Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN

DEKOMPENSASI CORDIS

A. KONSEP PENYAKIT
1. Definisi
Decompensasi kordis atau gagal jantung adalah suatu keadaan
dimana terjadi penurunan kemampuan fungsi kontraktilitas yang berakibat
pada penurunan fungsi pompa jantung (Price, 1995). Gagal jantung sering
disebut gagal jantung kongestif, adalah ketidakmampuan jantung untuk
memompa darah yang adekuat untuk memenuhi kebutuhan jaringan akan
oksigen dan nutrisi (Smeltzer, 2001).
Gagal jantung adalah sindrom klinik dengan abnormalitas dari
struktur atau fungsi jantung sehingga mengakibatkan ketidakmampuan
jantung untuk memompa darah ke jaringan dalam memenuhi kebutuhan
metabolisme tubuh (Ardini, 2007). Kadang orang salah mengartikan gagal
jantung sebagai berhentinya jantung. Sebenarnya istilah gagal jantung
menunjukkan berkurangnya kemampuan jantung untuk mempertahankan
beban kerjanya.
Gagal jantung ini berdampak gangguan terhadap sistem lain pada
tubuh, kehidupan sehari-hari dan menyebabkan kematian apabila tidak
ditangani secara cepat dan tepat, oleh karena itu perlu penanganan yang
optimal dan komprehensif untuk meningkatkan dan mengurangi
komplikasi, resiko kambuh ulang dan menurunkan angka kematian yang
disebabkan penyakit decompensasi cordis.
2. Klasifikasi
Klasisfikasi fungsional gagal jantung menurut New York Heart
Association (NYHA), yaitu:
1. Derajat 1: Tanpa keluhan, masih bisa melakukan aktivitas fisik seharihari tanpa disertai kelelahan ataupun sesak napas.

2. Derajat 2: Ringan, aktivitas fisik sedang menyebabkan kelelahan atau


sesak napas, tetapi jika aktivitas ini dihentikan maka keluhan pun
hilang.
3. Derajat 3: Sedang, aktivitas fisik ringan menyebabkan kelelahan atau
sesak napas.
4. Derajat 4: Berat, tidak dapat melakukan aktivitas fisik sehari-hari,
bahkan pada saat istirahat keluhan tetap ada dan semakin berat jika
melakukan aktivitas aktivitas ringan.
3. Etiologi
Mekanisme fisiologis yang menyebabkan timbulnya dekompensasi
kordis adalah keadaan-keadaan yang meningkatkan beban awal, beban
akhir atau yang menurunkan kontraktilitas miokardium. Keadaan yang
meningkatkan beban awal seperti regurgitasi aorta, dan cacat septum
ventrikel. Beban akhir meningkat pada keadaan dimana terjadi stenosis
aorta atau hipertensi sistemik. Kontraktilitas miokardium dapat menurun
pada infark miokard atau kardiomiopati. Faktor lain yang dapat
menyebabkan jantung gagal sebagai pompa adalah gangguan pengisisan
ventrikel (stenosis katup atrioventrikuler), gangguan pada pengisian dan
ejeksi ventrikel (perikarditis konstriktif dan temponade jantung). Dari
seluruh penyebab tersebut diduga yang paling mungkin terjadi adalah
pada setiap kondisi tersebut mengakibatkan pada gangguan penghantaran
kalsium di dalam sarkomer, atau di dalam sistesis atau fungsi protein
kontraktil (Price, 1995).
Menurut (Smeltzer, 2001) penyebab gagal jantung meliputi :
1.

Kelainan otot jantung menyebabkan penurunan kontraktilitas


jantung. Penyebab yang mendasari kelainan fungsi otot misalnya
aterosklerosis koroner (keadaan patologis dimana terjadi penebalan
arteri koronoris oleh lemak), hipertensi arterial dan degeneratif atau

2.

inflamasi.
Penyakit arteri koroner yang menimbulkan infark miokard dan tidak
berfungsinya

miokardium

(kardiomiopati

iskemik)

karena

terganggunya aliran darah ke otot jantung. Terjadi hipoksia dan


asidosis akibat penumpukan asam laktat. Infark miokard biasanya
mendahului terjadinya gagal jantung. Penyebab paling sering adalah
kardiomiopati alkoholik, miokarditis viral (termasuk infeksi HIV)
dan
3.

kardiomiopati

dilatasi

tanpa

penyebab

pasti

(kardiomiopatiidiopatik).
Hipertensi Sistemik/pulmonal (peningkatan afterload), meningkatkan
beban kerja jantung mengakibatkan hipertropi serabut otot jantung.
Efek tersebut (hipertropi miokard) dianggap sebagai kompensasi
karena meningkatkan kontraktilitas jantung, karena alasan yg tidak
jelas hipertropi otot jantung dapat berfungsi secara normal, akhirnya

4.

terjadi gagal jantung.


