Anda di halaman 1dari 22

DIKTAT

MANAJEMEN KEPEMIMPINAN TEORI DAN APLIKASI

Disiapkan Untuk Memenuhi Tugas Kelompok Matakuliah


Kepemimpinan Dan Dinamika kelompok

Oleh:

NISWATUL JANNAH 18041025

AENUL HAYATI 18041009

DONI KUSUMA 18041035

DENAWANTO 15141005

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNDIKMA MATARAM

2019

i
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Tuhan yang Maha Esa telah menolong hamba-Nya
menyelesaikan makalah ini dengan penuh kemudahan. Tanpa pertolongan Dia
mungkin penyusun tidak akan sanggup menyelesaikan dengan baik.

Diktat ini disusun agar pembaca dapat memperluas pengetahuan tentang


Manajemen Kepemimpinan khususnya kepemimpinan dan kaderisasi, pengaruh
keputusan kepemimpinan terhadap karyawan serta balanced scorecard dalam
persfektif manajemen kepemimpinan. Diktat yang di sajikan berdasarkan
pengamatan dari berbagai sumber. Diktat ini di susun oleh penyusun dengan
berbagai rintangan. Baik itu yang datang dari diri penyusun maupun yang datang
dari luar. Namun dengan penuh kesabaran dan terutama pertolongan dari Tuhan
akhirnya makalah ini dapat terselesaikan.

Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada
pembaca. Walaupun Diktat ini memiliki kelebihan dan kekurangan. Penyusun
mohon untuk saran dan kritiknya. Terima kasih.

ii
DAFTAR ISI

Cover .......................................................................................................................... i

Kata Pengantar ........................................................................................................... ii

Daftar Isi..................................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN

1. Kepemimpinan dan kaderisasi .....................................................................1


2. Pengaruh kaderisasi kepemimpinan terhadap suatu organisasi ...................2
3. Kepemimpinan yang otoriter dan tidak amanah ..........................................3

BAB II PEMBAHASAN

1. Pengaruh keputusan pimpinan terhadap kualitas kinerja ............................. 5

2. Hubungan pemimpin dan karyawan dalam perspektif manajemen


keputusan .....................................................................................................6

3. Solusi dalam menyelesaikan masalah dalam hubungan kepemimpinan


dan karyawan ...............................................................................................8

BAB II PENUTUP

1. Definisi balanced scorecard ........................................................................9


2. Balanced scorecard dan manajemen kepemimpinan ...................................10
3. Kerangka balanced scorecard (BSC) ...........................................................11
4. Bentuk, karakteristik, mekanisme, balanced scorecard ...............................11
5. Konsep strategi balanced scorecard .............................................................13
6. Manajemen kepemimpinan berbasiskan balanced scorecard ....................... 14

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................. 17

iii
BAB I

KEPEMIMPINAN DAN KADERISASI

1. Kepemimpinan Dan Kaderisasi


Menurut Irham Fahmi (2017: 15) “Kepemimpinan adalah suatu
ilmu yang mengkaji secara komprehensif tentang bagaimana
mengarahkan, mempengaruhi, dan mengawasi orang lain untuk
mengerjakan tugas sesuai dengan perintah yang direncanakan”. Ilmu
kepemimpinan telah semakin banyak berkembang seiring dengan
dinamika perkembangan hidup manusia. Sedangkan kepemimpinan
menurut Jhon Maxwell (2004: 10) mengatakan “Kepemimpinan adalah
kemampuan untuk meraih suatu posisi, bukan untuk mendapatkan
pengikut”.
Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa
Kepemimpinan adalah kemampuan seseorang untuk mempengaruhi,
mengarahkan, mengawasi orang lain untuk menyelesaikan tugas yang
sudah direncanakan.
Menurut Nanang Fatah (dalam Farid Nofriad, 2013: 226) “Kader
pada mulanya adalah suatu istilah militer atau perjuangan yang berasal
dari kata carde yang definisinya adalah pembinaan yang tetap sebuah
pasukan inti ( yang terpercaya ) yang sewaktu waktu diperlukan”.
Sedangkan menurut Insan Harap (2017: 02) “Kaderisasi kepemimpinan
adalah proses mempersiapkan seseorang menjadi pemimpin penganti di
masa depan yang akan memikul tanggung jawab penting dan besar dalam
lingkungan suatu organisasi”. Oleh karena itu, proses kaderisasi
kepemimpinan ini lebih mengacu pada sebuah proses untuk mengerakan
sekumpulan orang menuju ke suatu tujuan yang telah ditetapkan tanpa
adanya paksaan.
Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa
Kaderisasi Kepemimpinan adalah pembinaan yang tetap kepada calon

1
pengganti atau penerus pemimpin yang di persiaokan sejak dini untuk
memikul tanggung jawab sebagai pemimpin masa depan.
Secara umum ada beberapa tujuan mengapa seorang pemimpin
membuat keputusan untuk menciptakan kaderisasi kepemimpinan,
menurut Irham Fahmi (2017: 89) tujuan yang ingin dicapai yaitu:
a. Memberikan suatu kondisi stabilitas, sehingga perencanaan
pembangunan yang telah dilakukan dapat terlaksana.
b. Dapat mempertahankan pelaksanaan pekerjaan yang diperkirakan tidak
dapat diselesaikan dalam jangka waktu menengah namun bersifat
jangka panjang.
c. Menciptakan pengembangan dan pembangunan yang berkelanjutan.
Sehingga visi misi yang sudah direncanakan dapat dipertahankan serta
terwujudkan

