Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

PERBAIKAN TANAH DENGAN STONE COLUMN


Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Perbaikan Tanah
Dosen : Erdina Tyagita Utami, S.T., M.T.

Disusun oleh :
Alzena Sekar Putri (21116076)
Anastasia Winona (21116113)
Afif Nur Hani (21116139)
Bagus Prayogi Pangestu (21116140)
Raka Muhamad Syahrifi (21116156)

PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL


JURUSAN TEKNOLOGI INFRASTRUKTUR DAN
KEWILAYAHAN
INSTITUT TEKNOLOGI SUMATERA
2019
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Perbaikan Tanah adalah kumpulan upaya-upaya yang dapat dilakukan terhadap


tanah yang memiliki karakteristik teknis (engineering properties) yang bermutu
rendah menjadi material yang layak digunakan sebagai material konstruksi
(mempunyai karakteristik teknis yang lebih baik).

Sehingga dapat mempengaruhi umur dari suatu konstruksi menjadi lebih lama
karena mengganti karakteristik tanah yang tidak memenuhi syarat yang baik
dengan tanah atau material pilihan lebih bagus yang mampu mendukung atau
menerima beban dari suatu konstruksi. Perbaikan tanah dalam laporan ini
membahas tentang perbaikan dengan menggunakan metode Stone Column.
Teknik kolom batu (stone column technique) merupakan pengembangan dari
teknik vibroflotation, dengan menggunakan material pengisi dari kerikil besar
atau batu. Jika dikatakan bahwa teknik vibroflotation efektif diterapkan untuk
tanah granular yang belum konsiten, maka teknik stone column dapat digunakan
untuk pemadatan tanah yang mengandung lempung dan lanau yang bergradasi
halus sampai tanah organik, dimana partikel-partikelnya tidak dapat diatur ulang
oleh getaran. Kolom-kolom batu memungkinkan perlakuan terhadap jenis tanah
ini melalui penggabungan bahan granular (kadang-kadang disebut pemberat) yang
dipadatkan dengan system tahap yang meningkat (ascending steps). Untuk
penerapan stone column material batu biasa digantikan dengan blok-blok beton
atau mortar dari adukan semen dengan material tanah sebagai bahan pengisi.
Stone column juga bias berfungsi sebagai saluran pembuangan, dan membantu
percepatan konsolidasi pada tanah di sekitarnya. Untuk daerah pada kawasan
rawan gempa (seismic area), stone column juga dapat mengurangi risiko
likuifaksi pada tanah. Sehingga dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa
stone column adalah salah satu teknik perbaikan tanah dengan cara memasukkan
material gravel (coarse aggregate) yang dipadatkan sehingga daya dukung tanah
disekitarnya meningkat.

1.2. Rumusan Masalah

Dalam makalah ini pokok permasalahan yang ada dirumuskan sebagai berikut :

1. Bagaimana konsep dasar dari metode kolom granular?

2. Bagaimana metode pelaksanaan dari metode kolom granular?

3. Berikan contoh perhitungan dari metode kolom granular?

4. Bagaimana quality control dari metode kolom granular?

1.3. Tujuan Penulisan

Adapun tujuan dibuatnya makalah ini adalah:

1. Untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah perbaikan tanah.

2. Untuk mengetahui bagaimana konsep dasar dari metode kolom granular.

3. Untuk dapat memahami perhitungan dalam mendesain kolom granular

4. Untuk dapat memahami metode pelaksanaan dari metode kolom granular.

5. Untuk mengetahui quality control dari metode kolom granular.


BAB II
KONSEP DASAR

2.1. Pengertian Umum

Dalam perekayasaan konstruksi bangunan sipil, tidak jarang ditemukan lapisan


tanah yang memiliki daya dukung yang rendah (low strength), yang sangat
mempengaruhi berbagai lapisan rancang bangun konstruksi, baik dalam
perencanaan (design), pelaksanaan, maupun tahap operasional dan pemeliharaan
(maintenance).
Rendahnya daya dukung dari suatu jenis lapisan tanah di suatu tempat, sangat
dipengaruhi oleh minerologi tanah, yang mana minerologi tanah terbentuk dari
proses pelapukan material batuan (unorganik) atau material organik. Karena
keadaan tersebut akan mempengaruhi sifat-sifat tanah pada suatu tempat. Baik
sifat teknis maupun fisis pada suatu lapisan tanah. Jika partikel lapukan tersebut
bergradasi halus, maka cenderung memberikan sifat yang kohesif dengan
konsistensi fisis yang lunak. Sebaliknya jika partikel tersebut bergradasi kasar,
maka akan cenderung memberikan konsistensi yang keras dan sifat yang non
kohesif. Kedua dari karakterisitik tersebut akan sangat menentukan kinerja dari
lapisan tanah dalam berbagai hal, seperti besaran daya dukung, kapasitas
permeabilitas, perilaku kompresibilitas dan potensi kembang susut (swelling
potential) tanah.
Dalam pengertiannya, daya dukung tanah adalah kemampuan tanah memikul
tekanan atau melawan penuruanan akibat pembebanan, yaitu tahanan geser yang
disebabkan oleh tanah disepanjang bidang-bidang gesernya. Besaran daya dukung
geser pada suatu lapisan tanah dipengaruhi oleh beberapa faktor, sebagaimana
yang dirumuskan dengan persamaan Mohr-Coulomb sebagai berikut:

τ = c + (σ – U) tan.ϕ

Dimana:
τ : Kuat geser tanah (daya dukung geser)
c : Kohesi tanah
σ : Tegangan Total
U : Tekanan Pori tanah
Φ : Sudut Geser Tanah

Dari formula di atas, terlihat jelas bahwa kohesivitas dan konsistensi tanah
menjadi faktor yang menentukan besaran daya dukung geser tanah:

a. Nilai kohesi tanah, merupakan parameter kohesivitas yang sangat


dipengaruhi adanya partikel tanah yang berbutir halus.
b. Sudut geser dalam tanah, berat volume tanah dan tekanan pori tanah,
ketiganya merupakan parameter yang menunjukan konsistensi tanah, yang
sangat dipengaruhi oleh adanya partikel bergradasi kasar.

Jika besaran daya dukung tanah dimaknai dalam arti kemampuan tanah dalam
memikul tekanan aksial, maka beberapa parameter tanah yang berpengaruh,
sebagaimana yang dirumuskan oleh Terzaghi dalam formula sebagai berikut:

qu = c.Nc + q.Nq + 0.5 γ. B. Nγ

Dimana:
qu : Daya dukung aksial (ultimate)
c : Kohesi tanah
q : Tegangan total
γ : Berat jenis tanah
B : Lebar bangunan (pondasi)
Nc, Nq, Nγ : Faktor dari persamaan Terzaghi.

Semua tindakan mengubah sifat-sifat asli dari pada tanah, untuk disesuaikan
dengan kebutuhan konstruksi adalah merupakan tindakan yang dapat
dikategorikan sebagai upaya stabilisasi tanah. Jadi secara garis besar, stabilisasi
tanah adalah suatu metode rekayasa tanah yang bertujuan untuk meningkatakan
atau mempertahankan sifat-sifat tertentu pada tanah, agar selalu memenuhi syarat
teknis yang dibutuhkan.
Secara garis besar, jika ditinjau dari mekanisme global yang terjadi pada tindakan
stabilisasi tanah, maka klasifikasi tindakan stabilisasi tanah dapat dibedakan atas
dua macam, yakni :

a. Perbaikan tanah (soil improvement)


Suatu jenis stabilisasi tanah yang dimaksudkan untuk memperbaiki dan/atau
mempertahankan kemampuan dan kinerja tanah sesuai syarat teknis yang
dibutuhkan, dengan menggunakan bahan additive (kimiawi), pencampuran
tanah (re-gradation), pengeringan tanah (dewatering) atau melalui
penyaluran energi statis/dinamis ke dalam lapisan tanah (fisik).
b. Perkuatan tanah (soil reinforcement)
Suatu jenis stabilisasi tanah yang dimaksudkan untuk memperbaiki dan/atau
mempertahankan kemampuan dan kinerja tanah sesuai syarat teknis yang
dibutuhkan, dengan memberikan material sisipan kedalam lapisan tanah
tersebut.
Karena di dalam pembahasan ini kita menitikberatkan pada pembahasan kolom
granular, oleh karena itu tidak semua dapat dibahas. Kolom granular sendiri
termasuk kedalam perbaikan tanah (soil improvement) dengan metode fisik atau
dapat dibilang dengan pengembanagan dalam perbaikan tanah itu sendiri.