Peradangan dan penyakit myocardium degeneratif berhubungan
dengan gagal jantung karena kondisi ini secara langsung merusak

5.

serabut jantung, menyebabkan kontraktilitas menurun.


Penyakit jantung lain, misalnya pada mekanisme gangguan aliran
darah melalui jantung (stenosis atau penyempitan katup semilunar
dan katup alveonar), pada peningkatan afterload mendadak
hipertensi maligna (peningkatan tekanan darah berat disertai

6.

kelainan pada retina, ginjal dan kelainan serebal).


Faktor sistemik : demam, tirotoksikosis, hipoksia, anemia ini
memerlukan peningkatan curah jantung untuk memenuhi kebutuhan
oksigen sistemik. Hipoksia dan anemia dapat menurunkan suplai
oksigen

kejantung. Asidosis

(respiratorik

metabolic)

dan

abnormalitas elektrolit dapat menurunkan kontraktilitas jantung.


Disritmia jantung akan terjadi dengan sendirinya secara sekunder
akibat gagal jantung menurunkan efisiensi keseluruhan fungsi
jantung.
4. Patofisiologi
Penyebab decompensasi cordis atau gagal jantung menurut
Smeltzer (2001), yaitu mekanisme yang mendasari gagal jantung meliputi

gangguan kemampuan kontraktilitas jantung, yang menyebabkan curah


jantung lebih rendah dari curah jantung normal, bila curah jantung
berkurang sistem saraf simpatis akan mempercepat frekuensi jantung
untuk mempertahankan perfusi jaringan yang memadai maka volume
sekuncup harus menyesuaikan diri untuk mempertahankan curah jantung.
Tetapi pada gagal jantung masalah utamanya adalah kerusakan dan
kekakuan serabut otot jantung dan volume sekuncup itu dipengaruhi tiga
faktor yaitu preload, kontraktilitas dan afterload, jika salah satu dari
ketiga faktor tersebut terganggu maka curah jantungnya akan berkurang.
Curah jantung yang menurun menyebabkan kongesti jaringan yang
terjadi akibat peningkatan tekanan arteri atau vena kongesti paru terjadi
karena ventrikel kiri gagal memompa darah dari paru. Peningkatan
tekanan dalam sirkulasi paru menyebabkan cairan terdorong ke paru,
manifestasinya meliputi dispnea, batuk, mudah lelah, takikardi, bunyi
jantung S3, kecemasan dan kegelisahan. Bila ventrikel kanan gagal
mengakibatkan kongesti visera dan jaringan perifer, sebagai akibat sisi
kanan jantung tidak mampu mengosongkan darah secara adekuat.
Manifestasinya yaitu edema dependen, hepatomegali, pertambahan
berat badan, asites, distensi vena jugularis. Menurut Nettina (2002),
penurunan kontraktilitas miokardium, pada awalnya hal ini hanya timbul
saat aktivitas berat atau olah raga dan tekanan vena juga mulai meningkat
dan terjadilah vasokontiksi luas, hal ini kemudian meningkatkan afterload
sehingga curah jantung semakin turun. Menurut Hudak (1997), respon
terhadap penurunan curah jantung untuk mempertahankan perfusi normal
yaitu peningkatan tonus otot simpatis sehingga meningkatkan frekuensi
jantung, tekanan darah, kekuatan kontraksi dan respon fisiologis kedua
adalah terjadinya retensi air dan natrium, akibat adanya penurunan
volume darah filtrasi.
Patofisiologi decompensasi cordis/gagal jantung menurut Price,
(1995) adalah sebagai berikut:
1. Gagal jantung kiri

Kegagalan dari pemompaan oleh ventrikel kiri mengakibatkan


curah jantung menurun. Akibat ke depan menimbulkan gejala
kelemahan

atau

kelelahan.