2. Pengaruh Kaderisasi Kepemimpinan Terhadap Suatu Organisasi


Suatu organisasi yang besar selalu bermula dari organisasi yang
kecil, dan tidak terkecuali pada lahirnya perusahan yang besar selalu
diawali dengan perusahaan yang kecil. Artinya mimpi yang besar selalu
diawali dengan mimpi-mimpi yang kecil. Atas dasar penafsiran sederhana
ini kita bisa menjabarkan bahwa suatu perusahanan akan menjadi besar
jika ia memiliki konsep kaderisasi di dalamnya.
Menurut Irham Fahmi (2017: 89) “Konsep kaderisasi tidak hanya
pada pemimpin atau kalangan top management saja namun juga
memungkinkan pada kalangan middle dan lower mmanagemnt. Keputusan
recruitment and positioning yang tepat sangat membantu pembentukan
kualitas kaderisasi yang dihasilkan”. Sehingga wajar jika suatu perusahaan
berusaha mencari pengganti terbaik yang bisa ditempatkan pada setiat
posisi pada saat seorang karyawan dilakuakan tindakan promosi ke jenjang
berikutnya.
Menurut Rivai (dalam Insan Harahap:2017:02) ada beberapa faktor
yang mendasari perlunya kaderisasi kepemimpinan, yaitu:
a. Adanya ketentuan periode kepemimpinan seseorang dalam sebuah
organisasi
2
b. Adanya penolakan dari anggota kelompok yang menghendaki
pergantian kepemimpinan, baik secara wajar maupun tidak wajar
c. Proses alamiah yakni usia yang menjadi tua dan kehilangan
kemampuan memimpin (Pensiun)
d. Kematian
e. Dapat membentuk organisasi dengan perkiraan dalam jumlah
ketersediaan pemimpin yang diperlukan dimasa depan secara
berkesinambungan
Seorang pemimpin yang demokratis ia selalu berusaha
bekerjasama dengan kelompoknya, dengan tujuan agar ia mengerti benar
kondisi orang-orang disekelilingnya. Hal ini senada dengan pendapat Tety
Rosmiati dan Dedy Achmad kurniady (dalam Irham Fahmi, 2017: 90)
bahwa:
“Pemimpin yang demokratis menafsirkan kepemimpinannya
sebagai sebuah diktator, melainkan sebagai pemimpin di tengah-
tengah anggota kelompoknya. Pemimpin yang demokratis selalu
berusaha menstimulasi anggota-anggotanya agar bekerja secara
produktif untuk mencapai tujuan bersama. Dalam tindakan dan
usaha-usahanya ia selalu berpangkal pada kepentingan dan
kebutuhan kelompoknya, dan mempertimbangkan kesanggupan
serta kemampuan kelompoknya’.

Irham Fahmi (2017: 90-91) mengatakan bahwa kepeimpinan


secara demokratis memiliki banyak manfaat yang diperoleh yaitu:
a. Para pemimpin dapat lebih mengenal setiap kader yang akan
diperomosikan suatu saat.
b. Pemahanman pemimpin kepada diri serang karyawan tidak hanya
sebatas pada kepemilikan kompetensi keilmuan saja, namun juga pada
sisi psikologis diri karyawan yang bersangkutan.
c. Konsep pemimpina demokratis memiliki arti besar dalam mendorong
pembentukan manajeman yang berkelanjutan
Irham Fahmi (2017: 91) mengatakan ada beberapa persoalan yang
akan timbul apabila suatu organisasi tidak menerapkan kaderisari
kepemimpinan, dimana dampaknya dapat bersifat jangka pendek maupun
jangka panjang, yaitu:

