Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Negara dalam upaya mencapai tujuannya, pastilah memerlukan perangkat negara yang
disebut pemerintah atau pemerintahan. Dalam hal ini, pemerintah pada hakikatnya adalah
memberikan pelayanan kepada masyarakat. Sejalan dengan perkembangan zaman dan
semakin kompleksnya persoalan yang dihadapi oleh negara, maka telah terjadi perkembangan
penyelenggaraan pemerintahan yang ditandai dengan pergeseran paradigma dari rule
government menjadi paradigma good governance. Pelayanan yang mengacu terkait dengan
prinsip-prinsip good governance, sebagaimana tuntutan reformasi yaitu untuk mewujudkan
clean government dalam penyelenggaraan negara.
Birokrasi diadakan bukan untuk bertugas menjadi penguasa untuk melayani dirinya
sendiri, tetapi harus melayani masyarakat. Namun, kenyataannya dari beberapa sumber
menunjukkan masih ada aparat birokrasi di Indonesia yang mengabaikan pekerjaan melayani
masyarakat yang sebenarnya menjadi tanggung jawabnya. Keadaan ini yang membuat
birokrasi yang buruk menjadi membudaya, birokrasi menjadi tidak memiliki inisiatif dan
kreativitas. Hal ini menjadi isu dan budaya buruk birokrasi yang menginginkan balas jasa dari
masyarakat (Thoha, 2003). Budaya dan mental birokrat tersebut menjadikan masyarakat
sebagai orang yang dilayani, malah justru sebaliknya.
Etika sangat diperlukan dalam administrasi publik. Etika dapat dijadikan pedoman,
referensi, petunjuk tentang apa yang harus dilakukan oleh aparat birokrasi dalam menjalankan
kebijakan politik, maupun dalam melayani masyarakat dalam berbagai hal. Ada enam ide
agung landasan etika yang dapat dijadikan pedoman dalam bertindak, yaitu: (1) kebenaran
(truth), (2) kebaikan (goodness), (3) keindahan (beauty), (4) kebebasan (liberty), (5)
persamaan (equality) dan (6) keadilan (justice). (Adler, 1984).
Etika dalam birokrasi mempunyai dua fungsi, yaitu: pertama, sebagai pedoman, acuan,
refrensi bagi administrasi negara (birokrasi publik) dalam menjalankan tugas dan
kewenangannya agar tindakannya dalam organisasi tadi dinilai baik, terpuji, dan tidak tercela.
Kedua, etika birokrasi sebagai standar penilaian mengenai sifat, perilaku, dan tindakan
birokrasi publik dinilai baik, tidak tercela dan terpuji. Etika birokrasi digambarkan sebagai
suatu panduan norma bagi para birokrat dalam menjalankan tugas pelayanan pada masyarakat.
Etika birokrasi harus menempatkan kepentingan publik di atas kepentingan pribadi,
kelompok, dan organisasinya. Etika harus diarahkan pada pilihan-pilihan kebijakan yang
benar-benar mengutamakan kepentingan masyarakat luas (Dwiyanto, 2002). Oleh karena itu,

1
etika pelayanan publik harus menunjukkan cara dalam melayani publik dengan menggunakan
kebiasaan-kebiasaan yang mengandung nilai-nilai hidup dan hukum atau norma-norma yang
mengatur tingkah laku manusia yang dianggap baik (Kumorotomo (1996).
Etika birokrasi di Indonesia telah diatur dalam undang-undang, dan dikenal sebagai
“Kode Etik Pegawai Negeri Sipil (PNS)”. Adapun dasar hukum ditetapkannya etika PNS
adalah (1) Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang pokok-pokok kepegawaian
sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 43 Tahun 1999 dan telah diubah
menjadi Undang-Undang Nomor 5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara, (2) Peraturan
Pemerintah Nomor 53 tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil. (4) Peraturan
Pemerintah Nomor 42 tahun 2004 tentang Pembinaan Jiwa Korps dan Kode Etik.
Etika dalam kinerja pelayanan publik diperlukan sebagai bentuk adanya sikap tanggap
dari aparat birokrasi terhadap kepentingan masyarakat pengguna jasa. Kepentingan pengguna
jasa harus ditempatkan sebagai tujuan utama, melalui prinsip pelayanan tersebut diharapkan
tidak terjadi diskriminasi dalam pemberian pelayanan, dan bersikap ramah dalam memberi
pelayanan, sehingga pengguna jasa merasa memperoleh pelayanan yang sebaik-baiknya. Jika
kondisi pelayanan yang demikian diciptakan maka etika pelayanan publik dapat berjalan
sesuai dengan misi aparat birokrasi dan tuntutan masyarakat pengguna jasa (Dwiyanto,
2000:201-202). Kinerja birokrasi dalam hal etika di Indonesia memang masih mengecewakan,
dan dibutuhkan suatu kajian untuk mengetahui etika birokrat dalam pelayanan publik.
Birokrat merupakan wujud dari abdi masyarakat dan abdi negara. Sehingga maksud dari
public service tersebut demi mensejahterakan masyarakat.
Pelayanan publik pada dasarnya sebagai pemberian layanan (melayani) keperluan orang
atau masyarakat yang mempunyai kepentingan pada organisasi itu sesuai dengan aturan
pokok dan tata cara yang telah ditetapkan. Setiap kehidupan bermasyarakat, manusia pasti
memerlukan pelayanan dari orang lain, baik pelayanan fisik maupun pelayanan administratif.
Birokrat dalam hal ini berperan sebagai abdi negara atau abdi masyarakat, abdi masyarakat
adalah sebagai aparat pelaksana pelayanan (public service) merupakan salah satu fungsi yang
diselenggarakan dalam rangka penyelenggaraan administrasi negara. Mengenai bentuk
pelayanan itu tidak akan terlepas dari tiga macam pelayanan yaitu : “1) pelayanan dengan
lisan; 2) pelayanan melalui tulisan; dan 3) pelayanan dengan perbuatan” (Moenir, 1992:190).
Ketiga bentuk pelayanan tersebut dalam setiap organisasi tidaklah dapat selamanya berdiri
secara murni, melainkan sering kombinasi.
Perkembangan kehidupan masyarakat yang semakin dinamis, sejalan dengan tingkat
kehidupan yang semakin baik, telah meningkatkan kesadarannya akan hak dan kewajibannya
sebagai warga negara dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Masyarakat

