SYAHWATAINI
Di susun oleh:
2019
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sebagian besar diantara kita mungkin pernah merasakan lapar dan tahu bahwa itu
pertandakita harus segera makan. Namun, mengetahui bagaimana perut kita bisa menjadi
lapar butuh sedikit motivasi untuk mencari informasinya. Rasa lapar sesungguhnya
merupakan sinyal yang normal mengingatkan bahwa tubuh perlu menambah energi yang
berkurang. Rasa lapar inilah yang mendorong manusia untuk makan. Dalam dunia modern
seperti sekarang ini disinyalir bahwa semakin banyak orang yang tidak pernah lagi
merasakan lapar karena berbagai alasan seperti karena gaya hidup dan pola makan yang
berubah yang sedikit banyak terkait dengan makin banyaknya ragam makanan yang tersedia
serta daya beli yang semakin meningkat seiring dengan kemakmuran dunia.
Manusia semakin banyak yang makan hanya karena sudah waktunya makan meski
belum merasakan lapar, karena godaan kelezatan makanan dan alasan-alasan pendorong lain
selain rasa lapar. Kenyataannya seperti ini mungkin lazim terjadi pada masyarakat negara
maju dan negara berkembang terutama pada masyarakatnya yang tergolong ekonomi
menengah ke atas. Cukup beralasan mengapa jumlah orang yang kegemukan atau obesitas
meningkat pada segmen masyarakat tersebut.
B. Rumusan Masalah
1. Faedah lapar dan kaitannya dengan syahwat perut dan farji?.
2. Bahaya kenyang dan kaitannya dengan syahwat perut dan farji?.
C. Tujuan Masalah
1. Untuk memahami faedah lapar dan kaitannya dengan syahwat perut dan farji.
2. Untu memahami bahaya kenyang dan kaitannya dengan syahwat perut dan farji.
BAB II
PEMBAHASAN
Rasulullah s.a.w. bersabda :“Hidupkanlah hatimu dengan sedikit tertawa dan sedikit
kenyang, dan sucikanlah dengan lapar, niscaya menjadi jernih dan lembut”.
Memang, lapar laksana petir, qana’ah laksana awan dan hikmah laksana hujan.
Asy Syibbi berkata, “Saya lapar sehari tidak karena Allah, melainkan karena
mengetahui terbukanya pintu hikmah alam hatiku dan pelajaran sama sekali tidak
kuketahui sebelumnya”.
Teranglah sudah bahwa yang dimaksudkan dengan ibadah adalah pemikiran yang
mengantarkan ke arah ma’rifat dan melihat dengan mata hati mengenai hakekat
kebenaran. Penghalangnya adalah kenyang sedang lapar pembuka pintunya. Ma’rifat
merupakan salah satu pintu surga, maka sudah sepantasnya jika ma’rifat selalu
bersanding lapar. Oleh karena itu, hendaknya engkau selalu lapar untuk mengetuk pintu
surga.
Abu Sulaiman berkata, “Apabila hati lapar dan dahaga, niscaya menjadi bersih
dan lembut, apabila ia kenyang, maka ia buta dan kasar. Dan bila hati berkesan kelezatan
munajat, niscaya ia berkuasa dibalik kemudahan berfikir dan berburu ma’rifat”.
1
Di sebutkan oleh Abu Mansur Ad-Dailami dalam “Musnadul-Firdaus”, bahwa hadits ini dari Abi Hurairah.
Maka nafsu itu tidak adapat hancur dan tidak merasa hina dengan sesuatu,
sebagaimana ia merasa hina dengan lapar. Saat lapar hamba tunduk dan patuh kepada
Tuhannya, mengaku lemah dan hina. Kesombongan dan kegirangan merupakan dua pintu
neraka, sumbernya adalah kenyang. Karena itu ketika dunia dan perbendaharaannya
ditawarkan kepada rasulullah s.a.w., maka beliau bersabda (diriwayatkan oleh Ahmad
dan Turmudzi): “Tidak, bahkan aku lapar sehari dan kenyang sehari. Apabila aku lapar,
maka aku sabar dan tadharru’ (merendahkan diri). Dan apabila aku kenyang maka aku
bersyukur”.2
Perut dan farji adalah salah satu pintu neraka yang sumbernya adalah kenyang,
sedang kehinaan dan kesengsaraan adalah salah satu dari beberapa pintu surga dan
sumbernya adalah lapar. Barangsiapa menutup pintu dari pintu-pintu neraka, berarti ia
membuka pintu dari beberapa pintu surga, karena keduanya selalu berkawan
sebagaimana timur dan barat. Maka dekat dengan salah satunya adalah jauh dari lainnya.