3
a. Dampak jangka pendek. Organisasi tersebut mengalami penurunan
kinerja karena sosok pemimpin yang selama ini dianggap oleh para
karyawan sebagai contoh atau tauladan tidak dimiliki lagi.
b. Dampak jangka panjang. Organisasi tersebut kehilangan banyak target
yang selama ini telah direncanakan. Visi misi yang telah dirancang
tidak dapat dilaksanakan karena tidak ada penerus yang mengerti cara
mmenjalankan visi misi tersebut. Hilangnya para mitra yang selama ini
menjadi penyokong organisasi tersebut.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan ada beberapa
dampak yang terjadi apabila organisasi tidak melakukan kaderisasi,
antaranlain:
a) Penurunan kinerja dari organisasi
b) Tidak memiliki pemimpin yang handal
c) Organisasi tersebut kehilangan banyak target yang sudah
direncanakan
d) Tidak terlaksana visi misi secara baik sesuai dengan tujuan dari
organisasi
e) Hilangnya kerjasama antara mitra organisasi
3. Kepemimpinan Yang Otoriter
Irham Fahmi (2017: 93) mengatakan bahwa: “Sifat kepemimpinan
yang dimiliki oleh seseorang tidak akan diperoleh begitu saja. Namun
semua itu adalah proses yang diterima dari waktu ke waktu.
Kepemimpinan dengan segala kualitas kepemimpinan merupakan bentuk
pengayaan diri dari setiap bentuk serta kejadian yang dilihat”. Ada
beberapa pemimpin yang cenderung tidak amanah dalam melaksanakan
tugas kepemimpinannya. Dengan kata lain ketika ia diberi kesempatan
untuk memimpin cendrung melaksanakan kepemimpinan dengans eluas-
luasnya, dan berusaha membuat orang merasa takut terhadap kekuasaan
yang dimilikinya. Sebuah model kpemimpinan secara otoriter jika
diteruskan pemimpin yang demokratis ini juga bisa membahayakan
dirinya.
Kepemimpinan otoriter bersifat kekuasaan yang mutlak, sementara
demokratis mendengarkan keluhan rakyat secara detail atau dengan kata
4
lain kekuasaan dari rakyat oleh rakyat dan untuk rakyat. Pada saat terjadi
proses pemindahan kekuasaan dari otoriter ke demokratis ini sering terjadi
berbagai bentuk euporia. Pihak selanjutnya berusaha menghukum
penguasa otoriter sebelumnya dan para pendukungnya. Penafsiran eforia
adalah keadan yang terjadi dimana rakyat di Negara tersebut menyambut
datangnya suatu keadaan yang lebih baik dari sebelunya atau bersifat
gembira.
Dalam menerapkan konsep kepemimpinan yang demokratis dalam
usaha yang sebelumnya menggunakan sistem kepemimpinan otoriter,
diperlukn pemahaman yang mendalam tentang kondisi para pegawai dan
lain sebagainya. Dalam penerapan kepemimpinan demokratis yang
sebelumnya kepemimpinan otoriter, ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan Irham Fahmi (2017:95), yaitu:
a. Pihak karyawan telah terbiasa denga konsep kepemimpinan yang keras
dan otoriter. Sehingga jika dilakukan perubahan ke pemimpinan yang
demokratis dengan cara menampung aspirasi, saran, keluhan, dan
masukan karyawan akan membutuhkan waktu yang lama.
b. Pada masa transisi perubahan dari sitem otoriter ke demokratis
memungkinkan bisa menyebabkan perubahan dalam banyak sisi, tidak
terkecuali pro dan kontra dari kalangan internal dan eksternal.
c. Perubahan dari otoriter ke demokratis dapat dilakukan dengan syarat
semuanya di kerjakan secara sistemastis dan step by step yaitu sekala
prioritas yang dibuat.

5
BAB II

PENGARUH KEPUTUSAN KEPEMIMPINAN

TERHADAP KARYAWAN

1. Pengaruh Kepemimpinan Terhadap Kualitas Kinerja


Irham Fahmi (2017: 99) mengatakan dalam suatu organisasi fungsi
dan peran pemimpin dalam mendorong pembentukan organisai yang
diharapkan menjadi dominan. Pada era globalisasi kepemimpinan yang
dibutuhkan adalah yang memiliki kompetensi yang tinggi, kompetensi itu
bisa diperoleh jika pemimpin itu memiliki pengalaman dan ilmu
pengetahuan yang maksimal. Karyawan salah satu bentuk asset internal
yang paling berharga dumiliki oleh perusahaan. Artinya dengan kebijakan
usaha yang kuat untuk selalu menjaga dan memmpertahankan karyawaan
maka diharapkan mampu menghindari factor-faktor yng mengakibatkan
tidak tercapainya tujuan organisasi. Menurut Moeller dan Witt (dalam
Irham Fahmi, 2017:1999: 100) factor-faktor yang mengakibatkan tidak
tercapainya tujuan orgnisasi antara lain: (1) management overrides or
collusion; (2) internal control cost versus benefits.
Seorang pemimpin memiliki pengaruh besar dalam mendorong
peningkatan kinerja karyawan. Peningkatan kualitas kinerja bawahan
memiliki pengaruh pada penciptaan kualitas kinerja sesuai dengan
pengharapan. Seorang pemimpin harus mampu mengarahkan bawahanya
untuk memiliki kompetensi dalam bekerja. Karena dengan memiliki
kompetensi dan keahlian karyawan mampu mendorong peningkatan
kualitas kinerja perusahaan. Kompetensi tidak dpat diperoleh dengan
waktu yang cepat, naun bisa diperoleh secara perlahan dan berlangsung
dalam waktu yang lama.
Menurut Irham Fahmi (2017: 105) “Seorang pemimpin yang baik
adalah pemimpin yang paling sedikit memimpin, tetapi seorang pemimpin
yang tidak baik adalah pemimpin yang terlalu banyak memimpin. Artinya
jika seorang pemimpin terlalu banyak mengurusi berbagai urusan setiap
keputusan sangat bergantung pada diri pemimpin tersebut maka pemimpin
tersebut telah menciptakan ketergantungan yang begitu tinggi pada
6
dirinya”. Setiap karyawan tidak pernah brinisiatif dalam mengambil
keputusan dan selalu menunggu keputusan pemimpin, maka hal ini akan
memperlambat pengambilan keputusan. Termasuk ini pemimpin lemah
dalam mengkaderisasi para karyawannya.
Siagian (dalam Irham Fahmi:2017:106) menegaskan syarat
pemimpin yang baik adalah memahami sepuluh hukum human relations
dengan baik. Dengan tujuan agar pemimpin tersebut mampu memahami
dan menempatkan dirinya, bawahan, dan organisasi secara satu kesatuan
yang terkelola secara baik dan berkesinambungan. Sepuluh hukum itu
adalah:
a. Adanya sinkronisasi antara tujuan organisasi dengan tujuan pribadi
para anggota organisasi yang bersangkutan.
b. Suasana dan ikli kerja yang menyenangkan dalam penuh persahabatan.
c. Inforalitas yang dipadu secara baik dengan formalitas dalam intraksi
antara pemimpin dan bawahan.
d. Tidak memperlakukan manusia sama dengan mesin.
e. Pengembangan kemampuan bawahan sampai ke tingkat yang
maksimal.
f. Pekerjaan yang menari dan penuh tantangan, bukan yang bersifat rutin.
g. Pengakuan dan penghargaan atas pelaksanaan tugas dengan baik.
h. Sarana dan prasarana kerja yang memadai.
i. Penempatan kerja yang tepat berdasarkan keahlian, keterampilan dan
berdasarkan pengalaman seseorang.
j. Balas jasa yang setimpal dngan jasa yang diberikan yang sekaligus
dapat menjamin taraf hidup yang wajar.