2
yang semakin kritis dan berani untuk mengajukan keinginan, tuntutan dan aspirasinya, serta
melakukan kontrol atas kinerja pemerintah. Masyarakat semakin berani menuntut birokrasi
publik untuk mengubah posisi dan perannya (revitalisasi) dalam memberikan layanan publik.
Kebiasaan suka mengatur dan memerintah mesti diubah menjadi suka melayani, dari yang
lebih suka menggunakan pendekatan kekuasaan, berubah menjadi suka menolong, semuanya
menuju ke arah fleksibilitas, kolaboratis dan dialogis, dan menghilangkan cara-cara yang
tidak terpuji menuju cara-cara kerja yang realistik pragmatis (Thoha, 1988:119).
Upaya peningkatan kualitas pelayanan publik telah banyak dilakukan oleh berbagai
pemerintahan daerah, baik kabupaten maupun kota. Tidak cukup hanya dengan memperbaiki
struktur kelembagaan, sistem insentif, tetapi juga di dalam penataan proses pelayanan yang
diberikan. Berdasarkan beberapa hal yang sudah dipaparkan diatas, penulis tertarik untuk
menyusun makalah berjudul “Analisis Etika Aparatur Birokrasi dalam Pelayanan Publik
(Studi Kasus : Pelayanan Administrasi Kartu Keluarga di Kantor Kecamatan Tombariri
Timur, Kabupaten Minahasa)”.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka perlu dirumuskan masalah yang berguna sebagai
pedoman dan batasan pembahasan. Perumusan masalah adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana etika aparatur birokrasi dalam proses pelayanan administrasi Kartu
Keluarga di Kecamatan Tombariri Timur, Kabupaten Minahasa ?
1.3. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui etika aparatur birokrasi dalam proses pelayanan administrasi
Kartu Keluarga di Kecamatan Tombariri Timur, Kabupaten Minahasa
1.4. Manfaat Penulisan
Manfaat penulisan makalah ini diharapkan dapat memberikan masukan, baik teoritis
maupun praktis terhadap permasalahan yang berkaitan dengan peneitian. Adapun manfaat
yang ingin dicapai antara lain:
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya kajian tentang Ilmu Administrasi
Publik khususnya tentang bahasan mengenai Pelayanan Publik.
2. Manfaat Praktis
a. Hasil penulisan ini nantinya diharapkan sebagai bahan masukan dan
evaluasi kepada para instansi pemerintahan yang lain dalam penerapan
pelayanan publik supaya kedepannya lebih baik lagi.
b. Hasil penulisan ini nantinya diharapkan dapat berguna dalam hal
pengembangan berbagai kajian teori yang berkaitan dengan penelitian
dan menganalisis berbagai masalah yang ditemui.
c. Hasil penulisan ini nantinya diharapkan dapat bermanfaat untuk bidang-
bidang pelayanan publik yang lainnya.

3
BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1. Etika
2.1.1 Pengertian Etika

Istilah Etika dalam Bahasa Yunani Kuno berasal dari kata “Ethos” yang berarti
“kebiasaan” (costum). Etika adalah sebuah sesuatu dimana dan bagaimana cabang utama
filsafat yang mempelajari nilai atau kualitas yang menjadi studi mengenai standar dan
penilaian moral. (Sumber; Wikipedia.org).
Istilah etika pertama kalinya diperkenalkan oleh filsuf Yunani yang bernama
Aristoteles melalui karyanya yang berjudul Etika Nichomachiea. Buku tersebut berisi
tentang ukuran-ukuran suatu perbuatan. Menurut Aristoteles pengertian etika dibagi
menjadi dua yaitu (1) Terminius Technicus yang artinya etika dipelajari untuk ilmu
pengetahuan yang mempelajari masalah perbuatan ataupun tindakan manusia, dan (2)
Manner dan Custom artinya etika membahas berkaitan dengan tata cara dan adat
(kebiasaan) yang melekat dalam kodrat manusia seperti tingkah laku ataupun perbuatan
yang baik dan buruk. Sedangkan Etika menurut Bertens (2001) adalah (1) nilai-nilai dan
norma-norma yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur
tingkah lakunya, (2) kumpulan asas/nilai moral, dan (3) ilmu tentang yang baik atau benar
dan yang buruk atau salah. Jadi, secara etimologis etika mempunyai arti yaitu ilmu tentang
apa yang biasa dilakukan atau ilmu tentang adat kebiasaan.
Etika cenderung dipandang sebagai suatu cabang ilmu filsafat yang mempelajari
nilai baik dan buruk manusia. Namun dalam perkembangannya etika dapat dijadikan
sebagai pedoman, referensi, acuan, penuntun terhadap apa yang harus dilakukan oleh
manusia sesuai dengan tugas yang dimilikinya. Etika dalam hal ini sekaligus berfungsi
sebagai tolok ukur untuk menilai apakah sifat, watak, perilaku, perbuatan yang dilakukan
manusia tersebut dalam menjalankan tugasnya baik atau buruk, dan benar ataupun salah.
2.1.2 Etika dan Administrasi
Dalam lingkup pelayanan publik, etika administrasi publik diartikan sebagai kode
etik yang harus dijalankan dan ditaati oleh pemberi pelayanan publik. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa etika administrasi publik adalah sebagai aturan atau standar
pengelolaan/manajemen, dan arahan moral bagi anggota organisasi yang memiliki tugas
sebagai pemberi pelayanan publik kepada masyarakat. Aturan-aturan dalam etika

4
administrasi publik tersebut berkaitan dengan urusan kepegawaian, keuangan,
ketatausahaan, dan hubungan masyarakat.
Kebanyakan setiap orang sudah sadar terhadap aturan-aturan yang telah ditetapkan
namun belum dapat menjalankan aturan-aturan tersebut dengan baik dalam kehidupan
sehari-hari. Banyaknya kasus-kasus aparatur pemerintah yang tidak dapat memberikan
pelayanan yang baik kepada masyarakat seperti pelayanan dalam pembuatan KTP, SIM,
Akta Kelahiran, dll. Sejauh ini masih banyak aparatur pemerintahan yang belum
berkompeten serta mengabaikan norma-norma, dan etika dalam bekerja. Pelayanan yang
mereka berikan cenderung berbelit-belit dan memakan waktu yang lama sehingga
memunculkan praktek-praktek moral yang buruk dari para aparatur pemerintahan seperti
melakukan pungli (pungutan liar) dalam proses administrasinya. Hal ini mengindikasikan
bahwa masih tingginya penyalahgunaan wewenang yang dilakukan oleh para aparatur
pemerintah sebagai pemberi layanan publik sehingga menimbulkan ketidakefisienan, dan
ketidakefetifan dalam administrasi publik. Perbuatan yang mereka lakukan tersebut dapat
berimplikasi buruk kepada diri mereka sendiri yang notabennya adalah fungsi aparat
negara sebagai pelayanan masyarakat. Oleh karena itu, kedudukan aparatur pemerintah
dalam memberikan pelayanan publik sangat strategis karena dapat menentukan sejauhmana
pemerintah mampu memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya bagi kesejahteraan
masyarakat. Dengan demikian kita dapat mengetahui sejauhmana negara telah
menjalankan perannya dengan baik sesuai dengan tujuan negara. Dengan banyaknya kasus
aparatur pemerintah yang buruk kinerjanya maka etika administrasi publik sering menjadi
sorotan utama dalam kehidupan bermasyarakat.
Jadi, etika administrasi publik merupakan sebuah keharusan dan dibutuhkan agar
tugas-tugas yang diberikan kepada para administrator publik untuk memberikan pelayanan
yang prima kepada masyarakat dapat terwujud dengan baik sesuai dengan gagasan-gagasan
administrasi seperti efisiensi, efektivitas, dan produktifitas sehingga memberikan kepuasan
tersendiri bagi masyarakat.
2.2 Pelayanan Publik

