Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Salah satu upaya strategis dalam meningkatkan taraf hidup sebagian besar rakyat

Indonesia adalah melalui pemberdayaan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) serta

koperasi. Hal itu dilakukan mengingat jumlah populasi UMKM pada tahun 2007 mencapai 49,8

juta unit usaha atau 99,9 persen dari jumlah unit

usaha di Indonesia. Sementara itu, jumlah tenaga kerjanya mencapai 91,8 juta orang atau 97,3

persen dari seluruh tenaga kerja Indonesia. Pada tahun yang sama, jumlah koperasi sebanyak

149,3 ribu unit dengan jumlah anggota mencapai sekitar 29,1 juta orang. Demikian pula,

produktivitas per tenaga kerja UMKM pada tahun 2007 menunjukkan peningkatan sebesar 3,8

persen, sedangkan pada tahun 2005 dan tahun 2006 masing meningkat sebesar 3,1 persen dan 2,7

persen (berdasarkan harga konstan tahun 2000).

2. Rumusan Masalah

1. Apa pengertian usaha mikro, kecil, dan menengah ?

2. Bagaimana manajemen usaha mikro, kecil, dan menengah ?

3. Apa yang menjadi masalah-masalah dalam UMKM ?


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. Landasan Teori

Manajemen berasal dari bahasa Perancis kuno ménagement, yang memiliki arti "seni

melaksanakan dan mengatur." Manajemen belum memiliki definisi yang mapan dan diterima

secara universal. Mary Parker Follet, misalnya, mendefinisikan manajemen sebagai seni

menyelesaikan pekerjaan melalui orang lain. Definisi ini berarti bahwa seorang manajer bertugas

mengatur dan mengarahkan orang lain untuk mencapai tujuan organisasi. Ricky W. Griffin

mendefinisikan manajemen sebagai sebuah proses perencanaan, pengorganisasian,

pengkoordinasian, dan pengontrolan sumber daya untuk mencapai sasaran secara efektif dan

efesien. Efektif berarti bahwa tujuan dapat dicapai sesuai dengan perencanaan, sementara efisien

berarti bahwa tugas yang ada dilaksanakan secara benar, terorganisir, dan sesuai dengan jadwal.

Undang-undang yang mengatur tentang seluk-beluk Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah

(UMKM) adalah Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008. Dalam undang-undang tersebut

dijelaskan bahwa sebuah perusahaan yang digolongkan sebagai UMKM adalah perusahaan kecil

yang dimiliki dan dikelola oleh seseorang atau dimiliki oleh sekelompok kecil orang dengan

jumlah kekayaan dan pendapatan tertentu.

Masalah (bahasa Inggris: problem) kata yang digunakan untuk menggambarkan suatu

keadaan yang bersumber dari hubungan antara dua faktor atau lebih yang menghasilkan situasi
yang membingungkan. Masalah biasanya dianggap sebagai suatu keadaan yang harus

diselesaikan. Umumnya masalah disadari "ada" saat seorang individu menyadari keadaan yang ia

hadapi tidak sesuai dengan keadaan yang diinginkan.

TEORI YANG MENDUKUNG

UMKM merupakan motor penting dari pertumbuhan ekonomi, inovasi dan progres teknologi

(Thornburg, 1993 dalam Tulus Tambunan 2009).

Menurut Sri Winarni (2006) Pada umumnya, usaha kecil mempunyai ciri antara lain sebagai

berikut (1) Biasanya berbentuk usaha perorangan dan belum berbadan hukum perusahaan, (2)

Aspek legalitas usaha lemah, (3) Struktur organisasi bersifat sederhana dengan pembagian kerja

yang tidak baku, (4) Kebanyakan tidak mempunyai laporan keuangan dan tidak melakukan

pemisahan antara kekayaan pribadi dengan kekayaan perusahaan, (5) Kualitas manajemen

rendah dan jarang yang memiliki rencana usaha, (6) Sumber utama modal usaha adalah modal

pribadi, (7) Sumber Daya Manusia (SDM) terbatas, (8) Pemilik memiliki ikatan batin yang kuat

dengan perusahaan, sehingga seluruh kewajiban perusahaan juga menjadi kewajiban pemilik.
BAB III

PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH

• Usaha Mikro

Menurut Keputusan Menteri Keuangan No.40/KMK.06/2003 tanggal 29 Januari 2003, Usaha

mikro yaitu usaha produktif milik keluarga atau perorangan Warga Negara Indonesia dan

memiliki hasil penjualan paling banyak Rp.100.000.000,00 (seratus juta rupiah) per tahun. Usaha

Mikro dapat mengajukan kredit kepada bank paling banyak Rp.50.000.000,-.