4) Mengingat bencana dan siksa Allah serta tidak mengabaikan orang-orang yang
menerima bencana.
Maka tidak baik apabila seorang hamba tidak peduli terhadap azab akhirat dan
kepedihan-kepedihannya, karena hal itu dapat membangkitkan rasa takut. Barangsiapa
tidak pernah merasakan kehinaan, sakit, kekurangan dan bencana, niscaya lupa azab
akhirat dan tidak membayangkannya serta tidak mengendalikan nafsunya.
2
Diiwayatkan Ahmad dan At-Tirmidzi dan lain-lain dari hadits Abi Amanah
Sebaiknya seorang hamba selalu merasa dalam lingkaran cobaan atau
menyaksikan cobaan orang lain, sedang cobaan yang paling utama untuk dirasakan
adalah lapar. Karena lapar mengandung banyak faedah disamping mengingatkan azab
akhirat. Dan lapar merupakan salah satu keistimewaan cobaan untuk para nabi, para wali
dan orang yang menyerupai mereka lalu orang yang lebih menyerupai mereka.
Oleh karena itu, ketika nabi Yusuf ditanya, “Mengapa kamu lapar, padahal pada
genggaman tanganmu semua perbendaharaan bumi ?”. Nabi Yusuf menjawab, “Aku
takut kenyang lalu aku lupa kepada orang yang lapar”. Dengan demikian, mengingat
orang yang lapar merupakan salah satu faedah lapar. Karena lapar mendorong kepada
kasih sayang, memberi makanan dan belas kasih terhadap makhluk Allah ‘Azza wa Jalla.
Sedang orang yang kenyang dalam kelalaian dari kepedulian orang yang lapar.
Ini paling besarnya faedah. Sesungguhnya sumber segala maksiat adalah nafsu
syahwat dan kekuatan, sedangkan kekuatan dan nafsu syahwat tidak lepas dari makanan.
Maka menyedikitkannya dapat melemahkan keduanya.
Sebenarnya segala kebahagiaan itu terletak pada setiap orang yang dapat
menguasai hawa nafsu syahwatnya. Dan celakalah orang yang dirinya dikuasai nafsu
syahwatnya. Sebagaimana kamu tidak dapat menguasai binatang yang melawan kecuali
denganlapar yang melemahkannya. Apabila binatang itu kenyang, maka ia cekatan
larinya, demikian pula hawa nafsu.
Dza Nun Al Mishri berkata, “Kalau aku kenyang, maka aku berbuat maksiat atau
bercita-cita kepada perbuatan maksiat”.
‘Aisyah r.a berkata, “Bid’ah yang pertama-tama terjadi sepeninggal rasulullah
s.a.w. adalah kenyang. Sesungguhnya kaum apabila kenyang perutnya, niscaya menjadi
jiwa mereka memperturutkan duniawi. Dan ini bukan satu-satunya faedah, melainkan
beberapa perbendaharaan faedah. Oleh karena itu dikatakan bahwa ‘Lapar merupakan
perbendaharaan dari beberapa perbendaharaan Allah’”.
Yang pertama-tama tercegah dengan lapar adalah syahwat farji dan syahwat
bicara. Sebab orang lapar tidak akan tergerak kepada syahwat yang berlebihan, dengan
demikian ia selamat dari bencana-bencana lisan sebagaimana mengumpat, berkata keji,
berdusta, adu domba dan lainnya. Maka lapar mencegah dari semua itu. Apabila orang itu
kenyang, niscaya ia memerlukan buah-buahan, lalu memakannya demi kehormatannya.