2.2.1 Konsep Pelayanan Publik

Pelayanan publik adalah sebuah istilah yang dibentuk dari dua kata yakni
“pelayanan” dan “publik”. Kata pelayanan sendiri didefinisikan dalam berbagai makna.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), salah satu makna dari pelayanan adalah
usaha untuk melayani kebutuhan orang lain dengan memperoleh imbalan. Hal senada juga
diungkapkan oleh pendapat Sianipar dalam Asmawi Rewansyah (2011:52) bahwa

5
pelayanan merupakan sebuah cara untuk melayani maupun untuk membantu mengurusi
serta menyelesaikan kebutuhan atau keperluan individu maupun sekelompok orang dimana
mereka adalah sebagai obyek yang dilayani. Selanjutnya istilah “publik” sebagai kata
sambung dari pelayanan berasal dari “public” yang berarti masyarakat. Jadi pelayanan
publik dapat didefiniskan sebagai pelayanan kepada masyarakat.

Sedangkan menurut Lembaga Administrasi Negara (1998), secara garis besar yang
dimaksud dengan pelayanan publik adalah kegiatan pelayanan umum oleh instansi
pemerintahan yang berada di lingkungan BUMN maupun BUMD, baik dalam bentuk
barang maupun jasa dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat maupun untuk
memenuhi ketentuan dalam peraturan perundang-undangan. Dalam KEPMENPAN Nomor
63 Tahun 2003, pelayanan publik didefinisikan sebagai suatu kegiatan pelayanan yang
diberikan oleh pelaksana pelayanan kepada penerima pelayanan dimana dalam
pelaksanaannya disesuaikan dengan peraturan perundang-undangan. Definisi pelayanan
publik juga diatur dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik
pada pasal 1 dimana secara garis besar adalah sebagai sebuah rangkaian kegiatan
pemenuhan kebutuhan pelayanan yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan
kepada warga negara dan penduduk atas barang/ jasa serta pelayanan administratif oleh
penyelenggara pelayanan publik.

Dari beberapa definisi mengenai pelayanan publik di atas dapat ditarik kesimpulan
bahwa pelayanan publik adalah suatu proses kegiatan memenuhi apa yang menjadi
kebutuhan masyarakat selaku pengguna layanan dan dilaksanakan oleh penyelenggara
pelayanan publik dan dalam pelaksanaannya disesuaikan dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.

2.2.2 Prinsip Pelayanan Publik

Berdasarkan Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 63 Tahun


2003 ada beberapa prinsip pelayanan publik, diantaranya adalah:

a. Kesederhanaan
Dalam pemberian pelayanan publik diharapkan melalui proses yang mudah,
dengan prosedur yang mudah untuk dipahami maupun dilaksanakan bukan dalam
proses yang berbelit-belit dan terkesan rumit.
b. Kejelasan

6
Meliputi kejelasan berbagai aspek, diantaranya adalah mengenai kejelasan
persyaratan-persyaratan baik teknis maupun administratif, kejelasan unit atau
pejabat yang berwenang dalam pelaksanaan pelayanan serta kejelasan mengenai
biaya maupun tata cara dalam pelayanan publik itu sendiri.
c. Kepastian Waktu
Dalam proses pelayanan publik, penting kiranya mengenai kejelasan waktu
penyelesaian pelayanan tersebut bagi masyarakat sebagai pihak yang
memperoleh pelayanan.
d. Akurasi
Adanya ketepatan, kebenaran dan sah atas produk pelayanan yang diberikan
kepada masyarakat.
e. Keamanan
Dalam proses pelayanan publik serta produk dari pelayanan publik tersebut
mampu memberikan rasa aman bagi pengguna layanan serta memiliki kepastian
hukum.
f. Tanggung Jawab
Setiap pejabat yang berwenang harus mampu bertanggung jawab atas jalannya
pelaksanaan pelayanan publik serta dalam hal menyelesaikan berbagai macam
persoalan yang terjadi.
g. Kelengkapan Sarana dan Prasarana
Adanya sarana dan prasarana yang mendukung serta mampu untuk menunjang
dalam proses pelaksanaan pelayanan publik.
h. Kemudahan Akses
Masyarakat selaku pihak pengguna layanan hendaknya memiliki kemudahan
akses, baik dari segi tempat atau lokasi yang mudah dijangkau serta dalam
pemanfaatan sarana yang tersedia.
i. Kedisiplinan, Keramahan dan Kesopanan
Pemberi pelayanan harus mampu menampilkan kedisiplinan, sikap yang ramah
dan sopan serta santun kepada masyarakat dan memberikan pelayanan secara
ikhlas.
j. Kenyamanan
Dalam hal ini lebih merujuk pada kondisi lingkungan tempat pelayanan
berlangsung yaitu tertib, teratur, bersih, rapi, indah dan sehat yang mampu
memberikan rasa nyaman bagi masyarakat.
2.2.3 Jenis/Kelompok Pelayanan Publik

Dalam Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 63 Tahun 2003


tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan Publik, disebutkan mengenai
pembagian keompok pelayanan publik diantaranya adalah:

7
a. Kelompok Pelayanan Administratif, yaitu pelayanan atas dokumen publik
misalnya mengenai status kewarganegaraan, sertifikat kompetensi maupun surat
akan kepemilikan barang. Contoh dari dokumen publik itu sendiri misalnya KTP,
Akte Kelahiran, BPKB, SIM, dll.
b. Kelompok Pelayanan Barang, yaitu pelayanan atas berbagai bentuk barang yang
dibutuhkan oleh publik, misalnya mengenai air bersih maupun ketersediaan
listrik, dsb.
c. Kelompok Pelayanan Jasa, yaitu pelayanan atas berbagai bentuk jasa yang
diperlukan oleh publik, misalnya mengenai pelayanan pendidikan, kesehatan,
jasa transportasi, dll.
Sedangkan menurut Asmawi (2011:58) ada 5 jenis pelayanan publik yang terbagi
menjadi:
a. Pelayanan Pemerintahan
Jenis pelayanan yang terkait dengan tugas umum pemerintahan, misalnya dalam
pelayanan KTP, SIM, paspor, dll.
b. Pelayanan Pembangunan
Jenis pelayanan yang terkait dengan ketersediaan sarana dan prasarana bagi
masyarakat sebagai sebuah fasilitas untuk melakukan aktivitasnya sebagai warga
negara, misalnya penyediaan jalan, rumah sakit, jalan tol, dll.
c. Pelayanan Utilitas
Jenis pelayanan yang terkait dengan utilitas bagi masyarakat, misalnya
ketersediaan listrik, air bersih, telepon, dll.
d. Pelayanan Sandang, Pangan dan Papan
Jenis pelayanan yang terkait dengan kebutuhan pokok bagi masyarakat dan juga
kebutuhan akan perumahan, misalnya sembako maupun perumahan sederhana
dengan harga yang terjangkau
e. Pelayanan Kemasyarakatan
Jenis pelayanan yang lebih mengarah pada kegiatan sosial kemasyarakatan,
misalnya mengenai pelayanan kesehatan, pendidikan, ketenagakerjaan, dll.
2.2.4 Standar Pelayanan Publik
Di dalam pelayanan publik penting kiranya memiliki standar pelayanan sebagai
ukuran baku dalam penyelenggaraan pelayanan publik. Standar pelayanan publik
berdasarkan Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 63 Tahun
2003 tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan Publik adalah sebagai
berikut:
a. Prosedur Pelayanan
Mengenai prosedur-prosedur dalam pelayanan yang telah disepakati dan
dibakukan di antara pihak pemberi layanan dan penerima layanan, juga termasuk
tentang prosedur pengaduan
b. Waktu Penyelesaian
8
Mengenai waktu yang ditetapkan selama proses pelayanan yang dimulai dari
proses pengajuan hingga penyelesaian dan juga termasuk pengaduan
c. Biaya Pelayanan
Mengenai rincian biaya yang telah ditetapkan untuk proses penyelenggaraan
pelayanan
d. Produk Pelayanan
Hasil yang diterima harus memiliki kesesuaian dengan ketentuan yang telah
ditetapkan
e. Sarana dan Prasarana
Mengenai ketersediaan sarana dan prasarana yang memadai dan untuk
menunjang penyelenggaraan pelayanan publik
2.3 Etika Pelayanan Publik
2.3.1 Konsep Etika Pelayanan Publik

Salah satu tugas aparatur sipil negara sebagai penyelenggara negara adalah
melaksanakan pelayanan publik, dimana pelayanan publik bertujuan untuk memenuhi
kebutuhan krusial masyarakat. Pelayanan publik yang dilakukan haruslah berdasarkan pada
etika atau peraturan yang telah ditetapkan agar pelayanan yang diberikan dapat
memberikan kepuasan maksimal kepada masyarakat. Penyelenggaraan pelayanan publik
seringkali masih ditemui kesalahan, ketidakpastian dan pelanggaran dalam prosesnya
karena sifatnya yang kompleks yang menyangkut dengan cara dan nilai pemberian
pelayanan publik, hal inilah yang mendorong para aparatur negara tidak bertindak sesuai
dengan kode etik pelayanan yang berlaku, sehingga konsep dan teori etika dalam
pelayanan publik haruslah mendapat perhatian khusus.
Etika pelayanan publik yang dilakukan oleh aparatur harus berfokus kepada
kepentingan dan kebutuhan masyarakat, dimana harus berpedoman pada asas akuntabilitas
(bertanggungjawab sesuai peraturan) & transparansi (adanya keterbukaan bagi masyarakat
untuk mengakses pelayanan). Beberapa konsep mengenai etika pelayanan publik dapat
disimak dari pendapat-pendapat berikut ini : (Arisman,hal 6)
a. Etika pelayanan publik adalah : ”suatu cara dalam melayani publik dengan
menggunakan kebiasaan-kebiasaan yang mengandung nilai-nilai hidup dan hukum
atau norma-norma yang mengatur tingkah laku manusia yang dianggap baik”
(Kumorotomo, 1996:7).
b. Putra Fadillah (2001:27), etika pelayanan publik adalah: ”suatu cara dalam
melayani publik dengan menggunakan kebiasaan-kebiasaan yang mengandung
nilai-nilai hidup dan hukum atau norma yang mengatur tingkah laku manusia yang
dianggap baik”.

9
c. Sedangkan etika dalam konteks birokrasi menurut Dwiyanto (2002:188): ”Etika
birokrasi digambarkan sebagai suatu panduan norma bagi aparat birokrasi dalam
menjalankan tugas pelayanan pada masyarakat. Etika birokrasi harus
menempatkan kepentingan publik di atas kepentingan pribadi, kelompok, dan
organisasnya. Etika harus diarahkan pada pilihan-pilihan kebijakan yang benar-
benar mengutamakan kepentingan masyarakat luas”.
2.3.2 Prinsip-Prinsip Etika Pelayanan Publik
Dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat, aparatur birokrasi haruslah
berpedoman pada aturan/prinsip etika pelayanan agar pelayanan yang dilakukan dapat
memberikan kepuasan maksimal kepada masyarakat. Penerapan etika pelayanan publik
sangatlah penting dalam memberikan gambaran kepada para aparatur birokrasi tentang
apa yang harus dilakukan dalam menjalankan kegiatan pemerintahan khususnya
pelayanan publik. Menurut Adler (1984) yang dikutip oleh Muchlas,dkk dalam
jurnalnya, terdapat 6 dimensi landasan etika yang dapat digunakan sebagai acuan oleh
para aparatur birokrasi dalam bertindak, yaitu :
1. Kebenaran (truth), yang menekankan pada esensi dari nilai-nilai moral yang
berlaku serta pembenarannya pada kehidupan sosial
2. Kebaikan (goodness), menyangkut sifat atau karakteristik dari sesuatu yang
menimbulkan adanya pujian dimana seseorang berperilaku baik
3. Keindahan (beauty), menyangkut prinsip-prinsip nilai keindahan atau estetika
yang mendasari segala sesuatu yang mencakup penikmatan perasaan senang
terhadap keindahan
4. Kebebasan (liberty), menyangkut kebebasan atau keleluasaan untuk bertindak
berdasarkan pada pilihan-pilihan yang ada dan tersedia bagi seseorang
5. Persamaan (equality) , menyangkut adanya pemberian perlakuan yang sama antar
sesama manusia antara yang satu dengan yang lainnya dan tidak membedakan-
bedakan
6. Keadilan (justice), yaitu keinginan bersifat tetap dan kekal untuk bersikap dan
memberikan kepada setiap orang secara adil sebagaimana mestinya
Prinsip-prinsip etika pelayanan publik juga dikembangkan oleh American
Society for Public Administration (ASPA) 1981 yang mengembangkan kode etik
pelayanan publik sebagai berikut: (Arisman,hal 12)
1. Pelayanan kepada masyarakat adalah di atas kepentingan pelayanan kepada diri
sendiri
2. Rakyat adalah berdaulat dan mereka yang bekerja dalam instansi pemerintah pada
akhirnya bertanggung jawab kepada rakyat