2. Hubungan Pemimpin Dan Karyawan Dalam Perspektif Manajemen


Keputusan
Irham Fahmi (2017:106) menegaskan hubungan antara pemimpin
dan karyawan pegawai, sangat dipengaruhi oleh gaya pemimpin yang
dimiliki. Ini disebabkan pemimpin memiliki kekuasaan dan otoritas lebih
dalam usaha membentuk terwujudnya suatu model manajemen organisasi
yang diharapkan. Dari berbagai literature dalam konteks hubungan antara
7
pemimpin dan karyawan ada dua agaya kepeimpinan yang diterapkan,
yaitu:
a. Pemimpin dengan gaya orientasi tugas (task-oriented).
b. Pemimpin dengan gaya orientasi pegawai (employee-oriented).
Pemimpin dengan gaya kepemimpinan yang lebih mengutaakan
berorientasi tugas adalah cenderung sangat mengejar target penjualan atau
pengejaran proyek dengan hasil maksimal, dan menempatkan para
karyawan serta seluruh sumber daya yang dimiliki demi tercapainya target.
Irham Fahmi (2017:107) Pada pemimpin dengan gaya orientasi tugas ini
akan terlihat pada ciri-ciri sebagai berikut:
a. Menghindari sifat suka melalaikan tugas.
b. Berusaha memberikan kepuasan kepada klien, mitra bisnis, birokrat,
konsumen dan lainya sesuai dengan permintaanya.
c. Menghindari cacat kerja atau produk yang tidak sempurna.
d. Mengutamakan servis purna jual kepada konsumen, dan klien.
e. Menjunjung tinggi terwujudnya reputasi perusahaan sesuai dengan visi
misi perusahaan.
Sedangkan pemimpin yang berorientasi pegawai adalah peimpin
yang memiliki pandangan dan konsep kaderisasi. Konsep kaderisasi
tersebut terlihat dengan cara pemimpin berusaha membesarkan para
karyawan yang dianggap memiliki potensi untuk dididik dan diberikan
pelatihan kepemimpinan, dengan tujuan pegawai tersebut suatu saat
diharapkan mampu memberikan pengaruh bagi kemajuan organisasi serta
meningkatkan penjualan dan penghasilan perusahaan.
Secara kenyataaan ada beberapa pemimpin yang sulit menerapkan
konsep demokrasi dalam orgnisasi bisnis yang dimmilikinya. Konsep
demokrasi artinya kepemimpinan dan beberapa jabatan strategis boleh dan
hanya layak dipimpin oleh mereka yang memiliki kredibilitas serta
reputasi yang dipertanggung jawabkan.
Ada hal yang harus diperhatikan oleh seorang pemimpn pada saat
berkeinginan memutuskan dan melaksanakan keputusan yang dibuatnya,
yaitu memahaminya dalam bentuk pertanyaan. Termasuk salah satunya