Sedangkan

akibat

ke

belakang

mengakibatkan toleran dan volume akhir diastole meningkat sehingga


terjadi bendungan vena pulmonalis, kemudian terjadi di paru-paru.
Akibat adanya sisa tekan di ventrikel kiri mengakibatkan rangsang
hipertrofi sel yang menyebabkan kardiomegali. Beban atrium kiri
meningkat dan akhirnya terjadi peningkatan beban vena pulmonalis,
kemudian mendesak paru-paru dan akhirnya terjadi oedema.
Hemoptisis dapat terjadi pada dekompensasi kordis karena dinding
kapiler jantung sangat tipis dan rentan sehingga dapat mengakibatkan
perdarahan.
2. Gagal jantung kanan
Gangguan pompa ventrikel kanan mengakibatkan aliran darah ke
paru-paru menurun mengakibatkan curah jantung menurun. Tekanan
dan volume akhir diastole ventrikel meningkat sehingga terjadi
bendungan di atrium kanan yang mengakibatkan bendungan vena
kava. Akibat bendungan di vena kava maka aliran vena hepatikum,
vena dari limpa terbendung akhirnya timbul hepatosplenomegali,
asites, edema perifer terutama kaki.

5. Pathway
Kelainan miokardium

Beban tekanan
berlebihan

Beban sistolik
berlebihan

Peningkatan kebutuhan
metabolisme

Beban volume
berlebihan

Kontraktilitas jantung
menurun

Beban sistolik
meningkat

Preload
meningkat

Kontraktilitas
menurun
Hambatan
pengosongan
ventrikel

Beban jantung
meningkat
Penurunan
curah jantung
Gagal jantung
Gagal pompa
ventrikel kanan

Gagal pompa
ventrikel kiri

Backward
failure

Forward
failure

Suplai darah
ke jaringan
menurun
Metabolisme
anaerob
Asidosis
metabolik
Peningkatan
asam laktat &
ATP menurun
fatigue

Intoleransi aktivitas

Tekanan diastole
naik

LVED naik

Suplai O2
otak turun
sinkop

Penurunan
perfusi
jaringan

Renal flow

Tek. Vena pulmonalis


naik

RAA
meningkat

Tek. Kapiler paru


naik

Aldosteron
meningkat

Edema
paru

ADH
meningkat
Retensi
Na dan
H2O
Kelebihan volume
cairan

Bendungan
atrium kanan
Bendungan vena
sistemik
lien

hepar

splenomegali

hepatomegali

Ronkhi
basah

Mendesak
diafragma
Nyeri

Iritasi mukosa
paru

Sesak napas

Refleks
batuk
Edema
paru

Ansietas
Pola napas tidak
efektif
Defisit perawatan diri

Ketidakefektifan
bersihan jalan napas

Penumpukan
sekret

6. Tanda & Gejala


Manifestasi klinis gagal jantung diantaranya:
a.

Dispnea
Manifestasi gagal jantung yang paling umum. Dispnea disebabkan
oleh peningkatan kerja pernapasan akibat kongesti vaskular paru
yang mengurangi kelenturan paru. Meningkatnya tahanan aliran
udara dapat menimbulkan dispnea. Dispnea saat beraktifitas
menunukkan gejala awal dari gagal jantung kiri (Price and Wilson,

b.

2005)
Ortopnea
Sesak napas saat berbaring disebabkan olehredistribusi aliran darah
dari bagian-bagian tubuh yang dibawa ke arah sirkulasi sentral.
Reabsorbsi cairan intertisial dari ekstremitas bawah juga akan

c.

menyebabkan kongesti vaskular paru lebih lanjut.


Batuk non produktif
Dapat terjadi akibat kongesti paru, terutama pada posisi berbaring.
Timbulnya ronkhi yang disebabkan oleh transudasi cairan paru

d.

adalah ciri khas dari gagal jantung.


Hemoptisis
Disebabkan oleh perdarahan vena bronchial yang terjadi akibat
distensi vena. Distensi atrium kiri atau vena pulmonalis dapat

e.
f.

menyebabkan kompresi esophagus.


Disfagia atau kesulitan menelan
Hepatomegali
Pembesaran hati dan nyeri tekan pada hati karena peregangan
kapsula hati. Gejala saluran cerna yang lain sperti anoreksia, rasa
penuh pada perut, atau mual dapat disebabkan karena kongesti hati

g.
h.

dan usus.
Edema perifer
Terjadi akibat penimbunan cairan dalam ruang intertisial.
Nokturia

Disebabkan karena redistribusi cairan dan reabsorbsi cairan pada


waktu berbaring dan berkurangnya vasokontriksi ginjal pada waktu
i.

istirahat.
Edema perifer
Penambahan berat badan akibat peningkatan tekanan vena sistemik.