• Usaha Kecil

Sebagaimana dimaksud Undang-undang No.9 Tahun 1995, Usaha kecil adalah usaha produktif

yang berskala kecil dan memenuhi kriteria kekayaan bersih paling banyak Rp200.000.000,00

(dua ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha atau memiliki hasil

penjualan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah) per tahun serta dapat

menerima kredit dari bank maksimal di atas Rp50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) sampai

dengan Rp.500.000.000,- (lima ratus juta rupiah).

• Usaha Menengah

Usaha Menengah sebagaimana dimaksud Inpres No.10 tahun 1998 adalah usaha bersifat

produktif yang memenuhi kriteria kekayaan usaha bersih lebih besar dari Rp200.000.000,00 (dua

ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak sebesar Rp10.000.000.000,00, (sepuluh milyar

rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha serta dapat menerima kredit dari bank

sebesar Rp.500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) s/d Rp.5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah).
Sesuai dengan Undang- Undang Nomor 20 Tahun 2008, pengertian Usaha Mikro, Kecil dan

Menengah (UMKM) adalah :

• Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau badan usaha perorangan

yang memenuhi kriteria Usaha Mikro sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.

• Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang

perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang

perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung

dari usaha menengah atau usaha besar yang memenuhi kriteria Usaha Kecil sebagaimana

dimaksud dalam Undang-Undang ini.

• Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh

orang perseorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau cabang

perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung

dengan Usaha Kecil atau usaha besar dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan

tahunan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.

B. PENGEMBANGAN MANAJEMEN USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH

Pengembangan usaha mikro, kecil, dan menengah lebih terfokus kepada pengembangan

manajemen, karena untuk dapat memajukan UMKM harus dilakukan perbaikan dari sisi internal.

Dalam upaya perbaikan, maka langkah-langkah dalam prinsip manajemen yaitu perencanaan,

pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengendalian harus dilakukan.

Perencanaan Pengembangan Usaha :

Pemilik UMKM harus mengidentifikasi usaha yang akan dijalankan, meliputi :


1. Kekuatan apa yang dimiliki

2. Kelemahan atau kendala apa yang dihadapi

3. Peluang-peluang apa yang muncul yang bisa diamati

4. Ancaman apa yang bisa menghambat berkembangnya usaha

Setelah identifikasi dilakukan, langkah selanjutnya adalah membuat perencanaan pengembangan

usaha yang meliputi perencanaan di bidang pemasaran, Sumber Daya Manusia (SDM), produksi,

dan permodalan.

Pemasaran, mencakupi :

a. Pasar mana yang bisa di masuki

b. Produk baru apa yang dapat dikembangkan

c. Cara apa yang dapat dilakukan untuk lebih mengenalkan produk

d. Berapa harga yang seharusnya ditetapkan untuk dapat bersaing dengan usaha sejenis

e. Pihak-pihak mana saja yang bisa diajak bekerja sama untuk memasarkan produk Sumber Daya

Manusia, mencakupi :

a. Bekal ketrampilan apa yang perlu dikembangkan

b. Pihak mana yang bisa diajak bekerja sama untuk menambah ketrampilan, baik bagi karyawan

maupun pemilik

c. Berapa tambahan pegawai yang diperlukan

d. Upaya-upaya apa yang akan dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan pegawai

Produksi, mencakupi :

a. Dari bahan baku yang ada, bisakah dibuat produk yang lain, kapan akan dilaksanakan

b. Berapa banyak produk yang akan dibuat di masa datang


c. Kapan dibutuhkan menambah pembelian peralatan produksi

d. Berapa banyak persediaan yang mencukupi kebutuhan tanpa berlebihan

Permodalan, mencakupi :

a. Kapan diperlukan tambahan modal dan seberapa besarnya

b. Dimana akan dapat diperoleh tambahan modal

c. Siapa yang perlu di hubungi yang dapat membantu permodalan

Pengorganisasian Rencana dan Pelaksanaannya :