8
berusaha memperkcil resiko yang memungkinkkan bisa timbul dari
keputusan tersebut. Karena itu seorang pemimpin yang harus
mempertanyakan hal-hal sebagai berikut Vroom dan Yetton (dalam Irham
Fahmi:2017:109):
A. Apakah keputusan yang dibuat memerlukan penyelesaian yang
berkualitas tinggi
B. Apaka informasi tambahan yang diperlukan , siapa yang memilikinya
dan bagaimana cara mengumpulkannya
C. Apakah saya sanggup memecahkannya sendiri, apkah saya perlu
tambahan bantuan dan konsultan
D. Apakah bawahan juga berkepentingan dalamm tujuan yang diinginkn
dicapai dalamm memecahkan masalah
3. Solusi Dalam Menyelesaikan Masalah Dalam Hubungan
Kepemimpinan Dan Karyawan
Irham Fahmi (2017:110) menegaskan ada beberapa solusi secara
umum yang dapat diterapkan dalam penyelesaian masalah dala bidang
kepemimpinan, yaitu:
a. Membangun dan menghilangkan semangat kemalasan dikalangan
karyawan. Karena dengan memiliki karyawan yang rajin
memungkinkan pemimpin untuk menggerakan organisasi mencapai
tujuan visi dan misi yang diharapkan
b. Bagi para pemimpin agar selalu melakuan upgrade pada ilmu yang
dimiliki. Dengan tujuan agar perkembangan ilmu yang terjadi di setiap
waktu dapat teruss diterapkan di perusahaan.
c. Pemmimpin harus mampu meperlihatkan sisi positif pada dirinya
sehingga ia menjadi pihak yang selalu diteladani. Seperti disiplin,
berpakaian selalu dalam keadaan rapi, membangun keakraban sesama
karyawan dengan tetap menjaga mana batasan-batasan yang boleh
dimasuki oleh karyawan.
d. Memperhatikan tingkat kesejahtraan para karyawan, serta
mengkapanyaekan tujauan perusahaan padda tahun depan yang harus
disiapkan serta apa dampaknya bagi karyawan jika semua itu dapat
terwujud dengan baik.
9
BAB III

BALANCED SCORECARD DALAM PERSFEKTIF MANAJEMEN


KEPEMIMPINAN

1. Definisi Balanced Scorecard


Ita mariza (2003:129) “Balanced scorecard adalah suatu laporan
akuntansi yang meliputi empat sukses faktor, yaitu keuangan, konsumen,
internal perusahaan, dan adanya inovasi serta pembelajaran yang
dilakukan oleh perusahaan”. Sedangkan menurut Irham Fahmi (2017:116)
“Balanced Scorecard merupkan suatu konsep yang bertujuan untuk
mendukung perwujudan visi, misi, dan strategi perusahaan dengan
menekankan pada empat kajian yaitu perspektif keuangan, pelanggan,
bisnis internal, serta pembelajaran dan pertumbuhan dengan bersifat
jangka panjang”. Balanced scorecard berasal dari dua suku kata: (1) kartu
skor (scorecard) dan (2) berimbang (balanced). Kartu skor adalah kartu
yang digunakan untuk mencatat skor hasil kinerja suatu organisasi atau
skor individu. Kata berimbang dimaksud untu menunjukan bahwa kinerja
organisasi/individu diukur secara imbang dari dua aspek; keungan dan non
keungan, jangkka pendek dan jangka panjang, internal dan eksternal.
Berdasarkan beberapa pengertian di atas maka dapat disimpulkan
bahwa Balanced Scorecard adalah suatu konsep pelaporan yang meliputi
keuangan, pelanggan, internal perusahaan, serta pembelajaran dan
pertumbuhan untuk mendukung perealisasian visi misi dan strategi
perusahaan.
2. Balanced Scorecard Dalam Kepemimpinan
Irham Fahmi (2017:117) menyatakan bahwa ada hubungan yang
kuat antara konsep balanced scorecard dan manajeman kepemimpinan.
Setiap pemimpin dalam mendukung pengambilan keputusan ia memrlukan
analisis dan pandangan dari berbagai sudut pandangan. Dengan tujuan

