/view/102/100
Wihardit, K. (2010). Pendidikan multikultural: suatu konsep, pendekatan dan solusi. Jurnal Pendidikan,
11(2), 96–105. Retrieved from http://jurnal.ut.ac.id/index.php/JP/article/view/98

9|P a g e
https://doi.org/10.25077/ jantro.v21.n1.p1-9.2019 VERBENA AYUNINGSIH PURBASARI
JURNAL ANTROPOLOGI: ISU-ISU SOSIAL BUDAYA - VOL. 21 NO. 01 (JUNE 2019)

Available online at : http://jurnalantropologi.fisip.unand.ac.id/

Jurnal Antropologi: Isu-Isu Sosial Budaya


| ISSN (Online) 2355-5963 |

ASPEK EKONOMI PADA KEHIDUPAN PEREMPUAN LANJUT USIA:


Studi Etnografi di Desa Demuk, Kecamatan Pucanglaban, Kabupaten Tulungagung
1* 2 3
Richa Meliza , Budiawati Supangkat Iskandar , Rini S. Soemarwoto
1
Graduate Student of Department of Anthropology, Universitas Padjajaran, Bandung, Indonesia
2
Department of Anthropology, Universitas Padjajaran, Bandung, Indonesia
3
Department of Anthropology, Universitas Padjajaran, Bandung, Indonesia

ARTICLE INFORMATION A B S T R A C T
Indonesia is predicted to enter the era of bonus demography
Submitted : 17 December 2018 which is an interesting issue now. This is related to the
Review : 05 April 2019 increasing productive and non-productive population. This
Accepted : 15 May 2019 phenomenon can benefit the population, both productive and
non-productive residents who get less attention, especially
Available online: June 2019 economic dependence on nonproductive groups such as the
elderly. Elderly are often said to be a burden on society,
especially for women who are often associated with domestic
KEYWORDS work. This study raises the economic independence of elderly
women. The method used in this study is a qualitative
Activities, Work, Economic Independence, Elderly approach on elderly women in Demuk village, Pucanglaban
Women sub-district, Tulungagung district. Data collection uses
participatory observation techniques and in-depth interviews.
CORRESPONDENCE The results of the study show that elderly women can meet the
economic needs of their own family or household. They work in
the domestic and public domains such as farmers, laborers,
*E-mail: richa.meliza92@gmail.com
traders, and breeders. Thus elderly women are not burdens,
but they become economic support for the family or household

A. PENDAHULUAN bonus yang dapat meningkatkan suatu


perekonomian dan meningkatkan kesejahteraan

I
ndonesia akan mengalami bonus demografi di masyarakat Indonesia atau malah, jika tidak
tahun 2020-2036, bonus demografi sendiri dimanfaatkan dengan baik bonus ini akan
adalah besarnya penduduk usia produktif menjadi suatu bencana bagi Indonesia.
antara 15 tahun hingga 64 tahun dalam suatu Indonesia bukan salah satu negara yang
negara. Melihat kepada persoalan dan berhasil memasuki bonus demografi, melainkan
perubahan-perubahan yang berhubungan negara-negara yang sebelumnya sudah berhasil
dengan permasalahan penduduk seperti fertilitas, yaitu negara Tiongkok, Korea Selatan, Thailand,
mortalitas dan migrasi, sehingga akan Jepang yang sudah terlebih dahulu meman-
menghasilkan suatu keadaan perubahan faatkan kondisi bonus demografi dengan sangat
komposisi penduduk dari umur dan jenis kelamin baik dalam segi perekonomian dan industri
serta mengubah struktur penduduk secara kreatifitas. Sementara itu menurut pengamat
keseluruhan. Komposisi penduduk Indonesia negara, yang dinilai gagal dalam mencapaikan
akan didominasi oleh kelompok usia produktif keberhasilan bonus demografi, yaitu negara
yang akan menjadi mesin pendorong Brazil dan Afrika Selatan. Kedua negara ini gagal
1
pertumbuhan ekonomi . Dalam tren demografi karena kurang berhasil dalam memenuhi syarat-
saat ini, fenomena bonus demografi menurut syarat dalam keberhasilan yang maksimal dalam
2
Badan Pusat Statistik (BPS) akan diprediksikan suatu bonus demografi .
bahwa bonus demografi di Indonesia yang Tantangan dalam mengoptimalkan bonus
dimulai pada tahun 2020 sampai tahun 2036 demografi menurut Sulistyastuti (2017) secara
mendatang bisa dikatakan, benar-benar suatu teoritis bonus ini memberikan keuntungan yang

1 2
https://regional.kompas.com/read/2018/10/08/05440801/bonus- http://video.metrotvnews.com/primetime-news/GNGLOzlb-
demografi-indonesia-berakhir-di-2036-jumlah-lansia-bakal-naik tantangan-bonus-demografi-bagi-indonesia (Robert Harianto. Akses
(Ari Maulana Karang. Akses 28/2/2019. Pkl. 20.51) 28/3/2019. Pkl. 11.59)
11 | P a g e
https://doi.org/10.25077/ jantro.v21.n1.p11-21.2019 Attribution-ShareAlike 4.0 International. Some rights reserved
RICHA MELIZA/JURNAL ANTROPOLOGI: ISU-ISU SOSIAL BUDAYA - VOL. 21 NO. 01 (JUNE 2019)

sangat banyak dalam segi ekonomi sebuah Kenyataan saat ini, setiap kali menyebut kata
negara, dimana tingkat rasio ketergantungan lanjut usia yang terbesit adalah seseorang yang
akan menurun dan diikuti dengan penduduk usia kurang berdaya, dan memiliki banyak keluhan
produktif. Akan tetapi jika penduduk usia kesehatan. Padahal, kenyataannya lanjut usia
produktif tidak memanfaatkan dengan baik sebenarnya dapat berdaya sebagai subyek
peluang ini, maka akan menjadi suatu bencana dalam pembangunan kesehatan, sosial, ekonomi
bagi sebuah negara dalam segi perekonomian. dan budaya. Dalam Artikel Lansia yang
Usai bonus demografi ini, tantangan baru dikeluarkan oleh Kementerian Kesehatan RI
akan datang yakni bertambah banyak jumlah tahun 2016 diterangkan bahwa dari banyak
penduduk berusia lanjut. Indonesia diperkirakan kasus tentang pengalaman hidup dan peran
pada abad ke-21 ini mempunyai karakteristik lanjut usia, mereka bukan hanya sebagai orang
yang akan meningkat jumlah penduduk lanjut yang dituakan dan dihormati di lingkungannya,
usia atau menua. Menurut Priyoto (2015), menua tetapi juga dapat berperan sebagai agen
atau dengan sebutan lansia adalah suatu proses perubahan (agent of change) di lingkungan
menghilangnya secara perlahan-lahan keluarga dan masyarakat sekitarnya dalam
kemampuan jaringan untuk melakukan fungsinya mewujudkan keluarga sehat, dengan
dalam memenuhi kebutuhan dalam hidup. memanfaatkan pengalaman yang sudah dimiliki
Proses menua merupakan proses yang terus dan diperkaya dengan pemberian pengetahuan
menerus (berlanjut) secara alamiah. Menjadi tua kesehatan yang sesuai.
merupakan proses alamiah, yang berarti Tingginya jumlah usia harapan hidup lansia
seseorang telah melalui tiga tahap kehidupan saat ini merupakan salah satu keberhasilan dari
4
yaitu anak-anak, dewasa dan tua. Tiga tahap ini program kependudukan dalam menurunkan
5 6
berbeda, baik secara biologis maupun psikologis. tingkat fertilitas dan mortalitas serta
Proses tahapan ini berpengaruh pada angka meningkatnya usia harapan hidup. Artinya
kematian dan kelahiran yang secara demografi perubahan dalam transisi demografi ini sejalan
akan meningkatkan jumlah penduduk di dengan proses pembangunan nasional yang
Indonesia, terutama berpengaruh terhadap lanjut bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan
usia. masyarakat secara tidak langsung, yang
Perubahan dalam demografi yang dialami menyebabkan perubahan struktur umur
Indonesia seyogianya dikawal dengan baik. Jika penduduk.
lengah dalam pengawasan demografi tersebut Melihat kepada perubahan struktur umur
dikhawatirkan akan muncul berbagai masalah penduduk sekarang ini, terlihat bahwa jumlah
salah satunya pada kelompok lansia. Fadilah perempuan lansia yang memiliki usia harapan
(2015) mengungkapkan bahwa kelompok sosial hidup tinggi dan masih bekerja di usia lebih tua,
lansia adalah lapisan masyarakat yang memiliki khususnya perempuan lansia mandiri, walaupun
nilai budaya dan norma yang baik, dihormati, kemandirian itu tidak bisa dilihat secara
dikasih, bijaksana dan dipercaya dalam menjaga keseluruhan tetapi bisa dilihat dari segi
keutuhan nilai-nilai agama dan menjadi tetua kebutuhan ekonomi di dalam keluarga atau
dikalangan masyarakat luas, sehingga mereka rumah tangga. Jika melihat kepada kemandirian
memiliki posisi yang istimewa. Tetapi seiring seseorang, secara tidak langsung juga melihat
dengan terjadinya perkembangan dan perubahan kepada kebutuhan dan pekerjaan. Persepsinya
di zaman sekarang ini, nilai tersebut telah adalah berkaitan dengan kepuasaan terhadap
3
bergeser. Sekarang telah terjadi degradasi nilai- posisi dan keadaan lanjut usia di dalam
nilai norma terhadap lansia, terutama pada kehidupan yang cenderung dipengaruhi oleh
masyarakat yang berkaitan dengan keuangan sejauh mana tercapainya kebutuhan ekonomi
atau ekonomi. Sebagian besar beranggapan
lansia hanyalah beban dan bergantung kepada
orang lain sehingga tidak adanya eksistensi 4
Salah satu program kependudukan yang berhasil
lansia lagi di kalangan masyarakat. Fakta dari meningkatkan jumlah penduduk lansia dengan adanya
laporan PBB disaat memperingati Hari Penduduk Keluarga Berencana (KB), Bina Keluarga Lansia
Dunia di tahun 2017 dengan teman “Prospek (BKL) sebagai satu aset atau potensi untuk
Populasi Dunia” menunjukkan bahwa jumlah pembangunan. Kemudian adanya Posyandu Lansia,
penduduk Indonesia selama 40 tahun kedepan Jaminan Sosial Lansia, Program Pendamping Jaminan
menjadi dua kali lipat tetapi penduduk lansia Sosial Lansia, Pelayanan Harian Lansia dan
bertambah sepuluh kali lipat, dikarenakan usia sebagainya.
harapan hidup yang semakin meningkat dari 5
Fertilitas adalah istilah demografi diartikan sebagai
tahun ke tahun. hasil reproduksi yang nyata dari seseorang wanita atau
Dalam kehidupan sehari-hari, lanjut usia sekelompok wanita. Dengan kata lain fertilitas
merupakan proses dalam lingkaran hidup menyangkut banyaknya bayi hidup yang lahir.
manusia yang hampir pasti dialami setiap orang. 6
Mortalitas adalah ukuran jumlah kematian (umunya,
atau karena akibat yang spesifik) pada suatu populasi,
3
Degradasi adalah kemunduran, kemerosotan dan penurunan. skala besar suatu populasi per dikali satuan.
12 | P a g e
RICHA MELIZA https://doi.org/10.25077/ jantro.v21.n1.p11-21.2019
RICHA MELIZA/JURNAL ANTROPOLOGI: ISU-ISU SOSIAL BUDAYA - VOL. 21 NO. 01 (JUNE 2019)

dan sosial, serta perkembangan lanjut usia saja laki-laki yang memberi nafkah kepada
dalam kehidupan rumah tangga atau keluarga. keluarga tetapi perempuan juga ikut serta
Khususnya penelitian ini melihat kepada memiliki tanggung jawab yang lebih dalam
perempuan Jawa yang terkadang sering pemberi nafkah dikeluarga. Sehingga kita harus
dikaitkan dengan peran dan tanggung jawab di lebih peduli terhadap kehidupan perempuan,
sektor domestik, sehingga mereka mempunyai apalagi dengan kondisi perempuan lansia yang
peran sebagai ibu dan istri yang berada tidak sudah berstatus janda dan memiliki anak serta
jauh dengan kegiatan dapur, kasur dan sumur cucu yang menjadi penafkah keluarga atau
dalam keseharian mereka. Dalam buku rumah tangga.
Permanadeli (2015) yang menunjukkan bahwa
perempuan Jawa memiliki posisi penting dalam B. METODE PENELITIAN
struktur kehidupan rumah tangga di Jawa,

P
dengan mendefinisikan ruang domestik sebagai enelitian ini menggunakan metode
aktifitas perempuan Jawa sehari-hari, dimana etnografi dengan pendekatan kualitatif
sistem sosial Jawa melihat berdasarkan nilai dan (Spradley, 2006) untuk memahami suatu
norma kebudayaannya yang melekat ke dalam pandangan hidup dari sudut pandang
hidup dan ruang mental individual maupun masyarakat setempat. Penggunaan metode ini
secara sosial. Menurut Pudjianto (2017) berkenaan dengan penelitian yang berfokus pada
keterkaitan perempuan dengan ruang domestik studi etnografi masyarakat lansia di desa Demuk.
atau dapur kerap disalahartikan dengan Tujuan penggunaan metode etnografi dalam
memandang posisi perempuan sebagai orang penelitian ini untuk menganalisis aktivitas dan
terbelakang. Justru sebaliknya dapur merupakan kegiatan lansia khususnya perempuan lansia di
sebuah ruang paling menentukan kehidupan pedesaan yang berhubungan dengan
keluarga pada budaya Jawa, dari dapur seorang kemandirian ekonomi yaitu dengan melihat
perempuan dikenalkan dan mengenal ungkapan kehidupan perempuan lansia berstatus janda
srawung sebagai identitas untuk dikenal secara yang bekerja dalam ranah domestik dan
sosial sebagai seorang perempuan Jawa dan pertanian, serta mengenai keberlangsungan
ungkapan wong wedok kuwi kudu srawung yang hidup menjadi tulang punggung keluarga atau
berarti perempuan harus bisa menyatukan diri rumah tangga dan dirinya sendiri. Dasar
dengan dunia Jawa yakni pandai dan mampu pertimbangan peneliti menggunakan metode
bergaul. etnografi adalah untuk mencari tahu tentang
Permasalahan kemandirian lansia yang kebudayaan dari kelompok berkebudayaan yang
bekerja khususnya perempuan dapat dikatakan berbeda, dengan itu dapat menganalisis data
begitu beragam pandangan dari berbagai budaya peneliti bersandarkan pada pandangan dari pada
di dalam masyarakat. Hal ini telah ditunjukan dari partisipasi dari hasil observasi dan wawancara
beberapa kajian yang dilakukan oleh ilmuwan, informan penelitian
peneliti dari berbagai latar belakang dan berbagai
daerah. Kajian ini bermaksud mengemukakan C. HASIL DAN PEMBAHASAN
yang berbeda dari beberapa kajian lain, berupa 1. Gambaran Umum
kejadian fakta kemadirian ekonomi perempuan
lanjut usia yang bekerja untuk menghidupi

D
esa Demuk merupakan salah satu bagian
hidupnya sendiri dan menjadi tulang punggung dari Sejarah sembilan desa yang terletak
keluarga atau rumah tangga anak dan cucu, di wilayah administrasi Kecamatan
karena sebagian dalam lingkup masyarakat di Pucanglaban, Kabupaten Tulungagung. Desa
Indonesia masih menganggap tabu bagi Demuk yang merupakan cikal bakal (sesepuh
perempuan yang bekerja selain dalam ranah yang mula-mula mendirikan Kecamatan
domestik. Sehingga Uraian ini dapat Pucanglaban) yang terletak kurang lebih 30 km
memperlihatkan bahwa perempuan memiliki arah Tenggara dari kota Tulungagung. Meskipun
tanggung jawab yang besar dan dapat bekerja desa terpencil yang letaknya di dataran tinggi
dalam segala ranah pekerjaan, tidak hanya bagi pegunungan kapur, namun tidak ketinggalan
perempuan usia produktif tetapi juga usia non turut menghiasi lembaran sejarah kota
produktif. Oleh sebab itu, perumusan masalah ini Tulungagung.
melihat bagaimana perempuan di usia yang Desa Demuk berada di Provinsi Jawa
7
sudah lanjut dapat survive dan menjadi backbone Timur yang menurut data BPS persentase lansia
of the family serta masih dapat bertanggung terbanyak yaitu 11,80 persen. Desa ini terbagi
jawab dengan lingkungan sosial. Tulisan ini atas 4 dusun 9 RW dan 55 RT dengan jumlah
memiliki tujuan positif untuk penduduk Indonesia
agar dapat memberikan peluang kerja yang lebih
7
bagi perempuan, tidak hanya bagi perempuan Badan Pusat Statistik (BPS) dan Survei Sensus Ekonomi Nasional
yang berusia produktif tetapi juga kepada usia (Susenas) 2016, merupakan kegiatan survei untuk mengumpulkan
informasi/data di bidang kependudukan, kesehatan, pendidikan,
non produktif juga. Karena sekarang ini keluarga berencana, perumahan, serta konsumsi dan pengeluaran,
kehidupan yang semakin berkembang, bukan yang sangat dibutuhkan oleh berbagai kalangan.
13 | P a g e
https://doi.org/10.25077/ jantro.v21.n1.p11-21.2019 RICHA MELIZA
RICHA MELIZA/JURNAL ANTROPOLOGI: ISU-ISU SOSIAL BUDAYA - VOL. 21 NO. 01 (JUNE 2019)

penduduk terbanyak di kecamatan Pucanglaban penduduk produktif. Pertumbuhan jumlah


±6187 orang, dimana sebagian besar penduduk lansia yang relatif cepat merupakan
penduduknya adalah perempuan (±3251). kondisi yang harus dihadapi disebabkan
Hasil data Badan Pusat Statistik (BPS) penduduk lansia di Indonesia seperempat
Tulungagung Kecamatan Pucanglaban dalam jumlahnya adalah tergolong penduduk lansia. Di
Angka tahun 2017 menyatakan bahwa desa wilayah Asia Tenggara sendiri, Indonesia
Demuk merupakan salah satu desa yang merupakan negara yang jumlah penduduk lansia
sukses, berhasil dan memiliki kesejahteraan paling banyak walaupun secara persentase
yang bagus, baik itu dalam hal sosial (nilai penduduk lansia di Singapura, Thailand dan
10
gotong royong yang tinggi dengan kepala desa Vietnam angkanya lebih tinggi .
yang turun langsung melihat kondisi desa) dan Dalam hal kategori usia dari segi jenis
agama (memiliki 7 Masjid dan 31), pertanian kelamin menurut hasil survei yang dilakukan oleh
(Padi 234 Ha, Jagung 735 Ha, Ubi kayu 59 Ha, Badan Pusat Statistik Indonesia, setiap tahunnya
Kacang tanah 4 Ha), maupun keuangan usia harapan hidup antara perempuan dan laki-
(Pemasukan Rp.1,562,338,094; Pengeluaran laki terlihat berbeda. Data survei per tahun di
Rutin Rp.888,083,094; dan Pengeluaran setiap provinsi, memperlihatkan hasil angka
Rp.674,255,000) dan jasa-jasa (Persewaan Alat harapan hidup yang berbeda antara perempuan
Pesta ada 4 tempat, Reparasi motor ada 4 dan laki-laki yang terpaut empat tahun, rata-rata
tempat, sepeda ada 1 tempat dan elektronik ada angka harapan hidup perempuan 73 tahun dan
4 tempat, las/bubut 2 tempat, bilyard ada 1 laki-laki-laki 69 tahun. Harapan hidup perempuan
tempat, penjahit ada 4 orang, tambal ban ada 6 lebih tinggi dibandingkan laki-laki, bukan tidak
tempat dan tukang kursi ada 1 tempat). memiliki alasan tersendiri melainkan mempunyai
Walaupun sebagian dari penduduk di desa tiga faktor utama yaitu makanan, lingkungan
tersebut bekerja di luar desa sebagai Tenaga (ekologi maupun sosial) dan tingkat stres.
Kerja Indonesia (TKI) atau Tenaga Kerja Wanita Sehingga jika dilihat dari ketiga faktor tersebut,
8
(TKW) . yang membedakan antara keduanya adalah
tingkat stres. Karena dalam suatu kelompok
2. Hasil Penelitian masyarakat antara perempuan dan laki-laki
secara umum dapat dikatakan bahwa mereka
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui makan makanan yang relatif sama, demikian
bagaimana kemandirian ekonomi lanjut usia pula dengan lingkungan yang hampir bisa
dengan melihat kehidupan perempuan lansia dari dikatakan sama, tetapi yang membedakan
aktivitas mereka. Secara umum dalam adalah tingkat stres pada seseorang.
penentuan kategori lansia di desa Demuk, Secara logis tingkat stres yang berkaitan
masyarakat desa Demuk memiliki pandangan dengan harapan hidup laki-laki umumnya rendah
tersendiri mengenai kriteria lansia dibanding dibandingkan perempuan. Tetapi tidak dapat
kriteria dari Dinas Sosial. Sebab pengertian lanjut dipungkiri bahwa perempuan juga memiliki beban
usia bagi orang Jawa khususnya bagi secara fisik yang lebih besar, karena perempuan
masyarakat di desa Demuk adalah lebih itu mempunyai peran ganda dalam keluarga atau
mengedepankan kriteria sosial dari kehidupan rumah tangga, yaitu sebagai pencari nafkah dan
lansia tersebut seperti dengan adanya kelahiran sebagai ibu rumah tangga yang harus melayani
cucu pertama yang kemudian menjadi penanda kebutuhan keluarga yang sering kali harus
bahwa mereka sudah menjadi tua, atau dengan bekerja lebih berat daripada suami. Akhirnya
sebutan Mbok dan Mbah (nenek). terkadang pekerjaan perempuan hanya dikaitkan
dengan pekerjaan domestik. Sedangkan laki-laki
a. Kategori Usia dan Jenis Kelamin Lansia dikaitkan pada pekerjaan publik. Tetapi pada
Berdasarkan penelitian WHO pada tahun kenyataannya perempuan mempunyai beban
2016, bertambahnya penduduk lansia itu adanya yang lebih banyak dibandingkan laki-laki. Seperti
perkembangan struktur tua dan pertumbuhan potensi pekerjaan yang dimiliki perempuan lebih
penduduk lansia yang semakin lama jumlah tinggi dibandingkan laki-laki, salah satunya
penduduknya semakin meningkat, dikarenakan adalah fungsi perempuan dalam sebuah keluarga
pertumbuhan jumlah penduduk lansia sering atau rumah tangga. Dalam sebuah keluarga atau
9
dikaitkan dengan Umur Harapan Hidup (UHH) . rumah tangga, adakalanya perempuan pra lanjut
Artinya semakin meningkatnya Umur Harapan usia maupun lanjut usia mempunyai potensi
Hidup (UHH) berarti terjadinya peningkatan pekerjaan menjadi tulang punggung keluarga,
jumlah penduduk lansia yang diasumsikan akan mengurusi anak, suami, cucu, dan lainnya. Para
mempertinggi rasio ketergantungan terhadap perempuan yang bekerja seringkali mereka
memulai harinya dari pagi sampai siang hari,
8
BPS Tulungagung, kecamatan Pucanglaban dalam angka 2017.
9
Harapan hidup saat lahir diartikan jumlah tahun yang dapat
10
diharapkan seseorang untuk hidup. Angka harapan hidup Data prediksi BPS yang menyatakan pada tahun 2045 penduduk
perempuan empat tahun lebih lama dibandingkan laki-laki, yaitu 72 Indonesia akan mencapai sekitar 450 juta jiwa, maka pada tahun
tahun perempuan dan 68 tahun laki-laki. 2050 jumlah penduduk di Indonesia 100 juta jiwa.
14 | P a g e
RICHA MELIZA https://doi.org/10.25077/ jantro.v21.n1.p11-21.2019
RICHA MELIZA/JURNAL ANTROPOLOGI: ISU-ISU SOSIAL BUDAYA - VOL. 21 NO. 01 (JUNE 2019)

kemudian dilanjutkan dengan pekerjaan keluarga. Pada dasarnya, penetapan usia bagi
domestik. Sedangkan laki-laki setelah lelah lanjut usia memiliki ukuran yang berbeda-beda
bekerja diluar rumah kemudian tidak memiliki dan sesuai dengan anggapan terhadap nilai-nilai
kegiatan lagi selain bersantai. Oleh sebab itu, tertentu pada suatu daerah. Angka harapan
kategori penetapan usia berbeda antara laki-laki hidup perempuan di desa Demuk lebih tinggi
dan perempuan. dibandingkan dengan laki-laki karena pola hidup
Dalam penetapan usia lanjut usia tidak yang tidak teratur yaitu faktor kesehatan dan
hanya dilihat dari usia 65 tahun atau lebih, tetapi jenis pekerjaan yang berbeda antara laki-laki dan
banyak yang berpendapat bahwa lanjut usia itu perempuan, sehingga menyebabkan tingkat
dilihat dari kondisi kesehatan dan lebih melihat harapan hidup perempuan lebih tinggi.
kepada kehadiran cucu pertama di dalam sebuah

Tabel .1. Kelompok Umur dan Jenis Kelamin Lanjut Usia

No Umur Jenis Kelamin Keterangan


Laki-laki Perempuan
1. 60-65 Tahun 115 201 Lansia

2. 70-75 Tahun 261 295 Lansia

3. 80-85 Tahun 55 103 Lansia

4. ±90 tahun 9 11 Lansia berumur panjang

Jumlah 440 610


Sumber: Dokumen Kantor Desa Demuk Tahun 2018

Berdasarkan tabel kelompok umur dan jenis rumah tangga dan pendidikan. Pada
kelamin diatas dapat dilihat bahwa angka lansia kenyataannya perempuan menurut pandangan
yang menunjukkan usia 65 tahun atau lebih sejarah memainkan banyak peran dalam
memiliki perbedaan antara jumlah laki-laki dan kehidupannya. Perempuan bisa sebagai ibu, istri,
jumlah perempuan. Walaupun dalam kehidupan pengelola rumah tangga, pekerja seorang petani
di suatu daerah nyatanya dari usia 50 tahun atau dan sebagainya. Kaum perempuan sekarang ini
lebih sebagian besar menganggap diri mereka menjadi sorotan, bukan hanya karena harapan
sudah lanjut usia karena kondisi sosial yang hidup para perempuan yang lebih tinggi dari
menandakan bahwa kelahiran cucu pertama pada laki-laki tetapi adanya masalah gender
didalam keluarga merupakan perubahan secara dalam hal bekerja untuk memenuhi kebutuhan
otomatis dan langsung bagi orang tua menjadi ekonomi rumah tangga serta hambatan materi
menua atau lanjut usia. Sehingga pengertian yang berupa rendahnya tingkat pendidikan dan
lanjut usia itu sendiri dari hasil penelitian ini tidak keterampilan sebagai besar perempuan dan
dapat diartikan sebagai seseorang yang tidak rentannya posisi perempuan (dan anak-anak)
berdaya dalam mencari nafkah sendiri untuk dalam masyarakat, sehingga apabila masyarakat
keperluan hidupnya sehari-hari dan menerima miskin, maka perempuan dan anak-anak yang
nafkah dari orang lain. Melainkan dapat dilihat paling berat menanggung akibatnya. Tentu salah
dari proses dan keragaman budaya, karena itu satunya perempuan lansia yang akan merasakan
adalah sesuatu yang kompleks dari aktivitas dan dan menghadapi permasalahan kesejahteraan
tindakan yang berpola dalm masyarakat. Melihat dalam hidup dari permasalahan ekonomi ini.
kepada pandangan masyarakat tentang batasan Sama halnya dengan kedudukan
usia, baik itu pandangan bagi lanjut usia maupun perempuan di Bali, dalam tulisan Lestari dkk
masyarakat sekitar dan keluarga. Sebab setiap (2016) menyatakan bahwa perempuan Bali itu
masyarakat mempunyai keragaman budaya memiliki kedudukan yang terhormat dalam
masing-masing dan mempunyai pendapat sendiri masyarakat Bali. Tidak hanya menjadi
terhadap pemahaman kata lanjut usia. perempuan yang berperan dalam ranah domestik
namun juga mengambil peran yang bermakna
b. Perempuan dalam kehidupan bermasyarakat. Sehingga
Dalam keberadaannya di tengah-tengah perempuan Bali dan Jawa, dimana mempunyai
masyarakat, perempuan tidak luput dari berbagai sistem kekeluargaan yang sama yaitu patrilineal
sudut pandang yang menyertai kehidupan akan membawa konsekuensi bagi peran dan
mereka. Masyarakat mengartikulasikan bahwa kedudukan di dalam keluarga. Perempuan akan
perempuan berdasarkan sudut pandang dari menjadi tolak ukur keberhasilan sebuah keluarga
perannya dalam masyarakat, keluarga atau dan akan membawa kegenerasi selanjutnya.
15 | P a g e
https://doi.org/10.25077/ jantro.v21.n1.p11-21.2019 RICHA MELIZA
RICHA MELIZA/JURNAL ANTROPOLOGI: ISU-ISU SOSIAL BUDAYA - VOL. 21 NO. 01 (JUNE 2019)

Perempuan sangat memiliki ketelatenan berdaya, produktif dan aktif untuk memenuhi
dalam melakukan segala hal baik di ranah kebutuhan ekonomi keluarga atau rumah tangga.
domestik dan publik sehingga menurut Jannah Seperti permasalahan kemandirian ekonomi
(2016) dalam menyingkapi lansia perempuan pada perempuan, khususnya perempuan lansia
yang memilih bekerja adalah guna untuk daerah Tulungagung, desa Demuk, Jawa Timur.
memenuhi kebutuhan hidup, mampu berdiri Disebuah desa terpencil yang terletak di daratan
sendiri dan mampu menghadapi segala bentuk pegunungan gamping dekat perbatasan dengan
keadaan bahkan ancaman yang sulit dalam Blitar Selatan. Populasi angka harapan hidup
kehidupannya. Semuanya itu merupakan pilihan yang tinggi dari tahun 2009 sebesar 71,23% dan
lansia dalam memenuhi kebutuhan ekonomi, tahun 2013 sebesar 72,09%. Sedangkan
mengisi waktu luang dan membangun hubungan berdasarkan pada data BPS Tulungagung pada
sosial dengan lingkungan sekitar. Selanjutnya tahun 2014, jumlah penduduk
menurut Lestari (2017) yang melakukan kajian di sebanyak 1.053.276 jiwa, tercatat laki-laki
Provinsi yang sama yaitu Daerah Istimewa sebanyak 526.188 jiwa, sedangkan perempuan
11
Yogyakarta, beliau mengatakan bahwa faktor sebanyak 527.088 jiwa . Perempuan di daerah
yang mempengaruhi lanjut usia tetap bekerja Tulungagung merupakan salah satu
adalah keadaan fisik yang mendukung, kondisi penyumbang Tenaga Kerja Indonesia (TKI) dan
ekonomi yang kurang mampu, tuntutan untuk Tenaga Kerja Wanita ( TKW) yang cukup besar
memenuhi kebutuhan hidup, dorongan tetap di Indonesia. Di kabupaten ini, banyak penduduk
mandiri dan kurangnya bantuan anak. Serta usia produktif yang bekerja di luar negeri menjadi
menurut Sari (2016) dalam kajiannya TKI dan TKW.
mengungkapkan bahwa terdapat dua faktor yang Kemudian peneliti menemukan bahwa
mempengaruhi motivasi kerja pada lansia yaitu perempuan lansia bekerja di ranah domestik
secara internal dan eksternal. Secara internal menjadi ibu serta nenek untuk mengurusi anak
bekerja merupakan suatu kegiatan untuk dan cucu dari segala hal, baik secara sosial dan
menyenangkan diri sendiri, media hiburan dan ekonomi tetapi tetap juga bekerja sebagai petani
kegiatan yang mereka lakukan selama kondisi karena bagi perempuan yang masih produktif
fisik mereka masih mampu untuk bekerja. merasakan tidak lagi menjanjikan bagi mereka
Sedangkan secara eksternal bekerja sebagai bekerja di desa sebagai petani, mereka
kegiatan untuk menjalani hubungan dengan membutuhkan penghasilan lebih untuk
orang lain dan kegiatan untuk mendapatkan mencukupi keluarganya sehingga bekerja di luar
peranan di tengah kelompok lingkungannya. negeri. Sehingga tenaga kerja di sektor pertanian
Secara umum masyarakat dalam lingkungan lebih banyak di dominasi oleh para orang tua.
yang masih mempunyai stereotipe terhadap Bekerja di sektor lain menjadi sangat kesulitan
perempuan, yang segala sesuatu dilihat dari jenis bagi masyarakat atau lanjut usia karena
kelamin dan pekerjaan, masih dianggap tabu dan kurangnya keahlian dan rendahnya tingkat
tidak sesuai kodrat, seperti pada masalah pendidikan yang mereka miliki. Oleh karena itu,
pekerjaan diluar domestik biasanya dengan laki- wajar kiranya daerah ini menjadi salah satu
laki yang menganggap semuanya itu adalah daerah di Indonesia yang menjadi sumber TKI
suatu permasalahan, tetapi kecenderungan dan TKW untuk pergi ke luar negeri.
masyarakat sekarang ini, menurut Suartha
(2015) bahwa perempuan bekerja merupakan c. Mata Pencaharian Perempuan Lansia
potensi yang kuat untuk meningkatkan Di negara berkembang dengan jumlah
pendapatan ekonomi keluarga. Secara kultur anggota didalam rumah yang mempunyai banyak
Jawa, perempuan yang bekerja adalah hal orang dalam satu atap atau satu rumah
lumrah sejalan dalam kehidupan yang memiliki walaupun tidak dalam satu kartu keluarga (KK)
peran ganda dan dapat bertanggung jawab maka akan meningkatkan kebutuhan finansial
dengan keluarga dan lingkungan masyarakat. maupun kebutuhan ekonomi di dalam suatu
Seperti yang diungkapkan kembali oleh Suartha keluarga. Dipertegas ungkapan dari Padmiati dan
(2015), bahwa dalam sektor atau permasalahan Diyanayati (2015) terutama di daerah pedesaan
ekonomi didalam hidup yang paling potensial pada umumnya lansia menikmati hari tuanya di
akan melibatkan peran dan kesertaan kaum lingkungan keluarga, dalam sebuah rumah
perempuan terutama dalam hal sektor informal. tangga (keluarga) terkadang terdiri dari tiga
Sektor informal adalah sektor yang paling bahkan sampai empat generasi.
fleksibel dalam menerima keluar masuknya Indonesia masih banyak lanjut usia yang
pekerja, dalam artian sektor ini tidak masih menanggung kehidupan anak-anak
membutuhkan persyarakatan formal dan sangat maupun cucu-cucunya meskipun sudah
terbuka bagi setiap individu sepanjang individu berkeluarga. Berdasarkan data BPS 2014
tersebut memiliki kemampuan dan kemauan. mencatat bahwa hampir setengah dari jumlah
Dalam hal ini sesuai dengan perempuan lanjut lanjut usia (47,48 persen) masih bekerja untuk
usia yang bekerja, yang memiliki keterbatasan
dan kelemahan tetapi masih menginginkan tetap 11
http://tulungagung.go.id
16 | P a g e
RICHA MELIZA https://doi.org/10.25077/ jantro.v21.n1.p11-21.2019
RICHA MELIZA/JURNAL ANTROPOLOGI: ISU-ISU SOSIAL BUDAYA - VOL. 21 NO. 01 (JUNE 2019)

memenuhi kebutuhan hidup dan keluarganya, perceraian yang sangat tinggi di desa maupun
mereka menjadi tulang punggung dalam hal kota. Sehingga jika dilihat masyarakat di desa
memenuhi ekonomi keluarga atau rumah tangga. khususnya Demuk yang sebagian besar
Masih banyak lanjut usia yang memberikan perempuan lansia bekerja secara domestik dan
modal usaha untuk anak-anaknya maupun mempunyai mata pencaharian yang beragam,
cucunya yang sudah berkeluarga dalam bentuk tetapi mata pencaharian yang paling banyak
materi, tanah, rumah atau dalam hal lainnya yang dilakukan oleh masyarakat desa Demuk adalah
mereka miliki untuk kebutuhan hidup mereka. petani, manjing (buruh), peternak dan pedagang.
Kebanyakan dari para lanjut usia yang masih Hal ini terlihat dari banyaknya persawahan yang
bekerja di masa tua dapat hidup mandiri dalam membentang luas di setiap dusun yang ada di
hal ekonomi, walaupun kemandirian itu tidak desa Demuk dan terdapat beberapa pasar, baik
dapat dilihat secara keseluruhan tetapi dalam hal pasar sandang, pangan dan juga barang-barang
ekonomi mereka dapat survive. Salah satu kasus lain.
seseorang yang memiliki kemandirian dalam hal Di desa Demuk terdapat pasar yang berada
ekonomi yaitu para perempuan janda yang di di persimpangan empat yang bisa didatangi dari
tinggal meninggal sejak lama oleh suaminya dusun Gajah Oyo, Rowoangung, dan Demuk
sehingga mereka harus menafkahi dirinya sendiri yaitu pasar yang hanya dibuka pada hari selasa
serta anak-anaknya. Dalam stigma masyarakat wage. Menurut masyaraakat pasar tersebut
budaya ketimuran, kaum janda dilihat sebagai hanya dibuka pada hari selasa wage, karena
perempuan yang lemah, tidak berdaya, beban memiliki tujuan agar masyarakat bisa mengingat
keluarga sehingga mereka harus menjaga harkat hari itu saja agar tidak terlupakan, sebab jika
dan martabat dirinya sendiri di tengah-tengah menggunakan tanggal atau hanya hari biasa
stigma negatif tersebut (Sakina dan Siti A; 2017). masyarakat takut orang yang sudah lanjut usia
Belakangan ini, menurut hasil persentase atau orang tua yang tidak bisa membaca dan
konon cukup banyak perempuan termasuk melihat kalender tanpa mengetahui hari pasar
kedalam angka kerja global, seperti pada tahun tersebut, sehingga masyarakat menggunakan
2017 sebesar 39,289 persen, apalagi perempuan hari Jawa untuk menentukan hari pasar tersebut.
lansia berstatus janda yang bekerja. Beberapa Adapun jenis-jenis mata pencaharian
dari para perempuan janda ini penyebabnya masyarakat desa Demuk yang didapat dari hasil
adalah akibat dari tingkat kematian dan wawancara dan dokumen desa.

Tabel 2. Jenis-Jenis Mata Pencaharian Penduduk Desa Demuk

No Jenis Mata Pencaharian Jumlah Penduduk


1. Petani 970
2. Buruh Tani 316
3. Buruh Pabrik 95
4. Pedagang 43
5. Pengrajin dan Produksi 16
6. Peternak 25
7. Montir 16
8. Pertukangan 20
9. Penjahit 15
10. Guru 25
11. TNI dan Polri 7
12. PNS dan Pensiunan 139

Jumlah 1687
Sumber: Dokumen Kantor Desa Demuk Tahun 2018

Selain dari jenis pekerjaan yang tertulis Sehingga terlihat komposisi penduduk lanjut usia
diatas, di desa Demuk juga terdapat banyak yang perempuan bekerja, walaupun pekerjaan
kegiatan kemasyarakatan yang sebagian besar mereka hanya sebagai besar petani atau buruh
dikerjakan oleh perempuan yang memiliki jangka tani. Dapat digambarkan dengan diagram
waktu pelaksanaan yang berbeda-beda. sebagai berikut:

17 | P a g e
https://doi.org/10.25077/ jantro.v21.n1.p11-21.2019 RICHA MELIZA
RICHA MELIZA/JURNAL ANTROPOLOGI: ISU-ISU SOSIAL BUDAYA - VOL. 21 NO. 01 (JUNE 2019)

Diagram 1. Persentase Pekerjaan Pada Perempuan Lanjut Usia

Pekerjaan Perempuan Lanjut


Usia

Petani
Buruh Tani
Pedagang
Peternak

Sumber: Hasil Survei Penelitian Tahun 2018

Berdasarkan pada diagram diatas diketahui tanam tanaman yang lain seperti jagung, ketela,
bahwa sebagian besar penduduk perempuan kacang-kacangan dan lain-lain.
lansia bekerja sebagai petani, dikarenakan Selain itu beragam kegiatan baik itu yang
sebagian besar mereka tidak memiliki tamatan mingguan, bulanan, dan ada juga kegiatan yang
pendidikan dan keahlian lain yang mereka miliki. tahunan, yaitu pengajian rutinan, peringatan hari
Mereka dari masa kecil sampai sekarang hanya raya besar Islam dan nasional, arisan kelompok
diajarkan proses bertani oleh orangtua mereka. (arisan balai desa maupun arisan dari Program
Bertani adalah pekerjaan yang sangat Keluarga Harapan), tabungan hari raya, PKK,
memungkinkan bagi mereka untuk bertahan Koperasi wanita,Tahlilan dari rumah ke rumah,
hidup di desa walaupun desa yang memiliki simpan pinjam, Posyandu, dan bersih-bersih
tandas kering yang bisa bisa ditanami tani dalam desa. Seperti dibawah ini merupakan sebagian
setahun sekali, setelah itu masyarakat bercocok dari salah satu kegiatan yang ada di desa
Demuk.

Foto 1. Kegiatan Perempuan Lansia di Desa Demuk

Ini adalah salah satu kegiatan yang ada di desa Demuk yaitu, arisan lanjut usia (sebelah kiri) dan Posyandu lanjut usia (sebelah
kanan) yang diadakan di rumah warga dan balai desa. Sumber: Richa Meliza (30 Mei 2018 pkl. 10.02 WIB)

Beberapa kegiatan yang ada di desa Demuk untuk kedepannya. Sehingga terlihat bagaimana
sebagian besar diikuti oleh perempuan lanjut usia sebagian kehidupan para lanjut usia sehari-hari
(Keterangan: lihat foto 1.). Sedikit banyaknya di desa Demuk.
kegiatan tersebut memberikan sumbangan ilmu Oleh karena itu, para perempuan lansia
bagi para masyarakat desa Demuk khususnya mempunyai fungsi menjadi tulang punggung
bagi perempuan lanjut usia untuk selalu serta mempunyai peran ganda dalam keluarga
mengikuti perubahan yang akan terjadi atau rumah tangga untuk memenuhi kebutuhan
kedepannya serta dapat membedakan yang dirinya sendiri, anak, cucu yang berada dalam
mana positif dan negatif serta untuk struktur keluarga. Mereka bekerja dalam ranah
memperpanjang silaturrahmi antar masyarakat. domestik dan bekerja sebagai petani serta buruh
Seperti dalam halnya arisan, tabungan hari raya untuk kebutuhan ekonomi keluarga atau rumah
itu sangat bermanfaat bagi para perempuan baik tangga untuk konsumsi, membayar listrik dan air,
itu lansia atau pralansia. Walaupun mereka serta untuk menambah modal pekerjaan sendiri
hanya menyimpan uang sebulan sekali hanya di ladang maupun modal untuk anak-anaknya
Rp.5000 tetapi itu sangat berharga bagi mereka membuka usaha untuk kerja. Sehingga ini dapat
18 | P a g e
RICHA MELIZA https://doi.org/10.25077/ jantro.v21.n1.p11-21.2019
RICHA MELIZA/JURNAL ANTROPOLOGI: ISU-ISU SOSIAL BUDAYA - VOL. 21 NO. 01 (JUNE 2019)

dikaitkan dengan teori yang sudah ada seperti untuk konsumsi atau upaya memenuhi
pendekatan struktural-fungsionalisme, melihat kebutuhan lainnya. Sehingga para perempuan
kepada fungsi perempuan khususnya lansia lansia itu dapat hidup mandiri secara ekonomi
dalam struktur keluarga dan bagaimana ekonomi dan tidak menjadi beban orang lain melainkan
perempuan lansia berfungsi dalam keluarga yang menjadi tulang punggung keluarga atau rumah
mengakibatkan adanya kemandirian ekonomi tangga serta menjadi penunjang ekonomi untuk
dalam memenuhi kehidupan dirinya sendiri dan kebutuhan anak dan cucu. Seperti salah satu
keluarga atau rumah tangga. Rumah tangga contoh kasus perempuan lansia yang memiliki
adalah satuan tempat tinggal yang berorientasi peran ganda dan menjadi hidup mandiri untuk
pada tugas, sedangkan keluarga adalah memenuhi kebutuhan dalam keluarga atau
pengelompokan kerabat yang tidak harus tinggal rumah tangga. Di bawah ini salah satu informan
di satu tempat. Sehingga rumah tangga adalah dalam penelitian yang merupakan perempuan
fungsional ekonomi-kegiatan produktif, konsumsi, lanjut usia, masih bekerja, dan menjadi tulang
distribusi dalam upaya memenuhi kebutuhan punggung keluarga atau rumah tangga.
hidup.
Berkaitan dengan kemandirian ekonomi d. Kasus Mbah Katini
perempuan, khusunya kehidupan perempuan Disaat usia para lansia yang semakin
lansia yang memiliki peran ganda dalam rumah menua, para lansia menunjukkan bahwa mereka
tangga atau keluarga sehingga mereka tidak lemah, mereka bukanlah beban dari
mempunyai fungsi lebih perempuan lansia dalam keluarga maupun masyarakat. Tetapi mereka
struktur keluarga atau rumah tangga dengan adalah perempuan yang ingin maju, berjuang
melihat kemandirian ekonomi dalam memenuhi untuk dirinya sendiri dan keluarga. Dalam tulisan
kebutuhan hidup. Karena dalam kehidupan ini menjelaskan satu kasus perempuan lansia
secara realitas para perempuan yang sudah yang menurut peneliti mempunyai kehidupan
lansia tidak lagi memikirkan anak-anak maupun ekonomi yang begitu menarik dan menjadi
cucunya yang sudah usia produktif karena sudah inspirasi banyak orang, dari beberapa informan
bisa mencari pekerjaan dan mendapatkan yang pernah peneliti kunjungi selama penelitian
penghasilan untuk memenuhi kebutuhan hidup. di lapangan, peneliti tertarik dengan kehidupan
Tetapi kenyataan para lansia khususnya kemandirian ekonomi para lansia. Di bawah ini,
perempuan lansia di pedesaan masih berfungsi kasus seorang perempuan lansia yang tangguh
untuk bekerja dalam struktur keluarga atau dan mandiri dalam menjalani lika-liku dalam
rumah tangga serta menghasilkan uang bagi kehidupan dirinya dan memenuhi kebutuhan
dirinya sendiri dan keluarga atau rumah tangga ekonomi keluarga atau rumah tangga.

Foto 2. Disaat Sedang Mewawancarai Mbah Katini

Salah satu informan yang bernama mbak Katini (79 tahun), seorang janda yang di tinggal meninggal oleh suaminya, yang
sekarang bekerja sebagai seorang petani, buruh tani dan pembuat kerupuk mantenan di desa Demuk.
Sumber: Richa Meliza (14 Juni 2018 pkl. 09.37 WIB)

Foto di atas merupakan salah satu dari sekarang ini menjadi tulang punggung anak dan
sebagian besar perempuan lanjut usia yang cucunya karena kondisi ekonomi yang sulit.
statusnya seorang janda yang ditinggal Beliau mempunyai tiga orang anak,
meninggal oleh suaminya sejak anak-anaknya diantaranya dua orang anak laki-laki dan satu
masih kecil. Sekarang beliau sudah berumur 79 orang perempuan. Dimana salah satu dari
tahun mempunyai peran ganda dalam anaknya adalah disabilitas yang masih tinggal
keluarganya. Beliau masih bekerja sebagai bersama dalam satu atap serta menjadi
petani, buruh, pembuat kerupuk mantenan dan tanggung jawab mbah Katini dalam memenuhi
menjadi orang tua dari anak dan cucunya serta semua kebutuhannya. Sedangkan anaknya yang
19 | P a g e
https://doi.org/10.25077/ jantro.v21.n1.p11-21.2019 RICHA MELIZA
RICHA MELIZA/JURNAL ANTROPOLOGI: ISU-ISU SOSIAL BUDAYA - VOL. 21 NO. 01 (JUNE 2019)

lain sudah menikah dan mempunyai anak tetapi perempuan lansia bekerja, survive dan menjadi
masih tinggal bersama dengan beliau karena tulang punggung keluarga untuk menghidupi
belum memiliki pekerjaan yang tetap dan belum keluarga atau rumah tangga dan dirinya sendiri.
memiliki tempat tinggal sendiri. Hasil penelitian menjelaskan bahwa baik
Kegiatan keseharian mbah Katini adalah laki-laki maupun perempuan yang masih
mengerjakan pekerjaan rumah seperti memasak, produktif maupun sudah lanjut usia masih
menyuci, menjaga anaknya yang disabilitas memiliki hak untuk bekerja dalam menghidupi
setelah itu bekerja di ladang, menjadi buruh tani, kehidupan mereka. Karena kehidupan
peternak sapi dan kambing kemudian mengikuti masyarakat apalagi di pedesaan, khususnya
arisan lansia yang diadakan oleh pendamping perempuan Jawa yang memiliki sistem
Program Keluarga Harapan (PKH). Semuanya kekeluargaan patriarki tidak bisa dianggap
kegiatan dan aktivitas tersebut dikerjakan mudah dan fleksibel. Walaupun kehidupan
seorang diri oleh si mbah Katini, tetapi terkadang mereka yang masih mayoritas masyarakat
jika kondisi tubuh yang kurang sehat, beliau agraris, mereka masih bisa menyeimbangkan
dibantu oleh anak laki-lakinya dalam dengan baik antara segala kegiatan dan aktivitas
mengerjakan segala hal. menjadi suatu kebiasaan serta simbol atau tanda
Dalam hal pendapatan ekonomi mbah Katini silaturahmi bagi masyarakat di desa.
dalam perkiraan sebulan tidak dapat menentu Penelitian ini memperkuat bahwa, adanya
besaran uang yang didapatnya, semua pekerjaan dan kegiatan bagi para perempuan
tergantung dari penghasilan ladang dan hasil dari lansia sangat mempunyai nilai positif dalam
panggilan kerja buruh (Manjing) dari orang lain, kehidupan mereka. Perempuan lanjut Usia tidak
dimana perkiraan beliau per hari mendapatkan harus tergantung kepada orang lain, tidak perlu
Rp.50.000. Tetapi jika pada bulan Ramadhan merasakan meminjam uang kepada orang lain
datang, mbah Katini mempunyai penghasilan hanya untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-
lebih dari pesanan masyarakat desa untuk hari. Perempuan lansia yang memiliki pekerjaan
membuat kerupuk mantenan. Kerupuk mantenan dapat hidup mandiri, walaupun kemandirian
adalah salah satu jajanan khas setiap rumah ekonomi mereka tidak dapat dilihat secara
pada bulan ramadhan, dimana hanya mbah keseluruhan tetapi bermanfaat bagi mereka yang
Katini yang bisa membuat jajanan tersebut di memiliki kondisi lemah dan usia yang sudah tidak
desa Demuk. Sehingga dengan adanya produktif lagi.
pemasukan dari semuanya itu mbah Katini dapat Kajian dan pembahasan dari hasil
memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga atau penelitian, maka pemerintah harus lebih peduli
rumah tangga walaupun secara keseluruhan terhadap para lansia yang ada di pedesaan
hanya cukup untuk makan, berobat dan bukan hanya dari segi ekonomi tetapi dalam
membayar kebutuhan yang lain. segala hal kesehatan, budaya, sosial dan
lainnya. Sehingga mereka para lansia khususnya
D. KESIMPULAN yang menjadi tulang punggung keluarga atau
rumah tangga memiliki peluang pekerjaan yang

D
alam keseharian, perempuan memiliki lebih layak dan mendapatkan kehidupan ekonomi
peranan penting yang sangat luar biasa. yang lebih bagus lagi dari sebelumnya.
Perempuan sangat dibutuhkan hampir di Khususnya bagi perempuan janda yang memiliki
setiap aspek kehidupan, yaitu di dalam keluarga pandangan stereotipe di lingkungan masyarakat
menjadi seorang ibu dan istri sedangkan diluar desa yang masih kental dengan adat istiadat
itu perempuan mampu bekerja dalam segala hal atau budaya yang mereka miliki.
baik kehidupan bermasyarakat. Perempuan
selagi bekerja di peran domestik dapat juga
bekerja di publik, sedangkan laki-laki hanya E. UCAPAN TERIMAKASIH
dapat bekerja di publik tetapi belum tentu dapat

P
bekerja domestik, para laki-laki membutuhkan eneliti mengucapkan terima kasih kepada
perempuan dalam segala hal kehidupannya. kedua orang tua peneliti yang
Sehingga perempuan dapat mempunyai peran memberikan dana dalam penelitian ini
ganda dalam hidupnya, apalagi perempuan yang
serta perangkat desa Demuk dan pendamping
mempunyai status janda, dimana masyarakat
Indonesia masih memandang sebelah mata desa PKH yang sudah banyak membantu selama
dengan mereka. Padahal perempuan ini dapat penelitian.
mandiri dalam hal ekonomi dan menjadi tulang
punggung keluarga. Sama halnya dengan
perempuan lansia, dimasa tuanya sebenarnya
mereka bisa hidup santai dan tidak perlu bekerja
keras, tetapi kenyataan hidup masih ada

20 | P a g e
RICHA MELIZA https://doi.org/10.25077/ jantro.v21.n1.p11-21.2019
RICHA MELIZA/JURNAL ANTROPOLOGI: ISU-ISU SOSIAL BUDAYA - VOL. 21 NO. 01 (JUNE 2019)

DAFTAR PUSTAKA

Fadilah, R. (2015). Menuju Lansia Bahagia dan Tetap Produktif. Program Suara Pene Himpunan
Psikologi Indonesia (HIMPSI) Mendukung Hari lansia Nasional dengan Tema "Peduli dan
Mendukung Pemberdayaan Tiga Generasi".
Harianto, R. (2017, Agustus 23). Retrieved from Tantangan Bonus Demografi Bagi Indonesia:
http://video.metrotvnews.com/primetime-news
Jannah, M. (2016). Resiliensi Lansia Perempuan Dalam Menyingkapi Permasalahan Hidup di Kota
Yogyakarta. Thesis. Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Magister Ilmu Sains.
Interdisciplinary Islamic Studies. Konsentrasi Pekerjaan Sosial.
Karang, A. M. (2018., 10. 8.). Bonus Demografi Indonesia Berakhir di 2036, Jumlah Lansia Bakal
Naik. Retrieved 11. 26., 2018., from Kompas.com :
https://regional.kompas.com/read/2018/10/08/05440801/bonus-demografi-Indonesia-berakhir-
di-2036-jumlah-lansia-bakal-naik
Lestari, D. (2017). Aktivitas Ekonomi Usia Lanjut di Objek Wisata Pantai Depok. Pendidikan Sosiologi.
Fakultas Ilmu Sosial. Universitas Negeri Yogyakarta.
Lestari, M., Natalya, N. P., Santosa, R. D., Puspitasari, N. P., & Perry, O. A. (2016). Makna
Kemandirian Pada Pekerja Lansia Perempuan Bali. Konferensi: Persilangan Identitas, Agensi
dan Politik (20 Tahun Jurnal Perempuan) (pp. 310-330). Jakarta: Ariom Swiss-Belhotel
Kemang.
Padmiati, E., & Diyanayati, K. (2015). Pelayanan Sosial Lanjut Usia Dalam Keluarga. Balai Besar
Penelitian dan Pengembangan Pelayanan Kesejahteraan Sosial (B2P3KS), 329-342.
Permanadeli, R. (2015). Dadi Wong Wadon: Representasi Sosial Perempuan Jawa di Era Modern.
Yogyakarta: Pustaka Ifada.
Priyoto. (2015). INC Dalam Keperawatan Gerontik. Jakarta: Salemba Medika.
Pudjianto, R. (2017). Perempuan Jawa, Representasi dan Modernitas. Indonesia Journal Of Sociology
and Education Policy, 125-132.
Sakina, A., & Siti A., D. (2017). Menyoroti Budaya Patriarki di Indonesia. SOCIAL WORK JURNAL,
71-78.
Sari, E. (2016). Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Motivasi Kerja Pada Lansia. Skripsi. Program Studi
Psikologi. Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Spradley, J. (2006). Metode Etnografi. Edisi Kedua. Pengantar: DR. Amri Marzali, MA. Yogyakarta:
Tiara Wacana.
Suartha, N. (2015). Kontribusi Ibu Rumah Tangga Dalam Meningkatkan Kesejahteraan Keluarga.
Sebuah Studi Kasus di Kabupaten Badung Provinsi Bali. Jakarta: PT. Raja Garsindo Persada.
Sulistyastuti, D. R. (2017). Tantangan Indonesia Untuk Mengoptimalisasikan Bonus. JURNAL STUDI
PEMUDA, 538-547.

21 | P a g e
https://doi.org/10.25077/ jantro.v21.n1.p11-21.2019 RICHA MELIZA
JURNAL ANTROPOLOGI: ISU-ISU SOSIAL BUDAYA - VOL. 21 NO. 01 (JUNE 2019)

Available online at : http://jurnalantropologi.fisip.unand.ac.id/

Jurnal Antropologi: Isu-Isu Sosial Budaya


| ISSN (Online) 2355-5963 |

ANTARA MORAL EKONOMI DAN EKONOMI RASIONAL PADA


POLA PROGRAM DENFARM S.R.I (Studi pada P3A Padibu
Kecamatan Ulakan Tapakis dan P3A Banda Iduik Kecamatan Nan Sabaris)

1* 2 3
Panji Asrywan , Damsar , Bob Alfiandi
1
Graduate Student of Department of Sociology, Universitas Andalas, Padang, Indonesia
2
Department of Sociology, Universitas Andalas, Padang, Indonesia
3
Department of Sociology, Universitas Andalas, Padang, Indonesia

ARTICLE INFORMATION A B S T R A C T
This study aims to see the syncretism between the moral and
Submitted : 18 August 2018 rational economics of farmers on the Denfarm program pattern
Review : 05 April 2019 S.R.I in P3A Padibu and P3A Banda Iduik Ulakan Tapakis and
Accepted : 11 May 2019 Nan Sabaris Subdistricts. They also understand the relation of
economic and moral rational syncretism of farmers to the
Available online: June 2019 Denfarm Pattern of S.R.I. The Denfarm program of S.R.I pattern
is carried out by the government so that farmers can increase
rice production. This activity was carried out on P3A Padibu and
KEYWORDS P3A Banda Iduik Ulakan Tapkis Subdistrict and Nan Sabaris
Sub-District, but the results obtained were very different. There
Moral Economy, Farmer's Rationale, Denfarm Pattern is a sociological problem affecting the Denfarm production
S.R.I, P3A pattern of S.R.I. The data analysis used is qualitative
hermeneutical analysis using moral economic theory James
CORRESPONDENCE Scoot and Rational Farmer Samuel Popkin. The result of the
research shows that the low production of Denfarm pattern of
S.R.I P3A Padibu is caused by the chairman who commits lying
*E-mail: panjiasrywan718@gmail.com and stealing in order to reach the personal interest. Besides,
the chairman has no sense of responsibility towards Denfarm
activity which gives impact to the appearance of the lazy nature
of other participants. Perta also has another more productive
land so that participants ignore the results obtained from the
land of the Denfarm program. The high production of Denfarm
P3A Banda Iduik occurs because it has a rational thought but
nature is formed because it wants to depends the good name of
P3A group, therefore, they are afraid to fail in this activity.

A. PENDAHULUAN Sebenarnya kesenjangan produksi ini sudah


lama disadari oleh pemerintah Indonesia.
alah satu masalah utama Indonesia yang Pembangun sektor pertanian di Indonesia,

S belum terpecahkan hingga saat ini adalah


rawannya ketersediaan pangan. Pasca
swasembada pangan tahun 1983, Indonesia
pernah mengadaptasi pembangunan pertanian
padi. Satari (2002) mencatat, setidaknya sejak
1993/1994 pemerintah telah mencoba mene
telah menjadi salah satu Negara pengimpor rapkan bimbingan masyarakat (bimas), dengan
beras di dunia (Kasryno, et.al, 2001). Data impor menekankan pada produksi beras dan hasilnya
beras lima tahun ke belakang, secara dinamis, dapat meningkatkan produksi beras selama
menunjukkan Indonesia masih mengimpor beras. setahun. Salah satu alat yang diadopsi oleh
Seperti data tahun 2013, menunjukkan jumlah pemerintah Indonesia untuk peningkatan
impor beras Indonesia mencapai 1.225.000 ton. produksi dibidang pertanian dengan metode
Jumlah impor kemudian meningkat pada tahun “Demontration of Farming” (Denfarm) menggu-
2014 sebanyak 1.350.000 ton. Sejak tahun 2015 nakan teknik “System of Rice Intensification”
sampai 2017, jumlah impor mengalami penu (S.R.I).
runan dari 1.000.000 sampai 500.000 ton saja Dalam rangka meningkatkan hasil
(IRRI 2018). pertanian, pada tahun 2014 Pemerintah

23 | P a g e
https://doi.org/10.25077/ jantro.v21.n1.p23-28.2019 Attribution-ShareAlike 4.0 International. Some rights reserved
PANJI ASRYWAN/JURNAL ANTROPOLOGI: ISU-ISU SOSIAL BUDAYA - VOL. 21 NO. 01 (JUNE 2019)

mencoba menerapkan kembali penanaman padi sosial. Ketiga, metode penelitian kualitatif
menggunakan pola S.R.I melalui program berguna untuk mengetahui realitas sosial dari
Denfarm yang merupakan salah satu bentuk sudut pandang aktor.
penerapan teknologi pertanian dalam upaya
peningkatan produksi hasil pertanian. Peme- C. HASIL DAN PEMBAHASAN
rintah telah melakukan kegiatan tersebut dari 1. P3A Padibu
tahun 2015, akan tetapi hanya mampu

P
memproduksi padi dengan rata-rata 5 ton per 3A Padibu adalah salah satu organisasi
hektar sehingga Indonesia masih mengimpor petani yang berada pada daerah Irigasi
beras dari Negara lain. Upaya lain yang Batang Anai fase II, berdiri pada tanggal
dilakukan Pemerintah untuk memacu petani
27 Juni 2014 P3A Padibu memiliki pintu air di
dalam meningkatkan hasil produksi, dengan cara
melibatkan Pemerintah Kabupaten/Kota sampai sekunder BPT 4 dengan petak tersier BPT 4 Ka
dengan Perintahan terendah yang berada di dan Ki serta memilik luas wilayah kerja 128 ha,
Kecamatan kedalam kegiatan Denfarm pola rata-rata petani P3A Padibu merupakan petani
S.R.I. karena dapat menjangkau setiap lapisan penggarap hanya beberapa orang petani yang
petani, salah satu program Denfarm pola S.R.I memliki lahan sendiri atau pemilik. Sedangkan
yang cukup berhasil dilakukan di daerah P3A ini terletak di Korong Sikabu, Nagari Sei
Sukoharjo Jawa Tengah Kementerian Pertanian
Gimba, Kecamatan Ulakan Tapakis, Kabupaten
mencatat hasil produksi padi mencapai 10,4 ton
per hektar. Selain itu, Denfarm pola S.R.I yang Padang Pariaman.
dilakukan di Desa Karangkatas Kabupaten P3A ini dibentuk oleh beberapa gabungan
Indramayu Jawa Barat memproduksi jumlah padi Instansi pemerintah seperti Dinas PSDA Provinsi
sebanyak 12 ton/hektar sampai 14,5 ton/hektar. Sumatera Barat, Dinas PU Kabupaten Padang
Bercermin dari keberhasilan tersebut, Pariaman, Dinas Pertanian Kabupaten Padang
pemerintah juga mencanangkan di Pulau Pariaman, Kodim Padang Pariaman, Balai
Sumatera tepatnya di Kecamatan Ulakan
Tapakis dan Kecamatan Nan Sabaris Kabupaten Wilayah Sungai Sumatera V dan Konsultan
Padang Pariaman Provinsi Sumatera Barat. Pemberdayaan serta di hadiri oleh pemerintah
Pada teknis pelaksanaan terpilih dua kelompok tingkat Nagari setempat. Instansi Pemerintah ini
Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A), pertama berperan menjelaskan seperti apa fungsi dan
P3A Padibu kedua P3A Banda Iduik. Akan tetapi peran P3A, dalam pembangunan pertanian serta
metode Denfarm pola S.R.I yang diterapkan di apa tupoksi dari pengurus serta anggota dalam
P3A Padibu tidak menunjukkan hasil yang
tubuh P3A sendiri.
maksimal hanya 4,2 ton/ha sangat berbeda
dengan P3A Banda Iduik yang telah mencapai Setalah semua persyaratan dipenuhi oleh
swasembada dengan jumlah 10,9 ton/ha. Artikel P3A Padibu, pada tanggal 27 Agustus 2017
ini bertujuan untuk melihat secara perspektif dilakukan penanaman pertama Denfarm pola
sosiologis-antropologis apa yang menyebabkan S.R.I P3A Padibu. Di dalam proses pelaksanaan
perbedaan hasil program diatas. semua kegiatan dilakukan dengan standar
prosedur dinas pertanian sehingga dari segi
B. METODE PENELITIAN
penanaman dan pemeliharaan semua sama
dengan standarrisasi yang telah diatur oleh

P
enelitian ini dilakukan selama 5 bulan (dari
September 2017 sampai Maret 2018) di pemelintah. Dalam penelitian ini terdapat
Nagari Sei Gimba Ulakan, Kecamatan beberapa fakta yang menjadi penyebab
Ulakan Tapakis, dan Nagari Pauh Kamba, kegagalan Denfarm pola S.R.I P3A Padibu
Kecamatan Nan Sabaris, Kabupaten Padang antara lain:
Pariaman, Provinsi Sumatra Barat. Metode yang
digunakan adalah kualitatif hermeneutik, karena
metode ini memiliki beberapa kelebihan. a. Kehidupan Mewah
Pertama, penelitian kualitatif hermeneutik Fakta-fakta yang peneliti temukan di-
berguna untuk memahami secara lebih lapangan menunjukkan gaya hidup petani P3A
mendalam tentang makna (arti subjektif dan Padibu yang cukup mewah, mereka memiliki
penafsiran) dan konteks tingkah laku serta rumah yang cukup bagus, serta memiliki setiap
proses yang terjadi pada faktor-faktor yang anggota keluarga memiliki masing-masing
berkaitan dengan tingkah laku tersebut. Kedua,
sepeda motor untuk alat transportasi. Walaupun
metode penelitian kualitatif hermeneutik berguna
untuk mengungkapkan proses kejadian secara mereka hanya sebagai penggarap atau buruh
mendetail, sehingga diketahui dinamika sebuah tani yang mengolah sawah dan membagi hasil
realitas sosial dan saling pengaruh antar realitas dengan pemilik lahan akan tetapi mereka

24 | P a g e
PANJI ASRYWAN https://doi.org/10.25077/ jantro.v21.n1.p23-28.2019
PANJI ASRYWAN/JURNAL ANTROPOLOGI: ISU-ISU SOSIAL BUDAYA - VOL. 21 NO. 01 (JUNE 2019)

memiliki penghasilan tambahan dalam peserta memiliki pekerjaan lain seperti bekerja
memenuhi kebutuhaan keluarga, bukan dengan sebagai kuli bangunan, memiliki warung kopi,
beternak atau menanam tanaman yang memiliki beternak lele bahkan ada yang memiliki heller
nilai jual, akan tetapi sebagai tukang bangunan (tempat pengolahan padi). Oleh karena itu
dan berjualan barang kebutuhan sehari-hari. mereka memiliki asumsi, kurang pun hasil panen
Selain itu mereka tidak fokus hanya pada yang di dapatkan, mereka akan tetap makan dan
satu lahan pertaniaan saja, akan tetapi juga masih dapat memenuhi kebutuhan lainnya.
menggarap beberapa lahan yang lebih berada di
tempat yang berbeda. Sehingga mereka tidak d. Pendidikan
menghiraukan apabila terdapat kerugian atau Peserta P3A Padibu rata-rata tidak memliki
penurunan hasil panen di lahan yang dijadikan pendidikan tinggi, persoalan tersebut terjadi
tempat praktek Denfarm, karena rata-rata lahan karena pada masa sekolah mereka telah
mereka yang dipakai untuk program Denfarm diperkenalkan dengan uang sehingga dengan
hanya 1 sampai dengan 0,5/ha. sendirinya timbul rasa malas dari diri mereka,
para orang tua di Nagari Ulakan dahulu lebih
b. Kecurangan Ketua P3A Padibu suka menyuruh anaknya untuk berkerja, dari
Kegagalan lain yang terjadi dalam program pada untuk bersekolah yang hanya akan
Denfarm P3A Padibu adalah kecurangan yang menghabiskan uang, sehingga timbul dalam
dilakukan oleh ketua P3A, dengan cara pikiran mereka untuk menghasilkan uang yang
menimbun pupuk yang akan dibagikan kepada lebih banyak. Hanya tiga orang dari tujuh peserta
peserta lainnya, hal ini terjadi karena ketua P3A Denfarm P3A Padibu yang menamatkan sekolah
ingin mencari keuntungan dari penimbunan tingkat SMA. Dua orang lainnya hanya
pupuk, yang akan digunakan untuk modal menyelesaikan pendidikan sampai tingkat SD,
kampanye menjadi Wali Nagari, praktek-praktek bahkan dua orang lagi tidak pernah menempuh
kebohongan ini sesuai dengan teori Scott yakni pendidikan sama sekali. Sehingga faktor
lima senjata orang yang kalah, seperti pada saat pendidikan juga menjadi salah satu kegagalan
pelaksanaan program ketua lebih memilih untuk Denfarm P3A Padibu, mereka lebih memilih cara
berdiam diri dan tidak melaksanakan semua bertani dengan teknik konvensional, karena
aturan yang dilakukan oleh tim pelaksana, Ketua menurut mereka dengan sistem yang berbeda
bersama perserta lainnya lebih suka lebih banyak memakan waktu dan tenaga,
mengiyakan, setelah sosialisasi selesai mereka sehingga mereka hanya terfokus pada lahan
pun tidak mengaplikasikan teori yang mereka Denfarm. Selain itu dalam kegiatan ini para
dapat. peserta tidak mau untuk digurui, atau diajarkan
cara bertani mengunakan teknik S.R.I dan
c. Perserta Tidak Memiliki Rasa Tanggung menyebabkan kegagalan dalam kegiatan ini.
Jawab
Pada saat pelaksaan program Denfarm pola 2. Keberhasilan P3A Banda Iduik
S.R.I peserta P3A Padibu tidak terfokus pada P3A Banda Iduik merupakan P3A yang
satu lahan saja, terdapat beberapa lahan mendapatkan hasil panen terbaik di program
garapan yang di lokasi yang berbeda, sehingga Denfarm pola S.R.I pada tahun 2017, yang
jarak dan waktu peserta terbagi. Selain itu pupuk mengalahkan P3A Padibu dengan total panen
yang diperuntukkan untuk kegiatan Denfarm 10,9 ton/ha. Pencapaian ini melebihi target, yang
tidak digunakan sesuai dengan takaran Dinas hanya 8 sampai 9 ton/ha. Hasil ini merupakan
Pertanian, persoalan tersebut menyebabkan hasil Denfarm tertinggi sejak program ini
tidak produktif-nya lahan Denfarm P3A Padibu. dilaksanakan di daerah irigasi Batang Anai mulai
Peserta P3A Padibu tidak hanya melakoni dari tahun 2014 sampai 2017.
pekerjaan sebagai petani, tetapi mereka memiliki P3A Banda Iduik lolos pada tahap pemilihan
pekerjaan lainnya untuk memenuhi kebutuhan awal karena memenuhi persyaratan yang
rumah tangga, peserta Denfarm yang bertani ini, ditentukan, diantaranya merupakan P3A yang
memiliki kehidupan yang cukup layak, semua mandiri dan memiliki beberapa prestasi di tingkat

25 | P a g e
https://doi.org/10.25077/ jantro.v21.n1.p23-28.2019 PANJI ASRYWAN
PANJI ASRYWAN/JURNAL ANTROPOLOGI: ISU-ISU SOSIAL BUDAYA - VOL. 21 NO. 01 (JUNE 2019)

Kecamatan, Kabupaten dan Provinsi. Bahkan peasan pada umumnya bersifat subsistensi,
P3A Banda Iduik juga pernah menjuarai lomba mereka tidak begitu memikirkan profit dari hasil
P3A tingkat Kabupaten Padang Pariaman. Serta pertaniannya, akan tetapi mereka lebih
memiliki saluran irigasi yang cukup terawat dan memikirkan bagaimana cara bertahan hidup dan
antusias masyarakat Pauh Kamba Hilir yang menjamin kebutuhan dalam keluarga mereka.
sangat tinggi. Menurut Wolf, mereka jauh lebih maju dari pada
Keberhasilan P3A Banda Iduik dalam petani yang cultivator, hal tersebut disebabkan
program Denfarm pola S.R.I, terjadi karena karena mereka sudah mengenal sistem sewa
masyarakat terbuka terhadap sesuatu yang baru, tanah, dan sudah memakai teknik-teknik
akan tetapi keterbukaan tersebut memiliki alasan pertanian maju seperti sistem hidrolik atau
untuk mempertahankan nama baik kelompok sistem irigasi dalam memudahkan pengairan
mereka di mata Pemerintah Daerah dan areal persawahan mereka Wolf (1966: 22).
Pemerintah Kecamatan serta di masyarakat luas. Dengan kata lain petani menurut Wolf petani
Program Denfarm pola S.R.I merupakan maju memiliki pemikiran modern, serta sudah
teknologi pertanian yang baru masuk ke daerah memiliki cikal bakal jiwa kapitalis.
Pauh Kamba Hilia, biasanya masyarakat Redfield menjelaskan bahwa suatu
melakukan bercocok tanam dengan cara lama masyarakat yang mengolah tanah mereka
atau konvensional. Peserta P3A Banda Iduik sendiri sebagai suatu cara memepertahankan
merupakan petani yang bisa dikatakan cukup hidup secara tradisional akan tetapi sangat
menerima sesuatu hal yang baru, dan menjalan kental dengan penagaruh kaum elit desa yang
setiap aturan yang di berlakukan demi memiliki cara hidup yang lebih beradab (Redfield
keberhasilan kegiatan ini. 1982:20). Dalam masyarakat petani tersebut
Setiap dalam pelaksaan program yang menurut Redfield, mereka memiliki kesamaan
dilakukan wali nagari yang juga merangkap dalam bertindak dan berpikir untuk hidup yang
sebagai ketua P3A selalu memberikan motivasi. lebih baik serta memiliki memiliki solidaritas yang
Akan tetapi didalam tersebut juga terdapat tinggi dalam kelompok tersebut akan tetapi
pengambilan keuntungan yang dilakukan oleh petani sebagai produsen, menganut pandangan
perserta P3A Banda Iduik, akan tetapi hal hidup yang tinggi terhadap tanah yang mereka
tersebut tidak merugikan Pemerintah. kuasai sendiri, sehingga mereka selalu
berhubungan dengan wilayah kota, atau kota
3. Diskusi besar. Redfield menegaskan petani sebagai
Petani Denfarm P3A Padibu, sangat suatu dimensi sivilisasi kedesaan namun mereka
berbeda dengan pandangan James Scott bahwa hidup dalam hubungan pasar-pasar dikota dalam
petani orang yang memiliki hidup digaris meningkatkan taraf ekonomi dan dalam
subsistensi yang apabila salah dalam mengambil memenuhi kebutuhan hidup (Redfield, 1982:90-
tindakan maka kehidupan mereka akan jadi 93).
pertaruhan, sehingga mereka mengutamakan Terilham dari pemikiran Theodore W.
konsep dahulukan selamat atau “Safety Frist”. Shcultz salah seorang ekonom neo-klasik,
Akan tetapi yang peneliti temukan dari lapangan, Popkin menjelaskan petani sangat responsif
tidak memperlihatkan bahwa perserta Denfarm terhadap kekuatan pasar yang bergerak setiap
P3A Padibu tidak sama dengan pengertian saat. Hal itu terlihat dalam pemanfaatan peluang
petani menurut James Scott dan para ahli ilmuan oleh petani dan dalam pengambilan keputusan
sosial lainnya. Karena kehidupan mereka masih yang rasional dalam mengalokasikan hasil
sangat jauh dari pandangan Scott tersebut. pertanian mereka, perlawanan mereka terhadap
Moral ekonomi petani didasarkan atas norma pihak penguasa jangan diartikan secara sempit.
subsistensi dan norma resiprositas dimana Teori moral ekonomi menurut Scott, akan terjadi
tindakan seorang petani apabila menghadapi apabila dalam kondisi mendesak sehingga
suatu keadaan yang dapat merugikan mereka akan mendahulukan diri, dan keluarga
kelangsungan hidup mereka, maka mereka akan mereka (Popkin, 1986:78). Menurut Chayanov
menjual dan menggadai harta mereka (Scott, dalam Peasant Society tidak ada mengenal kata
1982: 399- 411). tenaga kerja di dalam kehidupannya, karena
Wolf dalam bukunya yang berjudul petani ekonominya terdiri dari satuan-satuan “usaha
suatu tinjauan antropologis menyebutkan bahwa tani keluarga” atau UK yang melainkan tidak

26 | P a g e
PANJI ASRYWAN https://doi.org/10.25077/ jantro.v21.n1.p23-28.2019
PANJI ASRYWAN/JURNAL ANTROPOLOGI: ISU-ISU SOSIAL BUDAYA - VOL. 21 NO. 01 (JUNE 2019)

memiliki upah serta dikerjakan oleh semua hidupnya. Sehingga petani melakukan investasi
anggota keluarga secara bersama-sama, UK baik dalam jangka panjang maupun dalam waktu
tersebut tidak memiliki sifat profit maximization. jangka pendek dengan demikian mereka
(Chayanov dan Wiradi 1993: 13-14). melakukan investasi yang berisiko baik dan
Menurut Popkin dalam (Damsar dan investasi yang aman. Peserta P3A Padibu dan
Indrayani, 2016: 243-246) petani desa tidak bisa P3A Banda Iduik, mereka memiliki akal yang
dilihat dari kaca mata ekonomi rasional, karena rasional dalam bertindak untuk memenuhi
petani tersebut makhluk yang rasional dengan kebutuhan sehari-hari mereka, dan mereka
mempertimbangkan segala sesuatunya dan melakukan itu dengan menggunakan lima
berbagai macam alternatif yang ada yang dapat senjata orang yang kalah, untuk mencapai tujuan
meningkatkan kehidupan dan kesejahteraan dari mereka.