10
3. Hukum mengatur semua tindakan dari instansi pemerintah. Pengelolaan
manajemen yang efesien dan efektif adalah dasar bagi administrasi publik.
Penyalahgunaan atau penyelewengan wewenang pegawai adalah perbuatan
melanggar hukum dan pegawai wajib melaporkan jika terdapat tindakan yang
menyimpang.
4. Sistem penilaian kecakapan, kesempatan yang sama, dan asas- asas itikad yang
baik akan didukung, dijalankan, dan dikembangkan
5. Perlindungan terhadap kepentingan rakyat adalah sangat penting. Konflik
kepentingan, penyuapan, hadiah, atau favoritiasme yang merendahkan jabatan
publik untuk keuntungan pribadi tidak dapat diterima
6. Pelayanan kepada masyarakat menurut kepekaan khusus dengan ciri-ciri sifat
keadilan, keberanian, kejujuran, persamaan, kompetisi dan kasih sayang.
7. Hatinurani memegang peranan penting dalam memilih arah tindakan. Ini
memerlukan kesadaran akan makna ganda moral dalam kehidupan, dan
pengkajian tentang prioritas nilai; tujuan yang baik tidak pernah membenarkan
cara yang tak bermoral (good and never justify immoral means)
8. Para administrator negara tidak hanya terlibat untuk mencegah hal yang salah,
tetapi juga untuk mengusahakan hal yang benar melalui pelaksanaan tanggung
jawab engan penuh dan tepat pada waktunya.
2.4. Administrasi Kependudukan
Administrasi Kependudukan adalah rangkaian kegiatan penataan dan penertiban
dalam penertiban dokumen dan data kependudukan melalui Pendaftaran Penduduk,
Pencatatan Sipil, Pengelolaan Informasi penduduk serta pendayagunaan hasilnya untuk
pelayanan publik & Pembangunan sektor lain. Setiap penduduk wajib melaporkan peristiwa
kependudukan dan peristiwa penting yang dialaminya kepada instansi pelaksana. Sebab,
setiap kejadian/peristiwa penting yang dialami (seperti kelahiran, kematian, dan
perkawinan) akan membawa akibat terhadap penerbitan atau perubahan Kartu Keluarga
(KK), Kartu Tanda Penduduk (KTP), dan atau surat keterangan kependudukan lain yang
meliputi pindah datang, perubahan alamat, atau status tinggal terbatas menjadi tinggal tetap.
Dokumen kependudukan adalah dokumen resmi yang diterbitkan oleh instansi pelaksana
yang mempunyai kekuatan hukum sebagai alat bukti yang dihasilkan dari pelayanan
pendaftaran penduduk dan pencatatan sipil. Manfaat dokumen kependudukan yaitu :
1. Memberikan kejelasan identitas dan status bagi penduduk (individual & kelompok)
2. Memberikan kepastian hukum

11
3. Memberikan perlindungan hukum dan kenyamanan bagi pemiliknya
4. Memberikan manfaat bagi kepentingan administrasi & pelayanan publik lainnya

Salah satu dokumen kependudukan adalah kartu keluarga atau yang biasa disingkat KK.
Kartu Keluarga atau KK adalah kartu identitas keluarga yang memuat data tentang nama,
susunan dan hubungan dalam keluarga serta identitas anggota keluarga. Kegunaan KK sendiri
adalah untuk keperluan persyaratan membuat KTP, persyaratan untuk membuat akte kelahiran,
dll. Permasalahan yang seringkali muncul dalam pembuatan Kartu Keluarga (KK) yaitu
penyelesaian dengan waktu yang relatif lama. Masyarakat yang sangat membutuhkan kartu
keluarga dalam waktu cepat guna keperluan tertentu menjadi dirugikan dengan tidak
terselesaikannya kartu keluarga tepat pada waktunya. Hal tersebuut bertolak belakang dengan
asas cepat yang seharusnya dimiliki oleh birokrasi pemerintahan. Salah satu penyebab Kartu
Keluarga (KK) tidak selesai pada waktunya tersebut disebabkan karena kurangnya tanggung
jawab yang dimiliki oleh aparatur pemerintahan di suatu daerah. Selain itu, warga kurang
begitu mengetahui tentang prosedur yang harus dijalani dalam membuat Kartu Keluarga.
Tahapan-tahapan prosedural ini kurang tersosialisasikan luas kepada masyarakat. Hal ini
menunjukan adanya sosialisasi yang kurang tentang pelaksanaan prosedur yang benar yang
harus dijalani dalam mendapatkan layanan pemerintah, khususnya dalam pembuatan Kartu
Keluarga. Kemudian dalam hal transparansi besaran biaya pelayanan pembuatan Kartu
Keluarga (KK) yang tidak jelas, sehingga biaya yang lebih besar dikeluarkan oleh masyarakat
dari yang seharusnya. Hal ini dimungkinkan ada beberapa pihak yang mengambil keuntungan
dari besaran biaya yang seharusnya dikeluarkan dalam pembuatan Kartu Keluarga.

Hal-hal yang perlu diketahui :

 Setiap keluarga wajib memiliki KK


 Setiap penduduk hanya memiliki 1 (satu) KK dan terdaftar dalam 1 (satu) KK

 KK memuat data kepala keluarga dan anggota keluarga

 KK ditandatangani dan diterbitkan oleh Kepala Instansi Pelaksana.

 KK tidak ada masa berlakunya

 Apabila terjadi perubahan susunan keluarga dalam KK wajib dilaporkan kepada Instansi
Pelaksana paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak terjadinya perubahan.

12
BAB III
METODE PENULISAN

3.1 Jenis Penelitian


Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif
adalah penelitian yang menghasilkan teori dan mengolah data yang sifatnya deskriptif.
Adapun metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif,
yaitu metode yang membicarakan beberapa kemungkinan untuk memecahkan masalah
aktual dengan jalan mengumpulkan data, menyusun atau mengklasifikasinya,
menganalisis, dan menginterpretasikannya. Metode deskriptif analisis dilakukan dengan
cara mendeskripsikan fakta-fakta yang kemudian disusul dengan analisis, tidak semata-
mata menguraikan, melainkan juga memberikan pemahaman dan penjelasan secukupnya.
Penulis juga menggunakan studi kepustakaan, studi kepustakaan merupakan suatu teknik
pengumpulan data dengan menghimpun dan menganalisis dokumen-dokumen, baik
dokumen tertulis, gambar maupun dari media massa elektronik. Studi kepustakaan sendiri
dapat bersumber pada buku dan jurnal penelitian maupun dari hasil penelitian yang telah
dilakukan orang lain sebelumnya.

3.2 Sumber dan Jenis Data


Data-data yang dipergunakan dalam penyusunan makalah ini berasal dari berbagai
literatur kepustakaan yang berkaitan dengan tema yang dibahas. Beberapa jenis referensi
utama yang digunakan adalah buku mengenai pelayanan publik dan etika administrasi
dalam pelayanan publik, jurnal imiah dan artikel ilmiah yang bersumber dari internet.

