ASKEP Penyakit Jantung Rematik
ASKEP Penyakit Jantung Rematik
I. DEFINISI
Demam Reumatik / penyakit jantung reumatik adalah penyakit
peradangan sistemik akut atau kronik yang merupakan suatu reaksi
autoimun oleh infeksi Beta Streptococcus Hemolyticus Grup A yang
mekanisme perjalanannya belum diketahui, dengan satu atau lebih gejala
mayor yaitu Poliarthritis migrans akut, Karditis, Korea minor, Nodul
subkutan dan Eritema marginatum.
II. ETIOLOGI
Demam reumatik, seperti halnya dengan penyakit lain merupakan akibat
interaksi individu, penyebab penyakit dan faktor lingkungan. Penyakit ini
berhubungan erat dengan infeksi saluran nafas bagian atas oleh Beta
Streptococcus Hemolyticus Grup A berbeda dengan glomerulonefritis
yang berhubungan dengan infeksi streptococcus dikulit maupun
disaluran nafas, demam reumatik agaknya tidak berhubungan dengan
infeksi streptococcus dikulit.
Faktor-faktor predisposisi yang berpengaruh pada timbulnya demam
reumatik dan penyakit jantung reumatik terdapat pada individunya
sendiri serta pada keadaan lingkungan.
III. PATOGENESIS
Demam reumatik adalah penyakit radang yang timbul setelah infeksi
streptococcus golongan beta hemolitik A. Penyakit ini menyebabkan lesi
patologik jantung, pembuluh darah, sendi dan jaringan sub kutan. Gejala
demam reumatik bermanifestasi kira-kira 1 – 5 minggu setelah terkena
infeksi. Gejala awal, seperti juga beratnya penyakit sangat bervariasi.
Gejala awal yang paling sering dijumpai (75 %) adalah arthritis. Bentuk
poliarthritis yang bermigrasi. Gejala dapat digolongkan sebagai kardiak
dan non kardiak dan dapat berkembang secara bertahap.
Demam reumatik dapat menyerang semua bagian jantung. Meskipun
pengetahuan tentang penyakit ini serta penelitian terhadap kuman Beta
Streptococcus Hemolyticus Grup A sudah berkembang pesat, namun
mekanisme terjadinya demam reumatik yang pasti belum diketahui. Pada
umumnya para ahli sependapat bahwa demam remautik termasuk dalam
penyakit autoimun.
Streptococcus diketahui dapat menghasilkan tidak kurang dari 20 produk
ekstrasel yang terpenting diantaranya ialah streptolisin O, streptolisin S,
hialuronidase, streptokinase, difosforidin nukleotidase,
dioksiribonuklease serta streptococcal erytrogenic toxin. Produk-produk
tersebut merangsang timbulnya antibodi.
Pada penderita yang sembuh dari infeksi streptococcus, terdapat kira-kira
20 sistem antigen-antibodi; beberapa diantaranya menetap lebih lama
daripada yang lain. Anti DNA-ase misalnya dapat menetap beberapa
bulan dan berguna untuk penelitian terhadap penderita yang
menunjukkan gejala korea sebagai manifestasi tunggal demam reumatik,
saat kadar antibodi lainnya sudah normal kembali.
ASTO ( anti-streptolisin O) merupakan antibodi yang paling dikenal dan
paling sering digunakan untuk indikator terdapatnya infeksi
streptococcus. Lebih kurang 80 % penderita demam reumatik / penyakit
jantung reumatik akut menunjukkan kenaikkan titer ASTO ini; bila
dilakukan pemeriksaan atas 3 antibodi terhadap streptococcus, maka pada
95 % kasus demam reumatik / penyakit jantung reumatik didapatkan
peninggian atau lebih antibodi terhadap streptococcus.
Patologi anatomis
Dasar kelainan patologi demam reumatik ialah reaksi inflamasi eksudatif
dan proliferasi jaringan mesenkim. Kelainan yang menetap hanya terjadi
pada jantung; organ lain seperti sendi, kulit, paru, pembuluh darah,
jaringan otak dan lain-lain dapat terkena tetapi selalu reversibel.
Diagnosis dibuat berdasarkan kriteria jones yang dimodifikasi dari
American Heart Association. Dua kriteria mayor dan satu mayor dan dua
kriteria minor menunjukkan kemungkinan besar demam reumatik.
Prognosis tergantung pada beratnya keterlibatan jantung.
Stadium IV
Disebut juga stadium inaktif. Pada stadium ini penderita demam
reumatik tanpa kelainan jantung / penderita penyakit jantung reumatik
tanpa gejala sisa katup tidak menunjukkan gejala apa-apa.