10
semua itu akan memberikan penguatan pada keputusan yang akan
dihasilkan nantiya.
Dimana salah satu sisi yang ditekankan dalam balanced scorecard
adalah menghasilkan keputusan yang memiliki nilai yang bersifat
berimbang, dan memang salah satu bentuk keputusan yang diberikan oleh
pemimpin adalah memiliki nilai keputusan yang berimbang. Artinya ia
tidak bisa memaksa setiap keputusan yang dilakukan atas dasar mengear
profit yang tinggi tanpa pemikirkan pengembangan kualitas karyawan,
termasuk menyediakan fasilitas yang dibutuhkan karyawan, seperti gaji
yang mencukupi, tunangan, jaminan hari tua, jaminan kesehatan, dan
berbagai bentuk lainnya.
Posisi top managemen selalu berkeinginan untuk memberikan
kinerja maksimal khususnya kepada komisaris sebagai pemilik
perusahaan. Secara konsep memang manajemen perusahaan diharuskan
untuk memberikan kepuasan yang maksimal kepada pemegang saham.
Namun pihak top managemen selaku pemimpin perusahaan tidak bisa
meihat semua itu dari sudut keuangan saja. Karena untuk mendorong
meningkatnya grafik keuangan perusahaan dalam artian profit juga harus
dilihat dari non keuangan, dan balanced scrorecard memiliki arti kuat
dalam menjelaskan ini semua kepada pihak perusahaan.
3. Kerangka Balanced Scorecard
Ada banyak penelitian yang telah dilakukan tentang balanced
scorecard (BSC) baik oleh peneliti domestic maupun asing. Secara umum
semuanya menekankan pada emat persefektif balanced scorecard yaitu
financial, customer, internal business processes, dan learning and groth.
Keempat bidang tersebut merupakan standard persfektif yang
dikemukakan oleh Kaplan dan Norton (dalam Irham Fahmi:118) sebagai
pihak penggagas utama konsep BSC tersebut.
a. Perspektif Financial
BSC dibangun dari studi pengukuran kinerja di sector bisnis, sehingga
yang dimaksud perspektif financial disini adalah terkait dengan
financial sustainability. Perspektif ini digunakan oleh shareholder
dalam rangka melakukan penilaian kinerja organisasi. Apabila
11
dinarasikan akan berbunyi “Organisasi harus memenuhi sebagaimana
harapan shareholders agar dinilai berhasil oleh shareholders”.
b. Perspektif customer
Perspektif customer adalah perspektif yang berorientasi pada
pelanggan karena merekalah pemakai produk/jasa yang dihasilkan
organisasi. Dengan kata lain, organisasi harus memperhatikan yang
diinginkan oeleh pelanggan.
c. Perspektif internal business process
Perspktif internal business process adalah serangkaian aktivitas yang
ada dala organisasi untukmenciptakan produk/jasa dalam rangka
memenuhi harapan pelanggan. Perspektif ini menjelaskan proses bisnis
yang dikelola untuk memberikan layanan dan nilai-nilai kepada
stakeholder dan customer.
d. Perspektif learning dan growth
Perspektif learning dan growth adalah perspektif yang
menggambarkan kemampuan organisasi untuk melakukan perbaikan
dan perubahan dengan memanfaatkan sumber daya internal organisasi.
Kesinambungan suatu organisasi dalam jangka panjang sangat
bergantung pada perspektif ini.
Keempat bidang tersebut bekerja sebagai sebuah kerangka dalam
memperkuat terwujudnya visi dan misi perusahan. Dalam konteks
pemahaman kerangka ini patut kita menyimak pendapat dari Sony
Yuwono, dkk (dalam Irham Fahmi:2017:119) Bahwa, “BSC memberikan
sebuah kerangka untuk memandang strategi yang digunakan untuk
menciptakan nilai dan dari empat perspektif:
a. Financial: strategi pertumbuhan, profitabilitas, risiko dipandang dan
sisi pemegang saham;
b. Customer: strategi untuk menciptakan nilai dan diferensiasi dari
kacamata pelanggan;
c. Internal Business Process: prioritas strategi atas berbagai proses bisnis
yang menciptakan kepuasan pelanggan dan pemegang saham;

12
d. Learning and Growth: Berbagai prioritas untuk menciptakan
lingkungan yang kondusif bagi perubahan, inovasi, dan pertumbuhan
secara organisasional.
Dalam konteks ini BSC memegang andil untuk menciptakan
sinergisitas dalam pembentukan proses manajemen. Ini sebagaimana
dikatakan oleh Kaplan dan Norton (dalam Irham Fahmi:2017:120)
menegaskan bahwa, “Perusahaan mengungkapkan fokus pengukuran
scorecard untuk menghasilkan berbagai proses manajemen penting:
a. Memperjelas dan menerjemahkan visi dan strategi.
b. Mengkomunikasikan dan mengaitkan berbagai tujuan dan ukuran
strategis.
c. Merencanakan, menetapkan sasaran, dan menyelaraskan berbagai
inisiatif strategis.
d. Meningkatkan umpan balik dan pembelajaran strategis.

4. Bentuk, Karakteristik, Dan Mekanisme Balanced Scorecard


Ita Mariza (2003:129) Balanced scorecard merupakan suatu sistem
manajemen strategik atau lebih tepat dinamakan suatu “Strategic based
responsibility accounting system” yang menjabarkan misi dan strategi
suatu organisasi kedalam tujuan operasional dan tolak ukur kinerja untuk
empat perspektif yang berbeda, yaitu perspektif keuangan (Financial
Perspektif), perspektif pelanggan (Customer Perspektif ), perspektif proses
usaha internal (internal business process perpective), dan perspektif
pembelajaran dan pertumbuhan (learning and growth (infrastructure)
perspective).
Menurut Bambang Sudibyo (dalam Irham Fahmi:2017:123) sifat-
sifat dan deskripsi berikut ini menggambarkan bentuk, karakteristik, dan
mekanisme BSC secara singkat:
a. Instrument pengukuran kinerja manajemen yang multimedimensional
b. Akomodatif terhadap kepentingan banyak kelompok takeholders
c. Berorientasi pada implementasi misi dan strategi
d. Management by objectives (MBO)