2.2. Perbaikan Kolom Granular dengan Stone Column

Teknik stone column dapat digunakan untuk pemadatan tanah yang mengandung
lempung dan lanau yang bergradasi halus sampai tanah organik, dimana partikel-
partikelnya tidak dapat diatur ulang oleh getaran. Kolom-kolom batu
memungkinkan perlakuan terhadap jenis tanah ini melalui penggabungan bahan
granular (kadang-kadang disebut pemberat) yang dipadatkan dengan sistem tahap
yang meningkat (ascending steps). Untuk penerapan stone column material batu
bisa digantikan dengan blok-blok beton atau mortar dari adukan semen dengan
material tanah sebagai bahan pengisi. Stone column juga bisa berfungsi sebagai
saluran pembuangan, dan membantu percepatan konsolidasi pada tanah di
sekitarnya. Untuk daerah pada kawasan rawan gempa (seismic area), stone
column juga dapat mengurangi risiko likuifaksi pada tanah.

Teknik stone column dikembangkan berdasarkan acuan bahwa kolom di dalam


tanah yang terbentuk dari susunan batu yang dipadatkan akan memperbaiki
kinerja tanah yang lunak atau tanah lepas (loose soils). Batu di dalam tanah dapat
dipadatkan dengan metode ampak (impact method), seperti dengan
bobot jatuh atau compactor benturan atau dengan vibroflot, serta metode lain yang
lebih umum. Metode ini digunakan untuk meningkatkan daya dukung (5 sampai
10 ksf atau 240 sampai 480kPa), mengurangi penurunan pondasi, memperbaiki
stabilitas lereng, mengurangi penurunan seismik, mengurangi potensi penyebaran
dan likuifaksi lateral, sehingga memungkinkan konstruksi dapat dibuat pada tanah
lepas atau tanah lunak, atau berfungsi sebagai penutup lubang
(precollapse sinkholes) pada wilayah karst. Dengan teknik stone column dapat
memperbaiki kinerja tanah dengan dua cara, yaitu; (1) melalui proses pemadatan
(densifikasi) tanah granular di sekitarnya, dan (2) melalui penguatan tanah dengan
kekuatan geser yang lebih tinggi dan kaku dari kolom batu yang terbentuk
(Hussin, 2006).

Untuk proses design dalam granular column atau stone column ini ada beberapa
dasar yang harus diperhatikan yaitu sebagai berikut:

 Backfill (bahan pengisi digunakan)


 Area Replacement Rasio (Rasio Pergantian Luas (as))

Volume tanah stone column yang akan menggantikan tanah asli, memiliki
pengaruh yang penting terhadap hasil dari perkuatan tanah, dan
mempengaruhi besarnya volume tanah yang akan tergantikan. Untuk
menghitung jumlah pergantian tanah yang dibutuhkan Stone Column,
ditetapkan rasio pergantian luas (as), dengan rumusan sebagai berikut:

𝐴𝑠
as=
𝐴
𝐴− 𝐴𝑠
ac= 𝐴
Dimana:
As = Luas stone column
A = Luas total unit cell

Untuk pola pemasangan dari stone column itu sendiri berbentuk segitiga
atau segiempat tergantung dengan nilai koefisien (C), maka nilai As adalah:
𝐷
As = C ( 𝑠 )2
Dimana:
C : Koefisien pola stone column
D : Diamter stone column
s : Jarak antar titik pusat stone column
 Untuk penetuan design diameter kolom

 Konsep Penumpukan Tegangan (n)

Dalam perencanaanya, di lapangan diasumsikan penurunan yang terjadi


pada stone column dan tanah yang diperkuatnya dianggap sama besar dan
terjadi secara bersamaan, oleh karena itu akan terjadi penumpukan dan
distribusi tegangan yang diterima stone column dan tanah yang diperkuat,
hal tersebut dikarenakan kekuatan dan kekakuan (stiffness) dari stone
column lebih besar dibandingkan dengan kekuatan dan kekakuan (stiffness)
tanah yang diperkuatnya, sehingga tegangan yang diterima olehtanah yang
diperkuatakan lebih kecil dari tegangan yang diterima oleh tanah
keseluruhan.
𝜎𝑐
n = 𝜎𝑠
Dimana:
σc : Tegangan pada kolom
σs : Tegangan pada tanah

Untuk mencari tegangan rata-rata yang terjadi adalah sebagai berikut:


σz = σs (1 – as) + σc . as
Dimana:
σz : Tegangan Rata-rata
as : Luas pola stone column

Dengan adanya faktor penumpukan tegangan ini, maka rasio tegangan yang
diterima oleh tanah lempung terhadap tegangan rata-rata menjadi lebih kecil
pada daerah pengaruhnya, nilai rasio ini ditentukan berdasarkan persamaan
berikut:
σs= μ . σ z
1
μ = 1+(𝑛−1)𝑎𝑠

 Perancangan Penurunan (Settlement)