13
3.3 Pengumpulan Data
Metode penulisan dalam makalah ini bersifat studi pustaka. Informasi didapatkan
dari berbagai literatur baik literatur online maupun literatur offline dan disusun
berdasarkan hasil studi dari informasi yang diperoleh. Penulisan diupayakan saling terkait
antar satu sama lain dan sesuai dengan topik yang dibahas.

3.4 Analisis Data


Data yang terkumpul diseleksi dan diurutkan sesuai dengan topik kajian. Kemudian
dilakukan penyusunan makalah berdasarkan data yang telah didapatkan dan dirumuskan
secara logis dan sistematis. Teknik analisis data bersifat deskriptif argumentatif.

BAB IV
PEMBAHASAN

4.1 Etika Aparatur Birokrasi Dalam Proses Pelayanan Administrasi Kartu Keluarga di
Kecamatan Tombariri Timur, Kabupaten Minahasa
Berbagai persoalan mengenai etika pelayanan publik di Indonesia sering menjadi
perbincangan di kalangan masyarakat luas karena etika menjadi tolok ukur para aparatur
pemerintahan dalam memberikan pelayanan publik yang prima kepada masyarakat.
Pelayanan publik kepada masyarakat dapat berupa pemberian barang ataupun jasa kepada
masyarakat oleh pemerintah dalam rangka meningkatkan prinsip responsibility kepada
publik. Penilaian keberhasilan pemberian pelayanan publik dapat dilihat pada segi
efektifitas, efisiensi, dan produktifitas. Kebutuhan publik yang semakin kompleks
membuat pemerintah berpikir untuk bagaimana caranya mendorong kualitas pelayanan
publik melalui cara-cara yang profesional dan bertindak sesuai dengan pedoman kode etik
yang telah disepakati. Pelanggaran-pelanggaran kode etik para pemberi pelayanan publik
sangat sering terjadi di indonesia seperti adanya sifat-sifat tidak transparan, tidak
responsive, tidak adil, tidak akuntabel, dll. Dalam hal ini sangat terbukti bahwa etika
diperlukan sebagai alat kontrol langsung bagi para aparatur birokrasi dalam bekerja.
Pada persoalan kali ini penulis mengambil kasus yang berkaitan dengan etika
aparatur birokrasi dalam pelayanan publik khususnya dalam hal pengurusan Kartu
Keluarga di Kantor Kecamatan Tombariri Timur kabupaten Minahasa. Perlu kita ketahui
sebelumnya bahwa kecamatan Tombariri merupakan salah satu daerah pemekaran.
Berdasarkan Undang-undang No. 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah
mengisyaratkan perlunya pembentukan daerah baru yang dimaksudkan untuk

14
meningkatkan pelayanan kepada masyarakat guna mewujudkan kesejahteraan masyarakat.
Dalam kasus ini membahas tentang dampak pemekaran wilayah kecamatan Tombariri
Timur terhadap pelayanan publik di bidang administrasi kependudukan terkait dengan
pembuatan kartu keluarga.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006, administrasi kependudukan
adalah rangkaian kegiatan penataan dan penertiban dalam penerbitan dokumen dan data
kependudukan melalui pendaftaran penduduk, pencatatan sipil dan pembangunan. Dimana
pendaftaran penduduk adalah pencatatan biodata penduduk, pencatatan atas pelaporan
peristiwa kependudukan. Menurut hasil wawancara dengan Camat Tombariri Timur
ditemukan bahwa dalam proses pembuatan Kartu Keluarga bahwa pihak mereka sebagai
pelayanan masyarakat selalui memberikan sosialisasi kepada masyarakat terkait dengan
persyaratan yang dibutuhkan dalam proses tersebut. Pemberian sosialisasi tidak hanya
sebatas proses pembuatan KK tersebut tetapi menyangkut dengan berbagai pengurusan
administrasi kependudukan yang lain. Hal ini dilakukan para pegawai kecamatan agar
masyarakat tidak mengalami kesulitan dalam melakukan proses-proses administrasi
tersebut. Pihak mereka (kecamatan) mengaku berusaha semaksimal mungkin dalam
melakukan tugas untuk melayani masyarakat. Agar proses penyelenggaraan pemerintahan
yang baik dapat dicapai mereka (camat dan stafnya) menetapkan biaya partisipasi
pembuatan sebesar Rp. 10.000 dan waktu penyelesaiannya dapat dilakukan secepat
mungkin. Proses pembuatan Kartu Keluarga di Kecamatan Tomboriri Timur memiliki
syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh masyarakat seperti, surat keterangan dari kepala
desa/lurah, akte perkawinan, dan mengisi formulir permohonan pembuatan kartu keluarga
yang disediakan oleh pemerintah kecamatan, selanjutnya pemerintah kecamatan
meneruskan permohonan pembuatan kartu keluarga kepada Dinas Catatan Sipil setempat.
Dalam proses penyelesaian pembuatan Kartu Keluarga memakan waktu tiga hari. Namun,
apabila masyarakat menginginkan proses pembuatan KK dengan cepat maka mereka dapat
mebuatnya langsung di Dinas Catatan Sipil.
Kecamatan Tombariri Timur sebagai salah satu wilayah yang baru dimekarkan,
dalam menjalankan fungsi pelayanan publiknya dituntut untuk memberikan pelayanan
publik yang baik berdasarkan prinsip-prinsip pelayanan publik di Indonesia yang diatur
dalam Kepmenpan No. 63/KEP/M.PAN/7/2003 tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan
Pelayanan Publik yang meliputi prinsip kesederhanaa, kejelasan, kepastian waktu, akurasi,
keamanan, tanggungjawab, kelengkapan sarana dan prasarana kerja, kemudahan akses,
K3(Kedisiplinan, Kesopanan, dan Keramahan), dan kenyamanan. Prinsip-prinsip