Tabel 1. Temuan Hasil Penelitian

No. James Scott Samuel Popkin Temuan Hasil Penelitian


1 Etika Subsistensi Petani Rasional Petani denfarm memiliki kemauan untuk meningkatkan
kualitas hidup serta berpedoman kepada filsafat minang,
yang ditanamkan secara turun temurun. Serta tidak hanya
terfokus kepada satu pekerjaan saja suami atau istri memiliki
mata pencarian ganda.
2 Safety First Petani memiliki Petani denfarm memiliki investasi jangka panjang dan
Investasi Jangka jangka pendek, akan tetapi untuk mencapai tujuan tersebut
panjang dan jangka mereka menggunakan lima senjata orang yang kalah (teori
pendek Scott)
3 Norma Hubungan Eksploitatif Petani Denfarm memiliki hubungan yang baik dengan
Resiprositas pemilik lahan, sehingga tidak hanya satu lahan saja digarap
oleh petani Denfarm terdapat lahan lain yang digarap
dengan pemilik yang berbeda-beda.
4 Perlawanan Perlawanan Petani Petani Denfarm menuju hal yang lebih baik dengan
Petani dipandang sebagi menggunakan senjata orang yang kalah (teori scott)
suatu masa depan
yang lebih baik
Sumber: Data Primer, 2018.

Fakta-fakta yang peneliti temukan di mereka yang dipakai untuk program Denfarm
lapangan menunjukkan gaya hidup petani yang hanya 1 sampai dengan 0,5/ha.
cukup mewah, mereka memiliki rumah yang Kegagalan lain yang terjadi dalam program
cukup bagus, serta memiliki setiap anggota Denfarm P3A Padibu adalah kecurangan yang
keluarga memiliki masing-masing sepeda motor dilakukan oleh ketua P3A, dengan cara
untuk alat transportasi. Walaupun mereka hanya menimbun pupuk yang akan dibagikan kepada
sebagai penggarap atau buruh tani yang peserta lainnya, hal ini terjadi karena ketua P3A
mengolah sawah dan membagi hasil dengan ingin mencari keuntungan dari penimbunan
pemilik lahan akan tetapi mereka memiliki pupuk, yang akan digunakan untuk modal
pengahasilan tambah dalam memenuhi kampanye menjadi Wali Nagari, praktek-praktek
kebutuhaan keluarga, bukan dengan bertenak kebohongan ini sesuai dengan teori Scott lima
atau menanam tanaman yang memiliki nilai jual, senjata orang yang kalah, seperti pada saat
akan tetapi sebagai tukang bangunan dan pelaksaan program ketua lebih memilih untuk
berjualan barang kebutuhan sehari-hari. berdiam diri dan tidak melaksanakan semua
Mereka tidak fokus hanya pada satu lahan aturan yang dilakukan oleh tim pelaksana, Ketua
pertanian saja, akan tetapi juga menggarap bersama perserta lainnya lebih suka
beberapa lahan yang lebih berada di tempat mengiyakan, setelah sosialisasi selesai mereka
yang berbeda. Sehingga mereka tidak pun tidak mengaplikasikan teori yang mereka
menghiraukan apabila terdapat kerugian atau dapat.
penurunan hasil panen di lahan yang dijadikan Menurut Skocpol (1991: 41) untuk
tempat praktek Denfarm, karena rata-rata lahan melakukan perlawan petani harus memiliki
pengaruh internal, pengaruh tersebut terjadi

27 | P a g e
https://doi.org/10.25077/ jantro.v21.n1.p23-28.2019 PANJI ASRYWAN
PANJI ASRYWAN/JURNAL ANTROPOLOGI: ISU-ISU SOSIAL BUDAYA - VOL. 21 NO. 01 (JUNE 2019)

karena petani saling memiliki rasa kebersamaan D. KESIMPULAN


dan senasib sehingga menimbulkan rasa

B
kekompakan dalam diri mereka sehingga dengan erdasarkan temuan diatas peneliti
seperti itu perlawanan tersebut akan muncul, menyarankan kepada pihak yang terkait
peneliti sendiri juga memiliki padangan berbeda, dengan program Denfarm pola S.R.I agar
peneliti memilihat bahwa dalam kehidupan lebih memilih dengan standar yang berlaku untuk
peserta P3A Padibu memiliki sifat saling pelaksaan program Denfarm berikutnya, serta
menjatuhkan dan ingin menang sendiri atau merubah cara pendekatan kepada masyarakat
seperti “sabik” (mengambil keuntungan sendiri). harus mempertimbangkan kajian sosial budaya
Mereka tidak memiliki sifat yang homogen, akan pada daerah tersebut, karena setiap aturan dan
tetapi siapa yang pintar dan cerdik akan sistim pendekatan terhadap masyarkat yang
menindas yang lemah, walaupun mereka masih menggunakan program Denfarm merupakan
memiliki hubungan saudara satu dengan yang adopsi dari pulau Jawa, sehingga karakteristik
lainnya, yang cerdik tersebut hanya ingin petani yang berbeda berdampak kepada tujuan
mencapai tujuannya saja tanpa mempertim- yang tidak tepat sasaran. Oleh karena itu
bangkan efek dari perbuatannya tersebut. penelitian ini menjadi masukan untuk pihak-pihak
Terdapat sedikit kemiripan dengan pendapat yang terkait dengan pelaksanaan Denfarm pola
Boeke (1973: 37) petani lebih cenderung S.R.I.
mendahulukan kebutuhan dalam diri mereka
sendiri, dan tidak ikut serta dalam kegiatan yang E. UCAPAN TERIMAKASIH
sifatnya yang mendahulukan kepentingan
bersama.

U
capan terimakasih saya sampaikan
Keberhasilan P3A Banda Iduik dalam
kepada Balai Wilayah Sungai Sumatera
program Denfarm pola S.R.I, terjadi karena
masyarakat terbuka terhadap sesuatu yang baru, V, Pemerintah Kabupaten Padang
akan tetapi keterbukaan tersebut memiliki alasan Pariaman khusunya Dinas Pekerjaan Umum
untuk mempertahankan nama baik kelompok bidang Irigasi dan rawa, Dinas pertanian
mereka di mata Pemerintah Daerah dan Kabupaten Padang Pariaman, Kodim 0308
Pemerintah Kecamatan serta di masyarakat luas. Pariaman khususnya Danramil Nan Sabaris,
Setiap dalam pelaksaan program yang dilakukan Camat Ulakan Tapakis, Camat Nan Sabaris,
wali nagari yang juga merangkap sebagai ketua
Kapolsek Pauh Kamba, Wali Nagari Sei Gimba,
P3A selalu memberikan motivasi. Akan tetapi di
dalam tersebut juga terdapat pengambilan Wali Nagari Pauh Kamba, serta instansi yang
keuntungan yang dilakukan oleh peserta P3A mendukung penelitian ini.
Banda Iduik, akan tetapi hal tersebut tidak
merugikan Pemerintah.

DAFTAR PUSTAKA

Damsar dan Indriani. (2009). Pengantar Sosiologi Ekonomi. Kencana


Marzali, Amri. (2003). Strategi Peisan Cikalong Dalam Menghadapi Kemiskinan. Yayasan Obor
Indonesia. Jakarta
Scott, James. (1993). Perlawanan Kaum Tani. Terjemahan. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta
Kasryno, Faisal dan Stepanek, Joseph. (1985). Dinamika Pembangunan Pedesaan. Gramedia.
Jakarta
Popkin, Samuel. (1986). Petani Rasional.Yayasan Padamu Negeri. Jakarta
Redfield, Robert. (1982). Masyarakat Petani dan Kebudayaan. Terjemahan CV. Raja Wali. Jakarta.
Indonesia
Shanin, Teodor (ed). (1971). Peasant and Peasant Societies. Penguin Books. Australia
Shanin, Teodor (ed). (1971). On Peasant Rebellion, Middlesex: Penguin Books.
Skocpol, Theda. (1991). Negara dan Revolusi Sosial : Suatu Analisis Komparatif Tentang Perancis,
Rusia, dan Cina. Jakarta :Erlangga

28 | P a g e
PANJI ASRYWAN https://doi.org/10.25077/ jantro.v21.n1.p23-28.2019
JURNAL ANTROPOLOGI: ISU-ISU SOSIAL BUDAYA - VOL. 21 NO. 01 (JUNE 2019)

Available online at : http://jurnalantropologi.fisip.unand.ac.id/

Jurnal Antropologi: Isu-Isu Sosial Budaya


| ISSN (Online) 2355-5963 |

AKULTURASI MASYARAKAT LOKAL DAN PENDATANG DI PAPUA BARAT

Raisa Anakotta 1*, Alman 2, Solehun3


1
Universitas Pendidikan Muhammadiyah, Sorong, Indonesia
2
Universitas Pendidikan Muhammadiyah, Sorong, Indonesia
3
Universitas Pendidikan Muhammadiyah, Sorong, Indonesia

ARTICLE INFORMATION A B S T R A C T
The culture was always close to the society and it became their
Submitted : 21 December 2018 habits in daily life. It would either consciously or unconsciously
Review : 05 April 2019 be derived from their next generations. That was why every
Accepted : 10 May 2019 community would always have their own culture. West Papua
was an example of the Eastern part of Indonesia that was
Available online: June 2019 resided by various ethnics groups. In this concern, it would
extremely lead to the acculturation of their culture in many
aspects. This research aimed to describe the forms of
KEYWORDS acculturations happened in West Papua between local people
and the immigrants and describe how it influenced society. This
Acculturation, Culture, Ethnography, Local Society, research was an ethnography research that would be described
West Papua qualitatively. The study shows that the social diversity in West
Papua became a gap for acculturation to their culture. The
CORRESPONDENCE forms of acculturations were a substitution, syncretism, addition,
origination, deculturation, and denial. The cultural acculturations
made the society in West Papua could live side by side and
*E-mail: anakotta12@gmail.com they still carried out their respective cultures.

A. PENDAHULUAN hidup bersama kelompoknya. Hal ini terjadi


disebabkan oleh banyak faktor, yang salah

B
udaya merupakan sebuah sistem yang satunya adalah perpindahan tempat tinggal
mencakup bahasa, benda, musik keperca- karena faktor ekonomi atau keinginan untuk
yaan serta aktivitas masyarakat yang mencari kehidupan yang lebih baik. Akibatnya,
mengandung makna kebersamaan dan mempu- mereka yang tinggal di daerah yang sama
nyai hubungan antara satu dengan yang lainnya dengan budaya yang berbeda-beda akan hidup
(Yunus, 2014). Budaya selalu melekat dan dengan budayanya masing-masing. Namun,
menjadi kebiasaan suatu masyarakat sehingga dalam proses tersebut mereka akan dituntut
secara sengaja atau tidak akan selalu diterapkan untuk bersikap dan berfikir sesuai dengan cara
dari generasi ke generasi. Oleh karena itu, setiap berfikir dalam budaya baru. Sehingga
kelompok masyarakat akan memiliki budayanya percampuran budaya atau kontak budaya tidak
masing-masing. Budaya ini akan terus diterapkan dapat dihindari lagi.
dan dipegang teguh oleh individu dari suatu Kontak budaya yang biasa dikenal dengan
kelompok masyarakat. Bangsa Indonesia terdiri istilah akulturasi budaya merupakan sebuah
dari suku bangsa yang memiliki latar belakang bentuk perpaduan dua atau lebih budaya yang
sosio-budaya yang beraneka ragam. Di bersinergi untuk saling menjembatani karakter
Indonesia sendiri, tiap-tiap daerah memiliki kedua budaya atau budaya yang beragam
budayanya sendiri dan setiap individu akan (Santosa & Winingsih, 2013). Mereka yang
memiliki kepercayaan, norma, nilai dan terakulturasi akan mempertahankan budaya
kebiasaan yang berbeda sesuai dengan budaya aslinya dan juga berasimilasi dengan budaya
yang diterapkan. Kemajemukan yang ada di kedua. Sehingga keadaan tersebut akan
Indonesia tercermin dalam berbagai aspek menciptakan benih budaya baru yang mengem-
kehidupan. Oleh karena itu diperlukan sikap yang bangkan baik budaya asal maupun budaya
mampu mengatasi ikatan-ikatan primordial, yaitu kedua.
kesukuan dan kedaerahan. Akulturasi budaya sudah banyak dipelajari
Tidak dapat dipungkiri bahwa sekelompok dan dijabarkan dalam beberapa aspek. (Nugroho
masyarakat tidak akan selamanya mendiami dan
29 | P a g e
https://doi.org/10.25077/ jantro.v21.n1.p29-37.2019 Attribution-ShareAlike 4.0 International. Some rights reserved
RAISA ANAKOTTA/JURNAL ANTROPOLOGI: ISU-ISU SOSIAL BUDAYA - VOL. 21 NO. 01 (JUNE 2019)

& W.S., 2010) mengkaji tentang akulturasi antara


etnis cina dan jawa dimana etnis Jawa B. METODE PENELITIAN
cenderung mengikuti gaya and fitur ujaran etnis

P
Cina. Peneliti menyimpulkan bahwa kebanggaan enelitian kualitatif ini menggunakan
atau solidaritas etnis Jawa dalam latar pecinan metode etnografi dimana peneliti harus
akan menjadi luntur manakala posisi sosial turun ke lapangan dalam proses
masyarakat dari etnis Jawa berada di bawah pengumpulan data. Pengumpulan data dilakukan
masyarakat etnis Cina. Selanjutnya, (Rodzik, pada masyarakat lokal Papua Barat, yakni Suku
2008) meneliti tentang akulturasi budaya betawi Kokoda di kampung Warmon Kokoda Kabupaten
dengan Tionghoa (studi komunikasi antar budaya Sorong dan Suku Fak-fak di kampung Perwasak
pada kesenian gambang kromong di perkam- Fak-fak Barat dan penduduk lokal yang berada di
pungan budaya betawi, serengseng sawah. Hasil sekitar kampung tersebut. Data di lapangan
penelitiannya dalam proses akulturasi kesenian, diperoleh dengan menggunakan metode
komunikasi persona terjadi pada saat orang observasi, kuesioner dan wawancara. Pengum-
Tionghoa mengadu nasib ke Batavia dalam pulan data dengan metode ini dilakukan agar
kurun waktu yang lama. Dari perantauan ini peneliti bisa memperoleh informasi yang
mereka mempelajari pola relasi, aturan dan mendalam, lengkap dan valid dari para informan
sistem komunikasi orang Betawi sehingga terkait akulturasi budaya yang dipengaruhi oleh
mengakibatkan terjadinya interaksi sosial. perilaku sosial. Data dalam penelitian ini dipilih
Kemudian, penelitian lain yakni tentang akulturasi dan dikumpulkan dengan menggunakan
budaya islam dan budaya hindu yang dilakukan pendekatan sosiokultural karena peneliti
oleh (Prasetyawan, 2010). Hasil dari bermaksud untuk mengkaji akulturasi budaya
penelitiannya adalah proses akulturasi antara dalam kehidupan sosial. Penggunaan teori
budaya Islam dan budaya Hindu di Desa sosiokultural sebagai pendekatan dalam
Gununggangsir terjadi secara substitusi, penelitian ini berarti bahwa teori tersebut akan
senkretisme dan adisi. Bentuk-bentuk akulturasi menjadi dasar dalam pengumpulan, pengklasifi-
yang ada berup: percampuran budaya Islam dan kasian, dan analisis data. Selain menggunakan
budaya Hindu mengalami persesuaian serta teori sosiokultural, data yang diperoleh dianalisis
pemberian makna baru dengan disesuaikan dengan menggunakan analisis isi yang
ajaran Islam.Yang terakhir, penelitian oleh dikemukakan oleh (Spradley, 2007) yang meliputi
(Marzuqi, 2009) tentang akulturasi islam dan analisis domain, analisis taksonomi, analisis
budaya jawa (studi terhadap praktek “Laku komponensial, dan menemukan tema kultural.
Spiritual” kadang Padepokan Gunung Lanang di
Desa Sindutan Kecamatan Temon Kabupaten C. HASIL DAN PEMBAHASAN
Kulon Progo. Hasil penelitiannya adalah terdapat 1. Gambaran Umum Masyarakat Lokal
tujuh tahap melakukan laku spiritual yang

P
dilakukan di air sumur Tirta Kencana. Dalam laku apua merupakan daerah kawasan timur
spiritual tersebut, unsur-unsur Islam dan unsur Indonesia yang belum cukup berkembang
Jawa berakulturasi membentuk ritual budaya dilihat dari berbagai aspek. Suku-suku asli
baru. Sementara itu, sebenarnya dalam proses Papua Barat sendiri terdiri dari Suku Doreri, Suku
akulturasi budaya yang mudah dilihat dengan Kuri, Suku Simuri, Suku Irarutu, Suku Sebyar,
jelas dan muncul dengan proses yang tidak lama Suku Moscona, Suku Mairasi, Suku Kambouw,
adalah perilaku sosial. Hal ini terjadi karena Suku Onim, Suku Sekar, Suku Maibrat, Suku
perilaku sosial merupakan hasil dari kontak sosial Tehit, Suku Imeko, Suku Moi, Suku Tipin, Suku
dan komunikasi dalam bermasyarakat. Sejalan Maya, Suku Bintuni, Suku Demta, Suku Genyem,
dengan hasil penelitian (Nugroho & W.S., 2010) Suku Guai, Suku Hattam, Suku Jakui, Suku
yang menyatakan bahwa akulturasi non bahasa Kapauku, Suku Kiman, Suku Mairasi, Suku
dapat terlihat jelas dalam beberapa aspek Manikion, Suku Mapia, Suku Marindeanim, Suku
kehidupan bermasyarakat, perilaku dan tradisi Mimika, Suku Moni, dan masih banyak suku
yang ada dalam masyarakat akan nampak jelas lainnya. Meskipun jaman dahulu suku-suku yang
ketika mengalami akulturasi. ada di Papua berasal dari kawasan tertentu di
Dengan demikian, tujuan dari penelitian ini Papua, saat ini suku-suku yang ada dapat
adalah untuk mengidentifikasi bentuk akulturasi ditemukan di semua kawasan yang ada di
budaya yang terjadi antara budaya masyarakat Papua. Suku Moi yang asli Sorong dapat
lokal dan budaya pendatang dan mendeskrip- ditemukan di daerah Bintuni dan suku Bintuni
sikan pengaruhnya dalam kehidupan bermasya- dapat ditemukan di daerah Fak-fak. Tiap suku
rakat di Papua Barat. Oleh karena itu, peneliti yang ada di Papua Barat memiliki budayanya
berusaha mengkaji budaya masyarakat lokal dan masing-masing sehingga Papua Barat dikenal
pendatang di Papua Barat yang telah mengalami dengan kawasan yang memiliki budaya yang
akulturasi. Selanjutnya, juga akan dikaji terkait beragam. Tentu saja akan menjadi pembahasan
dampak yang diakibatkan oleh terjadinya yang tiada henti apabila membahas budaya dari
akulturasi dalam masyarakat baik bagi masyara- masing-masing suku. Oleh karena itu, dalam
kat lokal maupun pendatang.
30 | P a g e
RAISA ANAKOTTA https://doi.org/10.25077/ jantro.v21.n1.p29-37.2019
RAISA ANAKOTTA/JURNAL ANTROPOLOGI: ISU-ISU SOSIAL BUDAYA - VOL. 21 NO. 01 (JUNE 2019)

penelitian ini, peneliti memilih daerah Fak-fak dan kain kain rumput dan bagi kaum wanita Fak-fak
Kokoda sebagai kajian penelitiannya. berupa ‘dari’ atau kain dan baju kurung.
Fak-fak merupakan kabupaten tertinggi
dengan ketinggian 10 – 100 meter diatas b. Ritual
permukaan laut, sedangkan kota-kota lainnnya Suku Kokoda juga memiliki ritual adat saat
berkisar antara 10 – 50 meter di atas permukaan menyambut tamu atau orang baru yang baru
laut. Akses menuju Kabupaten Fak-fak bisa pertama kali datang ke daerah mereka. Secara
dilakukan melalui jalur laut dengan kapal dan khusus (untuk tamu terhormat) mereka akan
bisa juga jalur udara dengan pesawat. membuat serangkaian acara yang biasanya bisa
Masyarakat yang mendiami Kabupaten Fak-fak berlangsung dari malam hingga pagi. Kegiatan
juga sangat beragam. Tidak hanya masyarakat tersebut diisi dengan penabuhan tifa gong (alat
asli Fak-fak dan asli Papua lainnya tetapi juga musik tradisional suku Kokoda) yang diiringi
masyarakat suku dari daerah lain, seperti Jawa, dengan tarian “goyang panta”. Dalam rangkaian
Bugis, Buton, dan Maluku hingga Arab. acara tersebut, tamu atau orang baru akan digigit
Sementara itu, dokumen sejarah yang anggota tubuhnya (biasanya tangan) oleh orang
dimiliki oleh suku Kokoda sangat terbatas dan Kokoda. Yang bertugas untuk menggigit
tidak bisa diakses oleh sembarang orang biasanya para petinggi atau orang yang dituakan
sehingga sejarah asal usul suku Kokoda di sana. Ritual menggigit ini dilakukan secara
biasanya akan sedikit berbeda-beda di masing- bebas tanpa memandang lawan jenis
masing kampung. Kata Kokoda sendiri merujuk (perempuan atau laki-laki). Dengan melakukan
pada suatu tempat yang awalnya berupa rawa- ritual ini, diyakini orang yang digigit akan menjadi
rawa dengan sungai yang mengalir dari dalam pemberani dan percaya diri.
pohon sagu yang mempunyai air berwarna Sementara itu, dalam hal mendirikan
coklat, dan ada telaga besar (Kokodaya). bangunan, suku Kokoda memiliki beberapa ritual.
Kokodaya inilah yang kemudian menjadi nama Ketika membangun rumah atau bangunan lain,
bagi Suku Kokoda. Sementara menurut riset suku Kokoda melakukan beberapa ritual, yakni
sebelumnya oleh (Wekke & Sari, 2012), kata ritual batu pertama yang dilakukan oleh para
Kokoda memiliki arti yang berasal dari bahasa tetua. Dalam ritual ini akan disediakan pinang
Yamueti, yakni air yang berwarna hitam yang dan sirih. Sementara untuk bangunan-bangunan
disekelilingnya terdapat tanaman sagu yang kampung biasanya mereka akan melakukan
mengitari kawasan air tersebut. Suku ini terdiri ritual pemotongan ayam putih. Setelah dipotong,
dari 9 kampung yakni: Nebes (Maretinaniya), ayam tersebut akan dikubur. Ritual tersebut
Udagaga, Kambur (Benawa), Kasueri (Giator), dilakukan dengan tujuan untuk “pele kampung”
Migori (Towagau), Taruf (Pupiyagau), Tambani, atau melindungi kampung mereka.
Kali Kamundan, dan Siwatori (Kokodaya atau Salah satu kebiasaan suku Kokoda adalah
Kokoda). Saat ini masyarakat suku Kokoda ketika ada seseorang yang terkena musibah
mendiami 8 lokasi di kawasan Sorong raya. Ke (misalkan jatuh), saudara atau orang lain yang
delapan lokasi tersebut, yaitu (1). Sekitar pernah dibantu oleh orang tersebut harus
bandara Domine Edward Osok Sorong di km. 7 menanamkan sesuatu benda (biasanya tiang).
(namun saat ini sudah direlokasi di wilayah Hal ini diyakini sebagai tolak sial agar orang lain
Distrik Aimas); (2). Viktori di km. 10; (3). tidak terjatuh di tempat yang sama. Sesuatu yang
Kompleks “Kokoda” di km. 8 sebagai pusat ditanam biasanya akan dicabut dan digantikan
pemukiman komunitas Kokoda; (4). Rufei di km. dengan tanaman hidup. Nantinya setelah
3 ke arah Barat (pedalaman) Kota Sorong; beberapa waktu, orang yang menanam sesuatu
kampung Warmon Kokoda (Distrik Mayamuk); tersebut harus mencabutnya kembali kemudian
Kampung Maibo (Distrik Aimas); Klalin (Distrik tanaman yang digantikan tadi harus diberikan
Aimas), dan kampung Inamo (Distrik Aimas). kepada pemilik tanah dimana sesuatu tersebut
Kesamaan dari kedua masyarakat ini ditanam. Sesuatu yang ditanam tersebut
adalah: (a) sebagian besar masyarakatnya diibaratkan sebagai perwujudan diri dari orang
beragama Islam namun tetap ada yang yang jatuh.
beragama non muslim; dan (b) kedua Tradisi pernikahan berlaku bagi pasangan
masyarakat ini hidup berdampingan dan sesama suku Fak-fak maupun pasangan suku
berinteraksi dengan banyak suku lain selain suku Fak-fak dengan suku lain. Dalam suku Fak-fak,
asli Papua Barat. sebelum pernikahan dimulai para keluarga besar
calon pengantin akan berkumpul dengan tujuan
2. Budaya Masyarakat Lokal Papua Barat untuk mengumpulkan harta. Acara kumpul harta
a. Pakaian Adat ini dikenal dengan istilah Tombokmar atau
minum kopi. Calon mempelai baik pria maupun
Pakaian adat yang menjadi ciri khas suku wanita akan mengundang keluarga besar mereka
Fak-fak dan Kokoda adalah cawat (kain merah dari berbagai daerah baik yang jauh maupun
atau kain putih) bagi laki-laki sementara bagi yang dekat, baik yang muslim maupun non-
kaum wanita Kokoda pakaian adatnya berupa muslim akan berkumpul bersama. Dalam acara
ini, para anggota keluarga akan saling
31 | P a g e
https://doi.org/10.25077/ jantro.v21.n1.p29-37.2019 RAISA ANAKOTTA
RAISA ANAKOTTA/JURNAL ANTROPOLOGI: ISU-ISU SOSIAL BUDAYA - VOL. 21 NO. 01 (JUNE 2019)

mengumpulkan harta benda yang akan dan akses dari kampung mereka dengan
digunakan untuk acara pernikahan. Biasanya perumahan warga suku lain sedikit berj arak,
benda-benda yang dikumpulkan berupa uang, warga suku Kokoda jarang berinteraksi dengan
perhiasan, emas negri fak-fak, lela, gong dan warga suku lain. Namun, saat ada kesempatan
masih banyak lagi. Dalam acara tersebut para mereka mencoba berinteraksi dengan warga
keluarga akan memanggil tetua adat atau tetua di suku lain, seperti selalu menyapa terlebih dahulu
keluarga mereka untuk memimpin acara ketika berpapasan. Akan tetapi, masih saja
tersebut. Tetua ini akan duduk di tengah dengan terdapat tanggapan miring dan negatif dari
kain putih di sampingnya sebagai alas untuk masyarakat suku lain terhadap suku Kokoda.
mengumpulkan harta. Pengumpulan harta Beberapa dari mereka beranggapan bahwa suku
tersebut dianggap cukup apabila sudah sesuai Kokoda adalah orang yang berwatak keras,
dengan permintaan calon pasangan dan kasar, suka seenaknya dan terkadang ringan
kebutuhan keluarga mempelai. Dalam acara tangan dalam mengambil yang buka milik
pengumpulan tersebut biasanya tetua juga akan mereka. Meskipun demikian, suku Kokoda
memukul gong sebagai tanda. mengganggap siapa saja (orang yang cukup
Tidak hanya dalam ritual pernikahan, pada dikenal) sebagai keluarga walaupun tidak
ritual atau acara yang lain juga biasanya terdapat hubungan darah diantara mereka dan
masyarakat suku Fak-fak harus menghadirkan berbeda agama.
tetua dan setiap tradisi dipercayakan pada petua Kabupaten Fak-fak didiami oleh masyarakat
adat dalam pelaksanaannya. Selain adanya tetua dari berbagai macam suku. Suku asli Fak-fak
adat, gong merupakan salah satu alat yang sendiri cukup banyak. Suku-suku tersebut secara
penting bagi masyarakat Fak-fak. Dalam garis besar termasuk dalam satu suku besar,
beberapa ritual, gong digunakan sebagai yakni suku Baham yang maksudnya semua suku
penanda, misalnya dalam acara minum kopi dan yang di Fak-fak ini masih dalam naungan suku
pemberitahuan orang meninggal. Yang menjadi besar atau baham. Sementara pendatang yang
pembeda untuk setiap pesan adalah irama atau mendiami Kabupaten Fak-fak berasal dari suku
bunyi dari gong yang dipukul. Buton, Bugis, Kei, Seram, Ambon dan Jawa.
Meskipun hidup dengan berbagai macam suku,
c. Sistem Kekerabatan semua suku yang mendiami Kabupaten Fak-fak
Marga bagi suku Fak-fak dan suku Kokoda dianggap sebagai saudara atau dikenal dengan
sangat penting. Mereka masih menjaga dan istilah “Basudara”. Masyarakat suku Fak-fak
memegang erat hubungan kekerabatan. Terlebih memiliki pedoman hidup yang mereka yakini
lagi jika diketahui individu berasal dari suku Fak- hingga sekarang. Pedoman tersebut dikenal
fak atau memiliki marga yang sama. Beberapa dengan istilah satu tungku tiga batu yang
marga yang ada di Fak-fak seperti Patira, Kabes, mengandung makna meskipun berbeda agama,
Hindom, Tuturu, Nurtonggo, Hegemur, Genuni, suku Fak-fak tetap bersatu dan hidup dalam satu
Heremba, Bau, dan masih banyak lagi. Marga ini keluarga.
lah yang kemudian selain menjadi identitas
keluarga juga menjadi identitas diri seseorang e. Kegiatan Keagamaan
karena marga tersebut menunjukkan dari mana Suku Kokoda memiliki masjid tersendiri di
individu itu berasal. kampung mereka namun berdasarkan observasi
masjid tersebut jarang difungsikan. Meskipun
d. Interaksi Sosial jarang, masjid tetap diisi dengan kegiatan
Ketertarikan warga suku Kokoda terhadap keagamaan, seperti shalat berjamaah meskipun
hal-hal baru juga masih sangat minim. Sering tidak banyak yang berjamaah, pengajian,
kali, beberapa kegiatan pembinaan, sosialisasi yasinan, perayaan maulid Nabi dan lain-lain.
atau kegiatan yang membangun lainnya tidak Adzan juga tidak dikumandangkan setiap shalat
banyak diminati oleh mereka. Partisipasi warga 5 waktu dan paling sering hanya
masih kurang terhadap hal-hal tersebut. Padahal dikumandangkan saat magrib dan isya. Untuk
banyak masyarakat suku pendatang (seperti aktivitas keagamaan, warga suku Kokoda
Jawa) yang ingin berbagi ilmu (cara berkebun biasanya melaksanakannya bersama dengan
dan bertani) namun tidak banyak warga suku sesama suku Kokoda dan masih jarang
Kokoda yang tertarik. Hanya segelintir orang membaur dengan warga pendatang.
yang biasanya turut berpartisipasi dan mau Kepercayaan yang dianut oleh masyarakat
belajar terhadap hal-hal baru yang diberikan di suku Fak-fak dan pendatang di sana cukup
kampung mereka. Hal ini berlaku bagi semua beragam, yakni Islam, Kristen, dan Katolik.
kalangan, dari yang muda hingga yang tua. Agama lain yang dibawa oleh para pendatang
Suku Kokoda lebih suka hidup dan tinggal juga tetap diterima oleh masyarakat suku Fak-fak
dengan sesama suku Kokoda dan membentuk tanpa membedakan dan menghakimi. Beragam
desa atau kampung sendiri. Meskipun demikian, kepercayaan yang ada di Fak-fak tidak membuat
warga suku Kokoda tetap menjalin hubungan mereka hidup terpisah atau memisahkan diri
baik dengan warga suku lain. Dikarenakan berdasarkan agama meskipun masih ditemukan
tinggal dan hidup dengan sesama suku Kokoda kampung yang didiami oleh masyarakat
32 | P a g e
RAISA ANAKOTTA https://doi.org/10.25077/ jantro.v21.n1.p29-37.2019
RAISA ANAKOTTA/JURNAL ANTROPOLOGI: ISU-ISU SOSIAL BUDAYA - VOL. 21 NO. 01 (JUNE 2019)

beragama tertentu saja. Justru toleransi mantra yang dimiliki suku Kokoda. Mantra-
beragama di sana cukup kuat. Sebagai contoh, mantra ini dibaca dalam kegiatan tertentu dengan
dalam acara natal yang dirayakan orang Nasrani, tujuan tertentu. Pada zaman dahulu, mantra-
masyarakat muslim akan membantu mereka baik mantra sering digunakan terutama saat “baku
dalam hal makanan maupun tenaga. Begitu juga onge” atau perang suku. Setelah mantra
jika orang Islam membangun masjid, orang dibacakan barulah mereka melakukan perang
Nasrani atau yang beragama lain baik dari antar suku. Meskipun cara berperang saat ‘baku
kampung tersebut maupun dari kampung lain onge’ sudah tidak lagi dilakukan, mantra tersebut
akan datang membantu. Tak jarang mereka pun masih ada dan tetap diturunkan dari generasi ke
berbagi dalam hal makanan, namun tetap generasi. Saat ini, mantra-mantra tersebut hanya
memperhatikan aturan agama yang dimiliki oleh dibacakan dan dipakai saat terjadi masalah
orang lain. Misalnya, mereka yang nasrani tidak genting. Seiiring berkembangnya zaman dan
akan menyuguhkan daging anjing atau babi atau pengetahuan agama, konten dalam mantra-
menawarkan alkohol yang haram bagi mereka mantra ini mengalami akulturasi yakni adanya
yang muslim. pencampuran tradisi dan ilmu agama dimana
mantra-mantra yang dibaca berupa bacaan-
3. Bentuk Akulturasi Budaya Masyarakat bacaan mengaji (ayat suci dalam Al-Qur’an) dan
Lokal dan Pendatang di Papua Barat shalawat.
Bentuk sinkretisme lain terjadi pada sistem
a. Substitusi kekerabatan suku Kokoda. Kekerabatan yang
ubtitusi menandakan bahwa unsur ditandai dengan penggunaan marga menjadi

S kebudayaan yang lama diganti dengan


unsur budaya yang baru yang memberikan
nilai lebih untuk para penggunanya. Bentuk
identitas dan penjaga bagi suku Kokoda.
Sebagian warga Kokoda masih menerapkan
tradisi dimana orang-orang yang memiliki marga
akulturasi subtitusi meliputi penggunaan pakaian yang sama dilarang menikah karena mereka
adat dan kebiasaan. Zaman dahulu, kain dianggap masih memiliki hubungan darah.
tradisional suku Kokoda dan suku Fak-fak Dipercayai bahwa jika terjadi pernikahan sesama
digunakan sebagai pakaian sehari-hari. marga maka orang tersebut akan mendapatkan
Penggunaan pakaian adat tersebut telah musibah atau karma. Sementara sebagian warga
mengalami proses akulturasi tradisi dan norma lain, meskipun masih meyakini hal tersebut,
kesopanan yang berkembang dalam masyarakat mereka lebih cenderung untuk menelusuri
sehingga baik suku Fak-fak maupun suku kesamaan marga. Jika kekerabatan yang terjadi
Kokoda tidak lagi menggunakan pakaian tersebut cukup jauh atau tidak ditemukan hubungan
dalam keseharian mereka. Pakaian adat hanya darah, pernikahan pasangan dengan marga yang
akan digunakan untuk kegiatan atau ritual sama bukanlah suatu masalah selama pasangan
tertentu serta dalam pemakaiannya pun akan tersebut masih memiliki kepercayaan (agama)
ditambah dengan penggunaan baju dan celana yang sama.
untuk menutupi anggota tubuh.
Suku Kokoda masih mempercayai benda- c. Adisi
benda keramat. Beberapa benda sudah Bentuk akulturasi adisi merujuk pada
dianggap keramat sejak jaman oyang mereka. perubahan proses budaya yang mana unsur
Benda-benda keramat ini akan lebih banyak budaya lama yang masih berfungsi ditambah
ditemukan di kampung-kampung tertentu. Salah dengan unsur budaya yang baru sehingga akan
satu contoh benda yang diyakini secara mistis memberikan nilai lebih pada kebudayaan
adalah kulit bia (kulit kerang). Pada zaman tersebut. Meskipun dalam hal pernikahan tidak
dahulu, kulit bia digunakan untuk memanggil terdapat ritual khusus, Suku Kokoda memiliki
hujan (yakni dengan cara ditiup). Kulit bia ini juga tahapan atau ritual sebelum pernikahan yang
akan membantu warga untuk mencari orang disebut dengan “karego” atau “lamaran”. Dalam
yang hilang di hutan serta masih banyak lagi acara ini, apabila keluarga mempelai wanita
kegunaannya. Namun untuk saat ini, kulit bia setuju, calon mempelai harus keluar rumah dan
hanya digunakan sebagai salah satu alat musik mempelai pria harus mengejar mempelai wanita.
tradisional yang fungsinya sama seperti Jika mempelai wanita sudah tertangkap mereka
harmonika. akan “baku polo” atau berpelukan. Hal ini
dilakukan sebagai rasa syukur kedua mempelai.
b. Sinkretisme Tradisi ini tidak selalu dilakukan oleh keluarga
Sinkretisme merupakan perubahan budaya calon pengantin terutama keluarga yang sudah
yang termasuk dalam proses aklturasi yang memiliki pendidikan dan pengetahuan lebih luas
mana unsur budaya yang lama bercampur tidak lagi menerapkan tradisi tersebut. Beberapa
dengan unsur budaya yang baru sehingga bagian seperti “baku polo” tidak lagi dilakukan.
membentuk sistem yang baru. Beberapa tradisi Sementara unsur yang ditambahkan dalam ritual
suku Kokoda telah mengalami percampuran baik ini adalah adanya pelaksanaan ijab Kabul dan
dalam fungsi dan penerapannya. Bentuk walimahan.
percampuran ini dapat ditemukan dalam mantra-
33 | P a g e
https://doi.org/10.25077/ jantro.v21.n1.p29-37.2019 RAISA ANAKOTTA
RAISA ANAKOTTA/JURNAL ANTROPOLOGI: ISU-ISU SOSIAL BUDAYA - VOL. 21 NO. 01 (JUNE 2019)

Selanjutnya, bentuk akulturasi adisi juga disesuaikan dengan kebutuhan keluarga


terjadi dalam hal penanganan musibah. Ketika mempelai.
seseorang terkena musibah (misalkan jatuh) di Meskipun berbeda suku, para pendatang
kampung Kokoda, saudara atau orang lain yang yang tinggal di Fak-fak tetap harus mengikuti dan
pernah dibantu oleh orang tersebut harus menghargai adat dan tradisi yang dilakukan di
menanamkan sesuatu benda (biasanya tiang). sana. Tak jarang para pendatang ikut
Hal ini diyakini sebagai tolak sial agar orang lain berpartisipasi dalam setiap acara yang dilakukan.
tidak terjatuh di tempat yang sama. Sesuatu yang Begitu juga sebaliknya, apabila orang Fak-fak
ditanam biasanya akan dicabut dan digantikan berada di daerah lain, mereka juga diajarkan
dengan tanaman hidup. Sesuatu yang ditanam untuk mengikuti adat dan tradisi di tempat
tersebut diibaratkan sebagai perwujudan diri dari mereka tinggali. Sebagai contoh, ketika orang
orang yang jatuh. Akulturasi yang terjadi dalam Fak-fak menikah dengan orang lain (misalnya
hal ini adalah pada jaman dahulu kebiasaan ini Ambon) dan menikah di daerah lain (misalnya
hanya berlaku bagi orang Kokoda saja, namun Ambon), suku Fak-fak tersebut tidak diharuskan
saat ini kebiasaan tersebut berlaku untuk untuk melakukan ritual adat dan tetap mengikuti
siapapun selama musibah yang dialami terjadi di tradisi yang ada di sana.
kampung suku Kokoda. Marga ini biasanya hanya akan diturunkan
Orang yang datang ke kampung Kokoda dari kaum pria sehingga apabila wanita Papua
bukan hanya mereka yang berasal dari suku menikah dengan suku lain atau sesama suku
Kokoda melainkan juga mereka yang berasal dari dengan marga yang berbeda, maka anaknya
suku lain, ritual menggigit (dalam menyambut tidak akan membawa marga yang dimiliki wanita
tamu) tidak selalu dilakukan. Sehingga hal tersebut. Dengan adanya pernikahan bebas,
tersebut hanya dilakukan kepada mereka yang dimana masing-masing individu bisa memilih
bersedia saja atau dilakukan kepada beberapa pasangannya sendiri, pernikahan antar suku pun
orang sebagai sombolis. Akulturasi lain terjadi tidak dapat terelakkan lagi. Terkadang untuk
dalam tarian yang dilakukan. Tarian “goyang mempertahankan silsilah dan identitas keluarga
panta” dilakukan hanya oleh mereka yang dalam pernikahan campuran, marga tidak lagi
berasal dari suku Kokoda namun warga hanya diturunkan dari kaum pria. Kaum wanita
pendatang yang mengikuti kegiatan tersebut pun juga bisa menurunkan marga yang ia miliki
diperbolehkan untuk ikut menari dan menonton kepada anaknya dengan persetujuan bersama.
ritual tersebut. Bahkan tidak jarang, anak keturunan suku
Sementara itu, dalam hal mendirikan campuran mewarisi marga ganda yang berasal
bangunan, suku Kokoda memiliki beberapa ritual. dari marga kedua orang tuanya.
Jaman dahulu, ritual ini hanya dilakukan oleh Seiring dengan perkembangan jaman,
warga suku Kokoda namun seiring dengan ikatan dalam kekerabatan bagi masyarakat
perkembangan sosial warga suku Kokoda juga Papua terutama suku Fak-fak sangat erat apalagi
akan mengundang tokoh adat dari suku lain jika mereka berada di perantauan atau tinggal di
untuk menghargai keberadaan suku tersebut dan daerah suku lain. Akulturasi yang terjadi,
menjaga tali silaturahmi terutama antar tetangga. meskipun bukan berasal dari marga yang sama
Beberapa ritual dalam suku Fak-fak atau tidak memiliki hubungan darah, individu
dilakukan sama seperti sebelumnya dan yang berasal dari Fak-fak akan saling menjaga,
beberapa yang lain telah mengalami akulturasi. melindungi dan menganggap bahwa mereka
Dalam hal ini, akulturasi terjadi pada peserta atau adalah keluarga. Hal ini juga dapat dilihat dari
partisipannya, dimana sebelumnya peserta dan terbentuknya ikatan-ikatan atau kumpulan suku
yang berpartisipasi dalam ritual hanya dilakukan Fak-fak yang aktif dan berkembang di daerah-
oleh masyarakat suku Fak-fak, saat ini warga daerah lain.
pendatang juga ikut berpartisipasi dan menjadi Masyarakat suku Fak-fak memiliki pedoman
peserta dalam beberapa ritual yang dilakukan hidup yang mereka yakini hingga sekarang.
oleh suku Fak-fak, seperti dalam ritual adat Pedoman tersebut dikenal dengan istilah satu
pernikahan. tungku tiga batu yang mengandung makna
Dalam tradisi pernikahan terjadi akulturasi meskipun berbeda agama, suku Fak-fak tetap
dimana warga pendatang juga diperbolehkan bersatu dan hidup dalam satu keluarga.
untuk datang dan menyaksikan acara kumpul Pedoman hidup ini juga mereka terapkan dalam
harta tersebut. Biasanya dalam acara tersebut, berkehidupan sosial dengan suku pendatang.
suku Fak-fak juga mengundang tetangga dekat Sehingga istilah satu tungku tiga batu meluas
mereka meskipun tetangganya bukan seorang menjadi meskipun berbeda agama dan suku,
suku Fak-fak. Akulturasi lain yang terjadi adalah masyarakat yang tinggal di Fak-fak tetap hidup
adanya penyesuaian dalam harta yang dalam satu keluarga. Konsep Kebhinekaan pun
dikumpulkan. Jaman dahulu, terdapat beberapa terlihat dari pedoman hidup mereka dimana
benda yang memang harus ada dalam kumpul dengan adanya beragam agama dan suku,
harta, namun seiring dengan perkembangan masyarakat tetap bias hidup harmonis dan saling
jaman dan kebutuhan harta yang dikumpulkan membantu (Sari, 2017).

34 | P a g e
RAISA ANAKOTTA https://doi.org/10.25077/ jantro.v21.n1.p29-37.2019
RAISA ANAKOTTA/JURNAL ANTROPOLOGI: ISU-ISU SOSIAL BUDAYA - VOL. 21 NO. 01 (JUNE 2019)

d. Dekulturasi masyarakat yang tidak siap dan tidak menyetujui


Akulturasi Dekulturasi terjadi ketika unsur proses akulturasi. Bentuk akulturasi ini dapat
budaya yang telah lama hilang karena diganti dilihat dalam hal mendirikan bangunan, dimana
dengan unsur budaya yang baru. Akulturasi suku Kokoda memiliki beberapa ritual. Ketika
bentuk ini terjadi ketika suatu budaya atau tradisi membangun rumah atau bangunan lain, suku
tidak memungkinkan lagi untuk dilakukan. Jika Kokoda melakukan beberapa ritual, yakni ritual
terdapat masalah atau perselisihan antar sesama batu pertama yang dilakukan oleh para tetua
suku baik Kokoda dan Fak-fak maupun antar dengan mengundang tokoh adat dari suku lain.
suku lokal dengan pendatang, permasalahan Dalam ritual ini akan disediakan pinang dan sirih.
tersebut akan ditangani oleh Lembaga Sementara untuk bangunan-bangunan kampung
Masyarakat Adat (LMA). Suku Kokoda dinaungi biasanya mereka akan melakukan ritual pemoto-
oleh LMA IMEKKO yang membawahi beberapa ngan ayam putih. Setelah dipotong, ayam
suku yang terdiri dari: Innanwatan, Metemani, tersebut akan dikubur. Ritual tersebut dilakukan
Kais, dan Kokoda. Sementara suku-suku Fak-fak dengan tujuan untuk “pele kampung” atau
dinaungi oleh LMA Bahamata (dewan adat suku melindungi kampung mereka. Meskipun mereka
Fak-fak). Salah satu contoh permasalahan yang tahu secara agama tidak tercantum ajaran
ditangani LMA adalah jika ada individu dari suku tentang ritual ini, suku Kokoda tetap melakukan
lain maupun dari suku yang dinaungi LMA ritual tersebut sebagai tradisi yang sudah
memiliki masalah, mereka bisa melapor dan dilakukan dari jaman oyang mereka.
meminta pihak LMA sebagai mediator.
Contoh lain dari akulturasi dekulturasi b. Dampak Akulturasi bagi Masyarakat di
adalah penggunaan gong bagi suku Fak-fak yang Papua Barat
sudah mulai mengalami perubahan. Bagi Sebagian besar bentuk akulturasi terjadi
mereka, gong tidak lagi digunakan sebagai karena adanya keharusan penyesuaian dalam
penyebar kabar duka karena masyarakat yang masyarakat. Dengan demikian, mau tidak mau
tinggal di Fak-fak sudah beragam sehingga warga lokal maupun pendatang tetap melakukan
masih banyak dari para pendatang belum paham perubahan dan mengikutinya. Dampak dari hal
dengan hal tersebut. Selain itu, seiring dengan tersebut tidaklah begitu merugikan dan para
perkembangan teknologi, pengabaran berita warga tetap bisa hidup berdampingan dan
duka sudah bisa dilakukan melalui pesan menjalankan budayanya. Namun, kebudayaan
telepon. Oleh karena itu, pemukulan gong tidak yang dijalankan tidak lagi sama dengan
lagi dianggap efektif untuk mengabarkan berita kebudayaan asli yang diturunkan oleh para
duka. Pemukulan gong hanya digunakan sebagai leluhur. Sehingga lama-kelamaan, beberapa
instrumen dalam acara kumpul harta saat aspek mulai terkikis dan tidak lagi dilakukan.
pernikahan. Esensi kebudayaan asli pun tidak begitu terasa.
Sebagai contoh, generasi muda atau warga
e. Originasi pendatang tidak lagi bisa melihat suku Papua asli
Bentuk akulturasi originasi terjadi ketika menggunakan pakaian adat mereka atau tidak
masuknya budaya baru yang sebelumnya belum lagi bisa menyaksikan ritual-ritual yang sangat
diketahui oleh masyarakat sehingga mengakibat- khas dari Papua. Hal-hal tersebut hanya bisa
kan terjadinya perubahan besar. Bentuk mereka saksikan atau ketahui dengan cara
akulturasi ini akan nampak pada kegiatan- bertanya langsung kepada para tetua yang
kegiatan keagamaan yang dilakukan, seperti paham betul dengan budaya atau kepada pihak
menerapkan shalat berjamaah di masjid, LMA yang masih menyimpan informasi dan
mengadakan pengajian, mengajarkan mengaji dokumen budaya mereka. Akibat lain yang
anak-anak, memperingati hari-hari besar ditimbulkan adalah adanya tradisi atau
terutama hari besar keagamaan seperti ritual kebudayaan yang nampak mirip sehingga sulit
paskah, acara menyambut tahun baru, acara untuk membedakan kebudayaan dari manakah
maulid nabi hingga tradisi tahlilan (memperingati itu. Hal ini terjadi karena adanya penyesuaian
7 hari kematian dan seterusnya) yang dan perubahan yang dilakukan terhadap aspek-
sebenarnya bukan berasal dari suku lokal. aspek yang sebenarnya menjadi ciri khas dari
Sebagian besar ritual-ritual tersebut merupakan suku.
ritual yang dibawa oleh penyebar agama yang Faktor lain penyebab terjadinya akulturasi
dating ke Papua. Terdapat juga ritual yang adalah adanya kesepakatan bersama baik
berkembang seiiring dengan berkembangnya secara tersirat maupun tersurat. Bentuk
jumlah pendatang yang ada. Semakin banyak akulturasi karena alasan ini muncul dari hal-hal
jumlah suku pendatang maka semakin yang disepakati bersama baik oleh suku asli
berkembang pula ritual kesukuan yang mereka papua maupun suku pendatang. Penyesuaian
bawa dari tempat asalnya. dan perubahan dilakukan atas kesepakatan
bersama dengan mempertimbangkan kebuda-
f. Penolakan yaan masing-masing. Hal ini terjadi karena
Akulturasi bentuk penolakan terjadi ketika adanya keinginan untuk terus mempertahankan
terdapat penolakan dari sebagian anggota kebudayaan masing-masing dan keinginan untuk
35 | P a g e
https://doi.org/10.25077/ jantro.v21.n1.p29-37.2019 RAISA ANAKOTTA
RAISA ANAKOTTA/JURNAL ANTROPOLOGI: ISU-ISU SOSIAL BUDAYA - VOL. 21 NO. 01 (JUNE 2019)

tetap hidup bersama dengan damai. Sehingga Perihal gotong royong dan tolong menolong
dalam pelaksanaannya, baik suku lokal maupun pun menjadi dampak positif dari adanya
pendatang tidak ada yang merasa dirugikan akulturasi antar budaya. Dengan adanya
bahkan dalam beberapa hal bisa saling akulturasi dalam bermasyarakat, masyarakat
menguntungkan kedua belah pihak, misalnya lokal tidak sungkan-sungkan untuk membantu
dalam hal interaksi sosial. Warga lokal dan warga pendatang. Warga pendatang pun
pendatang akan saling membantu dan memberi akhirnya mulai terbiasa dan dengan senang hati
sesuai dengan kapasitasnya masing-masing membantu masyarakat lokal. Sehingga tidak
tanpa melanggar kebudayaan dan apa yang heran jika ada ungkapan, kalau kita baik dengan
diyakini oleh pihak lain. masyarakat lokal, mereka akan memperlakukan
Selain itu, ada juga bentuk akulturasi yang kita dengan lebih baik lagi.
muncul dari adanya kebersediaan yang
dipaksakan. Meskipun tidak ada yang memaksa, D. KESIMPULAN
sebagai pihak yang menumpang warga

B
pendatang mau tidak mau harus mengikuti entuk akulturasi yang terjadi dalam
kebudayaan dan apa yang berlaku di tempat masyarakat yang tinggal di Papua Barat,
mereka tinggal. Dampaknya, beberapa yakni akulturasi budaya antara penduduk
kebudayaan atau kebiasaan tidak dapat mereka lokal dan pendatang yang dipengaruhi oleh
lakukan. Meskipun demikian, warga pendatang perilaku sosial meliputi: subtitusi, sinkretisme,
ini tidak merasa keberatan karena warga lokal adisi, originasi, dekulturasi dan penolakan.
masih menghargai kebudayaan yang mereka Bentuk akulturasi substitusi dapat dilihat dari
miliki. akulturasi dalam hal penggunaan pakaian adat
Dampak lain dari adanya akulturasi adalah yang biasanya digunakan sehari-hari, kini hanya
semakin kuatnya apresiasi, hubungan kekeraba- digunakan dalam hal tertentu saja dan
tan, toleransi, dan tolong menolong baik sesama penggunaan benda adat seperti gong yang dulu
suku maupun antar suku. Suku pendatang juga digunakan untuk mengabarkan berita duka,
sangat mengapresiasi dan bangga terhadap kini hanya digunakan sebagai pelengkap dalam
kebudayaan dan tradisi masyarakat lokal. adat kumpul harta. Bentuk akulturasi lain, yakni
Sebagai contoh, banyak generasi dari suku originasi juga terdapat dalam proses akulturasi
pendatang dengan senang hati mempelajari, yang diteliti. Beberapa diantaranya mulai menjadi
berpartisipasi dan menikmati tradisi dan kesenian kebiasaan yang dilakukan oleh penduduk lokal.
masyarakat lokal. Begitu juga sebaliknya, Bentuk originasi ini terjadi dikarenakan tradisi
masyarakat lokal akan antusias dan penasaran lama yang tidak memungkinkan untuk dilakukan
dengan kebudayaan yang dimiliki oleh suku seiring dengan perkembangan jaman dan
pendatang. Hubungan kekerabatan dan toleransi pengetahuan agama (seperti perang suku).
yang kuat yang dimiliki masyarakat lokal Sementara yang lain terjadi karena adanya
dijadikan pelajaran dan panutan bagi suku pengetahuan baru terkait agama dan kemudian
pendatang. Banyak warga pendatang yang juga menjadi kebiasaan yang selalu dilakukan dalam
ikut menganut pedoman hidup yang diyakini oleh masyarakat (seperti tahlilan dan peringatan
masyarakat lokal. Sehingga jarang sekali terlihat kematian atau 40 hari, 100 hari dan seterusnya).
adanya perselisihan atau permasalahan antara
masyarakat lokal dan warga pendatang. Mereka E. UCAPAN TERIMAKASIH
hidup harmonis bagaikan keluarga. Hal ini lah

A
yang kemudian menjadi salah satu ciri khas rtikel ini dapat terselesaikan dengan baik
masyarakat Papua, yakni kuatnya hubungan berkat keterlibatan berbagai pihak yang
kekerabatan dan tingginya toleransi antar agama telah dengan tulus dan iklas memberikan
dan antar suku. Hal ini sedikit bertolak belakang masukan, motivasi, materi atau fasilitas
dengan yang terjadi di daerah Selangor dimana pendukung lainnya. Ucapan terimakasih kami
hubungan kekeluargaan menjadi renggang akibat sampaikan kepada rector UNIMUDA Sorong,
adanya pengaruh globalisasi yang didalamnya LP3M UNIMUDA Sorong, Warga Kampung
termasuk interaksi sosial (Mohamed, 2017) Kokoda dan Fak-fak, serta DRPM Dikti sebagai
meskipun masyarakat yang ditemui sama-sama pemberi dana dalam penelitian ini.
mereka yang tinggal didaerah perkotaan.

DAFTAR PUSTAKA

Marzuqi, M. (2009). Akulturasi Islam dan Budaya Jawa (Studi terhadap Praktek “Laku Spiritual”
Kadang Padepokan Gunung Lanang di Desa Sindutan Kecamatan Temon Kabupaten
Kulon Progo). Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga.
Mohamed, A. (2017). Globalisasi Dan Impak Sosiobudaya. Jurnal Antropologi: Isu-Isu Sosial Budaya ,
19 (1), 33-45.

36 | P a g e
RAISA ANAKOTTA https://doi.org/10.25077/ jantro.v21.n1.p29-37.2019
RAISA ANAKOTTA/JURNAL ANTROPOLOGI: ISU-ISU SOSIAL BUDAYA - VOL. 21 NO. 01 (JUNE 2019)

Nugroho, A. B., & W.S., V. (2010). Akulturasi Antara Etnis Cina dan Jawa: Konvergensi atau
Divergensi Ujaran Penutur Bahasa Jawa?. Seminar Nasional Pemertahanan Bahasa
Nusantara. . Semarang: Magister Linguistik PPs UNDIP.
Prasetyawan, W. A. (2010). Akulturasi Budaya Islam dan Budaya Hindu: Studi tentang Perilaku
Keagamaan Masyarakat Islam di Gununggangsir Beji Pasuruan. Surabaya: UIN Sunan
Ampel.
Rodzik, A. A. (2008). Akulturasi Budaya Betawi dengan Tionghoa (Studi Komunikasi Antarbudaya
pada Kesenian Gambang Kromong di Perkampungan Budaya Betawi, Kelurahan
Srengseng Sawah. Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah.
Santosa, B., & Winingsih, I. (2013). Integrasi Multikultural dalam Multietnis: Strategi Akulturasi
Masyarakat Etnis Jawa, Cina dan Arab Keturunan di Wilayah Semarang. Semarang:
Universitas Dian Nuswantoro.
Sari, I. P. (2017). HARMONI DALAM KEBHINEKAAN (Kearifan Lokal Masyarakat Pulau Enggano
Provinsi Bengkulu Dalam Mengatasi Konflik). Jurnal Antropologi: Isu-Isu Sosial Budaya ,
19 (2), 139-147.
Spradley, J. (2007). Metode Etnografi (Edisi terjemahan Bahasa Indonesia oleh Amri Marzali).
Yogyakarta: Tiara Wacana.
Wekke, I. S., & Sari, Y. R. (2012). Tifa Syawat dan Entitas Dakwah dalam Budaya Islam: Studi Suku
Kokoda Sorong Papua Barat. THAQAFIYYAT: Jurnal Bahasa, Peradaban dan Informasi
Islam , 13 (1), 163-186.
Yunus, R. (2014). Nilai-Nilai Kearifan Lokal (Lokal Genius) sebagai Penguat Karakter Bangsa (Studi
Empiris tentang Huyula). Yogyakarta: Deepublishing.

37 | P a g e
https://doi.org/10.25077/ jantro.v21.n1.p29-37.2019 RAISA ANAKOTTA
JURNAL ANTROPOLOGI: ISU-ISU SOSIAL BUDAYA - VOL. 21 NO. 01 (JUNE 2019)

Available online at : http://jurnalantropologi.fisip.unand.ac.id/

Jurnal Antropologi: Isu-Isu Sosial Budaya


| ISSN (Online) 2355-5963 |

STRATEGI KOMUNIKASI PROGRAM TANAM JAJAR LEGOWO KEPADA


MASYARAKAT PETANI PADI
Nuzuwir Joni 1*, Asmawi 2, Ernita Arief3
1
Graduate Student of Communication Science, Universitas Andalas, Padang, Indonesia
2
Department of Communication Science, Universitas Andalas, Padang, Indonesia
3
Department of Communication Science, Universitas Andalas, Padang, Indonesia

ARTICLE INFORMATION A B S T R A C T
System of Legowo row planting technology is innovation in
Submitted : 18 August 2018 agriculture which is highly recommended by the government in
Review : 05 April 2019 an effort to increase rice production in Indonesia. To accelerate
Accepted : 10 May 2019 the adoption of these technologies, it is necessary to prepare
the right communication strategy. This study aims to determine
Available online: June 2019 the communication strategy of the Jajar Legowo planting
program to the rice farming community in Padang City. This type
of research is qualitative. Research data is obtained through in-
KEYWORDS depth interviews, participatory observation, and documentation.
The data is processed by Miles and Huberman's interactive
Communication strategy; Legowo row planting analysis model and the validity of the data by triangulation. The
program and farming community results showed that the communication strategy of legowo
planting program was: (1) getting to know the target audience,
CORRESPONDENCE namely rice farmers; (2) compile messages, in the form of
benefits and procedures for implementing the program; (3)
establish methods, in the form of: persuasion, educative,
*E-mail: jnuzuwir@yahoo.co.id informative, and redundancy methods, (4) media use, in the
form of discussions, lectures, brochures, leaflets, and banners.
In addition, people's habits such as gathering and sitting in the
store can be used as a place to introduce new technology.

A. PENDAHULUAN mendapatkan pangan (food stability) sesuai mutu


dan keamanan pangan.