7. Penatalaksanaan
Penatalaksanan utama adalah penderita merasa nyaman dalam melakukan
aktivitas fisik dan bisa memperbaiki kualitas hidup serta meningkatkan
harapan hidup. Ada tiga pendekatan, yaitu:
1. Mengobati penyakit penyebab gagal jantung
a) Pembedahan bisa dilakukan untuk memperbaiki penyempitan/
kebocoran pada
abnormal

katup

diantara

jantung,
ruang-ruang

memperbaiki
jantung,

hubungan

memperbaiki

penyumpatan arteri koroner


b) Pemberian antibiotic untuk mengatasi infeksi
c) Kombinasi obat, pembedahan dan terapi penyinaran terhadap
kelenjar tiroid yang terlalu aktif
d) Pemberian obat anti-hipertensi
2. Menghilangkan faktor-faktor yang bisa memperburuk gagal jantung
misalnya merokok, konsumsi garam yang berlebihan, obesitas
(kenaikan lebih dari 1 kilogram per hari menunjukkan bahwa adanya
kelainan pada jantung), konsumsi alkohol.
3. Mengobati gagal jantung
Pencegahan atau pengobatan dini terhadap penyebabnya, yaitu:
1. Digitalis
Secara kronotropik dan inotropik maka digitalis akan
memperbaiki kerja jantung dengan memperlambat, memperkuat
kontraksi otot jantung, dan meninggikan curah jantung.
Beberapa hal yang harus di perhatikan dalam digitalis ialah efek
digitalis sangat individual.
Harus ditulis dengan jelas preparat apa yang digunakan,
cara pemberiannya,

total

digitalis,

dosisi

tiap

kali

dan

jadwal pemberiannya. Pada klien yang berobat jalan diberikan


penerangan yang jelas pada orang tuanya tentang pemakaian,
cara penyimpanan dan kemungkinan tanda-tanda keracunan

b. Digoxin
Obat ini dapat meningkatkan kekuatan setiap denyut jantung
danmemperlambat

denyut

jantung

yang

terlalu

cepat.

Ketidakteraturan irama jantung (aritmia) dapat diatasi dengan


obat atau alat pacu jantung buatan. Merupakan preparat yang
banyak dipakai. Dosis digitalis pada keadaan gagal jantung
sesuai dengan umur dan berat badan. Dosis digitalis dapat
diberikan dalam 1 3 hari tergantung pada keadaan.
c. Diuretik
Diuretik sangat berguna diberikan pada keadaan digitalis yang
tidak memadai. Pemakai diuretikum dalam jangka waktu lama
memerlukan pemeriksaan elektrolit secara berulang untuk
mencegah timbulnya ganguan elektrolit terutama hipokalemia.
d. Vasodilator (ACE Inhibitor )
Vasodilator dapat melebarkan arteri, vena atau keduanya.
Pelebaran arteri akan melebarkan arteri dan menurunkan
tekanan darah, yang selanjutnya akan menurunkan beban kerja
jantung.
e. Antikoagulan
Berfungsi unstuk mencegah pembentukan bekuan dalam ruang
jantung. Milrinone dan amirinone menyebabkan pelebaran arteri
dan vena, dan juga meningkatkan kekuatan jantung. Obat baru
ini dapat digunakan dalam jangka waktu pendek pada penderita
yang dipantau secara ketat di rumah sakit, karena bisa
menyebabkan ketidakteraturan irama jantung ynag berbahaya.
f. Kardiomioplasti
Pencangkokan jantung dapat dilakukan pada penderita yang
tidak memberikan

respon

terhadap

pemberian

obat.