Dan manusia tidak akan mencampakkan dirinya ke dalam neraka kecuali oleh ladang
lidahnya.
Adapun syahwat farji amat jelas bencananya, Apabila seorang kenyang, maka ia
tidak dapat mengendalikan farjinya meskipun takwa mencegahnya, apabila
mengendalikan matanya. Akibatnya mata berzina, farji berzina. Kalaupun ia dapat
menguasai mata dengan memejamkannya, maka ia tidak dapat menguasai fikirannya, lalu
terlintas olehnya macam-macam kesesatan jalan fikirannya dan bisikan suara hatinya
akibat keinginan nafsunya berupa sesuatu yang mengganggu munajatnya. Bahkan
kadang-kadang yang demikian itu datang ketika ia sedang sholat.
Sengaja kami sebutkan bencana lisan dan farji sebagai contoh. Kalau tidak, maka
maksiat tujuh anggota badan itu penyebabnya adalah kekuatan yang bersumber dari
kenyang. Ahli hikmah berkata, “Setiap murid yang sabar atas tipu daya dan secuil roti
dalam setahun, dimana dengannya ia tidak mencampurkan keinginannya serta makan
setengah perutnya, niscaya Allah membebaskan ia dari beban wanita”.3
6) Mencegah tidur.
Di dalam satu riwayat disebutkan ada tujuh puluh orang shiddiq (jujur) sepakat
bahwa banyak tidur itu akibatnya dari banyak minum, sedangkan dalam banyak tidur
terkandung sia-sianya, hilangnya shalat tahajjud, dungunya tabiat dan kerasnya hati,
padahal umur merupakan mutiara yang paling indah dan modal pokok bagi hamba yang
berdagang. Dan tidur adalah kematian. Maka perbanyak tidur dapat mengurangi umur.
Keutamaan shalat tahajjud sangat jelas, dan dalam tidur berarti hilangnya
keutamaan tersebut. Manakala tidur telah kuat, lantas suatu ketika ia tahajjud, niscaya
tidak merasakan manisnya ibadah.
As-Sirri As-Saqati berkata, “Saya melihat Ali-Jurjani menelan tepung. Lalu saya
bertanya ; ‘Apa yang mendorongmu berbuat demikian ?’. Ali-Jurjani menjawab bahwa
waktu antara mengunyah dan menelan, ternyata cukup untuk bertasbih tujuh puluh kali,
maka saya tidak pernah mengunyah roti semenjak empat puluh tahun yang lalu”. Maka
perhatikanlah, bagaimana ia menyayangi waktunya hingga ia tidak menyia-nyiakan
waktunya untuk mengunyah.
Setiap nafas merupakan mutiara indah yang tak ternilai harganya. Maka
sebaiknya seseorang mempergunakan waktunya untuk memenuhi perbendaharaan yang
abadi di akhirat, yaitu dengan mempergunakan berdzikir dan mengabdikan kepada Allah.
Ibadah yang dikategorikan sulit dilakukan karena banyak makan adalah selalu dalam
keadaan suci dan selalu dalam masjid. Karena makan memerlukan waktu untuk keluar
disebabkan banyak minum dan menuangkannya.
Dan juga masih dalam kategori ibadah yang sulit dilaksanakan akibat banyak
makan adalah puasa. Karena puasa itu mudah bagi setiap orang yang membiasakan lapar.
Andaikan ia puasa, selalu i’tikaf dan suci serta memanfaatkan waktu yang dipakai makan
dan hal yang menyertainya untuk beribadah, niscaya meraih keuntungan yang besar.
Sesungguhnya yang demikian ini dipandang remeh oleh orang-orang yang tidak
mengetahui keagungan agama, sebaliknya mereka hanyut dalam kehidupan dunia dan
merasa tenang dengannya.