K
omoditi padi memiliki peranan sangat Dalam hal ini, pemerintah melalui
penting yakni sebagai salah satu dari Kementerian Pertanian telah menjabarkan
kebutuhan pangan pokok sebagian besar kebijakan pembangunan pertanian dalam
masyarakat Indonesia. Kebutuhan akan padi/ program “Swasembada Pangan Padi, Jagung
beras tersebut setiap tahun selalu meningkat dan Kedelei”. Untuk mewujudkan program
seiring dengan laju pertambahan penduduk, tersebut, pemerintah mengeluarkan Permentan
peningkatan pendapatan, disamping untuk No. 03/Permentan/OT.140/2 /2015 tentang
memenuhi kebutuhan industri olahan. Laju Pedoman Upaya Khusus (UPSUS) peningkatan
peningkatan kebutuhan padi/beras dimaksud produksi padi, jagung dan kedelai melalui
lebih tinggi dibandingkan dengan peningkatan program perbaikan jaringan irigasi dan sarana
produksi padi setiap tahun sehingga dikhawa- pendukungnya tahun 2015.
tirkan akan terjadi rawan pangan/krisis pangan Salah satu program pendukung program
beberapa tahun ke depan. Untuk mengantisipasi UPSUS tersebut adalah pelaksanaan program
hal tersebut, pemerintah harus memiliki Gerakan Penerapan Pengelolaan Tanaman
ketahanan pangan yang kuat. Menurut Kataren, Terpadu (GP-PTT). Menurut Zaini (2015 : 1)
dkk. (2018) bahwa ketahanan pangan dalam Pengelolaan Tanaman Terpadu adalah suatu
implementasinya berkaitan dengan tiga (3) aspek pendekatan inovatif dan dinamis dalam upaya
penting yang saling terkait satu sama lain: 1) meningkatkan produksi dan pendapatan petani
produksi dan ketersediaan pangan (food melalui perakitan komponen teknologi secara
availability); 2) keterjangkauan pangan (food partisipatif bersama petani. Melalui Pengelolaan
accessibility); dan 3) keterjaminan/ kepastian Tanaman Terpadu (PTT Padi Sawah) telah
39 | P a g e
https://doi.org/10.25077/ jantro.v21.n1.p39-47.2019 Attribution-ShareAlike 4.0 International. Some rights reserved
NUZUWIR JONI/JURNAL ANTROPOLOGI: ISU-ISU SOSIAL BUDAYA - VOL. 21 NO. 01 (JUNE 2019)

diperkenalkan berbagai teknologi budidaya padi, Penelitian ini penting dilakukan karena
antara lain sistem tanam Jajar Legowo (Legowo). dengan mengkaji strategi komunikasi maka akan
Firdaus (2015) mengatakan bahwa pengenalan mudah mengetahui kelemahan dan kekuatan
dan penggunaan sistem tanam tersebut komunikasi yang dilakukan oleh penyuluh
disamping untuk mendapatkan pertumbuhan pertanian. Menurut Indardi (2016), aspek
tanaman yang optimal juga ditujukan untuk komunikasi dipercaya sebagai salah satu faktor
meningkatkan hasil dan pendapatan petani. penting untuk mencapai keberhasilan pemba-
Fatchiya, dkk (2016) menemukan bahwa ngunan, khususnya dalam pemberdayaan ma-
Penerapan teknologi ini berkorelasi positif syarakat. Kemudian, dengan adanya strategi
dengan kondisi ketahanan pangan rumah tangga komunikasi yang optimal, maka tujuan yang
petani, yaitu petani yang menerapkan inovasi diharapkan dari program ini akan tercapai secara
teknologi lebih intensif memiliki tingkat ketahanan optimal. Pada akhirnya pemerintah akan dapat
pangan yang lebih baik. lebih fokus pada satu atau dua media komunikasi
Teknologi sistem tanam jajar legowo padi saja sehingga dapat meminimalkan biaya yang
merupakan teknologi yang sudah teruji dan dikeluarkan pemerintah. Zulkarnain dkk (2017)
melalui proses pengkajian secara mendalam oleh menyatakan bahwa strategi komunikasi dapat
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) berperan untuk mengubah pandangan masya-
pertanian. Teknologi ini secara nyata dapat rakat yang tadinya negatif menjadi positif
meningkatkan produksi dan produktivitas ta- terhadap teknologi. Menurut Umniyati, dkk.
naman padi. Oleh karena itu, menurut Hidayat (2017) pengetahuan menjadi faktor penting
dkk.,(2017) perlu dilakukan penerapan strategi dalam perubahan sikap masyarakat, karena
yang berbasis pada hubungan yang terjalin baik “proses perubahan sikap khalayak dimulai ketika
dengan publik sasaran. Dalam hal ini, publik informasi menyentuh kesadaran, pemahaman
sasarannya adalah para petani tanaman padi. dan pengetahuan mereka.
Pemerintah sangat berharap sekali kepada para Dari uraian diatas maka tujuan yang hendak
petani untuk mengadopsi teknologi sistem tanam dicapai dalam penelitian ini adalah untuk
tersebut. Akan tetapi, tidak mudah bagi mengetahui dan menggambarkan strategi
pemerintah untuk meyakinkan para petani ten- komunikasi program tanam jajar legowo kepada
tang sesuatu hal yang baru bagi mereka. Pada masyarakat petani tanaman padi di Kota Padang.
hal, menurut penelitian Farid, dkk. (2018) sikap Unit analisis yang digunakan untuk menjelaskan
petani memiliki kecenderungan positif sebanyak strategi komunikasi yang digunakan penyuluh
72,5% terhadap peluang adopsi sistem tanam pertanian Koto Tangah Kota Padang adalah
jajar legowo berdasarkan prinsip sistem tanam konsep strategi yang dikemukakan oleh Anwar
jajar legowo. Untuk itu, pemerintah perlu Arifin dalam bukunya yang berjudul “Strategi
mempersiapkan suatu strategi komunikasi yang Komunikasi: Sebuah Pengantar Ringkas“ bahwa
tepat sasaran dalam merubah sikap petani agar untuk mencapai tujuan komunikasi yang efektif
dapat mengadopsi teknologi sistem tanam jajar maka strategi komunikasi yang dilakukan adalah
legowo di lahan mereka. mengenal khalayak, menyusun pesan, menetap-
Strategi komunikasi yang tepat sasaran kan metode dan seleksi dan penggunaan media.
tersebut perlu dipersiapkan dengan cermat.
Menurut Azizah (2010), hal ini dilakukan karena B. METODE PENELITIAN
berhubungan dengan karakteristik masyarakat

P
petani, sumber daya (manusia maupun alam), enelitian ini mengambil lokasi di keca-
tipologi masyarakat, struktur masyarakat dan matan Koto Tangah Kota Padang, dengan
kelembagaan desa yang berbeda-beda di setiap mengambil penyuluh pertanian Balai
wilayah. Perencanaan yang detil juga diperlukan Penyuluhan Pertanian (BPP) Koto Tangah.
mengingat program penerapan teknologi sistem Penelitian ini menggunakan jenis penelitian
tanam jajar legowo ini harus disesuaikan dengan kualitatif, dengan sifat deskriptif yang berusaha
kebutuhan, keinginan dan kemampuan masya- mendeskripsikan dan menjelaskan objek pene-
rakat petani. Apabila penyampaian inovasi ini litian yang bersifat faktual secara sistematis dan
tidak dibingkai dalam strategi komunikasi yang akurat.
tepat maka program yang bermanfaat dan Data penelitian dikumpulkan dengan cara
menghabiskan banyak dana akan sia-sia. wawancara mendalam, observasi partisipasi, dan
Banyak program yang terlihat bermanfaat terbukti dokumentasi. Pengumpulan data penelitian kuali-
tidak dapat diterima sasaran (masyarakat) tatif menurut Sugiyono (2016:225) dapat
karena menggunakan strategi komunikasi yang dilakukan pada natural setting (kondisi yang
tidak dirancang secara matang. alamiah), sumber data primer dan teknik
40 | P a g e
NUZUWIR JONI https://doi.org/10.25077/ jantro.v21.n1.p39-47.2019
NUZUWIR JONI/JURNAL ANTROPOLOGI: ISU-ISU SOSIAL BUDAYA - VOL. 21 NO. 01 (JUNE 2019)

pengumpulan datanya lebih banyak pada C. HASIL DAN PEMBAHASAN


observasi berperan serta (partisipan
observation), wawancara mendalam (indepth trategi komunikasi akan berjalan lancar
interview), dan dokumentasi. Informan penelitin
ditetapkan dengan metode purposive sampling.
Purposive sampling adalah teknik pengambilan
S apabila didukung oleh perencanaan yang
matang, karena hal ini akan menjadi kunci
bagi keberhasilan sebuah program pemerintah.
sampel sumber data dengan pertimbangan Untuk itu, penyuluh pertanian Kota Padang juga
tertentu (Sugiyono 2016:218). Pertimbangan menentukan perencanaan terlebih dahulu
tertentu ini, maksudnya adalah orang yang sebelum mengenalkan suatu inovasi teknologi
dianggap lebih mengetahui dan memiliki banyak kepada sasaranya. Salah satu langkah peren-
informasi tentang objek penelitian, yakni tentang canaan yang dilakukan oleh penyuluh pertanian
strategi dan pelaksanaan komunikasi penyuluh Kota Padang dalam menjalankan strategi
pertanian dalam mengkomunikasikan teknologi komunikasinya adalah menentukan khalayak
sistem tanam jajar legowo kepada petani padi di yang menjadi sasaran program.
Koto Tangah. Dalam hal ini, Peneliti melakukan Mengenal khalayak berarti melakukan
wawancara terhadap beberapa key informan proses identifikasi terhadap khalayak yang akan
adalah koordinator Penyuluh Pertanian sekaligus dijadikan sasaran kegiatan, terutama khalayak
sebagai kepala Balai Penyuluhan Pertanian, dan yang secara tidak langsung dapat mempengaruhi
(b) Informan pendukung, diantaranya adalah keberlangsungan suatu program di lapangan.
programer penyuluh pertanian, dan penyuluh Penentuan khalayak perlu dilakukan, karena
pertanian lapangan. penyuluh pertanian Kota Padang membutuhkan
Data diolah dan dianalisa dengan sasaran sebagai tempat pelaksanaan program
menggunakan teknik analisis interaktif, yang pemerintah dan juga agar kegiatan komunikasi
dikemukakan oleh Miles dan Hubberman, yakni yang dilakukan bisa terarah. Mengenal khalayak
reduksi data, display data dan penarikan adalah langkah pertama bagi komunikator dalam
kesimpulan dan verfikasi data. Data yang usaha komunikasi yang efektif. Mengenal dan
terkumpul dilakukan reduksi data, yakni proses memahami karakteristik khalayak, berarti suatu
pemilihan, pemusatan perhatian pada penyeder- peluang untuk mencapai keberhasilan komu-
hanaan, pengabstrakan dan transformasi data nikasi. Dalam menentukan khalayak sasaran
kasar yang muncul dari catatan-catatan ketika program, penyuluh pertanian Kota Padang
melakukan penelitian di lapangan. Selanjutnya menetapkan petani tanaman padi sebagai
penyajian data yang dilakukan dengan cara khalayak sasaran dari program pemerintah.
mengumpulkan informasi dalam bentuk teks Berdasarkan temuan di lapangan bahwa
naratif atau grafik jaringan yang bertujuan pada masyarakat petani padi di kecamatan Koto
mempertajam pemahaman penelitian terhadap Tangah terdapat dua bagian yakni petani pemilik
informasi yang dipilih. Terakhir adalah penarikan dan petani penggarap. Petani pemilik adalah
kesimpulan atau verifikasi terhadap data petani yang memiliki lahan tani sedangkan petani
penelitian yang telah di sajikan dalam bentuk penggarap disebut juga dengan buruh tani atau
yang lebih sederhana Kesimpulan akhir tidak orang yang menerima upah atas jasanya
akan terjadi sampai proses pengumpulan data mengelola lahan petani pemilik lahan. Dalam
berakhir. kenyataanya menurut Fitriani (2013), pemerintah
Untuk keabsahan data, peneliti menggu- daerah hanya memfokuskan difusi inovasi dan
nakan teknik triangulasi. Menurut Moleong diseminasi teknologi kepada petani pemilik lahan
(2016:332) analisa triangulasi adalah cara terbaik saja, padahal di lapangan tidak semua petani
untuk menghilangkan perbedaan-perbedaan pemilik menjadi petani penggarap. Umumnya
konstruksi kenyataan yang ada dalam konteks petani pemilik juga berprofesi sebagai PNS,
suatu studi sewaktu mengumpulkan data tentang pedagang dan penguasa yang tidak secara
berbagai kejadian dan hubungan dari berbagai langsung terlibat dalam hal menerapkan
pandangan. Triangulasi yang digunakan, yaitu teknologi jajar legowo di lahan mereka. Jadi
triangulasi sumber (mengecek sumber informasi dalam menetapkan khalayak sasaran komunikasi
dari hasil wawancara antara key informan dan program, perlu mempertimbangkan untuk
informan pendukung), serta triangulasi teknik mengikutkan petani penggarap sebagai sasaran
(mengecek hasil wawancara mendalam yang kegiatan, karena petani penggaraplah yang akan
diperoleh dari informan, lalu hasilnya akan dicek menerapkan teknologi tersebut di lahan petanian
dengan data observasi partisipan dan tanamn padi.
dokumentasi). Dari paparan diatas, penyuluh pertanian
Kota Padang sebagai komunikator telah
menjalankan langkah awal dari rumusan strategi
komunikasi sebagaimana yang dikomunikasikan
41 | P a g e
https://doi.org/10.25077/ jantro.v21.n1.p39-47.2019 NUZUWIR JONI
NUZUWIR JONI/JURNAL ANTROPOLOGI: ISU-ISU SOSIAL BUDAYA - VOL. 21 NO. 01 (JUNE 2019)

oleh Anwar Arifin (1984) dalam bukunya yang kakan oleh Anwar Arifin (1984), maka langkah
berjudul “Strategi Komunikasi: Sebuah Pengantar selanjutnya yang dilakukan oleh penyuluh
Ringkas“ bahwa untuk mencapai tujuan komuni- pertanian Kota padang dalam perumusan strategi
kasi yang efektif maka strategi komunikasi yang komunikasi adalah menyusun pesan. Sebelum
dilakukan adalah mengenal khalayak, menyusun pesan disampaikan, penyuluh pertanian Koto
pesan, menetapkan metode dan seleksi dan Tangah terlebih dahulu menyusun dan
penggunaan media. merancang isi atau materi pesan yang akan
Dalam mengenal dan menetapkan khalayak disampaikan kepada masing-masing khalayak
sasaran kegiatan, penyuluh pertanian Kota sasaran. Pesan ini disusun dan dirancang pada
Padang terlebih dahulu melakukan pemetaan saat mengadakan pertemuan koordinasi
kharakteristik terhadap sasaran program. Untuk bersama koordinator penyuluh pertanian dan
pemetaan kharakterisyik tersebut penyuluh penyuluh lapangan di Kantor Balai Penyuluhan
pertanian Kota Padang menggunakan salah satu Pertanian Koto Tangah Kota Padang. Dalam
cara pemetaan karakteristik khalayak yang menyusun pesan komunikasi tersebut, penyuluh
dikemukakan oleh Cangara yaitu melalui aspek pertanian berpedoman kepada khalayak yang
sosiodemografik. Penyuluh pertanian juga menjadi target dalam pelaksanaan kegiatan.
mengacu kepada kelompok-kelompok yang ada Berbeda khalayak sasaran, maka berbeda pula
dalam masyarakat yang menentukan besarnya rancangan pesannya, karena pendekatan yang
pengaruh suatu program. dilakukan berbeda. Kemudian, juga disusun
Menurut Cangara (2014:136) aspek berdasarkan kepada kebutuhan, keinginan,
sosiodemografik, mencakup usia, jenis kelamin, sikap, tingkah laku dan pengetahuan khalayak
pekerjaan, pendidikan, tingkat pendapatan, serta sosial budaya, dan tingkat pemahaman
agama, ideologi, etnis, termasuk pemilikan masing-masing khalayak sasaran. Menurut
media. Dalam memetakan karakteristik khalayak Susanti (2015) penyajian pesan yang tersusun
yang menjadi sasaran komunikasi kegiatan, akan lebih efektif daripada penyajian pesan yang
penyuluh pertanian Kota Padang melihatnya dari tidak tersusun. Pesan akan dapat menghasilkan
sisi pekerjaan dan tingkat pendapatan. Petani respon tertentu kalau dirancang dengan baik.
tanaman padi ditetapkan karena memiliki Secara umum pesan yang disampaikan oleh
pekerjaan sebagai orang yang memiliki lahan penyuluh pertanian Koto Tangah adalah
pertanian dan mengusahakan lahannya dengan berhubungan dengan besarnya manfaat program
bercocok tanaman padi. Dari segi tingkat yang diperoleh, diantaranya adalah dapat
pendapatan, umumnya petani memiliki meningkatkan produktifitas tanam padi, kemu-
pendapatan yang rata-tara rendah sehingga dahan dalam pemupukan dan penyemprotan
membutuhkan tambahan pendapatan untuk pestisida. Pada barisan tanaman terluar
mencukupi kebutuhan hidup mereka, yakni memberikan ruang tumbuh yang lebih longgar
dengan memberikan program inovasi teknologi sekaligus sirkulasi udara dan pemanfaatan sinar
yang menguntungkan bagi mereka. Kemudian matahari lebih baik untuk pertanaman. Selain
khalayak ditetapkan oleh penyuluh pertanian itu, upaya penanggulangan gulma dan
mengacu kepada salah satu kelompok yang pemupukan dapat dilakukan dengan lebih
berpengaruh terhadap pelaksanakan program mudah. Selain itu, juga disampaikan bagaimana
yang dikemukakan oleh Cangara (2014:137), proses program dijalankan di lapangan.
yakni sebagai kelompok pendukung. Petani Pesan berupa manfaat dan prosedur
ditetapkan karena sebagai kelompok yang akan program dirancang dan disusun untuk dapat
menerima penerapan teknologi sistem tanam menarik perhatian petani dan dapat
jajar legowo padi dan kelompok yang setuju pada membangkitkan rasa membutuhkan petani akan
program yang akan dilaksanakan. teknologi tanam jajar legowo padi. Pesan
Program penerapan teknologi sistem tanam tersebut juga diikuti dengan bagaimana cara
jajar legowo padi adalah program pemerintah menerapkan teknologi tersebut di lahan petani.
pusat yang ditujukan untuk meningkatkan Pesan ini disampaikan penyuluh pada saat
produksi padi dan pendapatan petani. Sasaran melakukan kegiatan pelatihan teknis tajarwo,
utama dari pelaksanaan program ini adalah ceramah, diskusi dengan kelompok tani serta
seluruh masyarakat petani tanaman padi. demonstrasi atau praktek langsung di lapangan.
Sasaran program tersebut sekaligus menjadi Di dalam sebuah pesan terkandung isi
sasaran khalayak yang menjadi target penerima pesan. Isi pesan adalah sebagai materi atau
pesan. bahan dalam pesan yang telah dipilih oleh
Setelah mengenal khalayak dan situasinya, sumber untuk mengatakan maksudnya. Menurut
merujuk kepada konsep strategi yang dikemu- Cangara (2014:141) ada dua bentuk teknik
42 | P a g e
NUZUWIR JONI https://doi.org/10.25077/ jantro.v21.n1.p39-47.2019
NUZUWIR JONI/JURNAL ANTROPOLOGI: ISU-ISU SOSIAL BUDAYA - VOL. 21 NO. 01 (JUNE 2019)

penyusunan pesan, yakni One side issue jalan (metode) memberikan penerangan.
(sepihak) dan Two side issue. Dalam hal ini, Penerangan berarti menyampaikan sesuatu apa
pesan komunikasi yang disampaikan penyuluh adanya, apa sesungguhnya, diatas fakta-fakta
pertanian Koto Tangah kepada khalayak sasaran dan data-data yang benar serta pendapat-
kegiatan, tergolong kepada penyajian pesan Two pendapat yang benar pula. Metode informatif
side Issue, dimana pesan tersebut disajikan ditetapkan penyuluh pertanian karena dengan
keduanya sekaligus, baik yang positifnya metode ini pesan teknologi yang disebarkan akan
maupun yang negatifnya. Pesan komunikasi cepat sampai kepada masyarakat petani. Bentuk
tersebut disajikan dengan bentuk perbandingan informatif yang ditemukan peneliti di lapangan
antara penerapan teknologi dengan sistem adalah dalam bentuk penyebaran brosur, leaflet,
tajarwo dan konvensional. buku panduan kegiatan kepada para petani di
Pesan teknologi sistem tajarwo haruslah lapangan. Dalam hal ini, penyuluh pertanian
mudah dipahami, dan peka terhadap budaya menyampaikan pesan komunikasinya dengan
setempat sehingga akan memudahkan dan memanfaatkan media terutama media cetak.
meyakinkan sasaran bahwa dengan menggu- Persuasif merupakan bentuk penyampaian
nakan teknologi yang baru akan memberikan pesan yang bertujuan untuk mempengaruhi
manfaat yang jelas bagi sasaran. Walaupun, komunikan dengan jalan membujuk. Metode
pada kenyataannya belum sepenuhnya dapat persuasif ditetapkan penyuluh pertanian karena
mengubah kebiasaan-kebiasaan lama masya- melalui metode ini, penyuluh pertanian berusaha
rakat, tetapi pesan-pesan yang didapatkan membujuk dan menggugah baik pikiran maupun
mampu meningkatkan pengetahuan dan perasaanya agar mereka terpengaruh sehingga
pemahaman masyarakat petani akan pentingnya dengan mudah mengikuti apa yang disampaikan
penerapan teknologi sistem tajarwo di lahan penyuluh. Bentuk persuasif yang ditemukan
mereka masing-masing. Pesan yang disam- peneliti di lapangan kebanyakan dilakukan oleh
paikan harus mampu membangun kesadaran penyuluh dalam bentuk lisan. Dalam hal ini
bahwa penggunaan teknologi ini tidak sulit dan penyuluh pertanian berusaha melakukan
mudah untuk diaplikasikan serta dapat komunikasi persuasif secara lisan dan personal
meningkatkan produksi dan pendapatan petani ketika bertatap muka dengan para petani.
tanaman padi. Edukatif, menurut Arifin (1984:77) adalah
Langkah selanjutnya yang dilakukan oleh salah satu cara mempengaruhi khalayak dari
penyuluh pertanian kecamatan Koto Tangah suatu pernyataan umum yang dilontarkan.
adalah menetapkan metode. Metode adalah jalan Metode mendidik berarti memberikan sesuatu ide
atau cara yang harus ditempuh untuk mencapai kepada khalayak sesungguhnya, diatas fakta-
suatu tujuan atau proses untuk menyampaikan fakta, pendapat, atau pengalaman yang dapat
informasi. Menetapkan metode berarti memilih dipertanggungjawabkan dari segi kebenarannya,
suatu cara atau jalan dalam rangka dengan disengaja, teratur dan terencana, dengan
menyampaikan sebuah informasi atau mecapai tujuan mengubah tingkah laku manusia kearah
tujuan komunikasi. Dalam hal ini, tujuan yang diinginkan. Metode edukatif ditetapkan
komunikasinya adalah untuk memberikan penyuluh pertanian, karena melalui metode ini
pengetahuan, pemahaman, kepada khalayak diberikan pendidikan dan pelatihan tentang
sasaran agar mau berubah ke arah yang pelaksanaan program teknologi dan prosedur
diinginkan penyuluh pertanian. kerjanya di lapangan. Bentuk edukatif yang
Metode atau cara menjadi penting dalam ditemukan peneliti di lapangan adalah sosialisasi
mengenalkan suatu teknologi yang masih kegiatan, diskusi dan ceramah dalam pertemuan
dianggap baru oleh petani. Tanpa adanya kelompok tani. Dalam metode ini, penyuluh
metode yang tepat maka tujuan yang akan berusaha memberikan pemahaman kepada
dicapai tidak akan mudah didapatkan, karena petani melalui tatap muka agar petani menjadi
metode berhubungan dengan cara yang tahu, paham dan tertarik untuk menerapkan
dianggap lebih mudah dan bisa diterima oleh tanam jajar legowo di lahan pertanian mereka.
masyarakat petani padi. Dalam hal ini, penyuluh Kemudian, Redundancy menurut Arifin
pertanian Kota Padang menyampaikan pesan (1984:77) merupakan cara mempengaruhi
dengan menggunakan metode penyampaian khalayak dengan jalan mengulang-ulang pesan
pesan yang dikemukankan oleh Anwar Arifin kepada khalayak. Dengan metode ini, khalayak
(1984:77), yakni metode persuasif, metode akan lebih memperhatikan pesan tersebut dan
informatif, metode edukasi, dan metode juga komunikator dapat memperoleh kesempatan
redudancy (pengulangan). untuk memperbaiki kesalahan-kesalahan yang
Menurut Arifin (1984:77), informatif tidak disengaja dalam penyampaian-penyam-
merupakan suatu bentuk penyampaian isi pesan, paian sebelumnya. Metode ini ditetapkan
yang bertujuan mempengaruhi khalayak dengan penyuluh karena untuk mempercepat
43 | P a g e
https://doi.org/10.25077/ jantro.v21.n1.p39-47.2019 NUZUWIR JONI
NUZUWIR JONI/JURNAL ANTROPOLOGI: ISU-ISU SOSIAL BUDAYA - VOL. 21 NO. 01 (JUNE 2019)

pemahaman para petani perlu dilakukan secara praktis dalam penyampaian pesan. Penggunaan
berulang. Pesan yang berulang memiliki peluang media cetak ini dianggap praktis dan bermanfaat
yang besar untuk bisa dipahami lebih cepat oleh untuk memberikan informasi yang bersifat
khalayak dan pesan itu akan lebih mudah diingat. terbuka. Kemudian, media cetak dapat dibaca
Seleksi dan penggunaan media adalah berulang kali dan mudaht menyimpannya dalam
langkah berikutnya yang digunakan penyuluh bentuk kliping atau bentuk lainnya. Dalam
pertanian Koto Tangah dalam mengkomuni- mengulas berita, media cetak dapat menyajika-
kasikan teknologi sistem tanam jajar legowo nnya lebih dalam, tajam, serta luas. Hal ini
kepada petani tanaman padi. Seleksi dan dikarenakan media cetak tidak memiliki
penggunaan media maksudnya adalah kegiatan pembatasan dalam mencari informasi maupun
memilih dan menetapkan media mana yang akan menyiarkan informasi tersebut.
digunakan dalam komunikasi pesan inovasi ini. Media selanjutnya adalah banner dan
Pemilihan media tersebut dilakukan tergantung spanduk, yang dalam hal ini disebut juga dengan
kepada khalayak yang dijadikan sasaran media luar ruangan yang ditempatkan di tempat-
komunikasi kegiatan. Artinya pemilihan media tempat rame dilihat oleh orang banyak. Konten
komunikasi harus disesuaikan dengan target yang ada pada spanduk atau banner adalah
sasaran yang akan dituju. Dalam hal ini, adanya gambar tentang sistem tanam jajar
penyuluh pertanian memilih dan menggunakan legowo yang bisa dipadukan dengan tanaman
media komunikasi mengacu kepada yang pangan lainnya, kemudian juga dapat terlihat
dikemukakan oleh Onong Uchjana Effendy manfaat yang diperoleh jika menerapkan sistem
(2011:8-11) bahwa terdapat dua jalan agar pesan tajarwo padi. sasaran komunikasinya adalah
dari komunikator sampai ke komunikannya, yaitu masyarakat umum. Kelebihan menggunakannya
tanpa media (nonmediated communication yang adalah bisa tahan lama dan mudah dipindahkan
berlangsung face-to-face) atau dengan media. ke tempat lain. Akan tetapi jangkauannya
Menurut Onong Uchjana Effendy (2011:8- terbatas hanya pada orang yang lewat dan
11), terdapat dua jalan agar pesan dari sempat membacanya.
komunikator sampai ke komunikannya, yaitu Kemudian, media tatap muka melalui
tanpa media (nonmediated communication yang pertemuan dengan kelompok atau kunjungan ke
berlangsung face-to-face) atau dengan media. kelompok tani padi. Kunjungan dilakukan agar
Penyuluh pertanian koto Tangah dalam komunikasi tetap berjalan baik dan lancar. Melaui
menyampaikan pesan komunikasinya meman- kunjungan kelompok pesan dapat disampaikan
faatkan keduanya. Penyuluh pertanian secara lugas dan dapat langsung merespon
menetapkan komunikasi tanpa media atau ber- permasalahan serta segera dicarikan sulusinya.
langsung face to face (tatap muka), diantaranya Konten yang disampaikan adalah peninjauan
adalah diskusi dan ceramah pada saat terhadap perkembangan kegiatan di lapangan.
melakukan pertemuan kelompok, sosialisasi Sasaran komunikasi adalah petani penerima
kegiatan dan sekolah lapang (SL). komunikasi manfaat kegiatan. Disitu terjadi komunikasi
dengan media, yakni media cetak seperti : interpersonal yang intensif dan kelemahannya
brosur, leaflet, banner, buku pedoman kerja, adalah audiensnya terbatas. Petani dapat
spanduk dan media infokus pada saat pelatihan langsung terbuka dalam menyampaikan setiap
petani. Azizah (2010) dalam penelitiannya permasalahanya kepada penyuluh pertanian.
mengatakan bahwa rencana strategi untuk Saluran tatap muka selanjutnya adalah pada
media/channel komunikasi adalah: menggunakan saat pemberian pelatihan tentang tajarwo
media massa (poster, slide, leaflet booklet, kepada petani penerima manfaat kegiatan.
majalah) dan komunikasi tatap muka yang Materi atau isi pesan yang diberikan adalah
bersifat publik (seminar, ceramah). Selanjutnya berhubungan dengan cara-cara melaksanakan
informasi diberikan melalui media informasi teknologi sistem tanam jajar legowo, manfaat
publik yaitu penyuluhan/seminar/ ceramah, yang diperoleh dan mengajak pemanfaat
demonstrasi/praktek dan buku petunjuk. kegiatan untuk berpartisipasi aktif dalam
Agar lebih jelas, peneliti mencoba menerapkan inovasi ini di lahan pertanian
mengupasnya yang pertama yang digunakan mereka. Penyuluh pertanian menyampaikan
penyuluh pertanian koto tangah dalam materi pesan dengan menggunakan Power Point
menyampaikan pesannya adalah menggunakan yang ditayangkan dengan alat infokus. Petani
media cetak, yakni buku pedoman, leaflet, dan akan lebih mudah memahami pesan karena
brosur kegiatan. Kelebihannya media cetak petani dapat menyaksikan langsung materi
menurut Anggraini (2014) adalah karena berupa gambar yang berwarna dan sangat jelas
dianggap lebih menarik perhatian pelanggan dan dengan berbagai variasi. Kelemahannya adalah
44 | P a g e
NUZUWIR JONI https://doi.org/10.25077/ jantro.v21.n1.p39-47.2019
NUZUWIR JONI/JURNAL ANTROPOLOGI: ISU-ISU SOSIAL BUDAYA - VOL. 21 NO. 01 (JUNE 2019)

hanya bisa dilihat oleh sebagian orang saja. menggunakan media massa sebagai ujung
Disitu juga terjadi diskusi antara petani dengan tombak penyebaran informasi ke masyarakat,
pemberi materi sehingga setiap permasalahan haruslah dipilih media yang benar-benar dapat
dapat dipecahkan bersama. diakses langsung dan bisa menyampaikan pesan
Dari uraian diatas dapat dilihat bahwa belum teknologi kepada masyarakat, misalnya dengan
semua saluran komunikasi dimanfaatkan dengan mengotimalkan penyebaran informasi melalui
baik oleh penyuluh pertanian Koto Tangah Kota leafleat yang diakui sebagai media yang mudah
Padang, sesuai dengan kemudahan akses para diakses dengan informasi yang tepat dan mudah
pihak. Media massa dan media publik belum dipahami. Penyebaran informasi melalui media
dipergunakan secara maksimal sebagai penyam- massa lain seperti koran, audio, audio visual
pai pesan sistem tajarwo padi, padahal kedua tetap diperlukan, untuk menyebarkan informasi
jenis media ini memiliki kemampuan sebagai secara masal dan juga untuk memperkaya
wahana pendidikan publik di ruang publik. Media informasi bagi “pemuka pendapat” yang lebih
cetak berupa surat kabar belum dimanfaatkan, mampu mencari dan memanfaatkan informasi
padahal media ini sangat baik disebarluaskan dari media.
untuk mereka yang bisa membaca dan memiliki Setelah merumuskan strategi komunikasi
waktu senggang yang cukup. Media elektronik yang digunakan dalam mengenalkan teknologi
berupa televisi dan radio belum dimanfaatkan, sistem tanam jajar legowo, maka penyuluh
padahal media ini memiliki penyebaran yang pertanian mengimplementasikan aksi strategi
cukup luas dan hampir disetiap rumah tangga. komunikasinya melalui sosialisasi program ke
Media ini bisa menembus ruang dan waktu masyarakat dan kebiasaan- kebiasaan
sehingga informasinya sangat cepat dan masyarakat yang suka berkumpul dan duduk-
serempak. Media internet juga belum duduk dikedai dalam membicarakan sesuatu.
dimanfaatkan dengan baik, padahal menurut Sosialisasi program ke masyarakat.
Purwatiningsih, dkk (2018) pemanfaatan internet Sosialisasi program adalah proses pemberian
oleh penyuluh terbukti meningkatkan kinerja informasi, pengadaptasian, penyesuaian, penge-
penyuluh. Gumilar (2014) juga mengatakan nalan dan penjabaran program sehingga dapat
bahwa bahwa perkembangan Internet sekarang diketahui oleh masyarakat umum. Sosialisasi
ini berpengaruh terhadap berbagai bidang merupakan kegiatan awal dari serangkaian
termasuk untuk menyebarkan informasi dan proses suatu kegiatan. Khalayak yang dijadikan
promosi. Dengan menggunakan saluran sasaran komunikasi adalah petani/kelompok tani
komunikasi massa, maka pesan yang disebarkan sebagai pemanfaat program, pemerintahan
akan bisa langsung dilihat banyak orang. Media kelurahan, tokoh masyarakat, dan pelaksana
masa biasanya lebih efektif dan lebih murah kegiatan. Disini juga diundang pakar yang lebih
untuk mengenalkan inovasi pada tahap-tahap menguasai kegiatan, baik dari BPTP atau
penyadaran dan menumbuhkan minat narasumber dari pusat untuk lebih meyakinkan
masyarakat. peserta sosialisasi akan pentingnya pelaksanaan
Menggunakan kombinasi dari berbagai program pemerintah. Materi atau isi pesan yang
macam saluran akan menambah kemungkinan disampaikan penuluh pertanian Koto Tangah
proses komunikasi dapat berhasil dengan baik. adalah manfaat program, prosedur kerja, serta
Semakin banyak ragam media yang digunakan ajakan untuk berkomitmen dan bertanggung-
oleh pihak-pihak yang berkomunikasi (baik jawab dalam mensukseskan program
sumber maupun penerima manfaat), maka akan pemerintah. Metode penyampaian pesan yang
memberikan pengaruh yang sangat baik dalam digunakan adalah metode informatif, persuasif
pencapaian tujuan komunikasi. Karena selain dan edukatif. Untuk mempermudah cepat
jumlah informasi menjadi lebih lengkap, biasanya terserapnya materi sosialisasi, penyuluh perta-
juga lebih bermutu/semakin memberikan nian Koto Tangah juga memanfaatkan media
kejelasan terhadap inovasi yang diterimanya. infokus melaui tampilan power point, dimana
Menurut Susanti (2015) untuk mencapai sasaran peserta bisa langsung melihat dan menyaksikan
komunikasi yang efektif dapat dipilih salah satu tahap-tahap pelaksanaan kegiatan. Dimana,
atau gabungan dari beberapa media, tergantung pesan yang disampaikan menjadi sangat jelas,
dari tujuan yang akan dicapai, pesan yang akan terstruktur dan mudah dipahami karena
disampaikan, dan teknik yang digunakan. dilengkapi dengan contoh-contoh dan gambar-
Masing-masing media mempunyai kelebihan dan gambar yang menarik. Sehingga dengan ini, bisa
kekurangan. menarik minat dan keinginan dari peserta untuk
Dengan demikian, strategi komunikasi yang merubah pola pertanian lama ke pola pertanian
dilakukan dalam kegiatan penerapan teknologi yang baru, sesuai dengan yang diharapkan
sistim tajarwo haruslah dapat menyesuaikan penyuluh pertanian. Media yang lain digunakan
dengan situasi yang ada di lapangan. Ketika pada saat sosialisasi adalah media spanduk
45 | P a g e
https://doi.org/10.25077/ jantro.v21.n1.p39-47.2019 NUZUWIR JONI
NUZUWIR JONI/JURNAL ANTROPOLOGI: ISU-ISU SOSIAL BUDAYA - VOL. 21 NO. 01 (JUNE 2019)

yang di pasang di persimpangan jalan dan media pertanian Kota Padang mengacu kepada aspek
banner yang dipasang dekat dengan tempat sosiodemografik, diantaranya dilihat dari sisi
sosialisasi. pekerjaan dan tingkat pendapatan. Kedua,
Dalam mengimplementasikan strategi komu- menyusun pesan. Penyuluh menyusun pesan
nikasi kepada masyarakat petani, kebiasaan komunikasinya berdasarkan kepada kebutuhan,
masyarakat petani seperti suka berkumpul dan keinginan, sikap, tingkah laku dan pengetahuan
duduk-duduk di kedai, di lahan atau bahasa khalayak, sosial budaya, dan tingkat pemahaman
lainnya adalah “kebiasan maota sabalun bekerja” masing-masing khalayak sasaran. Pesan yang
dapat dimanfaatkan oleh penyuluh pertanian disampaikan kepada khalayak adalah manfaat
untuk mengenalkan sesuatu yang dianggap baru program dan prosedur pelaksanaan program di
oleh petani seperti teknologi sistem tanam jajar lapangan. Ketiga menetapkan metode, dalam
legowo tanaman padi. Diskusi-diskusi informal menyampaikan pesan penyuluh pertanian
tersebut, lebih disukai petani dari pada diskusi menggunakan metode persuasif, informatif,
fiormal, karena dalam diskusi informal sifatnya edukatif dan dilakukan secara berulang-ulang.
lebih santai, menggunakan bahasa daerah yang Keempat, seleksi serta penggunaan media
membuat mereka nyambung dalam berdiskusi, komunikasi. Media komunikasi yang dipilih dan
suasananya lebih akrab dan bisa memungkinkan digunakan dalam menyampaikan pesan adalah
terjadi diskusi terbuka diantara mereka. Disinilah tanpa media atau tatap muka, berupa diskusi dan
peran seorang penyuluh dituntut untuk dapat ceramah dalam pertemuan kelompok tani, dan
dekat dengan petani, membaur dan merasa dengan media berupa brosur, leaflet, banner,
dibutuhkan kehadirannya di tengah-tengah para spanduk, dan media elektronik berupa infokus
petani. Penyuluh harus bisa sebagai motivator, pada saat memberikan materi pesan komunikasi.
mediator, fasilitator dan komunikator yang handal Selain itu, dalam mengenalkan teknologi jajar
dalam menjawab setiap permasalahan petani. legowo penyuluh pertanian bisa memenfaatkan
Untuk mewujudkan hal tersebut, penyuluh harus kebiasaan-kebiasaan masyarakat seperti suka
melakukan pendekatan-pendekatan kepada berkumpul dan duduk di kedai, di lahan mereka
masyarakat petani, seperti : pendekatan terarah, atau dengan kata lain adalah tatap muka
kelompok dan pendekatan pendampingan. langsung dengan masyarakat petani.
Menurut Zamzami (2012) ada 3 pendekatan yang Dalam penelitian ini, disarankan kepada
dilakukan kepada masyarakat yakni (1) penyuluh pertanian untuk meningkatkan
pendekatan yang terarah, dimana pemberdayaan kapabilitas dan kreativitasnya dalam menyusun
masyarakat harus terarah dan berpihak kepada strategi komunikasi yang efektif, agar terlihat
kelompok masyarakat miskin. (2), pendekatan menarik, gampang diingat dan tidak membo-
kelompok, dimana secara bersama-sama sankan. Kemudian, media komunikasi lebih baik
masyarakat berusaha memecahkan masalah menggunakan gabungan beberapa media antara
yang dihadapi. (3), pendekatan pendampingan, media cetak, media elektronik dan media internet
dimana dalam proses pembentukan dan penye dalam menyampaikan pesan komunikasinya.
lenggaraan kelompok masyarakat miskin perlu Karena menggunakan kombinasi dari berbagai
didampingi oleh pendamping yang profesional macam saluran akan menambah kemungkinan
sebagai fasilitator, komunikator, dan dinamisator proses komunikasi dapat berhasil dengan baik,
terhadap kelompok untuk mempercepat dan dapat dengan mudah dimengerti oleh
tercapainya kemandirian. sasaran.

D. KESIMPULAN E. UCAPAN TERIMA KASIH

D T
ari hasil penelitian, disimpulkan bahwa erima kasih penulis ucapkan kepada
strategi komunikasi yang digunakan Badan Kepegawaian Daerah (BKD) dan
penyuluh pertanian dalam mengkomu- Badan Pengembangan Sumber Daya
nikasikan teknologi sistem tanam jajar legowo Manusia (BPSDM) Provinsi Sumatera Barat yang
(tajarwo) kepada petani padi di Kecamatan Koto telah memberikan bantuan dana untuk kelan-
Tangah Kota Padang adalah: mengenal caran pembuatan artikel ini dan kepada FISIP
khalayak, menyusun pesan komunikasi, mene- Universitas Andalas yang telah memberikan
tapkan metode, dan memilih media komunikasi. fasilitas untuk terbitnya artikel
Pertama, Dalam mengenal khalayak, penyuluh

46 | P a g e
NUZUWIR JONI https://doi.org/10.25077/ jantro.v21.n1.p39-47.2019
NUZUWIR JONI/JURNAL ANTROPOLOGI: ISU-ISU SOSIAL BUDAYA - VOL. 21 NO. 01 (JUNE 2019)

DAFTAR PUSTAKA

Arifin, A. (1984). Strategi komunikasi: sebuah pengantar ringkas. Bandung: Armico.


Anggraeni, N., Siswoyo, M., dan Nurfalah, F. (2014). Strategi Public Relations Dalam Mendukung
Pemasaran Pembangkit Listrik Nasional (PLN). Jurnal ASPIKOM, 2 (3), 206-220.
Azizah, S. (2010). Strategi Komunikasi Pembinaan Pembudidayaan Kambing Boer untuk
Meningkatkan Taraf Ekonomi Masyarakat di Desa Wonosari, Kecamatan Wonosari,
Kabupaten Malang, Provinsi Jawa Timur. Jurnal Ilmu Komunikasi, 7 (1), 100-128.
Cangara, H. (2014). Pengantar Ilmu Komunikasi. Edisi Revisi. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.
Effendy, O.U. (2011). Komunikasi Teori dan Praktek. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Farid, A., Romadi, U., Witono, D. (2018). Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Adopsi Petani dalam
Penerapan Sistem Tanam Jajar Legowo di Desa Sukosari Kecamatan Kasembon Kabupaten
Malang Provinsi Jawa Timur. Jurnal Penyuluhan, 14 (1), 112-125.
Fatchiya, A., Amanah, S., Kusumastuti, Y.I. (2016). Penerapan Inovasi Teknologi Pertanian dan
Hubungannya dengan Ketahanan Pangan Rumah Tangga Petani. Jurnal Penyuluhan, 12(2),
190-197.
Firdaus. (2015). Sistim Tanam jajar legowo 2 : 1. Aceh : BPPT Balitbangtan Aceh. (online)
http://nad.litbang.pertanian.go.id/ind/index.php/info-teknologi /620-sistem-tanam-jajar-legowo-
2-1. akses tanggal 7 desember 2017.
Fitriani, L. (2013). Analisis Mengkaji Program Padi Tanam Sebatang (PTS) dari kaca mata Teori Difusi
Inovasi. Jurnal Ilmiah Dakwah dan Komunikasi, IV (8), 26 – 54.
Gumilar, G. & Zulfan, I. (2014). Penggunaan media massa dan internet sebagai sarana penyampaian
informasi dan promosi oleh pengelola industri kecil dan menengah di Bandung. Jurnal Kajian
Komunikasi, 2 (1).
Hidayat, D., Kuswarno, E., Zubair, F., & Hafiar, H. (2017). Message platform atribut siger lampung di
dalam kebhinekaan multikultur. Jurnal Kajian Komunikasi , 5(1), 91–101.
Indardi. (2016). Pengembangan Model Komunikasi Dalam Pemberdayaan Masyarakat Tani. Jurnal
Agraris, 2 (1), 75-86.
Kataren, A., Pangeran P.P., & Nasution, A. (2018). Konflik GAM-RI dan kerentanan pangan
masyarakat transmigran. Jurnal Antropologi: Isu-Isu Sosial Budaya, 20(1), 103-117.
Moleong, L. J., (2016), Metodologi Penelitian Kualitatif. Edisi Revisi, Bandung: PT.Remaja
Rosdakarya.
Purwatiningsih, Anggoro, N., Fatchiya, F., Mulyandari, R.S.H. (2018). Pemanfaatan Internet dalam
Meningkatkan Kinerja Penyuluh Pertanian di Kabupaten Cianjur. Jurnal Penyuluhan, 14 (1),
79-91.
Sugiyono, (2016). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, Dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Susanti, H.A. (2015). Strategi Komunikasi Badan Kependudukan Dan Keluarga Berencana Nasional
(BKKBN). Jurnal Komunikasi ASPIKOM, 2(4), 243-254.
Umniyati, N., Hadisiwi, P., & Suminar, J. R. (2017). Pengaruh terpaan informasi riset melalui website
www.ppet.lipi.go.id terhadap sikap mahasiswa mengenai penelitian. Jurnal Kajian Komunikasi,
5(1), 111-120.
Zaini, Z. (2015). Pedoman Umum PTT Padi Sawah. Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan
Tanaman Pangan.
Zamzami, L. (2012). Peranan Lembaga Pengembangan Pesisir Mikro “Mitra Mina” dalam Upaya
Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir di Sumatera Barat. Asian Journal of Innovation
and Entrepreneurship, 1(2), 121–128.
Zulkarnain M. Y, Subejo dan Hartono, S. (2017). Strategi Komunikasi dalam Membangun Kebiasaan
Makan Pangan Lokal Percepatan Penganekaragaman dan Konsumsi Pangan di Kabupaten
Bengkulu Utara. Jurnal Ilmu Komunikasi, 15(2), 177-188.

47 | P a g e
https://doi.org/10.25077/ jantro.v21.n1.p39-47.2019 NUZUWIR JONI
JURNAL ANTROPOLOGI: ISU-ISU SOSIAL BUDAYA - VOL. 21 NO. 01 (JUNE 2019)

Available online at : http://jurnalantropologi.fisip.unand.ac.id/

Jurnal Antropologi: Isu-Isu Sosial Budaya


| ISSN (Online) 2355-5963 |

MALANG CORRUPTION WATCH SEBAGAI GERAKAN MASYARAKAT SIPIL GUNA


MEMBANGUN BUDAYA ANTI-KORUPSI DI DAERAH

Fahdian Rahmandani1 *, Samsuri2


1
Graduate Student of Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, Universitas Negeri Yogyakarta, Indonesia
2
Department of Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, Universitas Negeri Yogyakarta, Indonesia

ARTICLE INFORMATION A B S T R A C T
Corruption is a problem that threatens various sectors, such as
politics, education, economy, culture, and health. At the area
Submitted : 06 January 2019 level, corruption cases are a threat that is difficult to detect
Review : 05 April 2019 because of the absence of ad-hoc institutions in conducting
Accepted : 12 May 2019 surveillance. Therefore, it takes an independent civil society at
the area level to enable monitoring and voiced the idea of anti-
Available online: June 2019 corruption. This study aims to determine the role of non-
governmental organizations namely Malang Corruption Watch
in building an anti-corruption culture in Malang Raya. The
KEYWORDS method used in writing this article is a literature study. The
results of this study indicate that Malang Corruption Watch is a
Anti-Corruption, Civil Society Movement, Malang non-governmental organization that has an independent nature.
Corruption Watch, Citizenship Education, Anti- In overcoming the problem of communal corruption, Malang
Corruption Culture Corruption Watch provides citizenship education to the people’s
in the form of people political education, public schools, citizen
CORRESPONDENCE forums, community groups guarding public services,
campaigning for anti-corruption movements, and anti-corruption
*E-mail: fahdianrahmandani.2017@student.uny.ac.id schools to increase the critical power of citizens in addressing
the middle public problems happen. Furthermore, there are
several posts complaints that are provided so that citizens can
easily express their aspirations to realize an anti-corruption
culture.

A. PENDAHULUAN korupsi oleh para birokrat tingkat rendah dan


atasan mereka, dan korupsi legislatif (legislative

K
orupsi menjadi fenomena sosial yang corruption) juga disebut korupsi politik adalah
kronis dan harus dipecahkan. Tindakan ketika sumber daya moneter digunakan untuk
korup telah menggerogoti akuntabilitas diri mempengaruhi sikap para legislator, atau dalam
seseorang dan pemerintah dalam memberikan bahasanya Kubbe dan Engelbert (2018: 71) agen
pelayanan kepada publik. Korupsi merupakan politik memanipulasi dan memodifikasi lembaga
tindakan buruk dan sebagai ancaman terhadap pemerintah serta sistem politik untuk memper-
pemerintahan demokratis. Korupsi juga menaruh tahankan kekuasaan atau untuk mendapatkan
ancaman terhadap stabilitas politik dan keuntungan materi. Jiang (2018: 12) coba
pembangunan berkelanjutan (Quah, 2017:135). menguraikan korupsi dalam dua sudut pandang,
Sulit untuk menjelaskan korupsi secara utuh, yaitu antara sistemis dan sistematis. Korupsi
karena korupsi merupakan masalah yang kuno sistemis maksudnya produk dari sistem
dan memiliki fleksibilitas di sektor apapun administrasi yang lemah dan tidak adanya
sehingga penjelasan tentang korupsi hanya lembaga ad-hoc yang mengawasi sehingga
tertuju pada penyimpangan perilaku negatif. menjadi endemik terhadap sistem. Sedang
Selanjutnya Chowdhury, Desai, & Audretsc korupsi sistematis dianggap sebagai kejahatan
(2018:41) membagi korupsi ke dalam beberapa terorganisasi, ada tujuan untuk kepentingan
jenis. Ada korupsi besar (grand corruption) pribadi dan kelompok dalam menumbangkan
merupakan tindakan elite politik dimana mereka desain sistem politik atau memanipulasi sistem
mengeksploitasi kekuatan mereka untuk mem- politik demi sebuah kepentingan.
buat kebijakan; korupsi birokrasi (bureaucratic Sebenarnya alasan terjadinya korupsi dapat
corruption) adalah keterlibatan dalam perilaku ditinjau dari beberapa faktor. Chowdhury, Desai,
49 | P a g e
https://doi.org/10.25077/ jantro.v21.n1.p49-59.2019 Attribution-ShareAlike 4.0 International. Some rights reserved
FAHDIAN RAHMANDANI/JURNAL ANTROPOLOGI: ISU-ISU SOSIAL BUDAYA - VOL. 21 NO. 01 (JUNE 2019)

& Audretsc (2018: 43) menjelaskan secara perencanaan dan manajemen, seperti sistem
singkat alasan dibalik tindakan korupsi dise- informasi; pembangunan sekolah; rekrutmen;
babkan karena sistem demokrasi yang promosi (termasuk sistem intensif) dan
digunakan di beberapa negara masih banyak pengangkatan guru; penyediaan dan distribusi
celah sehingga lembaga-lembaga politik dapat peralatan dan buku teks; alokasi tunjangan
dimasuki oleh para politisi yang korup. Pada khusus (beasiswa); ujian dan ijazah; dan
intinya tingkat pembangunan ekonomi dan kegiatan-kegiatan diluar sekolah. Menurut
lingkungan politik menjadi alasan kuat kenapa Deliversky konsekuensi korupsi dalam
kebocoran terjadi oleh tindakan korupsi. Faktor pendidikan akan menyebabkan pemborosan
lain penyebab terjadinya korupsi coba sumber daya keuangan, serta tujuan pendidikan
dipaparkan oleh KPK berdasarkan studi yang yang sejatinya untuk mengembangkan kemam-
telah dilakukan kepada pelaku korupsi, puan siswa kurang maksimal karena terjadinya
mahasiswa, dan aparatur sipil negara (ASN). disorientasi tujuan pembelajaran, terjadinya
Penyebab korupsi dalam sudut pandang KPK manipulasi bakat siswa, dan yang lebih parah
penting untuk disorot adalah faktor internal adalah siswa menganggap sebuah tindakan
individu, karena lemahnya moral dan etika dalam korupsi sebagai tindakan yang wajar untuk
diri seseorang, gaya hidup mewah, persepsi dilakukan.
tentang korupsi yang terbatas, permisif; dan Hasil identifikasi ICW selama 10 tahun
faktor budaya permisif, mendahulukan (2006-2015) memaparkan bahwa kasus korupsi
kepentingan golongan (solidaritas buta) (Tim di sektor pendidikan sebanyak 425 kasus
Penyusun Laporan KPK, 2017: 302). menyebabkan kerugian negara mencapai Rp. 1,3
Korupsi merupakan persoalan yang tidak Triliun dan nilai suap Rp. 55 miliar. Lima objek
dapat dipisahkan dari berbagai sektor, seperti dana yang paling banyak di korupsi meliputi dana
politik, pendidikan dan moral, budaya, kesehatan, khusus alokasi (DAK); dana sarana dan
kelembagaan dan ekonomi. Negara Indonesia prasarana sekolah; bantuan operasional sekolah
dalam Corruption Perceptions Index (CPI) Tahun (BOS); dan infrastruktur sekolah serta buku.
2016 diterbitkan oleh Transparency International Sedangkan pada sektor kesehatan, 93%
(2017) menempati urutan ke 90 dari 172 negara tindakan korupsi berkutik dalam pengolahan
dengan skor 37 (pada rentangan 0-100 poin). dana program kuratif seperti pengadaan alat
Poin 0 berarti menunjukkan sangat korup dan kesehatan, jaminan kesehatan, pembangunan
poin 100 menunjukkan persepsi sangat bersih rumah sakit/puskesmas (laboratorium), dan obat-
(Transparency International, 2017). Bahkan pada obatan. Dari laporan ICW objek paling masif di
tahun berikutnya, Indonesia melorot ke posisi 96 korupsi adalah dana pengadaan alat kesehatan
meski memiliki nilai yang sama (Transparency sebanyak 43 kasus dengan kerugian mencapai
International, 2018). Dari data tersebut menun- 442 miliar (Indonesia Corruption Watch, 2016).
jukkan bahwa tingkat korupsi di Indonesia masih Beberapa dampak yang diakibatkan dari
terbilang buruk. Secara sejarah pengalaman tindakan korupsi tersebut memunculkan isu-isu
Indonesia dalam kejahatan ini memang begitu sosial kemasyarakatan lainnya seperti terjadinya
kelam. ketimpangan sosial, ekonomi, politik, pendidikan,
Korupsi saat ini merupakan realitas tindakan dan kesejahteraan sosial. Senada bahwa korupsi
penyimpangan norma sosial dan hukum pada memang sebuah kejahatan yang harus diperangi,
tingkat kulminasi. Korupsi menghasilkan dampak Quah (2017:135) menjelaskan jika korupsi akan
yang menghambat pembangunan dalam berba- menghambat kemajuan dan perkembangan.
gai sektor. Dalam karyanya Quah (2017:135) Baginya korupsi akan melahirkan ketidakmam-
memaparkan jika korupsi merupakan tindakan puan, ketidakmakmuran, kehambaran dalam
yang buruk dan sebagai ancaman terhadap sebuah pembangunan, melahirkan nilai yang
pemerintahan yang demokratis. Korupsi juga tidak etis, serta melahirkan sifat serakah dan
menaruh ancaman terhadap stabilitas politik dan rakus pada diri seseorang.
pembangunan berkelanjutan. Selain itu tindakan korupsi memiliki dampak
Sebuah studi coba yang menjelaskan yang masif dan sangat kompleks yang
kenapa korupsi memberikan dampak dengan menyerang berbagai sektor. Pertama, sektor
membudayanya karakter yang korup, pemba- ekonomi dengan seperti lesunya pertumbuhan
ngunan terhambat, dan pelayanan tidak ekonomi dan investasi, penurunan produktivitas,
maksimal sehingga kejahatan ini begitu diperangi rendahnya kualitas barang dan jasa bagi publik
sampai dengan saat ini. Pertama, studi dalam dll. Kedua, sektor sosial dan kemiskinan
sektor pendidikan yang dilakukan oleh Deliversky masyarakat, korupsi mengakibatkan mahalnya
(2016:142) menyebutkan jika sektor pendidikan harga jasa dan pelayanan publik, pengentasan
dapat di korupsi dengan beberapa cara, kemiskinan berjalan lambat, terbatasnya akses
diantaranya melalui fungsi pendidikannya, bagi masyarakat miskin dll. Ketiga, sektor politik
penyediaan barang dan jasa, buruknya kompete- dan demokrasi dengan munculnya kepemim-
nsi profesionalisme, dan melalui perpajakan dan pinan korup, hilangnya kepercayaan publik pada
properti. Beberapa cara tersebut coba diperjelas demokrasi, menguatnya plutokrasi atau sistem
dalam kecenderungan korupsi di bidang politik yang dikuasai oleh pemilik modal/kapitalis
50 | P a g e
FAHDIAN RAHMANDANI https://doi.org/10.25077/ jantro.v21.n1.p49-59.2019
FAHDIAN RAHMANDANI/JURNAL ANTROPOLOGI: ISU-ISU SOSIAL BUDAYA - VOL. 21 NO. 01 (JUNE 2019)

dll. Keempat, sektor ketahanan dan keamanan daerah lain di Malang Raya seperti Kota Batu
misalnya dengan kerawanan pertahanan dan Kabupaten Malang masing-masing kepala
keamanan nasional karena lemahnya alutsista daerah turut terjerat kasus suap pengadaan
dan sumber daya manusia (SDM), lemahnya barang dan jasa dengan menerima suap
garis batas negara, dan menguatnya sisi pengadaan meubelair (furniture) di Pemerintah
kekerasan dalam masyarakat. Dan terakhir Kota Batu tahun 2017 dan gratifikasi DAK
kelima, sektor lingkungan dengan semakin dengan indikasi menerima suap terkait
menurunnya kualitas lingkungan dan menurun- penyediaan sarana Dinas Pendidikan sebesar
nya kualitas hidup (Puspito, dkk, 2011: 55-70). Rp. 3,45 miliar dan menerima gratifikasi sekitar
Permasalahan korupsi ini menjadi sumber 3,55 miliar (Badan Pekerja MCW, 2017; 2018).
persoalan yang tidak dapat dipisahkan dari Penyimpangan-penyimpangan perilaku pe-
kehidupan bernegara. Dalam memerangi jabat publik menunjukkan telah terjadi distorsi
kejahatan tersebut dibutuhkan keterlibatan terhadap peran yang seharusnya dijalankan
seluruh warga negara (civic engagement). sehingga masyarakat sebagai relasi pemerintah
Peran warga negara, baik secara individu dan Malang Corruption Watch sebagai
maupun secara kelompok sangat dibutuhkan partnership masyarakat dibutuhkan untuk me-
dalam menjawab problematika yang terjadi di nunjukkan reaksinya terhadap tindakan-tindakan
tengah masyarakat tersebut. Melalui lembaga- korupsi oleh oknum yang tidak bertanggung
lembaga kemasyarakatan, masyarakat akan jawab. Pertama, tujuan penulisan artikel ini
mampu memberikan pengaruhnya, baik dalam dimaksudkan untuk mengetahui peran dari
perumusan dan pengambilan kebijakan publik Malang Corruption Watch dalam membentuk
yang merupakan karakteristik dari sebuah negara jaringan masyarakat sipil; kedua, untuk
demokrasi. Hal itu dapat dilakukan melalui mengetahui bentuk-bentuk pendidikan kewarga-
partisipasi masyarakat dengan membentuk negaraan yang diberikan Malang Corruption
asosiasi-asosiasi masyarakat kewargaan yang Watch kepada masyarakat; ketiga, untuk
sering disebut sebagai gerakan non-pemerintah mengetahui program-program yang dilakukan
atau Non Government Organization (NGO). dalam membangun kesadaran antikorupsi dan
Peran dari LSM secara tidak sadar akan meningkatkan keterlibatan masyarakat guna
membentuk sebuah budaya kewarganegaraan menjawab permasalahan korupsi di Malang
yang khas dan mewujudkan tujuan dari Raya.
pendidikan kewarganegaraan yaitu dengan
menciptakan masyarakat yang virtue. Melalui
pengembangan civil society yang kuat dan B. METODE PENELITIAN
mandiri, LSM akan turut mengambil peran dalam

M
memperbaiki kondisi yang ada. Salah satunya etode yang digunakan dalam penulisan
adalah Malang Corruption Watch, lembaga artikel ini menggunakan metode
swadaya masyarakat yang memiliki misi kepustakaan (library research). Studi
mewujudkan pemerintahan yang bersih dari pustaka atau jenis penelitian kepustakaan dapat
korupsi, melalui tindakan monitoring, investigasi, diartikan sebagai serangkaian kegiatan yang
advokasi, serta pendidikan publik. MCW menjadi berkenaan dengan pengumpulan data pustaka,
gerakan moral dan gerakan sosial di Malang membaca dan mencatat serta mengolah bahan
Raya. penelitian (Zed, 2008: 3). Bahan penelitian dalam
Wilayah Malang Raya akhir-akhir ini menjadi artikel ini berupa sumber sekunder atau data
zona merah perihal kasus korupsi. Dalam Badan yang berasal dari laporan Malang Corruption
Pekerja MCW tahun 2017 ada 9 temuan tindakan Watch tahun 2017 dan 2018 yang menjelaskan
korupsi dalam kasus penyertaan modal PDAM di fenomena korupsi didaerah Malang Raya.
Kota Malang yang diprakarsai oleh Ketua DPRD Didukung dengan berbagai sumber literatur
Kota Malang dengan kerugian negara mencapai berupa hasil penelitian dan laporan tentang
1,6 miliar. Selanjutnya operasi tangkap tangan korupsi dari instansi internasional, nasional, serta
(OTT) Walikota Batu dalam kasus pengadaan berbagai referensi kajian teori dari berbagai
meubelair 5,7 M dengan ditemukan 13 indikasi jurnal dan buku. Tegasnya studi pustaka
tindakan korupsi yang dilakukan dan kerugian membatasi kegiatannya hanya pada bahan-
negara mencapai 2,24 miliar. Disusul pada tahun bahan koleksi buku tanpa memerlukan penelitian
2018 yang menghebohkan masyarakat Malang di lapangan (Zed, 2008: 1-2).
Raya dengan ditangkapnya Wali Kota Malang
beserta beberapa anggota DPRD Kota Malang C. HASIL DAN PEMBAHASAN
dalam indikasi terjadinya suap APBD Kota 1. Malang Corruption Watch Sebagai
Malang tahun 2015. Tidak menunggu waktu Gerakan Masyarakat Sipil
lama, hasilnya pada tahun 2018 KPK

K
menetapkan walikota dan 41 DPRD Kota Malang eberadaan Malang Corruption Watch yang
sebagai tersangka dalam tindakan persekutuan berawal dari komunitas diskusi telah
penetapan APBD murni tahun 2015. Selain itu, di berjalan sebelum reformasi 1998
51 | P a g e
https://doi.org/10.25077/ jantro.v21.n1.p49-59.2019 FAHDIAN RAHMANDANI
FAHDIAN RAHMANDANI/JURNAL ANTROPOLOGI: ISU-ISU SOSIAL BUDAYA - VOL. 21 NO. 01 (JUNE 2019)

berlangsung. Dalam situs web resmi MCW Menguatnya pengetahuan, kemampuan dan
dijelaskan jika Malang Corruption Watch bere- peran kelompok warga dalam membentuk pos-
volusi menjadi lembaga swadaya masyarakat pos pengaduan, zona antikorupsi dan sekretariat
pada 31 Mei 2000 yang terinspirasi oleh bersama sebagai sarana pemberian informasi
keberadaan Indonesia Corruption Watch (ICW) dan advokasi publik 3) Terkonsolidasinya
sehingga di wilayah Malang Raya di inisiasi untuk partisipasi aktif publik dan jaringan Organisasi
membentuk lembaga anti-korupsi yang Anti Korupsi untuk melakukan pendidikan dan
berbasiskan pada masyarakat.. kampanye publik dalam upaya melakukan
Visi dari Malang Corruption Watch yaitu pencegahan korupsi di sektor pelayanan publik,
mengharapkan terciptanya masyarakat madani politik, dan hukum dan peradilan. Pada tahun
yang humanis, beradab, bermartabat, dan 2018, program strategis MCW lebih dikem-
berdaulat dengan mengupayakan terciptanya bangkan dengan meningkatkan kapasitas dan
tatanan birokrasi, politik, ekonomi dan hukum kualitas manajemen kelembagaan MCW untuk
yang bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme. mendukung advokasi kasus korupsi serta
Sedang untuk misi lembaga ini yaitu melakukan mendukung efektivitas kerja-kerja gerakan sosial
monitoring dan investigasi kasus korupsi serta antikorupsi serta meningkatkan kualitas dan
melakukan pendidikan publik untuk membangun kontinuitas agenda riset, monitoring, investigasi
gerakan sosial anti korupsi melalui pembentukan dan advokasi kasus korupsi di sektor pelayanan
zona anti korupsi. publik, korupsi politik, lembaga peradilan (Badan
Pada situs resmi lembaga ini dijelaskan Pekerja MCW, 2017; 2018).
bahwa penguatan gerakan rakyat melalui Pada negara demokrasi, setiap warga
lembaga masyarakat sipil menjadi agenda negara diberikan kebebasan dalam menyam-
penting dalam mewujudkan birokrasi, politik, paikan pendapatnya dan diberikan hak untuk
ekonomi yang akuntabel dan terbebas dari berkumpul (berserikat). Sehingga para warga
korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN). Khusus negara dapat melakukan kebaikan secara
wilayah Malang Raya, Malang Corruption Watch bersama sebagai perwujudan partisipasinya di
menjadi ujung tombak dalam memerangi ruang publik. Ruang publik yang dimaksud dapat
kejahatan yang korup tersebut. Melalui berupa wilayah kota (perkotaan). Kota adalah
pendidikan publik, gerakan sosial anti korupsi bagian kecil dari sebuah negara, selanjutnya di
menjadi wadah masyarakat dalam membangun reproduksi sebagai konsep negara lokal. Dimulai
zona anti korupsi di Malang Raya. dari sinilah konsep peran warga negara dimulai
Malang Corruption Watch sebagai gerakan sebagai agen politik yang memainkan peran
masyarakat sipil memiliki beberapa agenda- penting dalam sejarah kewarganegaraan di
agenda yang dilakukan seperti kegiatan peradaban barat. Dalam hal ini kota sebagai
monitoring, investigasi, kampanye, pendidikan wadah warga negara dalam berperilaku sebagai
publik, dan advokasi kasus-kasus korupsi yang subjek serta objek. Maksud dari subjek bahwa
terjadi di wilayah Kota Malang, Kabupaten warga negara menjadi sosok yang berbudi luhur
Malang, dan Kota Batu. Dalam situs resminya dengan pengembangan kesetiaannya kepada
disebutkan jika seluruh agenda yang dilakukan kota. Di sini kota menjadi tempat berkembang
MCW berorientasi untuk membentuk gerakan biak bagi kewarganegaraan aktif dan demokratis.
sosial yang berbadan ditengah-tengah kehidupan Kota adalah tempat warga di habituasi ke dalam
masyarakat sebagai bagian dari proses imajinasi demokrasi melalui latihan, pengalaman,
demokratisasi sistem politik maupun ekonomi. dan pendidikan. Karena kota adalah tingkat
Harapannya MCW dapat mendorong terbentuk- pemerintahan yang paling dekat dengan warga
nya sebuah perangkat nilai dan norma sosial negara dan dapat didekati serta diarahkan (Isin,
yang adil, humanis, dan berdaulat. 2002:308-309).
Adapun kode etik dalam lembaga gerakan Sejatinya LSM memiliki peran penting dalam
masyarakat sipil “Malang Corruption Watch” praktik kehidupan di masyarakat. Melalui
sebagai berikut. 1) Menjunjung tinggi prinsip perannya sebagai media alternatif, LSM dipan-
kemanusiaan, 2) Tidak boleh menerima dang mampu menjadi gerakan masyarakat
sumbangan program dari objek pantau (badan kewargaan dengan melahirkan masyarakat sipil.
eksekutif, legislatif, dan yudikatif), 3) Dalam satu Salah satu peran yang dapat dilakukan yaitu
kegiatan badan kerja yang bertugas minimal dua dengan menciptakan forum pendidikan kewarga-
orang, dan 4) Menganut prinsip transparansi, negaraan. Pendidikan kewarganegaraan bah-
akuntabilitas, dan partisipatif. wasanya dapat dicapai sepanjang masa dan
Pada tahun 2017 dalam Laporan Akhir dalam situasi serta kondisi lingkungan apapun.
Tahun 2017 Malang Corruption Watch terdapat Selanjutnya Winataputra (2012:34) berpendapat
tiga rencana strategis yang disusun oleh MCW bahwa pendidikan kewarganegaraan yang
dalam mengupayakan penguatan gerakan bermuara pada gagasan “The Ideal Citizenship”
rakyat. Khususnya dalam membangun budaya sebagai “Informed and Reasoned Decision
anti korupsi melalui gerakan anti korupsi, yaitu: 1) Maker” yang “competent, confident, and
Tergalangnya dukungan dari publik terhadap committed” harus terasah kompetensinya,
kerja-kerja pelembagaan gerakan sosial. 2) kompetensi yang dimaksud, yaitu civic
52 | P a g e
FAHDIAN RAHMANDANI https://doi.org/10.25077/ jantro.v21.n1.p49-59.2019
FAHDIAN RAHMANDANI/JURNAL ANTROPOLOGI: ISU-ISU SOSIAL BUDAYA - VOL. 21 NO. 01 (JUNE 2019)

knowledge (pengetahuan kewarganegaraan), untuk menghubungkan berbagai kepentingan


civic skill (keterampilan kewarganegaraan, dan dalam masyarakat dan juga untuk memfasilitasi
civic disposition (watak kewarganegaraan), Maka komunikasi politik antara warga negara dan
dari itu pendidikan kewarganegaraan untuk negara; Kedua, organisasi masyarakat sipil dapat
masyarakat penting untuk lebih dikembangkan. menantang dan menyeimbangkan kekuatan
Pendidikan Kewarganegaraan memiliki negara apakah upaya negara untuk mening-
pengaruh terhadap jalannya demokrasi dengan katkan akuntabilitasnya kepada publik
membentuk kehidupan masyarakat yang meningkat; Ketiga, sebagai bagian dari indikasi
menjamin hak-hak warga negara, mempersiap- penting dalam penilaian demokratis, para
kan warga negara untuk berpikir kritis dan anggota organisasi masyarakat sipil harus
bertindak secara demokratis (Fesnic, 2016: 966- mendukung partisipasi politik; Keempat,
978). Pendidikan kewarganegaraan memperluas kekuatan masyarakat sipil harus bertindak
bentuk pendidikan moral yang demokratis sebagai pembela kepentingan publik jika ada
dengan beralih dari teori ke dalam praktik, di hubungan dengan negara, yang ditunjukkan dari
mana orang dimungkinkan untuk membuat penegakan moralitas publik dan kritik terhadap
keputusan berdasarkan informasi, mengevaluasi politisi dan pejabat publik; dan poin terakhir
kebijakan, dan berpartisipasi secara efektif dalam adalah masyarakat sipil harus bertindak sebagai
pemerintahan yang demokratis. Secara fungsi- faktor eksternal dalam pendalaman demokrasi
onal pendidikan kewarganegaraan adalah yang melindungi demokrasi dari segala
parameter sebagai pendidikan orang dewasa dan gangguan eksternal dan internal dan politik yang
pembelajaran seumur hidup (Ngozwana, 2017: tidak stabil. Oleh karena itu, jika Organisasi
3). Pada prinsipnya pendidikan kewarga- Masyarakat Sipil memperkuat peran-peran ini,
negaraan merupakan hal yang paling mendasar mereka memastikan adanya perubahan politik
dan efektif dalam mengembangkan peran warga yang signifikan di setiap negara.
negara secara aktif dengan turut serta Konsep modern masyarakat sipil perlu
membangun sistem demokrasi yang lebih baik memiliki dimensi moral, normatif yang jelas. Nilai-
(Molina-Giro’n, 2015: 47-72). nilai moral dalam hal ini dapat berupa kejujuran,
Di abad ke 21 ini memang menjadi tuntutan keadilan, keikhlasan, dan tanggung jawab.
bahwa tujuan dari pendidikan kewarganegeraan Dalam istilah klasik tentang optimisme
yang diterima setiap warga negara bertujuan melibatkan daya tarik moral untuk hidup lebih
untuk membentuk warga negara yang aktif, serta beradab. Berkaitan erat dengan konsep
turut dalam proses pembangunan berkelanjutan. peradaban dalam membentuk masyarakat yang
Melalui keterlibatan warga (civic engagement) baik (Pérez-Díaz, 2014: 814-815). Tujuan dasar
warga negara akan mampu mengembangkan dari peran serta masyarakat adalah
pengetahuan, kecakapan, kebajikan, dan menghasilkan input dan output yang berupa
kebiasaan yang membuat demokrasi dapat persepsi yang berguna bagi warga negara dan
bekerja secara proporsional. Asosiasi-asosiasi masyarakat yang memiliki kepentingan (public
masyarakat kewargaan dapat menjadi kekuatan interest) dalam meningkatkan kualitas pengam-
tanding (countervailing) untuk melawan penya- bilan keputusan, karena dengan melibatkan
lahgunaan kekuasaan dalam pemerintahan. masyarakat yang berkepentingan, para pengam-
Semakin terbukanya ruang politik, semakin bil keputusan dapat mempertimbangkan
membuka lebar pergerakan masyarakat dalam pandangan, kebutuhan dan penghargaan dari
berekspresi di berbagai bentuk organisasi politik kelompok masyarakat tersebut. Kemudian akan
baik pemerintah maupun non pemerintah. Tidak dituangkan kedalam sebuah bentuk konsep.
ada lagi hegemoni kekuasaan, tidak ada ideologi Lembaga swadaya masyarakat sebagai lembaga
absolutisme yang menjadi dasar pijakan advokasi dapat memilih bentuk kemitraannya
masyarakat dalam menentukan peradaban. Iklim antara sebagai keterlibatan kritis (critical
segar yang dibawa oleh angin reformasi engagement) dan keterlibatan konstruktif
menciptakan keleluasaan-keleluasaan bagi ma- (constructive engagement).
syarakat dalam menyalurkan aspirasinya. Hak Melalui keterlibatan warga (civic
asasi manusia yang dimiliki setiap orang tidak engagement), warga negara akan mampu
dapat dikurangi dalam keadaan apapun. Tidak mengembangkan pengetahuan, kecakapan,
ada lagi pengontrolan masyarakat melalui kebajikan, dan kebiasaan yang membuat de-
pembatasan kegiatan partai politik atau mokrasi dapat bekerja secara proporsional.
organisasi sosial yang ditujukan untuk mencip- Selanutnya asosiasi-asosiasi masyarakat
takan kestabilan politik. kewargaan dapat menjadi kekuatan tanding
Pada konteks komparatif di beberapa (countervailing) dalam mengatasi berbagai per-
negara demokrasi baru, para ilmuwan politik soalan masyarakat. Dalam proses interaksi yang
menekankan bagaimana peran organisasi melibatkan warga negara, terjadi proses
masyarakat sipil dalam demokrasi (Fioramonti sosialisasi yang bertujuan agar pihak yang dididik
dan Fiori, 2010:26-27): Pertama, organisasi mematuhi kaidah-kaidah dan nilai-nilai yang
masyarakat sipil menciptakan hubungan formal dianut oleh masyarakat.
53 | P a g e
https://doi.org/10.25077/ jantro.v21.n1.p49-59.2019 FAHDIAN RAHMANDANI
FAHDIAN RAHMANDANI/JURNAL ANTROPOLOGI: ISU-ISU SOSIAL BUDAYA - VOL. 21 NO. 01 (JUNE 2019)

Dalam proses ini tentunya dibutuhkan peran Brackerz, dkk (2005:14) menawarkan cara yaitu
warga negara dalam mengimplementasikan dan dengan melibatkan lebih luas cakupan warga
mempromosikan kebijakan, tindakan, dan per- negara/warga kota sebagai stakeholders dalam
buatan yang konsisten dengan nilai-nilai seperti pembuatan keputusan di suatu daerah akan
hak asasi manusia, keadilan sosial, dan menjadi pembelajaran tersendiri bagi
kesetaraan. Dalam bahasa Banks (2017: 366- masyarakat, misalnya dalam mengatasi (counter-
369) peran warga negara semacam itu disebut attack) atau sinisme dan animo masyarakat
sebagai warga negara yang transformatif, yang terhadap pemerintah. Bentuk kegiatan semacam
mengambil tindakan untuk mengaktualisasikan itu tentunya dapat melahirkan identitas budaya
nilai-nilai dan prinsip-prinsip moral melampaui kewargaan tersendiri.
negara-negara-bangsa dan batas-batas nasional. Dengan mengadopsi pandangan Marx,
Warga negara transformatif dapat digambarkan Prasetijo (2015: 66) menjelaskan jika ingin
ke dalam konsepsi warga negara yang baik mengubah keadaan, kaum kelas Proletar
(bertanggung jawab secara pribadi, partisipatif, haruslah dapat mengorganisir diri untuk melawan
dan berorientasi pada keadilan). kaum Boujouis. Dalam penjelasan Prasetijo
Warga negara transformatif yang juga (2015: 66), dapat dimaksudkan sebagai
sebagai warga negara partisipatif tentunya akan perjuangan untuk mencapai keadilan dengan
secara aktif berpartisipasi dalam urusan-urusan mengubah keadaan yang tengah berlangsung.
sipil dan kehidupan sosial masyarakat baik di Marx mengenalkan pentingnya ideologi dalam
tingkat lokal, negara bagian (provinsi), maupun perjuangan, karena ideologi digunakan sebagai
nasional. Wong, Lee, Chan, dan Kennedy (2016: alat acuan untuk melakukan perjuangan. Marx
5) mempertegas terhadap apa yang telah secara luas menjelaskan bagaimana peran
diuraikan oleh Banks (2017). Mereka menyebut ideologi memiliki keterkaitan dengan budaya,
kewarganegaraan sebagai koneksi politik dan dalam pemahamannya budaya merupakan nilai-
moral individu antara negara dengan masya- nilai revolusi yang menjadi dasar sebuah
rakat. Kewarganegaraan merupakan bagian dari pergerakan, dan inilah makna sebenarnya dari
komunitas politik yang terlibat secara langsung ideologi.
dalam serangkaian hubungan antara hak, Selaras dalam penjelasan Prasetijo (2015:
kewajiban, partisipasi, dan identitas. 66) sebuah perjuangan harus berlandaskan pada
Winarno (2009:10) menyebutkan bahwa ideologi yang mendasarinya. Malang Corruption
identitas kewarganegaraan pada akhirnya Watch merupakan lembaga swadaya masyarakat
bermuara sebagai civic virtue atau kebajikan (LSM) yang lahir pada 31 Mei 2000, terinspirasi
warga negara yang perlu dibangun demi oleh keberadaan Indonesia Corruption Watch
menumbuh kembangkan karakter kewargane- (ICW) pada saat itu. Malang Corruption Watch
garaan dan komitmen kewarganegaraan. Individu sebagai lembaga pergerakan memiliki ideologi
yang bajik (virtue) pasti memiliki karakteristik tersendiri yaitu melawan kejahatan korupsi. Hal
tidak sebagai seseorang melainkan sebagai ini terumuskan dalam visi MCW yaitu terciptanya
publik yang berkualitas yang mampu masyarakat madani yang humanis, beradab,
menyesuaikan dengan standar-standar yang bermartabat dan berdaulat dengan mengupaya-
tertulis dalam UU, norma, atau adat istiadat kan terciptanya tatanan birokrasi, politik, ekonomi
secara keseluruhan, dan warga negara yang dan hukum yang bebas dari korupsi, kolusi dan
bajik mampu menekan kepentingan pribadi nepotisme (Badan Pekerja MCW, 2017).
dengan menekankan kepentingan publik. Snow Dalam pemberantasan kasus-kasus korupsi
(2018: 412-419) menambahkan bahwa warga yang menjadi tugas berat adalah melakukan
negara yang bajik dapat dijadikan sebagai konsolidasi gerakan rakyat. Membangun
promotor dalam menjunjung nilai-nilai demokrasi, kesadaran kritis agar rakyat memahami bahwa
dan berkomitmen pada proses demokrasi. korupsi telah merusak sendi-sendi kehidupan.
Maka penguatan gerakan rakyat menjadi agenda
2. Peran MCW dalam Membangun penting dalam memerangi korupsi. Agar tindakan
Budaya Anti-Korupsi semacam itu menjadi sebuah budaya dalam
masyarakat.