Kardiomioplasti merupakan pembedahan dimana sejumlah besar


otot diambil dari punggung penderita dan dibungkuskan di
sekeliling jantung, kemudian dirangsang dengan alat pacu
jantung buatan supaya berkontraksi secara teratur.
g. Istirahat
Kerja jantung dalam keadaan dekompensasi harus benar-benar
dikurangi dengan tirah baring mengingat konsumsi O2 yang

relatif meningkat. Tirah baring dan istirahat sdengan benar,


gejala-gejala gagal jantung dapat jauh berkurang.
h. Diit
Umumnya diberikan makan lunak dengan rendah garam. Jumlah
kalori sesuai dengan kubutuhan. Klien dengan gizi kurang
diberikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein. Cairan di
berikan 80-100 ml/kg BB/hari dengan maksimal 1500 ml/hari.
8. Pemeriksaan penunjang
1. EKG: digunakan untuk mengetahui hipertrofi atrial atau ventrikuler,
penyimpangan aksis, iskemia, dan disritmia (takikardi, fibrilasi
atrial). Ekokardiografi, gelombang suara untuk menggambarkan
jantung, dapat memperlihatkan dilatasi abnormal ruang-ruang jantung
dan kelainan kontraktilitas.
2. Kateterisasi jantung: Tekanan abnormal merupakan indikasi dan
membantu membedakan gagal jantung sisi kanan dengan sisi kiri dan
stenosis katup atau insufisiensi, juga mengkaji potensi arteri kororner.
Zat kontras disuntikkan ke dalam ventrikel menunjukkan ukuran
abnormal dan ejeksi fraksi/perubahan kontraktilitas.
3. Rontgen dada: dapat menunjukkan pembesaran jantung, bayangan
mencerminkan dilatasi atau hipertropi ventrikel, perubahan pembuluh
darah mencerminkan peningkatan tekanan pulmonal.
4. Sonogram
menunjukkan

(ekokardiogram-ekokardiogram
dimensi pembesaran

bilik,

Doppler):

dapat

perubahan

dalam

fungsi/struktur katup, atau area penurunan kontraktilitas ventrikular.


5. Rontgen Dada: menunjukan pembesaran jantung, banyaknya
mencerminkan dilatasi/ hipertropi bilik. Perubahan dalam pembuluh
darah mencerminkan peningkatan pulmonal.

B. KONSEP ASUHAN KEPERAWTAN


1. PENGKAJIAN
a) Pengkajian
1. Identitas pasien
2. Keluhan utama
3. Riwayat penyakit dahulu
4. Riwayat penyakit sekarang
b) Pemeriksaan fisik
1. Airway
Obstruksi total disebabkan oleh tertelannya benda asing yang
menyumbat dipangkal laring. Obstruksi parsial disebabkan oleh
cairan (darah, sekret, aspirasi lambung, lidah jatuh kebelakang,
penyrmpitan dilaring dan trakea). Hal yang paling penting dilakukan
pada pasien tidak sadar adalah membuka jalan napas.
2. Breathing
Dispnea pada saat beraktivitas, tidak sambil duduk/ dengan beberapa
bantal. Batuk dengan atau tanpa pembentukan sputum, penggunanan
bantuan pernapasan misal: oksigen. Batuk: kering/ nyaring/ non
produktif/ mungkin tanpa sputum terus menerus.
3. Circulation
a) Warna kulit: pucat/ sianosis
b) Tekanan darah mungkin rendah
c) Nadi mungkin lemah menunjukan penuruna volume sekuncup

d) Frekuensi jantung: disritmia


e) Nadi apical mungkin menyebar dan merubah posisi secara
f)

inferior ke kiri
Bunyi jantung S3 (Gallop), S4 dapat terjadi S1 dan S2 mungkin

melemah
g) Murmur sistolik dan diastolik dapat menandakan adanya
stenosis katup atau insufisiensi
h) Nadi: perifer berkurang, nadi sentral mungkin kuat (nadi
jugularis dan karotis)
i) Pengisian kapiler (Capillery Refill Time) lambat
4. Makanan dan Cairan
a) Kehilangan nafsu makan: mual/ muntah
b) Penambahan berat badan secara signifikan
c) Pembengkakan pada ekstremitas bawah
d) Pakaian/ sepatu terasa sesak
e) Diit tinggi garam/makanan yang telah diproses: lemak, gula, dan
kafein
f)
Distensi abdomen (asites)
g) Edema
5. Aktivitas/ Istirahat
a) Keletihan/ kelelahan terus menerus sepanjang hari
b) Insomnia
c) Nyeri dada dengan aktivitas
d) Dispnea saat istirahat/beraktivitas
e) Gelisah, perubahan status mental misal, letargi
f)
Tanda vital berubah saat aktivitas
2. Diagnosis Keperawatan
1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan
2.