Dengan menggunakan metode tegangan reduksi maka diketahui


persamaannya sebagai berikut:
S = Mv,s . σz.h
Dimana:
S : Penuruanan
Mv,s : Koefisien kompresibilitas volume
h : ketebalan lapisan tanah
BAB III
METODE PELAKSANAAN

3.1. Metode Pelaksanaan Stone Column

Stone column merupakan suatu metode baru yang ada didunia keteknik sipilan.
Metode ini diciptakan untuk menanggulangi fenomena likuifaksi dan sebagai
struktur bawah tanah untuk menahan beban dinamis yang diterima oleh tanah.
Mekanisme dari stone column ini sendiri yaitu sebagai drainase buatan untuk
mengalirkan air yang tiba-tiba naik dari dalam tanah akibat dari adanya gaya
horizontal yang mendorong air untuk naik kepermukaan tanah secara tiba-tiba.
Hal itu mengakibatkan tanah berubah menjadi lumpur yang memiliki daya dukung
rendah sehingga dapat menelan apapun yang ada diatasnya kedalam tanah.
Dengan adanya stone column maka air yang tiba-tiba mendesak keluar dari dalam
tanah dapat diantisipasi dan keluar melalui stone column serta dapat kembali
meresap kedalam tanah secara perlahan-lahan. Selain sebagai drainase buatan,
stone column juga berfungsi untuk menjadi struktur bawah tanah untuk menahan
hentakan yang diakibatkan beban dinamis. Yang mana stone column akan
menahan beban secara horizontal dan vertikal sehingga dapat meningkatkan daya
dukung tanah yang ada disekitarnya.
3.1.1. Peralatan yang Dibutuhkan

1. Alat Survey
Alat survey yang digunakan adalah total station, yang fungsinya untuk
menentukan titik mana stone column akan dibuat.

2. Bore Bucket Machine


Bore bucket machine digunakan untuk menggali lubang yang akan menjadi
stone column.
3. Excavator

Excavator digunakan untuk mengambil material batu pecah/splituntuk


dimasukkan kedalam lubang sebagai material utama stone column.

4. Dump Truck

Dump Truckdigunakan untuk mengangkut material yang dibutuhkan juga


sebagai alat pengangkut tanah yang digali untuk stone column.
3.1.2. Material yang Dibutuhkan

1. Agregat Kasar

3.1.3. Metode Pelaksanaan

1. Survey Lokasi Pelaksanaan

Pada tahap ini dilakukan proses survey lokasi, yang mana pada tahap ini
untuk menentukan titik mana yang akan di bor dan dijadikan stone column
agar sesuai dengan perencanaan.
2. Pengeboran titik Stone Column

Pada tahap ini dilakukan proses pengeboran tanah menggunakan bucket


bore machine hingga kedalam 9 m sesuai dengan perencanaan.

3. Memasukkan Agregat ke Dalam Lubang Galian

Pada tahap ini dilakukan pemasukkan agregat kasar kelas A, sebagai bahan
utama pembuatan stone column.
4. Pemadatan Agregat

Pada tahap ini dilakukan pemadatan dengan menggunakan bucket bore


machine yang menumbuk material yang telah dimasukkan sebanyak 3 kali
penumbukan. Penumbukkan dilakukan setiap 1 m³ agregat yang di
masukkan.

5. Pengujian

Pengujian dilakukan untuk mengetahui apakah stone column telah sesuai


dengan perhitungan dan dapat menangulangi likuifaksi. Pengujian dilakukan
dengan Metode Plate Bearing Test.
BAB IV
CONTOH PERHITUNGAN

Example 5.1 Bearing Capacity of Granular Columns (Tjie Han)

A site consists of 20-m-thick soft clay with an undrained shear strength of 20 kPa.
The groundwater table is at a depth of 1.0 m. The unit weights of the soil above
and below the groundwater table are 18 and 19 kN∕m3. A square footing with a
width of 2.0 m will be constructed on this site with an embedment depth of 1.0 m.
The applied load of this footing (including the weight of the footing) is 400 kN.
The required factor of safety against bearing failure is 2.5. Granular columns of 10
m long are designed in an equilateral triangular pattern with column spacing of
1.5 m and column diameter of 0.8 m. Evaluate whether this design meets the
bearing capacity requirement.