P
ada era perkotaan, terjadi penurunan Kebudayaan merupakan blue print of
budaya kewarganegaraan dalam perkem- behavior, dengan memberikan pedoman kepada
bangan demokrasi, sebagai buktinya masyarakat untuk berperilaku dan bertindak.
semakin merosotnya tingkat kepercayaan warga Menurut Saleh dan Munif (2015:311) menyebut-
negara atau warga kota terhadap pemerintah dan kan ciri-ciri umum kebudayaan adalah dipelajari,
aktivitas-aktivitas politik lainnya. Hal ini dapat diwariskan dan diteruskan, hidup dalam
diidentifikasi dari masifnya kejahatan korupsi di masyarakat, dikembangkan dan berubah, serta
tingkat daerah khususnya di wilayah Malang berintegrasi. Berdasar pada pedoman yang
Raya. Maka penting adanya revitalisasi dalam warga patuhi, masyarakat membentuk prosedur-
membangun kembali budaya kewarganegaraan prosedur dalam mencapai tujuan yang diingin-
oleh warga negara perlu untuk kembali di angkat kan.
eksistensinya. Reddel and Woolcock dalam
54 | P a g e
FAHDIAN RAHMANDANI https://doi.org/10.25077/ jantro.v21.n1.p49-59.2019
FAHDIAN RAHMANDANI/JURNAL ANTROPOLOGI: ISU-ISU SOSIAL BUDAYA - VOL. 21 NO. 01 (JUNE 2019)

Pendidikan antikorupsi perlu dilakukan pengorganisasian dan advokasi di wilayah


dalam upaya pemberantasan korupsi. Pemberan- masing-masing. Selain itu melalui aktor-aktor
tasan korupsi harus dilaksanakan dengan yang berkompeten akan mampu membangun
konsisten, bukan hanya menangkap dan zona-zona anti korupsi dengan membuka pos
mengadili pelaku korupsi, namun lebih kepada pengaduan dan melakukan pendidikan publik
memberikan pemahaman dan kesadaran yang kepada warga sekitarnya. Bagi MCW sekolah
dilakukan melalui sosialisasi, kampanye rakyat sebagai wadah dalam meningkatkan
antikorupsi lokal, nasional, dan lintas negara kemampuan kapasitas serta keterampilan dalam
(Gephart, 2016: 49-77). Korupsi memang menja- melakukan advokasi. Materi yang diberikan lebih
di fenomena yang kompleks dan multifaset. banyak tentang filosofis gerakan sosial dan HAM
Dalam mengatasi persoalan korupsi, reformasi sehingga mampu membentuk nalar kritis warga
antikorupsi dapat digambarkan sebagai "maraton dalam menghadapi problem sosial di sekitarnya
dan bukan spirit". (Badan Pekerja MCW, 2017; 2018).
Mengendalikan korupsi dapat dilakukan
melalui alat yang berupa struktur hukuman dalam c. Forum Warga
masyarakat. Agar hukuman benar-benar menjadi Berdasarkan data Badan Pekerja MCW,
alat dalam menangkal korupsi maka sistem untuk membangun kesadaran kritis warga
hukum dan budaya suatu negara harus efektif dilakukan aktivitas rutin berupa forum warga
(Chowdhury, Desai, & Audretsc, 2018: 44). yang tersebar di berbagai wilayah Malang Raya.
Menengok keberhasilan Singapura dijelaskan Kegiatan ini dilakukan sebagai bentuk diaspora
dalam artikel Quah (2017), bahwa kemauan gerakan pengorganisian. Berikut detail forum
politik sangat penting untuk keberhasilan warga dan kelompok warga yang bertujuan
pelaksanaan perjuangan dalam memerangi dalam peningkatan kapasitas dan monitoring
kejahatan korupsi (anti-korupsi). Karena bentuk kebijakan publik (Badan Pekerja MCW, 2017).
sikap politis dapat mengubah "budaya korupsi” Tercatat dalam laporan MCW tahun 2018
jika mereka ingin melakukannya. forum warga telah berlangsung di beberapa
Sementara Malang Corruption Watch wilayah di Malang Raya. Pertama, di Kota
sebagai gerakan masyarakat sipil dalam Malang, perkembangan forum warga telah
membangun budaya anti korupsi di tingkat berlangsung di seluruh kecamatan, seperti
daerah tidak hanya melakukan monitoring, Kecamatan Lowokwaru, Sukun, Kedungkandang,
investigasi, dan pengawasan saja. Dalam Klojen, dan Blimbing. Bentuk pendidikan publik
memerangi kejahatan tindak pidana korupsi ini, tentang antikorupsi dalam forum warga ini
MCW mengembangkan beberapa kegiatan menghasilkan fase perkembangan yang terbagi
diantaranya adalah Pendidikan Politik Rakyat, menjadi tiga fase, yaitu diseminasi informasi,
Kelompok Warga Mengawal Pelayanan Publik, peningkatan kapasitas, dan kemampuan advo-
Mengkampanyekan Gerakan Anti Korupsi, Dunia kasi yang dilakukan oleh forum warga tersebut
Digital Menjadi Arus Utama Informasi, dan (Badan Pekerja MCW, 2018).
Sekolah Anti Korupsi (Badan Pekerja MCW, Kedua, di Kota Batu, perkembangan forum
2017; 2018). Seperti yang dapat dijelaskan warga yang telah berlangsung di lakukan dalam
dibawah ini: Forum PKK RT 2 RW 17 dan Front Warga
Sumberejo. Forum PKK RT 2 RW 17 merupakan
a. Pendidikan Politik Rakyat salah satu simpul belajar warga yang sejauh ini
Dalam pendidikan politik rakyat yang mendapat pendampingan dan di organisir oleh
dilakukan oleh Malang Corruption Watch MCW. Bentuk pendidikan publik dalam forum ini
merupakan proses dalam membangun kesa- adalah dengan melibatkan diri dalam agenda
daran kritis masyarakat dengan diawali PKK yang secara rutin dilakukan 2 kali dalam
memberikan pemahaman hak dan kewajiban satu bulan. Proses pendidikan publik dalam
sebagai warga negara. Melalui pengetahuan forum ini menitik beratkan pada anggota forum
tentang hak dan kewajiban sebagai warga PKK yang hadir dalam agenda tersebut dapat
negara, maka masyarakat akan turut ikut serta mendengar, memahami, dan memberikan
dalam membangun partisipasi aktif di pandangan terhadap problem yang terjadi, baik
masyarakat. Beberapa metode dan saran yang di lingkungan sekitar maupun Kota Batu.
dikembangkan oleh MCW dalam pendidikan Sedangkan Front Warga Sumberejo terdiri dari
politik rakyat ini adalah sekolah rakyat dan forum 12 orang warga yang mulanya mereka adalah
warga (Badan Pekerja MCW, 2017). korban atas kebijakan pemungutan PBB yang
diduga diselewengkan oleh Petugas Pemerintah
b. Sekolah Rakyat Desa. Front Warga Sumberejo bekerja sama
Sekolah rakyat merupakan sarana untuk dengan MCW dengan menindaklanjuti aduan
memberikan transfer pengetahuan dan pengala- tersebut dengan melakukan pertemuan dan
man, utamanya kepada aktor warga. Tujuan dari pembicaraan tentang kronologis masalah,
sekolah rakyat adalah menyiapkan aktor-aktor strategi pendampingan, dan membangun
warga yang siap dan kompeten untuk melakukan kesepakatan kolektif untuk melakukan advokasi
55 | P a g e
https://doi.org/10.25077/ jantro.v21.n1.p49-59.2019 FAHDIAN RAHMANDANI
FAHDIAN RAHMANDANI/JURNAL ANTROPOLOGI: ISU-ISU SOSIAL BUDAYA - VOL. 21 NO. 01 (JUNE 2019)

bersama kepada Pemerintah Desa (Badan dikan. Harapannya dengan adanya FMPP
Pekerja MCW, 2018). mendorong sekolah bersih dari pungli. Pada
Ketiga, di Kabupaten Malang, forum warga tahun 2018 MCW bersama FMPP lebih
yang telah berlangsung dilakukan melalui mengembangkan fokus mereka dengan
beberapa forum seperti Forum Warga revitalisasi peran dan fungsi Komite Sekolah
Mondoroko, Forum Warga Glanggang Pakisaji, (Badan Pekerja MCW, 2017; 2018).
Forum warga Gondanglegi, Forum Warga Turen Sedang pada awal tahun 2017 dibentuk
Sananrejo, dan Forum Warga Tumpang. 1) kelompok masyarakat yang fokus pada
Forum Warga Mondoroko yang terbentuk karena pemantauan dan advokasi pelayanan kesehatan
masalah yang sangat besar yakni lapangan yaitu Forum Masyarakat Peduli Kesehatan
sepak bola yang telah lama di kuasai oleh RW 19 (FMPK). Adanya FMPK dapat menggugat
Mondoroko di ganggu oleh pemodal. Melalui pelayanan kesehatan yang tidak pro rakyat. Pada
pertemuan rutin dengan MCW sebulan sekali, tahun 2018 MCW dengan FMPK melakukan
mulai dari Ketua RT, Ketua RW, masyarakat kerja sama dengan fokus terhadap pengawalan
mondoroko telah mengalami peningkatan tentang permasalahan pendataan warga miskin
kapasitas dan mampu melakukan advokasi untuk penerima bantuan iuran (PBI), perubahan
secara mandiri. 2) Forum Warga Glanggang layanan kesehatan di setiap puskesmas,
Pakisaji terbentuk dari inisiasi salah satu warga mendorong adanya universal health coverage
yang secara rutin setiap seminggu sekali forum (UHC), dan perubahan peraturan daerah (Perda)
warga ini membahas isu-isu pembangunan desa, kesehatan Kota Malang (Badan Pekerja MCW,
misalnya mekanisme Musrembang di Desa, isu- 2017; 2018).
isu pendidikan dan kesehatan serta isu
administrasi kependudukan. Masyarakat dalam e. Mengkampanyekan Gerakan Anti Korupsi
forum warga ini telah mampu dan berani Penguatan warga dilakukan melalui gerakan
melakukan advokasi terhadap haknya. 3) Forum bersama rakyat dalam pencegahan korupsi dapat
Warga Gondanglegi yang di inisiasi oleh salah dilakukan melalui pendidikan publik. Dalam
satu warga ini masih pada tahap pengembangan menyebarkan gerakan anti korupsi MCW
dengan melakukan kerja sama dengan Karang menggunakan berbagai metode, salah satunya
taruna Desa. 4) Forum Warga Turen Sananrejo melalui kampanye anti korupsi. Kampanye publik
yang terbentuk karena keresahan warga sebagai bentuk edukasi anti korupsi kepada
terhadap berdirinya menara Telekomunikasi yang masyarakat menjadi peran penting sebagai
sudah berdiri selama 10 tahun terakhir. Melalui gerakan anti korupsi. Contohnya yang telah
kerja sama dengan MCW dengan melakukan dilakukan oleh MCW yaitu dalam membangun
pertemuan rutin selama satu bulan sekali, forum gerakan anti korupsi dilakukan melalui bentuk
ini telah berani melakukan proses advokasi bioskop warga dan pagelaran seni anti korupsi.
secara mandiri dan telah melakukan hearing Tujuannya adalah memberikan dampak kepada
bersama-sama DPR untuk memperoleh haknya masyarakat dengan menyatukan perspektif
untuk bebas dari tower. 5) Forum Warga terhadap kejahatan korupsi sebagai musuh
Tumpang yang di inisiasi oleh Warga untuk bersama (Badan Pekerja MCW, 2017).
konsultasi masalah konsep pembangunan Desa. Pada tahun 2018 MCW lebih mengem-
Pertemuan yang telah berlangsung yakni rutin bangkan perannya dalam membangun budaya
dilakukan selama satu bulan sekali. Pihak MCW antikorupsi melalui campaign atau kampanye
telah melakukan pendidikan publik kepada warga gerakan antikorupsi seperti cerita jagongan
dengan materi berupa pembangunan desa, (diskusi) rakyat dalam memfasilitasi pertemuan
pembangunan jaringan komunikasi dan antara masyarakat dengan penyelenggara
kedekatan, dan tentang pemetaan sosial (Badan negara dan bersama akademisi atau praktisi.
Pekerja MCW, 2018). Pertemuan dengan tajuk jagongan ini misalnya
Terdapat beberapa tahapan dalam proses berdiskusi tentang penyelenggaraan pemilukada
transformasi pengetahuan warga (civic di Kota Malang dengan mengundang Komisi
knowledge), pertama peningkatan kapasitas Pemilihan Umum Daerah (KPUD) dan Panitia
pengetahuan warga; kedua, keterlibatan warga Pengawas (Panwas) Kota malang yang
dalam agenda advokasi praktis; dan ketiga, menghasilkan kesepakatan agenda pengawalan
pengetahuan warga meningkat dan secara bersama pelaksanaan Pilkada Kota Malang yang
mandiri mampu melakukan agenda advokasi berintegritas.
dilingkunganya. Selanjutnya ada kegiatan seperti istighosah
antikorupsi, pemeran kartun antikorupsi, dan
d. Kelompok Warga Mengawal Pelayanan media sosial. Pertama, istighosah antikorupsi,
Publik kegiatan ini dikemas dengan mengangkat tema
Dalam kegiatan kelompok warga mengawal “Malang Darurat Korupsi” yang merupakan
pelayanan publik, MCW bersama warga Malang respon terhadap 41 DPRD Kota Malang yang
Raya membentuk Forum Masyarakat Peduli ditahan oleh KPK. MCW dalam kegiatan ini
Pendidikan (FMPP) yang fokus dalam mengajak seluruh elemen masyarakat Kota
pemantauan dan advokasi pelayanan pendi- Malang baik driver ojek, pedagang, ibu rumah
56 | P a g e
FAHDIAN RAHMANDANI https://doi.org/10.25077/ jantro.v21.n1.p49-59.2019
FAHDIAN RAHMANDANI/JURNAL ANTROPOLOGI: ISU-ISU SOSIAL BUDAYA - VOL. 21 NO. 01 (JUNE 2019)

tangga, sopir angkot, guru, dosen, mahasiswa, (2012: 571-572) dengan zero tolerance for
buruh pabrik, petani, pemuda, agamawan, corruption. Bentuk toleransi terhadap korupsi
hingga masyarakat yang tergabung dalam Aliansi tersebut dapat dilihat dari bagaimana orang
Masyarakat Antikorupsi (AL-MAK). Kedua, memahami aturan dan etika sosial dan
pameran kartun antikorupsi, kegiatan ini bagaimana setiap orang bereaksi terhadap
bertujuan untuk merespon korupsi yang terjadi di perilaku menyimpang. Secara khusus, apa yang
Malang Raya dan secara khusus respon atas disebut sebagai zero tolerance mengacu pada
penahanan 41 anggota DPRD Kota Malang. kecenderungan untuk menolak godaan terlibat
Pameran kartun antikorupsi dihadiri oleh dalam korupsi dalam perilaku sendiri dan juga
berbagai macam kalangan mahasiswa hingga mempertimbangkan perilaku korup orang lain
orang tua, khususnya para siswa SMP Kota sebagai etika yang tidak dapat diterima.
Malang dan SMA Negeri 1,3, dan 4 Kota Malang Toleransi nol memiliki atribut yang dapat diukur
yang berkunjung bersama guru. Mereka yang mencakup, tidak menunjukkan simpati
berdiskusi tentang antikorupsi bersama KPK dan dengan korupsi; bersedia melaporkan contoh-
membuat kartun bersama kartunis Dhany contoh korupsi yang menjadi perhatian
Valiandra. Ketiga, media sosial, yang menjadi seseorang; mendukung penegakan hukum yang
sumber informasi utama bagi semua kalangan ketat; dan bersikap keras bahkan untuk
masyarakat Indonesia khususnya Malang Raya. pelanggaran kecil (Gong and Wang, 2012: 572).
Bagi MCW pengembangan media sosial menjadi Konsep zero tolerance for corruption yang di
prioritas utama dalam melakukan kampanye gagas oleh Gong and Wang (2012) akan
antikorupsi. Media sosial yang dimiliki MCW berdampak secara implisit maupun eksplisit
meliputi, Web yang beralamatkan https://mcw- dalam membangun budaya antikorupsi dengan
malang.org/; IG beralamatkan @mcwngalam; semkin tertanamnya prinsip-prinsip antikorupsi di
Facebook beralamatkan Malang Corruption berbagai lini. Prinsip-prinsip tersebut meliputi
Watch; dan Twitter beralamatkan @MCW- akuntabilitas, transparansi, kewajaran (fairness),
ngalam. Adanya media sosial mempermudah kebijakan, dan adanya kontrol terhadap
MCW melakukan kampanye dengan berbagai kebijakan tersebut (Rosikah dan Listianingsih,
konten yang dianggap relevan, seperti infografis 2016: 84-96).
hasil analisa kebijakan, kasus, dan beberapa Pada hasilnya MCW sebagai gerakan
data lainnya yang penting untuk disampaikan masyarakat sipil adalah mitra lembaga negara
kepada publik. seperti legislatif, yudikatif, dan eksekutif
bertujuan untuk membangun pemerintahan yang
f. Sekolah Anti Korupsi baik (good governance) (Saha, 2014: 46-47).
Sebuah pendekatan model pendidikan anti Pemerintah yang baik seharusnya bertumpu
korupsi pertama di Indonesia ini menjadi salah pada virtuous triangle atau segitiga berbudi luhur,
satu pilihan metode gerakan yang paling mujarab yaitu antara negara, pasar, dan sektor ketiga
untuk menyemai gerakan anti korupsi. Model (LSM/masyarakat sipil). Munculnya LSM sebagai
gerakan sekolah anti korupsi pun kemudian mulai sektor ketiga dalam konsep pemerintahan yang
di replikasi dan muncul bak jamur di musim baik tersebut karena LSM adalah bagian dari
hujan. Malang Corruption Watch melakukan proses konsultasi yang membantu menyusun
inovasi terkait pelaksanaan sekolah anti korupsi instrumen kebijakan baru. (Lewis, 2010: 335-
dengan berbagai penyesuaian. Ada dua bentuk 336).
Sekolah Anti Korupsi yakni Sekolah Anti Korupsi Unsur-unsur penting dari pemerintahan
(SAKTI) Terpusat dan Sakti On Campus. Kedua yang baik adalah dapat diidentifikasi dalam
program ini memiliki dua pendekatan berbeda. sepuluh karakteristik. Salah satunya adalah
Bila SAKTI terpusat sebagai pencetak relawan adanya bentuk pemerintahan sebagai media
kader di Malang Corruption Watch, sementara independen, yaitu sebagai cara fungsional untuk
pada pelaksanaan SAKTI ON Campus merupa- meningkatkan kesadaran publik, menyelidiki dan
kan kerja sama dengan organisasi mahasiswa melaporkan korupsi (Saha, 2014: 47). Dalam
intra kampus untuk membangun model sebuah pemerintahan yang baik, pemerintahan lokal
pelatihan secara berkelanjutan (Badan Pekerja memiliki peran penting untuk bermain dalam
MCW, 2017). melaksanakan pendekatan-pendekatan yang
Beberapa kegiatan diatas merupakan akan mengarah pada keseimbangan antara sifat
bentuk upaya yang di lakukan MCW dalam rasional dan irasional manusia (Bello dan Dola,
membangun budaya anti korupsi di tingkat 2014: 246).
daerah khususnya Malang Raya. Agar upaya-
upaya tersebut dapat menghasilkan sebuah D. KESIMPULAN
budaya yang melawan terhadap kejahatan

K
korupsi. Maka dalam orientasinya membangun eberhasilan memberantas korupsi dapat
budaya antikorupsi dapat mengadopsi sebuah dilihat dari keterlibatan berbagai pihak
konsep tindakan dalam memerangi kejahatan dalam memberantas korupsi. Khususnya
korupsi yang di gagas oleh Gong and Wang melalui Lembaga Swadaya Masyarakat “Malang
57 | P a g e
https://doi.org/10.25077/ jantro.v21.n1.p49-59.2019 FAHDIAN RAHMANDANI
FAHDIAN RAHMANDANI/JURNAL ANTROPOLOGI: ISU-ISU SOSIAL BUDAYA - VOL. 21 NO. 01 (JUNE 2019)

Corruption Watch” sebagai bentuk gerakan Corruption Watch dalam meningkatkan prinsip-
masyarakat sipil yang menjunjung nilai zero prinsip antikorupsi di daerah.
tolerance for corruption dalam mewujudkan
demokrasi, partisipasi, dan akuntabilitas melalui E. UCAPAN TERIMAKASIH

A
beberapa kegiatan yang mereka lakukan seperti Artikel ini merupakan penulisan ulang dari
pendidikan politik rakyat, sekolah rakyat, forum sebagian naskah tesis di Program Studi
warga, kelompok warga mengawal pelayanan Pendidikan Pancasila dan Kewarganega-
publik, melakukan kampanye gerakan anti raan Program Pascasarjana Universitas Negeri
korupsi, dan sekolah anti korupsi. Demi Yogyakarta. Penulis menyampaikan ucapan
mewujudkan pemerintahan yang baik dan bersih terima kasih kepada pembimbing tesis yaitu Dr.
membutuhkan peran LSM seperti Malang Samsuri, M.Ag. yang telah membimbing penulis
dalam penyusunan artikel ini.

DAFTAR PUSTAKA

Badan Pekerja Malang Corruption Watch. (2017). Laporan Akhir Tahun 2017. Malang: Malang
Corruption Watch.
___________. (2018). Laporan Akhir Tahun 2018. Malang: Malang Corruption Watch.
Banks, J. A. (2017). Failed Citizenship and Transformative Civic Education, Educational Researcher.
Vol. 46, No. 7, pp. 366–377. DOI: 10.3102/0013189X17726741.
Bello, A., dan Dola, K. (2014). Sustainable development and the role of local governance: Experience
from malaysian model regions. Journal of Humanities and Social Science. Vol 4, No.1, pp.
268-280.
Brackerz, N., dkk. (2005). Main Report Community Consultation And The Hard To Reseacrh: Concept
And Practice In Victorian Local Government. Australia: Swinburne Institute for Social
Reseacrh.
Chowdhury, F., Desai, S. & Audretsch, D. B. (2018). Corruption, Entrepreneurship, And Social Welfare
A Global Perspective. Cham: Springer Nature.
Deliversky, J. (2016). Preventing Corruption In The Education System. Journal Of Educational And
Instructional Studies. Vol. 6, No.1.
Fesnic, F. N. (2016). Can civic education make a difference for democracy? Hungary and Poland
compared. Political Studies. Vol. 64, No. 4, pp. 966-978. https://doi.org/10.1111/1467-
9248.12215.
Fioramonti, L. and Fiori, A. (2010). “Civil Society after Democracy: The Evolution of Civic Activism in
South Africa and Korea.” Journal of Civil Society. Vol. 6, No.1, pp. 23-38.
Gephart, M. (2016). Local embedding of international discourse: Chile and the international and
transnational anti-corruption campaign. International Relations. Vol. 30, No.1, pp. 49-77.
Gong, T., dan Wang, S. (2012). Indicators and Implications of Zero Tolerance of Corruption: The Case
of Hong Kong. Springer: Social Indicators Research. Vol. 112, No. 3, pp. 569-586.
Indonesia Corruption Watch. (2016). Menyemai Semangat Antikorupsi: Annual Report 2016. Jakarta:
ICW.
Isin, F Engin. (2002). City, Democracy and Citizenship: Historical Images, Contemporary Practices.
London: Sage Publications Inc.
Jiang, G. (2017). Corruption Control In Postreform China: A Social Censure Perspective. Singapore:
Springer Nature.
Kubbe, I. & Engelbert, A. (2018). Corruption And Norms: Why Informal Rules Matter. Cham: Springer
Nature.
Lewis, D. (2010). Political ideologies and non-governmental organizations: an anthropological
perspective, Journal of Political Ideologies. Vol. 15, No.3, pp. 333-345, DOI:
10.1080/13569317.2010.513877.
Molina-Girón, L. A. (2015). Educating active citizens: what roles are students expected to play in
public life?, In Sandi Kawecka Nenga, Jessica K. Taft (Ed) Youth Engagement: The Civic-
Political Lives of Children and Youth, Vol. 16 Emerald Group Publishing Limited, pp. 47-72.
Doi:10.1108/S1537-4661(2013)0000016007.
Ngozwana, N. A. (2017). Civic education in Lesotho: implications for teaching of democratic
citizenship, International Journal of Lifelong Education. Vol. 36, No. 5, pp. 526-540. DOI:
10.1080/02601370.2017.1304460.
Pérez-Díaz, V. (2014). Civil society: A multi-layered concept, Current Sociology Review. Vol. 62, No.
6, pp. 812–830. DOI: 10.1177/0011392114533115.
Prasetijo, A. (2015). Pergerakan Sosial: Antara Marxian dan Non Marxian, Jurnal Antropologi: Isu-isu
Sosial Budaya. Vol. 17, No. 1, pp 65-70.

58 | P a g e
FAHDIAN RAHMANDANI https://doi.org/10.25077/ jantro.v21.n1.p49-59.2019
FAHDIAN RAHMANDANI/JURNAL ANTROPOLOGI: ISU-ISU SOSIAL BUDAYA - VOL. 21 NO. 01 (JUNE 2019)

Puspito, N. T., Elwina S M., Utari, I. S., dan Kurniadi, Y. (2011). Pendidikan Anti Korupsi untuk
Perguruan Tinggi. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI.
Quah, J. S.T. (2017). Five success stories in combating corruption: lessons for policy makers. Asian
Education and Development Studies. Vol. 6, No.3.
___________. (2017). Singapore's success in combating corruption: lessons for policy makers. Asian
Education and Development Studies. Vol. 6, No.3.
Rosikah, C. D., dan Listianingsih, D. M. (2016). Pendidikan antikorupsi: Kajian antikorupsi teori dan
praktik. Jakarta: Sinar Grafika.
Saha, S. K. (2014). Corruption and good governance: The case of Bangladesh. Journal of Social
Sciences. Vol. 22, No. 2, pp. 45-52.
Saleh, K. & Munif. (2015). Membangun Karakter Budaya Politik dalam Demokrasi. Jurnal ADDIN. Vol.
5, No.2, pp. 309-332.
Snow, N. E. (2018). Hope as a democratic civic virtue. Metaphilosophy. Vol. 49, No. 3, pp. 407-426.
https://doi.org/10.1111/meta.12299.
Tim Penyusun Laporan KPK. (2018). Laporan Tahunan 2017: Demi Indonesia Untuk Indonesia.
Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi.
Transparency International. (2017). Corruption Perspection Index (CPI) 2016. This work from
Transparency International.
_____________. (2018). Corruption Perspection Index (CPI) 2017. This work from Transparency
International.
Winarno. (2009). Kewarganegaraan Indonesia dari Sosiologi Menuju Yuridis. Bandung: Alfabeta.
Winataputra, U.S. (2012). Pendidikan Kewarganegaraan Dalam Perspektif Internasional. Bandung:
Widya Aksara Press.
Wong, K. L., Lee, C. K. J., Chan, K. S. J. & Kennedy, K. J. (2016). Constructions of civic education:
Hong Kong teachers’ perceptions of moral, civic and national education, Compare: A Journal
of Comparative and International Education. Vol. 47, No. 5, pp. 628-646. DOI:
10.1080/03057925.2016.1262756.
Zed, M. (2008). Metode Penelitian Kepustakaan. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

59 | P a g e
https://doi.org/10.25077/ jantro.v21.n1.p49-59.2019 FAHDIAN RAHMANDANI
JURNAL ANTROPOLOGI: ISU-ISU SOSIAL BUDAYA - VOL. 21 NO. 01 (JUNE 2019)

Available online at : http://jurnalantropologi.fisip.unand.ac.id/

Jurnal Antropologi: Isu-Isu Sosial Budaya


| ISSN (Online) 2355-5963 |

KONSTRUKSI MAKNA BAKUPUKUL MANYAPU BAGI


MASYARAKAT MAMALA MALUKU
Sulaeman1*, Mahdi Malawat2, Darma3
1
Faculty of Ushuluddin and Dakwah, Institut Agama Islam Negeri Ambon, Indonesia
2
Faculty of Ushuluddin and Dakwah, Institut Agama Islam Negeri Ambon, Indonesia
3
Faculty of Ushuluddin and Dakwah, Institut Agama Islam Negeri Ambon, Indonesia

ARTICLE INFORMATION A B S T R A C T
Bakupukul manyapu is a ritual whipping each other's limbs to
hurt and bleed with healing oils Mamala as nonverbal
Submitted : 06 January 2019 communication. The purpose of this study is to find and explain
Review : 05 April 2019 the motives, meaning and experience of Mamala society do
Accepted : 10 May 2019 bakupukul manyapu ritual communication. The research
method using the phenomenological method that focuses on
Available online: June 2019 the study of meaning bakupukul manyapu ritual communication
the perspective Mamala community who experience it. The
research uses a qualitative approach based on constructivist
KEYWORDS paradigm with the technique of collecting data through in-depth
interviews, participatory observation, study, library and
documentation with supporting data based on Phenomenology
Meaning Construction, Bakupukul Manyapu, Mamala perspective, symbolic interaction and social construction theory.
The subject is Mamala society the perpetrator bakupukul
manyapu with the purposive sampling technique. The result that
CORRESPONDENCE Mamala society the bakupukul manyapu have a motive
"because" that is the motive proud, call, test yourself, and
prove, and the motive "for" attention, self-status, self-
*E-mail: sulaeman@iainambon.ac.id publication, and self-identity. Bakupukul manyapu experience
the pain early, bloody body lashes, whip instead of the
mayhem, physical appearance, the blood is dirty, self-
confidence, and oil treatment. Bakupukul manyapu meaning is
the offering, solicitation, hope, and social solidarity. Meaning
construction that bakupukul manyapu is an interesting tradition,
whipping each other, challenging the local wisdom, confidence,
and trust in the conduct of treatment the indigenous Mamala
Moluccas of tradition ritual communication.

A. PENDAHULUAN Kearifan lokal diberlakukan masyarakat


memiliki nilai-nilai moral dan sebagai pandangan

I
ndonesia merupakan negara berkembang, hidup, menyatu dengan sistem kepercayaan dan
memiliki masyarakat plural dari berbagai suku, norma diekspresikan di dalam adat (Zamzani dan
ras, agama dan bahkan keragaman budaya Hendrawati, 2014: 40), misalnya masyarakat
dengan tradisi lokal di setiap daerah di Maluku dengan kearifan lokal pela gandong, dua
pedalaman di Indonesia. Dengan keragaman desa berbeda agama memiliki nilai-nilai moral
budaya dimiliki menjadi salah satu keunggulan dengan pandangan hidup pada identitas sosial
bangsa, termasuk perkembangan pariwisata dan hubungan ikatan saudara dan identitas religi
seni. Kebudayaan menjadi sebuah cakupan berbeda agama (Muslim-Kristiani) berdasarkan
pengetahuan, keyakinan, seni, moral, tradisi dan keyakinan, simbol pengakuan perbedaan agama
kebiasaan yang di dalamnya terdapat nilai-nilai, untuk memperkokoh hubungan antar masyarakat
norma dan simbol yang akan berpengaruh pada dan agama. Demikian pula masyarakat Tulehu
pola tindakan normatif manusia sebagai memiliki nilai-nilai kearifan lokal membangun
masyarakat. Tindakan ini sebagai penanda solidaritas masyarakat melalui tradisi abda’u
karakteristik berdasarkan budaya (Kuncoroyakti, pada proses hewan qurban. Begitu juga
2018: 624) dan setiap budaya memiliki kearifan masyarakat Islam Mamala dengan kearifan lokal
lokal yang menganut sistem nilai dan manfaat dari leluhur, seperti tradisi perpaduan nilai-nilai
(Kasnadi, 2017: 151), terus menerus terikat untuk kearifan lokal dengan nilai-nilai agama Islam,
membangun identitas solidaritas sosial yaitu tradisi bakupukul manyapu.
(Sulaeman dan Rijal, 2018: 288) sebagai upaya
kebersamaan dalam pengembangan hubungan
dan interaksi sesama masyarakat.
61 | P a g e
https://doi.org/10.25077/ jantro.v21.n1.p61-72.2019 Attribution-ShareAlike 4.0 International. Some rights reserved
SULAEMAN/JURNAL ANTROPOLOGI: ISU-ISU SOSIAL BUDAYA - VOL. 21 NO. 01 (JUNE 2019)

Gambar 1. Komunikasi Ritual Bakupukul Manyapu Masyarakat Mamala

Sumber: Data primer, 2018

Bakupukul manyapu adalah komunikasi bagaimana memaknai dan bertindak terhadap


ritual masyarakat Islam di Desa Mamala, peristiwa komunikasi sesama mereka,
Kecamatan Leihitu, Kabupaten Maluku Tengah diwariskan, diinterpretasi dan dilaksanakan
yang telah diwarisi dari leluhur mengenai seiring dengan proses perubahan sosial terjadi
peristiwa komunikasi nyuwelain matehu (minyak dalam masyarakat (Riezali, Joebagio dan
Mamala) memperkuat dan menahan sambungan Susanto, 2018: 145), karena beberapa penelitian
rangka-rangka balok kayu masjid. Bakupukul terdahulu dilakukan di Indonesia, seperti hasil
manyapu telah dilaksanakan dari generasi penelitian dari Rumahuru et.al (2012) mengenai
kepada generasi berikutnya sampai saat ini, media konstruksi identitas dan ritual ma’atenu
dengan asumsi bahwa tradisi ini merupakan komunitas muslim Hatuhaha di Pelauw; Sakka
komunikasi ritual yang suci, harus dilakukan (2015) mengenai ma’atenu media tarian di Pulau
setiap tahun pada hari kedelapan bulan Syawal Haruku Kabupaten Maluku Tengah; Maulia dan
(Sulaeman dan Rijal, 2018: 288) untuk Utari (2018) tentang Berentak dalam ritual besale
pemenuhan jati diri sebagai upaya kebersamaan pada suku batin sembilan, Kabupaten Batanghari
melalui kekuatan do’a dan nyuwelain matehu. Provinsi Jambi: kajian analisis teks dan konteks;
Bakupukul manyapu, ritual pada saling Kuncoroyakti (2018) mengenai komunikasi ritual
memukul anggota badan hingga terluka dan gerebeg di Keraton Yogyakarta; Sulaeman dan
mengeluarkan darah dengan penyembuhan Rijal (2018) tentang simbolik komunikasi ritual
nyuwelain matehu sebagai media komunikasi ukuwala mahiate masyarakat Islam Mamala
nonverbal. Nyuwelain matehu menjadi salah satu Kabupaten Maluku Tengah; dan Riezali,
alasan perlunya pemahaman mengenai Joebagio, dan Susanto (2018) mengenai kon-
keterkaitan manusia dengan ritual, diawali pe- struksi makna tradisi peusijuek dalam budaya
mahaman mengenai kearifan lokalnya. Aceh.
Nyuwelain matehu sebagai media ritual, terutama Penelitian terdahulu dikemukakan memiliki
konteks masyarakat Mamala dipengaruhi dan sejumlah kemiripan dalam aspek metode dan
ditentukan oleh kemampuan sebagai pengo- pendekatan digunakan dengan fenomena suatu
batan, disinilah pentingnya kearifan lokal dan realitas dialami masyarakat Mamala. Penelitian
pemaknaan simbol diciptakan masyarakat akan dilakukan memiliki perbedaan signifikan
Mamala. dengan penelitian terdahulu, mengingat aspek
Kegiatan komunikasi ritual bakupukul fokus kajian, tujuan penelitian dan karakteristik
manyapu bagi masyarakat Mamala sebagai subjek ditelitinya memiliki perbedaan cukup
relasi ajaran Islam dengan kearifan lokal tetap mendasar untuk disamakan. Penelitian terdahulu
dilestarikan dan dijunjung tinggi untuk dilestari- sejenis ini pun dapat dijadikan referensi bagi
kan serta menjaga klaim kepemilikan dari penelitian ini terutama pada pembahasan hasil
masyarakat di kampung lain. Masyarakat temuan penelitian yang akan dilakukan akan
Mamala tetap menganggap kearifan lokal datang setelah data terkumpul dan pengolahan
tersebut dipegang teguh oleh seluruh masyarakat data untuk dijadikan sebagai bahan pengambilan
Mamala, karena seringkali mengalami konflik. putusan dan verifikasi ritual bakupukul manyapu.
Masyarakat Morella mengklaim kepemilikan ritual Ritual bakupukul manyapu menggunakan
bakupukul manyapu, berakibat nyawa kedua pendekatan kualitatif bersifat subjektif. Untuk
masyarakat desa tersebut saling membunuh. mengeksplorasi individu dengan interpretasi ritual
Namun masyarakat Mamala setiap tahunnya bakupukul manyapu yang dilakukan masyarakat
tetap melakukan kegiatan komunikasi ritual yang Mamala dengan perspektif konstruksi sosial dan
menganggap bakupukul manyapu sebagai interaksi simbolik, keduanya dianggap sebagai
kearifan lokal kepemilikan masyarakat Mamala. pelengkap satu sama lainnya. Kedua perspektif
Bagi masyarakat Mamala, komunikasi teoretis ini menjelaskan bahwa individu
memegang peranan penting pada ritual menentukan tujuan mereka sendiri dalam
bakupukul manyapu. Komunikasi terjadi di antara hidupnya. Mereka aktif, kreatif dan inovatif dalam
para pelaku ritual bakupukul manyapu, terutama berinteraksi dan berkomunikasi dengan orang lain.

62 | P a g e
SULAEMAN https://doi.org/10.25077/ jantro.v21.n61.p72.2019
SULAEMAN/JURNAL ANTROPOLOGI: ISU-ISU SOSIAL BUDAYA - VOL. 21 NO. 01 (JUNE 2019)

Tindakan masyarakat Mamala yang dihasilkan dari tradisi dilakukan tersebut. Alasan lainnya,
pemahaman mereka mengenai situasi internal masyarakat tetap mengedepankan serta
mengenai ritual bakupukul manyapu, bukan melestarikan bakupukul manyapu sebagai bagian
sebagai akibat dari faktor eksternal. Konteks ini, rasa cinta dan peduli pengorbanan akan tradisi
realitas sosial dianggap sebagai intersubjektif, yang sudah lama dimiliki, simbol identitas dirinya.
berbagi, dan bernegosiasi. Cukup dengan Kemudian masyarakat tidak akan mudah
berkomunikasi dan masyarakat Mamala sebagai dipengaruhi dan menghadapi tantangan
pelaku komunikasi ritual menyesuaikan tindakan globalisasi yang memiliki nilai baru dan asing,
mereka sendiri untuk memaknai ritual bakupukul jika dapat melestarikan tradisi bakupukul
manyapu. manyapu.
Masyarakat Mamala dari konteks subjek, Melalui metode fenomenologi, maka
untuk menggambarkan apa yang mereka manfaat penelitian tradisi bakupukul manyapu di
rasakan, apa yang mereka pikirkan dan apa yang era digital bahwasanya dengan perkembangan
mereka lakukan. Penelitian ini menggunakan zaman dan teknologi, mempengaruhi pola pikir
metode fenomenologi, berupaya mengungkap- masyarakat Mamala sehingga terjadi pergeseran
kan realitas sosial masyarakat Mamala nilai tradisi. Pergeseran tersebut mengalami
berdasarkan kesadaran oleh pengalaman ritual perkembangan dari bentuk aslinya. Di era gital
dialami. Kesadaran dan pengalaman dialami khususnya tradisi di Mamala akan lebih
membentuk pemaknaan bahwa bakupukul dirasakan oleh siapapun, karena tradisi dan
manyapu merupakan tradisi yang menarik, saling teknologi akan saling mempengaruhi dan
mencambuk, penuh tantangan dari sisi kearifan melengkapi. Teknologi dan tradisi memiliki
lokal, keyakinan dan kepercayaan pengobatan peranan penting dalam kehidupan manusia.
dalam melakukan komunikasi ritual tradisi Teknologi, salah satu komponen dari tradisi.
Mamala. Kemudian masyarakat sebagai subjek penelitian
Penggunaan perspektif interaksionisme diharapkan akan memperkaya dan mengem-
simbolik dari Blummer yang melihat realitas bangkan teori komunikasi, terutama tradisi
sosial diciptakan manusia melalui interaksi bakupukul manyapu dan komunikasi yang
makna disampaikan secara simbolik (Mulyana memperkuat landasan ilmiah dalam pengem-
dan Sulaeman, 2016: 137). Simbol tercipta dari bangan ilmu komunikasi serta pengembangan
esensi di dalam diri manusia saling berhubungan akar ilmu komunikasi. Penelitian ini juga dapat
(Sulaeman dan Sulastri, 2017: 249-250). menjadi referensi bagi masyarakat adat lainnya
Perspektif interaksi simbolik mengutamakan di Maluku, khususnya masyarakat Mamala yang
bagaimana masyarakat Mamala mengkonstruksi ingin mengetahui tradisi bakupukul manyapu dan
ritual bakupukul manyapu. Diawali dengan menjadikan rujukan untuk melestarikan tradisi ini.
menjelaskan dan menemukan motif, makna dan Berdasarkan paparan yang telah dijelaskan,
pengalaman masyarakat Mamala melakukan maka aksiologis penelitian ini memiliki nilai
komunikasi ritual bakupukul manyapu dengan kebaruan dilihat dari segi pemaknaan masyara-
pendekatan penelitian kualitatif (Sulaeman, 2018: kat Mamala terhadap tradisi bakupukul manyapu
665), pada paradigma konstruktivis dengan dan dapat memberikan pengetahuan dan
mengeksplorasi individu melakukan pemaknaan pemahaman untuk memaknai tradisi ini,
terhadap ritual bakupukul manyapu. sehingga memunculkan kesadaran masyarakat,
Penelitian ini menarik dilakukan dengan khususnya generasi milineal terhadap pentingnya
alasan, masyarakat Mamala melakukan komuni- memahami makna yang terkandung dalam tradisi
kasi ritual bakupukul manyapu pada hari bakupukul manyapu. Memang tidaklah mudah
kedelapan bulan Syawal dengan memadukan bagi masyarakat Mamala untuk menjaga,
pemahaman dan pengetahuan ibadah puasa mempertahankan dan bahkan adanya klaim
Ramadhan dan puasa sunnah di bulan Syawal. kepemilikan tradisi ini dari masyarakat Morella.
Tradisi yang memadukan relasi interaksi ajaran Ini disebabkan adanya cara pandang bahwa
Islam dengan kearifan lokal. Tradisi ini bukan tradisi ini merupakan simbol jati diri bagi
hanya ritual seremonial belaka yang saling masyarakat Mamala.
mencambuk hingga anggota badan terpecah- Inilah yang menjadi latar belakang dilakukan
pecah dan berdarah dan nyuwelain matehu penelitian selama delapan bulan dari tanggal 15
sebagai minyak pengobatan, diyakini bisa September 2017 hingga 10 Mei 2018. Penelitian
menyembuhkan luka-luka. Ritual ini juga memiliki ini memiliki tujuan untuk menemukan dan
makna secara verbal maupun nonverbal dalam menjelaskan motif, makna dan pengalaman
setiap rangkaian peristiwa komunikasi. Namun masyarakat Mamala melakukan komunikasi ritual
generasi milinial dan atau masyarakat sendiri bakupukul manyapu.
sebagai pemilik kearifan lokal, belum tentu
mengetahui dan memahami akan makna dan
tujuan dari semua prosesi yang terdapat pada

63 | P a g e
https://doi.org/10.25077/ jantro.v21.n61.p72.2019 SULAEMAN
SULAEMAN/JURNAL ANTROPOLOGI: ISU-ISU SOSIAL BUDAYA - VOL. 21 NO. 01 (JUNE 2019)

B. METODE PENELITIAN (Sulaeman, 2018) untuk menemukan dan


menjelaskan mengenai motif, makna dan

P
enelitian ini menggunakan paradigma pengalaman bakupukul manyapu dialami.
konstruktivis untuk melakukan interpretasi Bakupukul manyapu merupakan ritual dari
atas bakupukul manyapu masyarakat serangkaian peristiwa komunikasi dialami
Mamala. Interpretasi ini dilakukan peneliti atas masyarakat Mamala melalui berbagai tahapan
konsep dasar bakupukul manyapu sebagai objek yang tidak dapat diukur secara pasti sehingga
kajian. Peneliti dan objek penelitian akan hanya bisa dijelaskan pendekatan kualitatif yang
dianggap memiliki hubungan secara timbal balik. terfokus pada prosedur penelitian yang
Hasil penelitian kemudian akan mewujudkan menghasilkan data deskriptif berupa verbal
secara literal seiring dengan berjalannya proses maupun nonverbal dan tindakan orang diamati
penelitian. (Sulaeman, 2018: 662-674). Penelitian ini
Metode digunakan adalah fenomenologi, membutuhkan deskripsi data dan fakta diperoleh
studi yang berupa pengungkapan realitas secara holistik, tidak dimaksudkan untuk
berdasarkan kesadaran keterlibatan dialami menggeneralisasi.
masyarakat Mamala melakukan bakupukul Pendekatan kualitatif digunakan untuk
manyapu. Penelitian ini merujuk pada pernya- mengungkapkan sebuah fenomena bakupukul
taan “… phenomenologists explore the structures manyapu terkait konstruksi makna masyarakat
of consciousness in human experience” Mamala yang bertujuan untuk menemukan dan
(Creswell, 2013: 51) dengan pendekatan menjelaskan pemaknaan yang oleh sejumlah
kualitatif interpretatif subjektif, menitiberatkan individu atau kelompok orang dianggap berasal
pada pengamatan dan suasana alamiah. dari masalah-masalah sosial dan kemanusiaan
Kesadaran keterlibatan dialami masyarakat (Creswell, 2013: 4). Lebih lanjut dikemukakan
Mamala ini membentuk pemaknaan akan suatu bahwa tujuan penelitian kualitatif untuk
realitas bakupukul manyapu. Pemaknaan ini mempertahankan bentuk dan isi tindakan dan
dikaitkan dengan konsep dasar bakupukul menganalisis kuantitasnya, alih-alih mengubah-
manyapu, bisa berbentuk verbal maupun nya menjadi entitas kualitatifnya (Mulyana, 2018:
nonverbal yang dapat diamati. Masyarakat 150).
Mamala menggunakan pendekatan kualitatif

Tabel 1.Fokus Metode Penelitian

Metode Penelitian Keterangan


Pendekatan Kualitatif sebagai pendekatan digunakan menemukan dan menjelaskan motif,
Penelitian makna dan pengalaman bakupukul manyapu bagi masyarakat Mamala
Maluku
Pardigma Penelitian Konstruktivis, mengkaji pemahaman mengenai konstruksi makna bakupukul
manyapu bagi masyarakat Mamala Maluku yang mengalaminya.
Metode Fenomenologi, terfokus pada kajian pemaknaan pada komunikasi ritual
bakupukul manyapu dari sudut pada keterlibatan masyarakat Mamala
mengalaminya.
Subjek Penelitian Keterlibatan masyarakat Mamala sebagai pelaku bakupukul manyapu.
Teknik Penentuan Teknik purposive sampling, peneliti sudah menentukan sejumlah informan
Informan sesuai dengan tujuan penelitian penelitian.
Pemilihan Informan Informan yang mampu berbagi menggambarkan kembali realitas sosial yang
telah dialaminya, terutama sifat alamiah dan maknanya, bersedia untuk terlibat
dalam kegiatan penelitian yang membutuhkan waktu lama, serta bersedia
untuk diwawancara dan direkam kegiatannya selama berlangsungnya
penelitian ini.
Jumlah Informan Jumlah informan sebanyak limabelas orang.
Teknik Pengamatan terlibat, wawancara mendalam, dokumentasi, dan studi
Pengumpulan Data kepustakaan.
Analisis Data Data diperoleh dianalisis berdasarkan alur pengolahan data kualitatif secara
bersamaan melalui reduksi data, penyajian data, simpulan dan verifikasi untuk
menjawab motif, makna dan pengalaman bakupukul manyapu bagi
masyarakat Mamala Maluku.
Sumber: Hasil penelitian berdasarkan data informan

64 | P a g e
SULAEMAN https://doi.org/10.25077/ jantro.v21.n61.p72.2019
SULAEMAN/JURNAL ANTROPOLOGI: ISU-ISU SOSIAL BUDAYA - VOL. 21 NO. 01 (JUNE 2019)

Subjek pada penelitian ini adalah Hasil wawacara dimudahkan dengan menggu-
keterlibatan masyarakat Mamala melakukan nakan bahasa lokal (Mamala), peneliti
tradisi bakupukul manyapu. Penelitian ini menggunakan juru bahasa, akhirnya wawancara
melibatkan limabelas orang informan yang dilakukan dengan lancar dan intim.
merupakan pelaku komunikasi ritual bakupukul Hasil pengumpulan data diperoleh dari
manyapu. Teknik penentuan informan ini dengan lapangan yang selanjutnya dianalisis melalui alur
teknik purposive sampling, dipilih berdasarkan kegiatan pengolahan data kualitatif dilakukan
pertimbangan dengan tujuan tertentu (Bungin, secara bersamaan yaitu reduksi, penyajian,
2011: 107), merekalah yang dapat menjelaskan penarikan simpulan dan verifikasi data, dilakukan
ataukah memberikan informasi yang akan diteliti peneliti melalui interpretasi data sesuai konteks
mengenai bakupukul manyapu. Pemilihan subjek pertanyaan penelitian serta dihubungkan tujuan
didasarkan kepada informan yang mampu penelitian berdasarkan metode penelitian
menggambarkan kembali fenomena yang telah digunakan. Verifikasi ini diperoleh simpulan untuk
dialaminya serta bersedia untuk diwawancara menjawab motif, pengalaman dan makna
dan direkan selama penelitian berlangsung. bakupukul manyapu bagi masyarakat Mamala,
Teknik pengumpulan data digunakan adalah diverifikasi dengan data lainnya ataupun dengan
pengamatan terlibat, wawancara mendalam, dan para informan penelitian.
studi kepustakaan. Dalam penelitian ini, peneliti
menggunakan wawancara terstruktur. Ini diterap- C. HASIL DAN PEMBAHASAN
kan karena peneliti ingin menjelajahi

P
pengalaman, pandangan, dan pengetahuan enelitian ini bertujuan untuk menemukan
dimiliki informan tanpa terbebani pikirannya. Ini dan menjelaskan bagaimana masyarakat
berarti bahwa ketika peneliti melakukan proses Mamala mengkontruksi bakupukul menya-
wawancara, informan akan memiliki fleksibilitas pu. Konstruksi makna bakupukul manyapu bagi
struktur kata-kata dan ide-ide dalam menjawab masyarakat Mamala terbentuk berdasarkan
pertanyaan yang diajukan peneliti. motif, makna dan pengalaman dan pengetahuan
Peneliti terjun langsung ke lapangan, dimiliki yang berbeda-beda, senantiasa bisa
bertindak sebagai pengamat untuk membuat berubah seiring dengan proses perubahan ruang
kategori tindakan, mengamati gejala, dan dan waktu. Kesemuanya ini akan menyebabkan
merekam dan mencatat tuturan informan dengan pemaknaan ritual akan sesuatu juga berbeda-
menggunakan media seperti catatan notes, beda, seperti pemaknaan komunikasi ritual
kamera dan tape recorder. Tujuannya, untuk bakupukul manyapu melalui sudut pandang
memperoleh gambaran secara utuh dan masyarakat Mamala yang tentunya berbeda
menyeluruh mengenai bakupukul manyapu. dengan pemaknaan komunikasi ritual dihasilkan
Awalnya wawancara tidak mudah dilakukan, melalui pemahaman masyarakat tidak pernah
informan menganggap peneliti bukan etnik keterlibatan atas berpartisipasi dalam peristiwa
Maluku, khususnya etnik Mamala. Ketika mereka komunikasi ritual bakupukul manyapu, karena
bersedia diwawancarai, awalnya mereka tampak pemaknaan komunikasi ritual dibentuk oleh
gelisah. Peneliti mampu mengumpulkan data dari pengalaman dan pengetahuan dimiliki pelaku
informan dengan cara, seperti peneliti menunjuk- peristiwa komunikasi ritual.
kan kesabaran dan empati terhadap mereka.

65 | P a g e
https://doi.org/10.25077/ jantro.v21.n61.p72.2019 SULAEMAN
SULAEMAN/JURNAL ANTROPOLOGI: ISU-ISU SOSIAL BUDAYA - VOL. 21 NO. 01 (JUNE 2019)

Diagram 1. Model Konstruksi Makna Bakupukul Manyapu bagi Masyarakat Mamala

Konstruksi Makna
Bakupukul Manyapu

Konstruksi Sosial Fenomenologi Interaksi Simbolik

Bangga Perhatian

Motif Tujuan
Motif Sebab
Panggilan Status Diri
Motif Alasan
Bakupukul Manyapu
Menguji Diri Publikasi Diri

Pembuktian Identitas Diri

Sakit Cambukan Pertama Tubuh Berdarah Tampilan Fisik Cambukan Bukan Aniaya

Pengalaman Bakupukul Manyapu

Kenyamanan Diri Darah Kotor Keyakinan Minyak Jati Diri Laki-Laki

Menarik Permohonan

Makna
Pengharapan
Saling Mencambuk Bakupukul Manyapu
Solidaritas Sosial
Persembahan
Konstruksi Makna
Bakupukul Manyapu Bagi
Masyarakat Mamala Maluku

1. MOTIF BAKUPUKUL MANYAPU diri masyarakat Mamala dan tindakannya


“because of motive,” motif sebab merujuk pada
masa lalu dan tindakan “in-order-to-motive,” motif

P
ada setiap tindakan individu, terdapat motif
menjadi orientasi dari tindakannya. tujuan merujuk pada masa depan (Schutz dalam
a
Menurut Max Weber, makna dan motif Sulaeman, 2017 : 65). Kedua motif ini bukan
subjektif inilah berhubungan langsung dengan elemen terpisah satu sama lain, motif sebagai
tindakan manusia (Mulyana, 2018: 61). Motif elemen terintegrasi dalam sisten dan konsisten,
penting dalam melihat diri masyarakat Mamala seperti pada tabel 2 berikut ini.
yang melatarbelakangi melakukan ritual
bakupukul manyapu, karena motif dapat melihat
Tabel 2. Penjelasan Motif Because (Karena) dan Motif In Order To (Untuk)
Penjelasan Motif Kategori
Motif Bangga Because
Melakukan ritual bakupukul manyapu merasa senang, lega, dan puas yang muncul dalam hati.
Motif Panggilan Because
Ritual Bakupukul manyapu sebagai tugas suci yang mulia untuk pengabdian pada negeri dan harus
dilaksanakan dengan penuh keikhlasan serta tidak merusak lingkungan alam
Motif Menguji Diri Because
Memulihkan hubungan dengan Kemampuan diri melakukan ritual
Motif Pembuktian Because
Penyajian diri dengan kedekatan dengan sesama pelaku ritual
Motif Perhatian In Order To
Pengakuan diri dari reaksi dan rangsangan orang lain
Motif Status Diri In Order To
Posisi diri yang berbeda dengan orang yang tidak pernah terlibat Dallam ritual
Motif Publikasi Diri In Order To
Ekspresi diri untuk mengajak dan membujuk orang lain mengenail ritual kepemilikan masyarakat
Mamala
Motif Identitas Diri In Order To
Bentuk refleksi kesadaran diri dijadikan sebagai tugas suci untuk menyadari diri secara baik dan
benar
Sumber: Hasil penelitian

66 | P a g e
SULAEMAN https://doi.org/10.25077/ jantro.v21.n61.p72.2019
SULAEMAN/JURNAL ANTROPOLOGI: ISU-ISU SOSIAL BUDAYA - VOL. 21 NO. 01 (JUNE 2019)

Motif karena (because of motive), sesuatu diri. Sesungguhnya motif dimiliki masyarakat
merujuk pada pengalaman masa lalu individu. Mamala melakukan komunikasi ritual bakupukul
Motif ini apa yang mendorong melatarbelakangi manyapu tidak terbentuk begitu saja. Terdapat
masyarakat Mamala untuk mengambil tindakan sejumlah interaksi yang terakumulasi menjadi
melakukan ritual bakupukul manyapu cukup suatu pengalaman dan bermuara pada
beragam. Keragaman orientasi sebab dilatarbela- sekumpulan pengetahuan yang akhirnya dimiliki
kangi oleh berbagai aspek pengalaman oleh mereka.
mengkonstruksi dirinya melakukan komunikasi Pengetahuan tidak serta-merta ada di dalam
ritual bakupukul manyapu. Motif “karena” baku diri individu. Pengetahuan dihasilkan dari
pukul manyapu masyarakat Mamala meliputi interaksi yang melibatkan proses berbagai
beberapa kategori di antaranya adalah motif informasi antara individu dengan lingkungannya.
bangga, panggilan, menguji diri, dan pembuktian. Pengetahuan itu pula melandasi terbentuknya
Motif untuk (in-order-to-motive), sesuatu motif untuk melakukan ritual bakupukul manyapu.
merujuk pada tujuan yang digambarkan sebagai Dengan kata lain, proses pembentukan motif di
maksud, rencana, harapan, minat dan dalam diri mayarakat Mamala saat mereka
sebagainya dan berorientasi masa depan. Motif memutuskan melakukan ritual, didasari oleh
ini kecenderungan pada alasan individu pengetahuan dan menimbulkan ekspektasi untuk
melakukan tindakan sebagai usaha menciptakan mewujudkan suatu aktivitas tertentu, bisa
situasi dan kondisi diharapkan di masa akan dikategorikan ke dalam kelompok “in-order-to-
datang atau harapan di masa akan datang. Motif motive.”
tersebut teridentifikasi yang mendorong Ada pernyataan menyebutkan bahwa “…
masyarakat Mamala melakukan tindakan Schutz posits that individuals orient to objects
komunikasi ritual bakupukul manyapu untuk and actions by assuming a reciprocity of
mendapatkan manfaat cukup beragam. perspective with other humans” (Lindlof dalam
a
Keragaman orientasi tujuan dilatarbelangi berba- Sulaeman, 2017 : 122). Orientasi tindakan
gai aspek pengalaman komunikasi mengkon- individu dilandasi pengetahuan dimilikinya. Pe-
struksi dirinya melakukan komunikasi ritual ngetahuan dapat diperoleh dari pengalaman
bakupukul manyapu. Motif “untuk” baku pukul berbagi informasi dengan individu lain.
manyapu masyarakat Mamala meliputi beberapa Pengetahuan ini dapat mendorong timbulnya
kategori di antaranya adalah motif perhatian, motif tertentu di dalam diri individu. Motif untuk
status diri, publikasi diri, dan identitas diri. melakukan ritual bakupukul manyapu dilandasi
Kategorisasi motif sebab yang mendorong pengetahuan mengenai tujuan yang akan
masyarakat Mamala, memperlihatkan bahwa diperoleh apabila mereka melakukan ritual
motif melakukan ritual bakupukul manyapu cukup tersebut.
beragam. Keberagaman orientasi dimiliki, Motif dilandasi oleh adanya keinginan untuk
dilatarbelakangi oleh berbagai aspek pengala- mendapatkan tujuan dari tindakan yang akan
man dan pengetahuan dimiliki serta situasi yang dilakukannya sebagai motif in order to. Ini
telah dialami. Semakin banyak pengalaman dan mengacu pada pernyataan bahwa “… The act
pengetahuan mereka yang dipandang dari sudut thus projected in the future perfect tense and in
tertentu maka semakin terdorong melakukan term of which the action receives its orientation is
komunikasi ritual bakupukul manyapu. the in order motive for actor” (Schutz dalam
Pengkategorian motif ini merujuk pada Sulaeman, 2017a: 122). Sebab motif ini muncul
identitas yang disebut Berger dan Luckmann disertai adanya harapan untuk mewujudkan
(Sulaeman, 2017: 363) sebagai typification untuk sebuah proyek tertentu yang manfaatnya akan
menjelaskan konstruksi sosial dari sebuah diperoleh di masa akan datang apabila proyek
tindakan yang sudah menjadi habitual. Hal ini tersebut telah terwujud.
sesuai juga dengan pernyataan Schutz dalam Kecenderungan yang mendorong masyara-
a
(Sulaeman, 2017 : 111-112) “in every genuine kat Mamala untuk mengambil tindakan
because-motivation both motivating and motiva- melakukan ritual bakupukul manyapu dapat
ted lived experiences have the temporal dilihat dari motif mereka miliki. Motif merupakan
character of pastnest.” Motif yang disebabkan konfigurasi atau konteks makna yang ada pada
sebagai pembuktian, panggilan, bangga, dan diri individu sebagai landasan dalam bertindak
menguji diri dilandasi oleh adanya pengalaman dan upayanya memaknai diri dan lingkungan.
masa lalu masyarakat Mamala melakukan Atau dengan kata lain, motif adalah faktor
komunikasi ritual bakupukul manyapu. pendorong individu untuk bertindak terhadap
Motif melandasi masyarakat Mamala suatu objek. Seperti juga pernyataan Schutz
sebagai subjek untuk mengambil tindakan serta bahwa “… Motive is meaningful ground of his
a
memutuskan untuk melakukan komunikasi ritual behavior” (Sulaeman, 2017 : 123). Masyarakat
bakupukul manyapu agar mendapatkan Mamala melakukan tindakan ritual bakupukul
perhatian, status diri, publikasi diri, dan identitas manyapu dilandasi oleh motif tertentu. Dengan

67 | P a g e
https://doi.org/10.25077/ jantro.v21.n61.p72.2019 SULAEMAN
SULAEMAN/JURNAL ANTROPOLOGI: ISU-ISU SOSIAL BUDAYA - VOL. 21 NO. 01 (JUNE 2019)

mengamati motif subjek dapat diketahui mannya dan mencoba memahami dunia dengan
kecenderungan mereka ketika melakukan pengalaman pribadinya (Littlejohn, 2010: 57).
tindakan ritual. Pada tindakan because motive Individu merupakan makhluk kreatif, berkemauan
yang menjadi stimulus bagi masyarakat Mamala bebas dan memiliki beberapa sifat subjektif
untuk melakukan suatu tindakan bakupukul lainnya. Individu menciptakan dunianya sendiri
manyapu. Tindakan in-order-to-motive masyara- menurut perspektifnya sendiri yang berbeda dari
kat Mamala tertarik dan memiliki keinginan untuk subjek lain, sehingga tercipta dunia subjektif dan
masa akan datang setelah melakukan bersifat relatif.
komunikasi ritual bakupukul manyapu. Berdasarkan hasil pengamatan terdapat
tujuh kategori pengalaman bakupukul manyapu
2. PENGALAMAN BAKUPUKUL MANYAPU bagi masyarakat Mamala. Pengalaman yang
diperoleh berbeda-beda setelah melakukan

P
engalaman dirasakan masyarakat Mamala bakupukul manyapu dipengaruhi dari latar
sebagai informan penelitian mempunyai belakang pengalaman masyarakat Mamala itu
makna bagi mereka sendiri dan sendiri. Pengalaman sadar mayarakat Mamala
pengalaman dirasakan saling berkesinambungan melakukan bakupukul manyapu meliputi sakit
satu sama lainnya. Fenomenologi mendeskrip- cambukan awal, tubuh berdarah, cambuk bukan
sikan makna yang berasal dari pengalaman aniaya, tampilan fisik, darah kotor, kenyamanan
hidup bagi beberapa masyarakat Mamala diri, dan keyakinan minyak pengobatan. Hasil
mengenai bakupukul manyapu dan berdasarkan dari temuan penelitian digambarkan dalam tabel
pada pengalaman sadar dimiliki. Metode 3.
fenomenologi berasumsi bahwa individu secara
aktif menginterpretasikan pengalaman-pengala-

Tabel 3. Penjelasan Mengenai Pengalaman Bakupukul Manyapu

Kategori Pengalaman Penjelasan Pengalaman


Sakit Cambukan Awal Perasaan diri ditandai dengan kegiatan saling mencambuk dan atau pukulan
dengan lidi aren, awalnya dirasakan sakit
Tubuh Berdarah Luka-luka darah yang mengalir di seluruh anggota badan
Cambukan Bukan Aniaya Saling mencambuk dan atau memukul dengan lidi aren menggunakan
perasaan tidak saling menganiaya para pelaku ritual
Tampilan Fisik Memperlihatkan anggota badan dengan kekuatan fisik yang berbeda dengan
orang lain.
Darah Kotor Tidak merasakan sakit sedikitpun bahkan darah yang keluar merupakan darah
penyakit
Kenyamanan Diri Setelah melakukan ritual, perasaan diri dengan nyaman sebagai putra
Mamala
Jati Diri Laki-Laki Keterlibatan pada ritual memunculkan jati diri sebagai laki-laki yang memiliki
fisik kuat
Keyakinan Minyak Pengobatan Minyak Mamala digunakan untuk membasuh anggota badan yang diyakini
dan dipercaya bisa menyembuhkan anggota badan terluka, berdarah maupun
mengobati kaki patah, tulang patah, penyakit kulit, gatal-gatal, luka bakar,
batuk, dan penyakit kulit lainnya.
Sumber: Hasil penelitian

Pengalaman masyarakat Mamala muncul dapat menambah pengetahuan masyarakat


karena adanya aktivitas komunikasi bakupukul Mamala. Suatu peristiwa yang mengandung
manyapu dilakukan. Masyarakat Mamala mem- unsur komunikasi akan menjadi pengalaman
bangun sebuah persepsi yang sama meskipun komunikasi tersendiri bagi individu, dan
latar belakang pengalaman mereka berbeda, ini pengalaman komunikasi dianggap penting akan
terjadi karena komunikasi yang efektif sehingga menjadi pengalaman paling diingat dan memiliki
pesan bisa tersampaikan. Pengalaman masya- dampak khusus bagi individu tersebut
rakat Mamala merupakan sesuatu dialami, dan (Nurtyasrini, Hafiar, dan Askrindo, 2016: 219-
melalui pengalaman ini setiap masyarakat 228).
Mamala mendapatkan pengetahuan. Pengeta-
huan sendiri berlandaskan pada kesadaran 3. MAKNA BAKUPUKUL MANYAPU
melandasi pemaknaan.