sekret akibat reflek batuk menurun


Penurunan curah jantung berhubungan

3.

kontraktilitas miokard
Kelebihan volume cairan berhubungan dengan berkurangnya curah

4.

jantung akibat retensi cairan dan natrium oleh ginjal


Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan akibat turunnya

5.

curah jantung
Ansietas berhubungan dengan penyakit kritis, takut kematian atau
kecacatan,

perubahan

peran

ketidakmampuan yang permanen.

dalam

dnegan

lingkungan

perubahan

social

atau

3. Rencana Tindakan Keperawatan


No Diagnosa Keperawatan
1
Ketidakefektifan bersihan jalan
napas berhubungan dengan
penumpukan sekret akibat reflek

Tujuan/Kriteria Hasil
NOC

Rencana Tindakan
NIC

- Respiratory status: ventilation


- Respiratory status: airway

1) Auskultasi paru akan ronkhi atau mengi.

patency

batuk menurun

Kriteria Hasil:
-

mendemonstrasikan batuk
efektif

tidak sianosis dan dyspneu


(mampu bernafas dengan
mudah, tidak ada pursued lips)

Menunjukkan jalan nafas yang


paten (klien tidak merasa
tercekik, frekuensi pernafasan,
irama nafas dalam rentang
normas, tidak terdapat suara
nafas tambahan)

Rasional : melihat adekuatnya pertukaran gas


dan adanya sekret
2) Berikan posisi kepala klien lebih tinggi
Rasional : Peninggian kepala memungkinkan
diafragma untuk berkonstraksi
3) Lakukan fisioterapi dada jika perlu
Rasional: memudahkan pengeluaran sekret
4) Ajarkan pasien batuk efektif
Rasional : Mengajari pasien cara mengeluarkan
sputum melalui batuk efektif
5) Kolaborasi pemberian terapi O2
Rasional : menyuplai O2 dan meringankan kerja
pernafasan
6) Monitor respirasi dan status O2
Rasional: deteksi dini apabila terjadi

ketidakpatenan status oksigenasi


7) Kolaborasikan pemberian bronkodilator jika
perlu
Rasional : untuk memudahkan pengeluaran
sekret
2

Penurunan curah jantung

NOC

NIC

berhubungan dnegan perubahan

- Cardiac Pump effectiveness


- Circulation Status
- Vital Sign Status

1) monitor tanda-tanda vital

kontraktilitas miokard

Rasional : mengetahui keadaan umum pasien


2) evaluasi adanya nyeri dada(intensitas,
lokasi, durasi)

Kriteria Hasil:
- Tanda Vital dalam rentang normal
(Tekanan darah, Nadi, respirasi)
- Dapat mentoleransi aktivitas,
tidak ada kelelahan
- Tidak ada edema paru, perifer,
dan tidak ada asites
- Tidak ada penurunan kesadaran

Rasional : mendeteksi secara cepat tanda-tanda


gagal jantung
3) monitor status pernapasan yang menandakan
gagal jantung
Rasional : respirasi yang tidak adekuat
merupakan tanda awal gagal jantung
(kebutuhan oksigen tidak terpenuhi)
4) monitor aktivitas pasien

Rasional: mengetahui tingkat/klasifikasi gagal


antung pasien
5) anjurkan pasien untuk mengurangi aktivitas
yang berlebihan
Rasional : aktivitas berlebihan dapat
3

Kelebihan volume cairan

NOC

berhubungan dengan

2. electrolit and acid base balance


3. fluid balance
4. hydration

berkurangnya curah jantung,


retensi cairan dan natrium oleh
ginjal

Kriteria Hasil:
- terbebas dari edema, efusi
- bunyi napas bersih, tidak ada
dispneu/ortopneu
- terbebas dari distensi vena
jugularis, reflek hepatojugular (+)
- melihara tekanan vena sentral,
tekanan kapiler paru, output
jantung dan vital sign dalam batas
normal
- Terbebas dari kelelahan,

meningkatkan sesak napas dan kelelahan


NIC
1) pantau intake dan output cairan selama 24
jam
Rasional : meningkatkan keseimbangan cairan
pasien
2) pertahankan posisi duduk atau semifowler
selama masa akut
Rasional : meningkatkan filtrasi ginjal dan
menurunkan produksi ADH sehingga
meningkatkan diuresis
3) timbang perubahan berat badan tiap hari
Rasional : peningkatan berat badan mengetahui
edema pasien akibat gagal jantung

kecemasan atau kebingungan


- Menjelaskan indikator kelebihan
cairan

4) pantau hasil pemeriksaan laboratorium


Rasional : mengetahui perkembangan penyakit
5) pertahankan diet pembatasan natrium sesuai
dengan indikasi
Rasional : natrium berlebih mengakibatkan
volume cairan tubuh meningkat akibat retensi

