Anda di halaman 1dari 4

Safriyansyah

XI- Perhotelan I

BANGKIT
Cerpen Karangan: Alfred Pandie

Pandanganku pada langit tua. Cahaya bintang berkelap kelip mulai hilang oleh
kesunyian malam. Aku berjalan menyusuri lorong malam sepi nan gelap. Cahaya
bulan malam ini begitu indahnya. Hari ini benar-benar hari yang melelahkan. Konflik
dengan orang tua karena tidak lulus sekolah. Hari ulang tahun yang gagal di rayakan.
Dan hadiah sepeda motor yang terpaksa di kubur dalam-dalam karena tak lulus,
belum lagi si adik yang menyebalkan. Teman-teman yang konvoi merayakan
kemenangan, sedang aku?
Hari-hari yang keras kisah cinta yang pedas. Angin malam berhembus
menebarkan senyumku walau sakit dalam hati mulai mengiris. Sesekali aku
menghapus air mataku yang jatuh tanpa permisi. Sakit memang putus cinta.
Rasanya beberapa saat lalu, aku masih bisa mendengar kata-kata terakhirnya yang
tergiang-ngiang merobek otak ku.
“sudah sana… Kejarlah keinginanmu itu!, kamu kira aku tak laku, jadi begini sajakah
caramu, oke aku ikuti.. Semoga kamu tidak menyesal menghianati cinta suci ini.”
beberapa kata yang sempat masuk ke hpku, di ikuti telpon yang sengaja ku matikan
karena kesal atau muak.
Aku termenung di pinggir jalan, memegang kepalaku yang sakit.
“selamat malam..? Sorii mba kayanya lagi sedih banget boleh aku minta duitnya..”
seorang pemabuk dengan botol bir di tangan kiri dengan jalan yang tak beraturan,
Ia mengeluarkan sebilah pisau lipat dan mengancamku. Aku hanya terdiam tak
berkata, membuatnya sedikit binggung. Aku meraih tas di sampingku dan
menyerahkan padanya. “ini ambil semua.. Aku tak butuh semua ini. Aku hanya ingin
mati…!” Aku melemparkan tas ke hadapannya yang di sambut dengan senyum picik
dan iapun menghilang di gelapnya malam.
Aku bangkit berdiri dan berjalan menyusuri malam, berdiri menatap air
suangai yang mengalir airnya deras.Di sini di atas jembatan tua ini. Angin sepoi-sepoi
menyerang tubuh ku. Aku berdiri menatap langit yang bertabur bintang, rasanya tak
ada yang penting bagiku sekarang. Perlahan-lahan aku berjalan menaiki jembatan dan
berdiri bebas. Menutup mata dan tinggal beberpa senti lagi aku akan terjatuh. Aku
perlahan mengangkat kaki kananku dan…?
Tiba-tiba sosok pemabuk yang menodong pisau padaku ku tadi, menarik baju ku dan
menampar pipiku kuat, keras sekali tamparannya
“ini uang dan tas mu…!! Aku tak butuh..! Aku lebih baik mati kelaparan dari pada
melihat wanita lemah sepertimu” ia menarik ku turun dan melemparkan tasku di atas
tanah
Dan ia berlalu pergi. Aku bangkit dan meraih tas ku kembali menyusuri tangga turun.
Sosok yang tadi, pria mabok yang ternyata seumuran denganku, di sekujur tubuhnya
penuh tato dan tubuhnya kurus sekali. Ia berdiri termenung pada tangga jalan.
Sesekali menatap langit dan menghapus air matanya.
“boleh aku berdiri disini bersamamu? Aku menyapanya tapi ia hanya terdiam
membisu”. Aku berdiri di sampingnya menunggu sampai kapan ia akan berdiri pergi
dari sini.
“kenapa kamu menamparku..?
Kenapa kamu menolongku?
Aku sudah tak berarti lagi. Pria yang aku cintai bertahun-tahun mencapakanku
dengan tuduhan yang tak jelas, aku memulai pembicaraan”.
Dengan sesekali menghapus air mata akibat dari gejolak di hatiku. “apa kamu akan
terdiam atau aku telah mengusikmu?”. Aku melihatnya dan ia balik menatapku tajam.