F
Peristiwa komunikasi ritual dialami menjadi enomenologi dapat ditempatkan sebagai
sebuah pengalaman bagi masyarakat Mamala. metode yang mendeskripsikan konsep
Pengalaman diperoleh mengandung suatu alamiah dari persepsi individu dalam
informasi atau pesan tertentu. Informasi ini akan hubungannya dengan dunia. Jadi fenomenologi
diolah menjadi pengetahuan. Berbagai peristiwa berusaha untuk memahami bagaimana
komunikasi ritual bakupukul manyapu dialami seseorang mengalami dan memberi makna pada
68 | P a g e
SULAEMAN https://doi.org/10.25077/ jantro.v21.n61.p72.2019
SULAEMAN/JURNAL ANTROPOLOGI: ISU-ISU SOSIAL BUDAYA - VOL. 21 NO. 01 (JUNE 2019)

sebuah pengalaman (Mulyana, 2018: 25). Makna menginterpretasikan dan bertindak berdasarkan
dapat diberikan melalui pengalaman komunikasi gejala-gejala yang masuk kepadanya.
dari setiap individu. Tampak pada masyarakat Mamala, mereka
Masyarakat Mamala melakukan ritual melakukan proses pemaknaan, diawali dengan
sebagai cara berkomunikasi dengan Allah SWT, melihat kategori-kategori peristiwa komunikasi
dan leluhurnya yang selanjutnya memandang ritual bakupukul manyapu bermakna.
bakupukul manyapu sebagai model sistem Memunculkan bentuk kategori do’a, penghor-
pengetahuan yang mempresentasikan aspek matan leluhur, solidaritas sesama masyarakat,
kognitif. Masyarakat menjadikan ritual sebagai dan permohonan kepada Allah SWT. Masing-
model bagi jati diri untuk membangun, membina, masing individu dan atau komunitas masyarakat
dan melestarikan semangat solidaritas melakukan pemaknaan tersendiri terhadap
kebersamaan, kekompakkan, dan persatuan kategori peristiwa komunikasi tersebut, walaupun
antara sesama masyarakat. Komunikasi ritual, hasil pemaknaan ini kemudian dipengaruhi oleh
mengacu pada pandangan dari Carey dalam berbagai sumber, seperti cerita orang tua, cerita
(Sulaeman, 2016:18) bahwa komunikasi ritual orang kampung, dan pengalaman komunikasi
saling berhubungan dengan komunikasi, sendiri. Hasil pemaknaan tidak bisa berdiri-
perayaan, dan kebersamaan. Komunikasi sendiri, akan terkait dengan pengaruh kelompok
dibangun berkaitan dengan upacara suatu lain yang kemudian menjadi makna bersama. Ini
masyarakat. Perayaan, biasanya dilakukan pernah ditegaskan oleh Mead dalam Mulyana
masyarakat secara bersama-sama. Ritual bahwa makna muncul dari interaksinya dengan
dilaksanakan secara kolektif dan regular agar manusia lain. Prosesnya adalah sesuatu yang
masyarakat disegarkan dan dikembalikan akan sangat simbolik, yaitu proses pemaknaan yang
pengetahuan dan makna-makna kolektif. Dalam dilakukan terhadap simbol-simbol budaya
konsep ini termasuk aspek metodologis, teoretis, (Sulaeman dan Malawat, 2018: 75).
praktek, di mana masyarakat menangkap,

Tabel 4. Penjelasan Mengenai Makna Bakupukul Manyapu

Kategori Makna Penjelasan Makna


Menarik Bakupukul manyapu, ritual yang menarik dan sifat tindakannya sakral dengan
penggunaan lidi aren. Bakupukul manyapu diidentikkan dengan kebiasaan
atau tindakan turun-temurun masyarakat, tindakan mengandung nilai-nilai
religi.
Saling Mencambuk Ungkapan hati pelaku tindakan komunikasi ritual untuk menggugah rasa
solidaritas sosial dengan semangat juang dalam kebersamaan hidup
masyarakat adat
Persembahan Ritual ini diyakini sebagai tempat persembahan dan permohonan ajaran
agama Islam dalam pembangunan masjid, kekuatan dan kesabaran untuk
memohon kepada Allah SWT dalam menghadapi masalah ketika terjadinya
balok masjid yang patah
Permohonan Memanjatkan pujian dan syukuran untuk pemenuhan jati diri sebagai anak
negeri
Pengharapan Kepada Allah Pengharapan kepada Allah SWT pemilik otoritas bumi untuk memperoleh ijin
dari-Nya, berupa harapan agar pelaksanaan tindakan komunikasi ritual
terlaksana dengan baik, tanpa ada hambatan untuk membangun solidaritas
kebersamaan sesama pelaku ritual
Solidaritas Sosial Masyarakat adat Mamala sebagai anak negeri untuk membangun solidaritas
sosial dengan kebersamaan harmonis yang dijadikan sumber persatuan dan
kekuatan bagi kampung Mamala
Sumber: Hasil penelitian

Proses komunikasi ritual di masyarakat terganggu. Begitu juga dengan dari orang-orang
Mamala adalah sebuah proses yang berlangsung kampung, seperti obrolan sesama teman dan
karena ada relasi masing-masing unsur pelaku atau tetangga sesama komunitas masyarakat.
komunikasi. Semua proses tersebut terikat Proses komunikasi berlangsung rapat dan
dengan unsur-unsur pelaku komunikasi ritual. dekat, dan selalu menghubungkan dengan
Individu akan terikat dengan pengalaman yang peristiwa komunikasi ritual bakupukul manyapu.
disampaikan orang tuanya, baik dalam bentuk Kerapatan hubungan dan kedekatan secara
penuturan langsung, bercerita, menyuruh ikut emosional menjadi faktor penting dalam
terlibat dalam ritual, ataupun melihat langsung komunikasi ritual di masyarakat Mamala. Faktor
ritual tersebut. Apabila hal ini tidak terjadi, maka ini berkaitan erat sekali dengan konteks
kesepakatan pemaknaan akan berbeda dan masyarakat Mamala dan ikatan kekerabatan
keutuhan komunikasi ritual masyarakat akan yang terjalin. Bisa dikatakan bahwa masyarakat
69 | P a g e
https://doi.org/10.25077/ jantro.v21.n61.p72.2019 SULAEMAN
SULAEMAN/JURNAL ANTROPOLOGI: ISU-ISU SOSIAL BUDAYA - VOL. 21 NO. 01 (JUNE 2019)

Mamala adalah sebuah komunitas adat, masih pelaku ritual terpecah-pecah dan atau berdarah
mempertahankan kebudayaan berdasarkan akibat cambukan dan atau pukulan dengan lidi
kepercayaan agama Islam yang mereka anut. aren. Luka-luka darah yang mengalir di seluruh
Hadikusuma (dalam Sulaeman, 2016: 65), anggota badan pelaku tindakan komunikasi ritual,
masyarakat adat sebagai satu kesatuan hidup tidak merasakan sakit sedikitpun bahkan darah
manusia yang berinteraksi satu sama lain yang keluar merupakan darah penyakit. Selain
menurut sistem adat tertentu, sifatnya terus- itu, peserta komunikasi ritual memiliki komunikasi
menerus dan terikat dengan rasa identitas intrapribadi semangat juang ketika mendengar
bersama. Komunitas masyarakat Tulehu ini bunyi rebana.
adalah penting dalam memahami berbagai Melalui ritual ini, pemaknaan tindakan
persepsi terhadap kearifan lokal dan kemudian komunikasi memiliki tindakan ekspresif untuk
mengembangkan pada bentuk strategi membangun, membina, menjaga, dan melesta-
komunikasi ritual bakupukul manyapu. rikan semangat solidaritas, kebersamaan,
Pelaksanaan tindakan komunikasi baku- kekompakkan, dan persatuan antara sesama
pukul manyapu, dilakukan setelah pelaksanaan masyarakat adat. Berorientasi kepada pemenuhi
shalat subuh secara berjamaah di masjid, tarian jati diri sebagai anak negeri, setiap masyarakat
hadrat, manuhua, dan alifuru. Tepatnya di waktu kembali menyadari eksistensi dirinya dalam
subuh hari pada tanggal delapan Syawal, Upu dunia, baik dalam konteks bagaimana
Latu Tua, parenta syara, tokoh adat, dan berinteraksi dengan Allah SWT, dengan sesama
masyarakat Mamala melaksanakan shalat subuh maupun dengan menjaga kearifan lokal terhadap
secara berjamaah di masjid al-Muhibbin Desa klaim kepemilikan dari kampung lain.
Mamala. Dilanjutkan pembacaan salawat, zikir Makna bakupukul manyapu pada ritual
dan do’a (tahlilan) dengan niat ditujukan kepada minyak pengobatan, tergambar dalam tindakan
Rasulullah SAW, keluarga, sahabat, dan seluruh simbolik, tidak lepas dari peranan Imam Tunny
umat Islam, khususnya ditujukan kepada arwah dan keturunannya agar Allah SWT menerima
leluhur dan ataupun orang yang sudah amalan dan menempatkan mereka di sisi-Nya.
meninggal dunia, mereka itulah orang yang telah Ritual minyak pengobatan sebagai sebuah
mendirikan Desa Mamala, dan mendirikan sistem komunikasi yang dimaknai secara kultural
masjid. Pembacaan salawat Nabi Muhammad memiliki fungsi dan bentuk penjagaan moral dan
SAW, zikir, dan tahlilan memiliki makna berupa perilaku, memperkuat hubungan emosional
harapan agar pelaksanaan tindakan komunikasi (Humaeni, 2015: 185). Ritual tersebut merupakan
ritual terlaksana dengan baik, tanpa ada tindakan dari tindakan Imam Tunny dan
hambatan untuk membangun solidaritas keturunannya dalam berkomunikasi dengan
kebersamaan sesama pelaku ritual. sesamanya dan atau Allah SWT. Interpretasi
Pelaku ritual menggunakan simbol atas ritual minyak pengobatan terhadap perilaku
komunikasi nonverbal dimiliki pelaku ritual, masyarakat Mamala yang terlibat selama
seperti memakai celana pendek dan ikat kepala interaksi ritual. Simbolik hati bersih dari orang
warna merah dan putih, tidak memakai baju yang mengerjakan mengandung pesan
untuk menutup badan, dan lidi aren. Tindakan komunikasi verbal dan nonverbal meniupkan do’a
ritual memungkinkan para pelakunya berbagi pada nyuwelain matehu.
komitmen, emosional dan menjadi perekat bagi Kekhasan nyuwelain matehu tidak dapat
kepaduan mereka, juga sebagai pengabdian diperjual-belikan dan dilarang untuk meminta
kepada kelompok. Lebih lanjut ditegaskan lagi bayaran atas pekerjaan pembuatan nyuwelain
bahwa bukanlah substansi kegiatan ritual itu matehu untuk dimanfaatkan bagi masyarakat
sendiri yang paling penting, melainkan perasaan adat untuk dijadikan pengobatan. Masyarakat
senasib yang menyertainya (Mulyana, 2015: 43). adat memiliki sikap dan nilai kearifan lokal
Ritual ini diyakini sebagai tempat persembahan menunjukkan keikhlasan tanpa menyebut
dan permohonan ajaran agama Islam dalam sebagai imbalan untuk pengerjaaan minyak.
pembangunan masjid, kekuatan dan kesabaran Nyuwelain matehu merupakan simbolik
untuk memohon kepada Allah SWT dalam komunikasi nonverbal yang digunakan untuk
menghadapi masalah ketika terjadinya balok menyembuhkan kaki patah, tulang patah,
masjid yang patah. Ritual ini juga dimaknai untuk penyakit kulit, gatal-gatal, luka bakar, batuk, dan
memanjatkan pujian dan syukuran untuk penyakit kulit lainnya.
pemenuhan jati diri sebagai anak negeri. Pengobatan para pelaku tindakan
Tindakan komunikasi ritual dimaknai untuk komunikasi bakupukul manyapu merupakan
saling membangun kebersamaan masyarakat peristiwa komunikasi ritual yang paling akhir dari
Mamala. Ini merupakan ungkapan hati pelaku keseluruhan siklus ritual yang dilaksanakan di
tindakan komunikasi ritual untuk mempersem- alun-alun Masjid al-Muhibbin yang diyakini
bahkan dan memohon kepada Allah SWT sebagai tempat persembahan, pengharapan, dan
dengan semangat juang dalam kebersamaan permohonan ajaran agama Islam dalam
hidup masyarakat. Diharapkan agar para pelaku pembangunan masjid, kekuatan dan kesabaran
ritual tidak akan mengalami kecurangan dalam spiritual untuk memohon kepada Allah SWT.
tindakan ritual. Seluruh anggota tubuh-badan Ritual ini merupakan ritual pengobatan
70 | P a g e
SULAEMAN https://doi.org/10.25077/ jantro.v21.n61.p72.2019
SULAEMAN/JURNAL ANTROPOLOGI: ISU-ISU SOSIAL BUDAYA - VOL. 21 NO. 01 (JUNE 2019)

membasuh anggota badan dengan nyuwelain dilakukan berdasarkan metode fenomenologi.


matehu yang diyakini dan dipercaya bisa Beberapa temuan menjelaskan bahwa
menyembuhkan anggota badan terluka, berdarah bakupukul manyapu masyarakat Mamala
maupun mengobati kaki patah, tulang patah, memiliki motif “karena” bangga, panggilan,
penyakit kulit, gatal-gatal, luka bakar, batuk, dan menguji diri, dan pembuktian, dan motif “untuk”
penyakit kulit lainnya. perhatian, status diri, publikasi diri, dan identitas
Ritual pengobatan biasanya melibatkan diri. Pengalaman bakupukul manyapu
pelaku tindakan komunikasi, dikoordinasi menunjukkan sakit cambukan awal, tubuh
pimpinan ritual. Pelaku komunikasinya pada saat berdarah, cambuk bukan aniaya, tampilan fisik,
ritual, seluruh anggota tubuh-badan terpecah- darah kotor, kenyamanan diri, dan keyakinan
pecah dan atau berdarah akibat cambukan dan minyak pengobatan. Makna bakupukul manyapu
atau pukulan dengan lidi aren. Luka-luka darah adalah persembahan, permohonan, pengha-
yang mengalir di seluruh anggota badan pelaku rapan, dan solidaritas sosial. Konstruksi makna
komunikasi ritual, tidak merasakan sakit yang terbentuk bahwa bakupukul manyapu
sedikitpun bahkan darah yang keluar merupakan adalah tradisi yang menarik, saling mencambuk,
darah penyakit. Pelaku komunikasi ritual memiliki penuh tantangan dari sisi kearifan lokal,
komunikasi intrapribadi semangat juang ketika keyakinan dan kepercayaan pengobatan dalam
mendengar rebana sebagai simbol membasuh melakukan komunikasi ritual tradisi adat Mamala
anggota badannya dengan nyuwelain matehu Maluku.
sebagai minyak pengobatan, diyakini bisa Rekomendasi dari konteks teoretis bahwa
menyembuhkan luka-luka. penelitian yang sifatnya alamiah atau
Ritual bakupukul manyapu diidentikkan subjektivitas dapat ditinjaun pada aspek lain
dengan kebiasaan atau tindakan turun-temurun dengan menggunakan teoretis komunikasi yang
masyarakat adat, tindakan formal dan juga sesuai dengan fenomena yang diteliti. Bahwa
mengandung nilai-nilai religi. Ritual ini dipahami dalam pendekatan kualitatif memberikan keber-
sebagai pertunjukan dan atau atraksi secara maknaan tersendiri sehingga konstruksi makna
sukarela dilakukan masyarakat Mamala yang mengenai bakupukul manyapu ini bisa dikaji dari
telah memenuhi syarat mengikuti ritual bakupukul aspek teoretis komunikasi lainnya. Penelitian
manyapu dengan menampakkan nilai-nilai baru pendekatan kualitatif ini juga dapat menjadi
yang mampu menggugah rasa solidaritas sosial pendekatan penguatan nilai-nilai dan norma
masyarakat. Caranya adalah dengan memper- kearifan lokal masyarakat Mamala. Ini diharap-
kuat kembali nilai-nilai religi dan prinsip-prinsip kan masyarakat Mamala terus melestarikan ritual
hidup masyarakat. Ritual ini merupakan media bakupukul manyapu dan menjadi kekhasan
tradisional berupa kebijakan lokal hubungan komunikasi ritual di Maluku, mengingat semakin
sesama manusia untuk mengatasi pertikaian, banyaknya pengaruh globalisasi di era digital.
menjaga eksistensi negeri dari klain-klain Melalui penelitian ini diharapkan pihak terkait,
kearifan lokal dari kampung lain, membangun, terutama bidang budaya dan pariwisata perlu
membina dan mengembangkan hubungan melestarikan dan memperkenal ritual bakupukul
harmonis, persembahan dan permohonan manyapu di masyarakat dunia dan atau
kepada Allah SWT, dan membangun solidaritas memasukan dalam budaya internasional yang
sosial masyarakat adat Mamala. dipatentkan.

D. KESIMPULAN E. UCAPAN TERIMAKASIH

M P
asyarakat Mamala sebagai subjek eneliti mengucapkan terima kasih kepada
penelitian telah mengkonstruksi komuni- Pemerintahan Desa Mamala, Kecamatan
kasi ritual bakupukul manyapu dengan Leihitu, Kabupaten Maluku Tengah,
berbagai keragaman motif, makna, dan pengala- Provinsi Maluku, masyarakat yang telah membe-
man dialaminya. Masyarakat Mamala dapat rikan bantuan dan kerjasamanya sehingga
memberikan motif, makna, dan pengalaman penelitian ini dapat terlaksana dengan baik.
tertentu mengenai apa dialami, dirasakan, dan

DAFTAR PUSTAKA

Bungin, B. (2011). Penelitian Kualitatif: Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik, dan Ilmu Sosial
Lainnya. Edisi II, Cet. V, Jakarta: Kencana.
Creswell, J.W. (2013). Qualitative Inquiry and Research Design: Choosing Among Five Approaches.
California: Sage Publication.

71 | P a g e
https://doi.org/10.25077/ jantro.v21.n61.p72.2019 SULAEMAN
SULAEMAN/JURNAL ANTROPOLOGI: ISU-ISU SOSIAL BUDAYA - VOL. 21 NO. 01 (JUNE 2019)

Humaeni, A. (2015). Tabu Perempuan dalam Budaya Masyarakat Banten. Jurnal Humaniora, 27 (2),
174-185. doi:10.22146/jh.v27i2.10585.
Kasnadi. (2017). Nilai Religi: Sebuah Kearifan Lokal dalam Cerita Rakyat Ponorogo. IBDA’ Jurnal
Kebudayaan Islam, 15 (1), 149-179. doi:10.24090/IBDA.V15I1.736.
Kuncoroyakti, Y. (2018). Komunikasi Ritual Garebeg di Keraton Yogyakarta. Jurnal Aspikom, 3 (4),
623-634. doi: 10.24329/aspikom.v3i4.189.
Littlejohn, W. S. (2010). Theories of human communication. California: Belmont.
Mulia, I. S., & I. Dewa, A. S. U. (2018). Berentak dalam Ritual Besale pada Suku Batin Sembilan
Kabupaten Batanghari Provinsi Jambi: Kajian Analisis Teks dan Konteks. Jurnal Antroplogi:
Isu-Isu Sosial Budaya, 20 (2), 119-128. doi: 10.25077/jantro. v20.n2.p119-128.2018.
Mulyana, D. (2015). Nuansa-Nuansa Komunikasi Menoropong Politik dan Budaya Komunikasi
Masyarakat Kontemporer. Bandung: Remaja Rosdakarya, 2015.
Mulyana, D., & Sulaeman. (2016) “People with Lobster-Claw Syndrome: A Study of Oligodactyly
Sufferers and their Communication Experiences in the Village of Ulutaue, South Sulawesi,
Indonesia,” Mediterranean Journal of Social Sciences, 7 (1) S1, 136-144. doi: 10.5901/mjss.
2016.v7n1s1p136.
Mulyana, D. (2018). Metodologi Penelitian Kualitatif: Paradigma Baru Ilmu Komunikasi dan Ilmu Sosial
Lainnya. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Nurtyasrini, S., Hanny, H; Askrindo. S. (2016). Pengalaman Komunikasi Pemulung Tentang
Pemeliharaan Kesehatan Diri dan Lingkungan di TPA Bantar Gebang. Jurnal Kajian
Komunikasi, 4 (2), 119-228. doi: 10.24198/jkk.vol4n2.9
Riezali, C., Hermanu, J., & Susanto. (2018). Konstruksi Makna Tradisi Peusijuek dalam Budaya
Aceh. Jurnal Antroplogi: Isu-Isu Sosial Budaya, 20 (2), 145-155. doi:
10.25077/jantro.v20.n2.p145-155.2018.
Rumahuru, Y. Z., et., (2012). Ritual Ma’atenu sebagai Media Konstruksi Identitas Komunitas Muslim
Hatuhaha di Pelauw Maluku Tengah. Jurnal Kawistara, 2 (1), 36-47. doi: 10.22146/kawistara.
3949.
Sakka, L. (2015). Tarian Ma’atenu di Pulau Haruku Kabupaten Maluku Tengah. Jurnal al-Qalam, 21
(2), 291-302. doi: 10.31969/alq.v21i2.232.
Sulaeman. (2016). Komunikasi Lingkungan: Fenomena Suku Naula di Pedesaan. Cet. I, Ambon:
LP2M IAIN Ambon.
Sulaeman., & Irta, S. (2017). Motif Da’i Berdakwah di Kota Ambon. Afkaruna: Indonesian
Interdisciplinary Journal of Islamic Studies, 13 (2), 240-264. doi: 10.18196/AIIJIS.2017.0074.
Sulaeman. (2017). Makna Perempuan Memilih Profesi Jurnalis di Kota Ambon. Prosiding Konferensi
Nasional Komunikasi Ikatan Sarjana Komunikasi Indonesia, 1 (1), 358-367. doi:
10.25008/pknk.v1i1.105.
a
Sulaeman. (2017 ). Jurnalis Perempuan. Cet. I, Ambon: LP2M IAIN Ambon.
Sulaeman., & Muhammad, R. (2018). Simbolik Komunikasi Ritual Ukuwala Mahiate Masyarakat Islam
Mamala Kabupaten Maluku Tengah. Ibda: Jurnal Kajian Islam dan Budaya, 16 (2), 287-302.
doi: 10.24090/IBDA.V16i2.1234.
Sulaeman. (2018). Dramaturgi Penyandang Oligodaktili. Jurnal Aspikom, 3 (4), 662-674. doi:
10.24329/aspikom.v3i4.270.
Sulaeman., & Mahdi, M. (2018). Bakupukul Manyapu: Komunikasi Ritual Masyarakat Adat Mamala.
Cet. I, Ambon: LP2M IAIN Ambon.
Zamzami, L., & Hendrawati. (2014). Kearifan Budaya Lokal Masyarakat Maritim Untuk Upaya Mitigasi
Bencana di Sumatera Barat. Jurnal Antroplogi: Isu-Isu Sosial Budaya, 16 (1), 37-48. doi:
10.25077/jantro.v16.n1.p37-48.2014.

72 | P a g e
SULAEMAN https://doi.org/10.25077/ jantro.v21.n61.p72.2019
JURNAL ANTROPOLOGI: ISU-ISU SOSIAL BUDAYA - VOL. 21 NO. 01 (JUNE 2019)

Available online at : http://jurnalantropologi.fisip.unand.ac.id/

Jurnal Antropologi: Isu-Isu Sosial Budaya


| ISSN (Online) 2355-5963 |

PRAKTIK SOSIAL PERTAMBANGAN: Suatu Studi Penanganan Konflik Oleh


Sebuah Perusahaan Izin Clear and Clear di Ulayat Penghulu Nan Salapan,
Nagari Lunang Utara
Alen Saprika 1*, Afrizal2, Azwar3
1
Graduate Student of Sociology, FISIP. Universitas Andalas, Padang, Indonesia
2
Department of Sociology, FISIP. Universitas Andalas, Padang, Indonesia
3
Department of Sociology, FISIP. Universitas Andalas, Padang, Indonesia

ARTICLE INFORMATION A B S T R A C T
The concept of the clear and clean permit has been
implemented since 2011 by the Indonesia government to
Submitted : 23 August 2018 produce sustainable mining practices. This concept is applied
Review : 05 April 2019 by the government due to occurrence conflicts in Indonesia.
Accepted : 27 May 2019 This article presents the results of research findings concerning
the influence of clear and clean permits to social practices of
Available online: June 2019 mining. The study used structuration theory and using
qualitative research method what has been studied is the use of
government regulations by mining companies, related
KEYWORDS government agencies, and local communities to legitimize and
understands their actions. A case PT. Tripabara operating in
Mining, Mining Company, Sustainable Mining, Mining Nagari Lunang Utara has been studied. This article would like to
Conflict, Clear and Clean License show that although the company has obtained a clear and clean
license, sustainable mining practices are not carried out. The
article discussed the causes of unsustainable mining practices
by PT. Tripabara. Two things will be revealed: the first is status
CORRESPONDENCE of clear and clear permits obtained by the company is used by
the company officials to claim that their mining practice is
sustainable, while the community based their understanding of
*E-mail: alensaprika @gmail.com the company behavior on the company’s actions to tackle
environmental problems and conflict of land acquisition.

A. PENDAHULUAN kultural dan agama. Penelitian ini fokus pada


dengan konflik yang berhubungan dengan

H
ubungan sosial ganda, asosiatif dan pemanfaatan sumber daya alam untuk produksi.
disosiatif. Menurut Soerjono Soekanto, Sumber daya alam adalah segala sesuatu yang
asosiatif merupakan hubungan masya- dapat dimanfaatkan untuk kepentingan dan
rakat dalam bentuk penyatuan, sedangkan kebutuhan manusia agar tetap bisa hidup
diasosiatif adalah interaksi sosial yang mengarah sejahtera. Bagi Christodoulou, konflik sumber
pada bentuk pemisahan dan terbagi. Hubungan daya alam berkaitan dengan pengontrolan dan
2
sosial asosiatif memiliki empat bentuk yaitu, kerja penggunaan sumber daya alam tersebut.
sama, akomodasi, asimilasi, dan akulturasi, Konflik sumber daya alam bukan sesuatu
sedangkan hubungan disosiatif memiliki tiga yang baru di Indonesia. Fenomena kontes antara
bentuk yaitu, persaingan, kontroversi, dan tiga kelompok sosial yang berkepentingan, yaitu
1
konflik. komunitas tempatan atau penduduk setempat,
Hubungan sosial konflik berkenaan berbagai negara, dan bisnis memperebutkan sumber daya
hal, ada yang berkenaan dengan produksi, terjadi yang ada, (baik itu lahan, bahan tambang,
dalam kegiatan produksi antara buruh dengan sumber air, dan air) telah terjadi semenjak lama.
majikan atau pemilik modal, berkaitan dengan Dalam buku Sosiologi Konfik, Afrizal menye-
organisasi antara yang memiliki otoritas dan yang butkan bahwa Komisi Nasional Hak Azazi
tidak, dan ada yang berkaitan dengan identitas
2
Afrizal, Sosiologi Konflik Agraria; Protes-protes Agraria dalam
1
Soerjono Soekanto dan Budi Sulistyowati, Sosiologi Suatu Masyarakat Indonesia Kontemporer, (Andalas University Press:
Pengantar, (Rajawali Pers: Jakarta 2015)., hal. 83-84 Padang, 2006)., hal. 7
73 | P a g e
https://doi.org/10.25077/ jantro.v21.n1.p73-80.2019 Attribution-ShareAlike 4.0 International. Some rights reserved
ALEN SAPRIKA/JURNAL ANTROPOLOGI: ISU-ISU SOSIAL BUDAYA - VOL. 21 NO. 01 (JUNE 2019)

Manusia Republik Indonesia menerbitkan buku menjadi dua yaitu, pertambangan mineral dan
7
pada tahun 2016 membicarakan peristiwa konflik pertambangan batubara Batubara dijadikan
yang bereskalasi antara komunitas tempatan komoditas untuk pembangunan ekonomi di
dengan korporasi dan pemerintah yang Indonesia. Berdasarkan data badan geologi
berkenaan dengan pemanfaatan dan pengua- tahun 2013, total sumber daya dan cadangan
3
saan lahan hutan. Hal tersebut memperlihatkan batubara Indonesia naik dari tahun 2011
bahwasanya komunitas tempatan melakukan sebanyak 120.525,4 juta ton dan 31.357,1 juta
perlawanan terhadap negara dan bisnis untuk ton pada tahun 2013. Alokasi sumber daya
menuntut apa yang menurut mereka merupakan batubara terhadap produksi nasional masih
4
hak-haknya. Hal yang demikian terjadi karena belum seimbang sebagai contoh Kalimantan
tujuan awal yang ingin mensejahterakaan yang memiliki sumber daya sebesar 58% dari
masyarakat itu malah mengancam kesejahteraan total nasional berkontribusi hingga 92% pro-
5
masyarakat, Di Indonesia, konflik sumber daya duksi tahunan batubara Indonesia, Sumatera
alam banyak terjadi mulai dari konflik yang diperkirakan memiliki sumber daya 42%
perkebunan, pertanahan, kehutanan, dan dari total nasional, berkontribusi sebesar 8%
8
pertambangan. Peristiwa konflik yang kurang terhadap produksi tahunan batubara Indonesia.
mendapatkan perhatian dalam kajian ilmu sosial, Dari sudut pemerintah, tujuan manifes
terutama sosiologi adalah konflik pertambangan pertambangan untuk memajukan dan
yang menyangkut tumpang tindih klaim hak meningkatkan perekonomian. Namun pertamba-
antara perusahaan dengan masyarakat dan ngan menimbulkan berbagai hubungan sosial
penanganan dampak limbah perusahaan. yang berkonflik. Konflik pertambangan sudah
Pertambangan terbagi dua yaitu, banyak terjadi, mulai dari konflik pencemaran
pertambangan yang terbarukan dan pertamba- lingkungan, hak atas tanah, perburuhan, wilayah
ngan yang tidak terbarukan. Untuk pertamba- kontrak karya, tumpang tindih klaim izin, program
ngan yang terbarukan merupakan pertambangan community development. Setidaknya Perkumpu-
yang energi yang berasal dari proses alam yang lan Huma berhasil mendokumentasikan
berkelanjutan, seperti tenaga surya, tenaga sebanyak 51 kasus peristiwa konflik pertamba-
angin, arus air, dan panas bumi. Energi tidak ngan yang terjadi antara perusahaan
8
terbarukan adalah energi yang diperoleh dari pertambangan dengan komunitas lokal. Untuk di
sumber daya alam yang waktu pembentukannya Sumatera Barat sendiri, Perkumpulan Qbar
sampai jutaan tahun. Dikatakan tidak terbarukan sepanjang tahun 2011-2015 mendokumentasikan
karena, apabila sejumlah sumbernya dieksploita- sebanyak 23 kasus peristiwa konflik
9
sikan, maka untuk mengganti sumber sejenis pertambangan.
dengan jumlah sama, baru mungkin atau belum Isu utama konflik pertambangan terkait
pasti akan terjadi jutaan tahun yang datang. Hal dengan izin pertambangan baik dari
ini terjadi karena di samping waktu terbentuk pemerintahan dan komunitas, dengan demikian
yang sangat lama, cara terbentuknya, lingkungan penataan izin diharapkan berkontribusi terhadap
tempat terkumpulkan bahan dasar sumber energi penangan konflik pertambangan. Untuk
ini tergantung dari proses dan keadaan geologi menjawab hal tersebut, pemerintah nasional
saat itu, sehingga batubara termasuk ke dalam menerapkan konsep clear and clean. Pengertian
sumber daya yang tidak terbarukan dalam clear and clean adalah sertifikat yang diterbitkan
6
pertambangan. oleh Direktur Jenderal Mineral dan Batubara
Pertambangan adalah sebagian atau (Dirjen Minerba) yang merupakan status kepada
seluruh tahapan kegiatan dalam rangka Pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang
penelitian, pengelolaan dan pengusahaan mine- telah memenuhi persyaratan administrasi,
ral atau batubara yang meliputi penyelidikan kewilayahan, teknis, lingkungan dan finansial.
umum, eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi, Clear diartikan suatu perusahaan tambang
penambangan, pengolahan dan pemurnian, secara aktivitas pertambangan nya tidak
pengangkutan dan penjualan, serta kegiatan bermasalah, misalnya permasalahan teknis dan
pasca tambang. Pertambangan dikelompokkan lingkungan. Kemudian konsep clean mengacu
kepada secara administrasi dan finansial
10
3
perusahaan tidak bermasalah. Artinya clear
Afrizal. Sosiologi Konflik: Pola, Penyebab, dan Mitigasi Konflik and clean merupakan Izin Usaha Pertambangan
Agraria Struktural di Indonesia, (Pindomedia Pustaka: Sidoarjo,
2018)., hal 1.
(IUP) yang proses penerbitan telah sesuai
4
Sunyoto Usman. Esai-Esai Sosiologi,Perubahan Sosial, (Pustaka dengan ketentuan peraturan perundang-
Pelajar: Yogyakarta, 2015)., hal. 80. 5Kementerian ESDM.
undangan dan tidak memiliki masalah apapun.
Panduan Penggunaan Untuk Produksi Fosil,
http://calculator2050.esdm.go.ig.pdf, diakeses pada tanggal 27 7
Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan
Januari 2016 Mineral dan Batubara, Pasal1, Angka 1
5
Miswanto dan Ma Safaat. Dampak Pembangunan Industri 8
Kementerian ESDM. Panduan Penggunaan Untuk Produksi Fosil,
Pariwisata terhada Alih Fungsi Lahan. (Jurnal Antropologi: http://calculator2050.esdm.go.ig.pdf, diakeses pada tanggal 27
Isu-isu Sosial Budaya. Juni 2018 Vol 20, No (1) Januari 2016
6 9
Sunyoto Usman. Esai-Esai Sosiologi,Perubahan Sosial, (Pustaka Data Konflik Konflik Sumber Daya Alam Perkumpulan Qbar,
Pelajar: Yogyakarta, 2015)., hal. 80 Tahun 2015
74 | P a g e
ALEN SAPRIKA https://doi.org/10.25077/ jantro.v21.n1.p73-80.2019
ALEN SAPRIKA/JURNAL ANTROPOLOGI: ISU-ISU SOSIAL BUDAYA - VOL. 21 NO. 01 (JUNE 2019)

Direktorat Jenderal Mineral Batubara diwujudkan dalam praktik sosial, struktur lebih
semenjak tahun 2014 sampai dengan 7 Oktober bersifat internal yang sangat terkait dengan
2016 mencatat ada 10.640 IUP, untuk clear and produksi dan reproduksi tindakan-tindakan
clean ada 5.976 atau sejumlah 56,13% Izin agen.Struktur bersifat mengekang namun juga
Usaha Pertambangan (IUP), kemudian yang memberdayakan. Pada tingkatan dasar, misalnya
nonclear and clean ada 4.672 atau sejumlah orang menciptakan masyarakat, namun pada
11
43,87%. Izin clear and clean tersebut tidak saat sama orang juga dikungkung dan dibatasi
termasuk dalam kategori tumpang tindih sama oleh masyarakat. Struktur diciptakan, dipertahan-
komoditi, tidak tumpang tindih beda komoditi, kan, dan diubah melalui tindakan-tindakan agen,
tidak tumpang tindih lintas kewenangan, doku- namun tindakan-tindakan itu sendiri diberi bentuk
men pendukung sudah lengkap, koordinat sesuai bermakna hanya melalui kerangka struktur.
10
dengan SK. Mekanisme kausalitas ini berlaku secara timbal
Berdasarkan rumusan masalah di atas, balik, struktur dengan demikian memiliki sifat
maka penelitian ini bertujuan untuk mendeskrip- membatasi (constraining), sekaligus membuka
11
sikan paktik sosial pengelolaan lingkungan PT. kemungkinan (enabling) bagi tindakan agen.
Tripabara dan mendeskripsikan penyebab izin Teori strukturasi Anthony Giddens menye-
clear and clean yang dimiliku PT. Tripbara tidak diakan wadah untuk dijadikan analisis dalam
berpengaruh terhdap penanganan konflik antara melihat bagaimana individu melakukan sesuatu
perusahaan dengan warga Nagari Lunang Utara. berdasarkan keaktifannya memonitor lingkungan
Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat lewat pengetahuan dan kecakapan tersebut
dan kegunaan secara teoritis (akademis) yaitu digunakan dengan memanfaatkan sumber daya
dapat menambah pengetahuan dan pemahaman yang disediakan oleh struktur. Dengan demikian,
dalam proses pembangunan yang berkelanjutan penelitian yang ini ingin melihat pihak PT.
dan analsis konflik agrarian, serta memberikan Tripabara sebagai agen yang sudah memiliki izin
masukan yang berarti bagi Kementerian Energi clear and clean dalam melakukan aktivitas
Sumber Daya Mineral dalam mengambil pertambangan di ulayat Pengehulu Nan Salapan
kebijakan untuk menangani konflik pertamba- tidak berpengaruh terhadap penyelesaian konflik
ngan. Temuan mengenai tidak berpengaruhnya pertambangan antara perusahaan dengan warga
kebijakan clear and clean terhadap penanganan Nagari Lunang Utara.
konflik pertambangan dijadikan bahan
pertimbangan untuk membuat kebijakan yang C. HASIL DAN PEMBAHASAN
tepat bagi masyarakat, pemerintah, dan swasta,

D
sehingga bisa mengurangi terjadinya konflik irektorat Jenderal Mineral Batubara
pertambangan. semenjak tahun 2014 sampai dengan 7
Oktober 2016 mencatat ada 10.640 IUP,
B. METODE PENELITIAN untuk clear and clean ada 5.976 atau sejumlah
56,13% Izin Usaha Pertambangan (IUP),

P
enelitian ini dilaksanakan selama 8 bulan kemudian yang nonclear and clean ada 4.672
12
(dari bulan April-November 2016) di Nagari atau sejumlah 43,87%. Di Sumatera Barat
Lunang Utara, Kecamatan Nagari Lunang sampai 2016, ada sebanyak 281 Izin Usaha
Utara, Kecamatan Lunang, Kabupaten Pesisir Pertambangan (IUP) dikeluarkan oleh Kemen-
Selatan, Provinsi Sumatera Barat. Komplain dari terian Energi Sumber Daya Alam (ESDM), terdiri
warga terdampak terhadap praktik pertambangan dari 136 yang statusnya telah memiliki Izin Usaha
yang dilakukan oleh PT. Tripabara dan respon Pertambangan (IUP) clear and clean dan 145
perusahaan terhadap komplain terdampak. masih belum memiliki Izin Usaha Pertambangan
13
Penelitian ini menggunakan pendekatan (IUP) nonclear and clean. Ini merupakan potret
kualitatif dengan tipe penelitian kualitatif. Infor- pertambangan yang sangat buruk di Sumatera
man dipilih dengan menggunakan teknik Barat.
purposive sampling dan dalam pengumpulan PT. Tripabara sebagai salah satu perusa-
data digunakan teknik wawancara mendalam, haan pertambangan yang sah secara hukum
observasi, dan studi dokumen. Untuk membedah melakukan aktivitas tambangnya di atas tanah
permasalahan ini memakai teori strukturasi oleh
Anthony Giddens yang memfokuskan pada 11
Herry B Priyono. Anthony Giddens Suatu Pengantar,
hubungan dualitas antara agen dan struktur. (Kepustakaan Populer Gramedia: Jakarta, 2002), hal. 23
12
Dualitas antara struktur dan agen, sifat-sifat Presentasi Makalah Kementerian ESDM, Strategi Pengawasan
Pertambangan Dalam Implementasi UU 23 Tahun 2014 dan
sistem sosial merupakan seperangkat aturan dan Permen ESDM Nomor 43 Tahun 2015, oleh Sri Raharjo, M, Eng,
sumber daya yang diorganisasikan secara pada tanggal 18 Oktober 2016 di Padang, Hal 13
13
rekursif. Struktur tidak bersifat eksternal bagi Makalah Presentasi Kementerian ESDM, Koordinasi dan
individu, sebagai jejak-jejak memori, seperti yang Supervisi Atas Pengelolaan Pertambangan Mineral dan Batubara
Di Provinsi Nangroeh Aceh Darussalam, Sumatera Utara,
Sumatera Barat, Riau Bengkulu, Lampung, Sulawesi Barat,
10
Kemeterian ESDM, Clear and Clean Menjadi Izin Usaha Gorantalo Sulawesi Utara, dan Papua di Bali, Tanggal 4 Desember
Pertambangan, www.djmbp.esdm.go.id, diakses 27 Januari 2016 2014, Hal.10-11
75 | P a g e
https://doi.org/10.25077/ jantro.v21.n1.p73-80.2019 ALEN SAPRIKA
ALEN SAPRIKA/JURNAL ANTROPOLOGI: ISU-ISU SOSIAL BUDAYA - VOL. 21 NO. 01 (JUNE 2019)

ulayat Panghulu Nan Salapan di Nagari Lunang Dari penelitian yang dilakukan ditemukan hasil
Utara Kecamatan Lunang. PT. Tripabara ini sebagai berikut:
sudah memiliki izin clear and clean, artinya
sebagai perusahaan yang memiliki izin clear and 1. Perolehan Tanah Ulayat Tidak Melalui
clean perusahaan tambang tersebut tidak lagi Persetujuan Sesuai Adat
memiliki permasalahan dalam hal apapun. PT. Tripabara melakukan pembebasan
Namun pada kenyataannya semenjak hadirnya tanah untuk areal pertambangannya. Perusa-
perusahaan tersebut di Nagari Lunang Utara, haan berhasil memeroleh persetujuan penyera-
mulai dari pembebasan lahan sampai ke tahap han tanah hak ulayat nagari seluas 2.000 ha dari
produksinya menimbulkan banyak permasa- Penghulu Nan Salapan. Secara adaT memang
lahan. Penghulu Nan Salapan memiliki kewenangan
Secara administrasi, Lunang Utara di pimpin untuk menyerahkan ulayat nagari tersebut,
oleh seorang wali nagari dan secara adat istiadat karena pertama Penghulu Nan Salapan sebagai
dimiliki oleh Pengahulu Nan salapan. Di Nagari pemimpin yang berhak mengambil keputusan
Lunang Utara pengelolaan sumber daya alam untuk kemaslahatan anak kemanakan yang ada
masih berpegang teguh adat istiadat, di mana di Nagari Lunang Utara. Namun menurut adat
Panghulu Nan Salapan merupakan pemimpin setempat, sebelum keputusan itu diambil oleh
dari anak kemenakan mereka, artinya mereka Penghulu Nan Salapan, musyawarah dan
yang berada di posisi Panghulu Nan Salapan itu mufakat harus dilakukan terlebih dahulu oleh
berhak mengambil keputusan dan membuat Penghulu Nan Salapan dengan berbagai pihak
perjanjian dengan pihak lain. Oleh karena itu, kepentingan dalam nagari. Ini karena tanah yang
perusahaan di mana bagi mereka orang baru dibebaskan adalah hak ulayat nagari bukan hak
yang ingin mengelola sumber daya alam di ulayat kaum maupun suku.
nagari tersebut harus mendapatkan persetujuan Tanah ulayat nagari yang diserahkan oleh
dari Penghulu Nan Salapan, hal ini sudah Penghulu Nan Salapan adalah lahan yang tidak
dipenuhi oleh perusahaan PT. Tripabara, di diolah oleh warga nagari. Akan tetapi, tanah
mana Penghulu Nan Salapan menyerahkan ulayat nagari yang diserahkan tersebut
ulayat mereka seluas 2.000 Ha kepada merupakan sumber air komunitas Nagari Lunang
perusahaan. Penyerahan tanah ulayat tersebut Utara untuk berbagai keperluan seperti sumber
tidak disetujui oleh warga masyarakat hukum air irigasi sawah, mencuci, dan mandi. Karena
adat, dengan bukti surat perjanjian penyerahan pentingnya tanah itu bagi sumber penghidupan,
tanah tersebut hanya di tanda tangani oleh warga sebenarnya tidak setuju dengan
Penghulu Nan Salapan saja. Tidak adanya penyerahan lahan kepada PT. Tripabara. Akan
persetujuan komunitas kepada perusahaan tetapi, persetujuan dari mereka ini tidak diminta
sehingga pemuda kemudian memprotes, namun karena perusahaan hanya mementingkan
hal ini tidak diindahkan oleh ninik mamak, persetujuan dari pimpinan adat.
sehingga perusahan tetap berhasil menguasai
tanah tersebut. 2. Fee Tidak Dibayarkan
Dampak yang ditimbulkan akibat aktifitas Ada Kesepatakan yang dibuat antara
pertambangan ini, dari segi sosialnya, antara perusahaan dengan Penghulu Nan Salapan
Penghulu Nan Salapan dengan anggota sebagai bagian dari kesediaan penyerahan
kaumnya terjadi kesalah pahaman mengenai tanah. Ini dapat disebut sebagai perjanjian antara
perolehan fee dari hasil tambang tersebut. Untuk PT. Tripabara dengan Penghulu Nan Salapan
bidang lingkungan, areal pertambangan yang dilakukan pada tanggal 2 Agustus 2007. Isi
sekarang ini adalah sumber air masyarakat perjanjian tersebut dinyatakan wajib dilaksa-
Lunang Utara. Dengan adanya pertambangan nakan oleh kedua belah pihak. Salah satu dari isi
tersebut, di mana ketika musim hujan, maka perjanjian tersebut adalah pihak PT. Tripabara
akan terjadi banjir dan ketika musim kemarau akan membayarkan fee atau royalti kepada pihak
terjadi kekeringan karena catchment areanya Penghulu Nan Salapan pada saat mulai berope-
dijadikan lokasi pertambangan, padahal sebelum rasinya pertambangan untuk masuk produksi
perusahaan ini hadir. 10.000 mt, kemudian selanjutnya akan
Kemudian dari segi ekonomi mereka, karena dibayarkan kembali setelah produksi perusahaan
sumber air mereka terganggu, maka air yang melebihi 10.000 mt. Pada saat penelitian
biasanya mengairi sawah-sawah masyarakat, dilakukan, kegiatan perusahan sudah masuk
sekarang tidak bisa dialiri lagi, sehingga tahap eksploitasi tambang, namun royalti yang
masyarakat mengalami penurunan hasil panen dijanjikan oleh perusahaan belum di bayarkan
bahkan sampai gagal panen. Sehingga oleh PT. Tripabara kepada Penghulu Nan
masyarakat mengalami ketidakseimbangan Salapan.
lingkungan.Izin clear and clean telah diperoleh
PT. Tripabara untuk melaksanakan pertamba- 3. Kerusakan Lingkungan Tidak Ditangani
ngan batubara di Nagari Lunang Utara, namun Izin Lingkungan yang diperoleh PT.
dalam praktiknya ditemukan banyak peristiwa Tripabara untuk melaksanakan penambangan
konflik antara PT. Tripabara dengan komunitas. batubara terdiri dari Upaya Pengelolaan
76 | P a g e
ALEN SAPRIKA https://doi.org/10.25077/ jantro.v21.n1.p73-80.2019
ALEN SAPRIKA/JURNAL ANTROPOLOGI: ISU-ISU SOSIAL BUDAYA - VOL. 21 NO. 01 (JUNE 2019)

Lingkungan Hidup (UKL) dan Upaya dari kementerian energi dan sumber daya
Pemantauan Lingkungan Hidup (UPL) seluas mineral. Dengan izin itu, PT. Tripabara
199 Ha. Izin yang diperoleh ini juga dinyatakan sebagai perusahaan yang tidak
menggunakan metode pertambangan terbuka, di memiliki permasalahan dalam segi apapun dalam
mana sebelum melakukan pekerjaan-pekerjaan aktivitas pertambangan yang berada di Nagari
pengambilan bahan tambang, maka terlebih Lunang Utara.
dahulu dilakukan pembersihan lahan tambang
(land clearing). Aktivitas pembukaan lahan (land 4. Aplikasi Teori
clearing) di lakukan di areal konsesi seluas 199 Penelitian ini memakai teori strukturasi
Ha di Kawasan Hutan Produksi Terbatas. Giddens yang berada paradigma negatif. Asumsi
Penebangan kayu dilakukan secara massif di dari teori struktur adalah:
area tersebut serta gundulnya hutan dii areal a. Hubungan struktur (structure) dan pelaku
konsesi pertambangan menghilangkan tegakan (agency) bersifat dualitas, yakni ada sebuah
kayu, sehingga daerah yang biasanya hijau, proses yang saling mempengaruhi. Proses
hamparan tanah berwarna kuning. Areal land saling mempengaruhi ini ada pada individu
clearing itu juga merupakan hulu sungai Batang sehingga membangun sebuah struktur. Pada
Kumbung yang selama ini mengaliri sawah suatu struktur terdapat aturan (ruler) dan
masyarakat di Nagari Lunang Utara. Deforestasi sumberdaya (resourches).
hutan di hulu Sungai Batang Kumbung tersebut b. Struktur selain memiliki sifat mengekang
mengakibatkan terjadinya penurunan debit air (constraining), tetapi menurut Giddens bisa
sungai dan akibatnya air Sungai Batang bersifat memberi peluang terjadi tindakan
Kumbung tidak lagi mengaliri semua sawah sosial di luar struktur yang ada (enabling)
warga, akibatnya lahan sawah di Nagari Lunang yang akhirnya menjadi realitas.
Utara cukup luas yang mengalami kekeringan.
Ketika hujan turun, air berwarna keruh dan berisi Dalam teori strukturasi yang dipelopori
material tanah berwarna kuning menutupi lahan Anthony Giddens bahwa adanya hubungan
persawahan warga, sehingga produksi sawah dualitas antara agen dan struktur. Dalam
terganggu dan berdampak pada hasil penelitian ini agen adalah Pihak PT. Tripabara,
produksinya. Penghulu Nan Salapan, masyarakat terdampak
Warga terkena dampak sudah pernah aktifitas pertambangan, pemerintah (kabupaten,
melaporkan dampak negatif tambang terhadap provinsi, dan nasional) pembuat dan pengawas
sumber penghidupan mereka kepada Penghulu kebijakan clear and clean, sedangkan struktur
Nan Salapan. Mereka berharap pimpinan mereka adalah aturan-aturan yang ada dalam
tersebut membicarakan dengan perusahaan. pelaksanaan kebijakan clear and clean. Artinya
Namun hal ini tidak diindahkan oleh Penghulu ada hubungan yang bersifat dualitas (proses
Nan Salapan. saling mempengaruhi) antara pembuat dan yang
PT. Tripbara sebagai pelaksana aktivitas menjalankan kebijakan clear and clean dengan
pertambangan telah mengantongi izin clear and stuktur. Bagi PT. Tripabara selalu berusaha
clean. Secara hukum dia telah memenuhi syarat memenuhi persyaratan untuk tetap bisa
dalam Undang-Undang 4 Tahun 2009 dan melaksanakan aktifitas pertmabangan. Untuk itu
Undang-undang Nomor 43 Tahun 2015 tentang PT. Tripabara memenuhi persyaratan untuk
Tata Cara Evaluasi Penerbitan Izin Usaha melancarkan aktifitas pertambangannya dengan
Pertambangan Mineral dan Batubara yang memanfaatkan aturan-aturan yang berkaitan
memberikan penjelasan, bahwasanya perusa- dengan pertambangan dan kebijakan clear and
haan ini tidak memiliki persoalan apapun dalam clean.
praktik pertambangannya.
Berlakunya Undang-undang Nomor 23 a) Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009
Tahun 2014 Tentang Pemerintah Daerah tentang Pertambangan Mineral dan
menyebabkan pengawasan pertambangan dise- Batubara.
rahkan langsung kepada kementerian. Ini Dalam undang-undang ini pemerintah
menjadi dasar pejabat-pejabat pemerintah memberikan kesempatan kepada perusahaan
Kabupaten Pesisir Selatan dan Provinsi yang berbadan hukum Indonesia, koperasi,
Sumatera Barat tidak melakukan pengawasan perseorangan, maupun masyarakat setempat
terhadap aktivitas pertambangan yang ada di untuk melakukan pengusahaan mineral dan
daerah. Hal tersebut menyebabkan semakin batubara berdasarkan izin yang sejalan dengan
tidak terkontrolnya kegiatan pertambangan. otonomi daerah. Selain itu juga usaha
Dengan penjelasan di atas, dapat dilihat pertambangan harus dilaksanakan dengan
bahwasanya undang-undang, peraturan, atau memperhatikan prinsip lingkungan hidup, trans-
bentuk regulasi lainnya memudahkan PT. paransi dan partisipasi masyarakat. Sebagai
Tripabara (agen) untuk menghindar dari perusahaan yang sudah memiliki badan hukum,
kewajiban mempraktikkan pertambangan berke- maka PT. Tripabara berhak secara legal untuk
lanjutan dengan memperoleh izin clear and clean mendapatkan izin konsesi tambang tersebut
77 | P a g e
https://doi.org/10.25077/ jantro.v21.n1.p73-80.2019 ALEN SAPRIKA
ALEN SAPRIKA/JURNAL ANTROPOLOGI: ISU-ISU SOSIAL BUDAYA - VOL. 21 NO. 01 (JUNE 2019)

dengan memenuhi syarat-syarat yang sudah clean dengan memenuhi persyaratan admi-
ditentukan. nistrasi, kewilayahan, teknis, dan finansial.
b) Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun PT. Tripabara sebagai perusahaan yang
2010 tentang Wilayah Pertambangan. sudah memiliki izin pasca Undang-undang
Dalam undang-undang ini berbicara Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan
mengenai potensi pertambangan yang telah Mineral dan Batubara dan Peraturan Menteri
dituangkan dalam suatu peta yang sudah ESDM Nomor 43 Tahun 2015 tentang Tata Cara
ditandai dengan titik koordinatnya. Sesuai Evaluasi Penerbitan Izin Usaha Pertambangan
dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Mineral dan Batubara, maka dengan berlakunya
Kabupaten Pesisir Selatan, lokasi ini memang undang-undang dan peraturan tersebut,
diperuntukkan untuk lokasi pertambangan ini perusahaan tidak dibenarkan untuk melaksa-
(seperti yang sudah disampaikan dalam sub bab nakan kegiatan pertambangan sebelum
sebelumnya) berada di titik koordinat 99012’59” memperoleh izin clear and clean tersebut. Oleh
bujur timur dan 00012’00” – 00014’45,5” lintang karena itu, perusahaan kemudian telah
14
selatan. Sehingga perusahaan PT. Tripabara mengurus izin clear and clean tersebut yang
saat mengusulkan ini sebagai wilayah kosesinya, dikeluarkan pada tanggal 1 Juli 2010.
diberikan rekomendasi oleh kabupaten dan
provinsi untuk melakukan aktifitas pertambangan, e) Aturan Adat tentang Ulayat Nagari
karena secara ke wilayan itu memang Penyerahan tanah seluas 2000 Ha kepada
diperuntukkan untuk wilayah pertambangan. perusahaan secara adat ini merupakan tulayat
nagari.Disebut dengan tanah ulayat nagari
c) Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun adalah tanah ulayat tanah ulayat yang dimiliki
2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan oleh seluruh anak nagari atau anak kemenakan,
Usaha Mineral dan Batubara dengan penguasaan penghulu-penghulu suku
Dalam peraturan ini memungkinkan yang ada di Nagari Lunang Utara Tersebut.
pelaksana perusahaan swasta yang sudah Biasanya ulayat nagari ini masih merupakan
terdaftar di Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu hutan yang belum digarap yang berfungsi
dan Penanaman Modal Kabupaten Pesisir sebagai cadangan perkembangan anak
Selatan, dengan Nomor Tanda Terdaftar kemenakan nagari. Pengaturan penggunaan
Perusahaan 030514600039 atas nama pengurus tanah ulayat nagari juga terbagi atas tiga, (1)
IR. Rahmayudin. Sehingga perusahaan ini bisa Bagi anak kemenakan yang ingin mengelolanya
melakukan aktifitas pertambangan dengan dengan cara meminta izin kepada ninik mamak
mengikuti ketentuan-ketentuan dan syarat yang mereka, biasanya yang melakukan pengelolaan
berlaku.Dengan adanya potensi batubara di baru ini dilakukan oleh keluarga baru (pasangan
Nagari Lunang Utara, maka PT. Tripabara baru menikah) yang ulayat sukunya sudah habis
sebagai perusahaan swasta memiliki hak untuk dibagi-bagi kepada anak kemenakan sebe-
melaksanakan aktifitas pertambangan tersebut. lumnya. Untuk luasan lahan baru ini hanya
15
dibolehkan sebanyak 2 Ha/ kepala keluarga, ini
16
dikenal juga dengan nama malaco, tanah yang
d) Peraturan Menteri ESDM Nomor 43 dikelola ini boleh nantinya untuk diperjual belikan
Tahun 2015 tentang Tata Cara Evaluasi antara anak kemanakan di nagari tersebut,
Penerbitan Izin Usaha Pertambangan namun atas persetujuan dari ninik mamak
Mineral dan Batubara. mereka masing-masing, (2) Untuk mereka yang
Dimana peraturan ini dikeluarkan untuk di luar anak kemenakan Penghulu Nan Salapan
mengatur dan menertibkan izin-izin bagi untuk mengelola ulayat nagari ini diperbolehkan
perusahaan dan memoratorium pemberian izin dengan cara meminta izin kepada Penghulu Nan
pasca Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009 Salapan, untuk luasannya tidak boleh melebihi 2
tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Ha/ kepala keluarga dan membayar uang basa
Untuk pemberian menertibkan izin ini, Menteri basi ninik kepada Panghulu Nan Salapan
Energi dan Sumber Daya Alam Mineral sebesar Rp 500.000/ Ha nya, (3) Sementara itu
menerbitkan sertifikat clear and clean. Artinya untuk mereka yang ingin mengelola melebihi 2
perusahaan harus memiliki sertifikat tersebut dan Ha, misalnya untuk perkebunan dan pertam-
berstatus sebagai perusahaan yang clear and bangan melalui negosiasi dengan ninik mamak
dan wali nagari atas dasar musyawarah dengan

14 Peraturan Daerah Kabupaten Pesisir Selatan Nomor 7 Tahun 2011


16
Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Pesisir Selatan Melaco adalah pembukaan lahan baru oleh anak kemenakan yang
Tahun 2010 – 2030, Bagian Ketiga Rencana Pengembangan baru menikah. Malaco dilakukan dengan cara menebang dua batang
Kawasan Budaya, Pasal 37 Huruf e dan Pasal 37, Angka 6. pohon dan kemudian diberikan tanda dengan mengikat ujung pohon
14
Peraturan Daerah Kabupaten Pesisir Selatan Nomor 7 Tahun 2011 yang ditebang tersebut dengan tali. Ini untuk memberikan tanda
Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Pesisir Selatan bahwasannya akan dikelolah oleh anak kemenakan, namun setelah 3
Tahun 2010 – 2030, Bagian Ketiga Rencana Pengembangan bulan tidak dilakukan pembersihan lahan garapan tersebut, maka
Kawasan Budaya, Pasal 37 Huruf e dan Pasal 37, Angka. lahan yang tadi ingin dikelolah boleh diambil alih oleh orang lain
15
Dokumen Tanda Terdaftar Perusahaan Perseroan Terbatas (PT) di yang juga merupakan pasangan baru menikah dari anak kemenakan
Kabupaten Pesisir Selatan Lunang Utara.
78 | P a g e
ALEN SAPRIKA https://doi.org/10.25077/ jantro.v21.n1.p73-80.2019
ALEN SAPRIKA/JURNAL ANTROPOLOGI: ISU-ISU SOSIAL BUDAYA - VOL. 21 NO. 01 (JUNE 2019)

anak kemenakannya. Dalam adat istiadat Nagari dalam kebijakan clear and clean dalam
Lunang, orang luar nagari bisa ikut meman- pertambangan di Nagari Lunang Utara, Keca-
faatkan tanah tersebut dengan syarat harus matan Lunang, Kabupaten Pesisir Selatan.
mematuhi adat istiadat Nagari Lunang, hal ini Dari penelitian yang sudah dilakukan, maka
dinamakan dengan ceteh aka. Disebut dengan dimensi internal pelaku adalah kesadaran
ceteh aka, karena apabila “tanah ulayat” diskursif dan kesadaran praktis. Kesadaran
diserahkan ke yang lain (pihak diluar anak diskursif yakni mengacu kepada kapasitas kita
nagari), dia harus membayar, pepatah adat merefleksikan dan memberikan penjelasan rinci
mengatakan “adat diisi limbago dituang. terhadap tindakan kita, kesadaran diskursif
Dengan adanya aturan ini, maka PT. merupakan tingkat kesadaran di mana aktor
Tripabara sebagai orang yang berada di luar dalam melakukan tindakan sosial di dahului oleh
anak kemenakannya Lunang Utara, maka beliau pemikiran apa yang akan dilakukan dan tujuan
harus mematuhi adat, di mana perusahaan harus dari tindakan tersebut. Sedangkan kesadaran
memenuhi “adat diisi limbago dituang”. praktis tindakan yang didasarkan pada
Perusahaan melakukan negosiasi, dimana pengalaman sebelumnya. Maksudnya, ketika
perusahaan akan melaksanakan aktifitas pertam- pelaku atau pihak perusahaan memiliki motivasi
bangan di Nagari Lunang Utara dimana diskursif, maka pelaku tersebut akan mengetahui
perusahaan menyerahkan tanah ulayat mereka kenapa ia memanfaatkan aturan-aturan atau
seluas 2000 Ha dan perusahaan memiliki nilai-nilai adat yang ada. Sedangkan pelaku atau
kewajiban untuk memberikan fee kepada perusahaan yang memiliki kesadaran praktis,
Penghulu Nan Salapan pada saat mulai maka pelaku tersebut akan memanfaatkan
beroperasinya perusahaan untuk masuk 10.00 peluang dengan melakukan strategi yang pernah
MT dan kemudian selanjutnya akan dibayarkan dilakukan oleh orang-orang satau perusahaan
setelah produksi perusahaan melebihi 10.000 Mt. sebelumnya mendapatkan izin atau penyerahan
Jumlah fee yang diterima oleh Penghulu Nan tanah ulayat untuk dikelolah oleh orang diluar
Salapan dari hasil produksi tersebut adalah Rp anak kemenakan di Nagari Lunang Utara.
6.500. Terkait dengan teori yang digunakan, bahwa
dimensi internal pelaku bagian motivasi tidak
5. Dimensi Internal Pelaku sadar tidak bisa menjelaskan hasil yang didapat
dilapangan karena semuanya termasuk pada

D
ari hasil penelitian di lapangan, di ketahui kesadaran diskursif dan kesadaran praktis.
bahwa PT. Tripabara mendapatkan izin Berdasarkan teori yang digunakan yaitu
usaha pengelolaan batubara di Nagari teori strukturasi yang dipelopori oleh Anthony
Lunang Utara adalah orang-orang yang mampu Giddens bahwa sumbangan yang dapat
memanfaatkan aturan dan nilai-nilai (struktur) diberikan dari teori ini, bahwasannya pelaksaan
yang memberikan peluang dari PT. Tripabara kebijakan selama ini dilaksanakan oleh indvidu
untuk tetap beraktifitas di lokasi tambang karena ada struktur-strukur yang memungkinkan
tersebut. Adapun caranya dengan melakukan mereka untuk mencapai tujuannya. Selain itu
negosiasi dengan pemilik ulayat nagari Lunang juga dengan adanya struktur dapat dimanfaatkan
Utara yaitu Panghulu Nan Salapan. Karena oleh individu untuk mengontrol dan mendominasi
panghulu sebagai pemimpin anak kemenakan orang lain, sehingga individu lain yang tidak
Lunang dan sebagai penentu keputusan yang memiliki penegtahuan dan merefleksikan dari
tertinggi dalam sistem adat mereka. Selain itu aturan-turan atau nilai yang ada, maka nilai dan
juga perusahaan memenuhi semua persyaratan aturan tersebut menjadi penghambat mereka
dan kewajiban perusahaan kepada masyarakat untuk mencapai tujuannya.
dan juga ke pemerintah.
Seperti yang disampaikan Giddens D. KESIMPULAN
membedakan dimensi internal pelaku atas 3 ma-

H
cam yaitu motivasi tidak sadar, kesadaran asil Penelitian dapat menyimpulkan
diskursif, dan kesadaran praktis. Dalam teori, bahwa Izin clear and clean tidak
agen dipahami dapat memainkan penting, di berpengaruh terhadap penyelesaian
mana agen dipahami sebagai subjek yang konflik antara perusahaan dengan warga Nagari
memiliki pengetahuan, kebebasan berfikir, Lunang Utara. Hal ini dapat dilihat dari praktik
bertindak, dan merefleksikan diri dengan pengelolaan lingkungan sosial dan fisik, peru-
pengetahuan yang dimiliki berdasarkan pema- sahaan tidak merealisasikan janjinya terhadap
haman masing-masing dalam bertindak untuk komunitas terdampak, perolehan tanah adat tidak
mencapai sebuah tujuan, pengambilan kepu- melalui persetujuan berdasarkan adat, dan
tusan, serta memperhitungkan kemungkinan penanganan dampak lingkungan akibat aktivitas
resiko yang akan timbul berkaitn dengan sanksi- tambang tidak dilakukan. Baik perusahaan,
sanksi yang akan diterima. Pihak PT. Tripabara pejabat pemerintah, dan pimpinan adat
adalah agen yang berpengetahuan dan mampu mendasarkan penilaian mereka terhadap status
merefleksikan pengetahuan tentan aturan-aturan
79 | P a g e
https://doi.org/10.25077/ jantro.v21.n1.p73-80.2019 ALEN SAPRIKA
ALEN SAPRIKA/JURNAL ANTROPOLOGI: ISU-ISU SOSIAL BUDAYA - VOL. 21 NO. 01 (JUNE 2019)

izin clear and clean yang diperoleh oleh pendukung mereka untuk menghindar dari upaya
perusahaan ketika merespon komplain warga. praktik tambang berkelanjutan.
Pada kasus yang diteliti ini, status izin clear and
clean telah menjadi senjata bagi perusahaan dan
penulis untuk menyelesaikan tulisan ini. Ucapan
E. UCAPAN TERIMAKASIH terimakasih itu penulis sampaikan kepada Bapak
Prof. Dr Arizal, M.A dan Dr. Azwar, M.Si yang

P
enulis mengucapkan terimakasih dan telah memberikan masukan dalam artikel. Di
penghargaan yang sebesar besarnya samping itu, seluruh pihak yang telah
kepada semua pihak yang telah mem- memberikan informasi dan data terkait artikel ini
bimbing dan memberkan dukungan kepada yang tidak disebutkan namanya satu persatu.