Telah kita maklumi bahwa penyakit timbul karena banyaknya makan dan hasil
campuran beberapa makanan dalam perut dan usus, sedang penyakit dapat menghalangi
ibadah, mengganggu hati, memberatkan dzikir dan tafakkur, menyempitkan penghidupan,
memerlukan bekam serta obat dan dokter, dan semua itu memerlukan ongkos. Semua
penyakit juga tidak lepas dari manusia setelah ia lelah karena maksiat dan tercebur dalam
kekejaman hawa nafsu. Dan di dalam lapar terdapat pencegah semua itu.
Menurut dokter India, obat yang tidak mengandung efek samping adalah ‘hulailij
hitam’. Menurut dokter Irak, adalah biji pohon ‘rasyad putih’. Menurut dokter
Rumawi, adalah ‘air panas’.
kemudian, menjawab tabib Suadil-Irak, dokter yang paling ahli diantara mereka
berkata, “hulailij dapat menyumbat perut, efek samping biji rasyad adalah
menggelincirkan perut, sedang air panas dapat melunakkan perut’. Mereka bertanya,
“Lalu apa menurut pendapatmu ?”. Kemudian beliau menjawab, “Obat yang tidak
mengandung efek samping adalah menghindari makanan sehingga menginginkannya
dan mengangkat tangan ketika masih menginginkannya”. Serempak mereka berkata,
“Kamu benar”.
Dokter ahli kitab mengatakan hadits rasulullah s.a.w. kepada ahli filsafat yang berbunyi :
”Sepertiga untuk makanan, sepertiga untuk minuman dan sepertiga untuk nafas”.
Ahli filsafat kagum seraya ia berkata, “Saya belum pernah mendengar perkataan
tentang sedikitnya makanan yang lebih berhikmah daripada ini dan sesungguhnya itu
perkataan adalah perkataan yang mengandung hikmah.”.
Rasulullah s.a.w. bersabda : “Perut adalah ladang penyakit dan menjaganya adalah
pokok obat. Maka biasakanlah setiap tubuhmu itu menurut kebiasaannya”.
Ali bin Salim Al-Bashari berkata, “Barangsiapa makan roti dan gandum saja tetapi
dengan sopan santun, niscaya ia tidak akan sakit kecuali sakit kematian”. Lalu ditanya,
“Apa sopan santunnya ?”. Ia menjawab, “Makanlah ketika lapar dan angkatlah tanganmu
sebelum kenyang”.
Rasulullah s.a.w. bersabda (diriwayatkan oleh Ath Thabrani dan Abu Nu’aim) :
“Puasalah, niscaya kamu sehat”.
Karena di dalam puasa, lapar dan menyedikitkan makan terdapat kesehatan tubuh dan
terhindar dari berbagai penyakit serta sehatnya hati dari penyakit angkara murka,
kesombongan dan lain-lain.
Sahl At-Tisturi r.a berkata, “Orang yang memperbanyak makan itu dicela dalam
tiga hal yaitu ; bila ia termasuk ahli ibadah maka malas, bila ia pekerja maka ia tidak
selamat dari bencana dan bila ia memperoleh suatu yang melimpah maka ia tidak
mendermakan demi Allah”.
Segala sesuatu yang termakan gudangnya adalah kakus, sedang apa yang
disedekahkan gudangnya adalah anugerah Allah. Tidak ada harta seorang hamba yang ia
sedekahkan melainkan akan kekal. Atau ia makan maka hancur, atau ia pakai maka akan
hancur. Dan sedekah dengan kelebihan makanan itu lebih utama daripada makan banyak
dan kenyang.
Al-Hasan Al-Bashari r.a. apabila membaca ayat 72 surah Al Ahzab yang artinya,
“Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-
gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan
mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia, sesungguhnya manusia itu
amat zhalim lagi amat bodoh”.
Maka beliau berkata, “Allah mengemukakan amanat kepada langit tujuh dengan
jalan-jalannya yang dihiasinya dengan aneka bintang dan beberapa malaikat penjaga arsy
yang agung. Allah berfirman, “Apakah kamu mau memikul amanat dengan apa yang ada
di dalamnya ?”. Langit bertanya, “Apakah yang ada di dalam amanat itu ?”. Allah
berfirman, “Kalau kamu berbuat baik maka kamu mendapat pahala, sebaliknya bila kamu
berbuat jelek maka kamu akan disiksa”. Maka langit berkata, “Tidak”.