Pemilik yang biasanya pada usaha kecil merangkap sebagai pembuat rencana dan sekaligus yang

bertugas untuk melaksanakan rencana tersebut harus mampu mengatur waktu sedemikian rupa

sehingga rencana yang dibuat dapat dilaksanakan. Pemilik haruslah mengorganisasikan waktu

yang dimilikinya disela-sela kesibukan operasional dan memikirkan serta melaksanakan rencana

yang telah dibuat.

Kegiatan yang dilakukan meliputi :

1. Melakukan kunjungan ke tempat pemasaran dan mengumpulkan informasi

2. Mencari informasi ke pihak-pihak yang terkait dengan yang direncanakan

Mengadakan Evaluasi Terhadap Rencana :

Evaluasi terhadap rencana penting dilakukan agar dapat mendeteksi secara dini persoalan yang

timbul dalam pengelolaan usaha dan memperkirakan masalah apa yang mungkin akan muncul

untuk diambil tindakan pencegahan.

Pada dasarnya, pengembangan usaha adalah tanggung jawab dari setiap pengusaha atau

wirausaha. Untuk itu, bagi industri rumah tangga membutuhkan pandangan ke depan, motivasi,

dan kreatifitas dalam mengembangkan usahanya.


C. PERMASALAHAN USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH

Keberhasilan untuk bertahan dalam masa krisis tidak serta merta menjadikan UMKM mampu

berkembang dengan baik. Banyak faktor yang mempengaruhi lambannya perkembangan usaha

tersebut, antara lain perhatian dari pemerintah dan kalangan perbankan yang dirasakan masih

kurang. Walaupun upaya-upaya untuk meningkatkan perhatian kepada UMKM sudah dilakukan,

masih banyak pekerjaan rumah yang belum terselesaikan secara optimal. Pekerjaan rumah

tersebut antara lain adalah upaya pembinaan, pengembangan dan juga pendanaan (modal) kepada

sektor UMKM. Sementara modal memang penting, tetapi dalam mewujudkan komitmennya

pemerintah baru pun harus terpusat pada rencana nasional. Masalahnya bahwa belum ada

kejelasan kebijakan industri dan bagaimana yang diadopsi nanti agar lebih mampu mempercepat

pertumbuhan ekonomi dan penciptaan lapangan kerja bagi penggangguran dan mengatasi

kemiskinan.

Survey dari BPS mengidentifikasikan berbagai kelemahan dan permasalahan yang dihadapi

UMKM berdasarkan prioritasnya, yakni meliputi: (i) kurangnya permodalan, (ii) kesulitan dalam

pemasaran, (iii) persaingan usaha yang ketat, (iv) kesulitan bahan baku, (v) kurang teknis

produksi dan keahlian, (vi) kurangnya keterampilan manajerial (SDM) dan (vii) kurangnya

pengetahuan dalam masalah manajemen termasuk dalam keuangan dan akuntansi. Selain itu,

UMKM juga membutuhkan adanya iklim usaha yang kondusif seperti adanya kemudahan dalam

hal perijinan, perundangan yang memadai dan kondisi makro ekonomi yang stabil.

Hasil kajian tersebut mengindikasikan bahwa salah satu faktor dominan dalam pengembangan

UMKM adalah faktor permodalan, meskipun bukan yang paling menentukan dalam

pertumbuhan dan perkembangan UMKM. Untuk itu diperlukan peranan dari sektor perbankan

maupun lembaga keuangan lainnya seperti pegadaian, modal ventura, leasing, dan lainnya dalam
penyediaan permodalan bagi UMKM. Hasil kajian juga menunjukkan bahwa kredit bank masih

merupakan salah satu alternatif sumber permodalan bagi UMKM. Ironisnya, justru hingga saat

ini UMKM merupakan salah satu sektor yang dianggap belum layak mendapatkan akses

perbankan.