Aroma alkohol dari mulutnya jelas tercium saat ia bicara “maafkan aku..? Sungguh
aku minta maaf, menurut ku kamu terlalu lemah, masalah apapun jangan berhenti
untuk bangkit, bukankah setiap hari kita merasakan hal yang sama? Ia berkata
sembari mengulurkan tangannya yang ternyata cuma 2 jari yang utuh, Aku mulai
merinding karena sedikit takut. Sehingga aku tak membalas uluran tangannya. “kaget
ya mbak?. Jari ku yang lain di potong oleh preman karena persaingan. Hidup di jalan
seperti ku ini, hawanya sangat dingin dan penuh nyali besar, bahkan untuk tertidur
saja itu sulit. Harus rela kedinginan, Di gigit nyamuk dan tempat ku tertidur hanya di
emperan toko, Dan kalau sudah penuh oleh gembel lain, terpaksa aku harus mencari
tempat lain yang menurutku layak. Maaf bila aku mengambil tas mu. Aku butuh
makan, sudah 3 hari aku tidak makan, sisa makanan di tong sampah sudah membusuk
karena hujan kemarin, Biasanya aku mencari secerca kenikmatan disana yang masih
bisa layak ku telan, rasa lapar tak akan bisa membuatmu jijik. Setiap hari saat
membuka mata yang anda ingat hanya perut dan perut.”Ia terdiam dan mengalihkan
pandanganya luas menembus angkasa, langit malam ini. Aku hanya terdiam terpaku
dengan mulut terbuka, betapa aku tak percaya setengah mati. Bagaimana mungkin
seandainya sekarang aku berada di posisi ini? Aku yang terlahir dari keluar sederhana
namun penuh kehangatan, uang bukan masalah, aku hanya meminta tanpa pernah
tahu bagaimana orang tuaku mendapatkannya, semuanya cukup, tapi ternyata itu
bukan kebahagian, itu nafsu sesaat, Aku memang memiliki segalanya tapi tidak
dengan cinta, selalu ada yang kurang setiap hari. Tanpa kebersaman kita mati.
Terutama pentingnya mensyukuri apa yang ada. Aku menarik tangan dan menjabat
tangannya kuat-kuat yang tinggal dua jari meski sedikit risih karena aneh menurutku.
Aku memberinya sedikit pelukan hangat. Ia tersenyum memamerkan mulutnya yang
bau alkohol dan bau wc umum. Aku menyerahkan tas ku padanya. “ambil lah.. Aku
tak mengenalmu tapi kamu memberi ku banyak alasan hari ini, kenapa aku harus kuat
menghadapi hidupku sekarang dan nanti, bukankah hidup harus tetap di jalani. Aku
sadar masih punya segalanya, bodoh sekali cuma karena cinta semangatku hilang,
belum tentu ia jodohku, belum tentu ia juga memikirkan hal yang sama, rasa sakitku”.
Aku berlari menuruni tangga meninggalkan ia sendiri yang masih terdiam menatap
kembali langit yang menampakan bintang-bintang kecil yang berkelip dengan jenaka,
seakan hari ini tak akan berlalu.
Ketika aku akan menapaki jalan. Kekasihku sedang berdiri di depanku dengan
bunga mawar banyak sekali di tangannya, sementara di belakangnya orang tua dan
adikku yang berdiri di samping mobil, kami saling terdiam untuk beberapa saat ia
memulai.“maafkan aku sayang, ternyata aku yang salah menilaimu, makasih ya?,
sudah membuat hidupku lebih berharga karena ini. Ia menyerahkan bunga dengan
sebuah diary usang punyaku, yang entah dari mana ia mendapatkannya. Tapi disinilah
aku bisa menulis menitikan setiap masalah, rasa banggaku atas kekasihku ini. Aku
memeluk erat tubuhnya lama kami terdiam di iringi tangis dan canda menghiasi
malam, sementara kedua orang tuaku tersenyum senang. Aku mengajak kekasihku
menaiki tangga untuk mengenalkan pada orang yang mengajarkanku banyak hal.