DAFTAR PUSTAKA

Afrizal. (2006). Sosiologi Konflik Agraria: Protes-protes Agraria dalam Masyarakat Indonesia
Kontemporer. Padang: Andalas University Press
_____.(2018). Sosiologi Konflik: Pola, Penyebab, dan Mitigasi Konflik Agraria Struktural di Indonesia.
Pindomedia Pustaka: Sidoarjo
Kementerian ESDM. (2012). Clear and Clear Menjadi Izin Usaha Pertambangan.
www.djmbp.esdm.go.id, diakses 27 Januari 2017
Peraturan Daerah Pesisir Selatan Nomor 7 Tahun 2011 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
Kabupaten Pesisir Selatan Tahun 2010 – 2030 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
Kabupaten Pesisir Selatan

Perkumpulan Qbar. (2015). Laporan Tahunan Konflik Sumber Daya Alam Perkumpulan Qbar:
Padang
Priyono, Herry B. (2002). Anthony Giddens Suatu Pengantar. Kepustakaan Populer Gramedia:
Jakarta.
Safaat Ma, Miswanto. (2018). Dampak Pembangunan Industri Pariwisata terhadap Alih Fungsi
Lahan. Jurnal Antropologi: Isu-isu Sosial Budaya. Juni 2018 Vol. 20 (1)
Usman Sunyoto. (2015). Esai-esai Sosiologi, Perubahan Sosial. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Batubara
Kementerian ESDM. (2012) Panduan untuk Pengguna untuk Produksi Fosil.
http://calculator2050.esdm.go.idpdf, diakses 27 Januari 2016

80 | P a g e
ALEN SAPRIKA https://doi.org/10.25077/ jantro.v21.n1.p73-80.2019
JURNAL ANTROPOLOGI: ISU-ISU SOSIAL BUDAYA - VOL. 21 NO. 01 (JUNE 2019)

Available online at : http://jurnalantropologi.fisip.unand.ac.id/

Jurnal Antropologi: Isu-Isu Sosial Budaya


| ISSN (Online) 2355-5963 |

IDENTIFIKASI FAKTOR PENDORONG ANAK PEREMPUAN BERAKTIVITAS DI


JALANAN: Studi Terhadap Anak Jalanan Perempuan di Kota Pekanbaru
Basri 1*, Yoserizal 2
1
Department of Sociology, FISIP, Universitas Riau, Indonesia
2
Department of Sociology, FISIP, Universitas Riau, Indonesia

ARTICLE INFORMATION A B S T R A C T
In Pekanbaru City, more and more female street children are found.
They used to roam the crossroads, at the "red light" intersection, on
Submitted : 16 October 2018 pedestrian bridges, in the shops, and in shopping centers. To anticipate
Review : 13 May 2019 the existence of female street children in Pekanbaru City, the Pekanbaru
Accepted : 03 June 2019 Social Service as an agency that has authority in handling female street
children, has recruited these female street children and returned them to
their home areas and to their parents' homes. However, the existence of
Available online: June 2019 female street children in the city of Pekanbaru remains a daily sight and
in fact, some of them are old faces that have been repatriated. The
research objective was first, to identify the social and cultural
KEYWORDS characteristics of female street children in Pekanbaru City. Second,
comprehensively analyze the factors that cause girls to move on the
streets. The research method is quantitative descriptive. The population
Causative factors, street children, women, Pekanbaru in this study were all female street children in Pekanbaru. From this
population, a list of all female street children will be created. From the
number, the sample will be taken by simple random sampling. The
results of the study showed that out of 115 street children the
CORRESPONDENCE respondents were aged 4 to 18 years and the most aged between 12
and 14 years (45.22%). Seeing the age of street children who have
school age, it turns out that 69.57 percent are not in school. While those
*E-mail: basri@lecturer.unri.ac.id who were still in school the education level (74.26%) had elementary
school education and (25.74%) were in junior high school. The dominant
reason done by street children originating from within themselves is on
their own desires and that desire arises because of the economic
conditions of the family. It seems that the reasons they put forward on
their own are (59.13%) with the aim of helping parents (37.39 %) helps
school fees 23.48 percent to find food (21.74%).

A. Pendahuluan ke jalanan sejak tahun 1998 atau pada awal


masa krisis.

B
ertambahnya jumlah penduduk miskin Anak-anak miskin di perkotaan, anak-anak
akibat krisis ekonomi, menunjukkan bahwa yang meninggal orangtuanya dan anak-anak
semakin meningkatnya ketidak-mampuan yang ditinggalkan oleh satu atau kedua
masyarakat dalam memenuhi kebutuhan dasar- orangtuanya adalah contoh-contoh fenomena
nya, seperti untuk makan, pakaian, pendidikan yang mendorong timbulnya anak jalanan
dan pelayanan kesehatan. Kondisi ini yang perempuan. Anak jalanan perempuan merupa-
mengakibatkan semakin meningkatnya permasa- kan akibat faktor internal keluarganya, faktor
lahan sosial, karena kemiskinan yang bersumber lingkungan dan faktor tekanan-tekanan sosial
dari ketidak-berdayaan secara ekonomi akibat ekonomi. Ketiga faktor tersebut berinteraksi yang
krisis, masih merupakan penyebab utama memberi peluang pada anak menjadi anak
munculnya permasalahan sosial lainnya seperti jalanan perempuan. Faktor keluarga misalnya
anak jalanan. kehilangan salah satu atau kedua orang tua,
Fenomena sosial anak jalanan yang ekonomi yang lemah dan kemiskinan. Faktor
merupakan akibat langsung dari krisis, benar- lingkungan seperti ada rasa belas kasihan orang
benar terasa terutama di kota-kota besar. lain melihat anak jalanan perempuan sehingga
Berdasarkan kegiatan pemetaan dan survei anak menjadi lahan empuk untuk mengemis. Faktor
jalanan tahun 2017 yang dilakukan oleh lain seperti belum ada perlindungan atas hak-hak
Departemen Sosial dan Lembaga Penelitian anak (Bagian dengan KPAI), serta program bagi
Universitas Atmajaya Jakarta, jumlah populasi anak-anak terlantar belum mendapat perhatian
anak jalanan di 12 kota besar dilaporkan pemerintah. Salah satu atau beberapa faktor
sebanyak 39.861 anak, dan sekitar 48,0 persen tersebut menjadi pemicu atau bertindak sehingga
diantaranya adalah anak-anak yang baru turun menjadi peluang untuk menjadi anak jalanan
perempuan.
81 | P a g e
https://doi.org/10.25077/ jantro.v21.n1.p81-91.2019 Attribution-ShareAlike 4.0 International. Some rights reserved
BASRI/JURNAL ANTROPOLOGI: ISU-ISU SOSIAL BUDAYA - VOL. 21 NO. 01 (JUNE 2019)

Di Kota Pekanbaru makin banyak dijumpai kemiskinan absolut, dirumuskan dengan


anak jalanan perempuan. Mereka biasa membuat ukuran tertentu yang konkret dimana
berkeliaran di persimpangan jalan, pada perem- ukuran itu lazimnya berorientasi pada kebutuhan
patan “lampu merah”, di jembatan penyebera- hidup dasar minimum anggota masyarakat
ngan, di emper-emper toko, dan di pusat-pusat seperti sandang, pangan dan papan; (2)
perbelanjaan. Pada tahun 1990-an boleh kemiskinan relatif, yang dirumuskan berdasarkan
dikatakan tidak ada anak jalanan perempuan di ‘the idea of relative standard’, yaitu dengan
Pekanbaru dan tidak diketahui secara jelas memperhatikan dimensi tempat dan waktu.
kapan mulai bermunculannya anak jalanan Dasar asumsinya adalah kemiskinan disuatu
perempuan di kota ini, namun menurut sebuah daerah berbeda dengan daerah lainnya, dan
tulisan (Riaupos, 13 Juli 2008) anak jalanan kemiskinan pada suatu waktu berbeda dengan
perempuan ini baru hadir sekitar beberapa tahun waktu yang lain; (3) kemiskinan subyektif,
terakhir yaitu sejak tahun 2000. Untuk dimana dirumuskan berdasarkan perasaan
mengantisipasi keberadaan anak jalanan kelompok miskin itu sendiri” (Riau Sujarwani, Fitri
perempuan di Kota Pekanbaru, Dinas Sosial Dewi Wulandari, Alfi Husni, Faizal Rianto,
Pekanbaru sebagai suatu dinas yang mempunyai Sarinah; 2018).
wewenang dalam penanganan anak jalanan Umumnya anak jalanan perempuan bekerja
perempuan, telah menjaring anak jalanan sebagai pengasong, pemulung, tukang semir,
perempuan ini serta memulangkannya ke dae- pelacur anak dan pengais sampah. Tidak jarang
rah asalnya seperti ke Jambi, Lampung, dan menghadari resiko kecelakaan lalu lintas,
Surabaya serta dari Kota Pekanbaru dipulangkan pemerasan, perkelahian, dan kekerasan lain.
ke rumah orang tuanya masing-masing sendiri. Anak jalanan perempuan lebih mudah tertular
Berbagai cara digunakan oleh orang tua untuk resiko tidak sehat dari kultur jalanan, khususnya
mengais uang, kadang-kadang mereka menggu- seks bebas dan penyalahgunaan obat. Lebih
nakan bayi untuk beroperasi di jalanan. Bayi memprihatinkan lagi, lingkungan akan mendo-
tersebut dijadikan alat untuk mencari nafkah agar rong anak jalanan perempuan menjadi obyek
para pengendara jalan menjadi iba dan memberi seksual seperti sodomi atau pelacuran anak.
uang. Surbakti (1997) membedakan anak jalanan
Berbagai cara telah di lakukan oleh perempuan menjadi tiga kelompok : Pertama,
Pemerintah Kota Pekanbaru untuk mengatasi children on the street, yakni anak-anak yang
keberadaan anak jalanan perempuan ini, cara- mempunyai kegiatan ekonomi-sebagai pekerja
cara tersebut antara lain dengan menangkap, anak-di jalan, tetapi masih mempunyai hubungan
menasehati serta memulangkan ke daerah yang kuat dengan orang tua mereka. Sebagian
asalnya, namun keberadaan anak jalanan penghasilan mereka di jalanan pada kategori ini
perempuan di Kota Pekanbaru tetap saja menjadi adalah untuk membantu memperkuat penyang-
pemandangan sehari-hari malahan sebagian ga, ekonomi keluarganya karena beban atau
mereka adalah wajah-wajah lama yang dulu tekanan kemiskinan yang mesti di tanggung tidak
telah dipulangkan. Fenomena anak jalanan dapat diselesaikan sendiri oleh kedua orang
perempuan yang terjadi di Kota Pekanbaru tidak tuanya. Kategori kedua adalah children of the
dapat hanya ditanggulangi dengan menangkap, street, anak-anak yang beraktivitas penuh di
menasehati dan memulangkannya. Untuk itu, jalanan, baik aktivitas sosial maupun aktivitas
perlu dicari solusi yang lebih komprehensif dan ekonomi. Beberapa diantara mereka masih
tepat. Terkait dengan hal tersebut penulis mempunyai hubungan dengan orang tuanya,
sebagai seorang pengkaji sosial di bidang tetapi frekuensi pertemuan mereka tidak
sosiologi perkotaan, merasa terpanggil untuk menentu. Banyak di antara mereka adalah anak-
memberikan pemikiran mencari jalan keluar anak yang karena suatu sebab-biasanya
untuk penertiban anak jalanan perempuan di kota kekerasan lari atau pergi dari rumah. Berbagai
ini, yang tentunya akan berbentuk model yang penelitian menunjukkan bahwa anak-anak pada
cocok dengan karakteristik mereka dan tentunya kategori ini sangat rawan terhadap perlakuan
pembentukan model tersebut akan sejalan salah, baik secara sosial, emosional, fisik
dengan karakteristik serta penyebab terjadinya maupun seksual (Irwanto, 1995).
fenomena anak jalanan perempuan. Kategori ketiga adalah children from families
Anak jalanan perempuan menurut PBB of the street, yakni anak-anak yang berasal dari
(Rahayu,1998) adalah anak yang menghabiskan keluarga yang hidup di jalanan (Blanc &
sebagian besar waktunya di jalanan untuk Associate, 1990). Meskipun anak-anak ini
bekerja, bermain atau beraktifitas lain. Anak mempunyai hubungan kekeluargaan yang cukup
jalanan perempuan tinggal di jalanan karena kuat, tetapi hidup mereka terombang-ambing dari
dicampakkan atau tercampak dari keluarga yang satu tempat ke tempat lain yang kehidupan
tidak mampu menanggung beban karena sehari-hari mereka selalu berhadapan dengan
kemiskinan dan kehancuran keluarganya. berbagai resiko (Blanc & Associate, 1990 :
Konsep kemiskinan menurut (Roesmidi & Irwanto, 1995; Taylor & Veale, 1996). Salah satu
Risyanti, 2006:95-96) adalah:”paling tidak ada ciri penting dari kategori ini adalah kehidupan
tiga macam konsep kemiskinan, antara lain: (1) mereka sejak dalam kandungan orang tuanya,
82 | P a g e
BASRI https://doi.org/10.25077/ jantro.v21.n1.p81-91.2019
BASRI/JURNAL ANTROPOLOGI: ISU-ISU SOSIAL BUDAYA - VOL. 21 NO. 01 (JUNE 2019)

lahir dan berada di jalanan. Di Indonesia kategori mereka harus lama di jalanan dan meninggalkan
ini dengan mudah dapat ditemui di berbagai kota- bangku sekolah, ketimpangan desa dan kota),
kota besar dan mereka hidup dikolong jembatan, Pendidikan (biaya sekolah yang tinggi, prilaku
rumah-rumah liar sepanjang rel kereta api dan guru yang diskriminatif dan ketentuan-ketentuan
pinggiran sungai. teknis dan birokratis yang menyalahkan kesem-
Untuk Indonesia berbagai konsep serta patan belajar). Anak jalanan perempuan sebagai
karakteristik anak jalanan perempuan telah di kelompok yang memerlukan perawatan (pende-
umumkan oleh YKAI (2002). Menurut Yayasan katan kesejahteraan) dan pendekatan yang
Kesejahteraan Anak Indonesia anak jalanan menganggap anak jalanan perempuan sebagai
perempuan adalah: trouble maker atau pembuat masalah (security
1. Anak-anak yang berusia 6-21 tahun, approach/pendekatan keamanan).
terutama usia 6-15 tahun, Beberapa faktor yang saling tarik menarik
2. Meninggalkan keluarganya munculnya gejala anak jalanan perempuan dan
3. Memiliki kegiatan keseharian tertentu yang semakin berkembang yang secara kuantitatif
rutin jumlah anak jalanan perempuan semakin sulit
4. Meninggalkan sekolahnya diprediksi. Masalah anak jalanan perempuan
5. Tinggal di kota (Childhope,1991) memang kompleks ada kaitan antara satu faktor
Penelitian Suyanto (1999), dengan judul dengan yang lain seperti kemiskinan, tingkat
Anak jalanan di Jawa Timur (Masalah dan Upaya pendidikan, keadaan ekonomi keluarga, lapa-
Penanganannya) menyimpulkan beberapa fakta ngan pekerjaan dan peran pemerintah. Berda-
penyebab anak untuk menjadi anak jalanan yaitu sarkan latar belakang permasalahan, maka yang
keluarga, rumahtangga yang tidak harmonis, menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah:
lingkungan keluarga dan sekitarnya yang tidak Pertama, Mengidentifikasi karakteristik sosial dan
nyaman serta keinginan untuk bebas. budaya anak jalanan perempuan di Kota
Secara umum banyak anggapan bahwa Pekanbaru. Kedua, Menganalisis secara kompre-
faktor utama yang menyebabkan anak turun ke hensif faktor penyebab anak perempuan
jalanan untuk bekerja dan hidup di jalan adalah beraktivitas di jalanan.
faktor kemiskinan. Namun demikian dalam
penelitian terdahulu hal tersebut bukan satu-
satunya faktor penyebab anak turun ke jalan. B. METODE PENELITIAN
(Departemen Sosial: 2001) melihat ada tiga

P
tingkatan penyebab keberadaan anak jalanan ersebaran anak jalanan di Kota Pekanbaru
perempuan yaitu pada tingkat mikro (immediate lebih terkonsentrasi pada simpang-
causes), yaitu faktor penyebab yang berhubu- simpang jalan utama, seperti simpang
ngan dengan anak dan keluarganya, pada tingkat jalan Harapan Raya-Sudirman, simpang jalan
messo (underlying causes), yaitu faktor yang ada Gajah Mada- Sudirman, simpang arengka, dan
di masyarakat, selanjutnya tingkat makro (basic juga pusat-pusat pertokoan dan pasar seperti
causes), yaitu faktor yang berhubungan dengan Plaza Sukaramai, Plaza Senapelan. Lokasi
struktur makro. kosentrasi anak jalanan di atas akan menjadi
Departemen Sosial (2001) membahas sasaran studi ini.
bahwa pada tingkat mikro sebab yang bisa Metode penelitian yang digunakan adalah
diidentifikasi adalah lari dari keluarga, disuruh metode survei, di mana dari keseluruhan
bekerja baik karena masih sekolah atau sudah populasi obyek penelitian yang akan diteliti, akan
putus, berpetualangan, bermain-main atau diajak diambil sampel yang dapat mempresentasikan
teman. Mereka lari dari keluarga karena terlantar, kelompok anak jalanan. Sampel akan ditarik
ketidakmampuan orang tua menyediakan kebutu- secara simple random sampling. Dari kegiatan
han dasar, ditolak orang tua, salah perawatan sampling ini di tetapkan sebanyak 115 anak
atau kekerasan dirumah, kesulitan berhubungan jalanan dari berbagai jenis kegiatannya menjadi
dengan keluarga/tetangga, terpisah dengan responden. Analisis data digunakan pendekatan
orangtua, sikap-sikap yang salah terhadap anak, perpaduan kuantitatif deskriptif dan kualitatif
keterbatasan merawat anak yang mengakibatkan (mixing method). Untuk pendekatan kualitatif
anak menghadapi masalah fisik, psikologis dan digunakan untuk memahami fenomena individu
sosial. dalam hal mencari, menemukan dan mendes-
Pada tingkat messo (masyarakat), sebab kripsikan perilaku anak jalanan perempuan. Data
anak menjadi anak jalanan perempuan adalah yang diperoleh dianalisis dengan model interaktif.
kemiskinan dan urbanisasi serta penolakan Dengan melalui tahapan pengumpulan data,
masyarakat terhadap kehadiran mereka Dari reduksi data, penyajian data dan kesimpulan
sudut pandang makro sangat terkait dengan hasil/verifikasi secara siklus atau secara
stuktur sosial masyarakat yaitu karena ekonomi simultan.
(adanya peluang pekerjaan sektor informal yang
tidak terlalu membutuhkan modal keahlian,

83 | P a g e
https://doi.org/10.25077/ jantro.v21.n1.p81-91.2019 BASRI
BASRI/JURNAL ANTROPOLOGI: ISU-ISU SOSIAL BUDAYA - VOL. 21 NO. 01 (JUNE 2019)

C. HASIL DAN PEMBAHASAN ke timur dan berada pada ketinggian bekisar 5-


50 meter di atas permukaan laut. Kota ini
ecara geografis Kota Pekanbaru memiliki termasuk daerah yang beriklim tropis dengan

S posisi strategis yang berada pada jalur


lintas timur sumatera, terhubung dengan
beberapa kota seperti Padang dan Jambi dengan
suhu udara maksimum berkisar antara 3,41°C
hingga 35,6°C dan suhu minimum antara 20,2°C
hinga 23,0°C. Kota Pekanbaru terletak antara
wilayah administratif, diapit oleh Kabupaten Siak 101°C 14’-101°C 34’ Bujur Timur dan 0°25’-0°45’
pada bagaian utara dan timur, sementara bagian lintang utara. Pekanbaru yang memiliki luas
barat dan selatan oleh Kabupaten Kampar. Kota 632,26 km2, dengan batas wilayah administratif
ini dibelah Sungai Siak yang mengalir dari barat sebagai berikut:

Tabel 1. Batas Wilayah Kota Pekanbaru

Arah Mata Angin Batas Wilayah


Utara Kabupaten Siak Kabupaten Kampar
Selatan Kabupaten Kampar Kabupaten Pelalawan
Timur Kabupaten Siak Kabupaten Pelalawan
Barat Kabupaten Kampar
Sumber: Pekanbaru dalam Angka, Tahun 2017.

Berdasarkan tabel di atas, batas wilayah lapisan bawah, yang terpaksa mendayagunakan
Kota Pekanbaru sebelah utara berbatasan anak-anak untuk membantu menopang ekonomi
dengan Kabupaten Siak dan Kabupaten Kampar, keluarga. Dampak krisis moneter\ekonomi oleh
sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten banyak pihak dilihat sebagai penyebab semakin
Kambar dan Kabupaten Siak, sebelah timur banyaknya anak jalanan. Kemiskinan memang
berbatas dengan wilayah Kabupaten Siak dan bukanlah satu-satunya faktor penyebab anak
Kabupaten Pelalawan dan sebelah barat berkeliaran dijalanan. Tetapi daerah kemiskinan
berbatasan dengan Kabupaten Kampar. Kota merupakan faktor signifikan sebagai penyebab
Pekanbaru adalah Ibu kota provinsi yang dibelah semakin banyaknya anak jalanan termasuk di
oleh aliran Sungai Siak sebagai jalur Kota Pekanbaru. Dampak krisis akan semakin
perhubungan lalu-lintas perekonomian rakyat menekan kelompok masyarakat terutama golo-
pedalaman ke kota dan daerah lainya. Sebagai ngan bawah, khususnya yang berada di
kota perdagangan dan jasa, termasuk sebagai perkotaan. Pada saat krisis berlangsung daya
kota dengan tingkat pertumbuhan, migrasi dan beli masyarakat, terutama golongan bawah
urbanisasi yang tinggi, menjadikan kota ini biasanya akan semakin merosot dikarenakan
sebagai salah satu daerah tujuan migran. Kota harga-harga kebutuhan pokok semakin
yang telah berkembang dengan pesat seiring melambung. Sementara penghasilan yang dipe-
dengan kemajuan pembangunan dewasa ini. roleh relatif tetap atau bahkan tak menentu.
Meningkatnya kegiatan pembangunan menye- Untuk memahami konsep tentang umur
babkan meningkatnya kegiatan penduduk anak jalanan dikota Pekanbaru dilakukan agar
disegala bidang sehingga akhirnya meningkatkan dapat mempermudah penanganan hidup dan
kebutuhan dan tuntutan masyarakat terhadap masa depan mereka diperlukan suatu kesamaan
fasilitas dan utilitas perkotaan serta kebutuhan konsep. Selama ini pergantian umur seseorang
lainnya. disebut anak jalanan masih mempunyai penger-
Masalah penduduk tidak terlepas dari tian yang bervariasi. Dalam Konvensi Hak Anak
masalah ketenagakerjaan, jika tingkat pertum- (KHA) yang dikeluarkan tahun 1990, batasan
buhan penduduk tinggi maka akan tinggi pula usia anak adalah yang berusia dibawah 18
penyediaan tenaga kerja. Penawaran tenaga tahun. Sedangkan dalam undang-undang kese-
kerja yang tinggi tanpa diimbangi dengan jahteraan anak No. 4 Tahun 1979. Sedangkan
kesempatan kerja yang cukup akan menimbulkan yang disebut sebagai anak adalah seseorang
pengangguran yang nantinya dapat menye- yang berusia sampai dengan 21 tahun. Untuk
babkan masalah sosial seperti anak jalanan. studi ini batasan umur anak jalanan yang dijaring
Anak-anak yang yang masih berada di adalah anak yang berumur 18 tahun kebawah
bawah 18 tahun semestinya belum dibolehkan sesuai dengan batasan yang diberikan oleh
untuk bekerja. Tetapi kondisi ekonomi berbicara Konvensi Hak Anak. Untuk jelasnya dapat dilihat
lain dan “memaksa” anak bekerja. Salah satu rincian tabel berikut.
dampak krisis banyak dirasakan keluarga pada

84 | P a g e
BASRI https://doi.org/10.25077/ jantro.v21.n1.p81-91.2019
BASRI/JURNAL ANTROPOLOGI: ISU-ISU SOSIAL BUDAYA - VOL. 21 NO. 01 (JUNE 2019)

Tabel 2. Komposisi Usia Anak Jalanan di Pekanbaru

No Kelompok Usia (Tahun) Frekuensi Persentase


1 <5 1 0,87
2 6–8 3 2,61
3 9–11 25 21,74
4 12–14 52 45,22
5 15–16 24 20,87
6 17> 10 8,70
Jumlah 115 100,00
Sumber: Hasil Survei Lapangan Tahun 2018.

Hasil studi ini menemukan usia anak jalanan tempuh, misalnya melalui program Waib Belajar
di Kota Pekanbaru adalah kelompok usia 12 9 tahun. Melalui program ini, anak-anak minimal
hingga 14 tahun yaitu 49,52 persen. Kemudian memiliki pendidikan sekolah dasar atau
yang berusia 9-11 tahun 23,81 persen, yang sederajat. Kemudian dilanjutkan dengan program
berusia 15 hingga 16 tahun 22,86 persen dan serupa dengan tingkatan lebih tinggi, yaitu Wajib
yang berusia 17-18 tahun sebanyak 9,52 persen. Belajar 9 tahun. Melalui program ini anak-anak
Demikian hampir separo anak jalanan dikota diharapkan memiliki tingkatan pendidikan
Pekanbaru tergolong berusia 12-14 tahun yang minimal SLTP atau sederajat. Hasil studi tentang
tergolong usia yang sangat penting untuk dunia pendidikan anak jalanan dijumpai 30,43 persen
pendidikan, yang ternyata sebagian besar dari yang masih duduk dibangku sekolah. Hal ini
mereka sudah tidak lagi bersekolah lagi. dapat dilihat status pendidikan dari anak jalanan
Pembangunan disektor pendidikan khusus sebagai berikut:
nya ditingkat dasar dan menengah telah di-

Tabel 3. Status Pendidikan Anak Jalanan di Kota Pekanbaru

No Status Pendidikan Frekuensi Persentase


1 Masih Bersekolah 35 30,43
2 Tidak Bersekolah 80 69,57
Jumlah 115 100,00
Sumber: Hasil Survei Lapangan Tahun 2018

Tabel di atas menjelaskan 30,42 persen nan yang masih sekolah itu dapat dilihat pada
anak jalanan di Pekanbaru masih merupakan tabel berikut.
anak sekolah sedangkan pendidikan anak jala-

Tabel 4. Jumlah dan Tingkat Pendidikan Anak Jalanan di Kota Pekanbaru Yang Masih Sekolah

No Tingkat Pendidikan Frekuensi Persentase


1 SD 26 74,26
2 SLTP 9 25,74
Jumlah 35 100,00%
Sumber: Hasil Survei Lapangan Tahun 2018

Dengan demikian sebagian besar anak Belajar 9 tahun. Melalui program ini, anak-anak
jalanan yang masih sekolah merupakan anak- minimal memiliki pendidikan sekolah dasar atau
anak yang masih duduk dibangku sekolah dasar sederajat. Kemudian dilanjutkan dengan program
dimana mereka masih panjang hari yang mereka serupa dengan tingkatan lebih tinggi, yaitu Wajib
gunakan untuk menempuh pendidikan, semen- Belajar 9 tahun. Melalui program ini anak-anak
tara peluang untuk berhenti sekolah terbuka diharapkan memiliki tingkatan pendidikan mi-
lebar sebab dari seluruh responden 69,57 persen nimal SLTP atau sederajat. Hasil studi tentang
dari anak-anak tersebut sudah tidak lagi pendidikan anak jalanan dijumpai 30,43 persen
disekolah. Pembangunan disektor pendidikan yang masih duduk dibangku sekolah. Hal ini
khusus nya ditingkat dasar dan menengah telah dapat dilihat status pendidikan dari anak jalanan
ditempuh, misalnya melalui program Waib sebagai berikut:

85 | P a g e
https://doi.org/10.25077/ jantro.v21.n1.p81-91.2019 BASRI
BASRI/JURNAL ANTROPOLOGI: ISU-ISU SOSIAL BUDAYA - VOL. 21 NO. 01 (JUNE 2019)

Tabel 5. Status Pendidikan Anak Jalanan di Kota Pekanbaru

No Status Pendidikan Frekuensi Persentase


1 Masih Bersekolah 35 30,43
2 Tidak Bersekolah 80 69,57
Jumlah 115 100,00
Sumber: Hasil Survei Lapangan Tahun 2018

Tabel di atas menjelaskan 30,42 persen jalanan yang masih sekolah itu dapat dilihat pada
anak jalanan di Pekanbaru masih merupakan tabel berikut.
anak sekolah sedangkan pendidikan anak

Tabel 6. Jumlah dan Tingkat Pendidikan Anak Jalanan di Kota Pekanbaru Yang Masih Sekolah

No Tingkat Pendidikan Frekuensi Persentase


1 SD 26 74,26
2 SLTP 9 25,74
Jumlah 35 100,00%
Sumber: Hasil Survei Lapangan Tahun 2018

Dengan demikian sebagian besar anak lebar sebab dari seluruh responden 69,57 persen
jalanan yang masih sekolah merupakan anak- dari anak-anak tersebut sudah tidak lagi
anak yang masih duduk dibangku sekolah dasar disekolah. Selanjutnya kalau diperhatikan pula
dimana mereka masih panjang hari yang mereka tingkat pendidikan yang pernah dan sedang
gunakan untuk menempuh pendidikan, semen- ditempuh oleh anak jalanan dapat digambarkan
tara peluang untuk berhenti sekolah terbuka pada tabel berikut:

Tabel 7. Tingkat Pendidikan Anak Jalanan di Kota Pekanbaru

No Tingkat Pendidikan Frekuensi Persentase


1 Tidak Pernah Sekolah 4 3,48
2 SD Tidak/ Belum Tamat 50 43,48
3 Tamat SD 38 33,04
4 Tidak Tamat SLTP 18 15,65
5 Tamat SLTP 5 4,35
Jumlah 115 100,00
Sumber: Hasil Survei Lapangan Tahun 2018

Gambaran tingkat pendidikan anak-anak tidak tamat SLTP dan 4,35 persen yang tamat
jalanan dikota Pekanbaru yanng masih berse- SLTP. Bagi anak jalanan yang tamat SLTP yang
kolah sebanyak 30,43 persen dan yang tidak berjumlah 5 anak (4,35 %). Sedangkan anak
bersekolah sebanyak 69,57 persen. Dari anak yang berusia 17 tahun keatas yang merupakan
yang tidak bersekolah dijumpai 3,48 anak yang usia tamat SLTP yang berjumlah 10 anak (8,70
tidak pernah sekolah dan kalau dikaitkan dengan %) tentu dijumpai 5 anak yang sudah tergolong
umur anak-anak yang berumur 5 tahun hanya drop out untuk tingkat SLTP.
satu (1) orang. Karena itu masih dijumpai 3 (3,48 Suku bangsa orang tua yaitu suku bangsa
%) anak yang tergolong tergolong sekolah tapi ayah dan suku bangsa ibu. berdasarkan hasil
tidak pernah duduk dibangku sekolah. survei ada asal suku bangsa orang tua laki-laki
Sedangkan untuk keseluruhan responden baik yaitu Batak, Jawa, Melayu (Riau), dan
yang masih sekolah maupun yang tidak Minangkabau. Dan untuk lebih jelasnya dapat
bersekolah lagi 43,48 persen tidak tamat sekolah dilihat pada tabel berikut:
dasar, 33,04 persen tamat SD, 15,65 persen
Tabel 8. Jumlah dan Suku Bangsa Orang Tua Laki-Laki Responden

No Suku Bangsa Frekuensi Persentase


1 Melayu 10 8,70
2 Minangkabau 81 70,43
3 Jawa 4 3,48
4 Batak 19 16,52
5 Nias 1 0,87
Jumlah 115 100,00
Sumber: Survei Lapangan 2018

86 | P a g e
BASRI https://doi.org/10.25077/ jantro.v21.n1.p81-91.2019
BASRI/JURNAL ANTROPOLOGI: ISU-ISU SOSIAL BUDAYA - VOL. 21 NO. 01 (JUNE 2019)

Tabel diatas menjelaskan asal suku bangsa persen, batak 16,25 persen dan Nias sebanyak
orang tua laki-laki responden dimana yang 0,87 persen. Dengan demikian etnik orang tua
berasal dari etnik malayu (Riau) sebanyak 8,70 laki-laki responden terbanyak berasal dari etnik
persen, minangkabau 70,43 persen, jawa 3,48 minangkabau. Hal ini terlihat dalam tabel berikut:

Tabel 9. Jumlah Responden Menurut Suku Bangsa Ibu


No Suku Bangsa Jumlah Persentase
1 Melayu 8 6,96
2 Minangkabau 88 76,52
3 Jawa 4 3,48
4 Batak 14 12,17
5 Nias 1 0,87
Jumlah 115 100,00
Sumber: Survei Lapangan 2018

Dengan melihat tabel yang mangambarkan ditujukan pada faktor-faktor lain yang
etnik ibu responden, sebagian besar berasal dari berpengaruh terhadap anak, termasuk didalam-
etnik Minangkabau yaitu sebanyak 76,52 persen, nya orang tua sendiri atau saudara.
Batak 12,17 persen. Kalau dilihat hubungan tabel Salah satu aspek yang sangat penting
yang menjelaskan etnik ibu dan etnik ayah maka dalam penanganan anak jalanan adalah
angka-angka tersebut menggambarkan juga diperlukan untuk memahami tempat tinggal anak
bahwa ayah dan ibu responden ada berasal dari jalanan. Persoalan yang akan dipahami adalah
etnik yang tidak sama yang berarti sudah ada dengan siapa anak jalanan itu tinggal. Kondisi
perkawinan antar suku.Untuk menangani per- sosial tempat tinggal anak akan sangat
soalan anak jalanan di kota Pekanbaru tidak mempengaruhi kehidupan mereka.Hasil studi
dapat dilepaskan dari masyarakat di sekitarnya. menunjukkan tidak semua anak jalanan ini
Salah satu faktor yang menyebabkan terjadi tinggal dirumah orang tua mereka, bahkan ada
anak-anak turun dan menghabiskan sebagian diantaranya yang tidak mempunyai tempat
besar waktunya dijalanan adalah faktor lingku- tinggal. Hal itu dapat dilihat pada tabel berikut
ngan dimana anak itu berada. Karena itu yang akan menggambarkan dengan siapa anak
melakukan penanganan anak jalanan tidak dapat tinggal.
hanya tertuju kepada anak itu sendiri. Tetapi juga

Tabel 10. Tempat tinggal Anak Jalanan di Pekanbaru

No Tempat Tinggal Frekuensi Persentase


1 Ikut Orang Tua 80 69,57
2 Ikut Famili 27 23,48
3 Ikut Orang Lain 7 6,09
4 Tidak Punya Tempat Tinggal 1 0,87
Jumlah 115 100,0
Sumber: Hasil Survei Lapangan Tahun 2018

Tabel di atas menggambarkan 69,57 persen jalanan menyatakan tidak mempunyai tempat
responden tinggal dengan orang tua, yang tinggal dan tidur disembarang tempat. Pekerjaan
kehidupan orang tua responden akan digam- orang tua responden yang paling banyak
barkan dalam profil keluarga. Selanjutnya dijumpai adalah sebagai pedagang. Pedagang
responden yang ikut engan famili (kerabat) kecil 34 orang, sementara itu dijumpai pula 8
sebanyak 23,48 persen, yang ikut dengan oranng orang yang tidak bekerja. Dari 107 responden
lain yang tidak ada hubungan kerabat sebanyak yang ayahnya masih hidup dijumpai rincian
6,09 persen. Sedangkan 0,87 persen anak pekerjaan pada tabel berikut:

87 | P a g e
https://doi.org/10.25077/ jantro.v21.n1.p81-91.2019 BASRI
BASRI/JURNAL ANTROPOLOGI: ISU-ISU SOSIAL BUDAYA - VOL. 21 NO. 01 (JUNE 2019)

Tabel 11. Jumlah dan Jenis Pekerjaan orang Tua (KK) Responden

No Jenis Pekerjaan Orang Tua Frekuensi Persentase


1 Petani 15 14,02
2 Pedagang 34 31,78
3 Buruh 28 26,17
4 Penjahit 7 6,54
5 Sopir 5 4,67
6 Tukang Ojek 5 4,67
7 Nelayan 1 0,93
8 Pengemis 3 2,80
9 Bengkel 1 0,93
10 Tidak Bekerja 8 7,48
Jumlah 107 100,00
Sumber: Survei Lapangan 2018

Gambaran pekerjaan orang tua anak bangunan, buruh angkut yaitu sebesar 26,17
jalanan dikota Pekanbaru sebagai petani persen dan pkerjaan lain seperti tukang jahit,
sebanyak 14,02 persen yang pada umumnya pengrajin, bengkel dan jumlahnya lebih kurang
diungkapkan oleh responden yang ikut dengan 20,54 persen.
famoili dan orang lain di kota Pekanbaru, Untuk memahami alasan anak-anak turun
sementara orang tua mereka tinggal dikampung. kejalan untuk bekerja maka perlu di pahami umur
Pekerjaan kedua adalah sebagai pedagang yang pertama kali mereka turun kejalan untuk
merupakan jenis pekerjaan paling dominan yaitu melakukan aktivitas yang dapat menghasilkan
sebanyak 31,78 persen. Pekerjaan pedagang pendapatan sebab kondisi umur akan
yang dulakukan oleh orang tua responden adalah mempengaruhi. Siang anak turun kejalan. Hasil
pedagang kecil, seperti pedagang cendol, studi umur yang paling banyak turun kejalan
pedagang sate, pedagang buah. Pekerjaan ke- untuk pertama kali digambarkan dalam tabel
dua terbanyak adalah sebagai buruh, buruh berikut.

Tabel 12. Persentase Umur Anak Pertama Turun Kejalan

No Kelompok Umur Frekuensi Persentase


1 <5 21 2,61
2 6–8 59 18,26
3 9–10 29 51,30
4 12 – 14 3 25,22
Jumlah 115 100,00
Sumber: Survei Lapangan 2018

Dengan demikian kelompok umur yang  Keinginan sendiri


dominan untuk pertama kali turun kelana adalah  Ikut teman
pada usia 9 hingga 11 tahun kemudian umur 12  Dipaksa Orang Tua
hingga 14 tahun. Sedangkan jawaban kenapa  Dibawa saudara
anak turun kejalan dapat dipahami dari dua Faktor dari dalam diri ini muncul karena
sudut, pertama ada dorongan dari dalam diri alasan-alasan lingkungan seperti ekonomi
anak yang muncul akibat berbagai kondisi keluarga yang miskin maka timbul keinginan
lingkungan dan ini menjadi alasan anak turun anak mencari tambahan biaya keluarga.
kejalan. Faktor dari dalam merupakan faktor Demikian juga alasan-alasan lain seperti mencari
pendorong anak turun kejalan berupa: makan, mencari tambahan biaya sekolah dan
membeli baju. Kalau dilihat hasil studi tentang
faktor pendorong dari dalam diri anak yang
dominan adalah atas keinginan sendiri, hal ini
dapat digambarkan sebagai berikut :

88 | P a g e
BASRI https://doi.org/10.25077/ jantro.v21.n1.p81-91.2019
BASRI/JURNAL ANTROPOLOGI: ISU-ISU SOSIAL BUDAYA - VOL. 21 NO. 01 (JUNE 2019)

Diagram 1. Faktor pendorong anak perempuan beraktivitas di jalan

60

50

40

30

20

10

0
keinginan Ikut teman dibawa saudara disuruh orang
sendiri tua

Diagram di atas menjelaskan bahwa faktor anak yang dihadapi oleh anak dimana situasi
dari dalam diri anak yang menjadi pendorong tersebut menjadi pendorong anak untuk turun
mereka turun kejalan untuk bekerja dimana ada kejalan adalah untuk membantu kebutuhan
keinginan sendiri sebanyak 59,13 persen, ikut ekonomi keluarga. Hal ini dapat disebut sebagai
teman sebanyak 28,70 persen, dibawa saudara kondisi kemiskinan keluarga. Hal ini dapat dilihat
sebanyak 2,61 persen dan disuruh oleh orang sebagian alasan yang digunakan oleh anak
tua sebanyak 9,67 persen. Dengan demikian adalah untuk membantu ekonomi orang tua.
faktor yang paling banyak mendorong anak untuk Untuk itu dapat dilihat tabel berikut yang
bekerja dijalanan di Kota Pekanbaru adalah atas menjelaskan alasan turun kejalan sbb:
keinginan sendiri. Sedangkan faktor dari luar diri

Tabel 13. Alasan Anak Beraktivitas di Jalan


No Alasan Turun Kejalan Frekuensi Persentase
1 Membantu Orang Tua 43 37,39
2 Untuk Mencari Makan 25 21,74
3 Tambahan Biaya Sekolah 27 23,48
4 Putus Sekolah 15 13,04
5 Beli Baju, dll 5 4,35
Jumlah 115 100,00
Sumber: Survei Lapangan, 2018

Dengan melihat tabel diatas maka 37,39 pendidikan (74,26 %) berpendidikan


persen alasan anak bekerja adalah karena SD dan (25,74 %) yang duduk di SLTP.
membantu orang tua, selanjutnya untuk 3. Sebahagian besar (69,57 %) anak
membantu biaya sekolah sebanyak 23,48 jalanan tinggal dengan orangtua.
persen. Untuk mencari makan sebanyak 21,74 4. Dari keseluruhan responden (62,61 %)
persen. Alasan karena tidak sekolah lagi dan status perkawinan orangtua masih utuh
daripada menganggur lebih baik mencari kerja (24,35 %) yang status perkawinan
sebanyak 13,04 persen dan alasan lain seperti orangtau bercerai hidup. Sedangkan
membeli sepatu, baju dihari Raya dan ditabung yang bercerai mati (3,48 %) adalah anak
sebanyak 4,35 persen. yatim (ayah Meninggal) dan (6,09 %)
merupakan anak piatu (ibu yang
D. KESIMPULAN meniggal). Asal keluarga (91,30) berasal
dari Luar Daerah Riau.

D
ari hasil study tentang profil kehidupan
5. Umur pertamakali turun kejalan dilakukan
sosial ekonomi dan sosial budaya anak
dominan adalah yang berusia 9-10
jalanan di kota Pekanbaru maka berikut ini
tahun.
dapat di ketengahkan beberapa kesimpulan :
6. Alasan yang dominan dilakukan oleh
1. Dari 115 orang anak jalanan yang anak jalanan yang bersumber dari dalam
dijadikan responden berusia 4 hingga 18 diri adalah atas keinginan sendiri dan
tahun dan yang terbanyak berusia antara keinginan itu muncul karena kondisi
antara 12 hingga 14 tahun (45,22 %). ekonomi keluarga hal ini terlihat alasan
2. Melihat usia anak jalanan yang yang mereka kemukakan atas keinginan
mempunyai usiasekolah ternyata 69,57 sendiri sebanyak (59,13 %) dengan
persen sudah tidak sekolah. Sementara tujuan untuk membantu orangtua (37,39
yang masih bersekolah tingkat %) membantu biaya sekolah 23,48
persen untuk mencari makan (21,74 %).
89 | P a g e
https://doi.org/10.25077/ jantro.v21.n1.p81-91.2019 BASRI
BASRI/JURNAL ANTROPOLOGI: ISU-ISU SOSIAL BUDAYA - VOL. 21 NO. 01 (JUNE 2019)

E. UCAPAN TERIMAKASIH penelitian ini sehingga dapat berjalan dengan


baik. Penelitian ini di support oleh Lembaga

P
enulis mengucapkan Terimakasih kepada Penelitian dan Pengabdian kepada masyarakat
Universitas Riau selaku pemberi grant dan (LPPM) Universitas Riau melalui Dana DIPA
tim peneliti yang telah membantu baik Perguruan Tinggi.
secara moril maupun materil dalam pelaksanaan

DAFTAR PUSTAKA

Ala. Andre. Bayo.(1981). Kemiskinan dan Strategi Memerangi Kemiskinan. Yogyakarta : Liberty.
Anwar. Evi. Nurvida dan Toro S. Wongkaren. (1967). Masalah Anak dan Implikasi Ekonomi dalam
Prisma No. 2. Jakarta. LP3ES
Astutik. Dwi. (2006). Pengembangan Model Pembinaan Anak jalanan perempuan Melalui Rumah
Singgah di Jawa Timur.Tesis. Pascasarjana UNAIR Surabaya
Nihayaty Arini Indah. (2002). Penembangan Model Pembinaan Anak jalanan perempuan di Surabaya.
Tesis. Pascasarjana UNAIR Surabaya.
Brehm. S.S.. dan Kassin. S.M.. (1993). Social Pscyhology. Boston: Houghton Mifflin Company.
BKSN. (2000). Anak jalanan perempuan di Indonesia. Permasalahan dan Penanggulanangannya.
Jakarta. Departemen Sosial Republik Indonesia.
Bungin. Burhan. (2001). Metodologi Penelitian Sosial (Format-Format Kuantitatif dan Kwalitatif).
Surabaya. Airlangga University Press.
Departemen Sosial. (2001). Intervensi Psikososial. Jakarta. Anak jalanan perempuan melalui Rumah
Singgah. Jakarta : Ditjen Bina Kessos. Depsos RI.
Faisol. Sanapiah. (1990). Penelitian Kwalitatif Dasar-Dasar dan Aplikasi. Malang. DA3
Froedman. Milton dan Rose Friedman (1979) Free to Choose. A Personal Statement. London :
Penguin Book.
Garliah. lili. (2000). Program Intervensi Dalam Penanganan Masalah Anak jalanan perempuan.
Program Studi Psikologi. Fakultas Kedokteran. Universitas Sumatera Utara
Irwanto. (1999). Pekerja Anak di Tiga Kota Besar : Jakarta. Surabaya. Medan. Jakarta. Unika
Atmajaya dan UNICEF.
Karnaji. (1999). Anak jalanan perempuan dan Upaya Penanganannya di Kota Surabaya. Jurnal
Hakiki. Vol 1/ No 2/ Nov 1999
Ma’aruf. Imam. (2002). Latar Belakang Anak jalanan perempuan di Wilayah Kecamatan Kepanjen
Kabupaten Malang.Skripsi.Universitas Negeri Malang.
Marshall B. Clinard dan Peter C. Yeager. (1989). Corporate Crime. London : Collier Macmillan
Publisher
Moleong. Lexy J. (1994). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung. Remaja Rosdakarya
Pranaka dan Moeljarjo. (2001). Membangun SDM dan Kapabilitas Teknologi Umat (Solusi untuk
bangkit dari krisis dan memasuki Dinamika Millenium Ketiga). Jakarta. ISTECS.
Riau Sujarwani. Fitri Dewi Wulandari. Alfi Husni. Faizal Rianto. Sarinah. (2018). Pemberdayaan
Masyarakat Komunitas Adat Terpencil (KAT) Oleh Pemerintah Kabupaten Lingga.
Kepulauan Riau. JURNAL ANTROPOLOGI: Isu-Isu Sosial Budaya. Juni 2018. Vol. 20 (1):
17-31.
Sudrajat Tata.(1999). Isu Prioritas Dan Progran Intervensi Untuk Menangani Anak jalanan
perempuan. Jurnal Hakiki. Vol 1/ No 2/ Nov 1999
Sanituti dan Suyanto Bagong. (1999). Anak jalanan perempuan di Jawa Timur ( Masalah dan Upaya
Penanganannya). Surabaya. Airlangga University Press
Soedijar. (1989). Penelitian Profil Anak jalanan perempuan di DKI Jakarta. Jakarta : Badan Penelitian
dan Pengembangan Sosial Departemen Sosial Republik Indonesia. Jakarta.
Soedjatmoko. (1981). Dimensi Manusia Dalam Pembangunan. Jakarta : LP3ES.
Suparlan. Parsudi. (1995). Kemiskinan di Perkotaan. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta.
Sutari. Sri. (2001). Pemberdayaan Anak jalanan perempuan Melalui Rumah Singgah. Skripsi. FISIP
UNAIR Surabaya.
Surbakti. (1997). Prosiding Lokakarya Persiapan Survei Anak Rawan : Study Rintusan di Kotamadya
Bandung. Jakarta. Kerjasama BPS dan UNICEF.
Suryanto. (2002). Psikologi Sosial : Suatu Pengantar. Bahan Mata Ajaran Psikologi Sosial. Semester
III. Pascasarjana UNAIR.
Suyanto. Bagong ; (2002). Permasalahan- Permasalahan Strategis dalam Program Pemberdayaan
Ekonomi Kerakyatan. Makalah untuk Rapat Kerja Daerah Program Keluarga Berencana
Nasional Tahun 2002 BKKBN Propinsi Jawa Timur. pada tanggal 13 Februari 2002 di
Surabaya

90 | P a g e
BASRI https://doi.org/10.25077/ jantro.v21.n1.p81-91.2019
BASRI/JURNAL ANTROPOLOGI: ISU-ISU SOSIAL BUDAYA - VOL. 21 NO. 01 (JUNE 2019)

___________. (2003). Analisis Situasi dan Konsisi Anak Rawan : Potret Pemenuhan Hak Anak.
Makalah : Seminar Sosialisasi UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perkehidupan Anak.
Diselenggarakan oleh Pemerintah Kota Surabaya. Dinas Sosial dan Pemberdayaan
Perempuan. Tanggal 29 Juli 2003 di Surabaya.
Tauran. (1995). Studi Anak jalanan perempuan Sebagai Perumusan Model Kebijakan
Penanggulangannya (Suatu Studi Terhadap Profil Anak jalanan perempuan di Terminal Bus
Tanjung Priok Kota Jakarta Utara). Jurusan Administrasi Negara Fakultas Ilmu Administrasi
Universitas Brawijaya Malang.
Undang-undang No. 4 Tahun 1979 tentang Kesejahrteraan Anak.
__________. Laporan Program Anak jalanan perempuan di kota Medan. Periode Mei 2000 - pril 2001.
Medan: http://www.acra.or.id/eng/indo/kksp/program/AnakJalanan/
__________. (2001). Pelayanan Sosial Bagi Anak. Topik: Ketelantaran. http://www.infosocieta.com
Yoserizal. dkk. (2003). Fenomena Sosial Anak jalanan di kota Pekanbaru. Bappeda Kota Pekanbaru.

91 | P a g e
https://doi.org/10.25077/ jantro.v21.n1.p81-91.2019 BASRI
JURNAL ANTROPOLOGI: ISU-ISU SOSIAL BUDAYA - VOL. 21 NO. 01 (JUNE 2019)

Available online at : http://jurnalantropologi.fisip.unand.ac.id/

Jurnal Antropologi: Isu-Isu Sosial Budaya


| ISSN (Online) 2355-5963 |

INCOME INEQUALITY AND HOUSEHOLD WELFARE IN


KOTO PANJANG DAM AREA

Fery Andrianus1 *, Syafruddin Karimi2, Werry Darta Taifur3, Endrizal Ridwan4


12 3 4
Faculty of Economics, Andalas University, Padang, Indonesia

ARTICLE INFORMATION A B S T R A C T
Displacement due to the construction of the Koto Panjang dam
has an impact on household welfare. The displaced households
Submitted : 05 January 2019 experienced a very poor economic condition at the beginning of
Review : 05 April 2019 the displacement period. This study seeks answers to two
Accepted : 10 May 2019 questions: how the current welfare of the households is and
how the relationship between welfare and income inequality of
Available online: June 2019 those households is. The study was conducted on 12 villages
which are the locations of involuntary resettlement programs
KEYWORDS with a total sample of 360 households. The study used Gini
index to measure income inequality and Subjective Welfare
Indicator to compare household welfare. The results showed
income, inequality, welfare, household, koto panjang that in general, the average household income in Koto Panjang
dam
was higher than the Provincial Minimum Wage, but it was not
evenly distributed in all villages. The result also showed a
CORRESPONDENCE negative relationship between welfare and income inequality,
but it cannot be used for further analysis because the
*E-mail: feryandrianus@eb.unand.ac.id correlation value is very low.

A. INTRODUCTION households moved in Koto Panjang. However,


Karimi and Taifur, 2013 also found that not all
onstruction of dams to address future households who moved lives worse found that

C energy needs has an impact on people's


lives. Households in the dam construction
site were forced to move. This transfer is a form of
there had been an increase in the welfare of
displaced households. Increased income will
reduce the level of inequality. Therefore a study is
sacrifice because they have to move from their needed to see whether an increase in household
hometown. The government compensates for this welfare has an impact on reducing inequality or
sacrifice by making the involuntary resettlement not.
program. However, not all households that moved Research on Involuntary resettlement in Koto
lives better than before (Syapsan, 2010; Karimi Panjang has been widely carried out. The results
dan Taifur, 2013). In general, the resettlement of the study generally show that households that
program implemented by the national government are moved in general experience difficult
through international assistance has increased a conditions during the initial period of migration.
7
lot, but the failure of resettlement programs is still This condition is expected to occur as noted by
found in several regions in Indonesia, including that households with involuntary resettlement have
Koto Panjang. This fact shows that the government the potential to experience impoverishment. It is
must be more intensive in monitoring and clear that the results of previous studies which
evaluating the programs that have been carried show that households moved to experience
out. poverty can be seen in Table 1.
Many studies before discovering the
occurrence of impoverishment experienced by

93 | P a g e
https://doi.org/10.25077/ jantro.v21.n1.p93-101.2019 Attribution-ShareAlike 4.0 International. Some rights reserved
FERY ANDRIANUS/JURNAL ANTROPOLOGI: ISU-ISU SOSIAL BUDAYA - VOL. 21 NO. 01 (JUNE 2019)

Table 1. Research Summary on Impoverishments in Koto Panjang


Year Researcher Result
Impoverishment occurred in one village Koto Panjang, in District Lima
1998 Yasuyuki
Puluh, West Sumatra Province
Decrease of revenue and agricultural production in 6 Villages of Koto
2004 Akbar
Panjang in Kampar District, Riau.
Impoverishment in 2 Villages in Kabupaten Lima Puluh Kota, West
2005 Karimi, et al
Sumatera
2007 Saleh There is an impoverishment in Koto Panjang
2015 Uslaini et al There is an impoverishment in Koto Panjang
Lowering educational level and changes the social capital in Koto
2010 Syapsyan et al
Panjang
Source: (Andrianus, 2017).

Table 1 shows that researchers found moved. Second, whether the household's welfare
impoverishment occurred after households were is negatively related to inequality. Both hypotheses
moved from their original location to a new will be answered by using income data obtained
location. However, research conducted by from field surveys either quantitative or qualitative
Andrianus (2017) showed that not all households data. Second, to analyze inequality we used Gini
moved experienced impoverished, some house- Coefficient and analysis of Correlation to prove the
holds experienced an increase in welfare. This connection between Inequality and Welfare.
result supported by Karimi and Taifur (2013), who The study was conducted from October to
also shows that displaced households experience December of 2016 in two provinces: Tanjung Pauh
an increase in welfare. Furthermore, Ridwan et. el. village and Tanjung Balik village in West Sumatera
(2018) found that household that was moved Province and 10 separate villages in Riau
experienced an increase in income compared to province. Samples were taken from the total
households that were not moved in the same population of households in these 12 villages that
location. Moved households have a greater level of have been moved because of dam construction in
land ownership than households that are not Koto Panjang. The total sample size was selected
moved. However, moved households have a high by using the Slovin’s formula. From a total
level of inequality compared to households that do population of 4868, this research uses a sample
not move. size of around 300 households (5% error). This
number was achieved by random sampling of 30
B. THE MATERIAL AND METHODS respondent households per village.

T
his study will examine two hypotheses: first,
whether the welfare of households being
moved at this time is better than before they

Table 2. Research Location and Respondents

No Villages Households Province


1 Pulau Gadang 30
2 Koto Masjid 30
3 Tanjung Alai 30
4 Batu Bersurat 30
5 Pongkai Istiqomah 30 Riau
6 Koto Tuo 30
7 Muara Takus 30
8 Gunung Bungsu 30
9 Mayang Pongkai 30
10 Muara Mahat Baru 30
11 Nagari Tanjung Balik 30 West Sumatera
12 Nagari Tanjung Pauh 30
Total 360

94 | P a g e
FERY ANDRIANUS https://doi.org/10.25077/ jantro.v21.n1.p93-101.2019
FERY ANDRIANUS/JURNAL ANTROPOLOGI: ISU-ISU SOSIAL BUDAYA - VOL. 21 NO. 01 (JUNE 2019)

C. RESULT AND DISCUSSION minimum wages, because income is one of the


main indicators of financial assets from welfare
1. Income Indicator determinants (Parmawati et.el, 2018). If the
average household income per month is higher

T
o explain whether households that have than the minimum wage for the province in that
moved their lives better or not, this study year then the household is welfare. Research
compares household income with provincial results from the field can be seen in Table 3.

Table. 3 Monthly Household Income (IDR)

Villages Income
Tanjung Balik 1,555,172
Tanjung Pauh 1,535,714
Koto Masjid 3,177,656
Pulau Gadang 1,888,462
Tanjung Alai 1,483,333
Batu Basurek 1,703,333
Koto Tuo 2,415,000
Pongkai Istiqomah 1,959,355
Muara Takus 2,025,862
Gunung Bungsu 1,863,333
Mayang Pongkai 3,975,000
Muaro Mahat Baru 5,339,286
Average 2,410,126
Source: Data processed by authors

Table 3 shows that the average household district XIII Koto Kampar. The average income per
income of Koto Panjang amounted to 2.4 million month in the Batu Bersurat district is 1.7 million
rupiahs per month. This figure is above the rupiahs per month.
Provincial Minimum Wage (PMW) of the two Information and facts about the income of
provinces in 2016, where the figures for each PMW respondents are the income of respondents in
are IDR 1,800,725 for West Sumatra and IDR November 2016. The results of the survey in the
2,138,570 for Riau province. These results indicate field indicate that the village of Tanjung Alai
that in general the households that were moved in categorizes into the village that is less successful
2016 were welfare improved. However, if seen in or not prosperous after being transferred. The
more detail, it turns out that only 5 villages out of reasons include the unavailability of adequate
10 villages are above the PMW. A total of 7 more employment opportunities to meet household
villages are still under PMW. Especially for West needs in a new place after the household has been
Sumatra, the two villages that entered the study displaced. The promised compensation in the form
area were under the PMW. of a rubber plantation was unsuccessful. Rubber
The village with the lowest household income land promised by the government cannot be
per month is Tanjung Alai Village, XIII District, Koto harvested at the appointed time, even many fail
Kampar. The average income level of households and die. This condition occurred due to a failure in
in this village is 1.4 million rupiahs per month. giving rubber seeds by the government. The seeds
Other villages in Riau Province which have are not superior seeds. The same conditions also
relatively low monthly household income are Batu occurred in the other two villages, namely Gunung
Basurek, Gunung Bungsu, and Pulau Gadang. The Bungsu and Tanjung Gadang.
village of Batu Basurek is a combination of several Infertile soil conditions are also one of the
districts which later turned into a village. Batu causes of disruption of the growth of rubber plants
Basurek is the only area as a sample in this study. in addition to seeds that are not good. In addition,
Batu Basurek district is the entrance area if you are the location of plantations that are far from their
going to the Muara Takus Temple area in sub homes is also the reason why households are
95 | P a g e
https://doi.org/10.25077/ jantro.v21.n1.p93-101.2019 FERY ANDRIANUS
FERY ANDRIANUS/JURNAL ANTROPOLOGI: ISU-ISU SOSIAL BUDAYA - VOL. 21 NO. 01 (JUNE 2019)

reluctant to cultivate plantation land, even though the company motivate households to increase oil
according to the initial agreement the location of palm plantation production.
the plantation is only about 2 km from the Households already know the price of oil palm
residence. As a result of the failure of this rubber before harvesting is done online so that
plantation, many residents worked as rubber gum households do not need to worry about being
cutting laborers in other villages that had deceived by the company when selling garden
sufficiently fertile rubber land or looked for other goods. Any amount of household oil palm
jobs located not far from their homes, namely as plantation production will be purchased by the
seasonal fishermen on the Kampar River. company at the prevailing market price. So that
The condition of household income in Nagari this condition has an impact on improving overall
Tanjung Balik and Nagari Tanjung Pauh in household welfare in the villages of Mayang
Pangkalan Koto Baru District is also no better than Pongkai and Muaro Mahat Baru.
Tanjung Alai Village. The average household In general, the results of the survey of
income per month in the two villages is 1.5 million involuntary resettlement households in Koto
rupiah. This fact is similar to the results of previous Panjang this time do not reach poverty. This fact
studies, where the condition of household/village also answers that the 8 impoverishment risks
income in West Sumatra, in general, was relatively described by Cernea in the current IRR model do
lower than household income in villages in Riau not occur in Koto Panjang. Research at the same
province (Karimi and Taifur, 2013). time shows that in general poverty does not occur
Based on the results of the household income in 12 research locations surveyed using 14
survey in Koto Panjang, the villages that rank in measures of poverty owned by BPS. According to
the top three are villages in Kampar Regency, Riau BPS, if 9 out of 14 categories are met, households
Province. The villages are Koto Masjid village, including poor or not prosperous, while in this
Mayang Pongkai village, and Muaro Mahat Baru study 9 these indicators were not met.
village. Household income per month in these
three villages are 3.2 million rupiah, 3.9 million 2. Analysis of Household Welfare Based on
rupiah and 5.3 million rupiah respectively. Koto Welfare Indicators
Masjid village has an area that is relatively flat
compared to other villages, which is why residents ubjective indicators that are used to analyze
in this village make the catfish farming business as
the prima donna for increasing family income in
addition to the rubber plantations and crops that
S household welfare are 10 welfare indicators
consist of health, education, employment,
household income, and family harmony, availability
they have. of leisure time, social relations, housing conditions
Difference the Koto Masjid village, Mayang and assets, environmental conditions, security
Pongkai Village and Muaro Mahat Baru village are conditions. Perceptions of respondents' satis-
examples of villages that have succeeded in faction with each indicator serve as a reference for
increasing community welfare by processing oil analyzing the overall well-being of the household.
palm plantations. Households in these villages Perception data was obtained from questionnaire
have oil palm plantations with the PIR (Perkebunan data filled in by respondents. Information or
Inti Rakyat) pattern. Households that follow the PIR questions in the questionnaire, in general, are
pattern, in general, are able to care for and questions related to the perception of respondents'
cultivate oil palm plants as the family's main source satisfaction with the 10 indicators of happiness.
of income. PIR plantations combine the gardens of Respondent satisfaction with each indicator is
the company with those of the people in one divided into three categories of satisfaction, namely
production unit through mutually needed and Dissatisfaction, Ordinary, and Satisfied. While the
mutually beneficial partnership mechanisms. numbers or percentage values included in the table
Partnerships built by households and oil palm are presentations of the number of respondents
companies in processing oil palm plantations and who answered Satisfied with each indicator. This is
marketing of production are going well. done to facilitate the analysis of the recipes'
Transparent production and palm oil prices from satisfaction.

96 | P a g e
FERY ANDRIANUS https://doi.org/10.25077/ jantro.v21.n1.p93-101.2019
FERY ANDRIANUS/JURNAL ANTROPOLOGI: ISU-ISU SOSIAL BUDAYA - VOL. 21 NO. 01 (JUNE 2019)

Table 4. Household Satisfaction Levels on Welfare Indicators in Koto Panjang (in percent)

Indicator
Villages
A B C D E F G H I J
Tanjung Balik 60 7 23 13 63 70 70 57 53 77
Tanjung Pauh 47 20 20 7 63 60 77 40 70 83
Koto Masjid 66 41 50 50 94 63 97 72 88 75
Pulau Gadang 34 34 52 38 66 52 76 69 83 79
Tanjung Alai 37 20 17 17 57 47 50 37 63 67
Batu Basurek 29 23 39 23 77 77 65 45 97 71
Koto Tuo 43 27 40 30 77 47 90 40 77 90
Pongkai
52 26 39 19 68 61 77 45 71 81
Istiqomah
Muara Takus 53 13 23 13 77 73 60 47 80 73
Gunung Bungsu 47 20 20 20 70 50 63 33 70 63
Mayang Pongkai 34 17 45 45 69 52 79 69 76 52
Muaro Mahat
58 32 35 39 61 58 61 65 65 61
Baru
Rata-rata 47 23 34 26 70 59 72 52 74 73
Source: Data processed by authors

Table 4. Shows that respondents' satisfaction satisfied with their income conditions can be
with education is very low, with only 23 percent of trained or fostered to develop themselves through
household respondents satisfied with the level of training or coaching carried out by the government
education. This also shows that respondents are through empowerment programs of the relevant
relatively unsatisfied with the current state of community in accordance with their wishes and
education. This relatively low condition of expertise. Training and education provided by the
respondent's education is in accordance with the government to empower the community should be
education profile where in general the education directed towards activities that do not require
level of the respondents (more than 60%) did not specific abilities or high education, because
graduate from elementary school. This result would household education, in Koto Panjang is relatively
be even worse if all those who did not go to school very low.
were combined, did not finish elementary school The results of the study also showed that
and graduated from elementary school reaching 68 household satisfaction was dominated by 4
percent or almost 2/3 of household respondents. indicators of happiness, namely harmony, social
This condition shows that in general, the quality of relations, security conditions, and environmental
human resources in Koto Panjang is still very low, conditions. Each of these four indicators shows
which has an impact on opportunities to get jobs household satisfaction of, 70, 72, 73, 74 percent
and better livelihoods.Low education is an obstacle while the other six indicators of happiness are
for households to get jobs. Jobs that can be household satisfaction values below the 60 percent
obtained are very limited. Low education tends to figure. This condition also explains that household
only work as laborers or coarse farmers who welfare is not only determined by income (material)
receive wages, of course, the results obtained are but is more determined by non-material things
not enough to meet their daily needs such as harmony, social relations, security
Table 4. also shows that respondents' conditions, and environmental conditions.
satisfaction with their income is in the second High satisfaction with non-material indicators
lowest position, which is an average of 26 percent also shows that the community feels prosperous
of respondents in 12 research locations answered not only determined by the material but also
satisfied. This condition shows that respondents' determined by non-material. This fact also proves
11
satisfaction with income is still low. The general the statement , welfare is not only determined by
public considers their income still low, even though the material but more than that is also determined
the average household income in the 12 research by other indicators such as harmony in the family,
locations is 2.4 million rupiah per month or around relations with neighbors or society. This condition
80 thousand rupiah a day. This can be an also shows that social capital such as intimacy,
opportunity for the government to encourage social relations, friendliness and help among
community activities for productive activities to involuntary resettlement households has provided
increase income. Households that have not been comfort and pleasure to the household or in other
97 | P a g e
https://doi.org/10.25077/ jantro.v21.n1.p93-101.2019 FERY ANDRIANUS
FERY ANDRIANUS/JURNAL ANTROPOLOGI: ISU-ISU SOSIAL BUDAYA - VOL. 21 NO. 01 (JUNE 2019)

words the household feels happiness that cannot and improve health quality such as maintaining
be judged by the material after experiencing times cleanliness, health, and other healthy behaviors.
difficult at the time at the old location and at the The indicator of free time shows that nearly 60
beginning of the transfer to the current settlement percent of respondents stated that they were
location. satisfied with the availability of their free time to
Although there is a tendency for some interact with their families and neighbors. This
researchers to assume that the welfare shown by condition will create a good atmosphere in people's
an increase in assets and income is clearer and lives so that existing social values can be built
more valid to describe the improvement of properly. The values of social capital such as
individual welfare, it cannot be denied that non- mutual cooperation, mutual trust, and help develop
material welfare is more influential in one's life. well in the midst of society.
This concludes that the material approach alone
cannot declare someone to be happier; it needs a 3. Qualitative Analysis of Household Welfare
non-material approach such as a psychological Before and After Transfer
approach (Layard, 2006).