Terhadap banyaknya keluhan UMKM terkait dengan sulitnya mendapatkan permodalan dari

perbankan, secara umum, permasalahan yang terjadi adalah adanya perbedaan persepsi antara

UMKM dengan bank, khususnya mengenai kelayakan kredit. UMKM memiliki usaha yang

prospektif dan menguntungkan (feasible) namun demikian belum layak dari kacamata bank

(bankable) karena minimnya agunan, atau agunan yang dimiliki kurang mencukupi dalam meng-

cover risiko kredit. Oleh karena itu untuk mencari jalan keluarnya, perlu melihat permasalahan

tersebut dari dua sisi secara berimbang yakni dari sisi perbankan maupun dari sisi UMKM itu

sendiri.

Permasalahan bank-bank dalam melayani sektor UMKM diantaranya adalah: (i) belum memiliki

SDM yang kompeten untuk menangani debitur UMKM, (ii) orientasi bank yang berfokus kepada

segmen korporat, (iii) jaringan kantor bank yang masih terbatas dan belum merata

penyebarannya termasuk BPR, (iv) masih adanya persepsi perbankan yang keliru dengan

menganggap UMKM sebagai debitur yang ‘merepotkan’, beresiko tinggi, dan kurang

menguntungkan. Selain itu, faktor lain adalah kesulitan menjangkau daerah –daerah pelosok atau

sentra-sentra pengusaha mikro dan kecil, biaya overhead yang cukup besar untuk penyaluran

kredit kepada UMKM, terbatasnya pemahaman mengenai karakteristik UMKM pada sebagian

besar bank umum, dan belum adanya lembaga penjamin kredit yang berfungsi secara optimal.

Sementara itu, beberapa permasalahan UMKM dalam mengakses kredit kepada perbankan antara

lain: (i) umumnya UMKM belum mempunyai pembukuan yang jelas sehingga menyulitkan
perbankan untuk mengetahui informasi mengenai usaha tersebut secara lengkap, (ii) masih

banyaknya UMKM yang belum terdaftar sebagai badan usaha resmi, (iii) kurangnya kemampuan

sumber daya manusia yang mengelola UMKM, (iv) faktor akses pemasaran produk yang

dihasilkannya. Disamping itu masalah ketidakmampuan UMKM untuk memberikan jaminan

yang layak dan secara umum dapat dipertanggungjawabkan, merupakan kendala utama yang

selama ini dialami oleh UMKM.

Permasalahan lain yang dikeluhkan UMKM dalam menghadapi perbankan sebagaimana terekam

dalam berbagai acara Temu Wicara antara UMKM, perbankan dan pemerintah, antara lain: (i)

persyaratan agunan dalam permohonan kredit, (ii) langkanya sumber dana murah perbankan, (iii)

persyaratan kredit yang sulit dipenuhi, (iv) tingginya suku bunga kredit, (v) pendampingan /

konsultasi untuk UMKM dan, (vi) terbatasnya informasi pengembangan usaha.

Dari sisi operasional perbankan, pemberian kredit kepada UMKM cenderung menguntungkan

bagi bank karena beberapa hal. Pertama, tingkat kepatuhan nasabah usaha kecil lebih tinggi

dibandingkan nasabah usaha besar sehingga tingkat kemacetannya relatif kecil. Kedua,

pemberian kredit kepada UMKM mendorong penyebaran resiko, nominal kredit UMKM

umumnya kecil dengan jumlah nasabah yang besar sehingga pemberian kredit tidak

terkonsentrasi pada satu kelompok / sektor usaha. Ketiga, suku bunga kredit yang cenderung

lebih tinggi dari tingkat bunga pasar memungkinkan bank-bank memperoleh pendapatan bunga

yang memadai. Pengalaman selama ini menunjukkan bahwa ketersediaan dana pada saat yang

tepat, dalam jumlah yang tepat, sasarannya yang tepat dan dengan prosedur yang sederhana lebih

penting dari pada bunga murah.


D. Solusi
BAB IV

PENUTUP

1. Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA

1. http://id.wikipedia.org/

2. http://www.kerjausaha.com/2013/01/mengenal-usaha-mikro-kecil-dan-menengah.html

Anda mungkin juga menyukai