Khususnya arti bersyukur.Kami menapaki jalan tangga dan melirik sekeliling dan
mencari namun sosok itu hilang tak berbekas? Kami turun dan kami pergi ke mall
bersama orang tua dan adik ku untuk merayakan ulang tahunku.
Walaupun tetap aku tak dapat sepeda motor karena tak lulus tapi bukan berarti
kehangatan ini harus berakhir
Tamat
1. Unsur Intrinsik cerpen ‘‘Bangkit’’
1.Tema: Jangan mudah putus asa / kehidupan
2.Latar:
-Waktu : Malam hari
Bukti : Cahaya bulan malam ini begitu indahnya.
-Tempat : di pinggir jalan dan di atas jembatan
Bukti : ‘Aku termenung di pinggir jalan, memegang kepalaku yang sakit. ‘
‘ Di sini di atas jembatan tua ini angin sepoi-sepoi menyerang tubuh ku’.
-Suasana : Sunyi sepi
Bukti : ‘Aku berjalan menyusuri lorong malam sepi nan gelap.’
3. Alur : Maju
-Karena jalan cerita dijelaskan secara runtut mulai dari pengenalan latar
dan masalah sampai ke konflik dan di akhir cerita terdapat penyelesaian konflik.
4.Penokohan :
- Aku : mudah putus asa, kurang bersyukur dan selalu mengeluh
Bukti :
‘Kenapa kamu menolongku? Aku sudah tak berarti lagi.’
‘Aku hanya meminta tanpa pernah tahu bagaimana orang tuaku mendapatkannya.’
-Pria pemabuk : pemabuk dan kuat menghadapi beratnya hidup
Bukti :
‘seorang pemabuk dengan botol bir di tangan kiri dengan jalan yang tak beraturan’
‘Hidup di jalan seperti ku ini, hawanya sangat dingin dan penuh nyali besar, bahkan
untuk tertidur saja itu sulit.’
5.Sudut pandang : orang pertama sebagai pelaku utama.
-Bukti : Cerpen bangkit menggunakan kata ganti “aku” sebagai tokoh utama dan
mengisahkan tentang dirinya sendiri.
6. Nilai :
-Nilai Moral : Saat tokoh ‘aku’ menyadari selama ini hanya meminta tanpa pernah
tahu bagaimana orang tuanya mendapatkannya.Kita seharusnya bersyukur dengan
apa yang telah kita miliki tidak hanya menuntut sesuatu karna diluar sana masih
banyak orang yang kekurangan.
-Nilai Perjuangan = Pria pemabuk berjuang bertahan hidup di jalanan yang keras. Di
kehidupan nyata banyak orang yang melakukan apapun untuk berjung hidup. Kita
harus berjuang mempertahankan hidup di dunia yang keras ini.
-Nilai Kepedulian = Saat Pria pemabuk menyelamatkan tokoh ‘aku’ yang akan terjun
dari jembatan. Banyak orang yang membutuhakan bantuan kita saat menghadapi
masalah kita seharusnya membantu mereka tidak membiarkannya.
7.Amanat :
a. Jangan mudah putus asa dalam menjalani kerasnya hidup.
b. Bersyukurlah atas apa yang telah dimiliki.
c. Hidup tidaklah sempurna kadang manusia diatas dan kadang dibawah.
d. Jangan lari dari permasalahan.
e. Kegagalan adalah awal dari keberhasilan.
f. Masalah apapun jangan berhenti untuk bangkit

2. Unsur Ekstrinsik cerpen “Bangkit”


1. Latar Kepengarangan Penulis : Penulis menjumpai berbagai reaksi masyarakatt saat
mereka gagal dan berputus asa. Dalam cerpen ini penulis ingin
menginspirasi/memotivasi orang-orang dalam menghadapi kerasnya hidup melalui
ceritanya.
2. Keyakinan Penulis : Penulis yakin bahwa kejadian ini banyak ditemui di
masyarakat. Banyak orang yang bunuh diri karena putus asa maka penulis
menggambarkan situasi tersebut dalam sebuah cerpen.
3. Masyarakat pembaca : Pembaca dapat mengambil hikmah dari cerpen ini karena
cerpen ini mengandung masalah-masalah yang ada di masyarakat dan masih banyak
orang yang memiliki masalah yang sama dengan cerpen ini.

Anda mungkin juga menyukai