T
Respondent’s satisfaction with work, housing he results of the analysis using the previous
conditions and assets show variation, where PMW indicator showed that only 5 villages in
respondents' satisfaction with work is still low at 34 Koto Panjang experience a welfare
percent. This fact shows that more than 60 percent improvement, while 7 other villages were not
of the respondents considered that the work they welfare improved, although the average household
currently have is still not in accordance with what income was above PMW. To complete the results
they want so that it does not make a maximum of the analysis quantitatively using income
contribution to improving their welfare. indicators, this study also uses qualitative analysis
Household satisfaction with their homes and by asking how household's satisfaction compared
assets they currently have is also relatively low at with the previous welfare conditions, namely in the
52 percent. This is consistent with the facts on the old village and the beginning of the transfer
ground, where there are still houses that are not compared to the current condition (in 2016). See
semi-permanent as promised even though many table 5.
have changed to become better or permanent. Table 5 shows that 78 percent of respondents
Household disappointment with the condition of the answered their current condition of welfare (when
house building and assets received were seen in interviewed) better than the initial conditions they
discussions in the field. Many households, who feel moved to a new settlement. This fact shows that
cheated by the government's promise of the there has been a significant change in household
condition of the house and the assets to be given, conditions both economically and non-
are not in reality. economically. Households have been able to
The respondents' satisfaction with their health rationally assess that their current condition is far
conditions was shown by 47 percent of better than at the time of the initial transfer.
respondents answering satisfied. This fact shows The results of discussions and interviews
that most households assess that their health indicate that households experience suffering or
conditions are not satisfactory. This condition is distress for several years starting from the
inseparable from the household's understanding of beginning of transfer (approximately 3-6 years).
the quality of their health. Education cannot be This condition occurs, among others, the people
ignored in this health care. Because of a better who moved did not find conditions in the field as
level of education will make people able to promised beforehand, semi-permanent houses that
understand how behavior and actions to maintain were ready to live, electricity, clean water, and
livelihoods (Purwanto, 2015).

98 | P a g e
FERY ANDRIANUS https://doi.org/10.25077/ jantro.v21.n1.p93-101.2019
FERY ANDRIANUS/JURNAL ANTROPOLOGI: ISU-ISU SOSIAL BUDAYA - VOL. 21 NO. 01 (JUNE 2019)

Table 5. Satisfaction of Respondents against Previous Conditions (percent)

Indicators
A B C
Villages
H S L H S L H S L
Tanjung Pauh 70 17 13 50 17 33 47 30 23
Tanjung Balik 60 13 27 70 23 7 53 33 13
Koto Masjid 94 3 3 94 3 3 94 3 3
Pulau Gadang 96 4 0 93 7 0 89 11 0
Tanjung Alai 67 7 27 83 3 13 73 3 23
Batu Basurek 68 16 16 55 35 10 48 42 10
Koto Tuo 53 20 27 53 23 23 43 20 37
Pongkai Istiqomah 74 19 6 71 23 6 55 35 10
Muara Takus 80 7 13 83 0 17 83 7 10
Gunung Bungsu 80 17 3 73 27 0 80 17 3
Mayang Pongakai 100 0 0 93 7 0 100 0 0
Muaro Mahat Baru 97 3 0 97 3 0 97 3 0
Average 78 11 11 76 14 9 72 17 11
Source: data processed by authors
H = happier, S = same, L = less
A). The present situation is compared to the initial conditions in this village
B). The present situation is compared to the old village
C). What are the conditions now?

Respondents stated that their welfare was welfare. Respondents' answers are that their
better than when they lived in the old villages. This condition of welfare is better now as many as 72
condition also shows that in general the involuntary percents of respondents. This fact shows that
resettlement program at Koto Panjang has a currently, more than 70 percent of households
positive impact on people's welfare. This statement respond to their welfare conditions better. This
is evidenced by 76 percent of respondents statement supports two previous statements by
answering that their welfare increased or better comparing conditions at the beginning of the move
than before they moved. This condition is in line and conditions before moving. Thus the results of
with the research of Karimi and Taifur (2013) who this study support the results of previous studies
found the fact that 70 percent of household which stated that households were more
respondents stated that their welfare was better prosperous than in their previous regions.
than before. This also indicates that the risk of Furthermore, if it further examined and turns out
impoverishment that occurs relatively successfully that respondents who stated that the current
is overcome or minimized, thus creating a better or welfare condition is better than the previous
more prosperous society. condition were dominated by respondents who had
The increase in household welfare was also an income of 1.5 to 3 million rupiah. More clearly
strengthened by the results of a questionnaire that can be seen in Table 6.
asked about the current condition of household

Tabel 6. Respondent Satisfaction with Previous Conditions Based on Income Groups

current situation is compared to the initial conditions in this village


Satisfaction Level Income (thousand rupiah)
(%) <500 500-1000 1000-1500 1500-3000 3000-4500 >4500 Total
Less 2 2 3 3 0 0 10
Same 2 3 3 4 0 0 12
More prosperous 5 14 15 25 8 11 78
Total 9 19 21 32 8 11 100

99 | P a g e
https://doi.org/10.25077/ jantro.v21.n1.p93-101.2019 FERY ANDRIANUS
FERY ANDRIANUS/JURNAL ANTROPOLOGI: ISU-ISU SOSIAL BUDAYA - VOL. 21 NO. 01 (JUNE 2019)

Current situation compared to the old village


Satisfaction Level Income (thousand rupiah)
(%) <500 500-1000 1000-1500 1500-3000 3000-4500 >4500 Total
Less 2 3 3 3 0 0 11
Same 1 3 3 4 1 0 12
More prosperous 5 13 15 25 8 11 77
Total 8 19 21 32 9 11 100

Current conditions
Satisfaction Level Income (thousand rupiah)
(%) <500 500-1000 1000-1500 1500-3000 3000-4500 >4500 Total
Less 2 3 3 2 0 0 10
Same 1 3 4 5 1 1 15
More prosperous 3 13 15 25 8 11 77
Total 6 19 22 32 9 12 100
Source: data processed by authors

Data from Table 6 show that from the 4. Income Inequality Analysis
questions asked to respondents about how their

T
current welfare conditions compare to welfare his study calculated how large the income
conditions at the beginning of their time to move, inequality of settler households after the
the respondents answered generally more construction of dams. The measurement of
prosperous now. This answer is dominated by inequality in household income is based on
respondents who have an income of 1.5 to 3 measuring the imbalance of the coefficients Gini.
million rupiah. This is in accordance with the The inequality of household income after the
previous analysis where respondents in this study relocation is using the coefficients Gini. The results
were generally dominated by those who had of data processing using household income that
revenues of 1.5 to 3 million rupiah. indicate the level of household inequality can be
seen in Table 7.

Table 7. Gini Index Involuntary Resettlement

No Villages Gini Index


1 Tanjung Balik 0,36
2 Tanjung Pauh 0,31
3 Koto Masjid 0,44
4 Pulau Gadang 0,39
5 Tanjung Alai 0,28
6 Batu Basurek 0,28
7 Koto Tuo 0,29
8 Pongkai Istiqomah 0,37
9 Muara Takus 0,35
10 Gunung Bungsu 0,25
11 Mayang Pongkai 0,29
12 Muaro Mahat Baru 0,26
Average 0,32
All 0,40
Source: data processed by authors

Table 7 above is the result of data processing value of Gini which only ranges from 0.4 to 0.5,
of household income after relocation where the which means the level of inequality of household
coefficients gini is obtained at 0.40 which indicates income is still uneven. The village that has the
that the inequality of household income after lowest inequality is the new Muaro mahat Village,
relocation is included in the category of moderate where this village also occupies the highest
inequality, using a measure according to the index average household income level IDR 5,339,286
100 | P a g e
FERY ANDRIANUS https://doi.org/10.25077/ jantro.v21.n1.p93-101.2019
FERY ANDRIANUS/JURNAL ANTROPOLOGI: ISU-ISU SOSIAL BUDAYA - VOL. 21 NO. 01 (JUNE 2019)

rupiah. However, contrasting results occurred in of the conditions of impoverishment that occurred
Tanjung Alai village where the Gini value was during the initial transfer period. The average
relatively low at 0.28 whereas the lowest household income is above the Provincial
household income level. Thus, in this study, the Minimum Wage, but this condition does not show a
relationship between welfare and inequality cannot good spread because only 5 villages from 12
be explained. The results of the correlation research villages have an average income above
between income and inequality show the figure of - the PMW. To complete the household welfare
0.36. Although the relationship between inequality analysis with income indicators, a qualitative
and income is in accordance with the theory that is analysis is carried out by comparing the current
negative, the correlation number of 0.34 shows a home welfare with the previous one. The results
very low. showed that in general households stated that the
The results of the Coefficient Gini analysis in current welfare condition was better than before,
this study are not much different from the research both at the beginning of the move and in the old
9
conducted by using the 2014 Indonesian Survey village (before moving). There is no strong
of Farming Household Income data set published relationship (strong correlation) between income
by Indonesian Bureau of Statistics (BPS). The Gini inequality and welfare because the correlation
results indicate that income inequality that occurs value obtained in this study is so low that it is not
in the area that is the location of Involuntary enough to prove the relationship between
Resettlement is 0.36, while in this study Gini Index inequality and welfare for the case of Involuntary
is flat The average is 0.32 and the total is 0.40. Resettlement Koto Panjang.

D. CONCLUSION E. ACKNOWLEDGMENT
he authors are grateful to BAPPEDA lima

T
he results showed that the welfare of the
displaced households was better than in the
old villages and that at the beginning of the
T puluh kota for secondary data and research
permit. We also thank to wali nagari,
respondents and the study villagers for the
displacement. Households have been able to information, and field assistance.
adjust themselves so that they are able to get out

REFERENCES

Syapsan, S. (2010). Perubahan Sosial Masyarakat Pasca Pembangunan Listrik Tenaga Air (PLTA) Koto
Panjang Provinsi Riau. Jurnal Ekonomi, 18(2).
Akbar, A. (2004). Dampak Pembangunan PLTA Koto Panjang Terhadap Pengembangan Wilayah di
Kecamatan XIII Koto Kampar.
Asian Development Bank. (2006). Involuntary Resettlement Safeguards.
http://www.adb.org/sites/default/files/institutionaldocument/32515/files/involunty-
resettlement.pdf.
Wiranata, A. M. I. (2010). Mengkritik Makna Hegemonik Pembangunan Berkelanjutan: Studi Kasus pada
Proyek DAM di Lembah Sungai Narmada. Widya Sosiopolitika, 1(1), 290-300.
doi:10.1038/sj.hdy.6800917
Yasuyuki K. (1998) Dampak Sosial Akibat Pemindahan Penduduk (Studi Kasus: Desa Tigo Koto Tanjung
Pauh di Sumatera Barat).
Karimi, S. & Taifur, W. D. (2013). Resettlement and development: a survey of two of Indonesia’s Koto
Panjang resettlement villages. International Journal of Water Resource Development, 29(1).
Cernea, M. (2004). Impoverishment Risks, Risk Management, and Reconstruction: A Model of Population
Displacement and Resettlement.
Andrianus, F. (2017). Analisis Kesejahteraan Rumah Tangga Involuntary Resettlement Koto Panjang
Kabupaten Lima Puluh Kota. 3rd International Conference On Business and Economics (ICBE).
Ridwan, E., Karimi, S., Andrianus, F., Putrian, V., & Uspri, B. (2018). Inequality and Economic Structure
of the Displaced: A Household Study in Indonesian Koto Panjang Electric Dam Area. The First
Economic, Law, Education and Humanities : Social Science and Sustainable Development for
World Challenge.
Purwanto, U. (2015). Skema Pembiayaan Infrastruktur yang Bersandar pada Investasi Asing; Mengulang
Kesalahan Krisis Tahun 80-an: Studi Kasus Dam Koto Panjang. Tanah Air.
Layard, R. (2006). Happiness and Public Policy: a Challenge to the Profession. The Economic Journal,

101 | P a g e
https://doi.org/10.25077/ jantro.v21.n1.p93-101.2019 FERY ANDRIANUS
FERY ANDRIANUS/JURNAL ANTROPOLOGI: ISU-ISU SOSIAL BUDAYA - VOL. 21 NO. 01 (JUNE 2019)

116, C24-C33.
Parmawati, R., Soemarno, M., & Kurnianto, A. (2018). Analysis of Poverty In Forest Surrounding
Communities By Sustainable Livelihood Approach. Jurnal Antropologi: Isu-Isu Sosial Budaya,
20 (1), 1-15.

102 | P a g e
FERY ANDRIANUS https://doi.org/10.25077/ jantro.v21.n1.p93-101.2019
JURNAL ANTROPOLOGI: ISU-ISU SOSIAL BUDAYA - VOL. 21 NO. 01 (JUNE 2019)

Available online at : http://jurnalantropologi.fisip.unand.ac.id/

Jurnal Antropologi: Isu-Isu Sosial Budaya


| ISSN (Online) 2355-5963 |

THE RESTORATION EFFORT OF PEAT MOSS ECOSYSTEM


POSTCONFLAGRATION OF THE FOREST AND THE LAND IN
LUKUN VILLAGE OF TEBING TINGGI TIMUR REGENCY

Ashaluddin Jalil 1*, Yesi2, Seger Sugiyanto3


12 3
Department of Sociology, FISIP, Universitas Riau, Indonesia

ARTICLE INFORMATION A B S T R A C T
The conflagration continuously occurs with a different trend
each year. Indonesian is especially an area that takes the root
Submitted : 17 October 2018 of peat moss labeled as the exporter of the smoke to the
Review :13 May 2019 neighbor states and all at once it is not able to solve the
Accepted : 06 June 2019 conflagration completely because of various reasons. More or
less 2 million hectares of the peat moss land has degradation
Available online: June 2019 and needs the recovery effort to be the job desk of the
government to implement the restoration effort as soon as
possible. Not only needing very big budget, that becoming the
KEYWORDS note is the society truly needs to support the activity to work
well. The goal of this research is namely: 1). identifying the
Restoration, peat moss, conflagration, Lukun factor of the forest and the land conflagration cause and its
impact, 2) analyzing the restoration efforts of post conflagration
CORRESPONDENCE disaster of the forest and the land. And the location of the
research is in Lukun Village of Tebing Tinggi Timur Regency of
*E-mail: ashaluddin.jalil@lecturer.unri.ac.id) Kepulauan Meranti Subdistrict. This research uses the
qualitative descriptive approach. The causing factor of the
conflagration disaster of the forest and the land is namely the
natural condition and the human activity. The impact that is
caused by the conflagration disaster of the forest and the land
can be divided to be: the impact against the peat moss
ecosystem and the impact against the society’s social economy.
The effort that is implemented in the recovery of post
conflagration disaster of the forest and the land is the
ecosystem restoration and the revitalization of human’s
economy.

A. INTRODUCTION the great conflagration. The Crisis Centre Site of


Health Minister of Indonesian Republic said that

T
he conflagration of the forest and the land the land conflagration had occurred since 9
is the disaster that is a financial loss. Since February 2019, until with 14 February 2018 noted
a long time ago, Indonesia especially Riau the extension of the burnt land was as wide 100
has been suffering because of the smoke threat. Ha. The extinguishing was hard to be done
Almost every year the conflagration always come because the wind that blew very fast and the
with the different extensive and leaves the deep conflagration had crept up to the sago palm
sorrow. The cause is also different started from garden (Health Minister, 2018).
the factor of nature and the suspicion imple- The conflagration didn’t only cause the
mented by the human both intentionally and disadvantage such as the broken peat moss
unintentionally. The conflagration doesn’t only ecosystem, but also against the social economic
have an impact on the peat moss environment condition of the society. The disturbing means of
but also towards the economy social life of the livelihood system of society caused the economy
local society. activity paralyzed and the daily activity didn’t
The post conflagration 2014-2015 the work well. The seriousness of the government
smoke disaster started to decrease, but at the was being examined to solve seriously this
beginning of 201 the conflagration of forest and problem. More or less two million of the peat
land started to appear again, it was Lukun village moss land was done for the degradation and
of Tebing Tinggi Timur Regency that experienced needs the restoration effort to be the homework
103 | P a g e
https://doi.org/10.25077/ jantro.v21.n1.p103-110.2019 Attribution-ShareAlike 4.0 International. Some rights reserved
ASHALUDDIN JALIL/JURNAL ANTROPOLOGI: ISU-ISU SOSIAL BUDAYA - VOL. 21 NO. 01 (JUNE 2019)

of the government to optimize the restoration sides. Among others by CIFOR, ICRAF, The
effort. The big budget is not only needed but also Department of the Plantation, Wetlands Inter-
the society truly needs to support that activity and national-Indonesia Programme, University, etc.
stimulate again the local wisdom in daily life so From the researches known that the forest
that the restoration effort is succeeding and conflagration in the peat moss forest is generally
works well. And the goal of this research is caused by (1) land clearing by the burning for the
namely: 1). identifying the factor of the forest and plantation by the big companies, (2) the
the land conflagration cause and its impact, 2) preparation of the agriculture land by burning by
analyzing the restoration efforts of post the farmer (generally the shifting cultivation), (3)
conflagration disaster of the forest and the land in the carelessness of the woodcutter in illegal in
Lukun Village. the forest that makes fire to cook the food and
Indonesian is a fourth country with the wide the drink (4) the fishing in the floodplain area in ht
land of the widest peat moss in the world dry season where the grass that grows around
(Euroconsult, 1984), namely around 20 million the pond is burnt first of all so that the fish is easy
ha, after Canada (170 million ha), Uni Soviet (150 to be harvested, and (5) the land conflict between
million ha), and United States (40 million ha). In the society and the side of the HPH holder (The
Sumatera island, the spreading of the peat moss Forest Authority Right) or the company of HTI
land generally is in the lowland along the east (The Forest of Industry Plant).
beach, namely with the domination order in a row
is in the province area of Riau, South Sumatera, B. METHOD
Jambi, North Sumatera, and Lampung. The

T
spreading into the hinterland/headwaters reaches he research approach that is used is
about 50-300 km from the line of the beach qualitative research with descriptive
(Wahyunto et al., 2005). In the more narrow area, analysis method. The location of this
the peat moss is also found in the land of the research is in Lukun village of Tebing Tinggi
west beach of the island, especially in the Timur Regency of Meranti Subdistrict of Riau
province area of Bengkulu, West Sumatera, and Province. This research uses the qualitative
Aceh. The spreading into the headwaters approach, so the informant taking is done based
generally reaches about 10-50 km from the on a certain purpose, namely for obtaining the
beach line (The Working Group of The national information involved the restoration efforts of post
Peat Moss Land Processing, 2006). conflagration disaster of the forest and the land.
The forest conflagration is one of the main For deciding the subject in this research, the
causes of the tropics forest damage in purposive sampling method is used namely the
Indonesian. In 1997//98 about 2.124.000 ha the method of sample taking that is chosen
peat moss forest in Indonesian was burnt. Even accurately so it’s relevant with the research
many more cases of the same burnt location structure, where the sample taking by choosing
were found again in multiple fires. A big part of the people based on the criteria that have been
the conflagration that occurred in the peat moss decided first of all by the researcher suitable with
forest is classified heavy upon thinking about the the research purpose.
characteristic of the peat moss that is arranged
from the manure of the organic material that has C. RESULT AND THE DISCUSSION
been moldy with the vegetation above is very

T
potential as the fuel. A pile of moldy organics he Lukun village is one of the villages that
material that arranges the peat moss layer has is in Tebing Tinggi Timur Regency of
potential to cause the ground fire, namely the Meranti Subdistrict of Riau Province. This
conflagration under the surface meanwhile the village has the distance of 12 km2 to the office of
surface of the flat peat moss eases the fire to regency with the radius through the land lane
hamper from one tree to other trees or among more or less about three hours more than Lukun
tree canopies when the conflagration occurs on village to the office of Tebing tinggi Timur
the surface. The impact is in the peat moss land, Subdistrict. Lukun village in geography borders
the conflagration often occurs all together under on directly with Batin Suir village from the west
and on the surface so the impact against the direction, direct borders on with Banglas village in
environment and the loss of biodiversity become the north direction, south direction borders on
worse. After the conflagration, the vegetation on Kepau Baru village and east direction borders on
the peat moss surface disappears and the layer Tohor River.
of the peat moss land decreases and makes the From the data of regency in the number in
cavity so it becomes stagnated in the rainy 2018 told that in Lukun Village, there were 2003
season like the lake. inhabitants, has wide 12460 km2 with the level of
Many types of research about the population density 1296 soul/km2. And the sum
conflagration in the peat moss land and the of Family Card as much 471 Family Cards. The
impact that is caused have been done by many majority of society that is in Lukun Village works
104 | P a g e
ASHALUDDIN JALIL https://doi.org/10.25077/ jantro.v21.n1. p103-110.2019
ASHALUDDIN JALIL/JURNAL ANTROPOLOGI: ISU-ISU SOSIAL BUDAYA - VOL. 21 NO. 01 (JUNE 2019)

as a farmer, it’s because the soil in this village is experience infertility. The harmonization between
suitable for plants such as rubber, coconut and the component of biotic and biotic is disturbed
also sago palm, with the agricultural result of because of the conflagration. The peat moss
society of Lukun village such as the rubber with becomes broken and needs many years to
the wide area 433 ha with the sum of rubber recover it. Meanwhile, the died flora clearly will
farmer as much 272 people. For the agricultural inflict a financial loss the surroundings. The loss
result of coconut, there is a wide area of 181 ha of animal and original plant or endemic that is
with the sum of the farmer 197 people. And the very valuable. The significant change occurs
agricultural result that is very dominant is the against nature. It’s the same with illegal logging;
sago palm with the wide area 1953 ha and the the conflagration has caused the migration and
society that works as the sago palm farmer is as the great death against the animals that live in
much 179 people (Monografi Desa Lukun, 2018). that burnt forest. The savage fire causes clearly
the double impact if compared with the illegal
1. The Cause of the Conflagration of the logging.
Forest and the Land The conflagration brings a negative impact
against the loss of means of livelihood and the
The problem that causes the conflagration of died flora and fauna in the forest. Meanwhile, for
the forest and the land is very complex so it’s returning the fertility of peat moss land post
needed to be observed from the history side, the conflagration needs a long time. It has to be let
causal factor, the impact, until the local society’s many years while lets the bushes grow by itself.
behavior. The assumptions of the emerged fire in According to the World Bank Group, the
the peat moss land indeed can come from conflagration damages the diversity of natural
everywhere, both nature factor or human factor genetic, that helps the species to adapt in order
and various interests behind it. The nature factor to endure against the parasite and the spread
such as the weather, the climate, the tem- disease, biomass that is burnt makes precursor
perature, had become one of the impetuses of from ozone in the basic level (troposphere), that
emerged conflagration since a long time ago. The has impact against the growth of the plant and
pressure or the intervention of the plantation the photosynthesis and causes the long term
company (HTI) and the land confession also join effect in the ecosystem structure and function
in supporting the peat moss land to be burnt (Glauber, Moyer, Adriani & Gunawan, 2016).
besides the carelessness of society in the
planting activity. 3. The Impact of the Land Forest
Deciding the subject who causes the Conflagration against the Society’s
conflagration and which side that will be Economy Social
responsible is a very difficult thing. Each side
doesn’t feel guilty and doesn’t want to be blamed. The Sector of Health, Environment,
But, the conflagration has very long chain eye. economy, and transportation is four main sectors
Many kinds of components of society, go- that are affected the direct impact, besides that,
vernment and companies around are guessed to because the smog impact also spreads to the
have contribution against the conflagration with neighbor countries, so the relation Indonesian
the different portion. And the cause of the with the neighbor countries of Malaysia and
conflagration is: First, the internal factor that Singapore is also disturbed (Suryani, 2012).
comes from Lukun village namely the nature The social impact of conflagration is more
condition, the human behavior, and the illegal emphasized against what society feels like the
logging. Second, the external factor that is like a victim from the ferocity of the smog. It’s seriously
pressure from the plantation companies or that the smog has inflicted a financial loss many
Industry Plant Forest that does the land sides. Like it or not the society breaths the smog
conversion on a large scale and doesn’t that contents the dangerous particle inside and
implement the rule about the forest process. threats the body health. The effect of the smog
maybe will be felt when the conflagration occurs
2. The Impact of the Land Forest with the difficulty breathing, but more dangerous
Conflagration against the Peat Moss is the long term effect namely causing various
Ecosystem kinds of chronic diseases such as cancer.
Other various activities are disturbed, even
After the conflagration occurs, the imbalance more; the children that want to go to school are
of peat moss ecosystem occurs. Besides it forced to get a holiday in undecided clear timing
makes many flora and fauna died, the until the smog starts to decrease. Although many
conflagration also makes the soil structure sides do the action to give the mask the smog of
105 | P a g e
https://doi.org/10.25077/ jantro.v21.n1. p103-110.2019 ASHALUDDIN JALIL
ASHALUDDIN JALIL/JURNAL ANTROPOLOGI: ISU-ISU SOSIAL BUDAYA - VOL. 21 NO. 01 (JUNE 2019)

the conflagration is too tight so the mask also by themselves to catch the fish. The high
becomes ineffective. The children lose their demand of fish can’t be balanced with the
world, when they should play freely and cheerily, fisherman’s productivity. The impact, society’s
they have to be surrounded in the house because need for fish is not fulfilled well.
of the smog. Every getting up in the morning, the
weather changes to be the fog that is wrapping “The fisherman’s income is less, one catch
their house and the surroundings. The range of can usually be for two days of eating but after
visibility is disturbed and causes society difficult the conflagration can’t be because the range
to activate. Such as revealed by the lukun’s of catch gets more and farther and with the
society as followings: simple equipment so it can’t get much fish“.
(Interview of respondent I, 2018).

“It’s difficult for children who want to go to 4. The Efforts of Post conflagration
school outside. Using the canoe, the water Restoration
is not visible, so the school gets a holiday.
And it’s also afraid for the wrong stream The society and various institutions of
flow; it looks thick on the water.” (Interview government and society self-supporting group
of Respondent I, 2018) have contributed towards the peat moss
restoration in Lukun village with various kinds of
“Its impact is very dangerous and of course programs. This thing gives a positive impact on
it makes doubt to work. The road is unseen society because it causes awareness for keeping
whereas the motorcycle lamp is on. For again the environment of the peat moss. The
meanwhile going out, the body has not involved institutions give the program that is set
been comforting.”(Interview of Respondent aside for the environment aspect and social
II, 2018). aspect. Example The Peat Moss Restoration
Body, coordinating with the society and the
Society loses the means of livelihood that educational institution, making many observe
they finally have to adapt to the new environment related with an aspect of 3R, namely rewetting,
of post conflagration. The means of livelihood revegetation, and revitalization (the maximum
has experienced the change. The productive effort of society’s economy source) through the
lands that are had by the society that becomes potential in the local area.
the victim of the conflagration will become the
critical land and need several times in order to be a. Rewetting (dampening)
processed again to be planted various kinds of Avoiding the conflagration that can inflict a
productive plants. The society whole life depends financial loss the society’s life so the peat moss
on processing the forest result will be disturbed land needs to be kept and maintained its
and the work productivity experiences descent. existence in various ways. But, the most
The farmers have to struggle again to manage important is keeping the peat moss in order to be
their life that has been disturbed because of this in wet and humid condition. This thing is meant if
smog disaster. The loss of means of livelihood the peat moss is wet so the risk of the
and forced to struggle to look for the source of conflagration occurs almost nil. The way that can
the new life because the plant in the garden that be done is by making the canal partition. The
they have planted can’t be harvested. making of canal partition in a simple way has the
Moreover, the fisherman experiences the function to restrain the stream flow or dam up so
impact of the conflagration besides the range of the canal’s water is fully free to flow. The canal
the catch is more and farther and the decrease of blocking is one of way to solve the dryness and
the income happens, this thing is aggravating the conflagration of the forest or the peat moss,
with the technology of fish caught that is simple. the canal blocking that we often find namely
So the limitation also makes the minimum catch those are made from the sack and filled the
result. But, it must be thanked God that the local sand/the wood have the weakness such as the
fisherman doesn’t use the instant way to catch resistance that is low and easy to be broken
the fish such as large trawling net, they still use (Putra Ricca, Rinaldi, & Fauzi, 2018).
the net and a plaited rattan fish trap that is made

106 | P a g e
ASHALUDDIN JALIL https://doi.org/10.25077/ jantro.v21.n1. p103-110.2019
ASHALUDDIN JALIL/JURNAL ANTROPOLOGI: ISU-ISU SOSIAL BUDAYA - VOL. 21 NO. 01 (JUNE 2019)

Picture 1: The Building of The Stuck Canal and The Monitor Well by
Involving the Society Group of Lukun Village

One of the principles of empowerment is the plantation land. But, society needs to
emphasizing the active participation of the understand well how the characteristic of the peat
community. In accordance with the definition of moss in order to find the kind of suitable plant.
community participation, namely the active The peat moss is the kind of soil that has a high
involvement of the community in activity by acidity level so it sometimes needs special
supporting the achievement of goals through the treatment in farming. The kind of the plant on
decision-making process, implementing the friendly environment plant in the peat moss land
program, utilizing the results and evaluating the that is not only taken its result but the existence
program (Ermayanti, Hendrawati dan Lucky of the plant doesn’t damage the peat moss land.
Zamzami, 2018). The development of the canal The kind of the plant on friendly peat moss that
partition is done by involving the society of Lukun can be cultivated is those have economic value.
village. It’s meant so the partition that is made is It means that it’s not only for their own interest
suitable with the local nature condition and but perhaps to be sold to other places. These
accommodates the local knowledge of the plants also have a function to keep the peat moss
society about the good technique of canal getting land and don’t damage the soil structure.
stuck fast so it doesn’t disturb the society’s The plant of the sago palm in the peat moss
activity. The main purpose of canal stuck making land is the kind of the plant in a friendly envi-
is returning the hydrology function from the peat ronment. The planting is simple and doesn’t need
moss land. More or less two years since the first much attention. In traditional, the sago palm has
time, the canal stuck was made; it can be told been used as the main food for a big part of
that the purpose has been succeeding although Indonesian people of east side namely in Maluku
it’s not been maximum yet. But, on the whole, the and Papua, and in some other areas such as
difference between before and after the condition Kepulauan Mentawai, Riau, a part of Kalimantan,
of the canal stuck has been seen. One impact and Southeast Sulawesi (Herman, 2016).
that is started to be felt is the condition of The sago palm is not only a friendly
society’s plantation gets better. If compared, environment; almost all parts from the sago palm
there was no canal stuck before, admitted by the can be made use. The sago can be flour, its stem
society that the plant in the society’s garden is of palm can be used for the hut floor, and its leaf
less healthy marked by the reddish leaves and also can be used for the roof. The sago palm is
growing dwarf. There has not been yet the the area potential that is needed to be developed
research that is done about the impact of the in maximum because it becomes the source of
canal stuck against the society’s plantation, only means of livelihood of the majority of people. The
based on the visual observation that they see sago palm has safe taste to be consumed and
daily. doesn’t contain the sugar so it’s suitable for the
The building of monitor well has also diabetes patient. The sago palm can be
function as the control effort of the peat moss processed to be various kinds of hereditary
wetness level. It’s also the part from the activity products such as sago flour, sago noodle, sago
of the peat moss dampening that will keep the sugar or fickle food like lempeng sago, etc.
peat moss dampening level so when the peat The government really hopes so the local
moss in the dry condition is monitored that is society incites again to plant the life tree or the
easy to decide what step will be done. forest tree but upon thinking about the more less
sum (extinct) because of the conflagration
b. Revegetation (planting) disaster or illegal logging. The kind is various,
The same thing with the kind of other soils, such as tree, mahogany, timber tree, trees
the peat moss also has the potential to be made bearing similar timber, punak, etc. The planting of
107 | P a g e
https://doi.org/10.25077/ jantro.v21.n1. p103-110.2019 ASHALUDDIN JALIL
ASHALUDDIN JALIL/JURNAL ANTROPOLOGI: ISU-ISU SOSIAL BUDAYA - VOL. 21 NO. 01 (JUNE 2019)

the tree forest can be done by the societies’ self potential such as the agricultural in the peat moss
or the group through the village organization, the land. The high consumption interest is not
result can be harvested and enjoyed together. balanced with the production result of local
But upon thinking about the waiting time for the fisherman. Through various considerations, the
harvest of the tree plant is relative long, mean- peat moss starts to be tried to be the cultivation
while, the daily needs keep on walking so many place of local fish and the intrusion of the insipid
villagers of Lukun don’t refuse to cultivate the fish. Basically, the kind of local fish that comes
kind of the tree plant and choose another from the local area is given priority.
commodity alternative whose the harvest time is The model of making use of the peat moss
shorter. land to increase the society’s economy can be
determined with the system of the pond and the
c. Economy Revitalization embed net. The system of the simple pond can
Besides it can be made use for the be the media of fish proliferation.
agricultural activity, another sector is also

Picture 2: The Economy Empowerment of Society through the fish cultivation of the peat moss swamp

The fish pond can be with the simple catfish or big freshwater catfish but they don’t
material by using the board and the tarpaulin as have more appetite like sea fish. The fish still
the main material. The pond model is the fish exist and tastes good in the tongue of the society
proliferation media that is generally used by is taking fish. This kind of fish is the original fish
society in many places. For guarding the pond that can live both in the pond and the free watery.
against the pest like beaver or monitor lizard, the But, its measure is not the same. If they live in
safeguard net is put on the pond as the cover. the pond, they will be slower, but if they are free
The safeguard net is not only for saving the fish in the wild nature, they will grow big. Taking fish
from the threat of beaver or monitor lizard but have included the kind of the active fish and likes
also it can be used to avoid the leaves garbage to be in the free watery therefore the fish is
into the pond of the fish. Thus, the pond will be cultivated in the wild nature by using the embed
kept from the threat of the pest and its condition net model. The embed net is made simply based
will be clean because the garbage will be hard to on the local knowledge and the scientific
enter into the pond. technique combination of fish cultivating.
The harvest result with the measure of the Besides initiating the pond, so the
freshwater catfish can reach about 40 cm long empowerment of the society is also needed to
with more than 1 kilo heavy when the woof need minimalize the outcome for the fish maintenance
is enough. Although the beach society is identical namely by making the own woof from the
and likes with the consumption of the sea water available materials in the surroundings.
fish among them still likes the local freshwater

Picture 3: The Society Empowerment through The Making Training of fish woof/flatter

108 | P a g e
ASHALUDDIN JALIL https://doi.org/10.25077/ jantro.v21.n1. p103-110.2019
ASHALUDDIN JALIL/JURNAL ANTROPOLOGI: ISU-ISU SOSIAL BUDAYA - VOL. 21 NO. 01 (JUNE 2019)

That picture is the activity of flatter making government have contributed and coordinated
that is done by the mothers of the fish flatter with the society and the education institution for
working group. The fish platter is made with the making effort the degraded peat moss restoration
local material that consists of sago flour, mixed of by doing many observations and activities related
rice and bran, the head of crunchy fish, corn aspect of 3R, namely rewetting (dampening),
flour, and the shrimp head. The ingredients are revegetation (planting), and revitalization (maxi-
chosen intentionally to use the local product so mum effort of society’s economy source) through
the production budget is not big. Besides that, the the potential in the local area.
local material is used for easing the society to The change that has happened against the
obtain flattering material when it will be produced. structure of peat moss soil should trigger again
This activity is sponsored by The Peat Moss the productive agricultural activity. The peat moss
Restoration Body and The Disaster Study Centre land now is not like some years ago that was dry.
of Riau University. The activity of the flatter Now, the land condition has been better and wet
making is part of the program of 3R namely the again so it’s potential to be developed to be the
third R (revitalization), the society’s empower- agricultural land with the note of cultivating the
ment and an effort to create the new job vacancy. plant on the friendly peat moss like above for
The flatter that is made for being used by own perpetuity of household economy and living
self for the next time to give the feed of the space preservation.
cultivated fish. But, if the latter may be sold for
the whole society if the license and document are E. ACKNOWLEDGMENT
ready prepared.

T
he author wishes to thank the editorial
D. CONCLUSION board of Jurnal Antropologi: Isu-isu Social

T
he conflagration impact of the forest and Budaya (Jantro) and the anonymous
the land for the human and the ecosystem reviewers for their invaluable comments and
is very big and disturbs the environment constructive critiques, without which this paper
balance directly and indirectly. The conflagration would not be in its present form. Their valuable
of the forest and the land in Lukun has an impact insights have helped to strengthen the paper.
on the peat moss ecosystem, the economy The research is supported by Research
social, and social behavior. The society and University Grants: PNBP from Faculty of Social
various institutions of government and non- and Political Sciences of Universitas Riau.

REFERENCES

Abdullah, T.S. (1997). Tanah Gambut. Genesis, Klasifikasi, Karakteristik, Penggunaan, Kendaladan
Penyebarannya di Indonesia. Jurusan Ilmu Tanah Fakultas Pertanian IPB. Bogor.
Adinugroho, W.C., Suryadiputra I N.N., E. Siboro dan B. Hero. (2005). Panduan Pengendalian
Kebakaran Hutan dan Lahan Gambut. Wetlands International – Indonesia Programme
(WIIP)dan Wildlife Habitat Canada (WHC).
Alue Dohong, (2003). Pemanfaatan Lahan Gambut untuk Kegiatan Pertanian Holtikuktura: Belajardari
Pengalaman Petani Desa Kalampangan, Kalimantan Tengah. Warta Konservasi
LahanBasah Vol 11 no.2 April 2003. Wetlands International - Indonesia Programme.
Bambang Setiadi. (1993). Pemanfaatan Gambut Untuk Pertanian dan Transmigrasi. Tim
StudiPemanfatan Gambut Kedeputian Bidang Pengembangan Kekayaan Alam-BPP
Teknologi,Jakarta.
Burhan Bungin, (2016), Analisis Data Penelitian Kualitatif, Jakarta: Raja Grafindo Perkasa.
CCFPI, Climate Change, Forests and Peatlands in Indonesia. (2005). Pengelolaan lahan gambut
berkelanjutan. Seri prosiding 07. Bogor. Ditjen Bina Bangda, Wetlands International-
Indonesia Programme dan Wildlife Habitat Canada.
Departemen Kehutanan. (2002). Statistik Kehutanan Indonesia 2000/2001. Biro Perencanaan
Departemen Kehutanan. Jakarta.
Departemen Dalam Negeri. Kelompok Kerja Pengelolaan Lahan Gambut Nasional. (2006). Strategi
Dan Rencana Tindak Nasional Pengelolaan Lahan Gambut Berkelanjutan. Jakarta.
Euroconsult. (1984). Nationwide study of coastal and near coastal swampland in Sumatra,
Kalimantan, and Irian Jaya. Vol. I and II, Arnhem.
Ermayanti, Hendrawati dan Lucky Zamzami. (2018). Studi Partisipasi Masyarakat Terhadap
Pelaksanaan Program Pnpm Mandiri Di Sumatera Barat, JURNAL ANTROPOLOGI: Isu-Isu
Sosial Budaya. Juni 2018, Vol. 20 (1): 33-43.

109 | P a g e
https://doi.org/10.25077/ jantro.v21.n1. p103-110.2019 ASHALUDDIN JALIL
ASHALUDDIN JALIL/JURNAL ANTROPOLOGI: ISU-ISU SOSIAL BUDAYA - VOL. 21 NO. 01 (JUNE 2019)

Glauber, A. J., Moyer, S., Andriani, M., & Gunawan, I. (2016). Kerugian dari Kebakaran Hutan Analisa
Dampak Ekonomi dari Krisis Kebakaran Tahun 2015. Jakarta: The World Bank.
Harry Hikmat, (2006), Strategi Pemberdayaan Masyarakat, Bandung: Humaniora Utama Press.
Herman. (2016). Upaya Konservasi dan Rehabilitasi Lahan Gambut Melalui Pengembangan Industri
Perkebunan Sagu. Prosiding Seminar Nasional Lahan Basah Tahun 2016 Jilid 1 (pp. 54-61).
Bogor: Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Universitas Lambung
Mangkurat.
I Nyoman N. Suryadiputra. (2003). Nasib Penebang Liar di Rawa Gambut Sumatera Selatan.Warta
Konservasi Lahan Basah Volume 11 No 1 januari 2003. Wetlands Internasional.
Inubushi, K. A. Hadi, M. Okazaki, & K. Yonebayashi. (1998). Effect on converting wetlands forestto
sagopalm plantations on methane flux and carbon dynamics in tropical peat soil.Hydrological
Processes 12: 2072 – 2080.
Isbandi Rukminto Adi, (2008), Intervensi Komunitas. Pengembangan Masyarakat sebagai Upaya
Pemberdayaan Masyarakat, Jakarta : Rajawali.
Jaya, A. (2001). Carbon storage in tropical peatlands. Tropical Peatlands 1: 11 – 15.
Kelompok kerja Pengelolaan lahan gambut Nasional, (2006). Strategi dan Rencana Tindak Nasional
Pengelolaan Lahan Gambut Berkelanjutan. Departemen Dalam Negeri.
Jonathan H Turner, (1978), The Structure of Sociological Theory, Illinois : The Dorsey Press
Kementerian Kesehatan RI. (2018). Lindungi Diri Dari Bencana Kabut Asap. Jakarta.
Najiyati, S., Agus Asmana, dan I Nyoman N. Suryadiputra, (2005). Pemberdayaan Masyarakat di
Lahan Gambut.Bogor: Wetlands International – IP.
Putra Ricca, R. R., Rinaldi, & Fauzi, M. (2018). Model Fisik Cannal Blocking Bentuk Tabung. Jom
Fteknik Volume 5 No. 1 April, 1-11.
Sri Najiyati, (1996). Studi Verifikasi dan Pengembangan Lahan Gambut di Karang AgungTengah.
Puslitbang Transmigrasi, Jakarta.
Sri Najiyati, Agus Asmana dan I Nyoman N. Suryadiputra. (2005). Pemberdayaan Masyarakat di
Lahan Gambut. Proyek Climate Change, Forests and Peatlands in Indonesia.
WetlandsInternational – Indonesia Programme dan Wildlife Habitat Canada, Bogor.
Suryadiputra dan AdiJaya. (2004). Petunjuk Lapangan Pendugaan cadangan Karbon pada lahan
gambut. Kerjasama antara Wetlands International, Wildlife Habitat Canada, Habitat
FunniqueCanada, dan Ditjen PHKA.
Suryadiputra, (2004), Keanekaragaman Jenis Tumbuhan di Hutan Rawa Gambut, Kerjasama
Wetlands Internasional, CCFPI, dan Wildlife Habitat Canada.
Suryani, A. S. (2012). Penanganan Asap Kabut Akibat Kebakaran Hutan di Wilayah Perbatasan
Indonesia. Aspirasi Vol. 3 No. 1, Juni, 59-75
Wahyunto, S. Ritung dan H. Subagjo. (2005). Sebaran Gambut dan Kandungan Karbon Pulau
Sumatera/ Peat Distributions and Carbon Contents of Sumatera Island (Buku 1). Wetlands
International-Canadian International Development Agency (CIDA) – Wildlife Habitat
Canada.Bogor.
Wibisono, I.T.C., Labueni S dan I N.N. Suryadiputra. (2004). Rehabilitasi Hutan/Lahan Rawa Gambut
Bekas Terbakar, Leaflet Seri Pengelolaan Hutan dan Lahan Gambut. Kerjasamaantara
Wetlands International, Wildlife Habitat Canada, Habitat Funnique Canada, dan Ditjen
PHKA.

110 | P a g e
ASHALUDDIN JALIL https://doi.org/10.25077/ jantro.v21.n1. p103-110.2019
JURNAL ANTROPOLOGI: ISU-ISU SOSIAL BUDAYA - VOL. 21 NO. 01 (JUNE 2019)

Available online at : http://jurnalantropologi.fisip.unand.ac.id/

Jurnal Antropologi: Isu-Isu Sosial Budaya


| ISSN (Online) 2355-5963 |

NEGOTIATION BETWEEN STAKEHOLDERS OF COMMODIFICATION:


Roles and Impacts as Stakeholders in Tebing Breksi Prambanan

Bayu Pamungkas1 *, Warto2, Mugijatna3


1
Student of Cultural Studies, Postgraduate Program, Sebelas Maret University, Indonesia
2
Department of Cultural Studies, Postgraduate Program, Sebelas Maret University, Indonesia
3
Department of Cultural Studies, Postgraduate Program, Sebelas Maret University, Indonesia

ARTICLE INFORMATION A B S T R A C T
Commodification practice always deals with 3 parties, which our
society, government, and private institution. Considered as
cultural preservation, Tebing Breksi becomes an object of
Submitted : 28 February 2019 commodification in Sambirejo Prambanan since 2014. Its
Review : 05 April 2019 commodification arises several conflicts among its stakeholders
Accepted : 10 May 2019 due to each stakeholder has their own importance and interest.
Compared to other commodification practices, bottom-up
Available online: June 2019 tourism management is applied that making the commodification
of Tebing Breksi differs to others. This research is remarkable
dealing with its findings that differenciate the commodification
practice between society and government or private institution.
KEYWORDS This research aims to find the implication of commodification for
tourism field using bottom-up tourism management. Whereas,
Commodification Practice, Cultural Preservation, the main purpose of this research is to describe the negotiation
between stakeholders of commodification in Tebing Breksi. The
Tebing Breksi, Bottom-up Tourism Management, method of this research is ethnography by applying in-depth
Stakeholders of Commodification reporting. The findings of this research prove that negotiation
between stakeholders of commodification is the impact of a
CORRESPONDENCE different way of thinking as well as the group’s interest in each
stakeholder. Nevertheless, the changes happen among society
in Tebing Breksi confirmed Tebing Breksi as an alternative
*E-mail: bayupamungkas.pw@gmail.com tourism attraction in Prambanan.

A. INTRODUCTION attraction by uploading its photos in social media.


Started from 2014, the trace of the mining area is

T
ebing Breksi is a well-known tourist acknowledged as tourism attraction due to the
attraction despite its area that is considered mining activity is prohibited. Considering Tebing
as Geo-heritage cultural preservation. Breksi that becomes one of the well-known tourist
Around the 1980s to 2010s, Tebing Breksi is an areas in Prambanan, Mr. Mujimin forms a tourism
area exploited by the limestone miners. The community named Pokdarwis Tlatar Seneng. On
mining activity is completely stopped after the 30 May 2015, Sultan Hamengku Buwono X
application of national regulation No.11 The Year declares Tebing Breksi as a new tourism
of 2010 about the restriction and protection for a attraction in Yogyakarta named Tlatar Seneng
Geo-heritage cultural preservation area. After the and Pokdarwis Tlatar Seneng as the main tourism
prohibition, the ex-miners like Mr. Tri Abidin management. For instance, the ex-miners that
Muhammad claims that he is unable to provide are led by Mr. Kholiq Widiyanto protest the
the necessity to his family. Moreover, the head of management since the village administrative
Sambirejo village, Mr. Mujimin proclaims to the does not take any role in introducing Tebing
ex-miners as well as the villagers in Sambirejo Breksi as a tourism attraction.
that doing the mining activity will be considered Stated by Miswanto & Safaat (2018), the
against the law. tourism industry is seen as a profitable activity
Initiated by Mr. Kholiq Widiyanto, the trace of and able to bring in great revenue. As happened
the mining area is introduced as a tourism in Tebing Breksi, conflicts between village
111 | P a g e
https://doi.org/10.25077/ jantro.v21.n1.p111-120.2019 Attribution-ShareAlike 4.0 International. Some rights reserved
BAYU PAMUNGKAS/JURNAL ANTROPOLOGI: ISU-ISU SOSIAL BUDAYA - VOL. 21 NO. 01 (JUNE 2019)

administrative and ex-miners should be research aims to find the negotiation as an impact
highlighted. Village administrative that has of monopolizing the tourism management of
monopoly power tends to control and corner the Tebing Breksi. Therefore, finding and analyzing
ex-miners. The existence of Pokdarwis Tlatar the roles of both parties are significant in dealing
Seneng also creates a situation that making with the negotiation as well as the impacts of
ex-miners and Sambirejo villagers are alienated. commodification in Tebing Breksi among society.
On the other hand, ex-miners of Sambirejo village
express their right as their role in introducing
Tebing Breksi toward tourists. Their sense of B. METHODS
belonging Tebing Breksi is the reason making

T
them decide to take back the tourism heory of commodification is applied in these
management. cultural studies focused on tourism field.
Other studies about commodification are The theory is used to examine the findings
different from the object that will be examined in that will be obtained by doing in-depth reporting.
the research. As on Widyastuti (2011), the The qualitative-based research with analytic
practice of commodification is conducted by the explanation is also applied by applying
government, which is the Department of Tourism ethnography approach. Yin (2009) states if the
in Karanganyar. On the other hand, the finding of qualitative research has mutual
commodification of Tebing Breksi is completely interdependence between findings and process of
done by the society-refer to the ex-miners. Almost research. Moreover, the findings are analyzed
similar to the current research, Bui and Lee (2015) through several phases, which are data gathering,
choose contemporary heritage attractions as the data reduction, data presentation, and conclusion
main object for the research. Yet, the difference is as on Mohajan (2018). Whereas, it makes the
about the finding that Bui and Lee focus on the findings will be broadening that making
process of turning heritage resources into tourism triangulation as a way to examine each finding
products. Han (2016) that also studies about the based on experts, informants yet referring the
commodification of funeral ceremony in media try main theory as explained by Djamal (2015: 86).
to find out the impacts toward socio-economic Located in Sambirejo Prambanan, the
and cultural aspects to society in Korea. However, research is conducted from July 2017 until July
this research will figure out the negotiation 2018. The time frame was chosen due to the high
between village administrative and ex-miners of season of tourists’ trip in Tebing Breksi as
Sambirejo village. Therefore, this little gap among informed by the management. Related to both
other commodification researches should be filled type and source of data, data description was
to complete the body of tourism and social gathered from the informants. Purposive
changing study in cultural studies. sampling is applied in regard to the significance of
The ethnography study is applied to reveal research in finding the roles of Pokdarwis Tlatar
the main roles of both parties after the Seneng and Lowo Ijo Community. Those samples
commodification of Tebing Breksi. The existence are derived from the chief of Pokdarwis Tlatar
of private institution is also analyzed in regards its Seneng that is Mr. Mujimin and members of Lowo
influence on the commodification of Tebing Breksi. Ijo Community that are Mr. Kholiq Widiyanto and
Yet, the focus on the negotiation for each role Mr. Tri Abidin Muhammad. Several instruments
conducted by village administrative and are used to help the researcher in gathering and
ex-miners of Sambirejo village is highlighted. finding the data, such as notebook, pocket
Finding every role of both parties is also able to camera, recorder, and mind-mapping. Explained
determine the domination of each stakeholder. By by Emzir (2009: 152), ethnography research
choosing key informants such as Mr. Kholiq refers to human’s conduct that is analyzed by the
Widiyanto, Mr. Tri Abidin Muhammad and Mr. researcher not the experimental condition created
Mujimin is also a way to minimize the research by the researcher. Hence, many events and
redundancy. Moreover, by focusing the in-depth interview phases are off the record since for
interview toward key informants, negotiation ethnography approach, the researcher is also
between two stakeholders can be retrieved considered as the instrument.
completely.
In addition, Sujarwani, dkk (2018) claim that C. RESULTS AND DISCUSSION
the empowerment of tourism focuses on

A
community- based system. In Tebing Breksi, s stated by Trzmielak (2013) that
commodification is conducted by ex-miners as a commercialization means changing value
villager of Sambirejo. The existence of Pokdarwis based on 2 reasons, which are new
Tlatar Seneng that is organized by village technologies and knowledge of the target market.
administrative should support the ex-miners. In In this research, change of value also means
fact, they are trying to monopolize the tourism commodification focused on tourism field. In the
management and alienating the ex-miners. The commodification of cultural preservation named
112 | P a g e
BAYU PAMUNGKAS https://doi.org/10.25077/ jantro.v21.n1.p111-120.2019
BAYU PAMUNGKAS/JURNAL ANTROPOLOGI: ISU-ISU SOSIAL BUDAYA - VOL. 21 NO. 01 (JUNE 2019)

Tebing Breksi, there are 3 stakeholders that have Joining the Lowo Ijo Community, both
direct roles as on planning aspect, developing ex-miners and villagers in Sambirejo plan and
aspect, and fund-raising aspect. Those develop Tebing Breksi as a tourist attraction in 3
stakeholders are Pokdarwis Tlatar Seneng, Lowo phases. The first phase is becoming field
Ijo Community, and Shiva Plateau Foundation. management collaborating with Pokdarwis Tlatar
Those stakeholders have one main purpose, Seneng. As the main official management in
which is maintaining the existence of Tebing Tebing Breksi, every member tries to keep the
Breksi as tourism attraction admitted both main nature and character of Tebing Breksi. It is
national and international tourists. Nonetheless, connecting with the beginning of Tebing Breksi
each stakeholder comes from a different noticed by local tourists because of its iconic trace
background that leads them to different roles in of the mining area. Other mining traces like in
the commodification of Tebing Breksi. Yet, it Madura and Bengkulu might also attract local
might trigger a conflict between those tourists, yet the sediment of an ancient volcano in
stakeholders as also explained by Yoserizal & Tebing Breksi differ to other similar tourist
Yesi (2017) about conflict of interests in attractions.
developing tourism attraction. Claimed by Mr. Tri Abidin Muhamad, the
design for ornaments on stairs and cliffs are
1. Stakeholders of Commodification in originated by Mr. Kholiq Widiyanto-the chief of
Tebing Breksi Lowo Ijo Community. Several ideas to add a
a. Lowo Ijo Community and Sambirejo wooden bridge and a small pond are inspired
Villagers when the members of Lowo Ijo Community attend
Tebing Breksi as tourism attraction is the seminar conducted by Yogyakarta Tourism
promoted by Mr. Kholiq Widiyanto, to which both Department. Besides getting ideas when
ex-miner and villagers of Sambirejo village attending the seminar, several tourists also
support the existence of Lowo Ijo Community. influence the existence of supporting attraction in
The existence of this community helps every Tebing Breksi. In managing Tebing breksi, the
ex-miner that previously is jobless during the time official management also collaborates with a both
of mining prohibition. Yet, several villagers in governmental and private institution. Several
Sambirejo can also join the community by events are already held, such as temple run, 4 x 4
supporting them in Tebing Breksi official and trail competition, and downhill competition.
management. Though both ex-miner and villagers After the events are done, the tourists request the
need to get used to the applied tourism official to add such similar attraction in Tebing
management, they do not look so intimidated yet Breksi. Whereas, Tebing Breksi has various
enjoying their current profession. supportive attractions among its main limestone
cliff.

Figure 1. Main Spot in Tebing Breksi


(Documentation of Pamungkas, December 2017)

Tebing Breksi not only has the iconic stairs Instagram-able. Collaborating with the local
and ornamental artwork that become the community in Yogyakarta, several spots are
magnetism of Tebing Breksi, but also other developed as photo spots and outdoor activity
attractions that are considered very unique and spots. Those spots are reptile and bird area, Jeep
113 | P a g e
https://doi.org/10.25077/ jantro.v21.n1.p1-9.2019 BAYU PAMUNGKAS
BAYU PAMUNGKAS/JURNAL ANTROPOLOGI: ISU-ISU SOSIAL BUDAYA - VOL. 21 NO. 01 (JUNE 2019)

4x4 area, trail area, and many others. Despite the most of the tourists visit Tebing Breksi since there
various supportive attractions in Tebing Breksi, are so many unique spots that can be taken as
official management still keeps its main icon the background of picture for their photos on
which is the mining trace area. The official just social media. Moreover, several areas are applied
adds and provides supportive attractions so that as a camping ground, open stage for art
every kind of tourists can come and feel the glare performance and trail track.
of Tebing Breksi as an alternative tourism
attraction. b. Kelompok Sadar Wisata
The second phase, Lowo Ijo Community (POKDARWIS) Tlatar Seneng
fixes and strengthens the weakened part of After the official announcement of Tebing
Tebing Breksi. Supported by Tourism Department Breksi as a tourism area with special attraction by
and Preservation Institution of Yogyakarta, official Sultan Hamengku Buwono X on May 2015,
and villagers, they try to restore the environment Pokdarwis Tlatar Seneng is formed. This
around Tebing Breksi. Before the mining activity community consists of the employees of
conducted, Tebing Breksi is actually a limestone Sambirejo administrative and several members of
hill like other areas. Whereas, inviting local Lowo Ijo Community. Mr. Mujimin as the
community in Yogyakarta is a way to preserve secretary of Sambirejo administrative becomes
Tebing Breksi together. The event is called Jogja the chief of the Pokdarwis Tlatar Seneng. Based
Bersinergi that aiming to plant several kinds of the on the organization scheme, the position of Lowo
tree as well as exploring the surrounding area in Ijo community is under the Pokdarwis Tlatar
Breksi. Considered as a preservation area, such Seneng. It deals with the condition of Pokdarwis
event really empowers both community and Tlatar Seneng that is officially announced by HB
society to preserve Tebing Breksi. Furthermore, X. The current description job for this organization
society is willing to protect Tebing Breksi that is to build a relationship with the central
becomes a tourist attraction from its origin. government.
In the commodification process, Mr. Mujimin
“At that time, there was a group of deals with the design or master plan of the
youngsters that try to do vandalism in Tebing surrounding area in Tebing Breksi. He plans the
Breksi. We reminded them to enjoy the physical construction for public areas like mosque
beauty of Tebing Breksi and not to destruct and toilets as well as the accommodation from
the existing attraction. Time by time, the National Street of Piyungan - Prambanan and
tourists finally understand that they also take merchant stalls. As the secretary of Sambirejo
a role in the existence of Tebing Breksi. administrative, he also utilizes the administrative
(Interview with Tri Abidin Muhamad in July treasury land for a parking lot. The role of Mr.
2017, translated by Pamungkas)” Mujimin as the conseptor as well as the chief of
Pokdarwis Tlatar Seneng is supported by both
Inconsiderably, the way in managing Tebing Yogyakarta Tourism Department as well as
Breksi as a tourism attraction shows that the communication and transportation department.
management tries to protect it as local Therefore, every proposal that is made by the
preservation. The society that already joins the Pokdarwis Tlatar Seneng is always approved.
Lowo Ijo Community really shows that they The regulation No. 9 the Year of 2015 about
preserve the existence of Tebing Breksi as the administrative autonomy to utilize the area in
Geo-heritage area. Yet, the management realizes tourism sector also supports the development of
that the existence of Tebing Breksi support them Tebing Breksi. In the commodification practice,
to fulfill their daily needs. Moreover, Tebing Breksi Mr. Mujimin takes a role in building the tourism
is like the second home since most of the time foundation, which realizing the accommodation
spending it in Breksi. In a glance, the and public areas. The concept is changing the
transformation of Tebing Breksi becomes tourism administrative treasury land into the parking lot
attraction also impact to the members of Lowo Ijo and merchant stalls are also considered as a
Community. great idea. On June 2017, at least 8 merchant
The third phase is by doing some renewals stalls are built for villagers in Sambirejo. Several
without changing the main characteristic of open spaces are also utilized for street peddlers
Tebing Breksi. Through Lowo Ijo Community, the due to the limit of merchant area.
renewal is applied to several areas around the Before getting the fund from the central
main cliff. There is a sculpture of Arjuna and government, Mr. Mujimin allocates the
Shinta as well as Semar statue as the other administrative fund for Tebing Breksi. He believes
sculpture. Furthermore, other areas are also that Tebing Breksi can grow and become one of
developed as selfie spot that most of the tourists the iconic tourist attractions in Prambanan. Finally,
call it as Instagram-able spot. It indicates that his effort is supported by central government and
114 | P a g e
BAYU PAMUNGKAS https://doi.org/10.25077/ jantro.v21.n1.p111-120.2019
BAYU PAMUNGKAS/JURNAL ANTROPOLOGI: ISU-ISU SOSIAL BUDAYA - VOL. 21 NO. 01 (JUNE 2019)

rd
several private institutions. His role as one of the Those 3 parties are actually several
stakeholders in the commodification of Tebing communities that see Tebing Breksi as promising
Breksi makes him admit that it brings true tourism attraction. Several communities provide
challenge. He admits that it is difficult at first since unsightly area that can be posted to social media
there is no one who has the basic khowledge to by the tourists. Others provide amusement for
develop a tourism attraction. Yet, most of the tourists by renting trail motorcycle and mountain
villagers underestimate him since Tebing Breksi bike. In this community, not only community that
is an ex-mining area not the same like other can join Shiva Plateau Foundation but also
attractions, such as Ijo Temple or Gupolo Statue. civilians in Sambirejo village. It can be shown as
many local youths from Sambirejo village start to
“If the Sambirejo administrative is not counted join the membership of community that already
as the management of Tebing Breksi, it will exist in Tebing Breksi.
take a serious impact if there is a fight over it. The role of this foundation also overcomes
The ex-mining area that becomes Tebing the dualism leadership between Pokdarwis Tlatar
Breksi is actually an administrative treasury Seneng and Lowo Ijo Community. After the
land. Hence, Sambirejo administrative has official announcement of Tebing Breksi as tourism
right to manage it. Moreover, the aim of attraction by HB X, the Pokdarwis Tlatar Seneng
creating Pokdarwis Tlatar Seneng is to settles its position as official management of
organize every activity held in Tebing Breksi. Tebing Breksi. In fact, the role of society is very
There is an upstream and downstream so that important in the development of Tebing Breksi.
people should follow the stream. Yet, the field Furthermore, both ex-miners and Sambirejo
management is organized by Lowo Ijo villagers gathered and grouped on a community
Community so that the current role of named Lowo Ijo. Afterward, the Shiva Plateau
Sambirejo administrative becomes the Foundation is formed to handle financial matters
supervisor. Once a month, a routine meeting is for both management and routine expenditures.
also conducted to discuss the current For the management, this foundation relies
condition of Tebing Breksi. (Interview with on the private institution. Despite the
Mujimin on November 2017, translated by management of Tebing Breksi that still developing,
Pamungkas)” the private institution is believed able to manage
the financial matters. It is correlated with the
Mr. Mujimin also admits that his decision to statement of Han (2016) about third party beside
become the supervisor of Tebing Breksi risks his government and society that has a huge role,
position as the secretary of Sambirejo especially in economical aspect of a tourism
administrative. It is connected with the situation of development. The issue in Tebing Breksi is not
Tebing Breksi if the management will be only investing money but also managing the
controlled by private institution. In fact, the financial so that it can broaden the business in
development of Tebing Breksi is aimed to provide tourism field.
better life for villagers in Sambirejo not for private
importance. Therefore, the existence of 2. Negotiation between Stakeholders of
Pokdarwis Tlatar Seneng is focused in supporting Commodification in Tebing Breksi
Tebing Breksi. Considering the members of both Pokdarwis
Tlatar Seneng and Lowo Ijo Community are from
c. Shiva Plateau Foundation Sambirejo village, it impacts toward the dualism
Since 2016, there is a Shiva Plateau leadership in Tebing Breksi. Yet, the role of
foundation that takes a role as the public relation Pokdarwis Tlatar Seneng which members are
rd
for any event and any 3 party who wants to from Sambirejo village is to propose the master
cooperate with the management of Tebing Breksi. plan for Tebing Breksi development. Though
This foundation is organized by private who also many changes are already applied, it aims to
running the business in Kaliurang named Lava attract every tourist coming to Tebing Breksi. Mr.
Tour. Nevertheless, this organization is formed Mujimin also admits that he wants to create an
rd
due to many 3 parties that want to join the hustle attraction with zero accident. It deals with the
of Tebing Breksi as tourism attraction in geographical condition of Tebing Breksi that
Prambanan. Now, Tebing Breksi offers not only mostly composed of limestone rocks. Mr. Tri
the iconic cliff as main attraction, but also several Abidin Muhammad confirms that the mining
rd
attractions from 3 party that will amaze the activity is still conducted in minor scale aiming to
tourists. beauty the mining trace. Moreover, it is a way to
115 | P a g e
https://doi.org/10.25077/ jantro.v21.n1.p1-9.2019 BAYU PAMUNGKAS
BAYU PAMUNGKAS/JURNAL ANTROPOLOGI: ISU-ISU SOSIAL BUDAYA - VOL. 21 NO. 01 (JUNE 2019)

occupy ex-miners as one of the stakeholders in Sambirejo so that everyone can join the
transforming Tebing Breksi becomes a tourism management in Tebing Breksi.
attraction. As the field management, Lowo Ijo
On the other hand, all members of Lowo Ijo Community always considers other attractions
Community have duty to organize the field can support and settle Tebing Breksi as
management for Tebing Breksi. It also refers to alternative tourism in Prambanan. Every
the condition that most of the members are feedback from tourists is compiled and discussed
actually ex-miners and they are the most on the routine meeting between Pokdarwis Tlatar
prioritized party in this commodification practice. Seneng and Lowo Ijo Community. As stated by
The dualism leadership can be omitted due to the Mousavi et al (2016) that industry culture in
job description is clear for both stakeholders. All society affects in the development of tourism
members of Lowo Ijo organize the tourism aspect. Whereas, most of the development ideas
attraction in Tebing Breksi as tour guide and are either coincidentally confirmed by the tourists
merchant. In addition, the membership of Lowo or members of Lowo Ijo Community who do a
Ijo Community is open for all villagers in field trip on other tourism attractions in
Yogyakarta.