13
e. Oprasional konkrit
f. Seimbang (balanced)
g. Hubungan sebab akibat
h. Memberikan lagging dan leading investors kinerja sukses
i. Sistem manajemen era informasi
j. Top down dan bottom up
k. Strategic business unit (SBU) based
Yang penting untuk disadari adalah bahwa penerapan BSC seperti
dikatakan Creelman (dalam Irham Fahmi:2017:1996:123), bukan sekedar
menerapkan suatu instrument pengukuran baru, karena penerapan BSC
mensyaratkan adanya pergeseran cara berfikir yang pundamental dalam
pngelolaan bisnis
5. Konsep Strategi Balanced Scorecard
Secara strategi BSC berfungsi dalam membangun kesatuan kerja di
lingkungan perusahaan. Irham Fahmi (2017:124) Kinerja keuangan
(financial performance) seiring mengalami kondisi yang fluktuaktif dan
kondisi fluktuatif tersebut terjadi sangat mungkin disebabkan oleh
ketigafaktor lainnya dalam BSC itu sendiri. Kinerja keuangan akan
mengalami penurunan jika penjualan mengalami penurunan. Secara realita
setiap konsumen menginginkan kepuasan, dan kepuasan konsumen hanya
dapat diperoleh jika produsen mampu melakukan indentifikasi pada setiap
sagmentasi produk yang dituju secara akurat. Menurut Mulyadi (dalam
Irham Fahmi:2017:124) menyatakan bahwa “konsep Balanced Scorecard
yang diciptakan untuk memperluas ukuran kinerja eksekutif agar tidak
hanya terbatas pada ukuran kinerja di persfektif keuangan rupanya belum
berhasil mengubah secara radikal sistem pengukuran kinerja pusat
pertanggungjawaban”.
Kepuasan konsumen tersebut dipengaruhi oleh kualitas kinerja
internal perusahaan dalam mengembangkan produk yang memiliki nilai
kompetitif pasar. Research and development (R & D) bertugas dalam
melakukan penelitian dan pengembangan produk secara berkelanjutan.
Sebuah produk memiliki nilai rendah dimata konsumen jika ada sisi cacat,
dan begitu pula sebaliknya. Saat ini bisnis harus mampu memenuhi
14
tuntutan keinginan konsumen, ini seperti yang dikemukakan oleh Mulyadi
(dalam Irham Fahmi:2017:124) Yaitu: “Karena pemangku kepentingan
kunci dalam bisnis modern adalah customer, tuntutan customer telah
memainkan peran menentukan dalam mendefinisikan ukuran kinerj yang
digunakan oleh organisasi. Perusahaan perlu mengembangkan
customeridrven performance management system. Sistem pengelolaan
kinerja yang dipacu oleh pemuasan kebutuhan customer sehingga seluruh
perhatian, pemikiran dan usaha personel diarahkan untuk memenangkan
pilihan customer”.
Menurut Robert S. Kaplan dan David P. Norton (dalam Irham
Fahmi:2017:125) untuk memenuhi kebutuhan para pengguna yang terus
berubah, sistem pelaporan bisnis harus:
a. Menyediakan lebih banyak informasi tentang rencana, peluang, resiko,
dan ketidakpastian
b. Lebih banyak memfokuskan diri kepada berbagai factor yang
menciptakan nilai jangka panjang, termasuk ukuran finansial yang
memberi petunjuk tentang kinerja berbagai proses bisnis penting
perusahaan.
c. Menyelaraskan dengan lebih baik informasi yang dilaporkan kepada
pihak eksternal dengan informasi pihak internal kepada manajemen
tingkat atas untuk mengelola perusahaan.
Pada saat suatu perusahaan berencana menerapkan konsep strategi
dalam menjalankan suatu perusahaan maka artinya perusahaan tersebut
harus melakukan evaluasi terlebih dahulu terhadap konsep manajeman
yang dijalankan selama ini. Strategi bersifat jangka panjang dan taktik
adalah bersifat jangka pendek, sehingga jika kita melihat perspektif
karyawan datang terlambat serta kemampuannya dalam menghasilkan
produk baru, yaitu apakah produk tersebut bersifat untuk mengejar
kebutuhan jangka pendek atau jangka panjang. Sementara kita mengetahui
konsep BSC merupakan konsep yang bersifat jangka panjang.

15
Tabel. 1. Perspektif dan ukuran generik
Persfektif Ukuran Generik
Finansial Tingkat pengembalian investasi dan nilai tambah
ekonomis
Pelanggan Kepuasan, retensi, pangsa pasar, dan pangsa rekening
Internal Mutu, waktu tanggap, biaya, dan pengenalan produk
baru
Pebelajaran dan Kepuasan pekerja dan ketersediaan sistem informasi
pertumbuhan