15
pelayanan publik ini wajib dilaksanakan untuk meningkatkan kefektifan dan keefisienan
dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat.Pada kecamatan Tomboriri Timur sudah
diterapkan prinsip-prinsip tersebut.Contohnya dalam prinsip kesederhanaan.Prinsip
kesederhanaan adalah terkait dengan tatacara pelayanan yang dilakukan apakah bersifat
mudah, lancar, tepat, tidak berbelit-belit serta mudah dipahami oleh masyarakat atau tidak.
Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan oleh peneliti kepada aparatur pemerintah
Kecamatan Tombariri Timur bahwa dalam proses pembuatan KK sudah dilakukan dengan
baik sesuai dengan ketentuan yang ada dan pihak kecamatan tidak mempersulit masyarakat
dalam proses pembuatan KK maupun proses pelayanan-pelayanan administrasi
kependudukan yang lainnya.
Dalam proses pelayanan Kartu Keluarga di Kecamatan Tombariri Timur, petugas
secara aktif memberitahukan kepada masyarakat mengenai persyaratan-persyaratan yang
harus dipenuhi serta prosedur-prosedur yang harus dilalui. Misalnya saja mengenai
persyaratan dalam pembuatan Kartu Keluarga masyarakat harus membawa surat
keterangan dari Kepala Desa maupun akta nikah, sedangkan mengenai prosedurnya
masyarakat harus mengisi formulir pendaftaran terlebih dahulu. Sikap yang ditunjukkan
para petugas kecamatan Tombariri adalah sikap yang ramah terhadap masyarakat. Hal ini
dibuktikan dengan sikap para petugas saat memberikan pelayanan dimana mereka
memberikan salam kepada masyarakat, kemudian berkomunikasi dengan baik kepada
masyarakat dan dengan tutur kata yang sopan. Selain itu, mereka juga memberikan
penjelasan dengan baik kepada masyarakat yang masih mengalami kebingungan. Dalam
pelayanan Kartu Keluarga di Kecamatan Tombariri, sudah menunjukkan kejelasan
mengenai biaya dimana biaya dalam pengurusan Kartu Keluarga adalah sebesar Rp 10.000,
sedangkan mengenai waktu penyelesaian masih belum ada kejelasan dan masih dalam taraf
waktu yang bervariasi, namun masih dalam hal yang wajar sebab tidak sampai berhari-hari.
Kecamatan Tamboriri sudah menunjukkan kejelasan biaya dalam hal pengurusan Kartu
Keluarga, namun tidak dapat dipungkiri jika masih ada masyarakat yang memberi biaya
lebih agar mereka mendapatkan pelayanan yang ekstra, kemudian dari segi jumlah petugas
atau pihak yang harus dilalui dalam proses pelayanan ini sudah sesuai dengan ketentuan
yang ada.
Dalam pengurusan administrasi Kartu Keluarga di Kantor Kecamatan Tombariri
Timur, sudah terdapat adanya sarana dan prasarana kantor yang cukup tersedia dan
memadai. Sarana dan prasarana tersebut seperti adanya meja, kursi, alat tulis kantor,
komputer, telepon dan printer, sehingga diharapkan pegawai setempat dapat

16
menyelesaiakan pekerjaan secara cepat dan mudah. Selain sarana dan prasarana yang
dibutuhkan pegawai dalam pengurusan administrasi, faktor lain yang juga sangat
berpengaruh dalam membuat perasaan nyaman oleh masyarakat adalah kondisi kantor.
Dari hasil pengamatan, kondisi kantor atau tempat pelayanan seperti keindahan dan
kebersihan dapat dikatakan baik, hal ini dikarenakan bangunan kantor yang masih baru
digunakan. Namun untuk menjaga kondisi kantor tetap dalam keadaan bersih dan indah
seharusnya tetap menjaga, karena dibeberapa tempat sudah terdapat kotoran kertas dan
tinta dan beberapa tempat yang berdebu. Selain itu, juga terdapat ruang tunggu dengan
jumlah kursi yang terbatas sehingga kurang memfasilitasi masyarakat pengguna layanan
yang datang untuk mengurus kartu keluarga diKantor Kecamatan Tombariri Timur.
 Analisis Etika Aparatur Birokrasi Dalam Proses Pelayanan Administrasi Kartu
Keluarga di Kecamatan Tombariri Timur, Kabupaten Minahasa

Seperti yang sudah dijelaskan bahwa etika dapat dijadikan sebagai acuan, referensi,
dan standar penilaian para aparat birokrasi dalam menjalankan tugasnya terkait dengan
pemberian pelayanan publik kepada masyarakat. Menurut Adler, (1984) ada enam dimensi
landasan etika yang dapat dijadikan pedoman dalam bertindak yaitu: (1) kebenaran (truth),
yang mempertanyakan esensi dari nilai-nilai moral beserta pembenarannya dalam
kehidupan sosial, (2) kebaikan (goodness) yaitu sifat atau karakteristik dari sesuatu yang
menimbulkan pujian, (3) keindahan (beauty) yaitu yang menyangkut prinsip-prinsip
estetika mendasari segala sesuatu yang mencakup penikmatan rasa senang
terhadapkeindahan, (4) kebebasan (liberty), yaitu keleluasaan untuk bertindak atau tidak
bertindak berdasarkan pilihan-pilihan yang tersedia bagi seseorang, (5) persamaan
(equality), yaitu adanya persamaan antar manusia yang satu dengan yang lain, dan (6)
keadilan (justice), yaitu kemauan yang tetap dan kekal untuk memberikan kepada setiap
orang apa yang semestinya.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai-nilai etika yang dimiliki oleh para aparatur
birokrat di Kantor Kecamatan Tombariri Timur sudah dilaksanakan dengan baik.Mengacu
pada enam dimensi landasan etika yang dikemukakan oleh Adler (1984) sebagai berikut :
1. Dimensi Kebenaran (truth)
Para aparatur birokrat di Kantor Kecamatan Tombariri Timur sudah melakukannya
dengan baik. Hal ini dapat dilihat dari pelayanan proses pembuatan KK yang sesuai
dengan ketentuan yang ada dan tidak mempersulit warga. Proses-proses tersebut antara
lain mempunyai syarat-syarat misalnya masyarakat hanya perlu memberikan surat