Figure 2. Member of Lowo Ijo Community on Jeep Shiva Foundation


(Documentation of Pamungkas, August 2017)

In brief, certain job description is made for Hence, everything is already discussed to
both Pokdarwis Tlatar Seneng and Lowo Ijo make every party is in win-win side.
Community to conquer the dualism leadership in (Interview with Tri Abidin Muhammad on July
Tebing Breksi. Pokdarwis Tlatar Seneng which 2017, Translated by Pamungkas)”
members are mostly from Sambirejo
administrative officer deals with concept and Nevertheless, The role of Shiva Plateau
development of Tebing Breksi. On the other hand, Foundation also overcomes the dualism
Lowo Ijo Community deals with the official leadership between Pokdarwis Tlatar Seneng and
management, such as Tebing Breksi guide, Lowo Ijo Community. After the official
parking lot official, ticketing official, and security announcement of Tebing Breksi as tourism
official. Guelke (2018) also states that negotiation attraction by HB X, the Pokdarwis Tlatar Seneng
between possessor and occupied will deal with settles its position as official management of
condition of possessor still above all. Admitted by Tebing Breksi. In fact, the role of society is very
Mr. Tri Abidin Muhammad, the negotiation important in the development of Tebing Breksi.
between two parties is the win-win solution one. Furthermore, both ex-miners and Sambirejo
villagers gathered and grouped on a community
“As long as the management refers to the named Lowo Ijo.
society, the Sambirejo villagers will not argue Afterward, the Shiva Plateau Foundation is
even the organizational position of Lowo Ijo formed to help in handling the financial matters for
Community is below the Pokdarwis Tlatar both management and routine expenditures. For
Seneng. We realize that living in any place the management, Shiva Plateau Foundation
must have rules and policies. We will not relies on the private institution. Despite the
compromise if the management is handled management of Tebing Breksi that still developing,
by private party or government party. It refers the private institution is believed able to manage
to the condition around Prambanan temple the financial matters. It is correlated with the
that the society becomes the watchers. statement of Han (2016) about third party beside
116 | P a g e
BAYU PAMUNGKAS https://doi.org/10.25077/ jantro.v21.n1.p111-120.2019
BAYU PAMUNGKAS/JURNAL ANTROPOLOGI: ISU-ISU SOSIAL BUDAYA - VOL. 21 NO. 01 (JUNE 2019)

government and society that has a huge role, Breksi is on language selection. It grants the data
especially in economical aspect of a tourism on the changing of the social aspect on lexical
development-in Tebing Breksi case not only disorder. The society tends to mix Javanese
investing money but also managing the financial. language with Indonesian language in the daily
conversation. This changing is merely happened
3. Impacts of Commodification Among due to most of the tourists that come to Tebing
Society in Sambirejo Village Breksi using Bahasa Indonesia. Several common
Based on the findings, commodification words that are often combined with Bahasa
using bottom-up management for tourism gives Indonesia phrase like injih and mawon. This
many impacts as on the social changing, phenomenon shows that society is accustomed to
economical changing, and cultural changing for speak in Javanese, yet their current culture
society in Sambirejo village. The changing cannot demands them to speak in Bahasa Indonesia.
be observed directly because it takes time to Either society in Sambirejo Village or both
observe a society that constructs new habit. In members of Lowo Ijo Community and Pokdarwis
addition, Liedwij (2013:11) see that a Tlatar Seneng also do not take any resistance
transformation on function and kind of tourism with the construction in Tebing Breksi.
making tourism is not separated to lifestyle. Furthermore, they support the construction by
Hence, the commodification really impacts to the doing Gotong Royong as part of belonging the
life of society as the aplicants. Tebing Breksi that already change their life better.
Even global culture constantly changes the life of
a. Impacts on Social Aspect society in Sambirejo village, several local
Explained by Waskito (2013), the society wisdoms still exist. Hence, even tourism is
nearby tourism area is impacted in product of global culture, local culture can
socio-economy in regard the development of withstand among global influences. It can be seen
Tebing Breksi as tourism attraction. One of the in the picture as follow.
impacted aspects in commodification of Tebing

Figure 3. Gotong Royong in Tebing Breksi by Sambirejo Villagers


(Documentation of Pamungkas, Januari 2018)

In addition, all members in Tebing Breksi “There was several youngsters doing
management firmly protect the tourism area from vandalism in Tebing Breksi. We reminded
any bad impacts. All members are not allowed to them to enjoy Tebing Breksi and not to
drink any alcohol during their shifting when destruct anything. Now, tourists realize their
working in Tebing Breksi area. It can be role is important for the existence of Tebing
concluded that the image of society in Sambirejo Breksi. (Interview with Tri Abidin Muhamad
village also represents the image of Tebing Breksi. on July 2017, translated by Pamungkas)”
The way in managing Tebing Breksi as a tourism
attraction shows that the management try to
protect it as local preservation. In addition, they b. Impacts on Economical Aspects
also restrict any vandalism and bad behavior On the economical aspect, the society
around the tourism area. changes their main profession as a miner or a
day-laborer become a tour guide or a merchant.
As the commodification of Tebing Breksi is
117 | P a g e
https://doi.org/10.25077/ jantro.v21.n1.p1-9.2019 BAYU PAMUNGKAS
BAYU PAMUNGKAS/JURNAL ANTROPOLOGI: ISU-ISU SOSIAL BUDAYA - VOL. 21 NO. 01 (JUNE 2019)

conducted by exploiting the area of mining trace, village start to enjoy the performance of traditional
it deals with the profession to those who work in dance and modern local band show. Whereas,
the area. Explained by Tri Abidin Muhammad, many regional and national events conducted
most all members of Lowo Ijo Community are such as Soundsations, Temple Run 2017,
former miner or former day-laborer. After the Indonesian Down Hill, and many others since the
regulation in prohibiting and preserving the area official announcement as tourism attraction. Mr.
of Tebing Breksi, all of the miners are laid-off. Mujimin admits that the villagers of Sambirejo
The changing in economical aspect is started always come to visit Tebing Breksi when a show
from the year of 2014 where many local tourists is conducted especially at night. Despite the
come to visit Tebing Breksi. That situation is nuance is very crowd, people in village always
realized by the ex-miners and day-laborers as curious about something new happen nearby
starting point to change the mining trace as their living society. He also believes that the main
tourism attraction. Finally, almost all ex-miners reason that making anyone come to visit Tebing
and day-laborers change their profession become Breksi because of the uniqueness and iconic
tour guide or merchant in Tebing Breksi area. The attraction of Tebing Breksi compared to other
evolvement of Tebing Breksi is completely tourism attractions.
influencing other civilians in Sambirejo village to
join the community in managing the tourism area. d. Post-Commodification of Tebing
Breksi
c. Impacts on Cultural Aspect The most important thing on the
Despite the changing in social aspect and commodification phenomenon in Tebing Breksi is
economical aspect, the commodification of that bad impacts are less than good impacts.
Tebing Breksi also impacts on the cultural aspect. Compared to other studies about commodification
As shown in the figure 1.2., it shows that one of phenomena, it always tells a story about society’s
the members of Lowo Ijo Community tend to resistancy. Yet, other commodification
dress in modern way as now they become a phenomena looks making the society as the
tourist-guide or a merchant. This tendency starts watchers rather than applicants. Most of those
to appear since many tourists visit Tebing Breksi, phenomena happened because of the domination
even international tourists. Every member of of either governmental or private institutions. On
Lowo Ijo Community and merchants wear proper the other hand, the phenomenon in Tebing Breksi
clothes, yet in a special occasion wearing a from bottom-up commodification raises more
uniform. They start to wear sneakers or boots, good impacts in several sectors. Even bad
waist bag, and fashionable and branded stuffs. impacts are still exist, it can be covered up due to
Admitted by Tri Susanto, before the the society in Sambirejo village still struggles in
commodification of Tebing Breksi, most of them developing tourism in Tebing Breksi. Mr. Mujimin
only wear short pants and sandals. The situation claims that commodification started by society is
is completely different now since everyone who better even he is also admitting that further
joins the practice of commodification changes guidance in tourism development is still needed.
their style. Moreover, current profession as tour Kaewkhunok (2018) says about the 3 most
guide or merchant is completely different important findings on a commodification study
compared to previous profession as miner or refer to existence, elegance, and relevance
day-laborer. Tri Susanto also states that his between attraction and society. As
current job is completely different compared to his commodification of Tebing Breksi gives various
former job. impacts toward society, it deals with the current
self-actualization of society. The way of thinking,
“We was so free before. We can wear the lifestyle, the habit, and the behavior are
anything that we want. Wearing t-shirt, simultaneously changed due to concept of
sandals or even barefoot. At that time, we tourism as global culture. Pallavicini (2017) adds
just go to limestone mining area. No one that the existence of attraction is very important to
cares about our appearance. Now, we work expand the industry of tourism that also becomes
as tour guide. The tourists are our guest and the main foundation. She also adds that without
we should welcome them well. One of attraction, there will be no tourism. Briefly, the
several ways is by showing good relevance between tourism that creates a new
appearance.” (Interview with Bapak Tri stream is upright toward society as it also creates
Susanto on December 2017, translated by culture. It confirms Tebing Breksi as tourism
Pamungkas) attraction that should be visited among others in
In addition, the society also starts to Prambanan.
acknowledge both traditional and modern events
that are conducted in Tebing Breksi area. Usually,
the most attractive shows in Sambirejo area are
Dangdut and Jathilan. Now, people in Sambirejo
118 | P a g e
BAYU PAMUNGKAS https://doi.org/10.25077/ jantro.v21.n1.p111-120.2019
BAYU PAMUNGKAS/JURNAL ANTROPOLOGI: ISU-ISU SOSIAL BUDAYA - VOL. 21 NO. 01 (JUNE 2019)

D. CONCLUSION acknowledge both traditional and modern arts as


well as changing their perspective as rural

I
n conclusion, the commodification practice people.
happened in Tebing Breksi impacts on the Those impacts of commodification in Tebing
dualism leadership for management. After the Breksi are just short-term impacts since this study
negotiation between two parties, finally each party is conducted more or less 1 year. The resistance
takes different role so that it can reduce the might not be observed due to Tebing Breksi just
conflict. For Pokdarwis Tlatar Seneng, this start to be acknowledged by tourists. As a new
organization deals with the concept for Tebing alternative tourism attraction, Tebing Breksi is
Breksi development. On the other hand, Lowo Ijo often visited by local tourists especially from east
Community becomes the field management due java, central java and west java. Despite the
to most of the members are ex-miners in Tebing commodification practice effects on those
Breksi. This decision is considered as the win-win short-term impacts as tourism attraction,
solution for both parties. Moreover, each role can commodification must impact other factors.
confirm Tebing Breksi become one of the Therefore, further study is needed to broaden the
alternative tourism attraction in Prambanan. body of tourism and social change or other
The commodification of Tebing Breksi also related studies.
impacts on three aspects, which are social,
economic, and cultural. On the social aspect, the E. ACKNOWLEDGEMENT
society tends to use Bahasa Indonesia in the daily

I
conversation and more accepting the technology thank to those who had helped me in the
development. On the economical aspect, the process of making this journal published,
society changes their main profession as a miner especially my lecturers Prof. Dr. Warto, M.Hum
or a day-laborer become a tourism-guide or a and Prof. Drs. Mugijatna, M.Si., Ph.D. as my
merchant. On the cultural aspect, the society supervisors.
tends to dress in modern way, starting to

REFERENCES

AWH. (2017). “Taman Tebing Breksi Destinasi Favorit”. Kedaulatan Rakyat, 27 Mei 2017.
BPCB Gorontalo. (2014). “Undang-undang No. 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya”. Retrieved from
https://kebudayaan.kemdikbud.go.id on June 2018.
BPHN. (2015). “Undang-undang Republik Indonesia No. 9 Tahun 2015 tentang Pemerintah Daerah”.
Retrieved from https://bphn.go.id/data/15uu009/ on June 2018
Bui, H.T., & Lee, T.J. (2015). “Comodification and Politicization of Heritage: Implications for Heritage
Tourism at The Imperial Citadel of Thang Long, Hanoi (Vietnam)”. ASEAS – Austrian Journal of
South-East Asian Studies, VOL. 8 (2), 187-202. Austria.
Djamal, M. (2015). Paradigma Penelitian Kualitatif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Emzir. (2009). Metodologi Penelitian Pendidikan: Kuantitatif dan Kualitatifi. Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada.
Guelke, Karoline. (2018). Tourism in an Andean Community: Negotiating Inequality, Gender, and
Change. USA: University of Victoria.
Han, G.S. (2016). “Funeral Capitalism: Commodification and Digital Marketing of Funeral Services in
Contemporary Korea”. Korean Studies, Vol. 40, 2016: pp. 58-77. Seoul, South Korea.
Kaewkhunok, Suppawit. (2018). “The Commodification of Culture: Bhutan’s Tourism in Globalisation
Context.” Thammasat Review, Vol 21. 2018: pp. 152-164. India.
Liedwij, B. V. (2013). Community-Based Tourism: Local Participation and Perceived Impacts.
Netherlands: Radbound University Nijmegen.
Mohajan, Haradhan. (2018). “Qualitative Research Methodology in Social Sciences and Related
Subjects”. Journal of Economic Development, Environment and People. Vol.7, pp. 23-48.
Bangladesh.
Miswanto, & Safaat, M. (2018). “Dampak Pembangunan Industri Pariwisata Terhadap Alih Fungsi
Lahan”. Jurnal Antropologi: Isu-isu Sosial Budaya. Vol. 20 (1): 445-55. Padang.
Mousavi, S.S. et al. (2016). “Defining Cultural Tourism”. In International Conference on Civil,
Architecture and Sustainable Development (CASD-2016). Dec. 1-2, 2016. London (UK).

119 | P a g e
https://doi.org/10.25077/ jantro.v21.n1.p1-9.2019 BAYU PAMUNGKAS
BAYU PAMUNGKAS/JURNAL ANTROPOLOGI: ISU-ISU SOSIAL BUDAYA - VOL. 21 NO. 01 (JUNE 2019)

Pallavicini, J.A.C. (2017). “Factors Influencing Tourism Destination Attractiveness: The Case of
Malaga.” In International Conference on Planning, Environment, Territories (PLANET
th
EUROPE). June 14 , 2017. Malaga.
Sujarwani, dkk. (2018). “Pemberdayaan Masyarakat Komunitas Adat terpencil (KAT) Oleh Pemerintah
Kabupaten Lingga, Kepulauan Riau”. Jurnal Antropologi: Isu-isu Sosial Budaya. Vol. 20 (1):
17-31. Padang.
Trzmielak, D, M. (2013). Commercialization of Research Results: Cooperation Between Science and
Business. Lodz : Univeristy of Lodz.
Waskito, A. (2013). “Dampak Investasi Asing terhadap Kehidupan Sosial Ekonomi Masyarakat di
Kepulauan Derawan”. eJournal Hubungan Internasional, no. 1(1), hlm. 15-24. Samarinda.
Widyastuti, D. A. R. (2011). “Komodifikasi Upacara dan Religi dalam Pemasaran Pariwisata”. Jurnal
Komunikasi, no. 2 (1). hlm. 197-208. Yogyakarta.
th
Yin, R.K. (2009). Qualitative Research : Case Study Research (4 Ed.). London, UK: Sage Publishing.
Yoserizal, & Yesi. (2017). “Conflict of Interest Among Stakheolders in Tesso Nilo National Park
(TNNP)”. Jurnal Antropologi: Isu-isu Sosial Budaya. Vol. 19(2): 101-107. Padang.

120 | P a g e
BAYU PAMUNGKAS https://doi.org/10.25077/ jantro.v21.n1.p111-120.2019
JURNAL ANTROPOLOGI: ISU-ISU SOSIAL BUDAYA - VOL. 21 NO. 01 (JUNE 2019)

Available online at : http://jurnalantropologi.fisip.unand.ac.id/

Jurnal Antropologi: Isu-Isu Sosial Budaya


| ISSN (Online) 2355-5963 |

KOMUNITAS SURABAYA WOTAGEI: Sebuah Kajian Budaya Populer

Aninditya Ardhana Riswari1*


1
Graduate Student of Kajian Sastra dan Budaya, Universitas Airlangga, Surabaya, Indonesia

ARTICLE INFORMATION A B S T R A C T
This study analyzes about Surabaya Wotagei Community
whose uniqueness is different compared to other communities
Submitted : 28 February 2019 in Indonesia. Surabaya Wotagei Community emerged not only
Review : 05 April 2019 due to the same preference of the members but also by its
Accepted : 10 May 2019 uniqueness that is rarely encountered. This study uses
qualitative-descriptive method through fandom and youth
Available online: June 2019 subculture approaches that emerged in the community. This
study shows that Surabaya Wotagei Community is part of the
subcultures because they exist as a community that is anti-
KEYWORDS mainstream but also stays neutral, as in not trying to fight or
oppose something. Surabaya Wotagei Community offers a form
Surabaya Wotagei Community, fandom, youth of fandom with its own unique characteristics, where its
subculture, AKB48, JKT48 members have other ways to provide support for AKB48 or
JKT48 without being obsessive and possessive. On the other
hand, as a community, Surabaya Wotagei Community is indeed
CORRESPONDENCE formed by the popular youth culture which makes this
community fluid and is well-known by many circles.
*E-mail: anindityaar@gmail.com

A. PENDAHULUAN mana sebagian orang, atau paling tidak


penggemar dan pengikutnya, ingin meniru gaya

M
asyarakat tentunya tidak pernah lepas hidup tersebut. Tak heran jika beberapa di
dari hadirnya golongan atau kelompok antaranya rela merogoh kocek lebih dalam untuk
yang kemudian menamai diri sebagai sesuai, atau paling tidak ‘sama’, dengan standar
sebuah komunitas. Pada dasarnya, komunitas hidup sang idola. Mereka juga sanggup untuk
terbentuk atas kesamaan dalam suatu hal. membeli barang-barang milik idolanya, walau,
Iriantara (2004:22) menyebut bahwa makna mungkin, barang tersebut bukanlah sesuatu
komunitas ialah sekumpulan individu yang yang penting. Kondisi demikian sesuai dengan
mendiami lokasi tertentu, di mana biasanya apa yang disebut Jenkins (1992:12) bahwa
mereka memiliki kepentingan yang sama, yang penggemar merupakan mereka yang menyukai
saling berhubungan sebab mempunyai seseorang bahkan terkesan obsesi dan posesif
kesamaan atas suatu hal. terhadap idolanya sendiri.
Kesamaan ini dapat berupa berbagai Kehadiran fans pada akhirnya
macam substansi. Seperti halnya kesukaan atas memunculkan fenomena terkait kelompok
selebriti. Selebriti diketahui selalu memiliki penggemar yang disebut fans kingdom, atau
‘image’ atau pesona yang terkadang membuat akrab dikenal dengan fandom. Beberapanya
masyarakat kehilangan landasannya terkait bahkan membuat komunitas guna menunjukkan
kenyataan. Kondisi demikian dapat berpengaruh kehadirannya di tengah-tengah masyarakat.
pada masyarakat yang mulai terjun fanatik Seperti halnya kemunculan kelompok peng-
menyukai seseorang hingga terkadang gemar Jepang yang keberadaannya kian terasa.
melupakan kenyataan itu sendiri. Apalagi jika Fulamah (2015:2) menyebut bahwa keberadaan
kesukaannya terhadap idola membuat sese- kelompok penggemar atas budaya Jepang dapat
orang menjadi tidak dekat dengan terlihat dari berbagai situs dan media sosial yang
lingkungannya. memuat berbagai hal terkait produk budaya
Seperti yang diungkapkan Mahestu populer Jepang. Kehadirannya pun turut
(Pramudyaningsih, 2013:4) bahwa selebriti pada berkembang di Indonesia, di mana hal ini
akhirnya dikenal sebagai seseorang yang menjadi fasilitas bagi penggemar yang sedang
mampu mewakili suatu gaya hidup yang ideal, di menikmati atau mengonsumsi teks budaya yang

121 | P a g e
https://doi.org/10.25077/ jantro.v21.n1.p121-131.2019 Attribution-ShareAlike 4.0 International. Some rights reserved
Aninditya Ardhana Riswari/JURNAL ANTROPOLOGI: ISU-ISU SOSIAL BUDAYA - VOL. 21 NO. 01 (JUNE 2019)

ada guna meluapkan dan menyalurkan anggotanya. Di mana hal tersebut merupakan
kecintaannya terhadap hal tersebut. strategi lain dalam menunjukkan rasa suka
Di sisi lain, Ismail (2017:11) pernah bahkan kebanggaan terhadap AKB48 juga
mengemukakan bahwa munculnya proses JKT48 tanpa harus memiliki barang atau benda-
modernisasi telah banyak membawa perubahan benda seperti yang telah disebutkan sebelum-
dalam konteks hiburan, seperti halnya yang hadir nya, atau tanpa perlu menunjukkan rasa suka
dalam dunia musik. Di mana pada ranah ini yang berlebihan hingga menuju ke sesuatu yang
muncul berbagai nama baru yang memiliki berbau obsesi bahkan posesif. Hal ini tentunya
tempat di hati para penggemarnya. Salah memiliki hubungan dengan fandom dan youth
satunya dapat terlihat dari kehadiran sebuah subculture. Di mana terdapat pergeseran makna
grup idola kawakan Jepang yang beranggotakan mengenai fans yang memiliki arti lebih luas, yang
perempuan yakni AKB48. Para penggemar muncul dari budaya populer anak muda yang
AKB48, yang lebih banyak didominasi anak berbeda, yang antimainstream lengkap dengan
muda laki-laki, rupanya turut membuat kelompok berbagai macam keunikan di dalamnya.
yang kemudian disebut Otaku atau Wota, yakni Dengan demikian, tujuan dari penelitian ini
sebutan untuk penggemar AKB48. ialah untuk mengetahui bentuk fandom dan
Kehadiran Otaku atau Wota pada akhirnya youth subculture yang hadir pada Komunitas
menyebar di berbagai wilayah, salah satunya di Surabaya Wotagei. Di sisi lain penelitian ini
Indonesia. Apalagi di Indonesia turut muncul menjadi penting untuk dilakukan sebab mampu
JKT48 yakni sebuah grup idola yang dibentuk menjabarkan hal-hal atau perbedaan mendasar
langsung oleh produser dari AKB48 yakni mengenai sebuah kelompok penggemar yakni
Akimoto Yasushi. Dengan begitu dapat Komunitas Surabaya Wotagei, yang memiliki
dikatakan bahwa JKT48 sama halnya seperti bentuk berbeda dari fandom pada umumnya.
AKB48, namun berada di Indonesia. Salim Selain itu, tentunya beberapa perbedaan yang
(2015:1) menyampaikan bahwa pengaruh hadir pada komunitas tersebut juga dapat
globalisasi dan modernisasi pada dekade 2010- memberikan gambaran bahwa budaya anak
an mampu memunculkan sebuah komunitas muda atau yang kerap disebut sebagai budaya
Wotagei yang hadir di beberapa kota besar di populer memiliki perluasan makna seiring
Indonesia seperti halnya Jakarta, Surabaya, dengan perkembangannya di masyarakat.
Makassar, Solo, dan Yogyakarta. Di mana
kehadiran Wota sebagai penggemar disebut B. METODE
tidak jauh dari wujud penggemar pada enelitian ini merupakan penelitian kualitatif
umumnya, lebih-lebih para Wota yang ada di
Indonesia. Seperti yang disebut Hidayati
(2015:2) bahwa Wota juga mempunyai
merchandise favorit, yang dikoleksi sebagai
P deskriptif. Dengan begitu peneliti mampu
memperoleh gambaran yang lebih jelas
secara deskriptif terkait objek yang diteliti.
Lokasi penelitian bertempat di Balai Pemuda
tanda bahwa sudah seharusnya seorang fans Surabaya yang ada di Jalan Gubernur Suryo No
mendukung idolanya dengan cara membeli 15 Embong Kaliasin, Genteng, Kota Surabaya.
barang yang dijual oleh sang idola melalui situs Diketahui bahwa daerah tersebut merupakan
resmi yang bersangkutan. Tak hanya itu, tempat anggota Komunitas Surabaya Wotagei
kehadiran Wota yang menjamur di berbagai berkumpul dan melakukan serangkaian aktivitas
wilayah sering menjadikannya sebagai bagian seperti halnya menari dan menentukan gerakan
dari golongan yang cukup obsesi dan posesif yang hendak disajikan. Anggota Komunitas
terhadap sang idola. Bahkan timbul stigma Surabaya Wotagei biasanya berkumpul dalam
negatif di kalangan masyarakat terkait kelompok kurun waktu seminggu sekali, sehingga
Wota. Hal ini disebabkan, kelompok tersebut pertemuan yang dilakukan terjadi secara
didominasi oleh laki-laki yang bahkan rela untuk menerus tiap minggunya.
menunjukkan rasa suka terhadap idolanya Informan dalam penelitian ini adalah
dengan cara yang cukup berlebihan. anggota komunitas yang kemudian dipilih 4
Berbicara mengenai kondisi tersebut, (empat orang). Penentuan informan dilakukan
rasanya banyak masyarakat yang pada akhirnya dengan menggunakan teknik purposive sampling
cukup sepakat dengan anggapan bahwa sehingga penentuan atas kriteria informan
kelompok ini sama saja dengan kelompok didasarkan pada pengetahuan yang dimiliki
fandom pada umumnya. Namun, anggapan terkait objek kajian. Dengan begitu informan
tersebut rupanya justru berbeda dengan yang mampu memberikan informasi berupa data
dihadirkan oleh Komunitas Surabaya Wotagei. wawancara, sesuai dengan kebutuhan. Di satu
Komunitas yang berdomisili di Surabaya ini sisi, peneliti tidak berupaya menemui ketua atau
memiliki gaya tersendiri dalam mendukung sang pemimpin dari komunitas sebab dalam Komu-
idola AKB48 atau JKT48. Salah satunya dengan nitas Surabaya Wotagei tidak terdapat ketua
menggunakan light stick dan menarikan tarian atau seseorang yang dijadikan pemimpin,
yang digunakan untuk memberi dukungan. sehingga hal-hal yang berkaitan dengan
Komunitas Surabaya Wotagei memiliki cara-cara kelompok masih diselesaikan dengan cara adat.
unik yang hanya dipahami oleh masing-masing
122 | P a g e
Aninditya Ardhana Riswari https://doi.org/10.25077/ jantro.v21.n1.p121-131.2019
Aninditya Ardhana Riswari/JURNAL ANTROPOLOGI: ISU-ISU SOSIAL BUDAYA - VOL. 21 NO. 01 (JUNE 2019)

Keempat anggota Komunitas Surabaya Wotagei proses hubungan antara data yang didapat di
dipilih untuk dijadikan informan karena dianggap lapangan dengan teori atau pendekatan yang
mengetahui seluk-beluk munculnya kelompok digunakan. Penelitian ini sendiri menggunakan
yang pada akhirnya dijadikan sebagai poros bagi pendekatan fandom dan youth subculture, di
pencinta AKB48 di Surabaya dalam mendukung mana kehadiran Komunitas Surabaya Wotagei
grup idolanya tersebut. Selain itu, keempatnya merupakan bentuk atas kelompok penggemar
diketahui telah menjadi anggota yang cukup yang muncul dari budaya anak muda, yang
lama aktif dalam komunitas. Keempatnya kemudian turut mengarah pada budaya populer.
kemudian diwawancarai oleh peneliti melalui
wawancara mendalam. Hal ini berkaitan dengan C. HASIL DAN PEMBAHASAN
sejak kapan komunitas tersebut terbentuk, 1. Komunitas Surabaya Wotagei Sebagai
seperti apa bentuk dari komunitas, hal-hal apa Bagian dari Sub-kultur
saja yang mereka lakukan, bagaimana bentuk
dan dukungan yang mereka ciptakan guna Subkultur merupakan bagian dari kultur atau
memberikan dukungan terhadap AKB 48, hingga kebudayaan yang hadir dan membentuk
bagaimana perkembangan komunitas tersebut posisinya sendiri dalam budaya yang dominan.
sampai mampu berada di tengah-tengah Awalan “sub” merujuk pada sesuatu yang
masyarakat. kadang dianggap sebagai sebuah ruang bagi
Objek yang dikaji dalam penelitian ini ialah “budaya-budaya tandingan”, sebab biasanya
Komunitas Surabaya Wotagei sebagai sebuah budaya yang muncul pada subkultur hadir atas
kelompok penggemar yang tercipta akibat bentuk penolakan atau penawaran terhadap hal
adanya budaya populer, namun memiliki baru, dari apa yang ada pada budayanya sendiri.
keunikan tersendiri yang berbeda dari wujud Dengan begitu sesuatu yang ada pada subkultur
fandom pada umumnya dan dianggotai oleh para hendaknya membuat sebuah perbedaan yang
anak muda. Oleh sebab itu hal-hal yang tidak sama dengan apa yang ada di tatanan
berkaitan dengan komunitas baik pembentu- budaya pada umumnya. Di sisi lain, subkultur
kannya, fungsi, maupun perkembangannya di memiliki sifat-sifat yang beririsan, yakni dalam
masyarakat menjadi sesuatu yang penting dalam sub kultur terdapat ritual-ritual khas yang
penelitian ini. memang dilakukan untuk menunjukan eksistensi
Kualitatif sendiri menjadi metode penelitian diri.
yang dirasa sesuai guna menganalisis sebuah Melalui subkultur turut hadir kelompok-
objek, terlebih Komunitas Surabaya Wotagei. kelompok yang terbentuk atas sesuatu yang
Jenis penelitian ini turut dapat dipasangkan sama, salah satunya tidak menjadi mainstream
dengan model studi kasus, yang mampu sehingga mampu menimbulkan sesuatu yang
mengerucut pada objek penelitian secara lebih baru dalam segi kebudayaan. Tidak hanya itu,
khusus dan spesifik. Dengan begitu, data yang biasanya subkultur juga terbentuk atas usia dan
digunakan dalam penelitian ini ialah hasil kelas. Dengan begitu dapat diketahui bahwa
wawancara dari informan sebagai data penting subkultur hadir untuk memberikan otonomi lain
yang telah dikumpulkan. Di sisi lain, dalam dalam tatanan sosial masyarakat industri yang
kegiatan wawancara yang dilakukan, peneliti dirasa kian kaku dan kabur.
dituntut untuk turut serta menjadi bagian dari Barker (2015:419) menyebut bahwa sub-
kegiatan tersebut. Dalam hal ini peneliti menjadi kultur merupakan bagian dari sekelompok orang
seseorang yang luwes dan tentunya akrab yang diberi label dan sama-sama memiliki nilai
dengan informan guna memperoleh data dan norma yang khas, yang diyakini berbeda
penelitian yang menyeluruh juga sesuai. Selain dengan masyarakat mainstream atau masya-
wawancara, peneliti turut melengkapi data yang rakat pada umumnya. Di sisi lain, Barker
ada dengan melakukan teknik observasi (2014:342) mengemukakan bahwa titik berat
mendalam, sehingga mampu mencocokkan data yang hadir dalam subkultur diletakkan pada
dari wawancara dengan situasi di lapangan. variasi dari kolektivitas yang lebih luas, yang
Selanjutnya, setelah semua data berhasil diposisikan secara sama namun tidak
dikumpulkan maka peneliti melakukan tahap problematis, sebagai sesuatu yang normal, rata-
analisis data. rata, dan dominan. Sementara Thornton
Tahap analisis yang digunakan dalam (Barker, 2014:342) menyampaikan bahwa
penelitian ini ialah analisis deskriptif kualitatif subkultur dengan kata lain dipandang rendah
yang didasari pada proses pengorganisasian dan, atau, menikmati satu kesadaran tentang
data, memilah-milahnya menjadi satuan yang ‘ke-lain-an’ (otherness) atau perbedaan. Melalui
padu, mencari dan menemukan pola yang hal tersebut pada akhirnya golongan atau
sesuai, sampai kemudian mampu menemukan kelompok yang menolak mainstream membuat
hal-hal penting yang dapat dikaji sebagai hasil perkumpulan sebagai bagian dari perwujudan
akhir. Dengan begitu peneliti berupaya mereka atas kesukaan atau ketertarikan yang
menyampaikan hasil penelitian dalam bentuk sama. Salah satunya ialah Komunitas Surabaya
analisis data secara deskriptif, yakni mengenai Wotagei.

123 | P a g e
https://doi.org/10.25077/ jantro.v21.n1.p121-131.2019 Aninditya Ardhana Riswari
Aninditya Ardhana Riswari/JURNAL ANTROPOLOGI: ISU-ISU SOSIAL BUDAYA - VOL. 21 NO. 01 (JUNE 2019)

Gambar 1. Group Idola asal Jepang AKB 48

Komunitas Surabaya Wotagei merupakan mampu menyasar anak muda dengan jangkauan
komunitas bagi mereka yang menyukai dan umur 17 hingga 25 tahun. Namun, tidak sedikit
memiliki kecintaan terhadap grup idola pula orang dewasa berumur 30 tahun ke atas
kenamaan Jepang yakni AKB48 (lihat gambar 1). yang turut menjadi bagian dari kelompok
Namun lambat laun komunitas ini juga penggemar ini. Komunitas Surabaya Wotagei
diperuntukkan untuk mereka para pencinta diketahui terbentuk pada tahun 2013 dan masih
JKT48, yakni sebuah grup idola asal Indonesia terus bertahan hingga saat ini. Mulanya pencinta
yang diproduseri langsung oleh produser AKB48. AKB48 di Jepang membentuk gerakan Wotagei
Secara harfiah Wotagei atau Otagei yang kemudian membuat para penggemar di
merupakan bentuk sorakan dan gerakan terkait negara-negara lain turut menciptakan
tari khas yang dilakukan oleh penggemar ketika perkumpulan atau komunitas serupa. Salah
menonton konser sang idola. Idola tersebut pun satunya seperti yang tersebar di Indonesia,
merupakan idola asal Jepang layaknya AKB48. khususnya di Surabaya. Sebab tak dapat
Dengan begitu dapat diketahui bahwa Wotagei dipungkiri bahwa kehadiran AKB48 memang
merupakan bentuk dukungan penggemar dalam memiliki magnet tersendiri bagi banyak orang.
kegiatan yang dilakukan oleh idolanya. Hal itu AKB48 memiliki konsep yang berbeda, yang
yang salah satunya menjadi alasan terkait tentunya tidak sama dengan idola atau selebriti
tersematnya nama Wotagei pada Komunitas kebanyakan, yang pada akhirnya membuat grup
Surabaya Wotagei, yakni sebuah kelompok idola tersebut memiliki ruang khusus di
penggemar yang sengaja dibentuk guna masyarakat hingga mampu meraup banyak
memberikan dukungan dan semangat atas idola penggemar.
Jepang baik AKB48 atau JKT48 yang dihadirkan Kehadiran Komunitas Surabaya Wotagei
dalam bentuk tarian dan gerakan, terlebih para sebagai sebuah kelompok penggemar rupanya
anggotanya berdomisili di Surabaya. juga memiliki keunikan yang kemudian
Di sisi lain, melalui Permana (2014:446) menjadikannya sebagai bagian dari subkultur.
diketahui bahwa AKB48 merupakan grup idola Pertama, Komunitas Surabaya Wotagei mampu
asal Jepang yang anggotanya secara menghadirkan sesuatu yang baru, yang tentunya
keseluruhan ialah perempuan. AKB48 tidak tidak mainstream. Sebab komunitas ini bukanlah
seperti grup idola pada umumnya. Mereka komunitas penyuka idola pada umumnya yang
berbasis teater dan memiliki teater sendiri, hanya membentuk perkumpulan untuk sekedar
tempat untuk melakukan aksi panggung. AKB bertemu mengadakan pertemuan atau sekedar
sendiri berasal dari representasi atas singkatan berbagi jadwal penampilan dari idola yang
‘Akihabara’, yang merupakan tempat para Otaku mereka sukai. Mereka lebih dari itu. Dalam hal
(sebutan bagi para anggota Wotagei di Jepang) ini mereka justru menghadirkan bentuk
berkumpul. dukungan baru melalui terciptanya tarian atau
Permana (2014:446) menyebut bahwa gerakan, yang juga dibarengi dengan pengam-
kehadiran AKB48 atau JKT48 pada akhirnya bilan video dari gerakan tersebut untuk diunggah
berubah menjadi racun bagi anak muda di ke beberapa akun media sosial seperti halnya
Indonesia, yang mana grup idola tersebut Youtube.

124 | P a g e
Aninditya Ardhana Riswari https://doi.org/10.25077/ jantro.v21.n1.p121-131.2019
Aninditya Ardhana Riswari/JURNAL ANTROPOLOGI: ISU-ISU SOSIAL BUDAYA - VOL. 21 NO. 01 (JUNE 2019)

Gambar 2. Komunitas Surabaya Wotagei Saat Tengah Menarikan Tarian


(Dokumen Desember 2018)

Mereka pun memiliki cara lain seperti bagian dari komunitas tersebut memiliki anggota
hadirnya light stick yang tidak hanya digunakan yang paham, atau paling tidak, bisa menarikan
untuk berteriak “Oi Oi Oi” saat idola mereka gerakan yang ada. Walau tak dipungkiri jika tidak
tampil, tetapi juga menjadi salah satu properti semua dari anggota komunitas bisa menari.
yang digunakan untuk menari. Tak heran jika

Gambar 3. Komunitas Surabaya Wotagei Saat Tengah Menarikan Dance


(Dokumen September 2018)

Kedua, Komunitas Surabaya Wotagei sekelompok idola tidak hanya identik dengan
merupakan komunitas milik anak muda yang perempuan, tetapi juga bisa laki-laki. Terlebih di
bisa disebut kekinian dan mereka didominasi dalamnya mereka juga berupaya untuk
oleh laki-laki. Walau tak dapat dipungkiri turut menarikan tarian dan teriakan untuk memberikan
terdapat anggota perempuan dalam komunitas semangat terhadap sang idola.
tersebut namun jumlahnya sangat minim.
Hadirnya anak muda dalam kelompok
penggemar ini justru menjadi sesuatu yang baru, 2. Komunitas Surabaya Wotagei: Fandom
di mana mereka begitu mengetahui dan dan Youth Subculture
memahami budaya populer terkait sesuatu yang a) Komunitas Surabaya Wotagei Sebagai
tengah in di masyarakat. Tak hanya itu, Bagian dari Fandom
pembentukan mereka sebagai bagian dari
subkultur turut membentuk adanya representasi Munculnya Komunitas Surabaya Wotagei
terkait identitas perkumpulan penggemar yang sebagai bagian dari subkultur turut memiliki
berbeda, yakni memiliki sesuatu yang lain dari hubungan erat dengan fandom. Seperti halnya
perkumpulan pada umumnya. Keanggotaan yang disampaikan Tartila (2017:3) bahwa fan
komunitas yang justru banyak diisi oleh laki-laki dalam fandom merupakan bagian subculture
pada akhirnya menimbulkan pandangan, juga fans yang menawarkan ruang untuk komunitas
berupaya menolak stigma yang muncul di yang memungkinkan orang-orang dengan latar
masyarakat bahwa penggemar sebuah atau belakang dan pengalaman yang beragam, yang
kemudian membentuk mereka atas ikatan
125 | P a g e
https://doi.org/10.25077/ jantro.v21.n1.p121-131.2019 Aninditya Ardhana Riswari
Aninditya Ardhana Riswari/JURNAL ANTROPOLOGI: ISU-ISU SOSIAL BUDAYA - VOL. 21 NO. 01 (JUNE 2019)

dengan minat yang sama. Fandom mampu unggah di akun media sosial. Tak hanya itu,
menciptakan ruang di mana orang-orang yang bahkan Komunitas Surabaya Wotagei turut
hadir di dalamnya mampu mengekspresikan diri beberapa kali diberi kesempatan untuk
pada tatanan yang sebenarnya. Hal itu yang menarikan gerakan yang mereka modifikasi di
turut muncul dalam Komunitas Surabaya ruang-ruang publik seperti halnya Japanese
Wotagei yang terbentuk dari orang-orang World di Surabaya. Dengan begitu, kondisi
dengan latar belakang yang beragam namun demikian agaknya menjadi bentuk dukungan
memiliki ikatan atas kesukaan yang sama nyata yang tentunya membuat idola yang
terhadap seseorang atau sekelompok idola. Di bersangkutan yakni AKB48 atau JKT48
sisi lain, hal tersebut juga mengarah pada mengetahui bahwa penggemarnya turut
budaya anak muda yang memang lebih mencintai karya yang dihasilkan. Terlebih hal ini
menikmati budaya populer, lebih-lebih yang justru menunjukkan bahwa Wota turut memiliki
sedang berkembang dan muncul di tengah eksistensi yang cukup besar di kalangan
masyarakat. masyarakat. Kondisi demikian yang pada
Jenkins (1992:12) menyebut bahwa fandom akhirnya disebut sebagai hasil dari produktivitas
mulanya muncul dari kata ‘fan’ yang merupakan fans terhadap idolanya. Di mana fans
singkatan dari kata ‘fanatik’, yang berakar dari menunjukkan sesuatu atau, bahkan, menghadir-
kata latin fanaticus. Mulanya, ‘fan’ dikenal kan sesuatu yang berbeda dan baru guna
sebagai sesuatu yang negatif sebab identik mendukung idola. Produktivitas itu sendiri dapat
dengan seorang pelayan kuil dan sebuah terlihat dari tarian modifikasi juga keloyalan tinggi
pemujaan. Tak heran jika sebelum memasuki yang muncul dari anggota komunitas untuk sang
era kontemporer, kata fans merupakan sebutan idola yakni AKB48 atau JKT48. Dengan begitu
bagi mereka yang tergila-gila dengan pemujaan tak heran jika Komunitas Surabaya Wotagei
agama atau iblis. Akan tetapi lambat laun hal memiliki ciri atau kebiasaan yang bahkan
tersebut mengalami pergeseran, di mana fans merujuk pada identitas pribadi sebagai sebuah
saat ini justru memiliki arti sebagai orang yang kelompok.
menyukai, bahkan mempunyai obsesi terhadap Barker (2014:260) menyebut bahwa dalam
seseorang atau idola. wacana budaya tentang “diri” dalam tradisi
Hadirnya Komunitas Surabaya Wotagei pemikiran Barat mengasumsikan bahwa kita
jelasnya memiliki kaitan erat dengan fandom, di mempunyai jati diri yang sejati, yang biasa
mana AKB48 menjadikan mereka berkumpul dikenali dan diekspresikan lewat beberapa
hingga memiliki kedudukan juga identitas diri bentuk representasi. Dengan demikian, identitas
yang sama sampai kemudian mampu diri dapat bersifat esensial, universal, dan abadi.
membentuk sebuah jaringan yakni komunitas itu Akan tetapi munculnya identitas diri juga tidak
sendiri. Namun, rupanya Komunitas Surabaya dapat terlepas dari pengaruh sosial budaya. Hal
Wotagei turut memiliki sisi lain yang berbeda ini yang rupanya turut muncul dan berkembang
yang tidak selalu sepadan dengan ciri dalam Komunitas Surabaya Wotagei, yakni
penggemar pada umumnya. Bahkan tidak pula diketahui bahwa identitas yang mereka bentuk
sama dengan beberapa komunitas Wotagei lain. tentunya tidak jauh dari proses sosial budaya
Semisal bagi Komunitas Surabaya Wotagei yang dilalui dan dialami oleh masing-masing
mencintai idola tidak hanya dibuktikan dengan anggotanya.
memiliki barang atau benda yang dijual, atau Identitas lain yang menjadi ciri khas mereka
bahkan menjadi obsesi yang berlebihan. Sebab ialah light stick yang memang kerap kali muncul
mempunyai barang layaknya merchandise, ketika melakukan sebuah tarian. Light stick telah
photopack, atas AKB48 atau JKT48 hanyalah menjadi ‘nyawa’ bagi komunitas ini. Terlebih,
menjadi opsi lain yang bisa dilakukan sehingga tarian yang dihadirkan juga merupakan bagian
bukanlah sebuah kewajiban. Mereka justru dari identitas. Apalagi tarian yang disajikan
berpikir bahwa dukungan dan semangat dapat masing-masing gerakannya memiliki makna
pula dilakukan dengan menarikan tarian dari yang mengarah pada kehadiran Dewa. Hal ini
AKB48 atau JKT48 yang turut dimodifikasi oleh yang tentunya memunculkan sebuah identitas
para anggota komunitas, yang kemudian baru, seperti golongan atau kelompok mana lagi
diunggah di beberapa akun media sosial seperti yang berupaya memberikan dukungan kepada
halnya Youtube. idolanya dengan bentuk tarian, yang kemudian
Seperti yang disampaikan sebelumnya, jika juga ditarikan oleh mereka para laki-laki?
tarian yang ditarikan oleh para penggemar Kondisi demikian yang pada akhirnya
AKB48 atau JKT48 hanya diwujudkan dalam membentuk dan memunculkan anggapan
bentuk gerakan serentak guna menyemangati menarik yang mungkin bagi sebagian orang tidak
para idola yang tengah tampil, maka lambat laun disadari. Sebab laki-laki atau mereka yang
tarian atau gerakan yang ditunjukkan tidak hanya tergabung dalam Komunitas Surabaya Wotagei
mengarah pada saat sang idola manggung. rupanya juga cukup sering mendapat cemooh
Gerakan tersebut dapat pula ditampilkan ketika atau anggapan negatif dari lingkungan sekitar,
mereka tengah berkumpul antar sesama karena dianggap fanatik dan cukup aneh. Situasi
anggota komunitas, yang kemudian mereka tersebut juga dibarengi dengan pernyataan
126 | P a g e
Aninditya Ardhana Riswari https://doi.org/10.25077/ jantro.v21.n1.p121-131.2019
Aninditya Ardhana Riswari/JURNAL ANTROPOLOGI: ISU-ISU SOSIAL BUDAYA - VOL. 21 NO. 01 (JUNE 2019)

beberapa orang yang merasa bahwa ‘tidak seseorang untuk menentukan dan menunjukkan
sepantasnya laki-laki menjadi bagian dari dirinya dalam komunitas ini. Sebab hal demikian
penyuka grup idola apalagi grup ini merupakan justru juga dapat terwujud dengan tetap
gabungan dari perempuan-perempuan berbakat. melakukan kegiatan aktif dan produktif bagi
Terlebih laki-laki menjadi mau dan tidak malu perkembangan komunitas. Tidak hanya itu,
untuk menunjukkan kesukaan mereka dengan Komunitas Surabaya Wotagei turut membuka
berteriak Oi Oi Oi dan menari menggunakan celah bagi siapa saja yang hendak bergabung
lighstick’. Namun, menanggapi hal tersebut salah menjadi bagian dari kelompok penggemar ini
seorang anggota Komunitas Surabaya Wotagei sehingga hal-hal terkait latar belakang yang
bernama Indra menuturkan bahwa ia tidak mau berkaitan dengan kekayaan atau barang-barang
membalas komentar yang ada. Sebab baginya, layaknya merchandise apa yang mereka punya,
kesukaan terhadap AKB48 ataupun JKT48 bukanlah hal utama yang diwajibkan.
tidaklah mengganggu privacy di kalangan Dengan begitu pada akhirnya dapat pula
banyak orang juga tidak menimbulkan keresahan diketahui bahwa strata yang ada pada fandom
di masyarakat. Di sisi lain, ia merasa bahwa terkait AKB48 atau JKT48 tidak sepenuhnya
komunitas yang ia naungi bukanlah kelompok hadir pada fandom atas Wota di lokasi atau
yang cukup fanatik hingga menimbulkan rasa wilayah lain. Seperti halnya yang ada di
obsesi dan posesif yang berlebihan terhadap Komunitas Surabaya Wotagei. Hal ini jelas
idola yang mereka cintai. menunjukkan adanya kecenderungan lain
Hal menarik lain rupanya turut terlihat dari berkaitan dengan bentuk fandom yang dimiliki
pasang surut keanggotaan dalam Komunitas oleh Komunitas Surabaya Wotagei, yang
Surabaya Wotagei. Komunitas ini tidak mengikat tentunya berbeda dari komunitas Wota lainnya.
anggotanya untuk menjadi seseorang yang Tak hanya itu, Salim (2015:2)
sesuai dengan keinginan dari komunitas, mengemukakan bahwa atas dasar kegemaran
sehingga tidak ada sesuatu yang wajib dilakukan yang sama, maka mereka para anggota atas
oleh masing-masing anggota. Di sisi lain, masuk- kelompok penggemar yang kemudian
keluarnya anggota dalam komunitas bukan membentuk komunitas, hendaknya turut memiliki
disebabkan karena menurunnya rasa cinta atau rencana terkait program ke depan yang akan
keloyalan terhadap idola yang ada, juga bukan dilakukan guna menunjukkan kecintaan terhadap
karena merasa tidak satu visi dengan komunitas, sang idola. Dengan begitu dibutuhkan adanya
melainkan hal ini terjadi sebab adanya kesibukan koordinasi yang baik dalam sebuah komunitas
di luar kelompok yang tidak bisa ditinggalkan, yang tentunya dipimpin oleh seseorang dengan
yang pada akhirnya menyebabkan anggota gaya kepemimpinan yang sesuai bagi kalangan
tersebut memilih untuk keluar. Namun jalinan mereka. Namun rupanya hal tersebut justru
hubungan antar anggota, baik yang sudah keluar berbeda dari Komunitas Surabaya Wotagei, di
atau yang masih bertahan, masih terus berjalan mana kemunculannya sebagai sebuah
baik hingga saat ini. perkumpulan yang dinamai komunitas, bahkan,
Sementara itu, Permana (2014:448) pernah masih bersifat tradisional, sehingga segala
menyebut bahwa terminologi dalam fandom sesuatu yang dilakukan akan diselesaikan
AKB48 atau JKT48 sebenarnya tidak memiliki sesuai dengan kesepakatan adat. Mereka sendiri
tingkatan atau strata yang resmi untuk mengaku tidak memiliki ketua atau leader dalam
bergabung di dalamnya. Akan tetapi, ternyata komunitas ini. Hal tersebut tentunya memiliki
terdapat strata atau tingkatan yang terbentuk hubungan dengan tingkatan yang sebelumnya
melalui seberapa seringnya seorang penggemar sempat disampaikan, bahwa dalam Komunitas
datang ke teater, intensitas bertemu dengan Surabaya Wotagei justru tidak ada kedudukan
member, dan tingkat kekayaan fans. Tingkat terkait strata. Dengan begitu, masing-masing
kekayaan yang dimaksud di sini bukan hanya anggotanya justru mempunyai rasa memiliki
tingkat kepemilikian barang koleksi atau swag yang sama terhadap komunitas yang mereka
yang oleh sebagian kalangan fans dijadikan naungi.
sebagai tingkat “seberapa loyal-kah kamu Oleh sebab itu kemudian dapat disimpulkan
terhadap oshi-mu” atau “seberapa cintakah bahwa keberadaan atas kelompok penggemar
kamu terhadap AKB48 atau JKT48”. Namun, yang merujuk pada fandom, pada akhirnya
salah seorang informan lain yang ditemui oleh mengalami pergeseran seiring berjalannya
peneliti menyebut bahwa dalam Komunitas waktu. Hal-hal yang berkaitan dengan
Surabaya Wotagei terminologi terkait hal itu kefanatikan atau obsesi terhadap idola, bahkan
justru tidak ditemui. Bahkan, informan mengaku tidak ditemui pada Komunitas Surabaya
belum pernah satu kali pun bertemu dengan Wotagei. Padahal komunitas ini berada di tengah
member AKB48 atau JKT48, tetapi ia tetap kota besar kedua di Indonesia yakni Surabaya.
merasa senang dan menyukai AKB48 serta Kondisi tersebut paling tidak membuat anggota
merasa cukup aktif berada di komunitas yang ia di dalamnya berupaya berlomba untuk meraih
naungi. Artinya, bentuk strata atau tingkatan kedudukan yang lebih, seperti halnya melakukan
mengenai proses-proses apa yang telah dilalui berbagai usaha untuk dapat menemui sang
guna mencintai sang idola tidak mempengaruhi idola. Akan tetapi, pada kenyataannya obsesi
127 | P a g e
https://doi.org/10.25077/ jantro.v21.n1.p121-131.2019 Aninditya Ardhana Riswari
Aninditya Ardhana Riswari/JURNAL ANTROPOLOGI: ISU-ISU SOSIAL BUDAYA - VOL. 21 NO. 01 (JUNE 2019)

atau keinginan berlebih tersebut tidak ditemui juga dengan komunitas Wotagei lainnya baik
pada kelompok ini. Mereka, yang berasal dari yang ada di Surabaya atau kota-kota lain.
berbagai macam latar belakang, justru dapat Lebih lagi, mereka juga memiliki peran
bersatu guna menghadirkan wujud lain atas kreatif dan produktif untuk menjadikan komunitas
kelompok penggemar yang dirasa jauh lebih yang mereka miliki, bukan hanya sekedar
positif, yakni salah satunya dengan mengha- komunitas kumpul-kumpul, melainkan juga
silkan karya sebagai bentuk ekspresi diri menghasilkan sesuatu. Kondisi demikian dapat
mengenai kecintaan terhadap sang idola yaitu terlihat dari kegiatan mereka saat tengah
JKT48 dan AKB48. berkumpul di Balai Pemuda Surabaya, di mana
dalam kesempatan yang ada mereka bukan
b) Komunitas Surabaya Wotagei dan Youth hanya sekedar menanyakan kabar, membica-
rakan member kesukaan masing-masing, atau
Subculture
agenda terdekat dari AKB48 juga JKT48,
Komunitas Surabaya Wotagei hendaknya melainkan mereka turut membicarakan ide-ide
turut dapat dipahami sebagai bagian dari youth terbaru mengenai tarian apa yang hendak
subculture, yakni budaya anak muda. Meski ditarikan pada pertemuan selanjutnya atau pada
seperti yang telah disebutkan sebelumnya pengambilan video yang akan datang. Bahkan
bahwa komunitas Wota rupanya juga menyasar tak jarang mereka turut mendiskusikan kegiatan
usia 30 tahun ke atas, namun yang menjadi atau agenda yang hendak digarap secara
bagian utama dan aktif dalam komunitas kolektif guna memberikan perkembangan
tersebut ialah anak-anak muda. Dalam terhadap kehadiran komunitas itu sendiri. Hal ini
Komunitas Surabaya Wotagei sendiri kebera- yang pada akhirnya membuat Komunitas
daan dan terbentuknya kelompok ini justru Surabaya Wotagei menjadi sebuah perkumpulan
berangkat dari ide anak muda yang kemudian bagi anak-anak muda yang dirasa aktif, kreatif,
didominasi oleh hadirnya anggota-anggota lain juga produktif. Sebab mereka mampu mengolah
yang berkisar di antara usia 18 hingga 24 tahun. hingga menghasilkan sesuatu yang baru, yang,
Mulanya budaya anak muda yang ada pada paling tidak, bermanfaat bagi komunitas itu
komunitas Wota berasal dari munculnya AKB48 sendiri.
dan JKT48 yang hadir sebagai sesuatu yang Sementara itu turut diketahui bahwa
memang tengah popular di masyarakat, yang komunitas Wotagei secara umum telah tersebar
kemudian membuat para pencintanya berkumpul hingga ke beberapa negara lain. Wotagei
hingga membentuk sebuah jaringan komunitas. bahkan dikenal di Amerika dan China. Tak hanya
Barker (2014:305) menyampaikan bahwa itu, semakin hari penampilan yang mereka
budaya anak muda tidak hanya melulu sajikan tidak hanya menggunakan lagu-lagu
mengarah pada mereka yang melakukan aksi AKB48 atau lagu-lagu Jepang melainkan juga
kejahatan juga kenakalan, melainkan turut dapat dengan menggunakan lagu pop asal Inggris atau
ditampilkan sebagai konsumen fashion, gaya, Korea. Di sisi lain komunitas serupa, yang
dan aktivitas mengisi waktu luang. Dengan hampir mirip dengan Wotagei, turut hadir di
demikian, munculnya Komunitas Surabaya Korea. Bedanya, jika di Korea kelompok yang
Wotagei lebih-lebih merupakan bagian dari anak muncul sengaja diperuntukkan untuk mereka
muda yang memang muncul akibat adanya para kelompok idola di negeri ginseng tersebut.
teknologi komunikasi, yang dewasa ini mampu Kondisi demikian pada akhirnya memunculkan
menciptakan komoditas, makna, dan identifikasi sesuatu yang menarik, sebab rupanya apa yang
bagi budaya kaum muda itu sendiri tanpa harus dilakukan dan dihadirkan oleh para kelompok
menyasar pada sesuatu yang bersifat negatif. Wota mampu menjadi kiblat juga berhasil
Oleh sebab itu, tak heran jika AKB48 atau membentuk sesuatu yang dianggap populer.
JKT48 yang menjadi idola Komunitas Surabaya Dengan demikian hal ini berpengaruh terhadap
Wotagei, lengkap dengan segala macam munculnya budaya populer itu sendiri.
aktivitasnya, mampu menjadi bagian dari budaya Salim (2015:18) menyebut bahwa Wotagei,
bersama, yang turut dapat dinikmati secara lebih-lebih Komunitas Surabaya Wotagei, ialah
bersamaan. Di sisi lain Willis (Barker, 2016:361) kelompok penggemar yang merupakan bagian
menyebut bahwa budaya bersama yang dari budaya populer di kalangan remaja
dinaungi oleh anak muda merupakan bentuk perkotaan yang kehadirannya tidak terlepas dari
dalam memiliki satu relasi yang aktif, kreatif, dan media massa. Di mana media massa
produktif secara simbolis dengan komoditas memberikan dampak signifikan terhadap industri
yang membentuk budaya anak muda itu sendiri. yang diciptakan, yakni yang berkaitan dengan
Makna tersebut dihasilkan melalui proses Wotagei dan hal-hal terkait ke-Jepang-Jepangan
pemakaian secara aktual sehingga tidak melekat itu sendiri. Seperti yang disampaikan Barker
sewaktu-waktu. Hal ini jelas terlihat dari (2014:210) bahwa budaya populer selalu tak
Komunitas Surabaya Wotagei yang mampu lepas dari barang atau jasa yang diproduksi
menunjukkan relasi aktif, bukan hanya pada secara komersial. Namun penikmatnya berhak
keterkaitan antar orang di dalamnya melainkan untuk membentuk sendiri makna yang mereka
mau dari teks-teks budaya yang muncul. Dengan
128 | P a g e
Aninditya Ardhana Riswari https://doi.org/10.25077/ jantro.v21.n1.p121-131.2019
Aninditya Ardhana Riswari/JURNAL ANTROPOLOGI: ISU-ISU SOSIAL BUDAYA - VOL. 21 NO. 01 (JUNE 2019)

kata lain, dapat disebut bahwa masing-masing JKT48 tampil melainkan juga mewujudkannya
penikmat turut membawa serta kompetensi dalam video-video dance yang diunggah di akun
kultural serta sumber daya diskursif yang mereka Youtube. Hal ini jelas berbanding terbalik dengan
miliki dalam mengonsumsi komoditas yang ada. hadirnya komunitas penggemar selebriti lainnya
Berdasarkan uraian tersebut dapat diketahui yang justru berkumpul guna membicarakan
bahwa Komunitas Surabaya Wotagei dan agenda atau hal-hal terkait idola yang mereka
kaitannya dengan youth subculture mampu sukai. Dengan begitu dapat disimpulkan bahwa
membentuk sebuah jaringan unik, yang mana Komunitas Surabaya Wotagei turut membentuk
mereka hadir atas buah konsumsi dari sesuatu yang baru di tengah-tengah masyarakat.
keberadaan media massa. Kehadirannya yang Oleh sebab itu bisa disebut bahwa Komunitas
berada di tengah masyarakat, khususnya di kota Surabaya Wotagei muncul atas sebuah
besar, membuat komunitas ini mudah dikenali. representasi baru mengenai jaringan komunitas,
Apalagi mereka menjadi salah satu kelompok yang mana kelompok ini bahkan berhasil
penggemar di kalangan anak muda yang bertahan dan berkembang, bahkan memiliki
berhasil memperkenalkan sesuatu yang tempat di ruang publik.
berbeda, yang bukan hanya berkumpul atas Kedua, Komunitas Surabaya Wotagei
dasar kesukaan hingga menghadirkan bentuk menawarkan sesuatu yang berbeda, yang
eksklusif, melainkan mereka mampu melakukan bahkan tidak sama dengan kelompok Wota lain.
berbagai agenda produktif dalam rangka Jika beberapa kelompok Wota justru
mengembangkan komunitas yang dinaungi. Di menunjukkan rasa obsesif, posesif, bahkan die-
sisi lain, Komunitas Surabaya Wotagei mampu hard yang berlebihan terhadap AKB48 atau
menjadi contoh atas keberadaan sebuah JKT48, salah satunya dengan cara membeli dan
kelompok yang menawarkan sesuatu yang tidak mengoleksi merchandise dari sang idola atau
sama dengan komunitas pada umumnya, yakni mati-matian berupaya meluangkan waktu guna
salah satunya mereka berhasil menghadirkan dapat bertemu dengan member yang diidolakan,
kebaruan bahwa penggemar atas idola tidak lah namun hal ini tidak berlaku bagi Komunitas
melulu perempuan. Bahkan laki-laki pun mampu Surabaya Wotagei. Surabaya Wotagei justru
memunculkan sesuatu yang dirasa positif hingga menjadi komunitas dengan basis kekeluargaan
dikenal aktif di banyak kalangan tanpa harus yang cukup tinggi, di mana tidak terdapat
dikatakan buruk. Dengan begitu dapat pula peraturan dan strata yang mengikat sehingga
disimpulkan bahwa keberadaan Komunitas membuat masing-masing anggota mempunyai
Surabaya Wotagei rupanya memiliki keterkaitan rasa kepemilikan yang sama terhadap idola
mendalam atas fandom dan youth subculture, mereka tanpa ada maksud saling mengungguli.
yang dibarengi dengan hubungannya terhadap Dengan begitu diketahui bahwa Komunitas
hal-hal lain yakni budaya populer, budaya masa, Surabaya Wotagei memiliki ikatan yang dirasa
dan pembentukan atas identitas diri. cukup longgar, sehingga tidak ada sesuatu yang
bersifat ketat, yang hadir seperti pada komunitas
D. PENUTUP Wota kebanyakan. Oleh karenanya kemudian
dapat pula disimpulkan bahwa kehadiran
elalui penelitian yang telah dilakukan komunitas ini justru mampu menggeser

M dapat diketahui bahwa sejatinya setiap


penggemar yang tergabung dalam
fandom hendaknya memiliki cara pun
strategi yang dilakukan guna mendukung
anggapan juga pandangan terhadap sebuah
kelompok penggemar, lebih-lebih pencinta
AKB48 dan JKT48, yang rupanya tidak hanya
melulu dirasa fanatik dan aneh melainkan
idolanya. Namun rupanya turut terdapat cara- Komunitas Surabaya Wotagei justru membentuk
cara berbeda yang bahkan mengarah pada jaringan yang mampu dekat dan dikenal di
sesuatu yang unik, baik dalam bentuk perlakuan lingkup masyarakat lingkungannya.
maupun perspektif atas sesuatu terkait sang Ketiga, Komunitas Surabaya Wotagei ialah
idola. Hal ini yang juga hadir pada Komunitas komunitas yang hadir dan muncul di tengah-
Surabaya Wotagei, di mana komunitas ini tengah masyarakat, khususnya anak muda. Tak
memiliki ciri khas yang berbeda yang justru heran jika kemudian komunitas ini merupakan
membuat mereka menjadi sesuatu yang anti- bagian dari youth subculture, sebab dibentuk
mainstream. dan dikembangkan sendiri oleh anak muda
Pertama, Komunitas Surabaya Wotagei dengan sesuatu yang tengah populer di
merupakan bagian dari kelompok penggemar masyarakat yang pada akhirnya membuat
yang bahkan bisa disebut bagian dari subkultur. komunitas ini mudah dikenali. Tak hanya itu,
Sebab mereka menghadirkan sesuatu yang Komunitas Surabaya Wotagei merupakan
baru, yang berbeda dari kelompok penggemar perwujudan atas fandom juga sub budaya anak
selebriti pada umumnya. Kesukaan terhadap muda yang dirasa lebih kekinian, yang kerap
AKB48 juga JKT48 mereka wujudkan dalam disebut sebagai budaya populer sehingga
bentuk tarian dan gerakan serta teriakan yang mampu membuat banyak orang, paling tidak,
memang ditampilkan dalam beberapa ingin mengenali dan mengetahui kelompok
kesempatan, bukan hanya saat AKB48 atau tersebut.
129 | P a g e
https://doi.org/10.25077/ jantro.v21.n1.p121-131.2019 Aninditya Ardhana Riswari
Aninditya Ardhana Riswari/JURNAL ANTROPOLOGI: ISU-ISU SOSIAL BUDAYA - VOL. 21 NO. 01 (JUNE 2019)

Di sisi lain hadirnya anggota komunitas untuk saling menjatuhkan. Kondisi ini yang
yang mayoritas beranggotakan laki-laki ini memunculkan suasana budaya yang menye-
hendaknya menjadi sesuatu yang menarik, yang nangkan, yang tentunya hadir dari gerakan anak
membuat komunitas Wota memiliki sesuatu yang muda.
berbeda dari para kumpulan fans kebanyakan.
Hal ini pula yang memicu pertanyaan, apakah ini
termasuk bagian dari gerakan kaum lelaki (men’s E. UCAPAN TERIMA KASIH
movement)? Di mana seperti yang disebut

P
Barker (2014:170) bahwa gerakan ini muncul eneliti berterima kasih kepada Magister
untuk mengimbangi, mengoreksi, atau bahkan Kajian Sastra dan Budaya Universitas
memperbaiki gerakan perempuan. Namun yang Airlangga atas kepercayaan yang
tak boleh dilupakan ialah, dalam komunitas ini diberikan untuk menyelesaikan artikel ini.
turut termuat nilai-nilai sosial, di mana masing-
masing anggota di dalamnya mengaku menjalin
kekerabatan yang baik tanpa memiliki upaya

DAFTAR PUSTAKA

Barker, Chris. (2014). Kamus Kajian Budaya. Sleman: Kanisius.


Barker, Chris. (2015). Cultural Studies: Teori dan Praktik. Bantul: Kreasi Wacana.
Bourdaa, M., and Javier Lozano. (2016). Contemporary Participative TV Audiences: Identity, Autorship
and Advertising Practices Between Fandom. Journal Participations Volume 13. Page 2-13.
Choi, Yun-Jung. (2011). The Globalization of K-Pop: Is K-Pop Losing its Korean-ness?. Journal
Situations 5. Page 61–67.
Fauziah, R., dan Diah Kusumawati. (2013). Fandom K-Pop Idol dan Media Sosial. Jurnal. Universitas
Sebelas Maret Surakarta.
Fitri, Annisaa. (2015). Fandom dan Media (Analisis Isi Kualitatif Pesan Tweet dalam Fandom Slash
pairing Wonkyu di Twitter pada Kalangan Shipper di Jakarta). Jurnal. Universitas Sebelas
Maret Surakarta.
Fulamah, Furi Nur. (2015). Konstruksi Identitas Kelompok Penggemar (Fandom) Fanfiction di
Kalangan Remaja Urban. Jurnal Universitas Airlangga.
Harrington, C. L., & Bielby, D. (2010). A life Course Perspective on Fandom. Journal of Cultural
Studies.
Hidayati, Widya Nur. (2015). Pengalaman Komunikasi JKT48 dalam Fandom JKT48. Skripsi.
Universitas Diponegoro Semarang.
Ismail, Rokiah. (2017). Musik Rock Alternatif dalam Kalangan Remaja: Isu Sub-budaya Remaja dan
Pembangunan Insan dalam Era Globalisasi. Jurnal Antropologi dan Isu-isu Sosial Budaya
(Jantro). Halaman 11-25.
Jenkins, Henry. (1992). Textual Poachers: Television Fans & Participatory Culture. New York:
Routledge.
Jenkins, Henry. et, al. (2009). Confronting The Challengess of Participatory Culture: Media Education
for the 21st Century. Massachusetts: MIT Press.
Otmazgien, N., and Irina Lyan. (2013). Hallyu Across The Desert: K-Pop Fandom in Israel and
Palestine. Journal. Cross-Currents: East Asian History and Culture Review E-Journal No.9.
Page 68-89.
Permana, Andika. (2014). Studi Fandom JKT48 Sebagai Pop Culture. Jurnal Common Line
Departemen Komunikasi Volume 3. Page 442-453.
Pramudyaningsih, Novi Rahayu. (2013). Pengaruh Penggunaan Selebriti dalam Iklan Terhadap Minat
Beli Konsumen Pelembab Muka Pond’s di Kota Semarang. Jurnal. Fakultas Ekonomi dan
Bisnis Universitas Dian Nuswantoro Semarang.
Ruslan, Rosady. (2010). Manajemen Public Relations & Media Komunikasi. Jakarta: RajaGrafindo
Persada.
Salim, Rachmat Lukman Hakim. (2015). Gaya Hidup Komunitas Wotagei di Surabaya. Skripsi.
Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.
Sari, Ratna Permata. (2012). Fandom dan Konsumsi Media: Studi Etnografi Kelompok Penggemar
Super Junior, ELF Jogja. Jurnal Komunikasi Volume 6. Halaman 79-90.
130 | P a g e
Aninditya Ardhana Riswari https://doi.org/10.25077/ jantro.v21.n1.p121-131.2019
Aninditya Ardhana Riswari/JURNAL ANTROPOLOGI: ISU-ISU SOSIAL BUDAYA - VOL. 21 NO. 01 (JUNE 2019)

Tartila, Pintani Linta. (2017). Fanatisme Fans KPop dalam Blog NetizenBuzz. Jurnal. Universitas
Airlangga.
Webb, Adam. (2009). Music Experience and Behaviour in Young People Spring 2008. Journal. British
Music Rights University of Hertfordshire.

131 | P a g e
https://doi.org/10.25077/ jantro.v21.n1.p121-131.2019 Aninditya Ardhana Riswari
PETUNJUK PENULISAN YANG WAJIB DIKETAHUI OLEH PENULIS
JURNAL ANTROPOLOGI: ISU-ISU SOSIAL BUDAYA

JENIS NASKAH SEBAGAI BERIKUT:

Naskah yang diterima adalah artikel yang belum pernah dipublikasikan sebelumnya (original). Naskah dapat berupa
jurnal laporan hasil penelitian atau artikel review. Naskah ditulis mempergunakan Bahasa Indonesia atau Bahasa
Inggris.

SISTEMATIKA NASKAH SEBAGAI BERIKUT:

1. Judul artikel
2. Nama lengkap penulis (tidak disingkat, tanpa gelar)
3. Afiliasi penulis (instansi tempat penulis bekerja dan alamat korespondensi)
4. Abstrak dan Kata kunci (Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris)
5. Pendahuluan
6. Metode Penelitian
7. Hasil dan Pembahasan
8. Kesimpulan & Saran
9. Ucapan terimakasih
10. Daftar Pustaka (Sistem APA)

PETUNJUK PENULISAN
1. Artikel ditulis sesuai dengan kaidah penggunaan bahasa yang berlaku. Artikel diketik dengan satu spasi
pada kertas A 4 dengan menggunakan program pengolah kata MS-Word for Windows, menggunakan
huruf “Arial” 10 font, rata kiri, tanpa pemenggalan kata (hard-hyphenation), dan panjang tulisan 5.000-
5.500 kata.
2. Judul artikel ditulis secara spesifik dan efektif, tidak lebih dari 11 kata.
3. Artikel dilengkapi dengan abstrak dalam bahasa Inggris dan Indonesia (dua bahasa), masing-masing
berisi 100 s.d 150 kata, disertai 3 s.d 5 kata kunci
4. Artikel ditulis dalam bentuk essay, sehingga tidak ada format numeric (atau abjad) yang memisahkan
antarbab/bagian, ataupun untuk menandai bab/bagian baru; Kesimpulan tidak dirinci dalam poin-poin,
tetapi berupa paragraph. Setiap kutipan harus menyebutkan sumber pustaka yang termutakhir secara
lengkap dan ditulis dengan sistem running note, misalnya:

Jurnal:
Zamzami, Lucky. (2011). Pemberdayaan Masyarakat Pesisir, Jurnal MIMBAR: Sosial dan Pembangunan. Vol. 8,
No.3, pp. 209–223.
Buku:
Effendi, Nursyirwan, (eds) (2007). ‘Pembangunan Sosial dan Pembangunan’, Edisi 1, Laboratorium Antropologi
Bagian dari buku:
Manan, B. (2010). Managing Innovation in the Information Age, in: Soelaiman, T.M. (Ed.) Seeing Differently: Insight
on Innovation, Harvard Business Review Book, pp.193-202.

Conference paper (proceedings):


Dahlan, M.D. dan Tirtosudiro, A. (2010). Quality System Based on ISO 9000 Combined with QFD Proceedings:
World Innovation & Strategy Conference 1998 incorporating 4th International Symposium on Quality Function
Deployment, 2-5 August, Sydney Australia, pp.1-8.

Internet (bila ada) disusun dengan menyebutkan nama, judul artikel dan alamat situs web dalam kurung siku serta
waktu mengakses. Contoh: R. Ceha (2010). Fenomena Anak Jalanan. (http://www.mailarchive.com/kimia
ui.html+anak+jalanan&hl) diunduh pada 1 Januari 2014.

Penulis yang ingin memasukkan naskah harus memperhatikan poin-poin di bawah ini. Jika naskah tidak sesuai
dengan persyaratan yang telah dicantumkan, ada kemungkinan naskah tersebut akan dikembalikan.

1. Dengan ini penulis menyatakan, bahwa naskah ini adalah hasil karya penulis sendiri.
2. Dengan ini penulis menyatakan, bahwa naskah ini belum pernah diterbitkan atau dalam proses
penerbitan pada media apapun.
3. Dengan ini penulis menyatakan, bahwa naskah ini dibuat tanpa ada unsur plagiasi sedikitpun.
4. Dengan ini penulis menyatakan, panjang naskah yang diberikan adalah antara 10 sampai 15 halaman A4
(210 x 297 mm) termasuk di dalamnya gambar dan tabel.
5. Dengan ini penulis menyatakan, format dan aturan penulisan dalam naskah ini telah sesuai dengan
format yang telah ditentukan dan telah menggunakan Bahasa Indonesia yang sesuai dengan Ejaan Yang
Disempurnakan (EYD)
6. Penulis menyatakan, bersedia bertanggung jawab penuh terhadap isi naskah yang telah di submit
maupun yang diterbitkan jika dikemudian hari ada pihak-pihak yang mempermasalahkan-nya.
7. Dengan ini penulis menyatakan, referensi yang digunakan minimum 10 sumber referensi, dengan > 70%
adalah berasal dari 10 tahun terakhir.

Jurnal Antropologi:Isu-Isu Sosial Budaya telah mendapatkan akreditasi nasional peringkat 2 Ristek Dikti,
dengan nomor SK: 34/E/KPT/2018 Tanggal 10 Desember 2018
Percetakan:
CV. Gemudi Group
Jalan Perak Kota Padang

Anda mungkin juga menyukai