Intoleransi aktivitas berhubungan

NOC

dengan kelemahan akibat

- Activity tolerance
- Self care: ADLs

turunnya curah jantung

Kriteria Hasil:
- Berpartisipasi dalam aktivitas
fisik tanpa disertai naiknya
tekanan darah, nadi dan RR.
- Mampu melakukan aktivitas
secara mandiri
- Tanda-tanda vital normal
- Status respirasi dan ventilasi
adekuat
- Level kelemahan
- Mampu berpindah dengan atau

urine
NIC
1) observasi tanda-tanda vital sebelum dan
sesudah aktivitas
Rasional : hipotensi ortostatik dapat terjadi
dengan aktivitas akibat perpindahan
cairan/pengaruh fungsi jantung
2) catat respon kardiopulmonal terhadapp
aktivitas (takikardi, disritmia, dispnea,
berkeringat, pucat)
Rasional : penurunan/ketidakmampuan
miokardium untuk meningkatkan volume
sekuncup selama aktivitas dapat

tanpa bantuan alat

menyebabkan peningkatan segera pada


frekuensi jantung dan kebutuhan O2
3) kaji faktor presipitasi atau penyebab
kelemahan
Rasional : kelemahan bisa terjadi akibat efek
samping obat (beta blocker)
4) Bantu aktivitas perawatan diri. Berikan
peningkatan aktivitas selama penyembuhan
Rasional : mengurangi kelelahan dan mencegah
atropi otot
5) Kolaborasikan program rehabilitasi jantung
atau aktivitas yang berlebihan
Rasional: peningkatan bertahap pada aktivitas
menghindari kerja/konsumsi O2 berlebihan

Ansietas berhubungan dengan

NOC

NIC

penyakit kritis, takut kematian

- Anxiety control
- Coping

1) gunakan pendekatan yang menenangkan

atau kecacatan, perubahan peran


dalam lingkungan social atau
ketidakmampuan yang permanen

Kriteria Hasil:
- Klien mampu mengidentifikasi
dan mengungkapkan gejala cemas

Rasional : menjalin hubungan saling percaya


dengan pasien
2) jelaskan semua prosedur dan apa yang

- Mengidentifikasi,
mengungkapkan dan

dirasakan selama prosedur


Rasional : mengurangi kecemasan pasien

menunjukkan tehnik untuk


mengontol cemas
- Vital sign dalam batas normal
- Postur tubuh, ekspresi wajah,
bahasa tubuh dan tingkat aktivitas
menunjukkan berkurangnya
kecemasan

3) temani pasien untuk memberikan keamanan


dan mengurangi takut
Rasional : mengurangi kecemasan pasien
4) identifikasi tingkat kecemasan
Rasional : mengetahui seberapa besar tingkat
kecemasan pasien
5) dorong pasien untuk mengungkapkan
perasaan, ketakutan, persepsi
Rasional : pengungkapan perasaan merupakan
kriteria kontrol cemas
6) intruksikan pasien menggunakan teknik
relaksasi
Rasional: teknik relasksasi napas dalam dapat
menurunkan kecemasang

DAFTAR PUSTAKA
Ardini, Desta N. 2007. Perbedaaan Etiologi Gagal jantung Kongestif pada Usia
Lanjut dengan Usia Dewasa Di Rumah Sakit Dr. Kariadi Januari Desember 2006. Semarang: UNDIP.
Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah . Jakarta :
EGC.
Nurarif & Kusuma. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa
Medis & NANDA and NIC-NOC. Jakarta: Mediaction Publishing.\
Price & Wilson. 2005. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.
Jakarta : EGC
Smeltzer, S. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner Suddarth.
Volume 2 Edisi 8. Jakarta : EGC.
Udjianti, Wajan J. 2010. Keperawatan Kardiovaskuler. Jakarta: Salemba medika
Wilkinson, Judith M. 2011. Buku Saku Diagnosa Keperawatan Edisi 9. Jakarta:
EGC

Anda mungkin juga menyukai