17
keterangan dari kepala desa, akte nikah, dan mengisi formulir permohonan pembuatan
KK yang telah disediakan oleh kecamatan serta membayar biaya administrasi sebesar
RP 10.000 dan disini para staf kantor kecamatan Tombariri Timur tidak melakukan
pungutan selain biaya administrasi tersebut. Terkait dengan biaya pengurusan
administrasi ini sudah jelas diatur dan ditempel di dinding kantor kecamatan tersebut.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pelayanan yang diberikan oleh petugas
kantor kecamatan tersebut sudah benar tanpa adanya sikap yang berbelit-belit, sehingga
masyarakat merasa nyaman dan puas terhadap pelayanan yang telah diberikan.
2. Dimensi kebaikan (goodness),
Masyarakat menilai bahwa prosedur pelayanan yang diberikan oleh petugas kecamatan
mudah dipahami dan dilaksanakan, pegawai berkompeten terhadap tugas dan
fungsinya,petugas mudah ditemui, urusan sesuai dengan yang dikehendaki, adanya
bukti tandaterima yang diberikan, pegawai bertanggung jawab terhadap penyelesaiaan
urusan,keluhan mengenai proses pelaksanaan urusan diterima dan diproses lebih
lanjut,ketersediaan sarana dan prasarana pendukung kantor yang cukup seperti alat tulis
kantor, meja, kursi, telepon, komputer, printer, ruang tunggu, parker, toilet, dan tempat
ibadah, ketersediaanangkutan umum menuju lokasi kantor cukup, kondisi jalan menuju
lokasi kantor cukup,penampilan pegawai kantor bersih dan rapih, perilaku pegawai
ramah dan sopan,kondisi kantor seperti kebersihan, keindahan, dan kenyamanan yang
baik, danketersediaan fasilitas pendukung yang cukup.
3. Dimensi Keindahan (beauty),
Petugas kecamatan Tombariri Timur memberikan pelayanannya dengan beretika yang
baik misalnya petugas kecamatan tersebut memberikan salam dan bertutur kata yang
sopan saat berkomunikasi kepada masyarakat yang berkunjung ke kantor kecamatan
Tombariri Timur. Proses komunikasi petugas kecamatan yang ramah kepada
masyarakatnya dilakukan karena masih ada masyarakat yang belum jelas dan belum
paham mengenai tata cara atau syarat-syarat pengurusan pembuatan Kartu Keluarga.
Dengan perlakuan aparatur birokrat yang seperti ini membuat masyarakat merasa
nyaman karena dirinya dihargai dan dihormati melalui sikap yang ditunjukkan oleh para
petugas. Perlakuan ini ditunjang dengan penampilan pegawai kantor bersih dan rapih,
4. Dimensi kebebasan (liberality)
Sebagai salah satu dimensi landasan etika pelayanan publik, berdasarkan hasil penelitian
mengenai pelayanan Kartu Keluarga di Kecamatan Tamboriri sudah menunjukkan aspek
tersebut melalui sikap petugas yang menghargai pendapat-pendapat dari masyarakat,
18
mendengarkan keluhan masyarakat dan menjawab secara baik mengenai pertanyaan
yang diberikan masyarakat, baik mengenai persyaratan maupun prosedur yang harus
mereka lakukan dalam proses pengurusan Kartu Keluarga.
5. Dimensi Persamaan (equality)
Para petugas sudah mampu memberikan pelayanan kepada masyarakat dengan
kesungguhan dan ketulusan tanpa melakukan pembedaan kepada masyarakat yang
dilayani. Hal ini terbukti dengan sikap yang sopan yang dilakukan oleh para petugas
kepada seluruh masyarakat yang datang, yaitu dengan memberikan salam serta
berkomunikasi dengan baik kepada seluruh masyarakat. Di samping itu, aspek
persamaan juga mengenai pelaksanaan tugas dengan penuh kesadaran dan tanggung
jawab. Bukti tanggung jawab tersebut adalah petugas memberikan arahan kepada
masyarakat mengenai prosedur dan persyaratan serta ketentuan-ketentuan dalam proses
pelayanan Kartu Keluarga.
6. Dimensi Keadilan (justice),
Petugas sudah mampu menjalankan dimensi landasan etika pelayanan tersebut. Hal ini
terbukti jika petugas tidak melakukan pilih kasih terhadap siapapun yang dilayani.
Setiap masyarakat yang datang akan dilayani dengan sikap yang ramah, sopan dan
ikhlas tanpa pandang bulu. Para petugas tidak akan memberikan pelayanan dengan
kualitas yang berbeda sesuai dengan status sosial mereka. Hal ini terbukti dengan
adanya persamaan biaya sebesar Rp 10.000 dan persamaan waktu penyelesaian dalam
proses pengurusan Kartu Keluarga.

19
BAB V
PENUTUP
1.1 Kesimpulan
Birokrasi penyelenggara pelayanan publik tidak mungkin bisa dilepaskan dari
nilai etika. Karena etika berkaitan dengan soal kebaikan dan keburukan di dalam hidup
manusia, maka tugas- tugas dari birokrasi pelayan publik pun tidak terlepas dari hal-hal
yang baik dan buruk. Dalam praktek pelayanan publik saat ini di Indonesia, kita
menginginkan birokrasi publik yang terdiri dari manusia-manusia yang berkarakter,
yang dilandasi sifat-sifat kebajikan, yang akan menghasilkan kebajikan-kebajikan yang
mengun- tungkan masyarakat dan mencegah tujuan menghalalkan segala cara. Karakter
ini harus ditunjukkan, bukan hanya menghayati nilai-nilai kebenaran, kebaikan, dan
kebebasan yang mendasar, tetapi juga nilai kejuangan. Hal terakhir ini penting karena
birokrasi pelayan publik ini adalah pejuang dalam arti menempatkan kepentingan umum
di atas kepentingan pribadi atau golongan, rela berkorban, dan bekerja keras tanpa
pamrih. Dengan semangat kejuangan itu seorang birokrat, akan sanggup bertahan dari
godaan untuk tidak berbuat yang bertentangan dengan nilai-nilai kebenaran, kebaikan,
keindahan, kebebasan, persamaan, dan keadilan.
1.2 Saran
1. Perlu lebih adanya kepastian waktu penyelesaiaan urusan sesuai waktu yang telah
dijanjikan jangan melewati waktu yang dijanjikan atau bahkan lebih cepat dari
waktu yang dijanjikan.
2. Pegawai sebaiknya selalu mempertahankan komitmen dan kompetensi dalam
menyelesaikan urusan sesuai dengan yang dikehendaki pengguna layanan.

20
DAFTAR PUSTAKA

Buku :
Bertens, K. 1977. Etika. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama
Gie, The Liang. 1986. Etika pemerintahan. Jakarta: Yayasan Obor
Rewansyah, Asmawi. 2011. Kepemimpinan dalam Pelayanan Publik. Jakarta: STIA-LAN
Jurnal :
Arisman. Etika Aparatur Dalam Pelayanan Publik. Fungsional Widyaiswara Kementerian
Tahir, Muchlas M, Dkk. Etika Birokrat Pada Kantor Pelayanan Perizinan Satu Atap (Sintap) Di
Kota Parepare (Studi Kasus Pelayanan Izin Mendirikan Bangunan). Jurnal Administrasi
Pembangunan, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Hasanuddin, Makassar,
p 1-12
Keban, Yeremias T. 2001. Etika Pelayanan Publik: Pergeseran Paradigma, Dilema dan
Implikasinya bagi Pelayanan Publik di Indonesia. Majalah Perencanaan Pembangunan
Edisi IV
Hukum Dan HAM , p 1-25
Yosephus, Silvana. Dampak Pemekaran Wilayah terhadap Pelayanan Publik (Suatu Studi di
Kantor Kecamatan Tombariri Timur dalam Pelayanan Administrasi Pengurusan Kartu
Keluarga)
Peraturan Perundang-undangan :
Peraturan Pemerintah Nomor 53 tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil.
Peraturan Pemerintah Nomor 42 tahun 2004 tentang Pembinaan Jiwa Korps dan Kode Etik.
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik.
Undang-Undang Nomor 5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara.
Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 63 Tahun 2003 tentang Pedoman
Umum Penyelenggaraan Pelayanan Publik
Website:
Kamus Besar Bahasa Indonesia Online (http://kbbi.web.id/layan, diakses pada tanggal 18
Februari 2016 pukul 18.00 WIB)

Khafid. 15 Juli 2011. “Pelayanan Publik”.


(http://khafidsociality.blogspot.co.id/2011/07/pelayanan-publik.html, diakses pada
tanggal 18 Februari pukul 18.32 WIB.

21

Anda mungkin juga menyukai