6. Manajemen Kepemimpinan Berbasiskan Balanced Scorecard


Selama ini kalangan pembisnis cenderung melihat persoalan
manajemen pengelolaan bisnisnya hanya dilihat dari sisi yang sederhana
saja dan diselesaikan ketika di temukan berbagai masalah yang terjadi
nantinya. Irham Fahmi (2017:128) konsep balanced scorecard
menempatkan kajian manajemen tidak hanya dilihat secara sederhana atau
berpandangan tradisional kapitalis. Dalam artian setiap persoalan yang
terjadi si suatu perusahaan baik maju maupun mundur dilihat dari segi
perolehan keuntungan yang diperoleh tanpa mengerti sebab musabab
melatarbelakanginya. Pengukuran dari segi keuangan dilihat sebagai
pengukuran yang begitu mudah diukur, apalagi jika keberadaan data-data
keuangan semuanya tersedia dengan baik dan selanjutnya dimasukan
formula serta di-Forest. Forest (peramalan) dilakukan berdasarkan data-
data masa lalu.
Namun untuk memberikan hasil analisis yang jau lebih
komprehensif bagi seorang pemimpin diharuskan untuk menganalisis
setiap masalh secara pendekatan multidimensional. Dengan tujuan akan
diperoleh pengukuran kinerja secara multidimensional pula. Hal ini
sebagaimana yang dikatakan oleh Bambang Sudibyo (dalam Irham
Fahmi:2017:129) bahwa “Pengukuran kinerja secara multi dimensional
tidak hanya sebatas pada area-area yang mudah diukur seperti area
finansial, tetapi juga pada area-area yang sulit diukur (soft measurement)

16
memang tampaknya sedang menjadi kecenderungan baru dalam
pengukuran.
Kajan dan analisis secara uum akan menghasilkan rekomendasi
secara umum, dan kajian serta analisis secara komplek dan menghasilkan
rekomendasi secara kompleks. Seorang pemimpin harus melihat hard
measurement dan soft measurement sebagai suatu kesatuan yang utuh,
artinya itu bisa dikaji secara terpisah namun keduanya pada prinsip saling
memiliki keterkaitan, saling mempengaruhi.
Beberapa ahli pakar manajeman telah mengemukakan budaya yang
berlaku di suatu organisasi menjadi salah satu factor yang mmpengaruhi
kinerja organisasi tersebut. Sebagaimana dikemukakan oleh Lush dan
Harvey (dalam Irham Fahmi:2017:129), peningkatan kinerja
organisasional dapat dipengarui oleh aktivitas tidak berwujud antara lain;
kultur organisational, hubungan dengan pelanggan, dan citra perusahaan.
Seorang pemimpin harus memahami dengan jelas bahwa masyarakat pada
era sekarang ini adalah sebuah bentuk dari struktur masyarakat global
yang menggunakan produk global dan menerapkan cara berfikir global.
Karen factor itu perusahaan di tuntut untuk enerapkan manajemen yang
berbasis global, secara tidak langsung mekanisme operasional perusahaan
harus bersifat global.untuk mewujudkan ini perlu dilakukan pelatihan dan
pendidikan bagi para karyawan agar mengetahui konsep dan cara berfikir
secara global yang nantinya akan tertuang dalam bentuk hasil produk.
Seorang pemimpin jika ia berkeinginan menerapkan konsep
balanced scorecard sebagai salah satu alat pendukung analisis maka
dimensi konsep balanced scorecard juga harus dilihat dari sudut
perspektif global. Dengan tujuan konsep balanced scorecard yang disusun
tersebut memiliki kemampuan adaptasi secara global, sehingga resiko
kegagalandalam aplikasi dapat dihindari. Konsep balanced scorecard
memang disiapkan untuk membuat perusahaan siap masuk kepasar
internasional.
Dengan begitu penerapan konsep balanced scorecard tidak bisa
dilakukan secara setengah-setengah. Ini sebagimana dikemukakan oleh

17
Birchard (dalam Irham Fahmi: 2017:132), bahwa: Penerapan BSC tidak
setengah-setengah, melainkan harus all out David Norton, partner Bob
Kaplan dalam penciptaan konsep BSC, juga memperingatkan bahwa BSC
adalah alat untuk mengelola pertumbuhan dan strategi jangka panjang,
yang implikasinya adalah BSC hanya cocok bagi perusahaan-perusahaan
progresif bervisi kedepan yang mau investasi padabpelatihan, riset,
teknologi, sistem, perubahan budaya perusahaan, transformasi organisasi,
pemberdayaan karyawan, dan lain-lain. Investasi yang hasilnya
pertumbuhan jangka panjang, yang baru akan di rasakan dampaknya
dalam jangka panjang pula.

18
DAFTAR PUSTAKA

Fahmi Irham. 2017. Manajemen Kepemimpinan Teori dan Aplikasi. Bandung:


Alfabeta.
Falah Saiful. 2013. Model Regeneerasi Dan Kaderisasi Pemimpin Dalam Islam.
Bogor: Universitas IBN Bogor.
Farid Nofiard. 2013. “Kaderisasi Kepemimpinan Pembakal Kepala Desa Di Desa
Hamalu Di Desa Hulu Sungai Selatan”. Universitas Lambung Mangkurat.
Insan Harahap. 2017. “Kaderisasi Partai Politik Dan Pengaruhnya Dalam
Kepemimpinan Nasional. Jakarta Selatan: Universitas Bakrie.
Ita mariza. 2003. “Pengukuran Kinerja Dengan Balanced Scorecard”. Jakarta:
Universitas Pelita Harapan.
Maxwell Jhon. 1995. Mengembangkan Kepemimpinan Dalam Diri Anda. Jakarta:
Binarupa Aksara.
Maxwell Jhon. 2004. Mengembangkan Kepemimpinan Dalam Diri Anda. Batam:
Interaksara.

19

Anda mungkin juga menyukai