Pada penderita penyakit jantung reumatik dengan gejala sisa kelainan
katup jantung, gejala yang timbul sesuai dengan jenis serta beratnya
kelainan. Pasa fase ini baik penderita demam reumatik maupun penyakit
jantung reumatik sewaktu-waktu dapat mengalami reaktivasi
penyakitnya.
V. DIAGNOSIS PENUNJANG
Untuk menegakkan diagnosa demam reumatik dapat digunakan
Kriteria Jones yaitu :
Kriteria mayor :
Poliarthritis
Pasien dengan keluhan sakit pada sendi yang berpindah-pindah,
radang sendi-sendi besar; lutut, pergelangan kaki, pergelangan tangan
, siku (poliarthritis migrans).
Karditis
Peradangan pada jantung (miokarditis, endokarditis).
Eritema marginatum
Tanda kemerahan pada batang tubuh dan telapak tangan yang tidak
gatal.
Noduli subkutan
Terletak pada ekstensor sendi terutama siku, ruas jari, lutut,
persendian kaki; tidak nyeri dan dapat bebas digerakkan.
Korea sydenham
Gerakkan yang tidak disengaja /gerakkan yang abnormal, sebagai
manifestasi peradangan pada sistem syaraf pusat.
Kriteria Minor :
Mempunyai riwayat menderita demam reumatik /penyakit jantung
reumatik
Athralgia atau nyeri sendi tanpa adanya tanda obyektif pada sendi;
pasien kadang-kadang sulit menggerakkan tungkainya
Demam tidak lebih dari 39 derajad celcius
Leukositosis
Peningkatan Laju Endap Darah (LED)
C-Reaktif Protein (CRF) positif
P-R interval memanjang
Peningkatan pulse denyut jantung saat tidur (sleeping pulse)
Peningkatan Anti Streptolisin O (ASTO)
Diagnosa ditegakkan bila ada dua kriteria mayor dan satu kriteria minor,
atau dua kriteria minor dan satu kriteria mayor.
Bukti-bukti infeksi streptococcus :
Kultur positif
Ruam skarlatina
Peningkatan antibodi streptococcus yang meningkat
A. PENGKAJIAN
Tujuan pengkajian adalah mengumpulkan data tentang :
Fungsi jantung
Toleransi terhadap aktivitas dan sikap klien terhadap pembatasan
aktivitas
Status nutrisi
Tingkat ketidaknyamanan
Gangguan tidur
Kemampuan klien mengatasi masalah
Hal-hal yang dapat membantu klien
Pengetahuan orang tua dan pasien (sesuai usia pasien) tentang
pemahaman pasien
Pengkajian
Riwayat penyakit
Monitor komplikasi jantung
Auskultasi jantung; bunyi jantung melemah dengan irama derap
diastole
Tanda-tanda vital
Kaji adanya nyeri
Kaji adanya peradangan sendi
Kaji adanya lesi pada kulit
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Penurunan Curah Jantung berhubungan dengan stenosis katub
Tujuan : COP meningkat
Kriteria :
- Klien menunjukan penurunan dyspnea
- Ikut berpartisipasi dalam aktivitas serta mendemonstrasikan
peningkatan toleransi
Intervensi :
a. Pantau tekanan darah, nadi apikal dan nadi perifer
b. Pantau irama dan frekuensi jantung
c. Tirah baring posisi semifowler 450
d. dorong klien melakukan tehnik managemen stress ( lingkungan
tenang, meditasi )
e. bantu aktivitas klien sesuai indikasi bila klien mampu
f. kolaborasi O2 serta terapi
2. Intoleransi aktivitas b.d penurunan cardiac output,
ketidakseimbangan suplai O2 dan kebutuhan
Tujuan : Klien dapat bertoleransi secara optimal terhadap aktivitas
Kriteria :
- Respon verbal kelelahan berkurang
- Melakukan aktivitas sesuai batas kemampuannya ( denyut nadi
aktivitas tidak boleh lebih dari 90X/menit, tidak nyeri dada )
Intervensi :
a. Hemat energi klien selama masa akut
b. Pertahankan tirah baring sampai hasil laborat dan status klinis
membaik
c. Sejalan dengan semakin baiknya keadaan, pantau peningkatan
bertahap pada tingkat aktivitas
d. Buat jadwal aktivitas dan istirahat
e. Ajarkan untuk berpartisipasi dalam aktivitas kebutuhan sehai-hari
f. Ajarkan pada anak /orang tua bahwa pergerakkan yang tidak
disadari adalah dihubungkan dengan korea dan temporer.
g. Bila terjadi chorea, lindungi dari kecelakaan, bedrest dan berikan
sedasi sesuai program