Kemudian Allah mengemukakan amanat itu kepada bumi dan bumi enggan, lalu
Allah mengemukakan amat kepada gunung yang menjulang tinggi keras lagi sulit didaki.
Allah berfirman, “Apakah kamu mau memikul amanat dengan apa yang di dalamnya ?”.
Gunung bertanya, “Apakah yang ada di dalamnya ?”. Lalu Allah menyebutkan, “Balasan
dan siksa”. Dengan lantang ia (gunung) berkata, “Tidak”. Kemudian Allah menawarkan
amanat kepada manusia, dan dipikullah amanat itu.
Sesungguhnya manusia itu zhalim kepada dirinya lagi bodoh terhadap perintah
Tuhannya. Demi Allah kami melihat mereka membeli amanat dengan hartanya dan
mereka memperoleh uang beribu-ribu, lantas apa yang mereka perbuat dengan uang
beribu-ribu tersebut ? Dengannya, mereka memperluas rumah mereka dan menyempitkan
kuburan mereka, mereka menggemukkan kuda-kudanya dan menguruskan agamanya,
dan mereka melelahkan dirinya pada pagi dan sore ke pintu penguasa untuk menghadapi
bencana, sedang mereka dari Allah dalam keadaan sehat wal afiat.
Seorang dari mereka berkata, “Juallah tanah itu kepadaku dan kamu akan saya
tambah sekian-sekian”. Lantas ia bersandar atas sebelah kirinya dan makan dari bukan
hartanya, pembicaraannya penghinaan dan hartanya haram dan ketika ia tersiksa oleh
berat perutnya dan ditimpa kekenyangan, ia berkata, “Wahai teman, bawalah padaku
sesuatu yang dapat mencernakan makananku”. Temannya berkata, “Wahai orang tolol,
apakah makananmu yang ingin kau cernakan ? Padahal agamamu yang kau cerna. Mana
orang fakir, mana wanita janda, mana orang miskin dan mana anak yatim yang kamu
telah diperintahkan Allah untuk memeliharanya ?”. Ini merupakan isyarat tentang faedah
memberikan kelebihan makanan kepada fakir miskin agar dengannya ia menyimpan
pahala. Dan yang demikian ini lebih baik baginya daripada makanannya, sehingga dosa
berlipat ganda atasnya.
Dan rasulullah s.a.w. pernah memandang seorang laki-laki yang gemuk perutnya dan
menunjukkan perutnya dengan jari beliau seraya bersabda (diriwayatkan oleh Ahmad dan
Baihaqi) : “Jikalau ini pada selain ini, niscaya itu lebih baik bagimu”.
Maksudnya jikalau kau hidangkannya untuk akhiratmu dan dengannya orang lain
kamu utamakan, niscaya itu lebih baik bagimu. Al-Hasan Al-Bashari berkata, “Demi
Allah, sesungguhnya saya menjumpai kaum dimana seorang laki-laki dari mereka
berjalan-jalan sedang di sisinya ada makanan yang cukup baginya, jika ia ingin, ia
memakannya lalu berkata ; Demi Allah, tidaklah semua ini kami gunakan untuk perutku,
tetapi sebagiannya kami gunakan untuk Allah”.
Inilah sepuluh faedah lapar yang dari setiap faedah mempunyai beberapa cabang
yang tidak terbatas jumlahnya dan tidak ada penghabisannya.4
Makan berlebihan merupakan perwujudan dari orang yang tidak dapat mengendalikan
syahwat perut. Selanjutnya dari syahwat perut tersebut muncul syahwat kemaluan, dan
syahwat perut pulalah yang menyebabkan seseorang mencintai dan mencari kedunaiwian.
Hal inilah yang sangat berbahaya bagi seorang muslim. Dalam al-Qur’an dan hadis banyak
disebutkan perintah agar umat Islam senantiasa mengekang syahwat, mengingat bahaya besar
yang dapat ditimbulkan oleh syahwat, terlebih dalam mengendalikan syahwat perut.