Solution
The applied bearing pressure at the base of the footing is p = P + Wf
Af= 400
2.0 × 2.0 = 100 kPa
The ultimate bearing capacity of a single granular column is
qult,c = Kcu = 20 × 20 = 400 kPa
The ultimate bearing capacity of a square footing embedded at a depth of 1.0 m in
a natural ground under an undrained condition is
qult,s = cNcscdc + 0.5γ′
Bfsγdγ + σD′Nqsqdq= cNcscdc + σD′Nqsc
= 1 + 0.2(Bf ∕Lf) = 1 + 0.2(2.0∕2.0) = 1.2dc
= 1 + 0.2(Df ∕Bf) = 1 + 0.2(1.0∕2.0) = 1.1
qult,s = cNcscdc + σD′Nq
= 20 × 5.15 × 1.21 × 1.1 + 18 × 1.10 = 154 kPa
The area replacement ratio can be calculated as follow:
as = 0.907(dcs)2
= 0.907 ×(0.81.5)2= 0.26
According to Equation (5.17), the ultimate bearing capacity of the composite
foundation is
qult = 400 × 0.26 + 154 × (1 − 0.26) = 218 kPa
The factor of safety against bearing failure is
FS = qult
p = 218
100 = 2.2 < 2.5

Therefore, this design does not meet the bearing capacity requirement. A closer
column spacing should be used .
BAB V
QUALITY CONTROL

5.1. Lokasi dan Dimensi

Instalasi lapangan harus mengikuti gambar desain dalam hal lokasi, diameter, dan
panjang kolom. Penyimpangan apa pun dapat mempengaruhi kualitas kolom
granular. Elevasi atas kolom harus berada dalam jarak 75 mm dari ketinggian
desain. Elias et al (2004) menetapkan bahwa penyimpangan atas/kepala kolom
dari pusat/tengah desain tidak boleh lebih dari 100mm dan penyimpangan sumbu
laateral kolom tidak boleh melebihi 1,5%.
Untuk setiap 50 kolom berturut-turut yang dipasang, rata-rata panjang total tidak
boleh lebih kecil dari diameter. Diameter kolom di lokasi yang berbeda dan
kedalaman harus dihitung berdasarkan jumlah isi bahan yang ditempatkan dan
kepadatan di tempat. Pengecekan beberapa kolom yang dipilih secara acak dapat
dilakukan untuk memverifikasi diameter kolom.

5.2. Fill Material

Untuk kolom granular, ukuran partikel maksimum biasanya terbatas pada 100
mm. partikel yang lebih besar (tidak lebih dari 150 mm) terkadang digunakan di
bagian bawah kolom untuk menstabilkan dasar, terutama ketika instalasibberada
di tanah yang sangat lunak. Elias et al. (2004) menyarankan empat kemungkinan
material pengisi untuk stone column seperti yang ditunjukkan pada Tabel 5.5 buku
Tjie Han. Material pengisi harus bersih, keras, tahan lama batu bebas dari organik,
sampah, atau materi merugikan lainnya.
5.3. Parameter Instalasi

Parameter instalasi sangat tergantung pada metode instalasi, jenis peralatan, dan
jenis material pengisi. Kunci parameter instalasi untuk stone column adalah:
• Daya vibrator (setidaknya 60 kW dan 150 kN eksentrik Force)
• Tingkat penetrasi
• Laju ekstraksi (biasanya 300 – 500 mm)
• Frekuensi dan waktu getaran
• Tekanan air pada wet method atau tekanan udara pada dry method
• Kuantitas dan laju suplai air (hanya pada wet method)
• Ampere diperlukan untuk setiap penambahan isi
• Volume batu yang disediakan
• Elevasi atas dan bawah

5.4. Performance Evaluation

Evaluasi kinerja kolom granular di tanah tidak berkohesi dapat dilakukan tepat
setelah selesai instalasi. Namun, evaluasi kinerja kolom granular di tanah kohesif
harus dilakukan dalam 2 (untuk tanah plastisitas rendah) hingga 4 minggu (untuk
tanah plastisitas tinggi) setelah instalasi.

 Soil Sampling and Penetration Tests

Tes sampel tanah dan tes penetrasi (SPT dan CPT) telah sering digunakan untuk
mengevaluasi tanah sekitarnya sebelum dan sesudah dilakukannya perbaikan
tanah. Tes ini dapat menentukan tingkat perbaikan atau gangguan yang dihasilkan
selama pemasangan materialperbaikan tanah. Densifikasi tanah meningkatkan
kepadatan, kekuatan, dan modulus tanah.

 Plate Loading Tests

Plate loading test biasanya diperlukan untuk menentukan daya dukung dan
penurunan yang terjadi pada kolom individual dan pondasi komposit.
DAFTAR PUSTAKA

Das, B.M. 1993. Mekanika Tanah (Prinsip-prinsip Rekayasa Geoteknis).


Erlangga: Jakarta.

Han, Jie, 1964-Principles and practice of ground improvement / Jie Han.

Anda mungkin juga menyukai