Sebagaimana isi hadis yang telah disebutkan sebelumnya bahwa sumber segala
penyakit adalah pencernaan yang kurang baik (al-bardah). Ini menunjukkan bahwa perut
merupakan anggota tubuh yang harus diperhatikan karena pengaruhnya sangat besar bagi
anggota tubuh yang lain. Untuk menjaga perut, hal penting yang harus selalu dijaga adalah
porsi makan, yaitu tidak terlalu berlebihan dalam mengkonsumsi makanan. Terlalu kenyang
karena memakan makanan yang halal merupakan pangkal dari segala kejelekan karena pada
dasarnya suatu hal yang baik jika dikonsumsi secara berlebihan akan menjadi tidak baik. Hal
ini sudah menjadi suatu keniscayaan karena Allah SWT telah mendesain kemampuan tubuh
manusia dengan batasan-batasan tertentu. Selain akibat-akibat berupa penyakit-penyakit yang
berbahaya, makan secara berlebihan ternyata juga memberikan dampak yang tidak kalah
berbahaya terhadap jiwa (rohani) seseorang, khususnya bagi seorang muslim.
4
Imam al-Ghazzali, Ihya ‘Ulumuddin: Keajaiban Hati, Akhlak yang baik, Nafsu makan dan Syahwat, bahaya
lidah, jilid VI, terjemahan: Purwanto, 1998, Bandung: Penerbit Marja’, h. 152-163.
pikiran adalah hal utama yang dimiliki oleh manusia. Pikiran adalah pintu yang
menghantarkan seseorang untuk dapat memahami hikmah ketuhanan yang telah dititipkan
Allah SWT di alam semesta. Di antara akibat berlebihan makan terhadap kesehatan rohani
adalah pikiran menjadi beku.
Pernyataan ini dibuktikan dengan sebuah penelitian yang menyatakan bahwa penyakit
obesitas (penyakit kegemukan karena terlalu banyak makan) dapat mengakibatkan
kebodohan. Para peneliti dari University of Toronto, Canada menyatakan akibat terlalu
berlebihan makan berpengaruh pada kesehatan akal. Para peneliti ini bahkan menyatakan
bahwa makan berlebih dapat menghancurkan kesehatan seseorang secara menyeluruh, baik
kesehatan fisik maupun daya pikir seseorang. Para peneliti tersebut menyimpulkan bahwa
orang-orang yang megalami gangguan akibat makan yang berlebihan memiliki kemampuan
pemahaman lebih lambat, memiliki potensi terserang penyakit lebih tinggi, tidak bisa
bergerak lincah, dan berbagai gangguan lainnya. Dalam Kitab Ihya’ ‘Ulumuddin, al-Ghazali
menyebutkan bahwa seseorang yang makan berlebihan akan menanggung beberapa akibat
antara lain:
Seseorang yang makan secara berlebihan pada hakikatnya telah memanggil bala
tentara setan. Adapun bala tentara setan itu antara lain: mudah berbuat zalim, khianat, kufur,
tidak menjaga amanat, mengadu domba, munafik, was-was (ragu-ragu) terhadap Allah SWT,
mengingkari perintah Allah SWT, dan mengabaikan sunnah Rasul, dll.
Seorang muslim yang makan berlebihan derajatnya sama dengan orang munafik.
Dalam sebuah riwayat menyebutkan bahwa Rasulullah SAW bersabda yang artinya, “Orang
mukmin makan dalam satu perut, sedangkan orang munafik makan dalam tujuh perut.
Maksud dari ucapan tersebut adalah kadar makan orang munafik adalah tujuh kali lipat dari
apa yang harus dimakan oleh seorang mukmin, di samping itu syahwatnya juga tujuh kali
lipat dari syahwat orang mukmin akibat dari kelebihan makan. dari sini jelaslah hikmah
perintah makan tidak makan berlebihan yaitu secara proporsional dan anjuran bagi seorang
mukmin untuk makan sebatas untuk menegakkan tulang punggungnya.
Sebagai agama yang rahmatan li al-‘alamin, Islam telah memberikan pedoman pola
makan yang baik yaitu antara lain dengan memerintahkan untuk makan dari makanan yang
halal, menjauhi makanan haram, dan melarang makan secara berlebihan. Di samping itu,
Islam juga memberikan petunjuk atau solusi untuk mengekang syahwat perut dan supaya
umat Islam terhindar dari segala macam keburukan israf makan. Sebagaimana yang telah
dijelaskan sebelumnya, baik dari sisi pandangan Islam maupun ilmu kesehatan, kedua-
duanya memiliki petunjuk pengaturan pola makan yang sama, jika dikomparasikan dan
ditarik benang merah dari keduanya, dapat dimengerti bahwa inti dari pengaturan pola makan
baik dari pandangan Islam maupun ilmu kesehatan adalah larangan berlebihan dalam urusan
makan. Hal ini karena makan yang masuk ke dalam tubuh berpengaruh penting bagi keadaan
tubuh manusia. Melalui makanan yang dikonsumsi seseorang mampu melakukan berbagai
aktivitas apa pun dan dalam ajaran Islam sendiri seseorang yang inputnya (makanan yang
dikonsumsi) buruk karena berlebihan dalam mengkonsumsi makanan terlebih jika yang
dikonsumsi adalah sesuatu hal yang haram yang dilarang oleh Allah SWT maka outputnya
pun akan buruk.
5
Syekh Yahya ibn Hamzah al-Yamani, Pelatihan Lengkap Tazkiyatun Nafs, jilid I, 2012, terjemahan: Maman
Abdurrahman Assegaf, Jakarta: Penerbit Zaman. Hlm.103-106
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Faedah lapar dan kaitannya dengan syahwat perut dan farji ada sepuluh
faedah: 1. Membeningkan hati, menyalakan bakat, dan menajamkan mata hati. 2.
Melembutkan dan membersihkan hati. 3. Menghancurkan, menghinakan dan
menghilangkan kesombongan, kemewahan dan kufur nikmat yang merupakan dasar
penganiayaan dan melalaikan Allah ta’ala. 4. Mengingat bencana dan siksa Allah
serta tidak mengabaikan orang-orang yang menerima bencana. 5. Menghancurkan
semua nafsu syahwat dan mengendalikan hawa nafsu. 6. Mencegah tidur. 7.
Memudahkan ketekunan beribadah. 8. Lapar bisa menyehatkan badan dan menangkal
berbagai penyakit. 9. Meringankan biaya hidup. 10. Memungkinkah untuk
mengutamakan orang lain dan mendermakan kelebihan makanan kepada anak yatim
dan fakir miskin. Dan kelak di hari kiamat dalam naungan sedekah tersebut.
Bahaya kekenyangan dan kaitanya dengan syahwat perut dan farji dalam Kitab
Ihya’ ‘Ulumuddin, al-Ghazali menyebutkan bahwa seseorang yang makan berlebihan akan
menanggung beberapa akibat antara lain: 1. Menyebabkan keras hati. 2. Merusak kecerdikan
dan ketangkasan akal fikiran. 3. Memperberat badan untuk melakukan ibadah kepada Allah
SWT. 4. Menyebabkan malas belajar. 5. Menimbulkan dan menguatkan nafsu syahwat.
Imam al-Ghazali. Ihya ‘Ulumuddin: Mengembangkan Ilmu-Ilmu Agama. Jilid II. Terjemahan:
Prof. TK. H. Ismail Yakub MA-SH. (Singapura: Pustaka Nasional PTE LTD. 1992).
Imam al-Ghazzali. Ihya ‘Ulumuddin: Keajaiban Hati, Akhlak yang baik, Nafsu makan dan
Syahwat, bahaya lidah. jilid VI. terjemahan: Purwanto. 1998. (Bandung: Penerbit Marja’. 1998).
Syekh Yahya ibn Hamzah al-Yamani. Pelatihan Lengkap Tazkiyatun Nafs. Jilid I. Terjemahan:
Maman Abdurrahman Assegaf. (Jakarta: Penerbit Zaman. 2012).